Anda di halaman 1dari 75

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

U DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN : TUBERKOLUSIS
PARU DI RUANG BUGENVILLE RSUD MALINGPING”

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Penugasan Matakuliah Keperawatan


Gerontik

Disusun Oleh :

Kelompok II
1. Iing Kurniawan NIM 18215257
2. Riyana Vini Alvionita NIM 18215265
3. Tita Rahayu NIM 18215271

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YATSI
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

i
Iing Kurniawan1, Riyana Vini Alvionita2, Tita Rahayu3
Program Studi Sarjana Keperawatan Stikes Yatsi
Jl. Arya Santika, No.42 Tangerang Banten

ABSTRAK

Bakteri mycobacterium tubercolusis yang menyebabkan tuberkolusis paru


merupakan bakteri pembunuh masal, karena kuman mycobacterium ini telah
menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Adapun tujuan dari pembuatan makalah
ini yaitu untuk menjelaskan secara teori tentang konsep keperawatan gerontik dan
penjabaran tentang TB Paru, serta menggambarkan penyusunan Asuhan
Keperawatan pada Tn U dengan TB Paru di Ruang Bugenville RSUD
Malingping.
Hasil pengkajian terdapat batuk berdahak disertai bercak darah berwarna
merah segar, terasa berat di dada, batuk kambuh ketika cuaca dingin dan
berkurang jika minum air hangat, terdengar bunyi ronchi di percabangan
bronchus, pasien mengeluh sesak nafas, dengan frekuensi nafas 32 x/menit, mual,
tidak nafsu makan, badan terasa lemas, sekret tampak kental, pasien mengatakan
tidak tahu apabila penyakitnya menular melalui batuk dan dahak. Masalah
keperawatan yang muncul yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif, intoleransi
aktivitas dan kurang pengetahuan. Intervensi mengacu pada SIKI dan SLKI.
Implementasi mengacu pada intervensi dan tidak semua masalah yang terdapat
pada tinjauan teoritis ditemukan pada pasien.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat rahmat dan
karunianNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Tn. U Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberkolusis
Paru Di Ruang Bugenville RSUD Malingping” sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Makalah ini kami susun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Gerontik. Dengan tersusunya makalah ini, kami sadar bahwa dalam
menyusunnya, penulis mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari beberapa
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ns.Rina Puspitasari, M.Kep selaku dosen mata Keperawatan Gerontik


yang telah memberikan tugas makalah ini dan memberi pengarahan kepada
kami.
2. Teman-teman kelas program studi sarjana Keperawatan non regular Stikes
Yatsi Tangerang yang telah memberikan dorongan untuk menyusun makalah
ini.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
tersusunnya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka
dari itu kami meminta maaf kepada para pembaca dan mengharapkan kritik dan
saran ataupun masukan dari para pembaca. Akhir kata, kami ucapkan terima
kasih.

Malingping, Februari 2021

Kelompok 2

iii
Daftar Tabel

Tabel 2.1....................................................................................................................40
Tabel 3.1....................................................................................................................46
Tabel 3.2 ...................................................................................................................48
Tabel 3.3....................................................................................................................50
Tabel 3.4....................................................................................................................51
Tabel 3.5....................................................................................................................56
Tabel 3.6....................................................................................................................57
Tabel 3.7....................................................................................................................60
Tabel 3.8....................................................................................................................62

vi
Daftar Gambar

Gambar 2.1.................................................................................................................14
Gambar 2.2 ................................................................................................................24

vi
Daftar Isi

i. Halaman Judul ......................................................................................................i


ii. Abstrak .................................................................................................................ii
iii.Kata Pengantar .....................................................................................................iii
iv. Daftar Tabel...........................................................................................................iv
v. Daftar Gambar ......................................................................................................v
vi. Daftar Isi ...............................................................................................................vi

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................1


1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah...................................................................................................2
1.4 Manfaat Makalah.................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................4


2.1 Konsep Medis......................................................................................................4
2.2 Konsep Lansia......................................................................................................28
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan..............................................................................38

BAB III TINJAUAN KASUS...................................................................................45


3.1 Pengkajian............................................................................................................45
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................................60
3.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................................62

BAB IV PENUTUP...................................................................................................67
4.1 Kesimpulan .........................................................................................................67
4.2 Saran....................................................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bakteri mycobacterium tubercolusis yang menyebabkan tuberkolusis paru
merupakan bakteri pembunuh masal, karena kuman mycobacterium ini telah
menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
Menurut WHO sekitar delapan juta penduduk dunia diserang tubercolusis
dengan kematian 3 juta orang / tahun (WHO,2012). WHO memperkirakan
bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya, antara tahun 2002-
2020 diperkirakan 1 milyar manusia  akan terinfeksi dengan kata lain
penambahan jumlah infeksi lebih dari 86 juta tiap tahunnya. Biasanya 5-10%
diantaranya infeksi akan berkembang menjadi penyakit dan berakhir dengan
kematian, jika dihitung pertambahan jumlah pasien tuberkolusis paru akan
bertambah sekitar 2,8-5,8 juta setiap tahunnya. WHO menyampaikan bahwa
jumlah kasus baru TBC di dunia pada 2010 tercatat 8,8 juta dan jumlah korban
meninggal 1,4 juta jiwa. Di kawasan Asia Tenggara WHO menunjukan bahwa
tuberkulosis paru membunuh sekitar 40% dari kasus tuberkolusis paru di
dunia berada dalam kawasan Asia Tenggara. (Sudoyo. 2007).
Di kawasan Asia Tenggara, data WHO menunjukkan bahwa TBC
membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari kasus
TBC di dunia berada di kawasan Asia Tenggara. Secara kasar diperkirakan
setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA
positif .( Depkes RI, 2009).
Di Indonesia tuberkolusis merupakan penyebab kematian utama dan angka
kematian dengan urutan infeksi ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas).
Indonesia menduduki urutan ke 3 setelah India dan China dalam jumlah
penderita tuberkolusis paru di dunia, jumlah penderita tuberkolusis paru dari
tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat, penyakit tuberkolusis paru
menyerang sebagian besar kelompok kerja produktif, penderita tuberkolusis
paru kebanyakan dari kelompok ekonomi rendah namun saat ini juga banyak

1
di derita oleh ekonomi atas di karenakan mudah proses penularan tuberkolusis
paru yaitu penyebaran melalui udara atau droplet (Sudoyo.2007).
Di Indonesia diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana
sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan
rumah sakit/klinik pemerintahan swasta, praktek swasta dan sisanya belum
terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB
diperkirakan 175.000 per tahun (Yuliadi, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah bagaimana
gambaran asuhan keperawatan gerontik pada Tn U dengan TB Paru ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan umum
Memperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan :
Tuberkolusis Paru Di Ruang Bugenville RSUD Malingping secara
komprehensif meliputi aspek Biologis, Psikologis, Sosial dan Spiritual
melalui pendekatan proses keperawatan.
1.3.2. Tujuan khusus
Setelah mengetahui secara lebih dalam tentang teori perawatan pasien
dengan tuberkolusis, penulis diharapkan bisa menerapkan asuhan
keperawatan sesuai dengan pendekatan proses keperawatan yaitu penulis
mampu :
a. Melakukan pengkajian secara komprehensif dan merumuskan diagnosa
keperawatan pada Tn. U dengan Gangguan Sistem Pernafasan :
Tuberkolusis Paru di Ruang Bugenville RSUD Malingping.
b. Menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Tn. U dengan
Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberkolusis Paru di Ruang Bugenville
RSUD Malingping.

2
1.4 Manfaat Makalah
1.4.1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan tentang asuhan keperawatan pada gerontik
dengan gangguan pernafasan.
1.4.2. Bagi Pembaca
Memberikan wawasan tentang konsep gerontik dan penyakit Tuberkolusis
Paru, serta sebagai bahan referensi dalam pemenuhan tugas-tugas yang
terkait dengan asuhan keperawatan pada gerontik dengan gangguan
pernafasan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis


2.1.1 Definisi
“Tuberkolusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tubercolusis yang menyerang paru-paru dan hampir
seluruh organ tubuh lainnya.” ( Amin & Hardi, 2015).
“Tuberkolusis (TB) adalah suatu penyakit menular yang sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium
tubercolusis.”(Brunner & Suddarth, 2014).
“Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri kronik yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium Tubercolusis” (Abd. Wahid, 2013).
Kesimpulan dari ketiga pengertian tersebut diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa TB Paru adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang
menular, biasanya mengenai paru tetapi dapat juga mengenai semua organ
tubuh yang menyebar melalui aliran darah disebabkan oleh
Mycobacterium Tubercolusis, yaitu suatu bakteri tahan asam (BTA).
2.1.2 Klasifikasi TB
Ada beberapa klasifikasi TB paru yaitu menurut (Abd. Wahid, 2013),
yaitu :
2.1.2.1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

4
2.1.3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu
pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
b) 1 Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan fototoraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA
negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik
non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika nonOAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
2.1.4. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru
Merupakan pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (relaps)
Merupakan pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi
kambuh lagi.
3) Kasus setelah putus berobat (default)

5
Merupakan pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan
ataulebih dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (failure)
Merupakan pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5) Kasus lain
Merupakan semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas,
dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan
hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan.
2.2. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
2.2.1. Pengertian
Menurut Syaifuddin (2011), anatomi fisiologi sistem pernafasan
adalah suatu peristiwa ketika tubuh kekurangan oksigen (O 2) dan O2
yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ pernapasan
yang disebut respirasi. Pada keadaan tertenu tubuh kelebihan karbon
dioksida (CO2), maka tubuh berusaha untuk mengeluarkan kelebihan
tersebut dengan menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi
suatu keseimbangan antara O2 dan CO2 di dalam tubuh.
Sistem respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam
paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem pernapasan dan masuk
dalam pernapasan otot. Trakea dapat melakukan penyaringan,
penghangatan, dan melembabkan udara yang masuk, melindungi
permukaan organ yang lembut. Hantarkan tekanan menghasilkan
udara ke paru melalui saluran pernapasan atas. Tekanan ini berguna
untuk menyaring, mengatur udara, dan mengubah permukaan saluran
napas bawah.
2.2.2. Fungsi pernapasan:
1.) Mengambil O2 dari luar masuk ke dalam tubuh, beredar dalam
darah. Selanjutnya terjadi proses pembakaran dalam sel atau

6
jaringan.
2.) Mengeluarkan CO2 yang terjadi dari sisa-sisa hasil pembakaran
dibawa oleh darah yang berasal dari sel (jaringan). Selanjutnya
dikeluarkan melalui organ pernapasan.
3.) Untuk melindungi sistem permukaan dari kekurangan cairan
dan mengubah suhu tubuh.
4.) Melindungi sistem pernapasan dari jaringan lain terhadap
serangan patogenik.
5.) Untuk pembentukan komunikasi seperti bicara, bernyanyi,
berteriak dan menghasilkan suara.
2.2.3. Anatomi Sistem Pernafasan
1. Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat
pernapasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau). Bentuk dan
struktur hidung menyerupai piramid atau kerucut dengan alasnya
pada prosesus palatinus osis maksilaris dan pars horizontal osis
platum. Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem
pernapasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga hidung
berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi rambut-rambut
halus yang mencegah masuknya benda-benda asing yang
mengganggu proses pernapasan.
2. Struktur Hidung
Tulang rawan epitelium dan lamina propia keduanya saling
berkaitan, di anggap sebagai bagian fungsional mukosa terbanyak
yang berasal dari rongga hidung. Lamina propia mengandung
banyak arteri, vena, dan kapiler yang membawa nutrisi dan air yang
dikeluarakan oleh sel.
a) Fungsi Hidung
Fungsi hidung dalam proses pernapasan meliputi:
(1) Udara dihangatkan, oleh permukaan konka dan septum
nasalis setelah melewati faring, suhu lebih kurang 36ᵒC.

