Anda di halaman 1dari 61

PROPOSAL

EFEKTIVITAS PEMBERIAN JAMU BUAH BIT DALAM

PENIGKATAN KADAR HB IBU HAMIL DENGAN

ANEMIAH DI WILAYAH PUSKEMAS

KABERE DESA TAULAN

Disusun Oleh :

SARIDA

A1D120012

PROGRAM STUDIS1 GIZI

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNVERSITAS MEGAREZKY

1
2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan

ProposaL ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul

"HUBUNGAN EFEKTIVITAS PEMBERIAN JAMU BUAH BIT DALAM

PENIGKATAN KADAR HB IBU HAMIL DENGAN ANEMIAH DI WILAYAH

PUSKEMAS KABERE DESA TAULAN.

Diharapkan Proposal ini dapat memberikan nformasi kepada kita semua.

Kami menyadari bahwa Proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan

demi kesempurnaan Proposal ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga

Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Penulis

SARIDA

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………................................................................................... i

KATA PENGANTAR ……………………........................................................... ii

DAFTAR ISI ………………................................................................................. iii

BAB I

PENDAHULUAN …………….............................................................................. 6

A. Latar Belakang Masalah ………….................................................................... 6

B. Rumusan Masalah

……………….....................................................................11

C. Tujuan Penelitian …………………..................................................................11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA..................................................................……………. 12

2.1 ANEMIA......................................................…................ .

…………………..12

A. PEGERTIAN ANEMIAH...........................................................………….....12

B. JEN IS-JENIS ANEMIAH......................................................………………. 14

3
C. PENYEBAB ANEMIAH .........................................................………………17

D. GEJALA ANEMIAH .............................................................………………. 20

E. DAMPAK ANEMIA .............................................................….……………. 21

F. PENCEGAHAN ANEMIA ...................................................….……………. 22

2.2. KEHAMILAN ...................................................................………………....28

A. PEGERTIAN .......................................................................………………. ..28

B. FISIOLOGI ..........................................................................………………...29

C. KEBUTUHAN GIZI IBU HAMIL .....................................………………....32

D. STATUS GIZI IBU HAMIL ..............................................………………....36

E. MASALAH GIZI IBU HAMIL ..........................................………………....40

2.3 MINUMAN TRADISONAL (JAMU)...............................………………... 41

A. DEFINISI JAMU......................................................................…………….. 41

B. MANFAAT JAMU ..............................................................………………. 45

C. EFEK SAMPING JAMU .....................................................………………. 45

4
D. KELEBIHAN DAN KEKURAGAN JAMU ...........................……………. 45

E. SYARAT PEMBUATAN JAMU ...........................................…………….. 46

F. BAHAN PEGAWET PADA JAMU ....................................………………. 46

BAB III

METODE PENELITIAN ................................................................………….. 13

3.1. RANCAGAN PENELITIAN.............................................………………. 47

3.2. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN....................………………. 47

3.3. POPULASI DAN SAMPEL .............................................………………. 47

3.4. DEFINISI OPERASIONAL .............................................………………. 50

3.5. METODE PEGUMPULAN DATA .............................................………. 50

3.6. PEGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA .............………………. 55

DAFTAR PUSTAKA ………………..............................................................60

5
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia

terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita

anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada remaja dan ibu

hamil. Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi, menurut

World Health Organization (WHO) 2013, prevalensi anemia dunia berkisar

4088%. Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di Indonesia sebesar 26,2%

yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan (Kemenkes RI, 2013).

Prevalensi kejadian anemia remaja putri di Asia mencapai 191 juta orang dan

Indonesia berada pada urutan ke-8 dari 11 negara di Asia dengan prevalensi

anemia remaja putri sebanyak 7,5 juta orang pada usia 10-19 tahun (WHO, 2011

dalam Sari, 2020). Menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2014 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil

sebesar 50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10 -18 tahun sebesar

57,1% dan usia 19 -45 tahun sebesar 39,5%. Berdasarkan data Riskesdas tahun

2013, prevalensi anemia di Indonesia mencapai 21,7% dengan penderita anemia

berusia 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4% penderita berusia 15-24 tahun.

6
Penderita anemia dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 23,9% (Kemenkes

RI, 2013).

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi anemia di Indonesia

mencapai 23,7%. Dari kelompok umur 5-14 tahun sebanyak 26,8% dan 32,0%

terdapat pada kelompok umur 15-24 tahun. Sebanyak 84,6% anemia pada ibu

hamil terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun. Proporsi kejadian anemia di

Indonesia lebih tinggi pada perempuan (27,2%) dibandingkan pada laki-laki

(20,3%). Proporsi penderita anemia di perdesaan sebanyak 25,0% dan 22,7% di

perkotaan (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Berdasarkan data Riskesdas tahun

2016 prevalensi anemia pada remaja di Provinsi Bali sebanyak 27,1%

(Kementerian kesehatan RI, 2016). Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa

penderita anemia mengalami peningkatan. Prevalensi anemia dunia berkisar

4088%. Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di Indonesia sebesar 26,2%

yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan (Kemenkes RI, 2013).

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status anemia pada remaja putri yaitu

antara lain pengetahuan tentang anemia pada remaja dan pola konsumsi zat besi

(fe) pada remaja. Faktor pengetahuan seseorang akan berpengaruh sekali terhadap

sikap dan perilaku seseorang dalam pemilihan makanan dan akan berpengaruh

juga terhadap keadaan gizi individu yang bersangkutan termasuk status anemia.

Bedasarkan hasil penelitian yang dilakuakn oleh Paputungan, Kapantow,

& Rattu pada tahun 2016 pada siswi kelas VIII dan IX di SMP N 8 Manado dapat

diperoleh nilai rata-rata asupan zat besi pada siswi SMP Negeri 8 yaitu sebesar

10,99 mg. Nilai ini tentu saja masih berada jauh dibawah nilai asupan zat besi

7
harian yang dianjurkan berdasarkan tabel AKG. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa siswi dengan asupan zat besi yang cukup (≥80% AKG) yaitu 48,6% .

Kekurangan zat besi atau anemia yang berlanjut sampai dewasa dan hingga

perempuan tersebut hamil, dapat menimbulkan risiko terhadap bayinya. Remaja

perempuan yang sudah hamil dan menderita anemia dapat meningkatkan risiko

kelahiran prematur dan melahirkan bayi dengan berat badan rendah. Remaja

perempuan disarankan untuk mengonsumsi suplemen zat besi sebelum hamil.

Suplemen zat besi ini membantu memenuhi kebutuhan zat besi yang makin tinggi

saat kehamilan (Putri et al., 2013). Mengkonsumsi besi dari non pangan juga

dianjurkan yang berasal dari sumber hewani seperti daging, ikan, unggas,

makanan laut disertai minum sari buah yang mengandung vitamin C (asam

askorbat) untuk meningkatkan absorbsi besi dan menghindari atau mengurangi

minum kopi, teh, teh es, minuman ringan yang mengandung karbonat dan minum

susu pada saat makan.

Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah anemia,

pemerintah, keluarga dan masyarakat sangat berperan penting. Upaya pertama

yang dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi besi dari sumber alami

melalui pendidikan atau penyuluhan gizi kepada masyarakat, terutama makanan

sumber hewani yang mudah diserap, juga makanan yang banyak mengandung

vitamin C, dan vitamin A untuk membantu penyerapan besi dan membantu proses

pembentukan hemoglobin. Berdasarkan uraian tentang anemia pada remaja putri

beserta permasalahan yang menyertainya, peneliti tertarik untuk melakukan kajian

8
mengenai status anemia remaja putri, tingkat pengetahuan tentang anemia dan

tingkat konsumsi zat besi (fe).

Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di

negaranegara berkembang. Menurut data dunia prevalensi anemia pada ibu hamil

menunjukkan adanya peningkatan mulai tahun 2012-2016 hingga mencapai

40,1%. Ditahun 2016 di ketahui prevalensi anemia pada ibu hamil di negara China

sebesar 32,4%, India 50,1% dan Thailan 40,2% (World bank, 2016). Namun di

negara Thailand dilaporkan anemia pada ibu hamil mengalami penurunan hingga

mencapai angka dibawah 20% dari tahun 2015-2016 (Pongcharoen, 2017).

Indonesia termasuk salah satu diantaranya yang menyumbang angka yang tidak

kecil yaitu sebesar 42%. Sedangkan menurut Riskesdas tahun 2018 proporsi ibu

hamil yang menderita anemia menjadi 48,9%. Hal ini menjadi bukti bahwa

masalah anemia masih belum menunjukkan perbaikan, bahkan di Indonesia

memperlihatkan adanya peningkatan. Di negara berkembang penyebab anemia

selama kehamilan adalah multifaktor. Infeksi parasit usus, keanekaragaman

makanan, sosial ekonomi yang rendah dan parietas dilaporkan menjadi bagian dari

faktor terjadinya anemia pada ibu hamil (Lebso, Anato, & Loha, 2017).

