Anda di halaman 1dari 44

PENGALAMAN PENGALAMAN MENARCHE PADA

REMAJA OEREMPUAN DI RW 002 KELURAHAN DESA


NANIA AMBON

PROPOSAL

Oleh :
Ade Jihan Farida A Sipi
NPM 1420118105

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MALUKU HUSADA
AMBON
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya penyusun masih
diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. proposal
yang berjudul “Pengalaman MENARCHE pada remaja perempuan di RW 002
kelurahan desa nania ambon” ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata
kuliah metode penelitian kualitatif diprogram studi ilmu keperawatan.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah
ini dimasa akan datang.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.

Ambon, 24 agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................................

BAB I.....................................................................................................................................

PENDAHULUAN.....................................................................................................................

1.1 Latar Belakang................................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................................
1.4 Manfaat
Penelitian......................................................................................................................

BAB II .................................................................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................

2.1 Konsep Pengalaman......................................................................................................

2.2 Konsep Remaja..............................................................................................................

2.3 Konsep Menarche...........................................................................................................

BAB III.................................................................................................................................

METODE PENELITIAN.........................................................................................................

3.1 Desain Penelitian...........................................................................................................

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian........................................................................................

3.3 Partisipan Penelitian.......................................................................................................

3.4 Kerangka Kerja..........................................................................................................

3.5 Instrumen Penelitian....................................................................................................

3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................................................


DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan periode transisi dari masa anak ke masa


dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental,
emosional dan sosial. Menurut World Health Organization (WHO) (2015),
remaja adalah masa tumbuh kembang manusia setelah masa anak-anak dan
sebelum masa dewasa penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun, dan menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah
10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di
Indonesia menurut Sensus Penduduk 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar
18% dari jumlah penduduk
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, populasi remaja putri usia 10-24 tahun di Indonesia adalah 13%.
Namun satu dari lima remaja putri tidak pernah membicarakan atau tidak
pernah mendiskusikan menstruasi sebelum mereka mendapatkan menstruasi
pertamanya. Proporsi Riwayat Menstruasi dan Rata-rata Umur Pertama Kali
Remaja Putri Umur 10-19 Tahun menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Maluku, Riskesdas 2018 yaitu 61.03%
Remaja dalam masa perkembangannya akan mengalami
perubahanbiologis, kognitif, dan sosial-emosional. Tanda dimulainya masa
remaja ditentukan oleh dimulainya kematangan pubertas (Santrock, 2003).
Pubertas merupakan titik pencapaian kematangan seksual, yang ditandai
dengan keluarnya menstruasi pertama kali pada remaja perempuan (Wong,
2008).Menstruasi pertamadikenal dengan istilah menarche. Menarche
memberi petunjuk bahwa mekanisme reproduksi remaja perempuan telah
matur dan memungkinkan mereka untuk mengandung atau melahirkan anak
(Mar’at, 2010)
Perubahan fisik yang tampak jelas setelah menarche, yaitu
tumbuhnya rambut kemaluan dan berkembangnya payudara (Santrock,
2003). Perubahan bentuk tubuh dan distribusi lemak juga akan terjadi dan
lemak banyakterbentuk di daerah payudara dan pinggul (Collins, 2011).
Hurlock (2010) dalam bukunya mengungkapkan bahwa hanya sedikit remaja
yang mengalami kateksis-tubuhatau merasa puas dengan tubuhnya.
Ketidakpuasan lebih banyak dialami di beberapa bagian tubuh tertentu.
Kegagalan mengalami kateksis–tubuh menjadi salah satu penyebab
timbulnya konsep diri yang
kurang baik dan kurangnya harga diri selama masa remaja.Masa
remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang
tinggi (Yusuf, 2010). Peningkatan emosi dikaitkan denganperubahan
hormonal dalam tubuh remaja, sehingga remaja cenderung memperlihatkan
ketidakstabilan emosi. Hal ini tampak pada reaksi emosionalremaja yang
sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, sedih tetapi di sisilain akan
gembira, tertawa, ataupun marah-marah(Kusmiran, 2011). Suasanahati atau
mood remaja pun dapat berubah-ubah dengan sangat cepat.
Respon psikologis remaja perempuan dalam menghadapi menarche
berbeda-beda satu sama lain. Mereka umumnya bere spon negatif yang
ditandai dengan rasa malu dan menyangkal. Hasil studi kual itatif yang
dilakukan Golchin, Hamzehgardeshi, Fakhri, dan Hamzehgardeshi (2012) pada
remaja perempuan di Iran mengungkapkan bahwa mayoritas reponden
menyatakan menarche sebagai peristiwa pubertas yang sangat tidak
menyenangkan
Remaja perempuan saat mengalami menarche biasanya takut
membicarakan peristiwa tersebut kepada orang lain. Mayoritas remaja
perempuan selektif untuk menceritakan dan mendiskusikan tentang
Pengalaman menarchenya (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008; Rembeck dan
Hermansson, 2008). Mereka cenderung menganggap menarchesebagai
peristiwa pribadi ( personal event ) dan mereka hanya akan menceritakannya
kepada orang yang mereka percaya (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008).
Menarchebagi remaja perempuan di Indonesia masih dianggap sebagai hal
yang tabu dan enggan dibicarakan. Penelitian mengenai

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah peneliti ingin menggali
secara mendalam tentang bagaimana pengalaman menarche pada remaja
perempuan di RW 002 kelurahan Desa Nania Ambon.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman menarche
pada remaja perempuan di RW 002 kelurahan Desa Nania Ambon

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat ilmiah


a. kajian dan landasan untuk peneliti selanjutnya dalam mengembangkan
penelitian mengenai pengalaman menarche pada remaja perempuan.
b. Memberikan informasi mengenai pengalaman menarche pada remaja
perempuan sehingga dapat menjadi masukan dalam peningkatan
pelayanan kesehatan reproduksi remaja.
1.4.2. Manfaat pratis
a. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi literatur bagi institusi pendidikan
keperawatan maupun peserta didik dalam meningkatkan ilmu
pengetahuan dan wawasan tentang pengalaman menarche pada remaja
perempuan.
b. Bagi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan tenaga
kesehatan tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan
sehingga dapat meningkatkan strategi dalam upaya promotif untuk
memberikan edukasi mengenai kesehatan reproduksi pada remaja
perempuan.
c. Bagi masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada masyarakat
tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan. Masyarakat
diharapkan dapat mendukung perkembangan seksual remaja
perempuan dan membantu mereka melewati masa tersebut dengan baik
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pengalaman