7
(2) Udara dilembabkan. Sejumlah besar udara yang
melewati hidung bila mencapai faring kelembapannya
lebih kurang 75%.
(3) Kotoran disaring oleh bulu-bulu hidung. Partikel di
rongga disaring oleh rambut vestibular, lapisan
mukosiliar, dan lisozim (protein dalam air mata).
Fungsi ini dinamakan fungsi air conditioning jalan
pernapasan atas. Kenaikan suhu tidak melebihi 2-3%
dari suhu tubuh. Uap air mencapai trakea bagian bawah
bila seseorang bernapas melalui tabung langsung masuk
trakea. Pendingin dan pengeringan berpengaruh pada
bagian bawah paru sehingga mudah terjadi infeksi paru.
(4) Penciuman. Pada pernapasan, biasa 5-10% udara
pernapasan melalui celah olfaktori. Dalam menghirup
udara dengan keras, 20% udara pernapasan melalui
celah olfaktori.
3. Faring
a). Struktur Faring
Di antara basis kranii dan esofagus berisi jaringan ikat digunakan
untuk tempat lewat alat-alat di daerah faring:
(1) Celah antara basis kranii dan M. Konstriktor faringeus
superior ditembus tuba faringoauditiva palatina asendens
cabang M. Levator volipalatini.
(2) Celah antara M. Konstriktor faringeus superior dan M.
Konstriktor faringeus media ditembus N. Glosofaringeus,
ligamentum stilofaringeus, dan M. Stilofaringeus.
(3) Celah antara M. Konstriktor faringeus media dan M.
Konstriktor faringeus inferior ditembus N. Laringkus superior.
(4) Celah di bawah M. Konstriktor faringikus inferior ditembus
oleh N. Laringikus inferior dan N. Rekurens.
Daerah faring dibagi atas tiga bagian:

8
(a)Nasofaring. Bagian faring terdapat di dorsal kavum nasi
berhubungan dengan kavum nasi melalui konka dinding
lateral dibentuk oleh otot:
(b) M. Tensor vili palatini.
(c)M. Levator vili palatini yang membentuk palatum mole.
(d)M. Jonstriktor peringis superior.
Bagian lateral dinding nasofaring terdapat dua lubang:
(1) Osteum faring. Antara nasofaring dengan orofaring
dibatasi oleh istmus faringis, suatu penyempitan faring
yang dibentuk oleh permukaan kranial, palatum mole,
arkus faringeoplatinus, dinding belakang nasofaring ke
bawah dengan orofaring. Dalam nasofaring dan
orofaring kebawah dengan orofaring. Dalam nasofaring
dan orofaring dilapisi oleh mukosa sehingga
permukaannya akan didapat tonjolan oleh otot dan
tulang. Platum mole dapat mencegah makanan dan
minuman masuk ke rongga hidung waktu menelan.
(2) Lobang medial (tuba faringeotimpanika eustachii). Pada
dinding lateral terdapat penonjolan, yang terlihat seperti
lipatan ke dalam lumen faring otot. Ini dianggap
sebagai bagian dorsal M. faringeopalatinus. Pembesaran
tonsil faring akan memperkecil konka, menyebabkan
gangguan bernapas melalui hidung atau keluhan tuli.
Orofaring, mempunyai dua hubungan:
(a) Ventral dengan kavum oris, melalui batas istmus
fausium. Terdiri dari palatum mole, arkus
glosopalatinus dekstra, arkus glosopalatinus sinistra
dan dorsum lingua. Di antara kedua arkus ini
terdapat jaringan limfoid yaitu tonsil palatina atau
amandel yang terdapat di dalam suatu lekuk, disebut
fossa tonsilaris. Fossa ini ditempati seluruhnya oleh

9
tonsil. Tonsil palatina penting untuk mencegah
masuknya kuman melalui rongga mulut ke faring.
Radiks lingua merupakan lanjutan dari dorsum
lingua,merupakan dinding ventral orofaring. Kauda
radiks lingua terletak pada tulang rawan,
dihubungkan dengan epiglotis oleh tiga lipatan yaitu
dua plika glosoepiglotika lateralis dan satu plika
glosoepiglotika mediana. Di antara kedua lipatan ini
terletak bagian yang cekung, disebut valekula
epiglotika.
(b) Kaudal terhadap radiks lingua, terdapat lubang
yang merupakan batas antara laring dan faring,
terdapat suatu lipatan antara faring dan epiglotis
yang merupakan batas antara oral dan faring.
Laringofaring, mempunyai hubungan dengan laring
melalui mulut laring yaitu aditus laringues . Dinding
depan laringofaring terdapat plika laringiepiglotika.
Lekuk ini mempunyai dinding medial dan lateral.
Kedua dinding ini bersatu di daerah ventral, dapat
dilihat penonjolan yang disebut plika nervus laringisi.
Spasium parafaringeal mempunyai hubungan ke ventral
spatium sublingualis dan submaksilaris. Batas lateral
ruangan ini dibentuk oleh sarung pembuluh saraf.
Antara arkus glosopalatinus dan arkus faringopalatinus
terdapat tonsil palatina. Pada radiks lingua terdapat
bangunan seperti lingkaran. Bila tonsil palatina
membesar akan memperkecil istmus fausium.
b). Fungsi Faring
Lipatan-lipatan vokal suara mempunyai elastisitas yang tinggi
dan dapat memproduksi suara yang dihasilkian oleh pita suara.
Lipatan-lipatan vokal memproduksi suara melalui jalan udara,

10
glotis, serta lipatan produksi gelombang suara. Faktor yang
menentukan frekuensi puncak bunyi dan produksi bergantung pada
panjang dan ketegangan regangan yang membangkitkan frekuensi
dan getaran yang di produksi. Ketegangan dari pita suara dikontrol
oleh otot kerangka di bawah kontrol korteks.
1) Laring
a) Struktur Laring
Rangka laring terdiri dari:
(1) Kartilago tiroidea: terdiri dari dua.
(2) Kartilago krikoidea: Berbentuk cincin bagian ventral,
yang sempit disebut arkus, bagian yang lebar disebut
lamina.
(3) Kartilago aritenoida: sepasang berbentuk segitiga
dengan dengan apeks di kranial, terdapat kartilago
kornikulata dan kartilago epiglotika.
(4) Kartilago epiglotika: Berbentuk kaudal meruncing,
disebut peptiolus.
(5) Os hioid dan kartilaines: Laring (tulang lidah)
bentuknya seperti tapak kuda.
b) Fungsi Laring
Vokalisasi adalah berbicara melibatkan sistem respirasi
yang meliputi pusat khusus pengaturan bicara dalam
korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak, dan
artikulasi serta struktur resonansi dari mulut dan rongga
hidung.
Berbicara mempunyai dua fungsi mekanisme yang terpisah:
(1) Fonasi, disesuaikan dengan vibrator atau pita suara
yang merupakan lipatan-lipatan sepanjang dinding
lateral laring yang diregangkan dan diatur posisinya
oleh beberapa otot khusus dalam batas laring. Struktur
dasar laring memperlihatkan bahwa setiap pita suara

11
diregangkan antara kartilago tiroidea dan kartilago
aritenoidea. Otot-otot khusus ini mengatur tingkat
posisi dan tingkat peregangan pita suara yang
diperlihatkan. Getaran pita suara bergetar ke arah
lateral.
(2) Artikulasi dan resonansi. Ada tiga organ utama yang
berfungsi dalam artikulasi, yaitu bibir, lidah, dan
palatum. Resonasi terdiri dari mulut, struktur dilukiskan
oleh perubahan kualitas.
Teori fibrasi pita suara:
(1) Aerodinamik: Fibrasi pita suara palsu bergantung pada
tinggi tekanan udara subglotik.
(2) Neuromuskular: Variasi pita suara sebagai akibat
kontraksi otot intrinsik meskipun tidak mungkin.
c) Trakea
Trakea (batang tenggorok) adalah tabung berbentuk pipa seperti
huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang
disempurnakan oleh selaput, terletak di antara vertebrae
servikalis VI sampai ke tepi bawah kartilago krikoidea vertebra
torakalis V. Panjangnya sekitar 13cm dan diameter 2,5cm,
dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding fibroelastis yang
tertanam dalam balok-balok hialin yang mempertahankan trakea
tetap terbuka.
1). Struktur Trakea
Pada ujung bawah trakea, setinggi angulus sterni tepi
bawah trakea vertebrae torakalis IV, trakea bercabang dua
menjadi bronkus kiri dan bronkus kanan. Trakea dibentuk
oleh tulang-tulang rawan yang berbentuk cincin yangterdiri
dari 15-20 cincin. Diameter trakea tidak sama pada seluruh
bagian. Pada daerah servikal agak sempit, bagian
pertengahan sedikit melebar, dan mengecil lagi dekat

12
percabangan bronkus. Bagian dalam trakea terdapat septum
yang disebut karina, terletak agak ke kiri dari bidang
median. Bagian dalam dari trakea terdapat sel-sel bersilia,
berguna untuk mengeluarkan benda asing yang masuk
bersama udara ke jalan pernapasan.
Hubungan trakea dengan alat disekitarnya:
(a) Sebelah kanan terdapat N. Vagus dekstr, A.
anonima, dan V. Azigos.
(b) Sebelah kiri terdapat aorta dan nervus rekuren
sinistra.
(c) Bagian depan menyilang V. Anonima sinistra, dan
fleksus kardiakus profundus.
(d) Bagian belakang terdapat esofagus, pada sisi trakea
berjalan cabang-cabang N. Vagus dan trunkus
simpatikus ke arah pleksus kardiakus
2). Fungsi trakea
Mukosa trakea terdiri dari epitel keras seperti lamina yang
berisi jaringan serabut-serabut elastis. Jaringan mukosa ini
berisi glandula mukosa yang sampai ke permukaan epitel
menyambung ke pembuluh darah bagian luar. Submukosa
trakea menjadikan dinding trakea kaku dan melindungi serta
mencegah trakea mengempis. Kartilago antara trakea dan
esofagus lapisannya berubah menjadi elastis pada saat
proses menelan sehingga membuka jalan makanan dan
makanan masuk ke lambung. Rangsangan saraf simpatis
memperlebar diameter trakea dan mengubah besar volume
saat terjadinya proses pernapasan
1) Bronkus

13
Gambar 2.1 Sistem Pernafasan

Sumber : Syaifuddin, 2011

Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan


daritrakea. Bronkus terdapat pada ketinggian vertebrae
torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama
dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama
dengan trakea dan berjalan kebawah ke arah tampuk
paru. Bagian bawah trakea mempunyai cabang dua kiri
dan kanan yang dibatasi oleh garis pembatas. Setiap
perjalanan cabang utama tenggorok ke sebuah lekuk
yang panjang di tengah permukaan paru.
Bronkus prinsipalis terdiri dari dua bagian:
(a)Bronkus prinsipalis dekstra: Panjangnya sekitar 2,5
cm masuk ke hilus pulmonalis paru kanan,
mempercabangkan bronkus lobaris superior. Pada
waktu masuk ke hilus bercabang tiga menjadi
bronkus lobaris medius, bronkus lobaris inferior,
dan bronkus lobaris superior, di atasnya terdapat
V. Azigos, di bawahnya A. pulmonalis dekstra.
(b) Lapisan dalam pleura viseralis: Pleura yang
berhubungan dengan fasia endotorasika,
merupakan permukaan dalam dari dinding toraks.
Sesuai dengan letaknya, pleura parietalis ada
empat bagian:

14
(1) Pleura kostalis: Menghadap ke permukaan
lengkung kosta dan otot yang terdapat di
antaranya, sebelah depan mencapai sternum,
bagian belakang melewati iga di samping
vertebra. Bagian ini merupakan bagian yang
paling tebal dan yang paling kuat dalam
dinding toraks.
(2) Pars servikalis: Bagian pleura yang melewati
apertura torasis superior memasuki dasar lebar
dan berbentuk seperti kubah, diperkuat oleh
membran suprapleura.
(3) Pleura diafragmatika: Bagian pleura yang
berada di atas diafragma.
(4) Pleura mediastinalis: Bagian pleura yang
menutup permukaan lateral mediastinum serta
susunan yang terletak didalamnya.
Pada waktu inspirasi bagian paru memasuki sinus dan
pada waktu ekspirasi ditarik kembali darirongga
tersebut. Sinus pleura ada dua bagian:
(a) Sinus kostomediastinalis: Terbentuk pada
pertemuan pleura media stinalis dengan pleura
kostalis. Pada waktu inspirasi hampir semua terisi
oleh paru.
(b) Sinus frenikokostalis: Terbentuk pada pertemuan
pleura diafragmatika dengan pleura kostalis. Pada
inspirasi yang sangat dalam bagian ini belum
dapat diisi oleh pengembangan paru.
2) Mekanisme Pernapasan
Paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis,
dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis
antara paru dan dinding dada. Paru dengan mudah

15
bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan
antara paru dan dinding dada dibawah tekanan
atmosfer. Paru teregang dan berkembang pada waktu
bayi baru lahir.
Pada waktu menarik napas dalam, otot berkontraksi
tetapi pengeluaran pernapasan dalam proses yang
pasif. Diafragma menutup ketika penarikan napas,
rongga dada kembali memperbesar paru, dinding
badan bergerak, diafragma dan tulang dada menutup
ke posisi semula. Aktivitas bernapas merupakan dasar
yang meliputi gerak tulang rusuk ketika bernapas
dalam dan volume udara bertambah.
Pada waktu inspirasi udara melewati hidung dan
faring. Udara dihangatkan dan diambil uap airnya.
Udara berjalan melalui trakea, bronkus, bronkiolus,
dan duktus alveolaris ke alveoli. Alveoli dikelilingi
oleh kapiler-kapiler. Terdapat kira-kira 300 juta
alveoli. Luas total dinding paru yang bersentuhan
dengan kapiler-kapiler pada kedua paru kira-kira 70
m².
Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi
gerak tulang rusuk sewaktu bernapas dalam. Pada
waktu istirahat pernapasan menjadi dangkal akibat
tekanan abdomen yang membatasi gerakan diafragma.
a) Inspirasi
Inspirasi adalah proses aktif kontraksi otot-otot
inspirasi yang menaikan volume intratoraks.
Selama bernapas tenang tekanan intra pleura kira-
kira 2,5 mmHg (relatif terhadap atmosfer). Pada
permulaan inspirasi menurun sampai -6 mmHg
dan paru ditarik ke arah posisi yang lebih

16
mengembang di jalan udara menjadi sedikit
negatif dan udara mengalir kedalam paru. Akhir
inspirasi rekoil menarik dada kembali ke posisi
ekspirasi karena tekanan rekoil paru dan dinding
dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernapasan
seimbang menjadi sedikit positif, udara mengalir
kieluar dari paru.
Pada saat inspirasi, pengaliran udara ke rongga
pleura dan paru berhenti sebentar ketika tekanan
dalam paru bersamaan bergerak mengelilingi
atmosfer. Pada waktu penguapan pernapasan,
volume sebuah paru berkurang karena naiknya
tekanan udara untuk memperoleh dorongan keluar
pada sistem pernapasan
b) Ekspirasi
Pernapasan tenang bersifat pasif-tidak ada otot-
otot yang menurunkan volume untuk toraks
berkontraksi-permulaan ekspirasi kontraksi ini
menimbulkan kerja yang menahan kekuatan rekoil
bdan melambatkan ekspirasi. Inspirasi yang kuat
berusaha mengurangi tekanan intrapleura sampai
serendah 30 mmHg, ini menimbulkan
pengembangan paru dengan derajat yang lebih
besar. Bila ventilasi meningkat, luasnya deflasi
paru meningkat dengan kontraksi otot-otot
pernapasan, yang menurunkan volume intratoraks.
Tekanan intra pleura adalah tekanan ukuran dalam
antara lapisan pleura dan lapisan pleura dalam.
Pleura parietal dan pleura viseral dipisahkan oleh
selaput tipis pleura yang berisi zat dan gas.
c) Cara kerja pernapasan

17
Jika kita bernapas dengan kuat maka paru akan
mengembang dengan kapasitas maksimum,
permukaan dada mengeluarkan tekanan yang
berbeda. Oleh karena kekuatan yang lebih dari
kekuatan elastis akan membesar menyebabkan
volume akan meninggi. Alat untuk mengukur
muatan pernapasan, persediaan pengeluaran dan
persediaan pemasukan sangat penting.
(1) Pernapasan luar: Kecenderungan kekuatan
tekanan molekul gas meningkat sampai pada
ketidakseimbangan menjadi tidak setabil,
ketika ketidakseimbangan molekul gas dalam
ruang difusi luar tidak sampai ke seluruh
molekul gas. Kembalinya tekanan sementara
akan mengganggu keseimbangan kekuatan
tekanan meningkatnya akan bertambah besar
pada penghancuran molekul tekanan akan
berkurang akibat pergerakan molekul gas.
(2) Pernapasan dalam: Normal cairan intertisial
dari PO₂ adalah 40 mmHg dan PCO₂ 45
mmHg. Sebagai hasil, oksigen (O₂) disebarkan
keluar pembuluh kapiler dan karbon dioksida
(C0₂) diterima oleh pembuluh kapiler sampai
tekanan bagian kapiler sama dengan bagian
membran. Darah vena keluar dari kapiler akan
ditranspor ke sirkulasi paru ketika pernapasan
memindahkan kelebihan CO₂ dari kapiler
bersama oksigen. O₂ dan CO₂ dapat larut
dalam plasma darah, ini merupakan fungsi
utama untuk membran sel. Kelebihan O₂ dan
CO₂ diedarkan ke dalam sel-sel darah merah

18
ketika molekul-molekul gas tersusun untuk
dapat diedarkan keseluruh tubuh. Hal yang
terpenting untuk reaksi adalah keteraturan
oksigen dan karbon dioksida plasma
berkonsentrasi tinggi. Molekul-molekul
berpindah ke sel darah merah ketika
konsentrasi sel darah merah plasma rendah
dan melepaskan persediaan cadangan nya.
d) Transpor gas antara paru dan jaringan
Selisih tekanan parsial antara O₂ dan CO₂
merupakan kunci dari pergerakan gas O₂ yang
mengalir dari alveoli masuk ke dalam jaringan
melalui darah. Sedangkan CO₂ mengalir dari
jaringan ke alveoli melalui pembuluh darah. Akan
tetapi jumlah kedua gas yang ditranspor ke
jaringan dan dari jaringan secara keseluruhan
tidak cukup bila seandainya O₂ tidak larut dalam
darah bergabung dengan protein pembawa O₂
(hemogoblin).
Demikian juga CO₂ Yang larut masuk ke dalam
serangkaian reaksi kimia reversibel yang
mengubah menjadi senyawa lain, adanya
hemoglobin menaikan kapasitas pengakutan O₂
dalam darah sampai 70 kali dan reaksi CO₂
menaikan kadar CO₂ dalam darah menjadi 17 kali.
e) Pengangkutan oksigen ke jaringan
Sistem pengangkutan O₂ dalam tubuh terdiri dari
paru dan sistem kardiovaskular. O₂ masuk ke
jaringan bergantung pada jumlah O₂ yang masuk
kedalam paru. Pertukaran gas yang cukup pada

19
paru, aliran darah ke jaringan, dan kapasitas
pengangkutan O₂ oleh darah.
Derajat konsentrasi (vascular bed) dalam jaringan
dan curah jantung (cardiac output). Jumlah O₂
dalam darah ditentukan oleh jumlah O₂ yang larut,
hemoglobin dan afinitas hemoglobin.
Transpor okisigen melalui bbeberapa tahap:
(1) Tahap I. Oksigen dari atmosfer masuk ke
dalam paru pada waktu kita menarik napas.
Tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159
mmHg, dalam alveoli komposisi udara
berbeda dengan komposisi udara atmosfer.
Tekanan parsial O₂ dalam alveoli 105
mmHg.
(2) Tahap II. Darah mengalir dari jantung
menuju keparu untuk mengambil oksigen,
yang berada dalam alveoli. Dalam darah ini
terdapat oksigen yang mempunyai tekanan
partial 40 mmHg, Karena adanya perbedaan
tekanan parsial itu, bila tiba pada pembuluh
kapiler yang berhubungan dengan membran
alveoli maka oksigen yang berada dalam
alveoli dapat berdifusi masuk ke dalam
pembuluh kapiler. Setelah terjadi proses
difusi tekanan parsial oksigen dalam
pembuluh darah menjadi 100 mmHg.
(3) Tahap III. Oksigen yang telah berada dalam
pembuluh darah diedarkan ke seluruh tubuh.
Ada dua mekanisme peredaran oksigen
dalam darah, yaitu oksigen yang larut dalam
plasma darah merupakan bagian yang

20
terbesar dan sebagian kecil oksigen yang
terikat pada hemogoblin dalam darah.
Derajat kejenuhan hemoglobin dengan O₂
bergantung pada tekanan parsial CO₂ atau
pH dan jumlah O₂ yang diangkut ke jaringan
bergantung pada jumlah Hb dalam darah.
(4) Tahap IV. Sebelum sampai pada sel yang
membutuhkan oksigen di bawa melalui
cairan interstisial lebih dahulu. Tekanan
parsial oksigen dalam cairan interstisial 20
mmHg. Perbedaan tekanan pasrsial oksigen
dalam pembuluh darah arteri (100 mmHg)
dengan tekanan parsial oksigen dalam cairan
interstisial (20 mmHg) menyebabkan
terjadinya difusi oksigen yang cepat dari
pembuluh kapiler ke dalam cairan
interstisial.
(5) Tahap V. Tekanan parsial oksigen dalam sel
kira-kira antara 0-20 mm Hg. Oksigen dari
cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam
sel. Dalam sel oksigen ini digunakan untuk
reaksi metabolisme yaitu reaksi oksidasi
senyawa yang berasal dari makanan
(karbohidrat, lemak dan protein)
menghasilkan H₂O dan CO₂. Energi
penggunaan oksigen oleh sel dan transpor
CO₂ keluar dari sel dan masuk ke dalam
pembuluh vena.
2.2.4. Etiologi
Menurut Amin dan Hardhi, (2015) penyebab tuberkolosis adalah
Mycobacterium Tuberkolusis. Basil ini tidak berspora sehingga mudah

21
dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada
dua macam mikrobakteria tuberkolusis yaitu Tipe Human dan Tipe
Bovin. Basil Bovin berada dalam dalam susu sapi yang menderita
mastitis tuberkolusis usus. Basil Tipe Human bisa berada dibercak
ludah ( droplet) dan di udara yang berasal dari prnderita TBC, dan
orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. (Wim de
Jong Dalam Amin dan Hardhi, 2015).
Setelah organism terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat
bertahan hidup dan menyebar kenodus limfatikus lokal. Penyebaran
melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada orang lain,
dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun. ( Patrick
Davey dalam Amin dan Hardhi, 2015)
2.2.5. Patofisiologi
Menurut Abd. Wahid (2013), Penularan TB Paru terjadi karena
kuman mycobacterium tuberkolusis. dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung
pada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.
Suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai
berbulan–bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia
akan menempel pada jalan nafas atau paru–paru.
Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kuran
dari mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil,
kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan
dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakea bronkhial
bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di
jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk  ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk
sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau
efek primer atau sarang ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi

22
pada semua jaringan paru, bila menjalar sampai ke pleura  maka
terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke dalam saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri
masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru,
otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka
terjadi penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier.
Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus
(limfangitis regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional
menghasilkan komplek primer (range).  Proses sarang paru ini
memakan waktu 3–8 minggu.

