Disusun oleh :
1
Riyana Vini Alvionita1
Program Studi Sarjana Keperawatan Stikes Yatsi
Jl. Arya Santika, No.42 Tangerang Banten
ABSTRAK
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang mana atas berkat rahmat
dan karunianNya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada An. A dengan Anemia Defisiensi Besi di Ruang Anak RSUD Kota
Serang” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini kami susun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Anak. Dengan tersusunya makalah ini, kami sadar bahwa dalam menyusunnya, penulis
mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ns. Ria Setia Sari, S.Kep, M.Kep selaku dosen mata Keperawatan Anak yang telah
memberikan tugas makalah ini dan memberi pengarahan kepada penulis.
2. Teman-teman kelas program studi sarjana Keperawatan non reguler Stikes Yatsi
Tangerang telah membantu dan memberikan dorongan untuk menyusun makalah ini.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu tersusunnya
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari
itu penulis meminta maaf kepada para pembaca dan mengharapkan kritik dan saran
ataupun masukan dari para pembaca. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.
3
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1………………………………………………………………………………………5
Tabel 2.2 …………………………………………………………………………………….13
Tabel 3.1 …………………………………………………………………………………….27
Tabel 3.2 …………………………………………………………………………………….29
Tabel 3.3 …………………………………………………………………………………….30
Tabel 3.4 …………………………………………………………………………………….32
Tabel 3.5 …………………………………………………………………………………….33
Tabel 3.6 …………………………………………………………………………………….33
Tabel 3.7 …………………………………………………………………………………….34
Tabel 3.8 …………………………………………………………………………………….34
Tabel 3.9 …………………………………………………………………………………….35
Tabel 3.10 …………………………………………………………………………………...35
Tabel 3.11 …………………………………………………………………………………...36
Tabel 3.12 …………………………………………………………………………………...41
Tabel 3.13 …………………………………………………………………………………...42
Tabel 3.14 …………………………………………………………………………………...43
Tabel 3.15 …………………………………………………………………………………...45
Tabel 3.16 …………………………………………………………………………………...50
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1…………………………………………………………………………………10
Gambar 3.1…………………………………………………………………………………28
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………......i
ABSTRAK………………………………………………………………………………….....ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..iii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………………….iv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………….....v
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………….....1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………....2
1.3 Tujuan Makalah…………………………………………………………………………...2
1.4 Manfaat Makalah……………………………………………………………………….....3
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………...56
4.2 Saran……………………………………………………………………………………..57
DAFTAR PUSTAKA
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
Usia anak sekolah merupakan golongan yang rentan terhadap masalah gizi karena anak
berada dalam masa pertumbuhan dan aktivitas yang tinggi sehingga memerlukan asupan
gizi yang tinggi pula. Umumnya anemia asemtomatoid pada kadar hemoglobin diatas 10
2
g/dL, tetapi sudah dapat menyebabkan gangguan penampilan fisik dan mental. Bahaya
anemia yang sangat parah bisa mengakibatkan kerusakan jantung, otak dan juga organ
tubuh lainnya bahkan dapat menyebabkan kematian.
Masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya zat gizi karena
itu prevalensi anemia di Indonesia sekarang ini masih cukup tinggi. Dampak anemia pada
anak balita dan anak sekolah adalah meningkatnya angka kesakitan dan kematian,
terhambatnya pertumbuhan fisik dan otak, terhambatnya perkembangan motorik, mental
dan kecerdasan. Anak-anak yang menderita anemia terlihat lebih penakut dan menarik
diri dari pergaulan sosial, tidak bereaksi terhadap stimulus dan lebih pendiam. Kondisi ini
dapat menurunkan prestasi belajar anak disekolah (Kusumawati,2005).
Asuhan keperawatan pada anak dengan masalah anemia dilakukan agar terpenuhinya
kebutuhan cairan dan nutrisi pada anak dengan anemia. Di harapkan agar perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak dengan anemia dengan
memperhatikan aspek preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif yaitu dengan
memberikan pendidikan kesehatan tentang bahaya dan pencegahan anemia kepada anak
dan juga orang tua, pemberian sayur dan buah hijau dan juga pemberian suplemen
penambah darah agar dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan
dari penyakit anemia.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah anemia mendeskripsikan keadaan penurunan jumlah sel darah merah atau
konsentrasi hemoglobin dibawah nilai normal. Sebagai akibat dari penurunan ini,
kemampuan darah untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan
oksigen untuk jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan patologik
yang paling sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak (Wong,2009).
