Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI KESEHATAN REPRODUKSI


“MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI DI INDONESIA”

DISUSUN OLEH :

SUGIANTO N 201 16 024

DITA TASYAH PARIGADE N 201 16 133

LUSTIAWATI N 201 16 156

MAYA AULIA RIZKY N 201 16 157

MOH. SAHRUL N 201 16 166

NI MADE ARINDA WAHYUNI N 201 16 176

PUTI ANDALUSIA S. BANILAI N 201 16 190

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TADULAKO

2019

1
KATA PENGANTAR

Ucapan puji-puji dan syukur semata-mata hanyalah milik Allah SWT. Hanya
kepada-Nya lah kami memuji dan hanya kepada-Nya lah kami bersyukur, kami
meminta ampunan dan kami meminta pertolongan.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi gung
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT
untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah
agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi
seluruh alam semesta.
Dengan hormat serta pertolongan-Nya, puji syukur, pada akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah kami dengan judul “Masalah Kesehatan Reproduksi di
Indonesia” dalam mata kuliah Epidemiologi Kesehatan Reproduksi dengan lancar.
Kami pun menyadari dengan sepenuh hati bahwa tetap terdapat kekurangan pada
makalah kami ini.
Oleh sebab itu, kami sangat menantikan kritik dan saran yang membangun dari
setiap pembaca untuk materi evaluasi kami mengenai penulisan makalah berikutnya.
Kami juga berharap hal tersebut mampu dijadikan cambuk untuk kami supaya kami
lebih mengutamakan kualitas makalah di masa yang selanjutnya.

Palu, 01 Mei 2019

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................6
C. Tujuan.................................................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................7
PEMBAHASAN............................................................................................................7
A. Aborsi.................................................................................................................7
B. Kehamilan Tidak Diinginkan.............................................................................8
C. Pemerkosaan.......................................................................................................9
D. Seks Pranikah...................................................................................................12
BAB III........................................................................................................................14
PENUTUP...................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10 hingga 19
tahun. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25 tahun 2014, remaja
adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. Sementara itu, menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), rentang usia remaja
adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Perbedaan defi nisi tersebut
menunjukkan bahwa dak ada kesepakatan universal mengenai batasan kelompok
usia remaja. Namun begitu, masa remaja itu diasosiasikan dengan masa transisi
dari anak-anak menuju dewasa. Masa ini merupakan periode persiapan menuju
masa dewasa yang akan melewa beberapa tahapan perkembangan pen ng dalam
hidup. Selain kematangan fisik dan seksual, remaja juga mengalami tahapan
menuju kemandirian sosial dan ekonomi, membangun iden tas, akuisisi
kemampuan (skill) untuk kehidupan masa dewasa serta kemampuan bernegosiasi
(abstract reasoning) (WHO, 2015).
Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat
dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah
norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Sehingga mudah terpengaruh
terhadap lingkungan disekitarnya. Remaja yang dahulu terjaga secara kuat oleh
sistem keluarga, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang ada.
Perubahanperubahan pada remaja berdampak pada berbagai aspek kehidupannya.
Seperti fisik, psikologis dan sosial. Perubahan fisik yang dialami remaja
berhubungan dengan produksi hormone seksual dalam tubuh yang
mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Sehingga ketika remaja
bersosialisasi dengan lawan jenisnya maka akan mengarah pada interaksi yang
semakin dekat. Hal ini menjadi titik rawan karena remaja memiliki sifat selalu
ingin tahu dan mempunyai kecenderungan mencoba hal-hal baru. Disamping

