Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CACINGAN

OLEH KELOMPOK II :
1. MARDIAH WALI
2. ADE JIHAN FARIDA A SIPI
3. FEBBY RAHMAWATI
4. ANDI RASNI
5. HIMATUL ULYA
6. IRFAN SIBOTO
7. HAMZAHAZ RAHAYAMTEL
8. KHISNAWATY SAMIN
9. ARDILA
10. ANIZA ATAHYA HARYATI
11. GEORGE P JOHANIS
12. HAPSA SELLA
13. HELDI SALAMOR
14. JENABUN ANGKOTASAN
15. MAYA TUNJUNG T.S.S.S
16. DESI YAMIN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MALUKU HUSADA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang 
” ASKEP CACINGAN”.
Selama menyusun makalah ini, kami mendapat banyak bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankan kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu penyusunan makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini kami menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di
masa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan
khususnya bagi kami serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang
keperawatan.
Amin-amin ya Robbal Alamin

Ambon, 21, Desember 2020

Penyusun
Daftar Isi
MAKALAH COVER…………………………………………………………….
KATA PENGANTAR………………… …………………….…………………..
DAFTAR ISI…………………………………….…………………...………..........
BAB I……………………………………….…....…………………………………
PENDAHULUAN …………… ……………………………………………………
A. Latar Belakang……………………………………………...............……….....
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II........................................................................................................................
TINJAUAN TEORI..................................................... .............................................
A. Pengertian .....................................................................................................
B. Epidemiologi................................................................................................
C. Patofisiologi...................................................................................................
D. Gejala Klinis...................................................................................................
E. Faktor Resiko Penyakit Cacingan Jenis STH.................................................
F. Riwayat Kesehatan.........................................................................................
G. Pemeriksaan fisik...........................................................................................
H. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi..........................................................
BAB II.......................................................................................................................
i. Kesimpulan...................................................................................................
ii. Saran..............................................................................................................
Daftar Pustaka............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah termasuk keluarga
nematoda,saluran cerna penularan dapat terjadi melalui 2 cara yaitu :
1. Infeksi langsung
2. Larva yang menembus kulit.
PenularanPenularan langsung dapat terjadi bila telur cacing dari
tepi anal masuk ke mulut tanpa pernah berkembamg dulu ditanah. Cara ini
terjadi pada cacing kremi ( oxyuris vermikularis ) dan trikuriasis ( trichuris
trichiura ). Selain itu penularan langsung dapat pula terjadi setelah periode
berkembangnya telur di tanah kemudian telur tertelan. melalui tangan atau
makanan yang tercemar. Cara ini terjadi seperti pada infeksi ascarias
lumbricoides ( cacing gelang ) dan toxocara canis. Penularan melalui kulit
terjadi pada cacing tambang/ ankilostomiasis dan strongiloidiasis di mana
telur terlebih dahulu menetas di tanah baru kemudian larva yang sudah
berkembang menginfeksi melalui kulit.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit Cacingan
2. Bagaimana Askep Pada Pasien Menderita Cacingan
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep ASKEP pada penyakit dislokasi
b. Untuk mengetahui konsep penyakit dislokasi
c. Untuk mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan gangguan sistem musculoskeletal dislokasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Penyakit cacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh cacing yang hidup sebagai parasit didalam tubuh manusia. Seseorang
dapat terinfeksi penyakit kecacingan ketika telur, atau larva masuk ke
dalam tubuh, menjadi cacing dewasa dan bertelur didalam tubuh.
Seseorang dapat dengan mudah terinfeksi oleh cacing ketika hidup dalam
lingkungan yang tidak bersih, memiliki sanitasi yang buruk, dan kebiasaan
yang tidak higienis.
Definisi infeksi kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai
infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan
nematoda usus.
PenyakitPenyakit cacingan merupakan salah satu masalah terbesar
yang berdampak pada jutaan anak sekolah dasar. Cacing parasit tersebut
mengonsumsi nutrisi anak yang di inanginya, yang bisa menyebabkan
malnutrisi atau keterlambatan dalam tumbuh dan berkembang10. Cacing
parasit juga dapat merusak jaringan organ tubuh ditempat yang ditinggali,
yang mana dapat menyebabkan sakit perut, diare, obstruksi usus, anemia,
ulcer, dan masalah kesehatan lainnya11. Masalah tersebut bisa berdampak
pada pembelajaran anak dan memperlambat perkembangan kognitifnya,
yang berujung memiliki performa yang buruk dalam penerimaan pelajaran
di sekolah. Tidak jarang juga jika infeksi menahun dan berat dapat
berakibat kematian, jika penanganan tidak dilakukan dengan cepat. Sangat
perlu diperhatikan bahwa stunting pada anak yang diakibatkan oleh
penyakit cacingan tidak dapat dideteksi dengan mudah karena gejala
memburuk berangsur pada waktu yang semakin lama dan sering
diremehkan oleh masyarakat. Penyakit cacingan dapat merusak
kenyamanan dan potensi belajar dari jutaan anak di berbagai negara
berkembang.
a. Penyakit cacingan dapat dibedakan dari penyebab infeksi lainnya,
seperti bakteri dan virus. Mengetahui perbedaan ciri-ciri gejala tersebut
dapat memudahkan dan membuat tenaga kesehatan dapat mengobati
secara efektif. Diantaranya, yaitu:
1. Cacing usus dewasa tidak dapat menginfeksi manusia secara
langsung, melainkan telur atau larva yang masuk ke dalam tubuh
melalui kulit atau masuk melewati mulut, tergantung dari spesies
2. Cacing usus berangsur-angsur bertambah banyak di dalam tubuh
inangnya seiring bertambahnya waktu. Jadi onset dari penyakit ini
berjalan pelan dan sering tidak terdeteksi. Ketika seseorang yang
terinfeksi cacing mencapai tingkatan sedang ke berat, gejala dari
penyakit kronik akan muncul.
3. Keparahan dari penyakit yang disebabkan oleh cacing usus
tergantung dari jumlah cacing didalam tubuh, dan umur seseorang
yang terinfeksi.
4. Ada beberapat obat yang dapat membunuh beberapa spesies dari
cacing usus dengan menggunakan single dose. Terinfeksi ulang
juga sering terjadi. Karena hanya dengan perawatan obat tanpa
memperbaiki sanitasi dan kebersihan lingkungan pasien tidak akan
memutus penyebaran penyakit cacingan.
5. Penyakitcacingan tidak tersebar dengan rata di dalam suatu
komunitas. Sebagai contoh, dari semua kecacingan yang berjumlah
70 persen, mungkin hanya terdeteksi 30 persen dari suatu
komunitas.

