Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“ KASUS KEPERAWATAN : ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


DENGAN DIARE”

Dosen Pengampu : Ria Andriani, M.kep.,Sp.Kep.,An

Mata Kuliah : Keperawatan Anak I

Disusun Oleh :

Agnes Yuliandra

(1932311004)

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah dengan judul
“Kasus Keperawatan anak dengan Diare ” ini bisa bermanfaat.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, 5 Mei 2021

Penyusun
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4

A. Latar Belakang .......................................................................................................... 4


B. Tujuan........................................................................................................................ 6
C. Manfaat...................................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 7
A. Konsep Dasar Diagnosis Medis .............................................................................. 7
1. Pengertian ...................................................................................................................... 7
2. Etiologi........................................................................................................................... 7
3. Anatomi Fisiologi ........................................................................................................ 10
4. Patofisiologi ................................................................................................................. 13
5. Tanda Dan Gejala ........................................................................................................ 16
6. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................... 17
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ....................................................................... 17
1. Proses Keperawatn ....................................................................................................... 17
2. Dampak terhadap pemenuhan kebutuhan dasar ........................................................... 18
3. Skill keperawatan terkait kasus .................................................................................... 18
4. Srudi literature Review ................................................................................................ 19
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................................ 20
1. Kasus ........................................................................................................................... 20
2. Pengkajian .................................................................................................................... 20
3. Diagnose ...................................................................................................................... 21
4. Intervensi...................................................................................................................... 21
5. Implementasi ................................................................................................................ 23
6. Evaluasi ....................................................................................................................... 25
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 27

A. KESIMPULAN ........................................................................................................ 27
B. SARAN .................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 29
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, diare merupakan penyakit kematian nomor 2 pada anak usia


dibawah 5 tahun. Angka kematian balita ( AKBA ) merupakan salah satu indicator
kesehatan yang dinilai paling peka dan telah disepakati secara nasional sebagai ukuran
derajat kesehatan suatu wilayah. Seacra nasional, target SDG untuk menurunkan angka
kematian Balita di Indonesia dalam kurun waktu 2015-2030 menjadi per 1000 kelahiran
hidup. Pada tahun 2016, AKBA di Indonesia tercatat 26 per 1000 kelahiran hidup.
Diare saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada
masyarakat. Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di
berbagai negara (Widoyono, 2011). Diare dapat menyerang semua kelompok usia
terutama pada anak. Anak lebih rentan mengalami diare, karena sistem pertahanan tubuh
anak belum sempurna (Soedjas, 2011).

World Health Organizatin (WHO) (2012), menyatakan bahwa diare merupakan


10 penyakit penyebab utama kematian. Tahun 2012 terjadi 1,5 juta kematian akibat diare.
Sepanjang tahun 2012, terdapat sekitar
5 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupan. Kematian tersebut disebabkan
karena pneumonia (18%), komplikasi kelahiran preterm (14%) dan diare (12%).
Diare merupakan penyakit umum yang masih menjadi masalah kesehatan utama
pada anak terutama pada balita di berbagai negara-negara terutama di negara
berkembang. Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer dan
cair (Suriadi & Yuliana, 2006). Diare adalah penyakit yang ditandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan
konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2005).
Penderita diare paling sering menyerang anak dibawah lima tahun (balita).
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2009
menyatakan bahwa lebih dari sepertiga kematian anak secara global disebabkan karena
diare sebanyak 35%. United Nations International Children’s Emergensy Fund (UNICEF)
memperkirakan bahwa secara global diare menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk
setiap tahun (Herman, 2009). Beban global diare pada tahun 2011 adalah 9,00% balita
meninggal dan 1,0% untuk kematian neonatus.
Di Indonesia diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada
balita setelah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Sampai saat ini penyakit diare
masih menjadi masalah masyarakat Indonesia. Prevalensi diare pada balita di Indonesia
juga mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
menunjukkan keseluruhan 14% anak balita mengalami diare. Prevalensi diare tertinggi
terjadi pada anak dengan umur 6-35 bulan, karena pada umur sekitar 6 bulan anak sudah
tidak mendapatkan air susu ibu. Prevalensi diare berdasarkan jenis kelamin tercatat
sebanyak 8.327 penderita laki laki, dan 8054 penderita perempuan.
Komplikasi yang dapat muncul pada penderita diare bila tidak segera ditangani
dengan benar dapat terjadi Dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau
hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia,hipoglikemia, intolerasni sekunder akibat
kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktase, terjadi kejang pada dehidrasi
hipertonik. Selanjutnya dapat terjadi malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare
(Ngastiyah, 2005).
Diare merupakan masalah pada anak-anak diseluruh dunia. Dehidrasi
ketidakseimbangan elektrolit pada penderita diare sering disebabkan oleh diare itu
sendiri dan muntah. Diare disebabkan oleh virus bersifat self limiting. Aspek terpenting
yang harus diperhatikan pada diare adalah mencegah terjadinya dehidrasi dan asupan
nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare.
Angka rawat inap penderita diare di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan
dengan negara maju. Amerika Serikat, angka rawat inap 9 per 1000 pertahun, untuk anak
umur dibawah 5 tahun. Inggris dan Australia, angka rawat inap 12-15 per 1000 pertahun dan
China angka rawat inap 26 per 1000 pertahun (Chow dkk., 2010). Enam juta anak meninggal
setiap tahun karena diare, sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang.
Sebagai gambaran 17% anak meninggal di dunia karena diare. Berdasarkan Riskesdas
2007, diare merupakan penyebab kematian bayi terbanyak yaitu 42% dan 25,2% umur 1-4
tahun (Subagyo dan Santoso, 2010).
Penyakit saluran pencernaan seperti diare masih cukup tinggi ditemukan di Provinsi
Bali. Pada tahun 2014 diperkirakan jumlah kasus diare sekitar 87.845 meningkat
dibandingkan dengan tahun 2013 diperkirakan jumlah kasus diare sekitar 86.493 kasus.
Sementara kasus diare yang tertangani sebanyak 69.817 kasus (79,5%), dan angka
kesakitan diare 214 per 1000 penduduk. (Profil Kesehatan Propinsi Bali, 2014).
Komplikasi utama diare cair akut adalah kekurangan cairan (dehidrasi). Derajat
dehidrasi dibagi menjadi tiga. Pertama, tanpa dehidrasi dengan gejala keadaan umum baik
dan sadar, mata normal, minum biasa dan tanpa rasa haus, turgor kulit kembali cepat serta
perkiraan kehilangan cairan <5%. Kedua, diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang
dengan gejala keadaan umum gelisah, mata cekung, rasa haus dan ingin minum banyak,
turgor kembali lambat dan perkirakan kehilangan cairan 5-10%. Ketiga, diare akut dengan
dehidrasi berat dengan gejala keadaan umum lesu, lunglai atau tidak sadar, mata sangat
cekung, malas minum atau tidak bisa minum, turgor kulit kembali sangat lambat, perkiraan
kehilangan cairan >10%. Penatalaksanaan penanganan dehidrasi dilakukan berdasarkan
derajat dehidrasi. Upaya rehidrasi oral (URO) dilakukan pada diare dengan dehidrasi
ringan-sedang, sedangkan untuk diare tanpa dehidrasi diberikan hidrasi oral setiap kali
muntah atau diare (WHO, 2006).
B. Tujuan
1. Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Diare di
Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”
2. Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kasus Diare
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada anak
dengan kasus Diare
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak dengan kasus
Diare
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan kasus
Diare
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak dengan kasus
Diare
f. Mampu melakukan pendokumentasian pada anak dengan kasus Diare
C. Manfaat
Dapat menambah wawasan dan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan anak pada anak dengan diare.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Diagnosa Medis


