REPRODUKSI REMAJA
i
Kata Pengantar
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas
makalah ini. Kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak
kontribusi bagi kami, dosen pembimbing kami, Ibu Nurbaniy, S.ST.M.Keb dan
juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal.
Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT.
Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang
membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.
Penulis
ii
Daftar isi
Halaman judul.......................................................................................................i
Kata pengantar.....................................................................................................ii
Daftar isi................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................4
2.5 Solusi yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja.....13
3.1 Kesimpulan......................................................................................................17
3.2 Saran................................................................................................................17
Daftar Pustaka.....................................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Penyebab hamil di luar nikah di kalangan remaja semakin bervariasi.
Penggunaan drug, permen memabukkan, lem hisap seringkali menjadi alat
”coba-coba” kaum remaja untuk mendapat rangsangan tertentu dalam
menyalurkan dorongan biologisnya. Hasil SKRRI 2002 – 2003 menunjukkan
bahwa sekitar 6 dari 10 remaja lakilaki merokok setiap hari, sedangkan 8%
pernah menggunakan narkoba. Ancaman HIV dan AIDS menyebabkan
perilaku seksual dan kesehatan reproduksi remaja muncul ke
permukaan, diperkirakan 20 – 25% dari semua infeksi HIV di dunia terjadi
pada remaja. Demikian pula dengan kejadian PMS, yang tertinggi adalah
remaja khususnya remaja perempuan (Aisyaroh N:2015
Keterbatasan akses dan informasi mengenai seksualitas dan kesehatan
reproduksi bagi remaja di Indonesia ’bisa dipahami’ karena masyarakat
umumnya masih menganggap seksualitas sebagai sesuatu yang tabu dan tidak
untuk dibicarakan secara terbuka. Orang tua biasanya enggan untuk
memberikan penjelasan masalah-masalah seksualitas dan reproduksi kepada
remajanya, dan anak pun cenderung malu bertanya secara terbuka kepada
orang tuanya. Kalaupun ada orang tua atau guru di sekolah yang ingin
memberi penjelasan kepada anaknya, mereka seringkali kebingungan
bagaimana caranya dan apa saja yang harus dijelaskan (Aisyaroh N:2015)
Memberikan pendidikan life skill, menunda pernikahan dan kehamilan
semasa remaja dan cegah HIV dan AIDS serta memberikan informasi yang
benar merupakan upaya untuk meningkatkan perilaku hidup sehat, mengingat
remaja adalah kelompok usia yang tergolong sangat rawan terhadap berbagai
hal yang berhubungan dengan kecakapan hidup sehat (Aisyaroh N:2015)
2
4. Apa sajakah upaya pencegahan yang harus dilakukan untuk menjaga
kesehatan reproduksi?
5. Bagaimanakah solusi yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan
reproduksi remaja?
6. Apa sajakah Hak-hak dalam kesehatan reproduksi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan remaja dan kesehatan
reproduksi remaja.
2. Untuk mengetahui apa sajakah faktor yang mempengaruhi kesehatan
reproduksi remaja.
3. Untuk mengetahui apa yang akan terjadi jika remaja tidak menjaga
kesehatan reproduksi (seks pra nikah).
4. Untuk mengetahui apa saja upaya pencegahan yang harus dilakukan
untuk menjaga kesehatan reproduksi.
5. Untuk mengetahui bagaimanakah solusi yang tepat untuk mengatasi
masalah kesehatan reproduksi remaja.
6. Untuk mengetahui apa sajakah Hak-hak dalam kesehatan reproduksi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
1. Masa remaja awal/dini (early adolescence): umur 11 – 13 tahun.
Dengan ciri khas: ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya,
mulai berfikir abstrakdan lebih banyak memperhatikan keadaan
tubuhnya.
2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence): umur 14 – 16
tahun. Dengan ciri khas : mencari identitas diri, timbul keinginan
untuk berkencan, berkhayal tentang seksual, mempunyai rasa cinta
yang mendalam.
3. Masa remaja lanjut (late adolescence) : umur 17 – 20 tahun.
Dengan ciri khas : mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam
mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat
mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri (Aisyaroh
N:2015)
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-
masing individu. Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri
tetapi tidak mempunyai batas yang jelas, karena proses tumbuh
kembang berjalan secara berkesinambungan. Terdapat ciri yang
pasti dari pertumbuhan somatik pada remaja, yaitu peningkatan
massa tulang, otot, massa lemak, kenaikan berat badan, perubahan
biokimia, yang terjadi pada kedua jenis kelamin baik laki-laki
maupun perempuan walaupun polanya berbeda. Selain itu terdapat
kekhususan (sex specific), seperti pertumbuhan payudara pada
remaja perempuan dan rambut muka (kumis, jenggot) pada remaja
laki-laki.