23
2.2.5. Pathway
Gambar 2.2 Pathway TB Paru

Mycobacterium tuberculosis

Masuke saluran pernafasan Merangsang


mediator kimia
(bradikinin,
Basil menyebar ke Menempel pada aveolus histamine,prosta
kelenjar getah benung glandin)

Ggn
Nekrosis jaringan pertukaran
Menuju kelenjar regional
paru gas Merangsang
hipotalamus

Organisme virulen Pembentukan oleh organ Ketidak


mencapai arilan darah basil tuberkel, seldarah putih seimbangan Nyeri
yang mati, jaringan paru dan dipersepsikan
nekrotik kebutuhan
Erosi pembuluh oksigen dalam
Mencair
darah Volume ventilasi
paru menurun
Penumpukan seputum pada Malise
trakeobronhkhial (kelemahan)
Basil menyebar Merangsang pusat
ke organ tubuh medulla oblongata
Bersihan jalan Batuk, sesak
nafas tidak
Intoleransi
Resti efektif Pernapasan cepat
Oksigen dlm aktifitas
penyebaran
darah sedikit
infeksi
Pola nafas tidak
Merangsang efektif
anorexinogen

24
2.2.6. Manifestasi Klinis
Menurut Amin dan Hardhi (2015), manifestasi klinis yang muncul pada
pasien dengan TB yaitu :
a. Demam dengan Suhu 40.0- 410 C, serta ada batuk/ batuk darah
b. Sesak nafas dan nyeri dada
c. Malaise, keringat malam ( Brunner & Suddart, 2014)
d. Suara khas pada perkusi dada dan bunyi dada
e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
f. Penurunan berat badan ( Brunner & Suddart, 2014)
g. Batuk nonproduktif yang berlanjut menjadi sputum mukopurulen
dengan hemoptisis.
2.2.7. Komplikasi
TB paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita TB paru
dibedakan menjadi dua( Brunner & Suddart, 2014), yaitu :
a. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis, usus.
b. Komplikasi pada stadium lanjut:
Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium
lanjut adalah:
1) Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapatmengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau
syokhipovolemik
2) Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
3) Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru
4) Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang
pecah
5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal,
dan sebagainya.

25
2.2.8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Abd. Wahid (2013), ada beberapa pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada pemeriksaan TB Paru, sebagai berikut:
a. Darah
Pada saat tuberculin baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah
leukosit yang sedikit meninggi dengan diffensiasi pergeseran ke kiri.
Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat.
b. Foto Thorak
Pada hasil foto toraks posterior anterior (PA), lateral terlihat gambaran
infiltrat atau nodular terutama pada lapangan atas paru, terlihat kavitas,
serta tuberkuloma atau tampak seperti bayangan atau coin lesion. Pada
TB primer tampak gambaran radiologi berupa infiltrat pada paru-paru
unilateral yang disertai pembesaran kelenjar limfe di bagian infiltrat
berada.
c. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukanya
kuman BTA, diagnosis tuberkolusis sudah dapat dipastikan, sebanyak
3 kali setiap hari, berdasarkan pemeriksaan pada basil tahan asam
(BTA) guna memastikan hasil diagnosis. Akan tetapi hanya 30% –
70% saja yang dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ini karena
diduga tidak terlalu sensitif.
d. Biopsi jaringan
Dilakukan terutama pada penderita TB kelenjar leher dan bagian
lainnya, dimana dari hasil terdapat gambaran perkejuan dengan sel
langerhan akan tetapi bukanlah merupakan diagnosis positif dari
tuberkulosis oleh karena dasar dari diagnosis yang positif adalah
ditemukannya kuman mycobacterium tuberkulosa.
e. Bronkoskopi
Hasil dari biopsi pleura dapat memperlihatkan suatu gambaran dan
dapat digunakan untuk bahan pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA).

26
f. Tes tuberkolusis
Tes mantouk diberikan dengan menyuntikan 0,1 cc Derivat Protein
Murni (PPD) secara intra muskuler (IM), kemudian dapat terlihat
dalam 48 – 72 jam setelah dites, dikatakan positif bila diameter durasi
lebih besar dari 10 mm. Gambar berikut ini merupakan gambaran
pemeriksaan tes mantouk.
g. Tes Peroksida Anti Peroksidase (PAP)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase mengunakan alat histogen
imunoperoksidase skrining untuk menentukan IgG sepesifik terhadap
basil tuberkulosis paru.
2.2.9. Penatalaksana Medis
Penatalaksanaan TB Paru terdiri dari pengobatan dan pencegahan
penularan, yaitu :
a. Pengobatan
Pengobatan penderita tuberkulosis paru dengan penggunan obat anti
mikroba dalam jangka waktu tertentu, dapat ditekankan pada 3 aspek,
antara lain:
1) Regimen harus termasuk obat spektrum luas yang sensitif terhadap
mikoorganisme.
2) Minum obat secara teratur
3) Pengobatan harus dilakukan secara terus menerus dan dalam
jangka waktu yang cukup guna menghasilkan efek pengobatan
yang efektif serta aman.
Beberapa cara ( regimen ) pengobatan yang dianjurkan, antara lain
(Abd. Wahid 2013):
1) Alternatif pertama:
a. Isoniazid (INH) 300 mg
b. Rifampisin (Rif) 600 mg
c. Pirazinamide 25 -30 mg/kg BB, diberikan selama 2 bulan
berturut – turut dan dilanjutkan INH 300 mg dan Rifampisin 600
mg selama 4 bulan.

27
2) Alternatif kedua
a. INH 300 mg
b. Rif  600 mg, diberikan selama 9 bulan.
3) Alternatif ke tiga
a. INH 900 mg
b. Rif 600 mg, diberikan sebulan dan dilanjutkan dengan 2 kali
seminggu selama 8 minggu.
4) Alternatif keempat
Bila terdapat resistensi terhadap INH maka dapat diberikan
Etambutol dengan dosis 15–25 mg/kg BB.

2.2. Konsep Lansia


2.2.1. Konsep Lansia
Menurut Depkes RI (2003) lansia yaitu seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia
yang sangat mempengaruhi kesehatan mereka adalah sebagai
berikut:
a. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah memasuki masa lansia umumnya terjadi perubahan
patologis, misalnya tenaga berkurang, kulit keriput, gigi makin
rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami
penurunan secara berlipat ganda. Hal ini dapat menimbulkan
gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain.
b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti, gangguan
jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus, vaginitis,
baru selesai operasi: misalnya prostatektomi, kekurangan gizi

28
karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang, dan penggunaan obat tertentu, seperti antihipertensi,
golongan steroid, tranquilizer.
c. Perubahan Aspek Psikososial
Lansia umumnya mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi,
yang berakibat lansia menjadi kurang cekatan. Dengan adanya
penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan
aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian
lansia.
d. Perubahan yang Berkaitan dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati
hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering
diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai
kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
position dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa
pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang
telah diuraikan pada point tiga di atas.
e. Perubahan dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,
gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau
bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi
bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan
sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu
sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan

29
aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak
merasa terasing atau diasingkan.
2.2.2. Penurunan Fungsi dan masalah kesehatan yang mempengaruhi
sistem pernafasan pada Lansia
Pada usia lanjut biasanya akan terjadi perubahan anatomi-
fisiologi dan dapat menimbulkan penyakit-penyait pada sistem
pernafasan. Hal ini tentu akan sangat mengganggu aktivitas sehari-
hari mengingat bernafas merupakan hal yang penting dalam hidup.
Mengalami perubahan dan gangguan sistem pernafasan pada masa
lansia merupakan hal yang perlu diwaspadai sejak dini.
Sistem pernafasan memiliki fungsi yang sangat penting
bagi kehidupan, karena fungsi pernafasan mengambil oksigen (O2)
dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor
karbondioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke
atmosfer. Sedangkan manusia membutuhkan supply oksigen secara
terus-menerus untuk proses respirasi sel, dan membuang kelebihan
karbondioksida sebagai limbah beracun produk dari proses
tersebut. Pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida
dilakukan agar proses respirasi sel terus berlangsung.
Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik
yang mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan
perubahan fungsi sel, jaringan atau organ yang bersangkutan.
Berikut yang mengalami perubahan :
a. Dinding dada : tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-
tulang rawan mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk
dan ukuran dada. Sudut epigastrik relative mengecil dan
volume rongga dada mengecil.
b. Otot-otot pernafasan : mengalami kelemahan akibat atrofi.
c. Saluran nafas : akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan
elastis bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus

30
mengecil. Cincin-cincin tulang rawan bronkus mengalami
perkapuran.
d. Struktur jaringan parenkrim paru : bronkiolus, duktus alveolaris
dan alveolus membesar secara progresif, terjadi emfisema
senilis. Struktur kolagen dan elastin dinding saluran nafas
perifer kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan
elastisitas jaringan parenkrim pam mengurang. Penurunan
elastisitas jaringan parenkrim paru pada usia lanjut dapat
karena menurunnya tegangan permukaan akibat pengurangan
daerah permukaan alveolus.
Perubahan-perubahan anatomi di atas dapat menyebabkan
gangguan fisiologi pernafasan sebagai berikut :
a. Gerak pernafasan : adanya perubahan bentuk, ukuran dada,
maupun volume rongga dada akan merubah mekanika
pernafasan menjadi dangkal, timbul gangguan sesak nafas,
lebih-lebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat
penuaan.
b. Distribusi gas : perubahan struktur anatomik saluran nafas akan
menimbulkan penumpukan udara dalam alveolus (air trapping)
ataupun ganggan pendistribusian gangguan udara nafas dalam
cabang bronkus.
c. Volume dan kapasitas paru menurun : hal ini disebabkan karena
beberapa faktor : (1) kelemahan otot nafas, (2) elastisitas
jaringan parenkrim menurun, (3) resistensi saluran nafas
(menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada usia
lanjut terjadi pengurangan ventilasi paru.
d. Gangguan transport gas : pada usia lanjut terjadi penurunan
PaO2 secara bertahap, penyebabnya terutama disebabkan oleh
adanya ketidakseimbangan ventilasi-perifusi.
Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 oleh darah alveoli
(difusi) dan transport O2 ke jaringan berkurang, terutama terjadi

31
pada saat melakukan olahraga. Penurunan pengambilan O2
maksimal disebabkan antara lain karena :
a. Berbagi perubahan pada jaringan paru yang menghambat difusi
gas
b. Karena berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah
jantung.
c. Gangguan perubahan ventilasi paru : pada usia lanjut terjadi
gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat adanya penurunan
kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral ataupun
pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons terhadap
rangsangan berupa penuruan PaO2, peninggian PaCO2,
perubahan pH darah arteri dan sebagainya.
Selain perubahan-perubahan anatomik dan gangguan yang terjadi
pada sistem pernafasan pada lansia, perubahan fisik sistem
pernafasan pada lansia pun akan terjadi. Berikut perubahan fisik
sistem pernafasan pada lansia :
a. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga
volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat
dan dangkal.
b. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk
sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
c. Penurunan aktivitas paru (mengembang dan mengempisnya)
sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk ke paru
mengalami penurunan, jika pada pernafasan yang tenang kira-
kira 500 ml.
d. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas
permukaan normal 50 m2), menyebabkan terganggunya proses
difusi.
e. Penurunan oksigen (O2) arteri menjadi 75 mmHg mengganggu
proses oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak
terangkut ke semua jaringan.