B. Epidemiologi
Iklim merupakan faktor utama penyebaran infeksi STH. Maka dari
itu STH merupakan salah satu penyakit endemik. Iklim meliputi
kelembaban udara, temperatur, cahaya, angin, debu, dan juga kelembaban
tanah yang bergantung pada curah hujan merupakan faktor yang
mempengaruhi berlangsungnya penyebaran penyakit cacingan.
IndonesiaIndonesia sebagai negara berkembang, dan merupakan
daerah iklim tropik merupakan tempat ideal bagi perkembangan telur
cacing. Hasil survei pada anak sekolah tahun 2013 menyatakan prevalensi
kecacingan di Indonesia menurun dan telah mencapai angka prevalensi
sebesar 28,12 persen. Di wilayah-wilayah tertentu yang sanitasinya buruk
prevalensinya bisa mencapai 80 persen.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan di daerah Bali
selama kurun waktu 2003-2007 tergolong tinggi yaitu berkisar antara
40,94 persen sampai 92,4 persen pada anak sekolah dasar. Prevalensi
penyakit cacingan di Bali lebih banyak terjadi di dataran tinggi dengan
kondisi wilayah yang basah dimana ditemukan A.lumbricoide 87.6 persen,
T.trichiura 82.4 persen, Necator americanus dan Ancylostoma duodenale 44.5
persen, S.stercoralis 3.3 persen.
Di Kabupaten Bima tahun 2006 ditemukan Ascaris lumbricoides
39 persen, Trichuris trichiura 24 persen, dan Hookworm 5 persen pada
anak sekolah dasar17. Di Kabupaten Bengkulu tahun 2010 didapatkan
prevalensi A.lumbricoides 9,4 persen, Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale 5 persen dan T.trichiura 2,2 persen pada anak
sekolah dasar. Di kota Palu tahun 2011 didapatkan sebesar 31,6 persen
pada anak sekolah dasar
Soil Transmitted Helminths (STH) Diantara nematoda usus ada
sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah yaitu disebut dengan
penyakit cacingan jenis STH diantaranya yang sering ditemukan di
masyarakat adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk
(Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale). Angka infeksi penyakit cacingan jenis STH
terdapat pada anak yang berusia 5 sampai 15 tahun. Diperkirakan sekitar
400 juta anak sekolah dasar terinfeksi cacingan jenis STH

C. Patofisiologi
a) Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang
kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti
mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Pada infeksi berat,
terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat
keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini
menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).

b) Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)


Cacing dewasa lebih banyak ditemukan di sekum tetapi dapat juga
berkoloni di dalam usus besar. Cacing ini dapat menyebabkan
inflamasi, infiltrasi dan kehilangan darah (anemia). Pada infeksi yang
parah dapat menyebabkan prolaps rektum dan defisiensi nutrisi.

c) Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)


Larva cacing menembus kulit akan menyebabkan reaksi eritematosa.
Larva di paru-paru akan menyebabkan pendarahan, eosinofilia, dan
pneumonia. Kehilangan banyak darah dapat menyebabkan anemia.