Selama kehamilan, anemia menjadi salah satu penyebab morbiditas dan

mortalitas yang tinggi sebagaimana dijelaskan oleh Li Lin (2018) bahwa anemia

dapat mengakibatkan terjadinya kelahiran prematur, gangguan hipertensi, berat

lahir rendah. Pengaruh anemia menjadikan ibu dan janin harus menerima

konsekuensi yang bisa saja terjadi diantaranya keguguran, bayi lahir prematur,

bayi lahir dengan berat lahir rendah, perdarhan post partum dan hingga kematian

9
(Getahun, Belachew, & Wolide, 2017) Pemerintah mengeluarkan program

pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) sebagai upaya pencegahan terjadinya

anemia pada wanita usia subur. Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil 1x

setiap hari atau minimal 90 tablet selama hamil, dan pada wanita usia subur 1x

dalam satu minggu dan pada saat menstruasi 1x tiap hari (PERMENKES, 2014).

Bahkan pemerintah juga telah menginstruksikan melalui surat edaran dari

KEMENKES untuk pemberian TTD dengan dosis 1 tablet per minggu sepanjang

tahun diberikan pada remaja putri usia 12-18 tahun dan WUS ditempat kerja baik

menggunakan TTD yang disediakan oleh institusi tempat kerja atau secara

mandiri (KEMENKES, 2016).

Kebutuhan zat besi pada ibu hamil tidak hanya pada trimester pertama

pada kehamilan saja, namun selama kehamilan ibu membutuhkan zat besi untuk

memenuhi kebutuhan janin dan ibu. Selain mengkomsumsi Tablet Tambah Darah,

ibu hamil dapat mengkomsumsi sumber makanan salah satunya adalah dari

kacang-kacangan yang diketahui tinggi akan kandungan zat besi. Sumber

makanan tersebut salah satunya adalah kacang hijau. Kacang hijau telah diketahui

mampu meningkatkan kadar haemoglobin. Hal ini telah dibuktikan dengan

penelitian tentang pemberian kacang hijau pada tikus putih pernah dilakukan oleh

Nagara (2015) dan Maulina (2015) yang dilakukan pada tikus putih dengan hasil

ekstrak kacang hijau dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Oleh karena itu,

penelitian ini akan dilakukan berdasarkan berbagai keterangan dan hasil observasi

terdahulu sebagai upaya aplikatif untuk menindaklanjuti manfaat serta efektifitas

kacang hijau sebagai penambah kadar haemoglobin selama kehamilan dengan

10
mengolah kacang hijau ke dalam bentuk produk ekstrak sari kacang hijau yang

dapat dikonsumsi secara aman oleh ibu hamil.

Dari pemeparan di atas, peneliti ingin mengetahui apakah dengan

mengonsumsi minuman yang di ambil saripatinya akan memiliki dampak yang

baik untuk meningkatkan HB pada ibu hamil.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Peneliti mengangkat beberapa maslaah untuk di kaji dalam penelitian ini, antara

lain?

1. Gambaran kadar HB Ibu Hamil dengan anemiah sebelum diberikan buah

bit

2. Gambaran kadar HB Ibu Hamil dengan anemiah sesudah diberikan buah

bit

3. Keefektifan buah bit dalam kenaikan kadar HB pada Ibu Hamil dengan

anemiah

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan diangkatnya penelitian ini antara lain

1. Mengetahui pengaruh pemberian jamu buah bit terhadap penigkatan

Hemoglobin (HB) pada ibu hamil anemiah

2. Mengetahuii tingkat kadar Hb pada ibu hamil sebelum dan sesudah

diberikan jumu buah bit

11
3. Megetahui karakteristik (meliputi usia, Pritas, Pendidikan, Pekerjaan) ibu

hamil dengan anemiah

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anemia

A. Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana kadarhemoglobin (Hb) dalam

darah lebih rendah dari normal (WHO, 2011, dalam Kemenkes RI, 2018).

Hemoglobin adalah salah satu komponen dalam sel darah merah/eritrosit yang

berfungsi untuk mengikat oksigen dan menghantarkannya ke seluruh sel jaringan

tubuh. Oksigen diperlukan oleh jaringan tubuh untuk melakukan fungsinya.

Kekurangan oksigen dalam jaringan otak dan otot akan menyebabkan gejala

antara lain kurangnya konsentrasi dan kurang bugar dalam melakukan aktivitas.

Hemoglobin dibentuk dari gabungan protein dan zat besi dan membentuk sel

darah merah/eritrosit. Anemia merupakan suatu gejala yang harus dicari

penyebabnya dan penanggulangannya dilakukan sesuai dengan penyebabnya

(Kemenkes RI, 2018).

12
Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan masa hemoglobin

yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi

jaringan tubuh. Anemia dapat diartikan sebagai penurunan kadar hemoglobin

serta hitung eritrosit dan hematokrit dibawah normal. Anemia terjadi akibat

kadar hemoglobin atau ertrosit lebih rendah daripada nilai normal. Anemia

umumnya disebabkan karena ada perdarahan kronik atau malnutrisi (Fajriah,

2016).

Penegakkan diagnosis anemia dilakukan dengan pemeriksaaan

laboratorium kadar hemoglobin/Hb dalam darah dengan menggunakan metode

Cyanmethemoglobin (WHO, 2001, dalam Kemenkes RI, 2018). Hal ini sesuai

dengan Permenkes Nomor 37 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat. Remaja Putri dan WUS menderita

anemia bila kadar hemoglobin darah menunjukkan nilai kurang dari 12 g/dL

(Kemenkes RI, 2018)

Tabel 2.1

Klasifikasi Anemia menurut Kelompok Umur

Non Anemia (g/dL)

Populsi Anemia Ringan Sedang Berat

(g/dL)

Anak 6 – 59 bulan 11.0 atau < 7.0


10.0 – 10.9 7.0 – 9.9
lebih

Anak 5 – 11 tahun 11.5 atau < 8.0


11.0 – 11.4 8.0 – 10.9

13
lebih

Anak 12 – 14 tahun 12.0 atau < 8.0


11.0 – 11.9 8.0 – 10.9
lebih

Wanita tidak hamil 12.0 atau < 8.0


11.0 – 11.9 8.0 – 10.9
(15 tahun keatas) lebih

Wanita hamil 11.0 atau < 7.0


10.0 – 10.9 7.0 – 9.9
lebih

Pria (15 tahun 13.0 atau < 8.0


11.0 – 12.9 8.0 – 10.9
keatas) lebih

Sumber: WHO. 2014. WHA Global Nutrition Targets 2025: Low

Birth Weight Policy Brief. Switzerland.

B. Jenis-jenis Anemia

Menurut Afifah et al (2019), jenis-jenis Anemia terbagi menjadi 5 jenis

antara lain :

1. Anemia gizi besi

Kekurangan pasokan zat gizi besi (Fe) yang merupakan inti

molekul hemoglobin sebagai unsur utama sel darah merah. Akibat

anemia gizi besi terjadi pengecilan ukuran hemoglobin, kandungan

hemoglobin rendah, serta pengurangan jumlah sel darah merah. Anemia

zat besi biasanya ditandai dengan menurunnya kadar Hb total di bawah

nilai normal (hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari

normal (mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu

metabolisme energi yang dapat menurunkan produktivitas.

14
Serum ferritin merupakan petunjuk kadar cadangan besi dalam

tubuh. Pemeriksaan kadar serum ferritin sudah rutin dikerjakan untuk

menentukan diagnosis defisiensi besi, karena terbukti bahwa kadar serum

ferritin sebagai indikator paling dini menurun pada keadaan bila

cadangan besi menurun. Dalam keadaan infeksi kadarnya dipengaruhi,

sehingga dapat mengganggu interpretasi keadaan sesungguhnya.

Pemeriksaan kadar serum feritin terbukti sebagai indikator paling

dini, yaitu menurun pada keadaan cadangan besi tubuh menurun.

Pemeriksaannya dapat dilakukan dengan metode immunoradiometric

assay (IRMA) dan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA).

Ambang batas atau cut off kadar feritin sangat bervariasi bergantung

metode cara memeriksa yang digunakan atau ketentuan hasil penelitian

di suatu wilayah tertentu. Anemia jenis ini yang sering terjadi terutama

pada remaja putri.

2. Anemia gizi vitamin E

Anemia defisiensi vitamin E dapat mengakibatkan integritas

dinding sel darah merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga sangat

sensitif terhadap hemolisis (pecahnya sel darah merah). Karena vitamin E

adalah faktor esensial bagi integritas sel darah merah.

3. Anemia gizi asam folat

Anemia gizi asam folat disebut juga anemia megaloblastik atau

makrositik, dalam hal ini keadaan sel darah merah penderita tidak normal

dengan ciri-ciri bentuknya lebih besar, jumlahnya sedikit dan belum

15
matang. Penyebabnya adalah kekurangan asam folat dan vitamin B12.

Padahal kedua zat itu diperlukan dalam pembentukan nukleoprotein

untuk proses pematangan sel darah merah dalam sumsum tulang

4. Anemia gizi vitamin B12

Anemia ini disebut juga pernicious, keadaan dan gejalanya mirip

dengan anemia gizi asam folat. Namun, anemia jenis ini disertai

gangguan pada sistem alat pencernaan bagian dalam. Pada jenis yang

kronis bisa merusak sel-sel otak dan asam lemak menjadi tidak normal

serta posisinya pada dinding sel jaringan saraf berubah. Dikhawatirkan,

penderita akan mengalami gangguan kejiwaan.

Vitamin ini dikenal sebagai penjaga nafsu makan dan mencegah

terjadinya anemia (kurang darah) dengan membentuk sel darah merah.