32
2.2.3. TB pada Lansia
Lansia merupakan bagian dari masyarakat yang rentan tertular
penyakit. Pada orang berusia lanjut gejala klasik infeksi, yaitu;
demam tidak selalu timbul. Terkadang yang terlihat orang berusia
lanjut tersebut kurang nafsu makan, merasa lemas, dan ada juga
yang kesadarannya menurun. Menurut Dzauzi (2013) Infeksi pada
orang berusia lanjut gejalanya berbeda dari orang muda. Ini
disebabkan sistem kekebalan tubuh pada orang berusia lanjut
menurun sehingga pertahanan tubuh kurang berjalan seperti waktu
muda. Demam merupakan upaya tubuh mematikan kuman. Gejala
batuk yang merupakan gejala penting pada TBC pada orang muda
ternyata pada usia lanjut kurang menonjol. Biasanya yang lebih
sering dikeluhakan adalah gejala sesak.
2.2.4. Keluarga dengan Lansia
Keluarga merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang hidup
bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
memiliki peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga (Friedman, 2003). Keluarga merupakan unit terkecil dari
masyarakat dan dibagi menjadi dua tipe yaitu keluarga inti dan
keluarga besar. Keluarga merupakan system sosial karena terdiri
dari kumpulan dua orang atau lebih yang memiliki peran sosial
yang berbeda satu sama lain dengan ciri saling berhubungan dan
ketergantungan antar individu (Suprajitno,2003). Secara umum
fungsi keluarga menurut Friedman (2003), yaitu :
a.Fungsi afeksi: merupakan fungsi keluarga yang utama
untuk mengajarkan segala sesuatu untukmempersiapkan
anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi: sebagai
unit terkecil dari masyarakat, keluarga merupakan tempat
berlatih bagi anak untuk berkehidupan sosial.

33
c.Fungsi reproduksi: fungsi ini bertujuan untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan
keluarga.
d. Fungsi ekonomi: keluarga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e.Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan: yaitu fungsi
untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

2.3. Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1. Pengertian Asuhan Keperawatan
Menurut Mahyar (2010), asuhan keperawatan adalah merupakan
proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan secara langsung kepada klien / pasien di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan.
2.3.2. Pengertian proses asuhan keperawatan
Menurut Mahyar (2010), Proses keperawatan adalah suatu metode
yang sistematis dan terorganisasi dalam pemberian asuhan
keperawatan, yang difokuskan pada reaksi dan respon unik
individu pada suatu kelompok perorangan terhadap gangguan
kesehatan yang dialami, baik aktual maupun potensial.
2.3.3. Tahap tahap proses keperawatan
Menurut Mahyar (2010), proses keperawatan terdiri dari atas lima
tahap yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi, setiap tahap dari proses keperawatan sling terkait dan
ketergantungan satu sama lain.
2.4. Pengkajian

34
Pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien,
adapun data yang terkumpul mencakup informasi dari klien, keluarga.
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis
paru (Somantri, 2007 dalam Wahid, 2013).
2.4.1. Data Pasien
Penyakit tuberkolusis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari
usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama
antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak
ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat
kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam
rumah sangat minim. Tuberkulosis pada anak dapat terjadi di usia
berapapun, namun usia paling umum adalah 1-4 tahun. Anak-anak
lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary)
disbanding TB paru-paru dengan perbandingan 3:1. Tuberkulosis
luar paru-paru adalah TB berat yang terutama ditemukan pada usia
<3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia
remaja dimana TB paru-paru menyerupai kasus pada pasien
dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-paru).
2.4.2. Riwayat kesehatan
2.4.3. Keluhan yang sering muncul antara lain:
a) Demam: subfebris, febris (40-41ᵒC) hilang timbul.
b) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini
terjadi untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang
dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulent
(menghasilkan sputum).
c) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru-paru.
d) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

35
e) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat
malam.
f) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis.
Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan
jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi
yang sakit tampak bayangan hitam dan diafragma menonjol ke
atas.
g) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan
tetapi merupakan penyakit infeksi menular.
2.4.4. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b) Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c) Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d) Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e) Daya tahan tubuh yang menurun.
f) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
2.4.5. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan
sakitnya.
b) Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.
d) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
2.4.6. Riwayat Sosial Ekonomi:
a) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja,
jumlah penghasilan.
b) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat
berkomunikasi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada
keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan dengan

36
kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan
biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan
pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
2.4.7. Faktor Pendukung:
a) Riwayat lingkungan.
b) Pola hidup: Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola
istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
2.4.8. Pemeriksaan Diagnostik:
a) Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap
akhir penyakit.
b) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-
15 mm terjadi 48-72 jam).
c) Poto torak: Infiltrasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap
dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada
klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi.
d) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan
paru karena TB paru.
e) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f) Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital
menurun.
2.4.9. Pemeriksaan fisik
a) Pada tahap dini sulit diketahui.
b) Ronchi basah, kasar dan nyaring.
c) Hipersonor/tympani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara umforik.
d) Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostal, dan
fibrosis.

37
e) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan
suara pekak).
2.4.10. Pola Kebiasaan Sehari-Hari
a) Pola aktivitas dan istirahat
Subyektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul.
Sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil,
berkeringat pada malam hari.
Obyektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable,
sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru),
demam subfebris (40-41ᵒC) hilang timbul.
b) Pola nutrisi
Subyektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan
berat badan.
Obyektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan
lemak sub kutan.
c) Respirasi
Subyektif : Batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit
dada.
Obyektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah,
kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak nafas,
pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleural),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi
trakeal (penyebaran bronkogenik).
d) Rasa nyaman/nyeri
Subyektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obyektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga timbul pleuritis.

38
e) Integritas ego
Subyektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Obyektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
2.5. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan.
diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang
masalah kesehatan klien yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan
(Wahid, 2013).
Diagnosa keperawatan pada klien dengan tuberkulosis paru menurut
kelompok sebagai berikut :
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi secret
2) Ketidak efektifan polanafas berhubungan dengan hiperventilasi
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan
berhubungan dengan Kurangnya terpapar informasi
4) Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan
2.6. Perencanaan Keperawatan
Menurut Mahyar (2010), intervensi keperawatan adalah panduan untuk
perilaku spesifik yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus
dilakukan perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu klien
mencapai hasil yang diharapkan. Tahap perencanaan berfokus pada
memprioritaskan, merumuskan tujuan dan kriteria hasil, membuat
instruksi keperawatan, dan mendokumentasikan rencana asuhan
keperawatan. Berikut adalah intervensi yang disusun berdasarkan
SDKI,SLKI dan SIKI :

39
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria
Intervensi SIKI
Dx SDKI Hasil SLKI
1 D.0149. L.01001. I. 01006
Bersihan jalan nafas Bersihan jalan nafas : Latihan batuk efektif :
tidak efektif 1. Batuk efektif , Observasi :
DS : ( cukup menurun ) 1. Identifikasi kemampuan
Pasien mengatakan 2. Mengi (sedang) batuk
sesak dan batuk 3. Frekuensi nafas 2. Monitor adanya retensi
berdahak dan ada (cukup membaik) seputum
darah. 4. Gelisah (cukup 3. Monitor tanda dan gejala
DO : membaik ) infeksi saluran nafas
- Pasien tampak 5. Pola nafas (cukup Terapetik :
batuk bercampur membaik) 1. Atur posisi semi- fowler atau
darah fowler
- RR: 28 x/menit 2. Buang sekret pada tempat
- Ronchi di sputum
percabangan Edukasi:
bronchus 1. Jelaskan tujuan dari prosedur
- Foto rontgen batuk efektif
menunjukan TB 2. Anjurkan tarik nafas dalam
Paru aktif melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan ) selama 8 detik
3. Anjurkan tarik nafas dalam
hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat
setelah tariknafas dalam yang
ke 3

40
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
mukolotik atau expetoran , jika
perlu.
2 D.0076. L.08065. I. 03117
Nausea Tingkat Nusea Manajemen mual :
DS : Expetasi Menurun Observasi :
- Pasien 1. Nafsu makan 1. Identifikasi pengalaman mual
mengatakan nafsu (cukup meningkat) 2. Identifikasi dampak mual
makan menurun 2. Keluhan mual terhadap kualitas hidup
dan mual (cukup menurun) (misal, nafsu
- Minum air putih 3. Perasaan ingin makan,aktifitas,kerja,tanggun
sedikit muntah (cukup gjawab peran dan tidur)
- Makan hanya menurun) 3. Identifikasi paktor penyebab
habis 2 sendok 4. Sensasi panas mual (misal pengobatan dan
DO : (cukup menurun) prosedur)
- Pasien tampak 5. Sensasi dingin 4. Monitor mual (miss,
menghabiskan ¼ (cukup menurun) frekuensi,durasi, dan tingkat
porsi makan yang 6. Frekuensi keparahan)
disediakan oleh menelan(cukup 5. Monitor asupan nutrisi dan
RS meningkat) kalori
- Pasien minum air Terapetik :
putih 4 gls/hari 1. Kondisikan lingkungan
(800 cc) penyebab mual(mis, bau tak
sedap, rasa dan rangsangan
visual yang tidak
menyenangkan)
2. Kurangi atau hilangkan
penyebab mual (misal
kecemasan,
ketakutan,kelelahan)

41
3. Berikan makanan dalam
jumlah kecil dan menarik
4. Berikan makanan dingin,
cairan bening tidak berbau
dan tidak berwarna, jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan istirahat yang
cukup
2. Anjurkan sering
membersihkan mulut, kecuali
jika merangsang mual
3. Anjurkan makan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak
4. Anjurkan teknik non
parmakologis untuk
mengatasi mual(misal,
biofeedback,hipnotis,relaksas
i,terapi musik, akupuntur)
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
pemberian antiemetik, jika
perlu.
3 D.0056. L.01004. I. 05178
Intoleransi aktivitas Toleransi aktifitas: Manajemen energi :
b.d kelemahan 1. Frekuensi nadi Observasi:
DS : (sedang ) 1. Identifikasi gangguan fungsi
- Pasien 2. Kemudahan dalam tubuh yang mengakibatkan
mengatakan melakukan kelemahan
selama di Rumah aktifitas sehari 2. Monitor kelelahan fisik dan
sakit belum mandi (sedang ) emosional
- Kebutuhan 3. Dipsnea saat 3. Monitor pola dan jam tidur