2.1.1. Definisi pengalaman

Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami


(dijalani, dirasai, ditanggung, dsb) menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI, 2013). Husserl dalam Smith (2009) mengungkapkan
bahwa pengalaman merupakan suatu sistem makna-makna yang saling
terkait yang terangkum dalam suatu totalitas yang disebut “dunia
kehidupan”. Miler dan Boud (1994) mengartikan pengalaman sebagai
totalitas dari cara-cara di mana manusia merasakan dunia dan membuat
dunia merasakan apa yang mereka rasakan (Jarvis, 2004)

Coon dan Mitterer (2010) menyatakan bahwa aliran humanisme


salah satunya berfokus pada pengalaman manusia. Aliran ini menekankan
tentang pengalaman subyektif. Pengalaman subyektif merupakan
persepsi pribadi terhadap realita. Oakeshott dalam Jarvis (2004) juga
mengartikan pengalaman sebagai hal yang subyektif dan merupakan
bentuk pemikiran yang dibangun dan dipengaruhi oleh riwayat hidup
seseorang dan kondisi sosial budaya di mana pengalaman tersebut
terjadi. Pengalaman pun akan berlangsung terus menerus sepanjang
kehidupan manusia. Pengalaman, dengan demikian dapat disimpulkan
sebagai persepsi pribadi seseorang terhadap suatu hal yang dialami pada
situasi tertentu dan memiliki makna tersendiri bagi orang tersebut.
Pengalaman merupakan salah satu faktor internal yang
mempengaruhi persepsi seseorang (Notoatmodjo, 2005). Pengalaman
juga mempengaruhi pengetahuan seseorang, walaupun seseorang dapat
mempelajari suatu hal dengan menghafal, pengalaman sebelumnya dapat
dijadikan pengalaman belajar bila dapat bermanfaat (. Perilaku individu
yang berbeda-beda pun juga salah satunya dipengaruhi oleh pengalaman
(Sunaryo, 2004). Pengalaman, di sisi lain, dapat dipengaruhi oleh
memori/ingatan seseorang dalam variasi cara yang berbeda (Jarvis,
2004).
Penelitian ini meneliti tentang pengalaman menarche pada remaja
perempuan. Studi yang dilakukan Chang, Hayter, dan Wu (2010)
menyebutkan bahwa remaja yang mulai mengalami menarche akan
mengalami perubahan, baik fisik, psikologis, maupun sosial-budaya.
Mereka juga menjelaskan bahwa kesiapan menarche remaja perempuan
dipengaruhi oleh dukungan pengetahuan dari ibu, ayah, teman sekelas
laki-laki, serta dipengaruhi latar belakang sosial-budaya.

2.2. Konsep Remaja

2.2.1. Definis Remaja


Remaja dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan
adolescent. Kata tersebut berasal dari bahasa latin, yakni adalescere yang
artinya “bertumbuh”. WHO (2013) menjelaskan arti remaja sebagai
seseorang yang berada pada periode usia antara 10-19 tahun. BKKBN
menambahkan bahwa batasan usia remaja berada pada 10-24 tahun
(BKKBN, 2011). Bobak (2004) menyatakan masa remaja ialah periode
waktu individu beralih dari fase anak ke fase dewasa. Hall (1904), yang
biasa disebut oleh para ahli sejarah sebagai Bapak studi ilmiah remaja,
mengartikan remaja sebagai masa antara usia 12 sampai 23 tahun dan
masa yang penuh dengan topan dan tekanan, yang ditandai dengan
konflik dan perubahan nuansa hati (Santrock, 2003). Remaja, dengan
demikian dapat disimpulkan sebagai suatu periode anak yang mulai
meninggalkan masa kanak-kanaknya menuju masa dewasa yang penuh
perubahan, dengan rata-rata usia yaitu antara 10 hingga 24 tahun.

2.2.2. Tahapan Masa Remaja


Banyak sumber yang berbeda pendapat tentang batasan
usia remaja dan penggolongan remaja. Monks, Knoers, dan Haditono
(2001) dalam Mar’at (2010) membagi tahapan remaja menjadi 4 tahap,
yaitu:
a. praremaja atau prapubertas (10-12 tahun)
b. masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun)
c. masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
d. masa remaja akhir (18-21 tahun). Remaja awal hingga remaja akhir
inilah yang disebut masa adolescent.
Bobak (2004) dalam bukunya juga menjelaskan bahwa
perkembangan remaja terbagi menjadi 3 tahap, yaitu:
a. Tahap awal (usia 10-14 tahun)
Tahap ini menjelaskan tentang awal mula remaja tertarik dengan
lawan jenis, mulai berpikir konkrit, serta masih timbulnya konflik
dengan orang tua.
b. Tahap menengah (usia 15-16 tahun)
Sikap mandiri dan ingin bebas dari orang tua merupakan ciri dari
tahap ini. Remaja menjadi lebih sering bergaul dengan teman
sebayanya dibandingkan bersama keluarga. Emosi remaja yang suka
meledak-ledak atau biasa disebut labil juga turut mewarnai tahapan
ini.

c. tahap akhir (usia 17-21 tahun)


Remaja pada rentang usia ini sering berpacaran. Remaja pun mulai
mengembangkan pemikiran abstraknya. Pemikiran remaja tentang
masa depannya kelak juga telah dipikirkannya karena pada tahapan
ini mereka cenderung sudah bersikap dewasa. Hal ini ditunjukkan
dengan pemikirannya yang ingin dapat hidup mandiri baik secara
emosional ataupun finansial.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia
(Balitbankes RI) dalam Riskesdas (2010) membagi remaja menjadi 2
kelompok umur, yaitu usia praremaja (13-15 tahun) dan usia remaja (16-
18 tahun). Oleh karena itu, pembagian tahapan remaja dapat disimpulkan
menjadi beberapa tahap, yaitu dimulai dari tahapan praremaja, remaja
awal, remaja menengah, hingga remaja akhir.