Karena peranannya dalam pembentukan sel, defisiensi kobalamin bisa

mengganggu pembentukan sel darah merah, sehingga menimbulkan

berkurangnya jumlah sel darah merah. Akibatnya, terjadi anemia.

Gejalanya meliputi kelelahan, kehilangan nafsu makan, diare, dan

murung. Defisiensi berat B12 potensial menyebabkan bentuk anemia

fatal yang disebut Pernicious anemia.

Kebutuhan tubuh terhadap vitamin B12 sama pentingnya dengan

mineral besi. Vitamin B12 ini bersama-sama besi berfungsi sebagai

bahan pembentukan darah merah. Bahkan kekurangan vitamin ini tidak

hanya memicu anemia, melainkan dapat mengganggu sistem saraf.

Kekurangan vitamin B12 dapat terjadi karena gangguan dari dalam tubuh

16
kita sendiri atau sebab luar. Saluran cerna akan menyerap semua unsur

gizi dalam makanan, termasuk vitamin B12. Kekurangan vitamin B12

seseorang kurang darah (anemia). ditandai dengan diare, lidah yang licin.

Asam folat dapat diperoleh dari daging, sayuran berwarna hijau, dan

susu. Gizi buruk (malnutrisi) merupakan penyebab utamanya.

Anemia jenis ini juga berkaitan dengan pengerutan hati (sirosis).

Sirosis hati menyebabkan cadangan asam folat di dalamnya menjadi

sedikit sekali. Kekurangan asam folat juga dapat menyebabkan gangguan

kepribadian dan hilangnya daya ingat. Gejala-gejalanya hampir sama

dengan gejala kekurangan vitamin B12. Gejala-gejala neurologis lainnya

juga dapat timbul jika sudah parah. Anemia jenis ini erat kaitannya

dengan gizi seseorang. Karenanya, penanganan anemia pun berkaitan

dengan masalah gizi. Konsumsi daging, sayuran hijau, dan susu yang

memadai akan sangat membantu

5. Anemia gizi vitamin B6

Anemia ini disebut juga siderotic, keadaannya mirip dengan

anemia gizi besi, namun bila darahnya diuji secara laboratoris, serum

besinya normal. Kekurangan vitamin B6 akan mengganggu sintesis

(pembentukan) hemoglobin.

C. Penyebab Anemia

Beberapa jenis anemia dapat diakibatkan oleh defisiensi zat besi, infeksi

atau ganguan genetik. Yang paling sering terjadi adalah anemia yang disebabkan

17
oleh kekurangan asupan zat besi. Kehilangan darah yang cukup banyak, seperti

saat menstruasi, kecelakaan dan donor darah berlebihan juga dapat

menghilangkan zat besi dalam tubuh. Wanita yang mengalami menstruasi setiap

bulan berisiko menderita anemia. Kehilangan darah secara perlahan-lahan di

dalam tubuh, seperti ulserasi polip kolon dan kanker kolon juga dapat

menyebabkan anemia (Briawan, 2014).

Selain zat besi, masih ada dua jenis lagi anemia yang sering timbul pada

anak-anak dan remaja. Aplastic anemia terjadi bila sel yang memproduksi

butiran darah merah tidak dapat menjalankan tugasnya. Hal ini dapat terjadi

karena infeksi virus, radiasi, kemoterapi atau obat tertentu. Adapun jenis

berikutnya adalah haemolityc anemia, yang terjadi karena sel darah merah

hancur secara dini, lebih cepat dari kemampuan tubuh untuk memperbaharuinya.

Penyebab anemia jenis ini bermacam-macam, bisa bawaan seperti talasemia atau

sickle cell anemia (Adriani & Wirjatmadi, 2014).

Menurut Dr. Sandra Fikawati, Ahmad Syafiq, Ph.D, Arinda Veretamala

(2017) dalam bukunya yang berjudul Gizi Anak Dan Remaja penyebab anemia

antara lain :

1. Meningkatnya Kebutuhan Zat Besi

Peningkatan kebutuhan zat besi pada massa remaja

memuncak pada usia antara 14-15 tahun untuk perempuan

dan satu sampai dua tahun kemudian pada laki-laki. Setelah

kematangan seksual, terjadi penurunan kebutuhan zat besi,

sehingga terdapat peluang untuk memperbaiki kekurangan

18
zat besi terutama pada remaja laki-laki. Sedangkan pada

remaja perempuan, menstruasi mulai terjadi satu tahun

setelah puncak pertumbuhan dan menyebabkan kebutuhan zat

besi akan tetap tinggi sampai usia reproduktif untuk

mengganti kehilangan zat besi yang terjadi saat

menstruasi.Itulah sebabnya kelompok remaja putri lebih

rentan mengalami anemia dibanding remaja putra.

2. Kurangnya Asupan Zat Besi

Penyebab lain dari anemia gizi besi adalah rendahnya

asupan dan buruknya bioavailabilitas dari zat besi yang

dikonsumsi, yang berlawanan dengan tingginya kebutuhan

zat besi pada masa remaja.

3. Kehamilan pada Usia Remaja

Masih adanya praktik tradisional pernikahan dini di

negara- negara di Asia Tenggara juga berkontribusi terhadap

kejadian anemia gizi besi. Pernikahan dini umunya

berhubungan dengan kehamilan dini, dimana kehamilan

meningkatkan kebutuhan zat besi dan berpengaruh terhadap

semakin parahnya kekurangan zat besi dan anemia gizi besi

yang dialami remaja perempuan.

4. Penyakit Infeksi dan Infeksi Parasit

Sering terjadinya penyakit infeksi dan infeksi parasit

di negara berkembang juga dapat meningkatkan kebutuhan

19
zat besi dan memperbesar peluang terjadinya status gizi

negatif dan anemia gizi besi

5. Sosial-Ekonomi

Tempat tinggal juga dapat berhubungan dengan

kejadian anemia, remaja yang tinggal di wilayah perkotaan

lebih banyak memiliki pilihan dalam menentukan makanan

karena ketersediaannya yang lebih luas di bandingkan

pedesaan. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga

menunjukan bahwa masyarakat pedesaan (22,8%)

lebih banyak mengalami anemia di bandingkan dengan

masyarakat yang tinggal di perkotaan (20,6%).

6. Status Gizi

Juga ditemukan hubungan antara status gizi dengan

kejadian anemia. Remaja dengan status gizi kurus

mempunyai risiko mengalami anemia 1,5 kali dibandingkan

remaja dengan status gizi normal. Hal tersebut juga di

dukung oleh studi yang di lakukan oleh Briawan dan

Hardinsyah (2010) bahwa status gizi normal dan lebih

merupakan faktor protektif anemia.

7. Pengetahuan

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari

pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber,

misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk,

20
petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan

sebagainya. Pengetahuan ini dapat membantu keyakinan

tertentu sehingga seseorang berprilaku sesuai keyakinan

tersebut. Pada beberpa penelitian terkait anemia ditemukan

pula pada mereka yang memiliki pengetahuan yang rendah

terkait anemia.

D. Gejala Anemia

Menurut Natalia Erlina Yuni (2015) dalam bukunya yang berjudul kelainan

darah menyebutkan gejala anemia sebagai berikut : kulit pucat deetak jantung

meningkat, sulit bernafas, kurang tenaga atau cepat lelah, pusing terutama saat

berdiri, sakit kepala, siklus menstruasi tidak menentu, lidah yang bengkak dan

nyeri, kulit mata dan mulut berwarna kuning, limpa atau hati membesar, dan

penyembuhan luka atau jaringan yang terganggu.

Sedangkan menurut Kemenkes RI, 2018 Gejala Anemia yang sering ditemui

pada penderita anemia adalah 5 L (Lesu, Letih, Lemah, Lelah, Lalai), disertai

sakit kepala dan pusing (“kepala muter”), mata berkunang- kunang, mudah

mengantuk, cepat capai serta sulit konsentrasi. Secara klinis penderita anemia

ditandai dengan “pucat” pada muka, kelopak mata, bibir, kulit, kuku dan telapak

tangan.

E. Dampak Anemia

Anemia memiliki dampak buruk pada kesehatan bagi penderitanya, terutama

pada golongan rawan gizi yaitu, anak balita, anak sekolah, remaja, ibu hamil dan

menyusui dan juga pekerja. Menurtut (Fikawati, Syafiq, & Veretamala, 2017)

21
dampak anemia sebagai beritkut :

1) Menurunkan Daya tahan terhadap infeksi

Defisiensi zat besi menyebabkan menurunnya daya

tahan terhadap penyakit infeksi dan meningkatnya kerentanan

mengalami keracunan. Pada populasi yang mengalami

kekurangan zat besi, kematian akibat penyakit infeksi

meningkat karena kurangnya zat besi berdampak pada system

imun.

2) Mengganggu Produktivitas kerja

Selain itu, anemia juga berdampak pada produktivitas

kerja dan juga menyebabkan kelelahan

3) Berdampak saat kehamilan

Anemia yang terjadi pada massa hamil berhubungan

dengan kejadian BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dan

peningkatan risiko kematian ibu dan bayi perinatal. Selama

kehamilan, anemia diasosiasikan dengan peningkatan

kesakitan dan kematian.Anemia tingkat berat diketahui

merupakan faktor risiko kematian ibu.Untuk janinnya sendiri,

anemia selama kehamilan dapat meningkatkan risiko BBLR,

kelahiran prematur, dan defisiensi zat besi serta anemia pada

bayi nantinya.