42
dibantu aktipitas (sedang) 4. Monitor lokasi dan ketidak
DO : 4. Frekuensi nafas nyaman selama melakukan
- Kulit teraba (sedang) aktifitas
lengket Terapetik :
- Rambut teraba 1. Sediakan lingkungan nyaman
lengket dan bau dan rendah stimulus (cahaya,
- Gigi kotor suara, kunjungan)
- Pasien tampak 2. Lakukan latihan rentang gerak
berbaring di pasif dan /atau aktif
tempat tidur 3. Berikan aktifitas distraksi yang
- BAK, Mandi menenangkan
dilakukan di Edukasi:
tempat tidur 1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan beraktifitas secara
bertahap
3. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
4 D.0111. L.12111. I. 12383
Defisit pengetahuan Tingkat pengetahuan: Edukasi kesehatan :
b.d kurang 1. Verbalisai minat Observasi :
terpapar informasi dalam belajar 1. Identifikasi kesiapan dan
DS : (sedang ) kemampuan menerima informasi
Pasien mengatakan 2. Kemudahan 2. Identifikasi faktor-faktor yang
tidak tahu bila menjelaskan dapat meningkatkan dan
penyakitnya menular pengetahuan menurunkan motifasi perilaki
melalui batuk dan tentang suatu topic hidup bersih dan sehat.
dahak. (sedang ) Terapetik :

43
DO : 3. Perilaku sesuai 1. Sediakan materi dan media
- Tampak pasien dengan pendidikan
bingung saat pengetahuan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan
ditanya tentang (sedang) sesuai kesepakatan
penyakitnya 4. Pertanyaan tentang 3. Berikan kesempatan untuk
- Tampak pasien masalah yang di bertanya
bertanya kepada hadapi (cukup Edukasi:
perawat mengenai menurun) 1. Jelaskan faktor resiko yang
kondisinya dapat mempengaruhi kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

44
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas
A. Nama : Tn. U
B. Jenis kelamin : Laki-laki
C. Umur : 62 tahun
D. Agama : Islam
E. Status perkawinan : Menikah
F. Pendidikan : SD
G. Pekerjaan : Swasta
H. Alamat rumah : Kp. Polotot , RT.001/RW.001,
Kel.sukaraja, Kec. Malingping. Kab. Lebak
3.1.2. Riwayat Kesehatan :
a. Masalah kesehatan yang pernah dialami :
Pasien mengatakan 2 tahun yang lalu pernah di rawat di Rumah Sakit
Dr. Adjidarmo karena Diabetes Melitus.
b. Masalah kesehatan yang dirasakan saat ini:
Pasien mengatakan sejak tiga bulan yang lalu tepatnya tanggal 3
november 2020, mengeluh batuk- batuk, berobat ke klinik dan
sembuh, 2 bulan kemudian pasien mengeluh kembali batuk berdahak
dan disertai bercak darah berwarna merah segar, karena merasa cemas
pasien dan keluarga pada tanggal 6 Februari 2021, berobat ke klinik
Talita, dikarenakan sakit pasien dirasa bertambah parah (setiap batuk
mengeluarkan darah kurang lebih satu sendok), keluarga memutuskan
untuk membawa ke RSUD Malingping tanggal 12 Februari 2021,
hasil pemeriksaan dokter jaga, pasien dianjurkan untuk dirawat, pada
tanggal 13 Februari 2021 dilakukan pengkajian, pasien mengeluh
batuk berdahak disertai bercak darah berwarna merah segar dan terasa
berat di dada, batuk kambuh saat dingin, dan berkurang bila minum air

45
hangat, saat di auskultasi terdengar bunyi ronchi di percabangan
bronchus. Selain batuk pasien juga mengeluh sesak nafas, pasien
tampak sesak nafas dengan frekuensi nafas 28 x/menit, mual, tidak
nafsu makan, badan terasa lemas, pasien tampak batuk, dan terlihat
bercak darah di sekretnya, sekret tampak kental, Pasien mengatakan
tidak tahu bila penyakitnya menular melalui batuk dan dahak, tampak
pasien bingung saat ditanya tentang penyakitnya, tampak pasien
bertanya kepada perawat mengenai kondisinya.
c. Masalah kesehatan keluarga/ keturunan:
Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak mempunyai penyakit
menular seperti TB paru, hepatitis maupun penyakit kulit. Pasien
mengatakan dalam keluarganya (ibu) mempunyai penyakit keturunan
yaitu DM (diabetes melitus), tidak ada penyakit hipertensi.

3.1.3. Keadaan Biologis


Tabel 3.1 Keadaan Biologis
POLA
NO DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
KEBIASAAN
1 Pola makan Ds. DS
dan minum - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan nafsu
tidak ada gangguan makan menurun, mual
makan dan minum, - Minum air putih sedikit
tidak ada mual ataupun - Makan hanya habis 2 sendok
muntah. DO
- Pasien mengatakan - Pasien tampak menghabiskan
makan 3x1 hari dengan ¼ porsi makan yang
porsi makan satu piring disediakan oleh RS
penuh dan menu nasi, - Pasien minum air putih 4
ikan, sayur. gls/hari (800 cc)
- Pasien mengatakan
minum 8 gls/ hari

46
(1600cc) dengan jenis
air putih.
2. Istirahat dan DS DS
Tidur - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan tidur 7 jam
tidur malam 6 jam (dari (dari pukul 22.00 WIB – 04.00
pukul 23.00 WIB – WIB), pasien sesekali
04.00 WIB) dan tidak terbangun karena batuk.
pernah tidur siang.
- Pasien mengatakan
tidak ada gangguan
pola tidur.
3. Personal DS DS
Hygiene - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan selama di
mandi 2x sehari pagi Rumah sakit belum mandi,
dan sore, personal dan makan dibantu.
hygiene menggosok DO
gigi. - Gigi kotor
- Badan tampak kotor bau dan
lengket.
4. Eliminasi BAB DS DS
dan BAK - Pasien BAB setiap hari - Pasien mengatakan selama di
dengan konsistensi Rumah Sakit belum BAB dan
lunak, warna kuning BAK hanya 2 kali
kecoklatan, bau khas DO
feses dan tidak ada - BAK 6-7 kali dalam sehari,
gangguan seperti diare warna urin kuning jernih,
ataupun konstipasi. tidak ada darah dan tidak ada
- Pasien BAK 6-7x keluhan saat BAK
dalam sehari, warna
kuning, bau khas urine
dan tidak ada gangguan

47
pola berkemih.

5. Pola Aktivitas DS DS
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan hanya bisa
sehari-hari mampu melakukan aktivitas ditempat
melakukan aktivitas tidur.
secara mandiri dan DO
tanpa gangguan, pasien - Pasien tampak terbaring di
juga mampu tempat tidur, skala aktivitas 2
berwirausaha. (memerlukan bantuan dengan
pengawasan)

Aktivitas 0 1 2 3 4
1. Maka V
n minum
2. Elimi
V
nasi
3. Mobil V
isasi
4. Berpa V
kaian
5. Mand V
i

3.1.4. Pengkajian Khusus


3.1.4.1. Pengkajian Fungsi Kognitif (SPMQ)
Tabel 3.2 Pengkajian Fungsi Kognitif (SPMQ)
No Pertanyaan Benar Salah
1 Jam berapa sekarang?
V
Jawab : 11.30 WIB
2 Tahun berapakah sekarang?
V
Jawab: 2021
3 Kapan Bapak/ Ibu lahir?
V
Jawab: 28 November 1959
4 Berapa umur bapak/ ibu sekarang?
V
Jawab : 62 tahun

48
5 Dimana alamat Bapak/ Ibu sekarang?
Jawab : Kp. Polotot , RT.001/RW.001, Kel. V
Sukaraja, Kec. Malingping. Kab. Lebak
6 Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal
bersama Bapak/Ibu? V
Jawab: 2 orang
7 Siapa nama anggota keluarga yang tinggal bersama
Bapak/Ibu? V
Jawab: Rasmi dan Ahmad Riswanto
8 Tahun berapa Hari Kemerdekaan Indonesia?
V
Jawab: 1945
9 Siapa nama Presiden Republik Indonesia sekarang?
V
Jawab: Joko Widodo
10 Coba hitung mundur dari angka 20 ke 1!
Jawab: 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 V
321
JUMLAH 10 0
Interpretasi: Fungsi intelektual utuh

 Fungsi intelektual utuh: salah menjawab 0-2 pertanyaan


 Kerusakan intelektual Ringan : salah menjawab 3-4 pertanyaan
 Kerusakan intelektual Sedang: salah menjawab 5-7 pertanyaan
 Kerusakan intelektual Berat: salah menjawab 8-10 pertanyaan

3.1.4.2. Pengkajian MMSE


Tabel 3.3 Pengkajian MMSE
No Aspek Kognitif Nilai Nilai Kriteria

49
Max Klien
1 Orientasi (sekarang) 5 5 Menyebutkan dengan benar : Tahun,
Musim, Tanggal, Hari, Bulan
Orientasi (sekarang ada 5 5 Dimana kita sekarang berada :
dimana) Negara , Propinsi , Kota, Panti ,Ruangan
2 Registrasi 5 5 Perawat menyebutkan 3 benda (misal kur
si, meja, kertas). Lalu minta klien untuk
menyebutkan kembali
3 Perhatian dan Kalkulasi 5 5 Minta klien untuk menjawab perhitungan
sederhana, misal 100-7; 93-7; 86-7, dst
4 Mengingat kembali 5 5 Minta klien untuk mengulangi ketiga
(Recall) obyek pada aspek Registrasi tadi.
5 Bahasa 5 3 1.Tunjukan pada klien suatu benda dan
tanyakan namanya pada klien (misal
jam tangan, pensil atau jendela)
2.Minta klien untuk mengulang kata
berikut “tanpa kalau dan atau tetapi”.
Bila benar, nilai satu point.
 Pernyataan benar 2 buah : tanpa
kalau, tetapi
3.Minta klien untuk mengikuti perintah
berikut yang terdiri dari 3 langkah :
 ambil kertas ditangan anda
 lipat dua
 taruh dilantai.
Atau
Perintahkan pada klien untuk hal berikut
(bila aktifitas sesuai dengan perintah nilai
1 point
 Pejamkan mata anda
 Tulis satu kalimat
 Menyalin gambar

Nilai : 28

50
Intepretasi Hasil : tidak ada gangguan kognitif

Intepretasi hasil
Tidak ada gangguan kognitif : 24 – 30
Gangguan kognitif sedang : 18 – 23
Gangguan kognitif berat : 0 – 17

3.1.4.3. Pengkajian Status Fungsional (Indeks KATZ)


Tabel 3.4 Pengkajian Status Fungsional (Indeks KATZ)
Indeks KATZ Keterangan
A Mandiri (makan, eliminasi BAB/BAK, menggunakan pakaian, pergi ke
toilet, berpindah, mandi)
B Mandiri semua fungsi, kecuali salah satu dari fungsi diatas
C Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan satu lagi fungsi yang lain
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu lagi fungsi
yang lain
G Ketergantungan untuk semua fungsi
Interpretasi Indeks KATZ Klien: E (Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke
toilet dan satu lagi fungsi yang lain)

3.1.4.4. Keadaan Psikologis dan Sosial


a. Keadaan emosi :
Pasien mengatakan mau tidak mau harus menerima kondisinya
sekarang dan berupaya untuk sembuh. Pasien mengatakan sakit
adalah hal biasa dan merupakan ujian untuk semua manusia,
sehingga ia pun harus menerimanya dengan baik.
b. Dukungan keluarga :
Pasien mengatakan keluarganya memberikan support penuh
untuknya, menemaninya saat di RS dan menyediakan
kebutuhannya saat di RS.
c.Hubungan antar keluarga :

51
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarganya baik, jika ada
masalah dalam keluarganya pasien selalu mendiskusikan dan
membicarakan baik-baik serta bersama-sama mencari solusi dari
permasalahan tersebut.
d. Hubungan dengan orang lain :
Pasien mengatakan hubungan dengan masyarakat dan teman
kerja baik, pasien juga sering mengikuti acara perkumpulan RT
yang diadakan di kampungnya. Namun selama sakit, pasien tidak
dapat berinteraksi dengan masyarakat luar karena harus dirawat
di RS.
e. Hubungan dengan tenaga medis baik, pasien kooperatif dan mau
mengikuti anjuran dokter serta perawat dengan baik.