1. Pengertian

Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi


buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih
encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan
BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan
darah dan atau lender (Riskesdas, 2013).

Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi


feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya,
dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi
tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).

WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali
sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi
selama ≥ 14 hari.
2. Etiologi

Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai


infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan
salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain
di luar saluran pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal dengan “penyakit
diare”, karena dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan
penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu mendapatkan
tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bisa terlambat.

Faktor penyebab diare, antara lain :


a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi
infeksi enteral sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella,
Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan
sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO,
Coxsackie, Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus,
Astrovirus, dan lain-lain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia, Trichomonas hominis); jamur
(Candida albicans)

2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan


makanan seperti: otitis media akut (OMA) , tonsilitis/
tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi
pada anak yang lebih besar).
Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan resiko
terjadinya diare, yaitu :
a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama
dari kehidupan.
b. Menggunakan botol susu.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
d. Air minum tercemar dengan bakteri tinja.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja, atau sebelum menjamaah makanan.
Menurut Wong (2008), penyebab infeksius dari diare akut yaitu :
a. Agens virus
1) Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami demam (38ºC
atau lebih tinggi), nausea atau vomitus, nyeri abdomen, disertai infeksi
saluran pernapasan atas dan diare dapat berlangsung lebih dari 1 minggu.
Biasanya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada anak terjadi
di usia lebih dari 3 tahun. Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak
akan demam, nafsu makan terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa
didapat dari air minum, air di tempat rekreasi (air kolam renang, dll),
makanan. Dapat menjangkit segala usia dan dapat sembuh sendiri dalam
waktu 2-3 hari.
b. Agens bakteri
1) Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada strainnya.
Biasanya anak akan mengalami distensi abdomen, demam, vomitus, BAB
berupa cairan berwarna hijau dengan darah atau mukus bersifat
menyembur. Dapat ditularkan antar individu, disebabkan karena daging
yang kurang matang,pemberian ASI tidak eksklusif.
2) Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam untuk
gastroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa mengalami nausea atau
vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB kadang berdarah dan ada lendir,
peristaltik hiperaktif, nyeri tekan ringan pada abdomen, sakit kepala,
kejang. Dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh binatang seperti kucing, burung, dan lainnya.
c. Keracunan makanan
1) Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan kram yang
hebat pada abdomen, syok. Disebabkan oleh makanan yang kurang
matang atau makanan yang disimpan di lemari es seperti puding,
mayones, makanan yang berlapis krim.
2) Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak akan
mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram dengan intensitas yang
sedang hingga berat. Penularan bisa lewat produk makanan komersial
yang paling sering adalah daging dan unggas.
3) Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan mengalami
nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia. Ditularkan lewat makanan
yang terkntaminasi. Intensitasnya bervariasi mulai dari gejala ringan
hingga yang dapat menimbulkan kematian dengan cepat dalam waktu
beberapa jam.
3. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi fisiologi system
1) System integument
Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringgan hingga
berat turgor kulit biasanya kembali sangat lambat. Karena tidak
adekuatnya kebutuhan cairan dan elikritis pada jaringan tubuh anak
sehingga kelembapan kulitpun menjadi berkurang.
2) System Respirasi
Kehilangan air dan elektrolit pada anak diare mengakibatkan
gangguan keseimbangan asupan basa yang menyebabkan PH turun
karena akumulasi asam nonvolatile. Terjadilan hiperventilasi yang akan
menurunkan Pco2 menyebabkan pernapasan jadi cepat, dan dalam (
pernapasan kusmaul ).
3) System Pencernaan
Anak yang diare biasnya mengalami gangguan pada nutrisi, yang
disebabkan oleh kerusakan mukosa usus domana usus tidak dapat
menyerap makanan. Anak akan tampak lesu, malas makan, retalgi.
Nutrisi yang tidak dapat diserap mnegakibatkan anak bias mengalami
gangguan gizi yang bias mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan
dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga proses penyembuhan akan
lama.
4) System Muskuloskeletal
Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak yang
diare dapat menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot, kram dan detak
jantung sangat lambat.
5) System sirkulasi
Akibat dari diare dapat terjadi gangguan pada system sirklasi
darah menyebabkan darah melemah, tekanan darah rendah, kulit pucat,
akral dingin yang menyebabkan terjadinya syok hipopolemik.
6) System system otak
Syok hipopolemik dapat mnyebabkan aliran darah dan oksigen
berkurang. Hal ini bias mnyebabkan terjadinya penurunan kesadran dan
bila tidak segera ditolong dapat mengakibatkan kematian.
7) System Eliminasi
Warna tinda anak yang mnegalami diare makin lama beruah
kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya
akan lecet karena sering defekasi dan tinja makin asam sebagai akibat
makin banyaknnya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat
diabsorpsi oleh usus selama diare.
b. Anatomi fisiologi system Pencernaan
Menjalankan fungsi system pencernaan maka membytuhkan organ yang
mampu melaksanakan fungsinya. Sehingga untuk menjalankan fungsi tersebut
terdapat beberapa system pencernaan antara lain :
1) Mulut
Mulut adalah pintu masuk utama sekaligus organ pencernaan
yang pertama. Proses pemecahan makanan juga dibantu oleh air liur (
saliva ) dan jus pencernaan, hal inilah yang disebut dengan pencernaan
kimiawi. Air liur atau ludah diproduksi oleh kelenjar ludah yang terletak
dibawah lidah dan dekat rahang bawah. Air liur mengandung enzim
pencernaan yang membantu melumatkan makanan, sehingga lebih mudah
ditelan ke kerongkongan. Enzim pencernaan tersebut bernama enzim
amilase, yang fungsinya untuk memecahkan karbohidrat ( Pati dan Gula
).
Saat hendak menelan, lidah berfungsi untuk mendorong makanan
menuju kerongkongan. Dipermukaan lidah terdapat banyak papilia kasar
untuk menggenggam makanan karena digerakkan oleh otot-otot lidah.
Ada sebuah katup kecil ditenggorokan bernama epiglottis, yang
tertutup saluran pernapasan ketika anda makan atau minu. Hal ini dapat
membantu mencegah terdesak ketika makanan masuk ke kerongkongan
2) Kerongkongan ( Esofhagus )
Sebelum masuk kelambung, makanan akan bergerak didalam
kerongkongan dibantu oleh gerakan peristaltic. Kerongkongan atau esophagus
adalah saluran yang menghubungkan antara mulut dan lambung, terletak diantara
tenggorokan dan lambung.
Didalam kerongkongan terdapat lapisan otot yang memungkinkan dinding-
dindingnya bergerak dan membantu melumatkan makanan. Saat makanan
mencapai ujung kerongkongan, sfinger ( cincin otot ) yang ada di esophagus
bagian bawah akan relaksasi dan membiarkan makanan masuk ke lambung.
Sfinger ini kemudian akan kembali menutup agar isi perut anda tidak kembali
naik ke kerongkongan.
3) Lambung
Adalah organ seperti kantung, berbentuk seperti huruf J, dan memiliki
dinding otot yang kuat. Lambung terletak disisi kiri rongga perut, lebih rendah
dari diafragma. Rata-rata ukuran ambung adalah serupa dua kepalan tangan anda
yang diletakkan bersebelahan.
Lambung berfungsi sebagai tangki penyimpanan sekaligus mencerna
makanan yang masuk kedalam tubuh. Lambung akan mengeluarkan zat asam (
asam hidroklorat atau HCL ) dan enzim kuat untuk membantu memecahkan dan
mencerna makanan.
Dengan bantuan enzim dan jus pencernaan, makanan didalam lambung
akan berubah bentuk menjadi semi cair, disebut dengan Chyme. Bentuk makanan
yang seperti inilah yang akan bergerak masuk ke usus halus. Sebagian besar
makanan akan meninggalkan lambung dan berpisah ke usus halus sekitar 4 jam
setelah makan.
4) Usus halus
Sebagian besar proses pencernaan dan penyerapan makanan terjadi diusus
halus. Usus halus adalah tabung panjang berbentuk seperti lilitan didalam perut.
Lipatan pada usus halus ini digunakan untuk memaksimalkan pencernaan dan
penyerapan nutrisi dari makanan.
Panjang usus halus manusia rata-rata kurang lebih 600 cm. usu halus terdiri
daeri 3 bagian, yaitu duodenum ( usus 12 jari ), jejunum ( baguan tengah elingkar
), dan ileum ( bagian terakhr usus halus ).
Otot-otot halus dapat mencerna makanan dengan bantuan enzim dari
pancreas, hati, dan kantong empedu. Berikut peran masing- masing :
1) Pancreas : adalah organ berbentuk lonjong berfungsi untuk mengeluarkan
enzim ke dalam usus halus
2) Hati (liver) yaitu menghasilkan cairan empedu dan membershkan darah
yang mengandung nutrisi dari usus halus.
3) Kantong empedu : adalah organ berbentuk buah pir yang berada tepat
dibawah hatu. Fungsi kantong empedu yaitu menyimpan cairan empedu
yang diproduksi oleh hati, membantu mencerna lemak, dan
menghilangkan zat-zat limbah darah.
5) Usus Besar
Adalah tabung berotot sepanjang 152-183 cm yang berbentuk U terbalik,
letaknya mengeliling usus halus. Organ ini menghubungkan sekum ( bagian
pertama usus besar ) ke rectum ( bagian akhir usus besar )
Bagian – bagian usus besar antara lain :
a) Sekum : bagian pertama usus besar, yaitu tempat perpindahan makanan
dari usus halus ke usus besar.
b) Kolon assenden : bagian usus besar yang bergerak naik, terletak dikanan
rongga perut
c) Kolon transversum : melintang dari arah kanan ke kiri dibagian atas rongga
perut
d) Kolon desenden : bagian usus besar yang bergerak turun, terletak dikiri
rongga perut
e) Kolon sigmoid : bagian akhir usus besar yang berbentuk huruf S,
berhubungan dengan rectum
f) Rectum : tempat berkumpulnya tinja dan feses sebelum dikeluarkan lewat
anus.
6) Anus
Adalah baguan terakhir dari saluran system pencernaan. Anus terdiri dari
otot-otot dasar panggul dan dua sfinger anal ( otot internal dan eksternal ).
Otot dasar panggul membentuk sebuah sudut antara rectum dan anus,
fungsinya untuk menghentikan tinja keluar saat anda tidak ingin buang air besar.
Sedangan sfinger anal berfungs untuk membantu mengendalian keluarnya feses.
Sfinger anal internal membantu mencegah anda buang air besar pada saat
tidur. Sedangan setelah anda menyadari ingin buang air besar, kana giliran
sfinger eksternal yang membantu menahan feses agar tidak keluar sebelum
sampai toilet.
4. Patofisiologi
Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh
berbagai kemungkinan faktor diantaranya :
a. Faktor infeksi
1) Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi
rotavirus. Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke
dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman yang masuk ke
dalam saluran pencernaan yang kemudian melekat pada sel-sel mukosa
usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak yang dapat menurunkan
daerah permukaan usus. Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan
oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng
yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal
ini menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat
menyerap cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, terjadi
perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan
fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan
adanya toksin bakteri atau virus akan menyebabkan sistem transpor
aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian
sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.

2) Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke
dalam mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin.
Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan
gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang.
Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret
berdarah berlendir. Penyebab utama pembentukan enterotoksin ialah
bakteri Shigella sp, E.coli. diare ini bersifat self-limiting dalam waktu
kurang lebih lima hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak
diganti dengan sel-sel mukosa yang baru (Wijoyo, 2013).

b. Faktor malabsorpsi,
1) Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di
usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus Akibatnya
akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat.
Gangguan osmotik meningkat menyebabkan terjadinya pergeseran air
dan elektrolit ke dalam rongga usus. Hal ini menyebabkan banyak
cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya
hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan
didorong
keluar melalui anus dan terjadilah diare (Nursalam, 2008).
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga
usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat
peningkatan isi rongga usus (Nursalam, 2008).
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. Akibat dari diare yaitu
kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan cairan
ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang, terjadi ketidakseimbangan
elektrolit yang mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir pada
kematian jika tidak segera diobati (Nursalam, 2008).

c. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu
diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang
kemudian menyebabkan diare (Hidayat, 2008). Diare akut berulang dapat
menjurus ke malnutrisi energi protein, yang mengakibatkan usus halus
mengalami perubahan yang disebabkan oleh PEM tersebut menjurus ke
defisiensi enzim yang menyebabkan absorpsi yang tidak adekuat dan
terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi perubahan
respons imun, menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit terlambat,
berkurangnya jumlah limfosit dan jumlah sel T yang beredar.

Setelah mengalami gastroenteritis yang berat anak mengalami


malabsorpsi. Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang mengalami
malnutrisi, keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus, faktor
infeksi silang usus yang berulang menyebabkan malabsorpsi, enteropati
dengan kehilangan protein. Enteropati ini menyebabkan hilangnya
albumin dan imunogobulin yang mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi
jalan nafas yang berat (Suharyono, 2008).

d. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan


peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan
yang dapat menyebabkan diare. Proses penyerapan terganggu (Hidayat,
2008).