Menurut Ngastiyah (2012), anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah
hemoglobin dalam 1 mm3darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed
red cells volume) dalam 100 ml darah. Hal ini terjadi bila terdapat gangguan terhadap
keseimbangan antara pembentukan darah pada masa embrio setelah beberapa minggu dari
pada masa anak atau dewasa.
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa anemia adalah kondisi
penurunan jumlah sel darah merah (hemoglobin) di bawah nilai normal, sehingga
mengakibatkan oksigen dalam darah menjadi berkurang.
Tabel 2.1 Klasifikasi Anemia Menurut Kelompok Umur
Non Anemia Anemia (gr/dl)
Populasi
(gr/dl) Ringan Sedang Berat
Anak 12-14
12 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 < 8,0
tahun
Perempuan
tidak hamil >15 12 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 < 8,0
tahun
WHO, 2011
2.2 Klasifikasi
2.2.1 Anemia Gizi Besi
Kekurangan pasokan zat gizi besi (Fe) yang merupakan inti molekul
hemoglobin sebagai unsur utama sel darah merah. Akibat anemia gizi besi terjadi
pengecilan ukuran hemoglobin, kandungan hemoglobin rendah, serta pengurangan
jumlah sel darah merah. Anemia zat besi biasanya ditandai dengan menurunnya
kadar Hb total di bawah nilai normal (hipokromia) dan ukuran sel darah merah
6
lebih kecil dari normal (mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu
metabolisme energi yang dapat menurunkan produktivitas. Serum ferritin
merupakan petunjuk kadar cadangan besidalam tubuh. Pemeriksaan kadar serum
ferritin sudah rutin dikerjakan untuk menentukan diagnosis defisiensi besi, karena
terbukti bahwa kadar serum ferritin sebagai indikator paling dini menurun pada
keadaan bila cadangan besi menurun. Dalam keadaan infeksi kadarnya
dipengaruhi, sehingga dapat mengganggu interpretasi keadaan sesungguhnya.
Pemeriksaan kadar serum feritin terbukti sebagai indikator paling dini, yaitu
menurun pada keadaan cadangan besi tubuh menurun. Pemeriksaannya dapat
dilakukan dengan metode immunoradiometric assay (IRMA) dan enzyme
linkedimmunosorbent assay (ELISA). Ambang batas atau cut off kadar feritin
sangat bervariasi bergantung metode cara memeriksa yang digunakan atau
ketentuan hasil penelitian di suatu wilayah tertentu
2.2.2 Anemia gizi vitamin E
Anemia defisiensi vitamin E dapat mengakibatkan integritas dinding sel darah
merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga sangat sensitif terhadap
hemolisis (pecahnya sel darah merah). Karena vitamin E adalah faktor esensial
bagi integritas sel darah merah.
2.2.3 Anemia gizi asam folat
Anemia gizi asam folat disebut juga anemia megaloblastik atau makrositik;
dalam hal ini keadaan sel darah merah penderita tidak normal dengan ciri-ciri
bentuknya lebih besar, jumlahnya sedikit dan belum matang. Penyebabnya adalah
kekurangan asam folat dan vitamin B12. Padahal kedua zat itu diperlukan dalam
pembentukan nukleoprotein untuk proses pematangan sel darah merah dalam
sumsum tulang.
2.2.4 Anemia gizi vitamin B12
Anemia ini disebut juga pernicious, keadaan dan gejalanya mirip dengan
anemia gizi asam folat. Namun, anemia jenis ini disertai gangguan pada sistem
alat pencernaan bagian dalam. Pada jenis yang kronis bisa merusak sel-sel otak
dan asam lemak menjadi tidak normal serta posisinya pada dinding sel jaringan
saraf berubah. Dikhawatirkan, penderita akan mengalami gangguan kejiwaan.
2.2.5 Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena terjadinya
7
penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
pendek. Penyebab hemolisis dapat karena kongenital (faktor eritrosit sendiri,
gangguan enzim, hemoglobinopati) atau didapat (Ngastiyah, 2012).