2.2.3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja


Manusia memiliki tugas perkembangannya masing-
masing pada tiap tahapan usia. Tugas perkembangan anak, remaja,
hingga dewasa pun berbeda-beda. Tugas perkembangan adalah hal-hal
yang harus dipenuhi atau diberikan oleh remaja dan dipengaruhi oleh
harapan sosial (Kusmiran, 2011).
Remaja memiliki tugas perkembangannya sendiri setelah
melewati masa kanak-kanak. Tugas perkembangan remaja menurut
Bobak (2004) diantaranya, yaitu remaja dapat menerima citra tubuh
maupun identitas seksualnya. Tugas perkembangan remaja yang lain,
yaitu remaja diharapkan dapat belajar mandiri dan mengambil
keputusannya sendiri. Remaja juga dituntut untuk dapat
mengembangkan sistem nilai personal dan identitas seorang yang
dewasa.
Semua tugas perkembangan pada masa remaja
dipusatkan pada penanggulangan sikap dan perilaku yang kekanak-
kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa.
Beberapa tugas perkembangan menurut Hurlock (2010) yang perlu
dikuasai remaja, yaitu:
a. keadaan fisiknya
Para remaja terkadang sulit untuk menerima keadaan fisiknya karena
pada masa kanak-kanak, mereka telah memiliki konsep tersendiri
tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Remaja pada
saatnya perlu untuk memperbaiki konsep tersebut dan mempelajari
cara-cara memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan
apa yang dicita-citakan.
b. peran sesuai jenis kelamin
Remaja perempuan perlu mempelajari peran feminin agar sesuai
dengan perannya sebagai perempuan. Hal ini seringkali merupakan
tugas pokok remaja yang memerlukan penyesuaian diri selama
bertahun-tahun.
c. hubungan yang lebih matang kepada sesama jenis maupun lawan
jenis Tugas perkembangan ini tergolong tidak mudah untuk dilalui
karena pertentangan lawan jenis sering berkembang selama akhir
masa kanak- kanak dan masa puber, maka untuk mempelajari
hubungan baru dengan lawan jenis perlu dimulai dari nol.
Pengembangan hubungan baru yang lebih matang dengan teman
sebaya sesama jenis juga tidak mudah dilakukan.
d. kemandirian emosional dan mempersiapkan kemandirian ekonomi
Tugas perkembangan ini menjadi mudah diperoleh bagi remaja yang
sangat mendambakan kemandirian secara emosional dari orang tua
dan orang-orang dewasa lain. Namun, masih banyak remaja yang
ingin mandiri tetapi masih membutuhkan rasa aman yang diperoleh
dari ketergantungan emosi pada orang tua atau orang-orang dewasa
lain. Hal ini menonjol pada remaja yang statusnya kurang memiliki
hubungan yang akrab dengan teman sebaya atau anggota
kelompoknya. Tugas perkembangan yang lain pada masa remaja
adalah mempersiapkan kemandirian ekonomi. Remaja, secara
ekonomis masih bergantung kepada orang tuanya selama beberapa
tahun sampai pada akhirnya mereka memiliki pekerjaan dan siap
untuk bekerja.
e. Keterampilan intelektual
Sekolah dan pendidikan tinggi menekankan perkembangan
keterampilan intelektual dan konsep penting bagi kecakapan sosial.
Sekolah dan pendidikan tinggi juga mencoba untuk membentuk nilai-
nilai yang sesuai dengan nilai-nilai dewasa dan orang tua berperan
banyak dalam perkembangan ini.
f. Perilaku sosial yang bertanggung jawab
Sebagian besar remaja ingin diterima oleh teman-teman sebaya tetapi
hal ini seringkali diperoleh dengan perilaku yang oleh orang dewasa
dianggap tidak bertanggung jawab.
g. Perkawinan di kemudian hari
Kecenderungan kawin muda menyebabkan persiapan perkawinan
merupakan tugas perkembangan yang paling penting dalam tahun-
tahun remaja. Persiapan tentang tugas-tugas dan tanggung jawab
kehidupan keluarga yang persiapannya kurang merupakan salah satu
penyebab dari masalah yang tidak terselesaikan, yang oleh remaja di
bawa ke dalam masa dewasa.

2.2.4. Pertumbuhan dan perkembangan remaja perempuan


a. Pertumbuhan remaja perempuan
Soetjiningsih (2007) dalam bukunya menjelaskan bahwa remaja
mengalami pertumbuhan tubuh yang lebih cepat dibandingkan pada
masa kanak-kanak. Kecepatan pertumbuhan antara remaja pun
bervariasi satu sama lain karena terdapat remaja yang tumbuh
lebih cepat dan remaja yang tumbuh lebih lambat. Pertumbuhan
melibatkan interaksi antara endokrin dan sistem tulang. Banyak
hormon yang mempengaruhi pertumbuhan, termasuk hormon
pertumbuhan (GH), tiroksin, insulin, dan kortikosteroid (semuanya
mempengaruhi kecepatan pertumbuhan); leptin (mempengaruhi
komposisi tubuh); dan hormon paratiroid, 1,25-dihidroxy vitamin D,
dan calcitonin (semuanya mempengaruhi mineralisasi tulang). Pada
masa pubertas, hormon seks steroid dan hormon pertumbuhan
berperan pada pacu tumbuh pubertas. Sebelum mulai pacu tumbuh,
remaja perempuan tumbuh dengan kecepatan 5,5 cm/tahun (4-7,5
cm). Sekitar 2 tahun setelah mulai pacu tumbuh, remaja perempuan
mencapai kecepatan tinggi badannya dengan kecepatan sekitar 8
cm/tahun (6-10,5 cm). Kecepatan maksimal dicapai 6-12 bulan
sebelum menarche dan ini dipertahankan hanya untuk beberapa
bulan.
b. Perkembangan remaja perempuan
Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan dalam
kehidupan manusia. Perkembangan biasanya digambarkan dalam
periode-periode tertentu (Santrock, 2003). Konsep perkembangan
remaja terbagi menjadi 2, yaitu: nature dan nurture. Nature berarti
tekanan maupun gejolak yang banyak dijumpai oleh remaja atau biasa
disebut dengan masa badai. Tekanan tersebut didapat baik dari diri
sendiri maupun lingkungan. Konsep nurture adalah kebalikan dari
nature yang mengungkapkan bahwa tidak semua remaja akan
mengalami suatu tekanan karena hal itu tergantung dari lingkungan di
sekitarnya maupun pola asuhnya (Kusmiran,2011).
Aspek perkembangan pada remaja dibagi menjadi:
1) Perkembangan biologis
Perkembangan biologis perempuan yang memasuki masa
remaja, pada awalnya ditandai pembesaran payudara atau
mulai tumbuhnya rambut kemaluan kemudian tumbuh
rambut ketiak. Sejalan dengan perubahan tersebut, tinggi
badan bertambah dan pinggul menjadi lebih lebar dari bahu.
Menstruasi pertama (menarche) datang di akhir siklus
pubertas (Santrock, 2003).
Hurlock (2010) pun menjelaskan bahwa selama pertumbuhan
pesat masa pubertas, terjadi empat perubahan fisik penting di
mana tubuh remaja perempuan mengalami: perubahan
ukuran tubuh, perubahan proporsional tubuh, perkembangan
ciri- ciri seks primer dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder.
a. Perubahan ukuran tubuh
Perubahan fisik utama masa puber adalah perubahan ukuran
tubuh dalam tinggi badan (TB) dan berat badan (BB). Rata-rata
peningkatan per tahun di antara remaja-remaja perempuan
sebelum menstruasi adalah 3 inci tetapi peningkatan itu bisa
juga terjadi dari 5 sampai 6 inci. Tingkat pertumbuhan setelah
menstruasi menurun sampai kira-kira 1 inci setahun dan
berhenti sekitar delapan belas tahun.