4
perubahan fisik pada remaja yang sejalan dengan perkembangan zaman yang
semakin modern inilah yang menjadi pemicu timbulnya perilaku seksual
pranikah pada remaja (Wijayanti, 2016).
Berdasarkan survey BKKBN (2011), di Indonesia 63 juta jiwa remaja
berusia 10 - 24 tahun berperilaku tidak sehat yaitu berhubungan seks pra nikah.
Dampak pergaulan bebas di kalangan remaja menghantarkan pada kegiatan
menyimpang seperti seks bebas atau sek sebelum menikah sehingga
mengakibatkan menularnya penyakit kelamin dan terjadi Kehamilan yang Tidak
Diharapkan ( KTD ). Jika terjadi KTD, maka ada 2 hal yang akan dilakukan oleh
remaja putri, yaitu mempertahankan kehamilan dengan berbagai konsekuensi
atau mengakhiri kehamilan dengan cara aborsi karena rasa malu atau karena
tidak ingin mempunyai anak tanpa bapak yang merupakan aib baginya atau
karena ingin meneruskan sekolahnya terlebih dahulu (Soetjiningsih, 2007).
Setiap tahun di seluruh dunia ter-dapat jutaan perempuan yang mengalami
kehamilan. Kehamilan tersebut dapat terjadi pada perempuan dengan berbagai
niat kehamilan. Kehamilan disebut tidak diinginkan (unwanted), apabila ke-
hamilan terjadi pada pasangan suami istri yang sudah tidak menginginkan anak
sama sekali (Anggraini, Wratsangka, Bantas, & Fikawati, 2018).
Pada tahun 2008, terdapat 208 juta kehamilan di dunia. Sebesar 185 juta
ke-hamilan diantaranya terjadi di negara berkembang, dan sebesar 86 juta (41 %)
dari kehamilan di dunia merupakan kehamilan tidak diinginkan. Menurut
penelitian, sebesar 33 juta dari kehamilan tidak diinginkan ini berakhir dengan
ke-lahiran yang tidak direncanakan, abortus spontan (11 juta) dan aborsi (41
juta). Kehamilan tidak diinginkan juga menyebabkan 700,000 kematian ibu
setiap tahunnya. Kematian akibat kehamilan tidak diinginkan ini sebagian besar
disebabkan akibat tindakan aborsi yang dilakukan dengan tidak steril (64%) dan
sebagian kecil karena masalah saat hamil dan melahirkan (BPS, 2012).

5
Di Indonesia, prevalensi kehamilan tidak diinginkan (8%) lebih rendah
dibandingkan prevalensi kehamilan tidak diinginkan di Asia Tenggara. Menurut
kategori provinsi di Indonesia, Sulawesi Tengah merupakan provinsi urutan
pertama dari 14 provinsi yang merupakan kejadian kehamilan tidak diinginkan di
atas angka nasional (Anggraini et al., 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu aborsi?
2. Apa yang dimaksud dengan Kehamilan Yang Tidak Diinginkan?
3. Apa itu Pemerkosaan?
4. Apa itu Seks Pranikah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu aborsi
2. Untuk menegtahui apa yang dimaksud dengan Kehamilan Yang Tidak
Diinginkan
3. Untuk mengetahui apa itu Pemerkosaan?
4. Untuk mengetahui apa itu Seks Pranikah?

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aborsi
Perilaku seksual pranikah pada remaja saat ini sudah menjadi suatu hal
yang tidak tabu lagi. Menurut Sarwono (2011) dalam (Wijayanti, 2016), alasan-
alasan yang membuat remaja berhubungan seks dikarenakan adanya paksaan,
merasa sudah siap, butuh dicintai, dan takut diejek karena masih perawan atau
perjaka. Namun dampak yang didapatkan oleh remaja saat melakukan hubungan
seksual pranikah terkadang tidak disadari. Dampak yang saat ini terlihat adalah
tindakan aborsi karena hasil perilaku seksual pranikah.
Status kesehatan reproduksi seorang remaja akan berpengaruh pada masa
depan remaja. Rendahnya pemahaman remaja akan kesehatan reproduksi
menjadi penyebab perilaku seks beresiko seperti pergaulan bebas yang
berdampak pada upaya tindakan aborsi. Menurut Survei Kesehatan Reproduksi
Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 dilaporkan sebanyak 84 orang (1%) dari
responden pernah mengalami Kehamilan tidak diinginkan, dan 60% diantaranya
mengalami atau melakukan aborsi (SKRRI, 2007). Sedangkan SDKI tahun 2012
tentang kesehatan reproduksi remaja tahun 2012 diketahui bahwa 3 dari 10
remaja wanita dan 18% pria mengaku mengetahui seseorang yang mereka kenal
secara pribadi yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (SDKI, 2012)
dalam (Putri & Alexsander, 2017).
Angka kejadian aborsi di Indonesia di perkirakan mencapai 2,3 juta
pertahun, sekitar 750.000 dilakukan oleh remaja. Program kesehatan reproduksi
yang dikembangkan oleh pemerintah tidak hanya untuk yang sudah menikah dan
tidak merujuk pada kebutuhan yang terkait dengan informasi seksualitas, edukasi
dan penyediaan pelayanan. Bermula dari hubungan seks pranikah atau seks bebas
adalah terjadi kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Ada 2 hal yang bisa
dilakukan oleh remaja, yaitu mempertahankan kehamilan dan mengakhiri