2.2.6 Anemia sel sabit
Anemia sel sabit merupakan salah satu kelompok penyakit yang secara
kolektif disebut hemoglobinopati, yaitu hemoglobin A (HbA) yang normal
digantikan sebagian atau seluruhnya dengan hemoglobin sabit (HbS) yang
abnormal. Gambaran klinis anemia sel sabit terutama karena obstruksi yang
disebabkan oleh sel darah merah yang menjadi sel sabit dan peningkatan destruksi
sel darah merah. Keadaan sel-sel yang berbentuk sabit yang kaku, saling terjalin
dan terjaring akan menimbulkan obstruksi intermiten dalam mikrosirkulasi
sehingga terjadi vaso-oklusi. Tidak adanya aliran darah pada jaringan disekitarnya
mengakibatkan hipoksia lokal yang selanjutnya diikuti dengan iskemia dan infark
jaringan (kematian sel). Sebagian besar komplikasi yang terlihat pada anemia sel
sabit dapat ditelusuri hingga proses ini dan dampaknya pada berbagai organ tubuh.
Manifestasi klinis anemia sel sabit memiliki intensitas dan frekuensi yang sangat
bervariasi, seperti adanya retardasi pertumbuhan, anemia kronis (Hb 6-9 g/dL),
kerentanan yang mencolok terhadap sepsis, nyeri, hepatomegali dan splenomegali
(Wong, 2009).
2.2.7 Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan gangguan akibat kegagalan sumsum tulang yang
menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi sel-sel darah menurun
atau terhenti. Timbul pansitopenia dan hiposelularitas sumsum. Manifestasi gejala
tergantung beratnya trombositopenia (gejala perdarahan), neutropenia (infeksi
bakteri, demam), dan anemia (pucat, lelah, gagal jantung kongesti, takikardia)
(Betz Cecily & Linda Sowden, 2002).
Anemia aplastik terbagi menjadi primer (kongenital, atau yang telah ada saat
lahir) atau sekunder (didapat). Kelainan anemia yang paling dikenal dengan
anemia aplastik sebagai gambaran yang mencolok adalah syndrom fanconi yang
merupakan kelainan herediter yang langka dengan ditandai oleh pansitopenia,
hipoplasia sumsum tulang dan pembentukan bercak-bercak cokelat pada kulit
yang disebabkan oleh penimbunan melanin dengan disertai anomali kongenital
multipel pada sistem muskuloskeletal dan genitourinarius.
8
2.3 Etiologi
Anemia terjadi karena berbagai sebab, seperti defisiensi besi, defisiensi asam folat,
vitamin B12 dan protein. Secara langsung anemia terutama disebabkan karena
produksi/kualitas sel darah merah yang kurang dan kehilangan darah baik secara akut atau
menahun.Ada 3 penyebab anemia, yaitu:
2.3.1 Defisiensi zat gizi
2.3.1.1 Rendahnya asupan zat gizi baik hewani dan nabati yang merupakan
makanan sumber zat besi yang berperan penting untuk pembuatan
hemoglobin sebagai komponen dari sel darah merah/eritrosit. Zat gizi lain
yang berperan penting dalam pembuatan hemoglobin antara lain asam
folat dan vitamin B12.
2.3.1.2 Pada penderita penyakit infeksi kronis seperti TBC, HIV/AIDS, dan
keganasan seringkali disertai anemia, karena kekurangan asupan zat gizi
atau akibat dari infeksi itu sendiri.
2.3.2 Perdarahan (Loss of blood volume)
2.3.2.1 Perdarahan karena kecacingan dan trauma atau luka yang mengakibatkan
kadar
hemoglobin menurun.
2.3.2.2 Perdarahan karena menstruasi yang lama dan berlebihan.
2.3.3 Hemolitik
2.3.3.1 Perdarahan pada penderita malaria kronis perlu diwaspadai karena terjadi
hemolitik yang mengakibatkan penumpukan zat besi (hemosiderosis) di
organ tubuh, seperti hati dan limpa.
2.3.3.2 Pada penderita Thalasemia, kelainan darah terjadi secara genetik yang
menyebabkan anemia karena sel darah merah/eritrosit cepat pecah,
sehingga mengakibatkan akumulasi zat besi dalam tubuh.
2.5 Patofisiologi
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
sistemretikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil dariproses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal
≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan di dalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar: 1) hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2)
derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya,
seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan
hemoglobinemia.