b. Perubahan proporsi tubuh


Perubahan fisik yang kedua adalah perubahan proporsi tubuh.
Badan yang kurus dan panjang mulai melebar di bagian
pinggul dan bahu, serta ukuran pinggang juga berkembang.
Lebar pinggul dan bahu dipengaruhi oleh usia kematangan.
Remaja yang lebih lambat matang mempunyai pinggul yang
sedikit lebih besar daripada remaja yang cepat matur.

c. Ciri-ciri seks primer


Petunjuk pertama bahwa mekanisme reproduksi remaja
perempuan menjadi matang adalah datangnya menstruasi.
Pada saat ini, terjadi pertumbuhan pesat terhadap panjangnya
uterus dan beratnya ovarium.
d. Ciri-ciri seks sekunder
Perubahan fisik keempat adalah perkembangan ciri-ciri seks
sekunder. Ciri-ciri seks sekunder yang penting pada remaja
perempuan diantaranya, yakni: bertambah lebarnya pinggul,
pembesaran payudara, tumbuhnya rambut kemaluan, kulit
menjadi lebih kasar dan lebih tebal, kelenjar lemak dan
keringat menjadi lebih aktif, otot semakin membesar dan kuat.
Pertumbuhan payudara dapat terlihat ketika anak berusia
antara 8-14 tahun. Tahap-tahap perkembangan payudara
pada perempuan menurut Marshall dan Tanner dalam Heffner
dan Schust (2008) dibagi menjadi 5 tahap, yakni:
1) prasemaja: adanya papila yang terangkat
2) Tahap permulaan/pucuk payudara: payudara dan
papila menonjol seperti gundukan kecil dan diameter
areola membesar
3) Pembesaran lebih lanjut pada payudara dan areola
tanpa perbedaan kontur
4) Areola dan papila menonjol untuk membentuk
gundukan sekonder di atas payudara
5) Tahap matur: penonjolan hanya pada papila karena
kembalinya areola ke kontur umum payudara
Daniawati (2003) pun mengemukakan bahwa pada
tahapan perkembangan payudara, puting susu setiap
perempuan berbeda dalam bentuk, ukuran, dan
warna. Hal ini karena faktor keturunan. Payudara
juga akan terasa sakit (jika tersentuh sesuatu) dan
gatal sebelum menjadi bentuk yang sempurna.
Payudara yang sudah melewati masa sakit akan
terlihat bulat penuh dan berisi. Ini berarti, lemak dan
saluran susu sudah mencapai tingkat kesempurnaan.
Saluran-saluran penghasil susu pun sudah terbentuk
sehingga sudah dapat digunakan sesuai dengan
fungsinya, seperti menyusui bayi jika telah siap.
Selain perkembangan payudara, remaja perempuan
juga akan mengalami pertumbuhan rambut
kemaluan akibat dari peran kelenjar adrenal. Rambut
kemaluan biasanya mulai muncul setelah payudara
mulai berkembang, tetapi tidak selalu (Collins, 2011).
Pertumbuhan rambut kemaluan pada remaja juga
dibagi menjadi 5 tahap menurut sistem yang
dikembangkan oleh Marshall dan Tanner, yaitu:
1. terdapat rambut kemaluan (tidak lebih tebal
dari dinding abdomen).
2. Pertumbuhan yang tipis dari rambut halus,
panjang, dan sedikit berpigmen terutama di
sepanjang labia.
3. Rambut menghitam, menebal, dan sebagian
besar keriting.
4. Rambut kini tampak seperti pada orang
dewasa, namun areanya lebih kecil dari orang
dewasa. Tidak ada penyebaran ke permukaan
medial paha.
5. Penampakan dan jumlah rambut sepserti
pada orang dewasa.Bentuk menyerupai
segitiga terbalik seperti pada orang dewasa.
Penyebaran ke permukaan medial paha
namun tidak melebihi dasar segitiga (Heffner
dan Schust, 2008).
Semua perubahan ini terjadi karena
perubahan hormonal dalam tubuh saat
hipotalamus memulai memproduksi
gonadotropin- releasing hormones yang
merupakan sinyal bagi hipotalamus mulai
memproduksi hormon gonadotropik. Hormon
gonadotropik menstimulasi sel ovarian untuk
memproduksi estrogen. Hormon ini berperan
dalam perkembangan karakteristik seks
sekunder serta memainkan peran penting
dalam reproduksi (Potter dan Perry, 2005).
Progesteron juga bekerja pada semua organ
dalam sistem reproduksi tetapi kerjanya
hanya terjadi jika progesteron sedang atau
sudah dipengaruhi oleh estrogen.
Progesteron juga mempengaruhi
jaringan tubuh lainnyayang menyebabkan
penumpukkan lemak (Farrer, 2001).
2) Perkembangan kognitif
Teori perkembangan kognitif dari Piaget (1954)
dalam Santrock (2003) memandang remaja berada
pada tahap operasional formal. Remaja akan
berpikir lebih abstrak serta logis pada tahap ini.
Remaja mengembangkan citra tentang hal-hal yang
ideal sebagai bagian dari kemampuan berpikir
abstraknya. Berkaitan dengan perkembangan
kognitif, umumnya remaja menampilkan tingkah
laku yang sering ditunjukkan dengan pemikiran
yang kritis, rasa ingin tahu yang kuat, serta jalan
pikir remaja yang mengarah pada tipe egosentris.
Remaja pada perkembangan ini, memiliki perasaan
selalu diperhatikan dan menjadi pusat perhatian
orang lain (imagery audience) serta perasaan
bahwa dirinya unik dan berbeda dengan orang lain
(personal fables) (Kusmiran, 2011).
3) Perkembangan sosial
Keinginan menjadi mandiri akan timbul dalam diri
remaja. Salah satu bentuk kemandirian itu adalah
dengan mulai melepaskan diri dari pengaruh orang
tua dan ketergantungan secara emosional pada