F. Pencegahan Anemia

22
Anemia dapat dicegah dengan cara :

1) Meningkatkan konsumsi makanan bergizi

2) Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari

bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan

bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-

kacangan, tempe)

3) Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak

mengandung vitamin C (daun katuk, daun singkong, bayam,

jambu, tomat, jeruk dan nenas) sangat bermanfaat untuk

meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus

4) Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan

minum Tablet Tambah Darah (TTD). Mengobati penyakit

yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti:

kecacingan, malaria, dan penyakit TBC.

2. Tablet Tambah Darah (TTD)

1) Pengertian Tablet Tambah Darah (TTD)

Tablet tambah darah adalah suplementasi zat besi yang

mengandung 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat

(sesuai rekomendasi WHO). TTD bila diminum secara teratur

dan sesuai aturan dapat mencegah dan menanggulangi

anemia gizi. Dosis dan cara pemberian TTD pada remaja

putri dianjurkan minum TTD secara rutin dengan dosis 1

tablet setiap minggu dan 1 tablet setiap hari selama masa haid

23
(Depkes RI, 2015). Hal tersebut sejalan dengan penelitian

Joshi dan Gumastha (2013) yang menyatakan bahwa

suplementasi zat besi 1 minggu sekali lebih efektif

dibandingkan dengan suplementasi zat besi 1 hari sekali.

Suplementasi TTD diberikan dengan tujuan

menghindari remaja putri dari resiko anemia. Konsumsi

TTD sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan kepatuhan

remaja putri. Kesadaran merupakan faktor pendukung remaja

putri untuk mengonsumsi secara baik. Namun demikian,

kepatuhan dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor

diantaranya, bentuk tablet, warna, rasa, dan efek samping dari

TTD (nyeri lambung, mual, muntah, konstipasi, dan diare)

(WHO, 2014). Selain itu, tingkat pengetahuan juga

berhubungan dengan kepatuhan mengonsumsi TTD

(Khammarnia, 2015).

2) Pentingnya Tablet Tambah Darah (TTD) Pada Remaja Putri

Menurut Djaeni (2004), remaja putri perlu mengonsumsi

tablet tambah darah karena :

a) Wanita mengalami haid sehingga memerlukan zat besi untuk

mengganti darah yang kering

b) Mengobati remaja yang mengalami anemia

c) Meningkatkan kemampuan belajar, kemampuan kerja dan

kualitas sumber daya manusia serta generasi penerus

24
d) Meningkatkan status gizi dan kesehatan remaja putri

Almatseir (2009) menyatakan bahwa zat besi memiliki

beberapa fungsi, diantaranya :

a) Metabolisme Energi

Didalam setiap sel besi bekerja sama dengan rantai

protein pengangkut elektron, yang berperan dalam langkah-

langkah akhir metabolisme energi. Sebagian besi berada

dalam hemoglobin, yaitu molekul protein mengandung besi

dari sel darah merah dan mioglobin dalam otot. Hemoglobin

dalam darah membawa oksigen dari paru paru keseluruh

jaringan dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh

sel ke paru paru untuk di keluarkan dari tubuh. Mioglobin

berperan sebagai reservoir oksigen, menerima, menyimpan,

dan melepas oksigen di dalam sel sel otot

b) Kemampuan Belajar

Beberapa bagian dari otak mempunyai kadar besi

tinggi yang diperoleh dari dari transport besi yang di

pengaruhi oleh transport

transferin. Kadar besi otak yang kurang pada masa

pertumbuhan tidak dapat dig anti setelah dewasa dan akan

berpengaruh negatife terhadap fungsi otak terutama terhadap

fungsi sistem neurotransmitter. Akibatnya kepekaan reseptor

saraf dopamin berkurang dan dapat berakhir dengan

25
hilangnya reseptor tertentu.

3) Dampak Kekurangan Zat Besi

Kekurangan zat besi secara berkelanjutan dapat

menimbulkan penyakit anemia gizi atau yang di kenal dengan

penyakit kurang darah. Tanda tandanya antara lain: pucat,

lemah, lesu, pusing dan penglihatan sering berkunang

kunang. Anemia gizi besi banyak diderita oleh ibu hamil,

wanita menyusui dan wanita usia subur. Pada umumnya

karena fungsi kodrati, peristiwa kodrati wanita adalah haid,

hamil, melahirkan dan menyusui yang menyebabkan

kebutuhan zat besi relatif tinggi dari pada kelompok lain

(Djaeni, 2004).

4) Aturan Konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD)

Tablet Fe akan efektif sebagai salah satu perbaikan

gizi, apabila di minum sesuai aturan pakai. Aturan pemakain

tablet Fe menurut Gizi Depkes RI (2005) dalam Lestari

(2017) sebagai berikut:

a) Minum satu tablet tambah darah seminggu sekali dan

dianjurkan minum satu tablet per hari setiap hari selama

haid

b) Untuk ibu hamil, minum satu tablet tambah darah setiap

hari paling sedikit selama 90 hari masa kehamilan dan 40

hari setelah melahirkan

26
c) Minum tablet tambah darah dengan air putih, jangan

minum dengan teh, susu, atau kopi karena dapat

menurunkan penyerapan zat besi dalam tubuh sehingga

manfaatnya jadi berkurang

d) Efek samping yang di timbulkan gejala ringan yang tidak

membahayakan seperti perut terasa tidak enak, mual,

susah BAB dan tinja berwarna hitam

e) Untuk mengurangi efek samping, minum tablet tambah

darah setelah makan malam menjelang tidur, akan tetapi

bila setelah minum tablet tambah darah di sertai makan

buah buahan

f) Simpan tablet tambah darah di tempat yang kering,

terhindar dari sinar matahari langsung, jauh dari

jangkauan anak dan setelah di buka harus ditutup

kembali dengan rapat tablet Tambah darah yang sudah

berubah warna sebaiknya tidak di minum (warna asli:

merah darah)

g) Tablet tambah darah tidak menyebabkan tekanan darah

tinggi atau kelebihan darah.

Konsumsi tablet tambah darah (TTD) menurut

Kemenkes RI 2018 untuk meningkatkan penyerapan zat besi

sebaiknya TTD dikonsumsi bersama dengan :

a) Buah-buahan sumber vitamin C (jeruk, pepaya, mangga,

27
jambu bijidan lain-lain)

b) Sumber protein hewani, seperti hati,ikan, unggas dan

daging.

Hindari mengonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD)

bersamaan dengan :

a) Teh dan kopi karena mengandung senyawa fitat dan

tanin yang dapat mengikat zat besi menjadi senyawa

yang kompleks sehingga tidak dapat diserap

b) Tablet Kalsium (kalk) dosis yang tinggi, dapat

menghambat penyerapan zat besi. Susu hewani

umumnya mengandung kalsium dalam jumlah yang

tinggi sehingga dapat menurunkan penyerapan zat besi di

mukosa usus

c) Obat sakit maag yang berfungsi melapisi permukaan

lambung sehingga penyerapan zat besi terhambat.

Penyerapan zat besi akan semakin terhambat jika

menggunakan obat maag yang mengandung kalsium.

Apabila ingin mengonsumsi makanan dan minuman yang

dapat menghambat penyerapan zat besi, sebaiknya dilakukan dua

jam sebelum atau sesudah mengonsumsi TTD.

5) Manfaat Tablet Tambah Darah (TTD)

Menurut Depkes RI dalam Lestari (2017) manfaat Tablet

Tambah Darah (TTD) sebagai berikut :

28
a) Pengganti zat besi yang hilang bersama darah pada

wanita dan remaja putri saat haid

b) Wanita hamil, menyusui, sehingga kebutuhan zat besinya

sangat tinggi yang perlu disediakan sedini mungkin

semenjak remaja

c) Mengobati wanita dan remaja putri yang menderita

anemia

d) Meningkatkan kemampuan belajar, kemampuan kerja

dan kualitas sumber daya manusia seta generasi penerus

e) Meningkatkan status gizi dan kesehatan remaja putri.

2.2. KEHAMILAN

A. Pengertian

Kehamilan adalah periode terpenting dalam proses pembentukan

kualitas sumber daya manusia untuk masa yang akan datang (Mariati,

2015). Masa hamil merupakan masa dimana wanita hamil memerlukan

berbagai unsur gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan jauh

lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang tidak dimasa kehamilan.

Apabila dihitung mulai dari saat fertilisasi sampai bayi lahir, pada

kehamilan yang normal dapat berlangsung selama 38 – 40 minggu

(sekitar 280 hari). Perkiraan menurut kalender sekitar 9 bulan 7 hari

dihitung dari mulai hari pertama haid terakhir.

Seorang wanita dikatakan hamil apabila telah terbukti adanya

29
tanda-tanda kehamilan, seperti adanya gerakan janin di dalam rahim serta

ada denyut jantung. Gerakan janin ini dapat dideteksi dari rabaan, yang

nantinya akan teraba gerakan janin yang dikandungnya. Untuk detak

jantung pada janin didalam kandungan dapat dideteksi dengan cara

didengarkan menggunakan stetooskop, laenec, alat Kardiotografi,

Doppler, dan dengan menggunakan ultrasonografi (USG) (Mardalena

2017 dalam Saragih 2018)

Menurut Siagan L (2010) Saragih (2018) ditinjau dari usia

kehamilannya, dibagi menjadi 3 yaitu :

a) Kehamilan trimester I antara 0 – 12 minggu.

b) Kehamilan trimester II antara 12 – 28 minggu.

c) Kehamilan trimester III antara 28 – 40 minggu.