10
2.6 Pathway
Gambar 2.1 Pathway
Kegagalan produksi
Defisiensi B12, Destruksi SDM
SDM oleh sumsung Perdarahan / hemofilia
asam folat, besi berlebih
tulang
Penurunan SDM
Hb berkurang
Anemia
Suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan
Gangguan
Gastrointestinal Hipoksia SSP
perfusi jaringan
Anoreksia
Konstipasi Intoleransi
aktivitas Resiko infeksi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dr Defisit perawatan
kebutuhan tubuh diri
Sumber: http://www.scribd.com/document/248448707/Pathway-Anemia
11
2.8 Pengkajian
Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara subjektif
(data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan data objektif
(data hasil pengukuran atau observasi). Biasanya data fokus yang didapatkan dari pasien
penderita anemia/keluarga seperti pasien mengatakan lemah, letih dan lesu, pasien
mengatakan nafsu makan menurun, mualdan sering haus. Sementara data objektif akan
ditemukan pasien tampak lemah, berat badan menurun, pasien tidak mau makan/tidak
dapat menghabiskan porsi makan, pasien tampak mual dan muntah, bibir tampak kering
dan pucat, konjungtiva anemis serta anak rewel.
Menurut Muscari (2005) dan Wijaya (2013) penting untuk mengkaji riwayat
kesehatan pasien yang meliputi: 1) keluhan utama/alasan yang menyebabkan pasien pergi
mencari pertolongan profesional kesehatan. Biasanya pada pasien anemia, pasien akan
mengeluh lemah, pusing, adanya pendarahan, kadang-kadang sesak nafas dan penglihatan
kabur; 2) kaji apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien atau di dalam keluarga ada yang menderita penyakit hematologis; 3) anemia juga
bisa disebabkan karena adanya penggunaan sinar-X yang berlebihan, penggunaan obat-
obatan maupun perdarahan. Untuk itu penting dilakukan anamnesa mengenai riwayat
penyakit terdahulu.
Untuk mendapatkan data lanjutan, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan juga
pemeriksaan penunjang pada anak dengan anemia agar dapat mendukung data subjektif
yang diberikan dari pasien maupun keluarga. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan 4 cara
yaitu inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi secara head to toe sehingga dalam
pemeriksaan kepala pada anak dengan anemia didapatkan hasil rambut tampak kering,
12
tipis, mudah putus, wajah tampak pucat, bibir tampak pucat, konjungtiva anemis,
biasanya juga terjadi perdarahan pada gusi dan telinga terasa berdengung. Pada
pemeriksaan leher dan dada ditemukan jugular venous pressure akan melemah, pasien
tampak sesak nafas ditandai dengan respiration rate pada kanak-kanak (5-11 tahun)
berkisar antara 20-30x per menit. Untuk pemeriksaan abdomen akan ditemukan
perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan kadang-kadang splenomegali. Namun untuk
menegakkan diagnosa medis anemia, perlunya dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti
pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan fungsi sumsum tulang.
perlu
6. Defisit pengetahuan berhubungan L.12111 Edukasi Kesehatan (I.12383) :
dengan kurang terpapar dengan Tingkat Pengetahuan : Observasi :
informasi (D.0111) 1. Perilaku sesuai anjuran meningkat 1. Identifikasi keseiapan dan kemampuan
2. Verbalisasi minat dalam belajar menerima informasi
meningkat 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
3. Kemampuan menjelaskan meningkatkan dan menurunkan
pengetahuan tentang suatu topik motivasi perilaku hidup bersih dan
meningkat sehat
4. Perilaku sesuai dengan Terapeutik :
pengetahuan meningkat 1. Sediakan materi dan media pendidikan
5. Pertanyaan tentang masalah yang kesehatan
dihadapi menurun 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan
6. Perilaku membaik sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
1. Jelaskan factor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup
21
sel sabit merupakan tindakan suportif dan simtomatik yang bertujuan untuk
memberi kesempatan tirah baring agar meminimalkan pengeluaran energi dan
pemakaian oksigen, hidrasi melalui terapoi oral dan IV, penggantian elektrolit,
analgesik untuk mengatasi rasa nyeri yanng hebat akibat vaso-oklusi, transfusi
darah untuk mengatasi anemia dan mengurangi viskositas darah yang mengalami
pembentukan sel sabit, antibiotik untuk mengobati setiap infeksi yang terjadi
(Wong, 2009).
2.11.4 Anemia hemolitik
2.11.4.1 Terapi gawat darurat yang dilakukan untuk mengatasi syok dan
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta
memperbaiki fungsi ginjal. Jika anemia berat maka perlu dilakukan
transfusi dengan pengawasan ketat. Transfusi yang diberikan berupa
washed red cells untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu juga
diberikan steroid parenteral dosis tinggi atau bisa juga hiperimun
globulin untuk menekan aktivitas makrofag.