orang tua. Remaja pun mulai mencari pengakuan
dari luar rumah dan lebih banyak menghabiskan
waktu bersama teman sebayanya sehingga wajar
jika tingkah laku dan norma yang dipegang remaja
banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya.
Remaja, di sisi lain, masih tergantung pada orang
tuanya (Kusmiran, 2011). Pengaruh teman-teman
sebaya pada sikap, pembicaraan, minat,
penampilan, dan perilaku, lebih besar dibandingkan
pengaruh keluarga, hal itu dapat dimengerti karena
remaja lebih banyak menghabiskan waktu di luar
rumah (Hurlock, 2010).
4) Perkembangan emosional
Perkembangan emosi pada remaja awal
menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang
sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau
situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan
temperamental (mudah tersinggung/marah atau
mudah sedih/murung), sedangkan remaja akhir
sudah mampu mengendalikan emosinya.
Pencapaian kematangan emosional merupakan
tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja.
Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh
kondisi sosio- emosional lingkungannya, terutama
lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
Apabila kurang dipersiapkan untuk memahami
peran-perannya dan kurang mendapat perhatian
dan kasih sayang dari orang tua atau pengakuan
dari teman sebaya, mereka cenderung akan
mengalami kecemasan, perasaan tertekan, atau
ketidaknyamanan emosional (Yusuf, 2010).
Hurlock (2010) juga menjelaskan perubahan emosi
juga dipengaruhi oleh kondisi sosial. Adapun
meningginya emosi terutama karena remaja berada
di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi
baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia
kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi
keadaan-keadaan itu. Ketidakstabilan emosi
tersebut terjadi sebagai konsekuensi dari usaha
penyesuaian diri pada pola perilaku yang baru dan
harapan sosial yang baru. Hurlock (2010) dalam
bukunya juga menambahkan bahwa kemurungan,
merajuk, ledakan amarah dan kecenderungan
untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil
juga merupakan ciri-ciri bagian awal masa pubertas.
Remaja, pada masa ini merasa khawatir, gelisah,
dan cepat marah. Sedih, mudah marah, dan
suasana hati yang negatif sangat sering terjadi
selama masa pramenstruasi dan awal periode
menstruasi.
5) Perkembangan moral
Salah satu tugas perkembangan penting yang harus
dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang
diharapkan oleh kelompok. Remaja juga perlu
membentuk perilakunya agar sesuai dengan
harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi,
didorong, dan diancam hukuman seperti yang
dialami waktu anak-anak. Remaja diharapkan dapat
mengganti konsep-konsep moral yang berlaku
khusus di masa kanak-kanak dengan prinsip moral
yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam
kode moral yang berfungsi sebagai pedoman bagi
perilakunya (Hurlock, 2010).
Tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika
dibandingkan dengan anak melalui pengalaman
atau interaksi sosial dengan orang tua, guru, teman
sebaya, atau orang dewasa lainnya. Mereka sudah
mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-
konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan,
kesopanan, dan kedisiplinan. Pada masa ini muncul
dorongan untuk melakukan perbuatan yang dapat
dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku
bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya,
tetapi psikologis (rasa puas adanya penerimaan dan
penilaian positif dari orang lain tentang
perbuatannya) (Yusuf, 2010).
6) Perkembangan kepribadian
Masa remaja merupakan masa berkembangnya
identity (jati diri). Jati diri ini dapat dikatakan
sebagai aspek sentral bagi kepribadian yang sehat
yang merefleksikan kesadaran diri, kemampuan
mengidentifikasi orang lain, dan mempelajari
tujuan- tujuan agar dapat berpartisipasi dalam
kebudayaannya. Faktor- faktor dan pengalaman
yang tampak membuat terjadinya perubahan
kepribadian, meliputi:
a. Perolehan ertumbuhan fisik seperti orang
dewasa
b. Kematangan seksual yang disertai dorongan dan
emosi baru
c. Kesadaran terhadap diri sendiri
d. Kebutuhan akan persahabatan yang bersifat
heteroseksual
e. Munculnya konflik sebagai dampak dari masa
transisi remaja (Yusuf, 2010).
7) Perkembangan heteroseksual
Ciri penting dari perkembangan heteroseksual
remaja, yaitu adanya minat terhadap lawan jenis
yang semakin kuat disertai keinginan kuat untuk
memperoleh dukungan dari lawan jenis.Remaja
juga mulai mencari-cari informasi tentang
kehidupan seksual orang dewasa bahkan juga
muncul rasa ingin tahu dan keinginan bereksplorasi
melakukannya. Adanya dorongan seksual dan
ketertarikan terhadap lawan jenis membuat
perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik
perhatian lawan jenis (Kusmiran, 2011).