7
kehamilan (aborsi). Semua tindakan tersebut membawa dampak baik fisik,
psikis, sosial, dan ekonomi (Marmi, 2014).
Abortus provocatus criminalis adalah aborsi yang terjadi oleh Karena
tindakantindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis, sebagai
contoh aborsi yang dilakukan dalam rangka melenyapkan janin sebagai akibat
hubungan seksual diluar perkawinan (Marmi, 2014).
Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak tersedianya
pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa
indikasi medis, seperti korban perkosaan, hamil diluar nikah, kegagalan alat
kontrasepsi dan lain-lain. Ketakutan dari calon ibu dan pandangan negatif dari
keluarga atau masyarakat akhirnya menuntut calon ibu untuk melakukan
pengguguran kandungan secara diam-diam tanpa memperhatikan resikonya
(Ambarawati, Eny Retna, Rismintari, 2009).
Kasus aborsi di kalangaan remaja, di peroleh 2,6 juta jiwa pertahun dan
dari jumlah 27% atau 700.000 kalangan remaja melakukan aborsi. Di Indonesia
15% - 50% kematian ibu disebabkan karena tindakan aborsi yang tidak aman,
khususnya sebagian besar dilakukan oleh remaja. Kasus aborsi di jawa tengah
meningkat berkisar 1 – 6 % dari jumlah remaja. Hal ini dikarenakan banyaknya
kejadian seks di luar nikah yang menjadi salah satu faktor penyebab aborsi
(Solopos, 2011).
B. Kehamilan Tidak Diinginkan
Setiap tahun di seluruh dunia terdapat jutaan perempuan yang mengalami
kehamilan. Kehamilan tersebut dapat terjadi pada perempuan dengan berbagai
niat kehamilan. Berdasarkan niat kehamilan tersebut, maka kehamilan dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu kehamilan yang diinginkan, kehamilan yang tidak
direncanakan, dan kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan disebut
diinginkan (wanted), apabila kehamilan terjadi pada suami istri yang ingin
memiliki anak lagi. Kehamilan disebut tidak direncanakan (mistimed), apabila

8
kehamilan terjadi pada pasangan suami istri yang masih menginginkan
kehamilan, namun kehamilan tersebut terjadi lebih cepat dari yang direncanakan.
Kehamilan disebut tidak diinginkan (unwanted), apabila kehamilan terjadi pada
pasangan suami istri yang sudah tidak menginginkan anak sama sekali (Erol N,
Durusoy R, Ergin I, Doner B & M., n.d.).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perempuan dengan kehamilan
yang tidak diinginkan cenderung lebih sedikit untuk melakukan pemeriksaan
kehamilan, merokok pada trimester ketiga kehamilan, melahirkan anak dengan
berat bayi lahir rendah, melahirkan bayi prematur, tidak menyusui bayinya, dan
berisiko mengalami hasil kesehatan yang lebih buruk dibandingkan perempuan
yang menginginkan kehamilannya (Erol N, Durusoy R, Ergin I, Doner B & M.,
n.d.)
Muzdalifah (2008) dalam (Ismarwati & Utami, 2018) meyebutkan bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan KTD antara lain : kehamilan yang terjadi akibat
perkosaan, kehamilan terjadi pada saat yang belum diharapkan, bayi dalam
kandungan ternyata menderita cacat majemuk yang berat, kehamilan yang terjadi
akibat hubungan seksual diluar nikah, anak sudah banyak, social ekonomi
rendah, umur tua, kegagalan alat kontrasepsi, suami tidak bersedia menerima
kehamilan lagi, jarak antara anak terlalu dekat, ketidaktahuan atau minimnya
pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat mengakibatkan kehamilan,
kondisi kesehatan ibu yang tidak mengizinkan adanya kehamilan, alasan karir
atau masih sekolah dan kehamilan karena incest.
C. Pemerkosaan
Masalah kejahatan adalah problem manusia yang merupakan suatu
kenyataan sosial dan produk dari masyarakat yang selalu mengalami
perkembangan. Bahkan dapat dikatakan bahwa usia kejahatan seumur dengan
manusia karena dimana terdapat masyarakat maka disitu terdapat kejahatan.
Salah satu kejahatan yang terjadi dan sangat merugikan serta meresahkan