3.1.4.5. Spiritual/ Kultural


a. Pelaksanaan ibadah:
Sebelum masuk RS : pasien mengatakan mampu beribadah
sholat 5 waktu dengan baik dan tanpa gangguan. Pasien biasa
sholat magrib dan isya berjamaah di masjid.Selama di RS :
pasien mengatakan selama di RS pola ibadah sedikit
terganggu karena pasien terpasang infus, namun pasien tetap
beribadah sesuai kemampuannya jika hanya mampu duduk
maka pasien sholat dengan cara duduk di tempat tidur.
b. Keyakinan tentang kesehatan :
Pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang sangat
penting. Oleh karena itu setelah didiagnosis TB Paru, pasien
mulai menerapkan pola hidup sehat dan tidak ada kepercayaan
/ pantangan tertentu terhadap tindakan medis, pasien bersedia
mengikuti anjuran dan larangan dokter serta perawat selama
itu bertujuan untuk kesembuhannya.

3.1.5. Pemeriksaan fisik

52
A. Tanda Vital
1. Keadaan umum: sakit sedang
2. Kesadaran:
Kualitatif : Kesadaran Compos Mentis
Kuantitatif :
Respon Motorik : 6 (mampu menikuti perintah
sederhana)
Respon Verbal : 5 (Pasien dapat bicara jelas)
Respon buka mata : 4 (Pasien membuka mata spontan)
Jumlah : 15
Kesimpulan : Pasien sadar penuh
Tidak ditemukan flapping tremor ditandai dengan pergelangan kembali
tanpa tersendat-sendat.
3. Suhu : 36,5 ºC
4. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
5. MAP : 110+70 : 90 mmHg
2
Kesimpulan : perfusi ginjal memadai
6. Pernafasan : 28 x/menit
7. Tinggi Badan : 170 cm
8. Berat Badan : 67 kg
9. Indeks Massa Tubuh (IMT) : 67 = 23,18
(1,7)²
Kesimpulan : Pasien cukup pangan
B. Pemeriksaan head to toe
1. Kepala
a. Rambut:
Pada saat dikaji warna rambut hitam, tampak beberapa uban dan
ketombe, rambut tampak kotor, tidak ada lesi, warna kulit sawo
matang, kulit teraba lengket, terdapat bercak putih pada kulit,
turgor kulit elastis dan akral teraba dingin.

53
b. Mata:
Bentuk mata simetris tidak ada ikterik, tidak ada peradangan pada
conjungtiva, reflek pada miosis, tidak ada kelainan pada mata, TIO
terasa kenyal, tes penglihatan pasien dapat membaca papan nama
yang di tunjukan oleh perawat.
c. Hidung:
Bentuk hidung simetris, septum hidung ditengah, lubang hidung
tidak tampak kotor, tidak terlihat pernafasan cuping hidung, tidak
ada peradangan
d. Mulut : Tidak ada stomatitis, tidak ada caries, gigi tampak kotor
e. Telinga: Bentuk telinga tampak simetris, kanalis bersih tidak
terdapat serumen, pendengaran normal pada saat disorot cahaya
memantul
2. Leher:
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak ada kesulitan menelan
3. Dada/ thorax
a. Dada: Bentuk dada simetris, tidak ada lesi
b. Paru-paru
Inspeksi : ekspansi dada simetris, tidak terdapat bekas luka, tidak
tampak penggunaan otot bantu nafas, pola nafas regular 28 x/menit
Palpasi : vocal premitus teraba sama getaranya
Perkusi : sonor di semua lapang paru
Auskultasi : suara nafas ronchi dipercabangan bronchus.
c. Jantung :
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 3 jari di ICS 5 mid clavicularis sinistra,
tidak ada peningkatan JVP, heart rate 88 kali/menit, batas atas
jantung kanan di ICS 2 parasternalis dextra. Batas atas jantung kiri
di ICS 2 parasternalis sinistra, batas kanan bawah di ICS 4
parasternalis dextra, batas kiri bawah di ICS 5 mid clavicularis
sinistra.

54
Perkusi : BJ I-II regular
Auskultasi : tidak terdengar bunyi jantung tambahan.
d. Abdomen :
Inspeksi : tidak terdapat memar atau bekas luka, turgor kulit elastis
Auskultasi : bising usus 12 x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar
e. Muskuloskeletal: Tidak ada kelainan bentuk tubuh, ekstrimitas atas
dan bawah normal. Uji kekuatan otot
5 5
Kesimpulan: kekuatan penuh dapat menentang
5 5
kekuatan garis gravitasi dengan sedikit tekanan.

C. Lingkungan
1. Pola Komunikasi
Gaya bicara sopan dan tenang dalam menjawab setiap pertanyaan yang
diberikan.
2. Pola Interaksi
Pasien sangat kooperatif dengan perawat serta keluarga dan sangat baik
dengan lingkungannya baik tetangga maupun masyarakat.
D. Informasi penunjang
a. Diagnosa medik : TB Paru Aktif
b. Laboratorium :
Tabel 3.5 Hasil Laboratorium Tn U

55
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi
c.
HEMATOLOGI

Hemoglobin
11.5 g/dl 13.20-20.17 (p) Abnormal
Leukosit 7.300 mm3 3800-10.600 /ul Normal

Eritrosit 4.33 jt/mm3 4.40-5.90 Normal

Hematocrit 36.8 g/dl 40.0-52.0 Abnormal

-MCH 30.3 Pg 26-34 Normal

-MCV 91.1 Fl 80-100 Normal

-MCHC 32 g/dl 32-36 Normal

Trombosit 233.000 mm3 150.000-400.000 Normal

LED 120 Mm/jam < 20 Abnormal

DIABETES
Glukosa darah
sewaktu 91 Mg/dl < 140 Normal
Hasil Rongen Thorax (Ekspertise):
“Tampak infiltrasi di lapang atas sampai di tengah paru kiri”
Kesimpulan : TB Paru Aktif
d. Terapi Medis :

Tabel 3.6 Terapi Medis pada Tn U


Nama obat Indikasi Kontraindikasi Efek samping
Rifampicin  Mengobati  Harap berhati- Beberapa efek samping
1x 450 mg infeksi serius hati jika yang umum terjadi
akibat bakteri, menderita setelah mengonsumsi
seperti: diabetes, antibiotik ini adalah:

56
 TBC gangguan Sakit kepala,
 Infeksi ginjal, Mengantuk, Lemas,
staphylococ gangguan hati, Diare, Mual, Nafsu
cus porfiria atau makan berkurang,
 Pneumonia gangguan darah Urin dan keringat
legionnaires turunan, dan berwarna kemerah-
 Bruselosis penyakit merahan.
 Kusta kuning.
 Mencegah  Harap waspada
influenza jika
Haemophilus mengonsumsi
dan meningitis banyak alkohol.
 Jika terjadi
reaksi alergi
atau overdosis,
segera temui
dokter.
Pyrazinamid Indikasi  Penderita yang  Efek samping
500 mg pirazinamid adalah hipersensitif berupa artralgia,
1x2 tab untuk pengobatan atau alergi anoreksia, nausea,
tuberkulosis yang terhadap disuria, malaise
diberikan bersama pirazinamid, dan demam.
antituberkulosis  Penderita  Porfiria,
lainnya (terapi dengan hepatomegali dan
kombinasi) gangguan fungsi splenomegali,
hati atau jaundice,
gangguan fungsi kerusakan sel hati,
ginjal, fatal hemolysis,
 Hiperurisemia sideroblastik
dan atau gout / anemia, tukak
asam urat, lambung,

57
 Hipoglikemia trombositopenia,
(kadar gula rash, urtikaria,
darah rendah), pruritus, akne,
 Penderita fotosensitivitas dan
Diabetes. interstitial nefritis
Inoxin Tuberkulosis paru Penyakit hati yang Ruam, demam, ikteriak,
1x 300 mg diinduksi obat neuritis perifer

Codein  Antitusif Asma bronkial,  Dapat menimbulkan


3 x 10 mg  Analgesik emfisema paru- ketergantungan.
paru, trauma  Mual, muntah,
kepala, tekanan idiosinkrasi, pusing,
intrakranial yang sembelit.
meninggi,  Depresi pernafasan
alkoholisme akut, terutama pada
setelah operasi penderita asma,
saluran empedu. depresi jantung dan
syok.
Metformin  Pengobatan Penderita  Diare;
1x 500 mg penderita kardiovaskular,  Banyak buang gas;
diabetes yang gagal ginjal, gagal  Rasa lelah;
baru hati, dehidrasi dan  Nyeri-nyeri otot;
terdiagnosis peminum alkohol,
 Infeksi saluran
setelah dewasa, koma diabetik,
nafas bagian atas;
dengan atau ketoasidosis, infark
 Gula darah rendah
tanpa kelebihan miokardial, keadaan
(hipoglikemia);
berat badan dan penyakit kronik
 Penurunan kadar
bila diet tidak akut yang berkaitan
vitamin B-12
berhasil. dengan hipoksia
dalam tubuh;
 Sebagai jaringan, keadaan
 Sulit buang air
kombinasi yang berhubungan
besar;
terapi pada dengan asidosis

58
penderita yang laktat seprti syok,  Sakit maag
tidak responsif insufisiensi
therhadap terapi pulmonar, riwayat
tunggal asidosis laktat. 
sulfonilurea
baik primer
ataupun
sekunder.
 Sebagai obat
pembantu untuk
mengurangi
dosis insulin
apabila
dibutuhkan

2.3. Analisa Data


Table 3.7 Analisa Data
Tangga
No Data Etiologi Masalah
l
1. 14/02/2 DS : Akumulasi secret Bersihan jalan
1 Pasien mengatakan sesak nafas tidak efektif
dan batuk berdahak dan
ada darah.