D. Gejala Klinis
a. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Gejala cacingan sering disamarkan oleh penyakit lain. Anak yang
menderita cacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan kurang
konsentrasi belajar. Pada anak-anak yang menderita Ascaris
lumbricoides perutnya tampak buncit, perut sering sakit, diare, dan
nafsu makan berkurang. Biasanya anak masih dapat beraktivitas
walau sudah mengalami penurunan kemampuan belajar dan
produktivitas. Pemeriksaan tinja sangat diperlukan untuk ketepatan
diagnosis yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam
tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman
untuk menentukan beratnya infeksi.
b. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
Infeksi Trichuris trichiura yang ringan biasanya tidak memberikan
gejala klinis yang jelas atau bahkan tidak tampak sama sekali pada
penderita.Akan tetapi pada penderita terutama anak dengan infeksi
trichuris trichiura yang berat dan menahun menunjukkan gejala-
gejala yang jelas seperti diare yang sering diselingi dengan
sindrom disentri, anemia, berat badan turun, dan kadang disertai
prolapsus rektum.
c. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale)
Gabaran klinis walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung untuk
memastikan untuk dapat membedakan dengan anemia karena
defisiensi makanan atau karena infeksi cacing lainnya. Secara
praktis telur cacing Ancylostoma duodenale tidak dapat dibedakan
dengan telur Necator americanus21. Untuk membedakan kedua
spesies ini biasanya dilakukan teknik pembiakan larva. Larva
cacing tambang kemudian bermigrasi ke bagian kerongkongan dan
kemudian tertelan. Larva kemudianmenujuusus halus dan menjadi
dewasa dengan menghisap darah pendeita. Cacing tambang
bertelurdi usus halus yang kemudian dikeluarkan bersama dengan
feses.

E. Faktor Risiko Penyakit Cacingan Jenis STH


a. Iklim
Infeksi cacing dengan keadaan iklim tropis dan subtropis sangat
sesuai untuk perkembangan telur cacing. Suhu optimal untuk telur
Ascaris lumbricoides berkisar 25-30C
b. Jenis Tanah
Infeksi cacinga yang ditularkan oleh tanah sebenarnya memiliki
karakteristik yang ampir sama. Kondisi tanah yang lembap
memungkinkan telur Ascaris lumbricoides dan Trichuris
trichiuraberkembang biak dengan cepat. Tanah berpasir yang
gembur di daerah pedesaan dan pertambangan sangat sesuai untuk
pertumbuhan larva Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale. Kondisi tanah yang kering dan berdebu juga bisa
menyebabkan telur terbawa angin sehingga penularan kecacingan
lebih mudah terjadi antara orang yang satu dengan yang lainnya.
c. Kondisi Sanitasi Lingkungan
Pembuangan tinja yang tidak layak akan mengakibatkan
pencemaran lingkungan. Kontaminasi ini terjadi pada air, tanah
sehingga dapat menjadi sumber infeksi dan akan mendatangkan
bahaya bagi kesehatan. Berbagai macam kuman penyakit yang
penularannya berasaldari tinja dan air seni manusia melaluai tanah
seperti bakteri, virus, dan cacing parasit.
d. Pengetahuan
Siswa yang memiliki pengetahuan baik dapat menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat dengan benar. Anak sekolah dengan
pengetahuan yang kurang baik memiliki risiko terinfeksi
kecacingan lebih besar daripada anak sekolah dengan pengetahuan
yang baik. Disamping itu, pengetahuan yang baik pada ibu juga
berpengaruh terhadap kondisi lingkungan rumah sehingga terjaga
kebersihan lingkungan dan kesehatan keluarganya. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang menyebutkan risiko kecacingan akan lebih
rendah jika ibu memiliki tingkat pengetahuan yang baik.
e. Kebiasaan Mencuci Tangan
Cuci tangan menggunakan sabun dengan benar merupakan salah
satu indikator perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup
bersih dan sehat ini perlu diperhatikan karena aktivitas anak
sekolah dasar yang lebih banyak bermain di luar akan berisiko
lebih tinggi untuk terkena kecacingan.
f. Kebersihan Memotong Kuku
Kebersihan perorangan sangat penting untuk pencegahan dari
berbagai macam penyakit. Memotong kuku merupakan kegiatan
dalam upaya untuk pencegahan masuknya penularan cacing dari
tangan ke mulut. Kuku sebaiknya dipotong pendek bersih karena
kondisi kuku tidak pendek bersih memiliki risiko lebih besar untuk
terinfeksikecacingan. Hal ini disebabkan karena jari tangan yang
kotor akan membawa telur cacing masuk ke mulut melalui
makanan.
g. Ketersediaan Jamban Beserta Kebersihannya
Penggunaan jamban keluarga merupakan salah satu dari
penanggulangan penyebaran kecacingan. Terjadinya infeksi baru
dan infeksi berulang banyak disebabkan oleh tercemarnya tanah
oleh tinja penderita. Anak dengan kebiasaan defekasi di kebun atau
halaman berisiko 2,9 kali lebih besar dibanding anak dengan
kebiasaan defekasi di WC/jamban.
h. Ketersediaan Air Bersih
Air bersih merupakan kebutuhan utama manusia untuk mencuci
pakaian dan untuk konsumsi air minum. Air yang kotor dapat
mengandung banyak parasit salah satunya adalah telur maupun
larva cacing.
i. Penggunaan Alas Kaki
Penggunaan alas kaki tidak hanya sekedar melindungi kaki dari
bahaya benda tajam akan tetapi juga untuk mencegah masuknya
telur maupun larva cacing ke dalam tubuh manusia.

F. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: Diare
Saat pengkajian: Klien mengatakan bahwa badannya terasa lemas,
demam, disertai muntah.
b. RiwayatRiwayat Penyakit Sekarang
BAB 5x/hari warna kuning kehijauan bercampur lendir, dan
disertai dengan muntah 2x/hari,
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu mengatakan bahwa dahulu pernah sakit Diare 8x/hari tiap 1-2
jam sekali warna kuning, disertai muntah, badan panas dan tidak
mau makan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu mengatakan dalam anggota keluarga ada yang perna
mengalami sakit diare seperti yang di alami klien.
e. Riwayat Sosial
Ibu mengatakan bahwa tinggal di lingkungan yang berdebu dan
padat penduduknya dan ingin sekali

G. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: klien lemah, panas, muntah dan diare
Kesadaran : composmentis
TTV : Tensi 80/50 mmHg, Nadi 112x/mnt, suhu 390 C,RR 22x/mnt
Pemeriksaan Head to toe
a. Kepala: Bentuk kepala bulat, warna rambut hitam, tidak ada
benjolan,kulit kepala bersih.
Mata: Simetris, tidak ada sekret, konjungtiva merah muda, sklera
putih, mata cowong.
MulutMulut : Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, lidah
bersih.
HidungHidung : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada polip.
TelingaTelinga : Simetris, tidak ada benjolan, lubang telinga
bersih, tidak ad serumen.
LeherLeher : Tidak ada pembesaran kenjar tyroid, limphe, tidak
ada bendungan vena jugularis, tidak ada kaku kuduk.
b. Dada
Inspeksi : dada simetris, bentuk bulat datar, pergerakan dinding
dada simetris, tidak ada retraksi otot bantu pernapasan.
Palpasi : Tidak ada benjolan mencurigakan
Perkusi : paru-paru sonor, jantung dullnes
Auskultasi : Irama nafas teratur, suara nafas vesikuler, tidak ada
suara nafas tambahan.
c. Perut
Inspeksi : simetris
Auskultasi : Peristaltik meningkat 40x/mnt
Palpasi : Turgor kulit tidak langsung kembali dalam 1 detik
Perkusi : Hipertimpan,perut kembung
d. Punggung : Tidak ada kelainan tulang belakang (kyfosis, lordosis,
skoliosis) tidak ada nyeri gerak.
e. GenetaliaGenetalia : jenis kelamin perempuan, tidak odem, tidak
ada kelainan, kulit perineal kemerahan
f. Anus : Tidak ada benjolan mencurigakan,kulit daerah
anus kemerahan.
g. EkstremitasEkstremitas : Lengan kiri terpasang infus, kedua kaki
bergerak bebas, tidak ada odem.

H. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi

DX 1: Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder


terhadap diare. (Carpenito, 2000: 104).
a. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
dengan kriteria tidak ditemukannya tanda-tanda dehidrasi dan klien
mampu memperlihatkan tanda-tanda rehidrasi dan pemeliharaan
hidrasi yang adekuat.
b. Intervensi:
i. Monitor intake dan out put cairan.
ii. ObservasiObservasi tanda-tanda dehidrasi (hipertermi,
turgor kulit turun, membran mukosa kering).
iii. Berikan oral rehidrasi solution sedikit demi sedikit
membantu hidrasi yang adekuat.
iv. ObservasiObservasi pemberian cairan intra vena.
DX 2: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot
polos sekunder akibat migrasi parasit di lambung.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan hilang
atau berkurang dengan kriteria klien tidak menunjukkan kesakitan.
b. Intervensi:
a.) Kaji tingkat dan karakteristik nyeri.
b.) Beri kompres hangat di perut.
c.) Ajarkan metoda distraksi selama nyeri akut.
d.) Atur posisi yang nyaman yang dapat mengurangi nyeri.
e.) Kolaburasi untuk pemberian analgesik
Dx 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan muntah (Carpenito, 2000: 260)
a. Tujuan: Nutrisi terpenuhi dengan kriteria klien menunjukkan
nafsu makan meningkat, berat badan sesuai usia.
b. Intervensi:
a) Beri makanan yang adekuat, nutrisi yang bergizi.
b) Timbang BB setiap hari.
c) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
d) PertahankanPertahankan kebersihan mulut yang baik.
DX 4: Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder
terhadap dehidrasi (Carpenito, 2000 ; 21)
a. Tujuan : Mempertahankan normotermi yang ditunjukkan
dengan tidak terdapatnya tanda-tanda dan gejala hipertermia,
seperti tachicardia, kulit kemerahan, suhu dan tekanan darah
normal.
b. Intervensi:
a) Ajarkan klien dan keluarga pentingnya masukan adekuat.
b) MonitorMonitor intake dan output cairan
c) Monitor suhu dan tanda vital
d) Lakukan kompres.
DX 5: Perubahan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara
dermal – epidermal sekunder akibat cacing gelang (Carpenito, 2000 ; 300)
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan
integritas kulit teratasi dengan kriteria tidak terjadi lecet dan
kemerahan.
b. Intervensi :
a) Beri bedak antiseptik.
b) Anjurkan untuk menjaga kebersihan diri / personal hygiene.
c) AnjurkanAnjurkan untuk tidak menggaruk .
d) Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang meresap
keringat

BAB III
Kesimpulan Dan Saran

i. Kesimpulan
infeksi kecacingan adalah sebagai infestasi satu atau lebih cacing
parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus.
Iklim merupakan faktor utama penyebaran infeksi STH. Maka dari
itu STH merupakan salah satu penyakit endemik. Iklim meliputi
kelembaban udara, temperatur, cahaya, angin, debu, dan juga kelembaban
tanah yang bergantung pada curah hujan merupakan faktor yang
mempengaruhi berlangsungnya penyebaran penyakit cacingan.
Salah satu pemicu terjadinya cacingan adalah Kebiasaan Mencuci
Tangan , Cuci tangan menggunakan sabun dengan benar merupakan salah
satu indikator perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup bersih dan
sehat ini perlu diperhatikan karena aktivitas anak sekolah dasar yang lebih
banyak bermain di luar akan berisiko lebih tinggi untuk terkena
kecacingan.

ii. Saran
Di dalam masalah Cacingan ,kita harus mengetahui faktor-faktor
pencetus terjadinya Cacingan.Dalam kasus Cacingan:
1. Untuk penderita Cacingan,diharapkan untuk lebih banyak
beristirahat,dan hentikan kebiasaan yang dapat menyebabkan
kekambuhan pada Cacingan
2. Untuk keluarga,diharapkan memberikan dukungan atau motivasi
kepada klien untuk pemantauan pada kondisi klien serta membantu
dalam proses penyembuhan pasien
3. Untuk perawat,diharapkan dapat meningkatkan program-program
asuhan keperawatan yang dapat meningkatkan derajat kesehatan pasien
berdasarkan kebutuhannya pasien,terutama dalam hal
pencegahan.perawat juga diharapkan untuk meningkatkan caring
dalam member pelayanan kesehatan untuk memberikan rasa nyaman
kepada klien maupun keluarga klien.

Daftar Pustaka
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.academia.edu/30628225/Laporan_Pen
dahuluan_dan_Asuhan_Keperawatan_Cacingan_Pada_Anak&ved=2ahUKEwjMn
u7Hr9_tAhVKeH0KHd0SBN0QFjACegQIBxAB&usg=AOvVaw2W7SmXSmnL
jS8kpWfoM4xm
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/0cf56f576243b86dc9aef5c9
22934080.pdf

Anda mungkin juga menyukai