9
masyarakat adalah pemerkosaan. Akhir-akhir ini masyarakat sering dikejutkan
oleh media dengan pemberitaan tentang pemerkosaan. Daftar kasus pemerkosaan
di Indonesia semakin bertambah dan berbagai macam cara dilakukan oleh para
pelaku kejahatan ini .
Pelecehan seksual pada dasarnya merupakan kenyataan yang ada dalam
masyarakat dewasa ini bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan banyak dan
seringkali terjadi di mana-mana, demikian juga dengan kekerasan/pelecehan
seksual terlebih perkosaan. Kekerasan terhadap perempuan adalah merupakan
suatu tindakan yang sangat tidak manusiawi, padahal perempuan berhak untuk
menikmati dan memperoleh perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan asasi
di segala bidang (Sumera, 2013).
Kejahatan-kejahatan yang termasuk sebagai kejahatan kesusilaan yaitu
kejahatan kesusilaan yang berhubungan dengan masalah seksual, diatur dalam
Buku III KUHP mulai Pasal 281 sampai dengan Pasal 299 sebagai berikut:
kejahatan dengan melanggar kesusilaan, kejahatan pornografi, kejahatan
pornografi terhadap orang yang belum dewasa, kejahatan pornografi dalam
melakukan pencahariannya, kejahatan perzinahan, kejahatan perkosaan untuk
bersetubuh, kejahatan bersetubuh dengan perempuan di luar kawin yang
umurnya belum 15 tahun, kejahatan bersetubuh dengan perempuan dalam
perkawinana yang belum waktunya dikawin dan menimbulkan akibat luka-luka,
kejahatan perkosaan berbuat cabul atau perbuatan yang menyerang kehormatan
kesusilaan, kejahatan perbuatan cabul pada orang yang pingsan, pada orang yang
umurnya belum 15 tahun atau belum waktunya untuk dikawin, kejahatan
bersetubuh dengan perempuan di luar kawin yang dalam keadaan pingsan, yang
umurnya belum 15 tahun, perkosaan berbuat cabul dan perbuatan cabul pada
orang yang dalam keadaan pingsan atau umurnya belum 15 tahun, kejahatan
perkosaan bersetubuh, kejahatan menggerakkan untuk berbuat cabul dengan
orang yang belum dewasa, kejahatan berbuat cabul dengan anaknya, anak tirinya

10
dan lain-lain yang belum dewasa, kejahatan permudahan berbuat cabul sebagai
mata pencaharian atau kebiasaan, kejahatan memperdagangkan wanita dan anak
lakilaki yang belum dewasa dan kejahatan mengobati wanita dengan ditimbulkan
harapan bahwa hamilnya dapat digugurkan. Kekerasan/pelecehan seksual yang
terjadi pada seorang perempuan dikarenakan sistem tata nilai yang mendudukkan
perempuan sebagai makhluk yang lemah dan lebih rendah dibandingkan laki-
laki; perempuan masih ditempatkan dalam posisi subordinasi dan marginalisasi
yang harus dikuasai, dieksploitasi dan diperbudak laki-laki dan juga karena
perempuan masih dipandang sebagai second class citizens. Perlindungan hukum
yang dapat diberikan terhadap perempuan yang menjadi korban tindak
kekerasan/pelecehan seksual dapat diberikan melalui Undang-undang No. 23
Tahun 2004 tentang PKDRT dan KUHP yang menyangkut ’perkosaan’ Pasal 285
KUHP yang merupakan tindak kekerasan seksual yang sangat mengerikan dan
merupakan tindakan pelanggaran hak-hak asasi yang paling kejam terhadap
perempuan, juga oleh UU No. 13 Tahun 2006 khususnya dalam Pasal 5, Pasal 8,
dan Pasal 9 yang merupakan hak dari seorang perempuan yang menjadi korban
(Sumera, 2013).
Penelitian oleh Sudrajat (2009) dalam (Kusumawati, Shaluhiyah, &
Suryoputro, 2016) menunjukkan bahwa anak jalanan adalah kelompok berisiko
tinggi berbagai bahaya dibandingkan kelompok lain. Kekerasan seksual anak
adalah aktivitas seksual yang dilakukan terhadap anak yang tidak mengerti
mengenai aktivitas seksual tersebut. Yang termasuk pada tindakan kekerasan
seksual anak adalah perkosaan, baik vaginal maupun anal sex (sodomi), incest,
dan eksploitasi seksual (termasuk di dalamnya penjualan anak dan
pornografi terhadap anak).
Kasus perkosaan anak jalanan perempuan di Indonesia mencapai 30,6%
dan beberapa diantaranya diperkosa secara massal. Selain itu ada juga anak
jalanan yang sedang hamil dan beberapa diantaranya terkena Infeksi Menular