2.3. Konsep Menarche

2.3.1. Pengertian
Balitbankes RI dalam Riskesdas (2010)
mengemukakan menarche sebagai tanda awal masuknya
seorang perempuan dalam masa reproduksi. Manuaba dkk
(2007) mengungkapkan bahwa menarche adalah menstruasi
pertama perempuan yang umumnya terjadi pada usia sekitar
10-11 tahun. Menarche dapat juga dikatakan sebagai onset
menstruasi yang terjadi pada usia rata-rata 12 tahun, dengan
kisaran normal 8-16 tahun (Norwitz dan Schorge, 2008),
sedangkan di dalam kamus Mosby (2006) dijelaskan bahwa
menarche sebagai permulaan siklus menstruasi dan
biasanya terjadi antara usia 9-17 tahun. Oleh karena itu,
menarche dapat disimpulkan sebagai onset menstruasi
pertama yang dialami remaja perempuan yang dapat terjadi
pada rentang usia 8-17 tahun.
Bagi banyak perempuan, menarche terjadi tepat
waktu tetapi bagi yang lain menarche terjadi lebih cepat
atau lambat (Santrock, 2003). Remaja perempuan rata-rata
mengalami menarche pada usia 12 tahun
namun ada kecenderungan bahwa menarche kini
mulai lebih awal daripada 30 atau 40 tahun lalu. Usia
menarche dan mungkin masa pubertas telah mengikuti tren
sekuler, yaitu terjadi lebih awal rata-rata 2- 3 bulan per
dekade (Collins, 2011). Banyak remaja perempuan yang
perkembangannya juga mengalami keterlambatan, seperti
yang belum mengalami menstruasi sampai berusia 15 tahun,
yang biasanya akan datang meminta pertolongan dokter
(Santrock, 2003). Collins (2011) juga menjelaskan dalam
bukunya bahwa remaja perempuan juga dapat mengalami
menarche terlambat yang perlu diwaspadai bila menstruasi
belum terjadi dalam jangka waktu 5 tahun setelah payudara
tumbuh.

2.3.2. Fisiologi mentruasi

Siklus menstruasi didorong oleh umpan balik antara


kelenjar pituitari anterior dan ovarium (Murray dan
McKinney, 2006). Siklus menstruasi pertama diyakini pada
awal mulanya terjadi berkaitan dengan lepasnya generator
denyut GnRH di hipotalamus dari inhibisi sistem saraf
pusat. GnRH menstimulasi hipofisis anterior untuk
mensekresikan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan
Luteinizing Hormone (LH). Pelepasan FSH dan LH pun
mengalami peningkatan. Ovarium berespon terhadap
gonadotropin tersebut sehingga memungkinkan pula
terjadinya produksi estrogen dan progesteron. Pengaturan
umpan balik positif pada kelenjar hipotalamus dan hipofisis
oleh estrogen pada akhirnya akan terbentuk. Kombinasi
peristiwa pematangan itu akan menyebabkan terjadinya
ovulasi (Heffner dan Schust, 2008).
Sebagian besar menarche berlangsung tanpa diikuti ovulasi
pada tahun pertama. Siklus menstruasi pada awalnya pun
tidak teratur. Siklus tersebut akan menjadi teratur setelah
satu tahun atau lebih hingga pada saatnya terjadi ovulasi.
Proses ovulasi akan berlangsung terus menerus sepanjang
tahun sejak menarche sampai menopause (Cunningham
et.al., 2005).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi deskriptif. Penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek
yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti
adalah sebagai instrumen kunci dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2010). Penelitian
ini biasanya digunakan untuk menggali fenomena yang dibahas secara
mendalam.
Fenomenologi digunakan sebagai pendekatan dalam
metodologi penelitian kualitatif ini. Fenomenologi merupakan
pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-
pengalaman subyektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia
(Moleong, 2010). Pendekatan fenomenologi juga berusaha memahami
arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada
dalam situasi-situasi tertentu. Pendekatan fenomenologi ini penting
bagi praktik keperawatan karena keperawatan itu sendiri berhubungan
dengan pengalaman kehidupan manusia. Fenomenologi merupakan
pendekatan yang sesuai untuk menginvestigasi fenomena penting
seseorang yang berguna bagi bidang keperawatan (Streubert dan
Carpenter, 2003). Penelitian ini menggunakan pendekatan
fenemenologi deskriptif untuk mengetahui pengalaman menarche
secara mendalam dan menemukan makna menarche yang terkandung
dari pengalaman yang dialami oleh remaja perempuan.
Spiegelberg (1975) dalam Streubert dan Carpenter (2003)
menjelaskan bahwa fenomenologi deskriptif menstimulasi persepsi
tentang pengalaman hidup dengan menekankan pada kekayaan,
keluasan, dan kedalaman pengalaman itu sendiri. Spiegelberg
mengidentifikasi tiga tahapan proses untuk fenomenologi deskriptif,
yaitu tahap intuisi, analisis, dan deskripsi. Langkah pertama, yaitu
intuisi, menjadikan peneliti terlibat penuh dalam mengeksplorasi
tentang fenomena mengenai pengalaman menarche remaja perempuan.
Peneliti pada tahap ini sebagai instrumen melalui proses wawancara
mendalam. Langkah kedua, yaitu analisis dan dalam langkah ini
peneliti mendengarkan deskripsi individu tentang pengalamannya dari
hasil transkripsi kemudian mengidentifikasi esensi fenomena
berdasarkan data yang diperoleh. Peneliti kemudian mengeksplorasi
hubungan dan keterkaitan antara elemen-elemen tertentu yang ada
dalam fenomena tersebut. Tahap ketiga adalah deskripsi, yang
bertujuan untuk mengkomunikasikan unsur penting fenomena ke
dalam uraian tertulis maupun lisan yang berbeda. Peneliti menguraikan
laporan penelitian dalam bentuk narasi dengan didasarkan pada
pengklarifikasian dan pengelompokkan pada tiap fenomena.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus tahun 2021
di RW 002 kelurahan Desa Nania Ambon. Tempat itu menjadi lokasi
penelitian karena belum pernah dilakukan penelitian tentang
pengalaman menarche di daerah tersebut.

1.1. Partisipan Penelitian


Partisipan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan. Teknik
purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data
dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Partisipan pada
penelitian ini yaitu remaja perempuan di RW 002 kelurahan desa
nania, dengan kriteria inklusi partisipan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Perempuan yang berdomisili di RW 002


kelurahan Desa Nania Ambon
b. Memiliki pengalaman menarche minimal satu tahun

c. Bersedia menjadi partisipan


1.2. Kerangka Kerja

Sampel/partisipan

Remaja putri RW 002 Desa Nania ambon

Teknik pengambilan dengan cara wawancara mendalam

Uji kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),


kebergantungan (dependability), dan kepastian
(confirmability).

