Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMFIGUS VULGARIS

OLEH

SYAFNIYARI YANTI SYAFRUDDIN

21607082

CI. LAHAN CI. INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR

MAKASSAR

2016
LAPORAN PENDAHULUAN

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA.

Indera pendengaran merupakan bagian dari organ sensori khusus yang mampu

mendeteksi sebagai stimulus bunyi. Indera pendengaran sangat penting dalam

percakapan dan komunikasi sehari-hari. Organ yang berperan dalam indera

pendengaran adalah telinga.

STRUKTUR TELINGA:

1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna / aurikula) dan saluran telinga luar

(meatus auditorius eksternus). Daun telinga terletak di dua sisi kepala setinggi

mata. Tersusun oleh tulang rawan atau kartilago dan otot kecil yang di lapisi oleh

kulit sehingga menjadi tinggi keras dan lentur. Daun telinga di persarafi oleh saraf
fasialis. Fungsi dari daun telinga adalah mengumpulkan gelombang suara untuk di

teruskan kesaluran telinga luar yang selanjutnya ke gendang telinga.


Saluran telinga luar merupakan lintasan yang sempit, panjangnya sekitar 2,5 cm

dari dauun telinga ke membran timpani. Saluran ini tidak beraturan dan di lapisi

oleh kulit yang mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa yang

menghasilkan serumen. Serumen ini berfungsi untuk melindungi kulit dari

bakteri, menangkap benda asing yang masuk ke telinga. Serumen juga dapat

mengganggu pendengaran jika terlalu banyak. Batas telinga luar dengan telinga

tengah adalah membran timpani atau gendang telinga.


Membran timpani berbentuk kerucut dengan diameter sekitar 1 cm. Tersusun atas

tiga lapisan, yaitu bagian luar adalah lapisan epitel, bagian tengah lapisan fibrosa

dan lapisan dalam adalah mukosa. Fungsi dari membran timpani adalah

melindungi organ telinga tengah dan menghantarkan fibrilasi suara dari telinga

luar ke tulang pendengaran (osikel). Kekuatan getaran suara mempengaruhi

tegangan, ukuran, dan ketebalan membran timpani.


2. Telinga Tengah
Telingga tengah merupakan rongga yang berisi udara dalam bagian petrosus

tulang temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga tulang kecil yaitu meleus,

inkus, dan stapes yang membentang dari membran timpani keforamen ovale.

Sesuai dengan namanya tulang meleus bentuknya seperti palu dan menempel pada

membran timpani. Tulang inkus mehubungkan meleus dengan stapes dan tulang

stapes melekat pada jendela oval di pintu masuk telinga dalam. Tulang stapes di

sokong oleh otot stapedius yang berperan menstabilkan hubungan antara stapes

dengan jendela oval dan mengatur hantaran suara. Jika telinga menerima suara

yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang akan
kaku , sehingga hanya sedikit suara yang di hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang

pendengaran adalah mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenesta

vestibuli yang merupakan pemisah antara telinga tengah dengan telinga dalam.
Rongga telinga tengah berhubungan dengan tuba eustachius yang

menghubungkan telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba eustachius adalah

untuk keseimbangan tekana antara sisi timpani dengan cara membuka atau

menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup, tetapi dapat membuka pada saat

menguap, menelan atau mengunyah.


3. Telinga Dalam atau Labirin.
Telinga dalam atau labirin mengandung organ-organ yang sensitif untuk

pendengaran, keseimbangan dan saraf kranial ke delapan. Telinga dalam berisi

cairan dan berada pada petrosa tulang temporal. Telinga dalam tersusun atas dua

bagian yaitu labirin tulangg dan labiriin membranosa.


a. Labirin Tulang
Labirin tulang merupakan ruang berisikan cairan menyerupai cairan

serebrospinalis yang di sebut cairn perilimf. Labirin tulang tersusun atas vestibula,

kanalis semisirkularis dan koklea. Vestibula menghubungkan koklea dengan

kanalis semisirkularis. Saluran semisirkularis merupakan tiga saluran yang berisi

cairan yang berfungsi menjaga keseimbangan pada saat kepala di gerakkan.