2.11.4.2 Terapi suportif-simptomatik bertujuan untuk menekan proses hemolisis
terutama di limpa dengan jalan splenektomi. Selain itu juga diberikan
terapi asam folat untuk mencegah krisis megaloblastik.
2.11.4.3 Terapi kausal bertujuan untuk mengobati penyebab dari hemolisis
namun biasanya penyakit ini idiopatik dan herediter sehingga sulit
untuk ditangani.
2.11.5 Anemia aplastik
Tujuan terapi anemia aplastik didasarkan pada pengenalan proses penyakit
yang mendasarinya yaitu kegagalan sumsum tulang untuk melaksanakan fungsi
hematopoietik. Oleh karena itu, terapi diarahkan untuk pemulihan fungsi sumsum
tulang yang meliputi dua cara penanganan utama yaitu:
2.11.5.1 Terapi imunsupresif untuk menghilangkan fungsi imunologi yang
diperkirakan memperpanjang keadaan apalasia dengan menggunakan
globulin antitimosit (ATG) atau gobulin antilimfosit (ALG) yaitu
terapi primer bagi anak yang bukan calon untuk transplantasi sumsum
tulang. Anak itu akan berespon dalam tiga bulan atau tidak sama sekali
terhadap terapi ini. Terapi penunjang mencakup pemakaian antibiotik
dan pemberian produk darah.
25
BAB III
STUDI KASUS
2.1 PENGKAJIAN
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama / nama panggilan : An. A
2. Tempat tanggal lahir : Serang, 02 Agustus 2018
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : Belum sekolah
6. Alamat : Cikepuh RT.03/RW.06, Kel. Unyur, Kec. Serang,
Kota Serang, Provinsi Banten
7. Tgl masuk : 21 Februari 2021 Pukul : 03.30 WIB
8. Tgl pengkajian : 21 Februari 2021
9. Diagnosa medis : Anemia
10. Rencana terapi : Rawat inap + tranfusi darah
Keterangan:
: laki-laki sudah meninggal
29
: perempuan
: laki-laki
: pasien
: tinggal satu rumah
KESIMPULAN :
An. A merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara, dan tinggal bersama kedua orang
tuanya.
X. Aktivitas sehari-hari
A. Nutrisi
Tabel 3.4 Pola Makan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Selera makan Baik Menurun
2. Menu makan Nasi, lauk, sayur Sesuai diet dari RS
3. Frekuensi makan 3x sehari dihabiskan 3x sehari, setiap makan
hanya habis 2-3 sendok
4. Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada
5. Pembatasan pola Tidak ada Tidak ada
makan
6. Cara makan Makan sendiri Disuapi
7. Ritual saat makan Sambil menonton TV Sambil menonton TV,
kadang digendong
KESIMPULAN :
An. A mengalami penurunan nafsu makan selama sakit.
B. Cairan
Tabel 3.5 Pola Pemberian Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jenis minuman Susu formula dan air Susu formula dan air
putih putih
2. Frekuensi minum Sufor 4-6 botol (@botol Sufor 3 botol (@botol
180cc), air putih 3-4 180cc), air putih 2 gelas
gelas (@gelas 200cc) (@gelas 200cc)
3. Kebutuhan cairan 1,3 liter per hari 1,4 liter per hari
4. Cara pemenuhan Lewat sufor dan air putih Lewat sufor dan air putih
KESIMPULAN :
Ketika sakit, konsumsi cairan An.A berkurang dari sebelumnya.
C. Eliminasi BAB/BAK
33
D. Istirahat Tidur
Tabel 3.7 pola Istirahat Tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jam tidur
- Siang Jarang tidur siang 1 jam
- Malam 21.00 – 06.00 WIB 21.00-05.00
2. Pola tidur Teratur Tidak teratur
3. Kebiasaan sebelum Berdoa Berdoa
tidur
4. Kesulitan tidur Tidak ada Sesekali terbangun
karena mual, ingin
muntah dan mules
KESIMPULAN :
Selama sakit, An. A mengalami gangguan tidur dari sebelumnya.
E. Olahraga
Table 3.8 Pola Olahraga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
34
F. Personal Hygiene
Tabel 3.9 Pola Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Mandi
- Cara Mandi sendiri, kadang Tidak mau mandi
dimandikan Ibu. dan hanya di lap
pakai waslap dengan
air hangat.