B. Fisiologi

Fisiologi kehamilan merupakan seluruh proses fungsi tubuh pada

pemeliharaan janin yang ada dalam kandungan yang disebabkan oleh

pembuahan sel telur (ovum) oleh sel sperma, pada saat masa kehamilan

akan terjadi perubahan fisik dan hormon yang sangat drastis.

Perubahan fisiologis pada ibu hamil yaitu :

a. Perubahan sistem reproduksi

Pada sistem reproduksi ibu hamil mengalami terjadinya

pertambahan ukuran pada sel otot rahim (uterus), pada serviks terjadi

pengeluaran mukus endoserviks yang disebabkan karena ada

pengarus progesteron untuk perlindungan terhadap infeksi. Pada

30
vagina terjadi peningkatan vaskularisasi dan jaringan otot mengalami

hipertrofi. Vulva pada pencernaan ibu hamil mengalami peningkatan

vaskularisasi dan warna menjadi lebih gelap. Sedangkan, pada

ovarium dan tuba falopi pada saat hamil terjadi perubahan

berhentinya ovulasi, jaringan epitel mukosa menjadi gepeng, dan tuba

falopi mengalami hipertrofi.

b. Perubahan payudara

Pada masa kehamilan payudara ibu hamil mengalami

perubahan, sejak kehamilan 3 – 4 minggu hingga mulai terbentuknya

kolostrum mulai pada usia kehamilan 16 minggu.

Tabel 1. Perubahan Payudara Selama Kehamilan

Umur Perubahan

Kehamila

(Minggu)

3 – 4 minggu Rasa penuh pada payudara

6 minggu Terjadi pembesaran dan sedikit nyeri

8 minggu Pelebaran pembuluh darah vena di sekitar

mammae

8 minggu Kelenjar montgomery mulai tampak

31
12 minggu Penggelapan di sekitar areola dan puting

16 minggu Kolostrum sudah mulai dikeluarkan

Sumber : Gizi dalam Daur Kehidupan

c. Perubahan sistem pencernaan

Perubahan hormonal serta pertumbuhan uterus pada ibu hamil

pada sistem pencernaan dapat menyebabkan terjadinya konstipasi

yang meningkatkan terjadinya hemorrhoid, penyerapan makanan

pada ibu hamil meningkat, serta perubahan posisi lambung dan usus

akibat perkembangan uterus.

d. Perubahan muskuloskeletal

Terjadinya perubahan postur yang menyebabkan rasa

ketidaknyamanan pada punggung bagian bawah serta terjadinya

peningkatan volume darah, yang bersamaan dengan distensi pada vena

dan tekanan yang terjadi pada uterus dapat menyebabkan oedema pada

kaki ibu saat hamil, vulva, dan saluran anal sehingga berisiko terjadinya

varises venda, dan hemorrhoid (Susilowati & Kuspriyanto, 2016).

C. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

Kebutuhan gizi ibu pada saat hamil dipengaruhi oleh usia,

aktivitas, dan umur kehamilan. Zat gizi maktonutrien terdiri dari energi,

protein, lemak dan karbohidrat. Beberapa fungsi dari zat gizi makro pada

32
saat masa kehamilan ibu yaitu karbohidrat berperan sebagai pemenuhan

energi pada ibu hamil, protein berperan untuk memelihara sel serta

menunjang pertumbuhan janin dalam kandungannya, dan lemak berperan

sebagai cadangan energi ibu pada saat melahirkan (Maharani, 2020).

Berdasarkan penelitian Aruben et al (2017) zat gizi mikronutrien yang

memiliki hubungan erat dengan berat badan lahir rendah (BBLR) ada

beberapa yaitu vitamin D, asam folat, zink, kalsium dan zat besi.

Berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) pada tahun 2013 untuk

memenuhi kecukupan zat gizi ibu selama kehamilan diperlukan adanya

penambahan energi sebanyak 300 kkal/hari, protein sebanyak 20

gram/hari, lemak 10 gram/hari, dan karbohidrat sebanyak 40 gram/hari.

Untuk kebutuhan lemak ibu selama kehamilan dianjurkan tidak lebih dari

25% dari total kalori yang telah dikonsumsi setiap hari (Yulianto &

Mardiana, 2018).

a. Energi

Kebutuhan energi pada ibu hamil yang normal kira-kira

memerlukan tambahan sebanyak 84.000 kalori selama masa kurang lebih

sekitar 280 hari (Astuti, 2019). Pada saat awal kehamilan trimester

pertama kebutuhan energi yang dibutuhkan oleh ibu hamil masih sedikit

dan kebutuhan tersebut akan meningkat pada saat trimester kedua,

karena pada saat

trimester kedua energi digunakan untuk penambahan darah,

perkembangan uterus, pertumbuhan jaringan mamae, dan penimbunan

33
lemak. Sedangkan pada trimester ketiga untuk pertumbuhan janin serta

plasenta menggunakan energi, sehingga apabila asupan energi tidak

seimbang dengan kebutuhan tubuh akan mengakibatkan terjadinya

defisiensi zat gizi (Yulianto & Mardiana, 2018).

b. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber utama yang dicerna oleh tubuh

dan berhubungan dengan glukosa darah dalam tubuh. Asupan karbohidrat

pada ibu hamil harus diperhatikan, agar ibu tersebut tidak mengalami

defisiensi maupun kelebihan karbohidrat. Di masa kehamilannya, tipe

karbohidrat dan indeks glikemik dari diet atau makanan akan mengalami

peningkatan hiperglikemia yang disebabkan karena kondisi patolois atau

ketidakmampuan pada ibu hamil mengatasi resistensi insulin selama

masa kehamilannya (Fitriana, 2017).

c. Protein

Asupan protein pada ibu hamil diperlukan untuk perkembangan

janin di dalam kandungan ibu dan plasenta. Fungsi protein di dalam

tubuh yaitu sebagai energi alternatif terakhir setelah adanya karibohidrat

dan lemak,sebagai zat pembangun dan zat pengatur dalam tubuh. Protein

dapat mengatur proses metabolisme dalam tubuh dalam bentuk enzim

dan hormon dan untuk mekanisme pertahanan tubuh, untuk melawan

macam-macam mikroba atau zat toksik yang masuk ke dalam tubuh,

selain itu juga untuk memelihara sel-sel dalam tubuh dan jaringan dalam

34
tubuh. Jika asupan protein ibu selama kehamilan kurang baik dapat

mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada janin yang dikandungnya

dan dapat mengakibatkan terjadinya berat badan lahir rendah (BBLR)

pada bayinya (Amrang dkk, 2020).

d. Lemak

Kebutuhan asupan lemak dalam sehari sebesar 20- 25% dari total

kebutuhan energi total sehari. Asam lemak esensial sangat penting untuk

ibu hamil karena untuk membantu perkembangan susunan saraf dan sel

otak pada janin. Asupan lemak sebagai sumber tenaga yang vital untuk

pertumbuhan jaringan plasenta dan zat gizi yang penting dikonsumsi oleh

ibu hamil (Yulianto & Mardiana, 2018).

e. Zat Besi (Fe)

Kebutuhan zat besi (Fe) ibu hamil pada saat trimester pertama

kehamilannya hanya sedikit, karena pada saat itu ibu tidak mengalami

menstruasi dan pertumbuhan janin yang dikandungnya masih lambat.

Sedangkan pada saat trimester kedua dalam kehamilannya kebutuhan

zat besi (Fe) semakin meningkat, karena pada saat itu pertumbuhan

janin pada sangat cepat serta janinnya bergerak dengan aktif,

sehingga janin tersebut menghisap serta menelan air ketuban yang

lebih banyak untuk kebutuhan oksigen yang diperlukan, selain itu

35
peningkatan zat besi (Fe) pada ibu hamil berguna untuk mengimbangi

peningkatan produksi eritrosit dan menghindari terjadinya anemia,

terutama pada anemia defisiensi besi (Wiknjosastro, 2009 dalam

penelitian Kristina & Yunamawan, 2018).

Kebutuhan gizi pada saat kehamilan akan meningkat sebesar

15% dibandingkan kebutuhan sebelum hamil. Karena peningkatan

energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan pada janin, untuk pertambahan besarnya organ

kandungan, untuk perubahan komposisi dan metabolisme pada tubuh

ibu hamil, untuk volume darah, serta untuk plasenta dan air ketuban.

Sebesar 40% makanan yang dikonsumsi ibu hamil digunakan untuk

pertumbuhan pada janin yang dikandungnya dan 60% dari

makananyang dikonsumsi ibu hamil digunakan untuk metabolisme

pada ibunya (Aruben, dkk, 2017)

Manfaat asupan makanan yang telah dikonsumsi oleh ibu

hamil yaitu untuk perkembangan dan pertumbuhan janin yang

dikandungnya, untuk mengganti sel-sel tubuh yang telah rusak atau

mati, sebagai sumber tenaga, sebagai pengatur suhu pada tubuh dan

untuk cadangan makanan (Astuti, 2019). Apabila keadaan kesehatan,

asupan gizi dan status gizi ibu hamil baik, maka kesehatan ibu dan

janin yang dikandungnya akan baik. Sedangkan, apabila keadaan

36
kesehatan, asupan gizi, dan status gizi ibu kurang baik (anemia) dapat

menyebabkan terjadinya bayi lahir dengan berat badan kurang dari

normal dan dapat menyebabkan kematian pada janin yang lahir .