5. Tanda Dan Gejala


Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram perut,
muntah, demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena infeksi bakteri invasif
akan mengalami demam tinggi, nyeri kepala, kejang- kejang, mencret berdarah
dan berlendir (Wijoyo, 2013).
Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare mula-mula
akan cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang. BAB cair,
mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan
karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena
sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak
asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama
diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit. Jika anak telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
serta mengalami gangguan asam basa dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik dan hipokalemia, hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak
yaitu berat badan turun, turgor kulit kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, mukosa bibir kering.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat
berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi
hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan,
dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Wong ( 2009), rencana asuhan keperawatan pada diare yaitu :
a. Kultur feses : dapat mengindikasikan adanya bakteri
b. Feses untuk adanya ovum dan farasit : dapat mengindikasikan adanya
parasite
c. Feses untuk panel atau kultur virus : untuk menentukan adanya rotavirus atau
virus lain
d. Feses untuk darah samar : dapat positif jika imflamasi atau ulserasi terdapat
disaluran GI
e. Feses untuk leukosit : dapat positif pada kasus imflamsi atau infeksi
f. Endoskopi ( jika dicurigai mengalami penyakit giardia atau seliak. Dilakukan
jika pasien mengalami mual dan muntah )
g. Sigmioidoskoipi lentur ( jika diare berhubungan dengan pendarahan segar
melalui rectum )
h. Kolonoscopi, ileoskopi dengan biopsy ( untuk semua pasien jika
pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan untuk
menyingkirkan kanker )
i. Radiologi
j. CT kolonografi ( jika pasien tidak bias atau tidak cocok menjalani
kolonoskopi )
k. Ultrasonografi abdomen atau CT Scan ( jika dicurigai mengalami penyakit
bilier atau pancreas.
Pemeriksaan lanjutan.
a. Osmolaritas dan volume feses sete;ah 48 jam berpuasa akan mengidentifikasi
penyebab sekretorik dan osmotic dari diare.
b. Pemeriksaan laksatif pada pasien pasien yang dicurigai membutuhkan
sample feses dan serologi ( Emmanuel, 2014)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Proses Keperawatan
Dalam proses pemberian Asuhan Keperawatan hal ini paling penting
dilakukan pertama oleh seorang perawat adalah melakukan pengkajian.
Pengkajian. Pengkajian dibedakan menjadi 2 jenis yaitu melakukan pengkajian
skrining dan pengkajian mendalam. Kedua pengkajian ini membutuhkan
pengumpulan data dengan tujuan yang berbeda ( NANDA, 2015 ). Selain itu,
keperawatan anak dengan kasus diare juga melalui proses analisa data, diagnose
keperawatan, intervensi keperawatn, inplementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
b. Dampak terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
Kebutuhan Dasar yang harus dipenuhi terhadap klien dengan Asma
adalah NUTRISI.
Gizi berasal dari Bahasa arab yaitu giziawi yang berarti nutrisi. Nutrisi
adalah substansi organic dan non organic yang ditemukan dalam makanan dan
dibutuhkan oleh tubuh agar dapat berfungsi dengan baik. Tubuh manusia
terbentuk dari zat-zat yang berasal dari makanan. Karena itu manusia
memerlukan asupan makanan untuk memperolah zat-zat yang dikenal sebagai
nutrisi. Nutrisi berfungsi sebagai pembentuk jaringan dan memelihara jaringan
tubuh, mengatur proses-proses dalam tubuh, sumber tenaga, serta untuk
melindungi tubuh dari serangan penyakit ( Mubarak & Chayatin, 2009 ).
Nutrisi adalah zat zat gizi dan zat-zat lain yang berhubungan denan
kesehatan dan penyakit termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk
menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya tersebut untuk
aktivitas penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanya. ( tarwoto, 2004 ).
Nutrisi ditempatkan sebagai prioritas perawatan terpenting dalam
berbagai penyakit yang berdampak malnutrisis. Tubuh butuh energy untuk
aktifitas sehingga dibutuhkan intake nutrisis yang tepat dan mencukupi. Nutrient
merupakan elemen penting dalam proses dan dungsi tubuh. Nutrient mencakupi
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. ( saryono, 2011 )
Deficit nutrisi pada diare adalah asupan nutrisi yang tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolism ( PPNI, 2017 )
c. Skill keperawatan terkait kasus
1) Menciptakan individu untuk terus meningkatkan kesadaran terhadap
kebersihan
2) Meningkatkan pengetahuan terhadap keluarga
3) Meningkatkan keterampilan
4) Pemberian cairan intravena jika dehidrasi sedang
5) Pemberian proboitik
6) Kebutuhan nutrisi “ penuhi “
d. Studi literature Review ( Jurnal )
PENELITI SAMPLE METODE HASIL
Akbar Asfar, 57 Siswa Desain penelitian Hasil penelitian menunjukkan
Sudarman adalah bahwa ada hubungan personal
“ HUbungan Personal Observasional Hygiene dengan riwayat
Hygiene dengan dengan menderita Diare pada siswa
Riwayat Menderita menggunakan sekolah Dasar Anak Indonesia
Diare Pada Anak “ pendekatan Cross (SDAI) BAZNAS sul sel kota
Sectional Study. makasar sebanyak 25 (86,2 % )
siswa yang memiliki personal
hygiene kurang dengan riwayat
menderita diare dengan nilai
p=0,006 dan a ˂0,05.
BAB III