11
Seksual Di Indonesia, dari 144.889 anak jalanan, 8.581 anak terinfeksi HIV.
(Ansor, 2010) Gangguan Stress Pasca Trauma (Post Traumatic Stress Disorder)
pada korban kekerasan seksual sering terjadi, menyebabkan efek fisik dan
psikologis kepada korban terutama pada anak-anak dan remaja.(Wardhani and
W, 2005) dalam (Kusumawati et al., 2016).
D. Seks Pranikah
Berdasarkan data yang dirangkum oleh Badan Pusat Statistik pada tahun
2012 didapatkan hasil bahwa di Indonesia terdapat 4,5% remaja laki-laki usia 15-
19 tahun, dan 14,6% remaja laki-laki usia 20-24 tahun pernah melakukan seks
pranikah. Sedangkan perempuan yang pernah melakukan hubungan seks
pranikah adalah sebesar 0,7% remaja usia 15-19 tahun, dan 1,8% untuk remaja
usia 20-24 tahun. (Sumber:BKKBN Sulawesi Tengah) (Euis Nurhayati, 2017).
Perilaku seks pranikah merupakan permasalahan dan sekaligus fenomena
sosial yang kian lazim dijumpai di dalam masyarakat. Pergeseran norma baik-
buruk, benar-salah, terutama dalam konteks seksualitas semakin jelas terlihat.
Pada kelompok remaja, perilaku seks pranikah semakin dianggap normatif dan
tidak menjadi hal yang tabu lagi seperti dahulu. Salah satu bentuk perilaku seks
pranikah yang paling permisif adalah dilakukannya hubungan seks (Rahardjo,
2017).
Terjadinya budaya seks bebas atau perilaku seksual oleh remaja, selain
berasal dari media komunikasi, juga disebabkan oleh faktor ekonomi, pendidikan
dan lingkungan masyarakat yang kurang kondusif. Terkait dengan faktor
ekonomi, kita bisa lihat pada salah satu sumber dari http://www.okezone.com
yang menyatakan bahwa faktor ekonomi juga dapat mempengaruhi perilaku
seksual seseorang, tidak sedikit para remaja yang merelakan virginitasnya hanya
karna merasa kurangnya ekonomi, yang menjerumuskan mereka untuk menjual
diri. Ini dapat dilihat dari data yang dihimpun program Save The Children Jawa

12
Barat, dalam penelitiannya menunjukkan di antara para PSK remaja cukup
dibayar dengan pulsa telepon selular (Euis Nurhayati, 2017).
Terkait dengan perilaku seksual remaja, didapatkan juga data yang
dirangkum BTKL tahun 2014 bahwa persentase remaja di Sulawesi Utara
tepatnya di Kota Manado didapatkan hasil bahwa pernah berpacaran adalah
38,1% untuk lakilaki, dan 49,4% untuk perempuan, persentase yang pernah
berciuman adalah 26,8% untuk laki-laki dan 33,6% untuk perempuan. Persentase
saling memberi rangsangan untuk laki-laki sebesar 17,4% dan perempuan 7,5%.
Persentase pernah melakukan masturbasi adalah 32% untuk laki-laki dan 3,1%
untuk perempuan. Persentase pernah melakukan hubungan seks adalah sebesar
9,2% untuk laki-laki dan 3,3% untuk perempuan (BTKL, 2014)