Asupan zat besi ibu hamil yang rendah memiliki risiko 4 kali

lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah

(BBLR) jika dibandingkan dengan ibu hamil dengan asupan zat gizi

yang cukup (Retni, 2016). Apabila asupan zat gizi besi pada ibu

hamil tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya defisiensi besi

pada ibu hamil dan dapat meningkatkan risiko bayi yang dilahirkan

mengalami kurang zat gizi besi, yang berdampak buruk untuk

pertumbuhan sel otak pada anak, yang secara konsisten dapat

mengurangi kecerdasan pada anak (Goi, 2012).

D. Status Gizi Ibu Hamil

Status gizi pada ibu hamil selama masa kehamilan

merupakan salah satu faktor yang penting untuk menentukan

pertumbuhan dan perkembangan anak pada saat menjadi janin

didalam kandungan ibu. Status gizi ibu hamil menjadi faktor

penentu utama kualitas sumber daya manusia pada 1000 hari

pertama kehidupannya atau sampai bayi berusia 2 tahun. Status

gizi pada ibu hamil adalah keadaan tubuh seseorang yang

diakibatkan karena adanya konsumsi, penyerapan serta

37
penggunaan zat gizi pada makanan (Tiurma dkk, 2016). Status

gizi yang kurang pada ibu hamil selama masa kehamilannya dapat

mengakibatkan beberapa dampak yang tidak baik untuk ibu

beserta bayi yang dikandungnya, seperti terjadinya bayi lahir

dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (Mariati dkk, 2015).

Karena jumlah status gizi ibu hamil yang banyak diperlukan

untuk pemenuhan gizi pada ibu selama kehamilan dan untuk

perkembangan janin yang didalam kandungannya.

Pengukuran status gizi ibu hamil dapat dilakukan melalui

tinggi badan, indeks masa tubuh (IMT) prahamil, kadar

hemoglobin (Hb) ibu hamil, dan berat badan selama kehamilan.

Pertambahan berat badan ibu pada masa hamil secara langsung

dapat mempengaruhi berat badan lahir pada bayi (Yunamawan &

Kristina 2019).

Berdasarkan antropometri seperti mengukur lingkar lengan

atas (LILA). Jika LILA ibu kurang dari 23,5 cm dapat disebut

KEK (Kurang Energi Kronis). Ibu hamil yang mengalami KEK

(Kurang Energi Kronis) memiliki risiko terjadinya berat badan

lahir rendah (BBLR).

Status gizi ibu hamil dipengaruhi oleh banyak faktor dan

faktor tersebut dapat terjadi sebelum masa kehamilan maupun

selama masa kehamilan. Beberapa indikator pengukuran status

38
gizi ibu hamil yaitu :

a) Kadar hemoglobin (Hb) ibu selama masa kehamilan yang

dapat menunjukkan gambaran kadar hemoglobin (Hb)

dalam darah yang dapat menentukan ibu hamil tersebut

anemia atau tidak.

b) Lingkar lengan atas (LILA) pada ibu hamil yaitu gambaran

pemenuhan gizi masa lalu dari ibu agar dapat menentukan

ibu tersebut mengalami Kurang Energi Kronis (KEK) atau

tidak.

c) Hasil pengukuran berat badan ibu saat hamil yang

digunakan untuk menentukan kenaikan berat badan ibu

selama kehamilan yang dapat dibandingkan dengan Indeks

Massa Tubuh (IMT) ibu sebelum hamil (Ebtanasari, 2018).

Kenaikan berat badan pada ibu hamil menandakan bahwa

masa kehamilan ibu tersebut sehat. Apabila berat badan ibu

pada masa kehamilan sehat dapat menghindarkan terjadinya

berat badan lahir rendah (BBLR) dan dapat mengurangi risiko

terjadinya berbagai penyakit pada anak di masa anak tersebut

telah tumbuh dewasa, seperti penyakit jantung, hipertensi, dan

diabetes mellitus.

Kenaikan berat badan setiap ibu hamil sangat bervariasi,

karena tergantung dengan tinggi badan, berat badan ibu

sebelum hamil, ukuran bayi dan plasenta pada janinnya.

39
Kenaikan berat badan pada

ibu selama kehamilan sekitar 10 – 12,5 kg. Pertambahan berat

badan ibu selama trimester I sekitar 1-2 kg (350 – 400

gram/minggu), trimester II dan II sekitar 0,34 – 0,50

gram/minggu. Pada kenaikan berat badan di trimester II dan II

mengalami kesamaan, akan tetapi penimbunan porsi serta

pertambahan jaringan pada janinnya tidak serentak (Susilowati

& Kuspriyanto, 2015).

Tabel 2. Penambahan Berat Badan selama

Kehamilan yang Dianjurkan Berdasarkan IMT

Sebelum Hamil

Status Gizi IMT Total Penambahan BB

sebelum sebelum Penambahan pada Trimester II &

Hamil Hamil (kg) III

(kg/minggu)

Kurus < 18,5 14 – 20 0,5 (0,5 – 0,65)

Normal 18,5 – 24,9 12,5 – 17,5 0,5 (0,4 – 0,5)

Kegemukan 25,0 – 29,9 7,5 – 12,5 0,3 (0,25 – 0,35)

Obesitas ≥ 30 5,5 - 10 0,25 (0,2 – 0,3)

Sumber : Gizi dalam Daur Kehidupan

Kenaikan yang berlebihan harus dihindari, karena ibu hamil

yang mengalami kenaikan berat badan berlebih mempunyai

risiko lebih tinggi daripada komplikasi yang terkait, seperti

40
diabetes getasional, keguguran, preeklampsia, tromboemboli

dan kematian ibu (Susilowati & Kuspriyanto, 2015).

E. Masalah Gizi Ibu Hamil

Banyak ibu hamil di Indonesia yang mengalami masalah

gizi, khususnya pada masalah gizi kurang yaitu Kurang Energi

Kronis (KEK) dan anemia pada ibu hamil. Kekurangan zat gizi

makro pada ibu hamil dapat mengakibatkan terjadinya ibu

hamil Kurang Energi Kronis (KEK), yang dapat ditandai dari

ukuran lingkar lengan atas (LILA) yang tidak normal yaitu <

23,5 cm. Pada ibu hamil yang mengalami KEK menyebabkan

janin yang dikandungnya mengalami berat badan lahir rendah

(BBLR) dan apabila bayi tersebut bertahan hidup memiliki

risiko mengalami penyakit tidak menular seperti hipertensi,

stroke, penyakit jantung koroner, dan diabetes melitus

(Patimah, dalam Saragih, 2018). Ibu hamil yang memiliki kadar

hemoglobin (Hb) < 11 gr/dL berpontensi mengalami anemia

dalam kehamilan. Jika selama masa hamil ibu mengalami

anemia dapat mengakibatkan terjadinya berat badan lahir

rendah (BBLR), kelahiran bayi prematur, keguguran

padAjanin, partus lama, atonia uteri dan menyebabkan

perdarahan serta syok, yang dapat berujung pada kematian ibu

(Ernawati, 2017).

41
2.3 MINUMAN TRADISIONAL HERBAL (JAMU)

A. Definisi jamu

Bagi penduduk indonesia, penggunaan berbagai macam jenis

tumbuhan sebagai bahan ramuan untuk obat tradisional bukan merupakan

hal baru. Baik dalam bentuk jamu yang terdiri dari berbagai jenis, maupun

yang bahan bakunya terdiri dari satu jenis. Hal itu telah berlaku sejak lama

dan terus berlangsung serta diwariskan kepada generasi berikutnya secara

turun-menurun (Santoso, 2000). Krisis ekonomi mulai melanda indonesia

sejak tahun 1997, yaitu saat harga obat- obatan kimiawi semakin

meningkat. Oleh sebab itu, penggunaan tanaman obat salah satunya

sebagai pembuatan jamu untuk mengobati penyakit dapat menjadi

alternatif yang relatif murah dibandingkan dengan obat kimia, selain itu

juga kepraktisan dan murahnya obat tradisional juga memiliki efek

samping yang lebih sedikit dibandingkan obat modern, sehingga orang

indonesia suka mengkonsumsi jamu tradisional (Duryatmo, 2003).

Gambar 2.1 serbuk jamu (Anonim, 2000)

Obat modern adalah obat yang dibuat dengan cara menggunakan

42
teknologi mesin. Obat jenis ini biasanya di produksi di perusahaan-

perusahaan farmasi dengan bahan kimia dan mempunyai satu keunggulan

dengan obat tradisional, yaitu lebih higienis dan steril. Obat modern yang

seringkali kita konsumsi, yakni panadol, ultra flu, mixagrip yang sudah

banyak dijual bebas di pasaran (Anne, 2011).