PEMBAHASAN

KASUS

An.R umur 18 bulan dengan diare dehidrasi sedang. Pengkajian dilakukan pada tanggal 23
Mei sampai 27 Mei 2017 di ruang 2 Ibu Dan Anak RS Reksodiwiryo Padang.
1. Pengkajian
An.R dibawa ke RS Reksodiwiryo Padang pada tanggal 23 Mei 2017 pukul 13.05
WIB dengan keluhan muntah 1 kali, demam tinggi sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit dan BAB encer sudah 2 hari sebelum masuk rumah sakit. An.R BAB ± 20 kali dari
pagi sebelum masuk rumah sakit, badan lemah, nafsu makan berkurang.
a. Data Subjektif
Pada saat pengkajian Ny.Y mengatakan dari mulai masuk ruangan anaknya sudah
6 kali BAB. BAB anaknya encer, berlendir tidak disertai darah, jumlahnya ±50 ml setiap
diare, BAB sudah tidak ampas, warna kuning, area sekitar anus lembab dan tampak
sedikit kemerahan. An.R masih demam anak tampak lemah dan rewel, setiap kali anak
BAK bercampur dengan BAB, anak tampak lesu, dan rewel. Ny.Y juga mengatakan
sebelum diare An.R menderita demam, dan pilek. Ny.Y mengatakan sebelumnya tidak
ada anggota keluarga yang menderita diare ataupun mengalami sakit sebelumnya. Ny.I
mengatakan anak ke 2 umur 5 bulan dan ke 3 umur 9 bulan meninggal dunia karena
gastroenteritis akut.
Ny.Y mengatakan anaknya tidak mau makan. Setiap kali disuapkan makan An.R
memuntahkannya. Ny.Y mengatakan biasanya An.R makan makanan yang dilunakkan,
seperti nasi, sayur, lauk yang dilunakkan dan An.R juga minum susu formula Bebelac ±
4 kali dalam sehari. An.R juga mengalami penurunan berat badan dari 8,9 kg menjadi
8,6 kg saat sakit. An.R lebih suka minum oralit (± 8 dot sehari,± 200cc/dot) dibanding
minum air putih saja. Pola tidur An.R terganggu karena BAB dan badannya masih panas.
Hasil pengkajian mengenai lingkungan rumah An.R, ibu mengatakan sumber air
minum dari air galon isi ulang dan untuk keperluan sehari-hari Ny.Y menggunakan air
dari PDAM. Ny.Y juga mengatakan untuk kebiasaan mencuci tangan pakai sabun saat
menyiapkan makanan dan menyiapkan susu untuk anaknya jarang dilakukan
b. Data Objektif
Hasil pemeriksaan fisik An.R ditemukan mata cekung, mukosa mulut kering,
pucat, ada bintik merah pada perut, bunyi nafas vesikuler. Bising usus positif lebih dari
10 kali/menit, turgor kulit kembali lambat, CRT lebih dari 2 detik, akral teraba hangat.
Kulit sekitar anus lembab dan berwarna kemerahan. An.R mengalami penurunan berat
badan, berat badan sebelum sakit 8,9 kg, berat badan saat sakit 8,6 kg dan tinggi badan
93 cm. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital S: 38,8ºC N: 100 x/mnt RR: 20 x/mnt. Hasil
laboratorium pemeriksaan darah pada tanggal 23 Mei 2017 Hb : 11,8 gl/dl. Leukosit :
11.620 mm3 Trombosit : 305.000 mm3. Hematokrit : 36,1 %. Hasil laboratorium
pemeriksaan feses pada tanggal 23 Mei 2017 Makroskopis, keadaan : lunak, Lendir : ada,
Darah : tidak ada. Mikoskopis Leukosit : 10-15 / LPB Eritrosit : 4-5 / LPB.
Terapi IVFD RL 20 tts/mnt, Zink 1x1 sendok teh, Oralit.
2. Diagnose Keperawatan
Dari hasil pengkajian diatas, didapatkan diagnosis keperawatan yang bisa ditegakkan
untuk kedua partisipan tersebut yaitu, untuk An. R
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsobrsi makanan,
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi,
d. Resiko kerusakan integrotas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB,
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit.
3. Intervensi
a. Rencana tindakan untuk diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif yaitu :
1) Monitor status hidrasi (kelembaban mukosa mulut, nadi yang adekuat),
2) Mencatat intake dan output pasien,
3) Monitor dan hitung asupan kalori pasien,
4) Kolaborasi pemberian cairan IV,
5) Monitor status nutrisi,
6) Monitor tanda- tanda vital,
7) Timbang berat badan pasien,
8) Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan. Kriteria hasil yang
hendak dicapai yaitu, turgor kulit tidak terganggu, berat badan stabil,
kelembaban membran mukosa tidak terganggu, keseimbangan intake dan
output dalam 24 jam tidak terganggu, intake cairan tidak terganggu, mata tidak
cekung.
b. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis
1) Iidentifikasi adanya alergi terhadap makanan,
2) Monitor kecendrungan turun BB,
3) Monitor diit dan asupan kalori,
4) Timbang BB pasien,
5) Monitor adanya mual dan muntah,
6) Monitor turgor kulit,
7) Instrusikan cara meningkatkan asupan nutrisi. Kriteria hasil yang dicapai
asupan makanan dan cairan tidak menyimpang dari rentang normal, asupan
makanan secara oral adekuat, berat badan dalam kisaran normal.