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Abortus provocatus criminalis adalah aborsi yang terjadi oleh Karena
tindakantindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis,
sebagai contoh aborsi yang dilakukan dalam rangka melenyapkan janin
sebagai akibat hubungan seksual diluar perkawinan.
2. Kehamilan tidak diinginkan adalah kehamilan yang dialami oleh seorang
perempuan yang sebenarnya belum menginginkan atau sudah tidak ingin
hami. Kehamilan juga merupakan akibat dari suatu perilaku seksual yang
baik disenagaja maupun tidak disenagaja. Banyak kasus yang menunjukkan
bahwa tidak sedikit orang tidak bertanggung jawabb atas kondisi ini.
3. Masalah kejahatan adalah problem manusia yang merupakan suatu kenyataan
sosial dan produk dari masyarakat yang selalu mengalami perkembangan.
Bahkan dapat dikatakan bahwa usia kejahatan seumur dengan manusia
karena dimana terdapat masyarakat maka disitu terdapat kejahatan. Salah satu
kejahatan yang terjadi dan sangat merugikan serta meresahkan masyarakat
adalah pemerkosaan.
4. Perilaku seks pranikah merupakan permasalahan dan sekaligus fenomena
sosial yang kian lazim dijumpai di dalam masyarakat. Pergeseran norma
baik-buruk, benar-salah, terutama dalam konteks seksualitas semakin jelas
terlihat. Pada kelompok remaja, perilaku seks pranikah semakin dianggap
normatif dan tidak menjadi hal yang tabu lagi seperti dahulu.
B. Saran
1. Bagi remaja agar melakukan upaya untuk meningkatkan lagi pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi agar terhindar dari perbuatan yang
menyebabkan turunnya kualitas bangsa.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ambarawati, Eny Retna, Rismintari, Y. S. (2009). Asuhan Kebidanan Komniutas. In


Nuha Medika. Yogyakarta.
Anggraini, K., Wratsangka, R., Bantas, K., & Fikawati, S. (2018). Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kehamilan Tidak Diinginkan Di Indonesia.
PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(1), 27.
https://doi.org/10.31934/promotif.v8i1.227
BPS. (2012). No Title.
Erol N, Durusoy R, Ergin I, Doner B, C., & M. (n.d.). Unintended pregnancy and
prenatal care: A study from a maternity hospital in Turkey. The European
Journal of Contraception and Reproductive Health Care., ;15(4):290.
Euis Nurhayati. (2017). Pengaruh komunikasi, 8(2), 97–118.
Ismarwati, I., & Utami, I. (2018). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian
Kehamilan Tidak Diinginkan Pada Remaja. Journal of Health Studies, 1(2),
168–177. https://doi.org/10.31101/jhes.336
Kusumawati, A., Shaluhiyah, Z., & Suryoputro, A. (2016). Tradisi Kekerasan
Seksual sebagai Simbol Kekuasaan pada Anak Jalanan di Kota Semarang.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 9(1), 17–31.
https://doi.org/10.14710/JPKI.9.1.17-31
Marmi. (2014). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Putri, E., & Alexsander. (2017). Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Terhadap
Aborsi Kriminalis Pada Remaja Putri Di Sma Taman Mulia Tahun 2017. Jurnal
Kebidanan, 7(2), 101–107.
Rahardjo, W. (2017). Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa: Menilik Peran Harga
Diri, Komitmen Hubungan, dan Sikap terhadap Perilaku Seks Pranikah. Jurnal
Psikologi, 44(2), 139. https://doi.org/10.22146/jpsi.23659
Soetjiningsih. (2007). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya (Edisi 2).
Jakarta: CV Sagung Seto.

15
Solopos. (2011). Aborsi dan Pergaulan Bebas Remaja.
Sumera, M. (2013). Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan.
Lex et Societatis, I(2), 39–49.
WHO. (2015). Prioritaskan Kesehatan Reproduksi Remaja UntukMenikmati Bonus
Demografi.
Wijayanti, A. (2016). Strategi Coping Dan Subjective Well Being Remaja Pasca
Aborsi Di Samarinda. Psikoborneo, 4(2), 354–361.

16

Anda mungkin juga menyukai