Obat tradisional adalah bahan atau racikan bahan yang berupa

bahan dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran dari

bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk

pengobatan berdasarkan pengalaman (Permenkes RI No. 007 tahun 2012

tentang registrasi obat tradisional). Obat tradisonal memiliki bentuk

sediaan bervariasi, dapat berupa serbuk, kapsul, tablet, cair, pil, dll, yang

ditujukan untuk pengobatan. Obat tradisional biasa disebut sebagai jamu

tradisional (Bhowmik, 2009).

Pada jamu tradisional memiliki beberapa bentuk sediaan yaitu

serbuk, kapsul, tablet, larutan ataupun pil. Berdasarkan cara pembuatannya

bentuk sediaan serbuk dikenal dengan istilah jamu seduh. Bentuk sediaan

serbuk memerlukan proses penyeduhan dengan air panas tanpa proses

pemasakan (Trubus, 2010). Pada sediaan serbuk berupa butiran

homogen dengan derajat halus yang cocok lalu dikeringkan dengan suhu

tidak lebih dari 50o C, bahan bakunya berupa simplisa, sediaan galenik

atau campuran (Dirjen POM, 1999).


Simplisa Obat Keterangan
Tabel 2.1 Simplisa Obat
Kulit (cortex) Kortek adalah kulit bagian terluar dari tanaman tingkat tinggi

43
yang berkayu.

Kayu Simplisia kayu merupakan pemanfaatan bagian dari batang

(lignum) atau cabang.

Daun (folium) Folium merupakan jenis simplisia yang paling umum

digunakan sebagai bahan baku ramuan obat tradisional

maupun minyak atsiri.

Herba Simplisia herba pada umumnya berupa produk tanaman obat

dari jenis herba yang bersifat herbaceous.

Bunga (flos) Bunga sebagai simplisia dapat berupa bunga tungga atau

majemuk, bagian bunga majemuk serta komponen penyusun

bunga.

Akar (radix) Akar tanaman yang sering dimanfaatkan untuk bahan obat

dapat berasal dari jenis tanaman yang umumnya berbatang

lunak dan memiliki kandungan air yang tinggi.

Umbi Bulbus atau bulbi adalah produk berupa potongan rajangan

(bulbus) umbi lapis, umbi akar, atau umbi batang. Bentuk ukuran umbi

bermacam-macam tergantung dari jenis tanamannya.

Rimpang Rhizoma atau rimpang adalah produk tanaman obat berupa

(rhizoma) potongan-potongan atau irisan rimpang.

Buah Simplisia buah ada yang lunak dan ada pula yang keras. Buah

(fructus) yang lunak akan menghasilkan simplisia dengan bentuk dan

warna yang sangat berbeda, khususnya bila buah masih

dalam keadaan segar.

44
Kulit buah Sama halnya dengan simplisia buah, simplisia kulit buah pun

(perikarpium) ada yang lunak, keras bahkan adapula yang ulet dengan

bentuk bervariasi.

Biji (semen) Semen (biji-bijian) diambil dari buah yang telah masak

sehingga umumnya sangat keras. Bentuk dan ukuran simplisia

biji pun bermacam- macam tergantung dari jenis tanaman.

45
B. Manfaat Jamu

Jamu memiliki berbagai macam manfaat yang sangat

menguntungkan kesehatan tubuh manusia, diantaranya: Menjaga

kebugaran tubuh, menjaga kecantikan ,mencegah Penyakit ,mengobati

Penyakit.

C. Efek Samping Jamu

Jamu dapat dikatakan juga berbahaya bagi kesehatan dan bahaya

yang ditimbulkan pada jamu bersifat akumulatif. Hal ini dapat terjadi

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Digunakan secara terus -

menerus atau sembarangan, digunakan dalam jumlah yang berlebihan /

dosis berlebih, salah mengonsumsi jamu atau mengonsumsi jamu palsu

(bercampur dengan obat sintetik) ( Yuliarti, 2008)

D. Kelebihan dan Kekurangan Jamu

Jamu memang memiliki kelebihan dibandingkan dengan obat –

obatan kimia atau yang kita kenal dengan obat apotik. Namun demikian

jamu juga memiliki kekurangan. Karena itu sebelum mengonsumsi jamu

hendaknya kita memahami segala kelebihan dan kekurangan jamu dengan

baik.

Kelebihan jamu diantaranya adalah, harganya relatif murah, dapat

terjangkau seluruh lapisan masyarakat, tersedia di alam sekitar kita,

kandungan kimia di dalam jamu formulasinya lebih ringan dibandingkan

obat, sintetis, dapat dikonsumsi sehari-hari karena kandungannya

46
mengandung bahan alami.

Kekurangan jamu diantaranya adalah, Efek yang dirasakan tidak

dapat secara spontan, belum ada standarisasi yang baku terhadap jamu

dalam segi keamanan, penelitian tentang jamu yang belum banyak

dilakukan maka dosis tepat, sediaan jamu belum dapat dipastikan dengan

jelas.

E. Syarat Pembuatan Jamu

Syarat pembuatan jamu yaitu, Kadar air tidak lebih dari 10%. Ini

untuk mencegah berkembang biaknya bakteri, kapang dan khamir (ragi),

jumlah kapang dan khamir tidak lebih dari 10.000, jumlah bakteri non-

patogen tidak lebih dari

1.000.000, bebas dari bakteri patogen seperti Salmonella, jamu berbentuk

pil atau tablet, daya hancur tidak lebih dari 15 menit (menurut farmakope

indonesia). Toleransi sampai 45 menit, Tidak boleh tercemar bahan kimia

(Santoso, 2006).

F. Bahan Pengawet Pada Jamu

Bahan tambahan berupa pengawet yang tidak lebih dari 0,1%.

Pengawet yang diperbolehkan (Depkes R.I, 1994) yaitu: Metil p – hidroksi

benzoat (Nipagin), Propil p–hidroksi benzoat (Nipasol), Asam sorbat atau

garamnya, Garam Natrium benzoat dalam suasana asam, Pengawet lain

yang disetujui.

47
BAB 3
METODE ENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian yang bersifat

deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode teknik survey

yang bertujuan untuk menganalisis tingkat pengetahuan dan sikap

penggunaan masyarakat terhadap obat tradisional (jamu). Teknik

survey merupakan suatu teknik pengumpulan informasi data yang

didapatkan dengan cara menyusun daftar pertanyaan melalui

kuisioner yang akan diajukan pada responden dalam bentuk sampel

dan populasi(Sugiono dalam Alfi, 2019).

3.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

3.2.1 Waktu Pelaksanaan

Waktu Penelitian ini dimulai pada bulan Desember 2023

– Maret 2024 dan pengambilan data dalam penelitian ini

dimulai dari survey yang disebar melalui kuisioner pada bulan

Januari 2024.

3.2.2 Tempat Pelaksanaan

Tempat penelitian ini dilakukan di Desa Taulan

Kec.Cendana Kab.Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan pada

masyarakat yang pernah mengonsumsi obat tradisional jamu.

48
3.3 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah yang terdiri dari

keseluruhan subjek yang akan ditetapkan oleh peneliti dengan

tujuan untuk melakukan penelitian. Populasi dalam penelitian

ini adalah masyarakat yang berada di Desa Taulan

Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi

Selatan pada masyarakat yang pernah mengonsumsi obat

tradisional Jamu.

3.2.2 Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 40

responden yang diambil menggunakan teknik (Purposive

sampling). Purposive sampling merupakan Teknik penambilan

sampel dengan menentukan kriteria tertentu (Sugiono dalam

Mukhsin., dkk 2017). Pengambilan sampel dihitung dari

jumlah populasi (total sampling) dari keseluruhan masyarakat

di Desa Taulan Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang

Provinsi Sulawesi Selatan pada masyarakat yang pernah

mengonsumsi obat tradisional jamu. Adapun kriteria inklusi

dan ekslusi dalam pengambilan sampel sebagai berikut

(Notoatmodjo dalam Puspita 2019) :

1. Kriteria inklusi:

a. Masyarakat Desa Taulan yang berusia 20-30 tahun

49
b. Masyarakat yang pernah atau sedang menggunakan

obat tradisional (Jamu).

c. Masyarakat yang bersedia mengisi kuisioner dengan

lengkap dibuktikan dengan informed consent.

d. Responden yang bisa membaca

e. Responden yang bisa menulis

2. Kriteria eksklusi sebagai berikut :

a. Masyarakat Desa Taulan yang berusia 2 0 - 3 0 tahun

yang tidak pernah menggunakan obat tradisional

b. Responden yang tidak bisa membaca

Besar sampel yang di ambil dalam penlitian ini salah

satu metode yang dapat di gunakan untuk menentukan jumlah

sampel dengan menggunakan Rumus Slovin (Sevilla,

2007)sebagai berikut:

𝑛=
1 + 𝑁𝑒2

4744

𝑛=

1 + 4744 (0,1)²

50
Keterangan:

n = Besar Sampel N = Besar Populasi𝑛 = 97,9 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛

e = Batas Tolerasi Kesalahan (error tolerance) =0,01. Maka dapat

dibuat perhitungan n = 97,9 dibulatkan menjadi 98 responden

Dalam penelitian ini besar sampel yang dibutuhkan peneliti yaitu

sebanyak 98 orang responden yang harus dilakukan penelitian.

3.4 Definisi Operasional

1. Faktor sosiodemografi merupakan faktor terkait karakterisitik

masyarakat di Desa Taulan meliputi jenis kelamin, usia, pekerjaan,

penghasilan, tingkat pendidikan.