c. diare berhubungan dengan proses infeksi intervensinya

1) Anjurkan pasien untuk menggunakan obat diare,

2) Evaluasi intak makanan yang pernah dikonsumsi,

3) Identifikasi faktor penyebab diare,

4) Berikan makanan dalam porsi kecil dan lebih sering,

5) Monitor tanda dan gejala diare,

6) Monitor BAB (frekuensi, konsistensi, bentuk, volume, warna),

7) Monitor bising usus,

8) Instruksikan pasien untuk makan makanan yang tinggi serat. Kriteria hasil
yang dicapai yaitu frekuensi BAB tidak terganggu, intake cairan secara
adekuat, mengkonsumsi serat secara adekuat, tidak terjadi peningkatan
hiperperistaltik usus.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB
1) Menganjurkan kepada orang tua untuk menggunakan pakaian yang longgar
kepada anak,
2) Jaga kebersihan kulit area anus agar tetap bersih dan kering,
3) Monitor kemerahan pada kulit,
4) Oleskan baby oil atau lotion pada daerah yang tertekan,
5) Tingkatkan intake cairan per oral. Kriteria hasil, integritas kulit tidak
terganggu, suhu kulit tidak terganggu, kulit menjadi noraml.
e. gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
1) Peluk dan beri kenyamanan pada bayi atau anak,
2) Identifikasi orang terdekat klien yang bisa membantu klien, Gunakan
pendekatan yang tenang dan menyenangkan,
3) Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat,
4) Monitor pola tidur klien dan catat kondisi fisik (misalnya, ketidaknyamanan)
atau psikologis (ketakutan atau kecemasan) keadaan yang menggangu tidur,
5) Sesuaikan lingkungan untuk meningkatkan tidur. Kriteria hasil yang hendak
dicapai yaitu, perasaan gelisah tidak ada, intake makanan dan cairan tidak
terganggu, mual dan muntah tidak terganggu, kontrol tehadap gejala tidak
terganggu.
4. Implementasi
a. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa utama Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
1) Memberikan cairan oralit 200 cc/3 jam
2) Memberitahu ibu untuk tetap memberikan anaknya minum sesering
mungkin,
3) Memberikan cairan IV RL 20 tts/mnt dalam 8 jam,
4) Memantau respon pasien setelah 7 jam pemberian oralit,
5) Memberikan terapi zink 1x1 sendok teh setelah BAB,
6) Memantau mata cekung, turgor kulit, kelembaban mukosa mulut, CRT
pada anak kembali >2 detik,
7) Memantau pola minum anak hasil yang didapatkan anak minum oralit ±
200 cc/dot, 8) Memantau warna urine dan frekuensi urine anak, hasil
yang didapatkan warna kuning, frekuensi setiap kali anak BAB langsung
BAK.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorbsi makanan
1) Mengkaji riwayat alergi makanan pada anak,
2) Memberikan informasi kepada ibu tentang kebutuhan nutrisi yang
diperlukan anak,
3) Menjelaskan kepada ibu makanan untuk memberikan makanan yang
tinggi serat,
4) Mencatat jumlah makanan yang dihabiskan anak, hasil yang didapatkan
anak tidak mau makan, Setiap disuapkan sama ibunya An.R
memuntahkan makanannya,
5) Memeriksa turgor kulit, kelembaban mukosa mulut setelah 8 jam,
6) Memberitahu ibu untuk tetap menyuapi anaknya makan,
7) Memantau mual dan muntah selama makan

c. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi

1) Mengukur suhu tubuh anak saat awal pengkajian,hasil yang didapatkan


S: 38,8ºC,

2) Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan minum kepada anaknya,


sesering mungkin,

3) Memberitahu ibu untuk tetap melakukan kompres hangat pada kening,


lipatan paha, dan akxila,

4) Memantau perubahan suhu anak setelah dikompres,

5) Mengukur suhu anak setelah 2 jam setelah di kompres hangat.

d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering


BAB

1) Menganjurkan ibu untuk memberikan pakaian longgar pada anaknya,

2) Menjelaskan kepada An.D cara membersihkan daerah sekitar anus agar


tidak lembab,

3) Menjelaskan kepada An.D untuk merubah posisi setiap 3 jam sekali,

4) Menyarankan kepada An.D untuk memakai baby oil untuk dioleskan


diaerah sekitar anus setiap setelah BAB atau setelah mandi,

5) Menyarankan kepada ibu untuk langsung mengganti pempers ketika


anak BAB.

e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit

1) Menjelaskan kepada ibu untuk tetap mendampingi anaknya selama sakit,

2) Menjelaskan kepada ibu untuk memberikan kenyamanan kepada anak


dengan cara memeluk atau menggendong anak,
3) Identifikasi orang terdekat dengan anak,