Proses analisis data menggunakan langkah-


langkah dari Colaizzi

Penyajian hasil
1.3. Instrument penelitian

Instrumen kunci dalam penelitian kualitatif ini yaitu peneliti sendiri


dengan melakukan wawancara mendalam berdasarkan pedoman
wawancara mendalam.

1.4. Teknik Pengumpulan Data

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli- Agustus


2021. Peneliti melakukan wawancara mendalam
berdasarkan pedoman wawancara yang telah disiapkan
sebelumnya. Pengumpulan data juga dilakukan peneliti
menggunakan bantuan alat perekam, alat pencatat, dan
membuat catatan lapangan saat wawancara berlangsung.

b. Proses Pengumpulan Data

a) Tahap Persiapan Pengumpulan Data


Rangkaian proses pengumpulan data pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1) melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus
izin penelitian kepada pihak-pihak terkait, seperti
kepala kelurahan desa nania.
2) Setelah mendapat persetujuan dari pihak
kelurahan, peneliti menemui pihak RW 002 untuk
menjelaskan bahwa peneliti ingin melakukan
penelitian di tempat tersebut serta mendapatkan
persetujuan dari pihak RW.Setelah mendapat
persetujuan dari pihak RW 002, peneliti turun ke
lapangan dan mendata partisipan sesuai kriteria
lalu melakukan penelitian kepada remaja
perempuan yang bersedia menjadi partisipan
dengan terlebih dahulu melakukan inform consent.
3) Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada
partisipan sesuai kesepakatan waktu dan tempat,
setelah mendapat hasil rekaman wawancara
mendalam, peneliti mentranskrip data yang
diperoleh.
b) Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan melakukan wawancara mendalam kepada
partisipan Wawancara mendalam (in-depth interview)
secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap
muka antara pewawancara dengan informan, dengan atau
tanpa menggunakan pedoman wawancara (Bungin, 2007).
Pelaksanaan wawancara mengalir seperti dalam
percakapan sehari-hari. Wawancara biasanya berjalan lama
dan seringkali dilanjutkan pada kesempatan berikutnya
(Moleong, 2010). Wawancara mendalam yang dilakukan
peneliti kepada partisipan berlangsung selama sekitar 30-
50 menit. Peneliti juga tidak hanya melakukan satu kali
wawancara dan rata-rata peneliti melakukan wawancara
kepada partisipan sebanyak 2-3 kali pertemuan. Peneliti
saat melakukan wawancara memperhatikan proses
pelaksanaan wawancara, seperti memperhatikan
penampilan, memperkenalkan diri terlebih dahulu serta
menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan peneliti dengan
singkat dan jelas. Peneliti juga membuat kontrak waktu dan
tempat sebelum memulai wawancara.

Kemampuan mendengar yang baik, akurat, dan tepat


perlu peneliti kembangkan agar apa yang didengar
secara tepat dapat menunjang pemecahan masalah
penelitian (Moleong, 2010). Beberapa hal yang juga
perlu diperhatikan seorang peneliti saat
mewawancarai partisipan adalah intonasi suara,
kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak
mata, dan kepekaan nonverbal (Saryono dan
Anggraeni, 2010). Kemampuan yang dipersiapkan di
atas dapat membuat partisipan lebih terbuka dan
meningkatkan kepercayaannya untuk menceritakan
pengalaman menarchenya.
c. Keabsahan Data

Data yang peneliti peroleh dalam penelitian kualitatif perlu


diuji validitas dan reliabilitas untuk mengukur keabsahan
data. Hal ini dikarenakan hal yang diuji validitas dan
reliabilitas pada penelitian kualitatif adalah datanya
(Sugiyono, 2010). Data yang valid mengandung arti bahwa
data yang dilaporkan peneliti sesuai dengan data yang
memang ada pada obyek penelitian. Reliabilitas data
berkaitan dengan konsistensi data yang diperoleh, di mana
data yang didapat akan selalu sama hasilnya walaupun
dilakukan oleh peneliti yang berbeda. Dengan demikian,
keabsahan data dalam penelitian kualitatif penting
diperhatikan agar mendapatkan hasil yang akurat dan
obyektif. Uji keabsahan dalam penelitian kualitatif,
meliputi:
a. Kredibilitas (Credibility)
Uji kredibilitas atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif dapat dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi
dengan teman sejawat (peer debriefing), analisis kasus negatif,
dan pengecekan anggotaa(member check). Cara
memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian
menurut Saryono dan Anggraeni (2010), yaitu:
i. Memperpanjang masa pengamatan
Perpanjangan pengamatan memungkinkan peningkatan
derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa
mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari
partisipan serta untuk membangun kepercayaan para
partisipan terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri
peneliti sendiri. Perpanjangan pengamatan juga membuat
peneliti dan partisipan semakin membentuk hubungan
yang akrab, terbuka, dan saling mempercayai sehingga
tidak ada informasi yang disembunyikan lagi (Sugiyono,
2010).
ii. Pengamatan yang terus menerus (persistent observation)
Pengamatan ini diperlukan untuk menemukan ciri-ciri dan
unsur- unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu yang sedang diteliti serta memusatkan
diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
iii. Triangulasi
Pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data tersebut. Denzin
(1978) dalam Moleong (2010) membagi teknik triangulasi
menjadi 4 macam, yaitu: menggunakan sumber, metode,
penyidik, dan teori. Penggunaan triangulasi akan lebih
meningkatkan kekuatan data bila dibandingkan dengan
satu pendekatan (Sugiyono, 2010)
Diskusi dengan teman sejawat (peer debriefing)

Diskusi dengan teman sejawat yaitu mengekspos hasil


sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk
diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Rekan diskusi
sebaiknya yang memiliki pengetahuan dan pengalaman
dalam bidang yang dipersoalkan, terutama tentang isi
maupun metodologinya (Moleong, 2010).
iv. Mengadakan pengecekan anggota (member check)
Cara ini yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-dugaan
yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk
mengecek analisis, dengan mengaplikasikannya pada data serta
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang data.
Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh
data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh
pemberi data (Sugiyono, 2010). Apabila data yang ditemukan
disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid,
tetapi jika data tidak disepakati pemberi data maka peneliti
perlu melakukan diskusi pada pemberi data.
v. Analisis kasus negatif (negative casa analysis)
Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan
mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola
dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan
digunakan sebagai bahan pembanding (Moleong, 2010).
Pengecekan atas kecukupan referensial (referencial
adequacy checks) Bahan referensi yang dimaksud adalah adanya
pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh
peneliti, seperti hasil.
Wawancara yang perlu didukung dengan adanya rekaman
wawancara (Sugiyono, 2010).
Uji kredibilitas yang digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara peer debriefing, dengan cara
berdiskusi kepada orang yang berpengalaman terhadap isi
dan metodologi penelitian, yaitu kepada pembimbing.
Peneliti juga melakukan member check, di mana peneliti
kembali ke lapangan dan melakukan konfirmasi atau
klarifikasi terhadap data yang sudah diperoleh dengan
menanyakan kembali kepada partisipan.
b. Transferabilitas (Transferability)