- Frekuensi 2x sehari Sehari sekali
- Alat mandi Sabun cair, shampoo, sikat Waslap, sabun cair,
gigi, pasta gigi pasta gigi, sikat gigi.
2. Cuci rambut
- Frekuensi 2x seminggu Belum keramas
- Cara Dibantu Ibu -
3. Gunting kuku
- Frekuensi Seminggu sekali Belum potong kuku
- Cara Dibantu Ibu -
4. Gosok gigi
- Frekuensi 2x sehari Belum gosok gigi
- Cara Mandiri -
KESIMPULAN :
Selama sakit, An.A mengalami penurunan dan kesulitan dalam personal
hygiene.
H. Rekreasi
Tabel 3.11 Pola Rekreasi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Perasaan saat sekolah Belum sekolah -
2. Waktu luang Bermain bersama teman Berbaring di tempat
tidur, menonton TV
3. Perasaan setelah Senang -
rekreasi
4. Kegiatan hari libur Bermain, menonton TV, Berbaring di tempat
berkumpul bersama tidur
keluarga
KESIMPULAN :
Selama sakit, An.A tidak dapat melakukan kegiatan rekreasi apapun dan
hanya bisa berbaring di tempat tidur sambil sesekali menonton TV.
- Suhu : 36,2oC
- Nadi : 68 x/menit
- Respirasi : 28 x/menit
KESIMPULAN : Nadi An. A di bawah nilai normal (lemah)
C. Antropometri :
- Tinggi badan : 124 cm
- Berat badan : 18 kg saat sakit, 20 kg sebelum sakit
- Lingkar lengan atas : 10 cm
- Lingkar kepala : 50 cm
- Lingkar dada : 60 cm
- Lingkar perut : 68 cm
- Skin fold : tidak terkaji
KESIMPULAN :
An. A mengalami penurunan BB sebanyak 2kg selama sakit
D. System pernafasan :
- Hidung : simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung,
terdapat sekret, tidak ada polip dan tidak ada epitaksis
- Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar/tumor
- Dada :
- Bentuk dada normal
- Gerakan dada simetris, tidak terdapat retraksi, tidak ada otot bantu pernafasan,
- Suara nafas : vesikuler
- Tidak terdapat clubbing finger
KESIMPULAN :
System pernafasan normal/tidak memiliki gangguan.
F. System pencernaan :
- Sklera : tidak ikterik, bibir: pucat
- Mulut : tidak ada stomatitis, lidah tampak kotor, gigi tampak
kotor, kemampuan menelan menurun selama sakit
- Gaster : terdapat kembung dan nyeri, bising usus 8x/menit
- Abdomen : hati : teraba, lien dan ginjal normal
- Anus : sedikit lecet
KESIMPULAN :
An. A mengalami gangguan pencernaan
G. System indra
1. Mata
- Kelopak mata, bulu mata, alis: ada
- Visus (gunakan Snellen card) : tidak terkaji
- Lapang pandang : normal
2. Hidung
- Penciuman : normal
- Tidak terdapat secret
3. Telinga
- Keadaan daun telinga; normal, kanal auditoris; kotor, terdapat serumen
- Fungsi pendengaran : normal
KESIMPULAN :
Pengkajian system indra normal
H. System saraf
1. Fungsi cerebral
a. Status mental : orientasi baik, daya ingat baik, bahasa baik
b. Kesadaran : Eye 4, motoric 6, verbal 5, dengan GCS 15
c. Bicara ekspresif
2. Fungsi cranial : tidak terkaji
3. Fungsi motoric : kekuatan otot normal
4. Fungsi sensorik : normal, berespon terhadap perubahan suhu dan nyeri
5. Fungsi cerebellum : koordinasi baik, keseimbangan baik
38
6. Reflex : normal
7. Iritasi meningen : tidak terkaji
KESIMPULAN :
Fungsi system syaraf pada An.A normal / tidak ada gangguan
I. System musculoskeletal
1. Kepala : bentuk kepala simetris
2. Vertebrae : fungsi gerak normal
3. Pelvis : gaya jalan normal, gerakan normal, ROM aktif
4. Lutut : tidak bengkak, tidak kaku