Cairan tersebut bergerak di salah satu saluran sesuai arah gerakan kepala. Saluran

ini mengandung sel-sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan

untuk disampaikan pesan ke otak sehingga terjadi proses keseimbangan. Koklea

berbentuk seperti rumah siput, didalamnya terdapat duktus koklearis yang berisi

cairan endolimf dan banyak reseptor pendengaran. Koklea bagian labirin di bagi

atas tiga ruangan (skala) yaitu bagian atas disebut skala vestibuli, bagian tengah

disebut skala media, dan pada bagian dasar disebut skala timpani. Antara skala
vestibuli dengan skala media dipisahkan oleh membran reisier dan antara skala

media dengan skala timpani dipisahkan oleh membran basiler.


b. Labirin Membranosa.
Labirin membranosa terendam dalam cairan perilimf dan mengandung cairan

endolimf. Kedua cairan tersebut terdapat keseimbangan yang tepat dalam telinga

dalam sehingga pengaturan keseimbangan tetap terjaga. Labirin membranosa

tersusun atas utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan

organ korti. Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkularis, sedangkan sakulus

terhubung dengan duktus koklearis dalam koklea. Organ korti terletak pada

membrane basiler, tersusun atas sel-sel rambut yang merupakan reseptor

pendengaran. Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut baris tunggal interna dan

tiga baris sel rambut eksterna. Pada bagian samping dan dasar sel rambut bersinap

dengan jaringan ujung saraf koklearis.

Mekanisme Pendengaran :
Gelombang suara dari luar dikumpulkan oleh daun telinga (pinna), masuk

ke saluran eksterna pendengaran (meatus dan kanalis auditorius eksterna) yang

selanjutnya masuk ke membrane timpani. Adanya gelombang suara yang masuk

ke membrane timpani menyebabkan membrane timpani bergetar dan bergerak

maju mundur. Gerakan ini juga mengakibatkan tulang-tulang pendengaran seperti

meleus, inkus, dan stapes ikut bergerak dan selanjutnya stapes menggerakkan

foramen ovale serta menggerakkan cairan perilimf pada skala vestibule. Getaran

selanjutnya melalui membrane reisner yang mendorong endolimf dan membrane

basiler ke arah bawah dan selanjutnya menggerak perilimf pada skala timpani.

Pergerakan cairan dalam skala timpani menimbulkan potensial aksi pada sel

rambut yang selanjuttnya diubah menjadi inpuls listrik. Inpuls listrik selanjutnya
dihantarkan ke nukleus koklearis, thalamus kemudian korteks pendengaran untuk

diasosiasikan. (Tarwoto, 2009 : 234-253).


2. PENGERTIAN

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah

dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara

terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau

berupa nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001 :

82).

Jadi, menurut saya Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa

disebut dengan istilah sehari-hari congek. Dalam perjalanannya penyakit ini dapat

berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar dari telinga

tengah dalam bentuk encer, bening ataupun mukopurulen. Proses hilang timbul

atau terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Tetap terjadi perforasi pada

membran timpani. Perforasi yaitu membran timpani tidak intake / terdapat lubang

pada membran timpani itu sendiri.

3. ETIOLOGI

Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan kelanjutan

dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan lebih dari 2 bulan.

Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat, terapi tidak adekuat,

virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah. Bila kurang dari 2 bulan

disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh perforasi membran timpani

terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman penyebab biasanya kuman gram

positif aerob, pada infeksi yang sudah berlangsung lama sering juga terdapat

kuman gram negatif dan kuman anaerob. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%),

Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis (10,3%), gram

positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%). Biasanya pasien

mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas atas misalnya

influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang menghubungkan antara

hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran napas atas yang tidak

diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai telinga.


4. PATOFISIOLOGI
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau

tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga

dikenal tipe aktif dan tipe tenang. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai

tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya

dan tidak terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).


OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal,

subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal.

(Arif Mansjoer, 2001 : 82).


Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).

Deskuamasi terbentuk terus, lalu menumpuk. Sehingga kolesteotoma bertambah

besar.
PATHWAY OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)
Invasi bakteri
Infeksi telinga tengah

Proses pradangan Peningkatan produksi tekanan udara Pengobatan tak tuntas


Cairan serosa telinga tengah (-) episode berulang

Akumulasi cairan mukus Retraksi membran Infeksi berlanjut dapat


Dan serosa timpani sampai telinga dalam
Nyeri
Hantaman suara udara Terjadi erosi pada kanalis Tindakan mastoidektomi
Yang diterima menurun semisirkularis

Resiko injury Resiko


Gangguan
infeksi
persepsi sensori
5. TANDA DAN GEJALA

Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau gangguan

pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).

Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya

tekanan ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau

intermiten dan dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga. (www.health

central.com, 2004).

1. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer)

tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas

kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan

yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi

iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.

Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat

disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar

setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya

sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi

kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,

berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret

telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.

Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu

sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.

Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan

pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena

daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif

ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20

db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan

fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih

dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran

timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.

Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya

rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai

penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus

diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi

perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui

jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis

supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran

tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.

3. Otalgia ( nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu

tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan

pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau

ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh

adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi

OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.

Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat

erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat

perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif

keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang

akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.

Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.

Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan

yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan

mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin

berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK

dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif

pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga

tengah.

6. TANDA KLINIS

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :

a. Adanya Abses atau fistel retroaurikular


b. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
7. PENATALAKSANAAN
Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 - 83 :
Terapinya sering lama dan harus berulang-ulang karena :
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal,
3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid
4. Gizi dan kebersihan yang kurang.Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah

konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus,

maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.

Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes

telinga yang mengandung antibiotika dan kartikosteroid. Banyak ahli berpendapat

bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika

yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar obat tetes

telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada

OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan

ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum tes

resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten

terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2

bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini

bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran

timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan

pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.


Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya

infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin

juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.

Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi,

bila terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan

mastoidektomi dengan atau tanpa timpanopplasti. Terapi konservatif dengan

medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan

pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses

sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.

Infeksi telinga tengah dan mastoid.

Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus

adantrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung

lama biasanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid

dikenal dengan mastoiditis. Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam

komplikasi OMSK.
Jenis pembedahan pada OMSK.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada

OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain

adalah sebagai berikut :


1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy),
2. Mastoidektomi radikal,
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi,
4. Miringoplasti,
5. Timpanoplasti,
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty).
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau

koleasteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator.


Sesuai dengan luasnya infeksi atau luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-

kadang dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau modifikasinya.


1. Mastoidektomi sederhana.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan

konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan permbersihan

ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan

telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2. Mastoidektomi Radikal.
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang

sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan

dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga

tengah tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah

anatomi tersebut menjadi suatu ruangan.

Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah

komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.

Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi

kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan

atau karier pasien.

Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi

serta membuat meatal plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering

permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar liang telinga menjadi

lebar.

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)


Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi

belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding

posterior liang telinga direndahkan.

Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga

mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.

4. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga

dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran

timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada

OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.


Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan

ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.


5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih

berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan

medikamentosa.
Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki

pendengaran. Menurut Fung 2004, terapi difokuskan kepada penghilangan gejala

dan infeksi. Antibiotik mungkin dikesepkan untuk infeksi bakteri, terapi antibiotik

biasanya untuk jangka panjang, yaitu melalui pemberian per oral atau tetes telinga

jika ada perforasi membran tympani. Pembedahan untuk mengangkat adenoid

mungkin cocok untuk membuka tuba eustachius. Pembedahan dengan membuka

membrana tymponi (miringotomi) dengan maksud untuk mengalirkan atau

mengeluarkan cairan dari daerah ditelinga dalam.


Decangestan atau antibismin dapat digunakan untuk membantu

mengeluarkan cairan dari tuba eustachius.


Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan

juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang

pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan

V.Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum

timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan

patologis. Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilalakukan dua tahap dengan

jarak waktu 6 s/d 12 bulan.


6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach

Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus

OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi yang

luas.
Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran

tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding

posterior ling telinga).


Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan

melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga

mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK

tipe maligna belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi

kambuhnya kolesteatoma kembali.


8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik

sebagaiberikut :
1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif.

Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung

besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim
penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan

pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan

difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum,

sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara

temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi

dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam

ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil

pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan

membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi

percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969.

Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI

1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran

1. Normal : -10 dB sampai 26 dB


2. Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
3. Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
4. Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
5. Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
6. Tuli total : lebih dari 90 dB.

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea.

Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang

serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat

diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah

untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut

bias membantu :
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20

dB
b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif

30-50 dB apabila disertai perforasi.


c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang

masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.


d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun

keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.


Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian

pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur

dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli

campur.
2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis

nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan

audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang

tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan

mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik

memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan

adalah :
a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid

dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena

memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang

skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari

dura atau sinus lateral.


b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah.

Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat

diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.


c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan

yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan

kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan

melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.


d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga

dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau

CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada

atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada

kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang

berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila

dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit

mastoid.
9. PROGNOSIS
Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa bulan.

Biasanya kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan penderita

tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir dengan

komplikasi yang serius (Fung, 2004).


10. KOMPLIKASI
Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau

ketulian.
Mastuiditis
Cholesteatoma
Abses apidural (peradangan disekitar otak)
Paralisis wajah
Labirin titis.
Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 :
Paralisis nervus fasialis, fistula labirin, labirinitis, labirinitis supuratif,

petrositis, tromboflebitis sinus lateral, abses ekstra dural, abses subdural,

meningitis, abses otak, dan hidrosefalus otitis.


11. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan

labirin : vertigo
Tujuan : Pasien tidak mengalami injuri / trauma dengan :
- Mengurangi / menghilangkan vertigo / pusing
- Mengembalikan keseimbangan tubuh
- Mengurangi terjadinya trauma

Intervensi :
a. Kaji ketidakseimbangan tubuh pasien
b. Observasi tanda vital
c. Beri lingkungan yang aman dan nyaman
d. Anjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi pusing
e. Penuhi kebutuhan pasien
f. Libatkan keluarga untuk menemani saat pasien bepergian
g. Kolaborasi pemberian analgetik
h. Evaluasi :
- Pusing berkurang
- Pasien tidak mengalami injuri
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang penatalaksanaan OMA yang tepat.


Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan OMA meningkat
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien
b. Berikan informasi berkenaan dengan kebutuhan pasien
c. Susun bersama hasil yang diharapkan dalam bentuk kecil dan realistik untuk

memberikan gambaran pada pasien tentang keberhasilan


d. Beri upaya penguatan pada pasien
e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami
f. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya
g. Dapatkan umpan balik selama diskusi dengan pasien
h. Pertahankan kontak mata selama diskusi dengan pasien
i. Berikan informasi langkah demi langkah dan lakukan demonstrasi ulang bila

mengajarkan prosedur
j. Beri pujian atau reinforcement positif pada klien
k. Evaluasi :
- Pasien menyatakan pemahaman tentang pemberian informasi
- Pasien mampu mendemonstrasikan prosedur dengan tepat.
c. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan
Tujuan : Kecemasan pasien berkurang / hilang
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarga tentang prosedur tindakan

pembedahan
b. Jelaskan pada pasien tentang apa yang harus dilakukan sebelum dan sesudah

tindakan pembedahan
c. Berikan reinforcement positif atas kemampuan pasien
d. Libatkan keluarga untuk memberikan semangat pada pasien
e. Evaluasi :
- Pasien tidak cemas
- Keluarga mau menemani pasien
Post Operasi :
1. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan mastoidektomi
Tujuan : Nyeri pasien berkurang
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri pasien
b. Kaji faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
c. Ajarkan teknik relaksasi untuk menghilangkan nyeri
d. Anjarkan pada pasien untuk banyak istirahat baring
e. Beri posisi yang nyaman
f. Kolaborasi pemberian analgetik
g. Evaluasi : Nyeri hilang
2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post operasi mastoidektomi
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi
Intervensi :
a. Kaji kemungkinan terjadi infeksi / tanda-tanda infeksi
b. Observasi pasien
c. Lakukan perawatan ganti balutan dengan teknik steril setelah 24 jam dari

operasi
d. Kaji keadaan daerah poerasi
e. Ganti tampon setiap hari
f. Pasang pembalut tekan bila dilakukan insisi mastoid
g. Bersihkan daerah operasi setelah 2 3 minggu
h. Anjurkan pasien untuk kontrol
i. Kolaborasi pemberian antibiotic
j. Evaluasi :
- Infeksi tidak terjadi
- Luka operasi dalam kondisi baik
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA An.Y DENGAN DIAGNOSA OTITIS MEDIA SUPERATIF AKUT

DI RUANG LONTARA 3 ATAS DEPAN

RSUP DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO


MAKASSAR

OLEH

SYAFNIYARI YANTI SYAFRUDDIN

21607082

PROSEPTOR KLINIK PROEPTOR AKADEMIK

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR

MAKASSAR

2016

Anda mungkin juga menyukai