59
DO :
- Pasien tampak batuk
bercampur darah
- RR: 28 x/menit
- Ronchi di percabangan
bronchus
- Foto rontgen
menunjukan TB Paru
aktif
2 14/02/2 DS Distensi lambung Nausea
1 - Pasien mengatakan
nafsu makan menurun
dan mual
- Minum air putih
sedikit
- Makan hanya habis 2
sendok
DO
- Pasien tampak
menghabiskan ¼
porsi makan yang
disediakan oleh RS
- Pasien minum air putih
4 gls/hari (800 cc)
3. 14/02/2 DS : Kurangnya Kurang
1 Pasien mengatakan tidak informasi tentang pengetahuan
tahu bila penyakitnya proses penyakit. tentang kondisi,
menular melalui batuk
dan dahak
DO :
- Tampak pasien

60
bingung saatditanya
tentangpenyakitnya
- Tampak
pasienbertanya kepada
perawat mengenai
kondisinya
4 14/02/2 DS : Kelemahan Intoleransi
1 - Pasien mengatakan aktivitas
selama di Rumah sakit
belum mandi
- Kebutuhan dibantu
DO :
- Kulit teraba lengket
- Rambut teraba lengket
dan bau
- Gigi kotor
- Pasien tampak
berbaring di tempat
tidur
- BAK, Mandi
dilakukan di tempat
tidur

2.3.1. Diagnosa Keperawatan


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
akumulasi secret
b. Nausea berhubungan dengan distensi lambung
c. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan
pencegahan berhubungan dengan Kurangnya terpapar
informasi
d. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan
3.3. Intervensi Keperawatan

61
Tabel 3. 8 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria


Intervensi SIKI
Dx SDKI Hasil SLKI
1 D.0149. L.01001. I. 01006
Bersihan jalan nafas Bersihan jalan nafas : Latihan batuk efektif :
tidak efektif 6. Batuk efektif , Observasi :
DS : ( cukup menurun ) 4. Identifikasi kemampuan
Pasien mengatakan 7. Mengi (sedang) batuk
sesak dan batuk 8. Frekuensi nafas 5. Monitor adanya retensi
berdahak dan ada (cukup membaik) seputum
darah. 9. Gelisah (cukup 6. Monitor tanda dan gejala
DO : membaik ) infeksi saluran nafas
- Pasien tampak 10. Pola nafas Terapetik :
batuk bercampur (cukup membaik) 3. Atur posisi semi- fowler atau
darah fowler
- RR: 28 x/menit 4. Buang sekret pada tempat
- Ronchi di sputum
percabangan Edukasi:
bronchus 5. Jelaskan tujuan dari prosedur
- Foto rontgen batuk efektif
menunjukan TB 6. Anjurkan tarik nafas dalam
Paru aktif melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan ) selama 8 detik
7. Anjurkan tarik nafas dalam
hingga 3 kali
8. Anjurkan batuk dengan kuat
setelah tariknafas dalam yang

62
ke 3
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
mukolotik atau expetoran , jika
perlu.
2 D.0076. L.08065. I. 03117
Nausea Tingkat Nusea Manajemen mual :
DS : Expetasi Menurun Observasi :
- Pasien 7. Nafsu makan 6. Identifikasi pengalaman mual
mengatakan nafsu (cukup meningkat) 7. Identifikasi dampak mual
makan menurun 8. Keluhan mual terhadap kualitas hidup
dan mual (cukup menurun) (misal, nafsu
- Minum air putih 9. Perasaan ingin makan,aktifitas,kerja,tanggun
sedikit muntah (cukup gjawab peran dan tidur)
- Makan hanya menurun) 8. Identifikasi paktor penyebab
habis 2 sendok 10. Sensasi panas mual (misal pengobatan dan
DO : (cukup menurun) prosedur)
- Pasien tampak 11. Sensasi dingin 9. Monitor mual (miss,
menghabiskan ¼ (cukup menurun) frekuensi,durasi, dan tingkat
porsi makan yang 12. Frekuensi keparahan)
disediakan oleh menelan(cukup 10. Monitor asupan nutrisi dan
RS meningkat) kalori
- Pasien minum air Terapetik :
putih 4 gls/hari 5. Kondisikan lingkungan
(800 cc) penyebab mual(mis, bau tak
sedap, rasa dan rangsangan
visual yang tidak
menyenangkan)
6. Kurangi atau hilangkan
penyebab mual (misal
kecemasan,

63
ketakutan,kelelahan)
7. Berikan makanan dalam
jumlah kecil dan menarik
8. Berikan makanan dingin,
cairan bening tidak berbau
dan tidak berwarna, jika perlu
Edukasi :
5. Anjurkan istirahat yang
cukup
6. Anjurkan sering
membersihkan mulut, kecuali
jika merangsang mual
7. Anjurkan makan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak
8. Anjurkan teknik non
parmakologis untuk
mengatasi mual(misal,
biofeedback,hipnotis,relaksas
i,terapi musik, akupuntur)
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
pemberian antiemetik, jika
perlu.
3 D.0056. L.01004. I. 05178
Intoleransi aktivitas Toleransi aktifitas: Manajemen energi :
b.d kelemahan 1. Frekuensi nadi Observasi:
DS : (sedang ) 5. Identifikasi gangguan fungsi
- Pasien 2. Kemudahan dalam tubuh yang mengakibatkan
mengatakan melakukan kelemahan
selama di Rumah aktifitas sehari 6. Monitor kelelahan fisik dan
sakit belum mandi (sedang ) emosional

64
- Kebutuhan 3. Dipsnea saat 7. Monitor pola dan jam tidur
dibantu aktipitas (sedang) 8. Monitor lokasi dan ketidak
DO : 4. Frekuensi nafas nyaman selama melakukan
- Kulit teraba (sedang) aktifitas
lengket Terapetik :
- Rambut teraba 1. Sediakan lingkungan nyaman
lengket dan bau dan rendah stimulus (cahaya,
- Gigi kotor suara, kunjungan)
- Pasien tampak 2. Lakukan latihan rentang gerak
berbaring di pasif dan /atau aktif
tempat tidur 3. Berikan aktifitas distraksi yang
- BAK, Mandi menenangkan
dilakukan di Edukasi:
tempat tidur 4. Anjurkan tirah baring
5. Anjurkan beraktifitas secara
bertahap
6. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
4 D.0111. L.12111. I. 12383
Defisit pengetahuan Tingkat pengetahuan: Edukasi kesehatan :
b.d kurang 1. Verbalisai minat Observasi :
terpapar informasi dalam belajar 3. Identifikasi kesiapan dan
DS : (sedang ) kemampuan menerima informasi
Pasien mengatakan 2. Kemudahan 4. Identifikasi faktor-faktor yang
tidak tahu bila menjelaskan dapat meningkatkan dan
penyakitnya menular pengetahuan menurunkan motifasi perilaki
melalui batuk dan tentang suatu topic hidup bersih dan sehat.

65
dahak. (sedang ) Terapetik :
DO : 3. Perilaku sesuai 1. Sediakan materi dan media
- Tampak pasien dengan pendidikan
bingung saat pengetahuan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan
ditanya tentang (sedang) sesuai kesepakatan
penyakitnya 4. Pertanyaan tentang 3. Berikan kesempatan untuk
- Tampak pasien masalah yang di bertanya
bertanya kepada hadapi (cukup Edukasi:
perawat mengenai menurun) 1. Jelaskan faktor resiko yang
kondisinya dapat mempengaruhi kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan Tn. “U” dengan
Tuberkulosis Paru di Ruang Bugenville RSUD Malingping dari tanggal 14
Februari – 18 Februari 2021, maka penulis dapat menyimpulkan :
4.1.1 Pengkajian
Tuberkolusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberkolusis yang menyerang paru-paru dan
hampir seluruh organ tubuh lainnya, ini sejalan dengan hasil

66
rongen yang ada pada Tn. U dengan TB paru aktif. Dan penyebab
tuberkolusis adalah Mycobacterium Tuberkolusis Menurut Amin
dan Hardhi, (2015). Tanda dan gejala yang muncul manifestasi
klinis yang muncul pada pasien dengan TB adalah, Demam dengan
Suhu 400- 410C, serta ada batuk/ batuk darah, Sesak nafas dan nyeri
dada, Malaise, keringat malam (Brunner & Suddart, 2014), Suara
khas pada perkusi dada dan bunyi dada, Peningkatan sel darah
putih dengan dominasi limfosit, Penurunan berat badan ( Brunner
& Suddart, 2014), Batuk nonproduktif yang berlanjut menjadi
sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Pada saat pengkajian
pada pasien Tn “U” dengan TB Paru aktif pasien mengeluh batuk
berdahak disertai bercak darah berwarna merah segar dan terasa
berat didada, batuk kambuh saat dingin, dan berkurang bila minum
air hangat, saat di auskultasi terdengar bunyi ronchi di percabangan
bronchus. Selain batuk pasien juga mengeluh sesak nafas, pasien
tampak sesak nafas RR 32 x/menit, mual, tidak nafsu makan,
badan terasa lemas, pasien tampak batuk, dan terlihat bercak darah
di secretnya, sekret tampak kental.
4.1.2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan Tn. “U”
dengan Tuberkulosis Paru di Ruang Bugenville RSUD Malingping
adalah, Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi secret, Ketidak efektifan polanafas berhubungan dengan
hiperventilasi, Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan
pencegahan berhubungan dengan Kurangnya terpapar informasi,
Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
4.1.3. Intervensi keperawatan
Intervensi untuk masalah TB Paru dibuat untuk memenuhi
memberikan rasa nyaman, mempertahankan nutrisi, membantu
dalam pemenuhan kebutuhansehari-hari, dan adekuat informasi
yang didapat oleh pasien dan keluarga untuk mengurangi

67
kecemasan, dan implementasinya hampir semua dapat
dilaksanakan sesuai dengan intervensi. Pada tahap intervensi
dilakukan langkah-langkah penyusunan berdasarkan prioritas
utama. Dalam penyusunan rencana tindakan disesuaikan dengan
teori dan kebutuhan serta masalah yang dihadapi klien dengan
melibatkan pasien, keluarga maupun tim kesehatan lain, walaupun
selanjutnya penulis melakukan asuhan keperawatan dirumah klien
( home care ), itu tidak dijadikan kendala untuk penulis untuk
melanjutkan rencana intervensi yang sudah disusun.

4.2. Saran
Demi tercapainya asuhan keperawatan yang optimal maka penulis
memberikan saran ke berbagai pihak diantaranya :
4.2.1. Teman sejawat
a. Meningkatkan lingkungan yang bersih dan nyaman
b. Melengkapi pemeriksaan penunjang untuk kasus TB Paru
c. Jangan lupa menggunakan APD yang lengkap bila masuk isolasi TB
Paru.

68
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Wahid & Imam S.(2013). Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan


Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi, CV. Trans Info Media :
Jakarta

Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah, EGC : Jakarta.

Depkes RI, (2009). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Pusat Data
Kesehatan. Jakarta.

Irman S. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pernafasan,


Salemba Medika : Jakarta.

Mahyar Suara, (2010). Konsep Dasar Keperawatan. TIM : Jakarta.

PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagonostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Saiifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi, EGC :


2011.

Stikes Yatsi. 2021. Petunjuk Teknis Penulisan Makalah Program Studi S1


Keperawatan Nonreg.

Sudoyo, Aru W, dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Yuliadi. R, (2010). Memahami Penyakit Tuberkulosis.


( Www.kabarindonesia.com.2).

69

Anda mungkin juga menyukai