5. Kaki : tidak ada bengkak, gerakan normal, kemampuan jalan normal
6. Tangan : tidak ada bengkak, gerakan normal, ROM aktif
KESIMPULAN :
Tidak ada kelainan system musculoskeletal
J. System integument
- Rambut : warna hitam, mudah dicabut, rambut tmapk kotor dan lepek
- Kulit : warna; sawo matang, temperature; sedikit dingin,
kelembaban; buruk, tidak terdapat ruam pada kulit
- Kuku : warna; putih pucat, tidak mudah patah, permukaan kuku
kotor
KESIMPULAN :
An. A mengalami gangguan integument
K. System endokrin
- Kelenjar throid : tidak ada pembengkakan
- Ekskresi urine normal
- Suhu tubuh normal
- Tidak ada riwayat air seni dikelilingi semut
KESIMPULAN :
Tidak ada gangguan system endokrin
L. System perkemihan :
- Tidak terdapat oedem
39
M. System reproduksi :
1. Wanita
- Payudara : putting ada, areola mamae berwarna coklat, ukuran normal
anak-anak
- Labia mayora & minora bersih, tidak ada secret dan tidak ada bau
KESIMPULAN :
Tidak ada gangguan system reproduksi
N. System imun
- Tidak terdapat alergi baik debu, makanan dan obat
- Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca : tidak ada
KESIMPULAN :
Tidak ada gangguan system imun
Kanker Trauma
A. Laboratorium
Pemeriksaan sudah dilakukan tiga kali pemeriksaan dengan hasil:
Tabel 3.13 Hasil Laboratorium
21 Februari 2021 22 Februari 2021 23 Februari 2021
(03.27 WIB) (13.00 WIB) (08.30 WIB)
- Hemoglobin 4.9 g/dL - APTT 44,8 detik - Hemoglobin 6.7 g/dL
- Eritrosit 2.23 10^6/uL - Hemoglobin 6,0g/dL - Eritrosit 3.01 10^6/uL
- Hematokrit 15.7% - Eritrosit 2,71 10^6/uL - Hematokrit 21.2%
- Eosonofil 0.0% - Hematokrit 19,0% - Monosit 10.8%
- Neutrofil 74.6% - Eosonofil 0,0% - Neutrofil 0.42 10^3/uL
- Limfosit 17.7% - Neutrofil 73,4% - Limfosit 0.49 10^3/uL
- Trombosit 68 10^3/uL - Trombosit 71 10^3/uL - Trombosit 90 10^3/uL
- Kesimpulan yang
didapat: anemia
normokromik, normositik
ec suspect chronic
disease, trombositopenia
DO:
- Konjungtiva anemis, mukosa
bibir pucat, turgor kulit
menurun
- Rambut mudah dicabut
- Akral dingin, kuku tampak
putih pucat
- Nadi : 68x/menit (lemah)
- Hb : 4,9 gr/dl
2 DS: Defisit nutrisi Faktor psikologis
Keluarga pasien mengatakan,
pasien muntah darah 3x selama di
rumah. Pasien masih mengeluh
lemas dan nafsu makan berkurang.
DO:
- Banyak muntahan 1 liter
(selama 3x muntahan)
- Selama sakit frekuensi makan
menurun, hanya habis 2-3
sendok makan
- Konsumsi cairan menurun
selama sakit
- Kemampuan menelan menurun
43
selama sakit
- BB turun 2kg selama sakit,
BB : 18 kg
- Pemeriksaaan gaster terdapat
kembung dan nyeri
- Skor skrining gizi : 4
3 DS: Defisit perawatan Kelemahan
Selama sakit pasien tidak mau diri: mandi
mandi dan hanya di lap pakai
waslap dengan air hangat.
DO:
- Rambut tampak kotor dan lepek
- Lidah tampak kotor, gigi
tampak kotor
- Kuku kotor dan belum dipotong
- Selama sakit frekunsi mandi 1x
sehari, belum keramas, gosok
gigi dan potong kuku.
4 DS: Ansietas orang tua Krisis situasional
Orangtua pasien merasa cemas dan
khawatir dikarenakan aAn. A
mengalami muntah darah dan BAB
darah dengan frekuensi yang cukup
banyak.
DO:
- Ekspresi wajah orangtua
tampak bingung, khawatir dan
terlihat gelisah
memperbanyak asupan
oral
-Kolaborasi pemberian
cairan
isotonis/hipotonis/produ
k darah.