4) Monitor pola tidur dan catat kondisi fisik pasien saat itu.
5. Evaluasi
a. Setelah dilakukan evaluasi keperawatan selama 4 hari berturut-turut di
ruangan dan 1 hari dengan kunjungan rumah untuk masing-masing diagnosa
yang dapat teratasi dengan baik. Diagnosa Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dapat teratasi setelah
melengkapi asuhan keperawatan dengan kunjungan rumah selama 1 hari
S: Ibu mengatakan saat dirumah anaknya masih diberi oralit, ibu mengatakan
anaknya masih diberi zink, ibu mengatakan BAB anaknya sudah normal ± 3
kali, konsistensi lembek, jumlah ± 50ml, ibu mengatakan sudah paham
dengan apa yang dijelaskan peneliti, yaitu tentang pentingnya pemberian
oralit dan zink,
O: anak tampak tenang, anak sudah bisa bermain, mata tidak cekung, turgor
kulit baik,
A: tujuan tercapai, keseimbangan intake dan output dalam 24 jam tidak
terganggu, kelembaban membran mukosa tidak terganggu, turgor kulit tidak
terganggu,
P: intervensi dihentikan
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorbsi makanan dapat teratasi setelah
melengkapi asuhan keperawatan dengan kunjungan rumah selama 1 hari
S: Ibu mengatakan anaknya sudah mulai makan seperti biasa (nasi, sayur
ikan, dilunakkan), ibu mengatakan anaknya dapat menghabiskan makanan
yang diberikan (dalam mangkuk kecil),
O: turgor kulit anak baik, mukosa bibir lembab, CRT < 2 detik, mata anak
sudah tidak cekung, anak dapat menghabiskan makanannya, anak banyak
minum),
A: tujuan tercapai, asupan makanan dan cairan tidak menyimpang dari
rentang normal, asupan makanan secara oral sebagian besar adekuat,
P: intervensi dihentikan
c. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi dapat teratasi pada hari
rawatan ke 2
S: Ibu pasien mengatakan badan anaknya sudah tidak panas lagi, anak masih
rewel, ibu pasien mengatakan masih mengompres anaknya, ibu mengatakan
bintik-bintik merah di daerah sekitar perut anaknyasudah hilang, ibu
mengatakan anaknya sudah mulai berkeringat, ibu mengatakan anaknya
banyak minum oralit,
O: An.R masih rewel, anak sudah banyak minum, S: 36,6ºC, N: 72 x/mnt,
RR: 18 x/mnt, bintik-bintik di perut sudah hilang,
A: tujuan tercapai, melaporkan suhu tubuh tidak terganggu,
P: intervensi dihentikan
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering
BAB teratasi pada hari rawatan ke 3
S: Ibu membersihkan BAB anaknya dengan tisu basah, ibu mengatakan
daerah sekitar anus sudah tidak berwarna kemerahan lagi,
O: area sekitar anus masih tampak lembab, ibu tidak mencuci tangan setelah
membersihkan BAB anaknya, area sekitar anus tampak bersih, dan sedikit
bau, bokong pasien tampak tidak berwarna kemerahan lagi,
A: tujuan tercapai, integritas kulit tidak terganggu, suhu kulit tidak
terganggu, elastisitas tidak terganggu,
P: intervensi dihentikan

e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit


teratasi pada hari rawatan ke3

S: Ibu mengatakan anaknya sudah tidak rewel lagi, ibu mengatakan anak
sudah bisa diajak bermain,

O: An.R tampak lebih tenang, BAB sudah tidak sering lagi, ± 6 kali, sudah
tidak encer lagi, anak tampak sudah mulai bermain,

A: tujuan tercapai, kontrol terhadap gejala sedikti terganggu, perasaan


gelisah tidak ada,

P: intervensi dihentikan.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
An.R dengan diare dehidrasi sedang di ruang 2 Ibu Dan Anak RS Reksodiwiryo
Padang,peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengkajian An.R didapatkan data keluhan BAB encer, lebih dari 20 kali
dalam sehari, berlendir, tidak berdarah, demam, anak banyak minum,dan nafsu
makan berkurang
2. Hasil pengkajian dan analisa 5 diagnosa Pada An.R muncul 6 diagnosa utama
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan, Diare berhubungan dengan proses infeksi,
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB,
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
3. Intervensi keperawatan yang direncanakan An.R yaitu manajemen cairan,
manajemen nyeri, manajemen nutrisi, monitor nutrisi, perawatan demam,
manajemen diare, manajemen tekanan, teknik menenangkan.
4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah
disusun. Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 23 –27 Mei 2017.
Sebagian besar rencana tindakan keperawatan dapat dilaksanakan pada
implementasi keperawatan.
5. Evaluasi tindakan keperawatan An.R diagnosa kekurangan Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif teratasi pada hari ke empat,
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan teratasi pada hari ke empat, Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi teratasi pada hari ke dua, Diare berhubungan
dengan proses infeksi teratasi pada hari ke empat, Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB teratasi pada hari ke tiga,
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit teratasi pada
hari ke tiga.
B. SARAN
Saran peneliti kepada pihak rumah sakit lebih menyediakan fasilitas dalam
melakukan tindakan keperawatan druangan khususnya fasilitas yang sangat dibutuhkan
oleh pasien diare dehidrasi sedang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Puput, Stefanny R. 2011. Perilaku Pemberian Asi Terhadap Frekuensi Diare Pada Anak
Usia 6-24 Bulan Di Ruang Anak Rumah Sakit Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS. Baptis
Kediri Volume 4, No. 2. Diakses tanggal 6 Januari 2017
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=4216&val=360&title=PRILAKU%2
0PEMBERIAN%20ASI%20TERHADAP%20FREKUENSI%20DIARE%20PADA%20
ANAK%20USIA%20624%20BULAN%20DI%20RUANG%20ANAK%20RUMAH%2
0SAKIT%20BAPTIS%20KEDIRI
2. http://sholar.google.co.id/sholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=PERAN+PERAWAT+DAL
AM+MELAKSANAKAN+PERENCANAAN+ASUHAN+KEPERAWAN+PADA+PAS
IEN+DIARE&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p%3DEA8qyMyffVoJ

3. http://farmasains.uhamka.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/Numlil
farmasains.uhamka.ac_.id-volume-1-no-5.pdf
4. Subakti, Fikri, A. 2015. Pengaruh Pengetahuan, Perilaku Sehat dan Sanitasi Lingkungan
terhadap Kejadian Diare Akut di Kelurahan Tlogopojok dan Kelurahan Sidorukun
Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik. Jurnal UNESA (Universitas Negeri
Surabaya)dari http://ejournal.unesa.ac.id/article/13744/40/article.pdf diakses tanggal 11
Januari 2017

Anda mungkin juga menyukai