2. Pengetahuan adalah segala hal yang diketahui oleh masyarakat

Desa Taulan terkait pemahaman penggunaan obat tradisional

(jamu).

3. Sikap Penggunaanadalah hal yang diyakini kebenaran atau

kesalahannya oleh masyarakat Desa Taulan. Pada variabel tingkat

sikap penggunaan masyarakat dilihat dengan menggunakan skala

likert dengan score 1-5 (Budiaji, 2013).

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam proses

penelitian ini menggunakan metode observasi dengan cara

menyebarkan kuisioner (angket) kepada responden yang

51
berisikan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan

masyarakat dalam penggunaan obat tradisional (jamu) yang

disebarkan di Desa Taulan. Metode observasi dengan

menggunakan kuisioner yaitu

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan

mencatat jawaban dari responden yang dibuatkan dalam bentuk

kuisioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang telah

ditentukan. Instrumen penelitian merupakan suatu alat atau

fasilitas yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data

yang diperoleh agar lebih mudah diolah. Dalam penelitian ini

menggunakan kuisioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

yang berisi indikator yang dapat menjelaskan setiap variabel.

Dalam kuisioner terdapat 3 pengisian yaitu data diri responden,

pengisian kuisioner pengetahuan masyarakat dengan menjawab

iya dan tidak, dan sikap penggunaan obat tradisional dengan

menggunakan skla likert (Sugiyono, 2015).

3.5.2 Instrumen Penelitian

Menurut Muhidin dan Abdurahman (2017), Instrumen

merupakan alat bantu yang dipilih peneliti dalam pengumpulan

data – data agar lebih sistematis dan mudah diperoleh sehingga

hasil pengukuran dapat dipercaya. Dalam penelitian ini

menggunakan instrument berupa kuisioner yang terdiri dari

berberapa pertanyaan yang berisi indikator yang akan dijawab

52
oleh responden di Desa Taulan.

Kuisoner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

kuisioner yang valid dibuktikan dengan uji validitas dan uji

realibilitas. Bentuk pertanyaannya terdiri dari beberapa tipe

pertanyaan meliputi data diri responden,kuisioner tingkat

pengetahuan dengan menjawab iya dan tidakyang mengacu

pada skala guttman serta kuisioner mengenai sikap penggunaan

obat tradisional yang berupa pertanyaan setuju atau tidak setuju

dengan skala likert 1-5(Budiaji, 2013).

3.5.3 Uji Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang telah

disusun oleh peneliti harus dilakukan pengujian terlebih dahulu.

Dalam instrumen penelitian ini terdapat 2 uji meliputi uji

validitas dan uji reliabilitas.

3.5.3.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk membuktikan tingkat

keshahihan dari instrumen penelitian yang digunakan agar

diperoleh instrumen yang valid. Uji validitas ini

menggunakan responden sebanyak 30 orang. Kuisoner

tersebut akan diberikan nilai sesuai dengan yang telah

ditetapkan berdasrakan indikator yang telah dibuat oleh

53
peneliti. Uji validitas akan di uji menggunakan SPSS.

Kuesioner dikatakan valid apabila nilai corrected item total

(r hitung) > nilai r tabel (0,361) pada α =5% (Dahlan M.S,

2011; Dominica dkk., 2016).

Berikut adalah kuisioner yang telah dinyatakan valid

Tabel 3.1 Hasil Uji Validasi Kuisioner Tingkat

Pengetahuan

Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan

P1 0,466 0,361 Valid

P2 0,466 0,361 Valid

P3 0,524 0,361 Valid

P4 0,592 0,361 Valid

P5 0,422 0,361 Valid

Tabel 3.2 Hasil Uji Validasi Kuisioner Sikap

Penggunaan

Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan

P1 0,798 0,361 Valid

P2 0,771 0,361 Valid

P3 0,525 0,361 Valid

P4 0,795 0,361 Valid

P5 0,628 0,361 Valid

54
P6 0,550 0,361 Valid

P7 0,670 0,361 Valid

P8 0,534 0,361 Valid

P9 0,575 0,361 Valid

P10 0,701 0,361 Valid

Dari Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 dapat diketahui apabila

nilai corrected item total (r hitung) > nilai r tabel (0,361),

maka pertanyaan tersebut dapat dinyatakan valid. Dalam hal

ini r tabel dengan n = 30 dan α = 0,05 adalah 0,361. Dari uji

validasi bisa diambil kesimpulan bahwa keseluruhan

pertanyaan pada kuisioner

yang telah mengadopsi milik (Puspita, 2019) dan ada

penyesuaian berberapa point dari peneliti dinyatakan valid.

3.5.3.2 Uji Reliabilitas

Setelah Peneliti melakukan uji validitas, maka

selanjutnya dilakukan uji reliabilitas.Uji reliabilitas

digunakan untuk melihat sejauh mana suatu instrumen dapat

dipercaya dan digunakan. Uji reliabilitas menggunakan

perhitungan nilai Cronbach’s Alpha. Jika nilai Cronbach’s

55
Alpha lebih besar dari 0,600 maka kuisioner dapat

dinyatakan reliabel (Dahlan M.S dalam Puspita, 2019).

Tabel 3.3 Hasil Uji Realibiltas Kuisioner

Pertanyaan nilai Pembanding Keterangan

Cronbach’s

Alpha

Tingkat 0,655 0,600 Reliabel

Pengetahuan

Sikap 0,761 0,600 Reliabel

Penggunaan

Menurut (Dahlan M.S dalam Puspita, 2019) kuisioner

dapat dinyatakan reliable bila nilai Cronbach’s Alpha lebih

besar dari 0,600. Dari tabel 3.3 dapat diketahui bahwa nilai

realibilitas pada tingkat pengetahuan yaitu 0,655 > 0,600 dan

sikap penggunaan yaitu 0,761 > 0,600. Maka hasil tersebut

menyatakan bahwa seluruh kategori pertanyan kuisioner

reliable/ konsisten.

3.6 Pengolahan Data Dan Analisis Data

3.6.1 Pengelohan Data

Pengolahan data dengan cara keseluruhan data yang

56
terkumpul ditotal, dibentuk tabel dan di buat hasil presentase

dari tiap jawaban responden kemudian dideskripsikan. Sehingga

bisa diketahui hasil dari tingkat pengetahuan penggunaan obat

tradisional (Jamu) oleh masyarakat Desa Taulan.

3.6.2 Analisis Data

Analisis Data diperoleh dari hasiljumlah keseluruhan

responden dan jumlah presentase yang didapatkan dari jawaban

responden. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini

yang bersifat deskriptif kuantitatif kemudian data yang

diperoleh di bentuk tabel, ditotal dan dibuat hasil presentase.

Data Diri Responden dengan meliputi jenis kelamin, umur,

pekerjaan, status Pendidikan dan penghasilan. Indikator data

P = f x 100%
n

responden dihitung presentasenya menggunakan rumus (Alfi,

2019):

Keterangan:

P = Persentase

f = Karakteristik Responden

(Frekuensi) n= Jumlah Total

Responden

Tingkat pengetahuan masyarakat akan dihitung dari

57

f
persentase jawaban benar dan salah pada kuisioner

menggunakan skala guttman. Skala guttman menggunakan

pilihan jawaban iya dan tidak. Nilai 1 diberikan untuk jawaban

benar dan nilai 0 untuk jawaban salah.Tiap kategori dihitung

persentasenya dengan rumus berikut (Oktaviana dkk., 2017):

Keterangan:

P = Persentase

f = Frekuensi Jawaban

n = Jumlah sampel yang diambil

Kategori pengetahuan dibagi sebagai berikut

(Purnamasari dkk.,2015) :

Tabel 3.4 Kriteria Skor Pengetahuan

Kriteria Skor

Buruk Kurang dari 56%

Sedang 56-75%

Baik 76-100%

Pada penelitian tingkat sikap penggunaan obat tradisional ini

menggunakan skala likert. Apabila ingin mendapatkan jawaban

yang asli bila menjawab kriteria berikut (Sugiono dalam

58
rosmeilina, 2018):

SS =Sangat Setuju (Point 5)

S = Setuju (Point 4)

CS = Cukup Setuju (Point 3)

TS = Tidak Setuju

(Point 2) STS = Sangat Tidak

Setuju

(Point 1)

Skroning dapat dihitung dengan

rumus:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑑𝑖𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖


𝑆𝑘𝑜𝑟 = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

Keterangan kriteria interpretasi skor sebagai

berikut(Ayuningtyas, 2017) :

59
Tabel 3.5 Kriteria Skor Sikap Penggunaan

Kriteria Skor

Sangat Tidak Setuju/Sangat Buruk 0% - 19,99 %

Tidak Setuju /Kurang Baik 20% -39,99 %

Cukup Setuju/Netral 40% - 59,99%

Setuju/Baik 60% -79,99%

Sangat setuju/ Sangat Baik 80% - 100%

60
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang

Kemenkes Ri

Putri, A. D., Sudiarso., dan T. Islami. 2013. Pengaruh Komposisi Media Tanam

Nizmah Fajriah, Nuniek. dkk. 2016.Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang

Anemia Pada Remaja Putri. Jurnal Ilmu Kesehatan. Vol. IX(1), 2016.

61

Anda mungkin juga menyukai