Senin, 22 3 - Mempersiapkan peralatan S:
Februari mandi pasien Pasien mengatakan
2021 - Mengatur lingkungan yang merasa bersih dan segar
09.00 WIB terapeutik bagi pasien setelah selesai mandi
- Menjaga privasi pasien O:
- Membantu memandikan Pasien tampak bersih,
pasien kulit tidak lengket, kuku
- Memotong kuku pasien tampak pendek dan
bersih.
A:
Masalah defisit
perawatan diri teratasi
sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan :
-Identifikasi jenis
bantuan yang dibutuhkan
-Monitor integritas kulit
-Pertahankan kebiasaan
kebersihan diri
-Berikan bantuan sesuai
tingkat kemandirian
-Ajarkan kepada
keluarga cara
memandikan pasien, jika
perlu
Selasa, 23 2 - Menentukan status nutrisi S:
Februari pasien yaitu gizi kurang Pasien mengatakan tidak
50
A:
Masalah
ketidakefektifan perfusi
jaringan teratasi
sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan :
-Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan
-Monitor intake dan
output
-Anjurkan
memperbanyak asupan
oral
-Kolaborasi pemberian
cairan
isotonis/hipotonis/produ
k darah.
Rabu, 24 1,2 1. Mengobservasi keadaan S:
Februari umum pasien Pasien mengatakan tidak
2021 2. Menimbang berat badan merasa lemas saat ini.
09.30 WIB pasien O:
3. Mengukur nadi pasien Konjungtiva anemis,
4. Mengobservasi asupan bibir pucat, CRT <2
dan haluaran pasien detik, hemoglobin 6,7
5. Memonitor data g/dL, nadi 80x/menit ,
laboratorium pasien suhu 36,60C
A:
-Masalah
ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer teratasi
sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
52
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pengkajian An. A masuk rumah sakit pada tanggal 21 Februari 2021
dengan alasan muntah darah sudah tiga kali dan melena sudah dua kali saat di rumah
pada tanggal 20 Februari 2021. Saat ini An. A mengeluh badan terasa lemas (CRT >2
detik, konjungtiva anemis dan bibir pucat). Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan
data kulit pasien tampak kotor dan lengket, rambut kotor, kuku jari tangan juga panjang
dan kotor. Saat ini pasien juga tidak ada nafsu makan sehingga porsi makan yang
disediakan tidak dapat dihabiskan oleh An. A sehingga dari hasil pengkajian didapatkan
diagnosa utama yang dapat mengancam kehidupan yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer.
dari kebutuhan tubuh dan defisit perawatan diri: mandi dan diagnosa yang dapat
mengganggu tumbuh kembang yaitu kecemasan orang tua oleh karena proses penyakit
yang dialami anaknya, maka dibuat suatu perencanaan keperawatan agar dapat mengatasi
masalah yang dihadapi An. A seperti memberikan produk darah sesuai instruksi dokter
dan juga mengobservasi sumber kehilangan cairan pada pasien, sementara pada diagnosa
yang kedua yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah
menimbang berat badan pasien setiap hari pada waktu yang sama dan juga menganjurkan
pasien untuk mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi. Pada diagnosa yang
ketiga yaitu defisit perawatan diri mandi maka perlu adanya bantuan bagi pasien dalam
memenuhi kebutuhan tersebut. Diagnosa keempat adalah kecemasan orang tua. Untuk
mengatasi masalah kecemasan pada orang tua maka perlu adanya dasar membina
hubungan saling percaya baik dengan pasien maupun keluarga. Implementasi dibuat
54
55
sudah berdasarkan intervensi yang telah ditetapkan sehingga evaluasi pada An. A dapat
teratasi.
4.2 Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada An.A. di ruang Anak
RSUD Kota Serang dan kesimpulan yang telah disusun seperti diatas, maka penulis
memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Dalam pemberian asuhan keperawatan dapat digunakan pendekatan proses
keperawatan anak serta perlu adanya partisipasi keluarga, karena keluarga merupakan
orang terdekat pasien yang tahu perkembangan dan kesehatan pasien.
2. Dalam memberikan tindakan keperawatan tidak harus sesuai dengan apa yang ada
pada teori, akan tetapi harus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien serta
menyesuaikan dengan kebijakan dari rumah sakit.
3. Dalam memberikan asuhan keperawatan setiap pengkajian, diagnosa, perencanaan,
tindakan dan evaluasi perlu di dokumentasikan dengan baik.
56
DAFTAR PUSTAKA