Uji ini mengandung arti bahwa data


yang dilaporkan dapat diterapkan atau
diberlakukan di tempat yang lain. Tempat
lain tersebut juga harus memiliki karakter
yang hampir sama dengan obyek penelitian
sebelumnya (Lapau, 2012). Peneliti dalam
melakukan uji transferabilitas harus
memberikan uraiaan yang rinci, jelas,
sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan
demikian pembaca dapat memutuskan
dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan
hasil penelitian tersebut di tempat lain.

c. Dependabilitas(Dependability)
Pengujian ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan penelitian.
Tata cara itu dilakukan oleh auditor atau pembimbing yang sudah ahli di
bidangnya untuk mengaudit keseluruhan aktivitas penelitian dalam melakukan
penelitian (Sugiyono, 2010). Pada penelitian ini, peneliti membuat transkrip data
sesuai hasil wawancara mendalam. Peneliti juga menyediakan segala macam
pencatatan yang. diperlukan dan bahan-bahan penelitian yang tersedia untuk
dipelajari oleh pembimbing (auditor), dalam hal ini melibatkan pembimbing I dan
II untuk mereview hasil penelitian.
d. Konfirmabilitas (Confirmability)

Pengujian ini disebut juga uji


obyektivitas penelitian. Hasil penelitian
dikatakan obyektif bila disepakati oleh
banyak orang. Uji konfirmabilitas ini
berarti menguji hasil penelitian dikaitkan
dengan proses penelitian yang telah
dilakukan (Sugiyono, 2010). Pada
penelitian ini, hasil penelitian ditelusuri
oleh pembimbing untuk memastikan bahwa
hasil temuan sesuai dengan data, melihat
derajat ketelitian peneliti, dan menelaah
kegiatan peneliti dalam memeriksakan
keabsahan data.

d. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan


dalam penelitian ini menggunakan metode
Colaizzi (1978). Langkah-langkah analisis data
berdasarkan Colaizzi (1978) dalam Streubert
dan Carpenter (2003), meliputi:
a. Peneliti mengorganisasikan data atau
gambaran tentang fenomena yang diteliti,
yaitu mengenai pengalaman menarche
remaja perempuan.
b. Peneliti mengumpulkan data melalui
wawancara kepada partisipan dan
membuat transkrip dari hasil wawancara
partisipan sesuai fenomena yang diteliti,
yaitu mengenai pengalaman menarche
remaja perempuan.
c. Peneliti membaca semua hasil transkrip
partisipan secara berulang-ulang dari
fenomena yang dialami partisipan, yakni
mengenai pengalaman menarche remaja
perempuan.
d. Peneliti membaca transkrip kembali dan
mencari pernyatan-pernyataan penting
dari setiap pernyataan partisipan.
e. Peneliti menentukan makna dari setiap
pernyataan penting dari semua partisipan.
f. Peneliti mengorganisasikan data yang
terkumpul dan mengelompokkannya ke
dalam suatu kelompok tema.
g. Peneliti menulis hasil secara keseluruhan
ke dalam bentuk deskriptif secara lengkap,
dengan melakukan analisis detail tentang
perasaan partisipan dan perspektif yang
terkandung dalam tema.
h. Peneliti kembali ke lapangan dan
menanyakan partisipan kembali untuk
validasi dari hasil deskripsi yang telah
dibuat Jika terdapat data baru selama
dilakukannya validasi, peneliti akan
menggabungkan data tersebut ke dalam
deskripsi yang sudah dibuat peneliti.

d. Etika Penelitian
Setiap penelitian harus menjunjung tinggi
etika penelitian. Notoatmojdo (2010)
mengemukakan prinsip dasar etika
penelitian, meliputi :
1. Menghormati harkat dan martabat
manusia (respect for human dignity)
Prinsip ini mengedepankan pemberian
penjelasan agar partisipan mengetahui
maksud, tujuan, maupun manfaat
penelitian. Peneliti meminta ijin terlebih
dahulu untuk mendapatkan persetujuan
partisipan (inform consent).
2. Menghormati privasi dan
kerahasiaan subyek penelitian (respect
for privacy and confidentiality) Setiap
individu memiliki hak privasi. dalam hal
ini untuk menjaga kerahasiaan, peneliti
akan merahasiakan identitas partisipan.
Peneliti menggunakan inisial dalam
penyajian data hasil penelitian.
3. Keadilan dan inklusivitas (respect
for justice/inclusiveness) Peneliti
menjaga prinsip keadilan dengan
memberikan perlakuan yang sama pada
setiap partisipan dan tidak membeda-
bedakan ras, suku, agama, dsb. Prinsip
keterbukaan (inklusivitas) dilakukan
peneliti dengan terbuka menjelaskan
prosedur penelitian.
4. Memperhitungkan manfaat dan
kerugian yang ditimbulkan (balancing
harm and benefits) Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat
yang optimal bagi masyarakat maupun
partisipan sendiri. Peneliti juga perlu
berusaha untuk meminimalkan dampak
yang merugikan.
DAFTAR PUSTAKA

Abraham, Suzanne., Catherine Boyd., Maala Lal.,Georgina Luscombe., and Alan Taylor.

Time since Menarche, Weight Gain and Body Image Awarness among
Adolescents Girls: Onset of Eating Disorders?.Journal of Psychosomatic
Obstetrics & Gynecology. DOI: 10.1080/01674820902950553.
Informa Healthcare USA, Inc. 2009

Andrews, Gilly. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Alih

bahasa: Sari Kurnianigsih et.al. Jakarta: EGC. 2009

RisetKesehatanDasar2010.
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_riskes
das2010/Laporan_riskesdas_2010.pdf.

Anda mungkin juga menyukai