5
1. Munculnya tanda-tanda seks primer; terjdi haid yang pertama
(menarche) pada remaja perempuan dan mimpi basah pada
remaja laki-laki.
2. Munculnya tanda-tanda seks sekunder, yaitu:
a. Pada remaja laki-laki; tumbuhnya jakun, penis dan buah
zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi,
suara bertambah besar, dada lebih besar, badan
berotot, tumbuh kumis diatas bibir, cambang dan rambut di
sekitar kemaluan dan ketiak.
b. Pada remaja perempuan; pinggul melebar, pertumbuhan
rahim dan vagina, tumbuh rambut di sekitar kemaluan dan
ketiak, payudara membesar. (Aisyaroh N:2015).
2.1.2 Pengertian kesehatan reproduksi remaja
Kesehatan reproduksi remaja merupakan kondisi kesehatan yang
menyangkut masalah kesehatan organ reproduksi, yang kesiapannya
dimulai sejak usia remaja ditandai oleh haid pertama kali pada remaja
perempuan atau mimpi basah bagi remaja laki-laki. Kesehatan
reproduksi remaja meliputi fungsi, proses, dan sistem reproduksi
remaja. Sehat yang dimaksudkan tidak hanya semata-mata bebas dari
penyakit atau dari cacat saja, tetapi juga sehat baik fisik, mental
maupun social (promkes. kemke).
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) merupakan bagian terpadu
dari program kesehatan dan keluarga berencana di Indonesia. Program
terpadu ini secara khusus bertujuan untuk mengatasi masalah terkait
pernikahan dini, kehamilan tidak diinginkan, konsumsi tembakau dan
alkohol, serta HIV-AIDS (Kemenkes, 2015).
2.2 Faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi remaja
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang
dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi (Taufan, 2010) yaitu:
1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat
pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual
dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil).
6
2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang
berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak
banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan
anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb).
3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi
karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita pada pria
yang membeli kebebasannya secara materi, dsb),
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca
penyakit menular seksual, dsb).
7
dibujuk dengan alasan untuk menunjukkan bukti cinta. (Aisyaroh
N:2015).
2. Free sex.
Perilaku seksual pranikah adalah kegiatan seksual yang melibatkan
dua orang yang saling menyukai atau saling mencintai, yang dilakukan
sebelum perkawinan. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut
extra-martial intercourse atau kinky-seks merupakan bentuk pembebasan
seks yang dipandang tidak wajar (Banun, 2012) (Dewi Sartika Rahadi dan
Sofwan Indarjo / Journal of Health 2 (2) (2017).
Seks bebas ini dilakukan dengan pasangan atau pacar yang
berganti-ganti. Seks bebas pada remaja ini (di bawah usia 17 tahun)
secara medis selain dapat memperbesar kemungkinan terkena infeksi
menular seksual dan virus HIV (Human Immuno Deficiency Virus), juga
dapat merangsang tumbuhnya sel kanker pada rahim remaja perempuan.
Sebab, pada remaja perempuan usia 12-17 tahun mengalami perubahan
aktif pada sel dalam mulut rahimnya. Selain itu, seks bebas biasanya juga
dibarengi dengan penggunaan obat-obatan terlarang di kalangan remaja.
Sehingga hal ini akan semakin memperparah persoalan yang dihadapi
remaja terkait kesehatan reproduksi ini. (Aisyaroh N:2015).
Bentuk-bentuk perilaku seksual yang biasa dilakukan adalah (1)
kissing atau perilaku berciuman, mulai dari ciuman ringan sampai
deep kissing, (2) necking atau perilaku mencium daerah sekitar leher
pasangan, (3) petting atau segala bentuk kontak fisik seksual berat tapi
tidak termasuk intercourse, baik itu light petting (meraba payudara dan
alat kelamin pasangan) atau hard petting (menggosokkan alat kelamin
sendiri ke alat kelamin pasangan, baik dengan berbusana atau tanpa
busana), dan (4) intercourse atau penetrasi alat kelamin pria ke alat
kelamin wanita (Susanti, 2013) (Dewi Sartika Rahadi dan Sofwan Indarjo
/ Journal of Health 2 (2) (2017).
3. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD).
8
Hubungan seks pranikah di kalangan remaja didasari pula oleh
mitos-mitos seputar masalah seksualitas. Misalnya saja, mitos
berhubungan seksual dengan pacar merupakan bukti cinta. Atau, mitos
bahwa berhubungan seksual hanya sekali tidak akan menyebabkan
kehamilan. Padahal hubungan seks sekalipun hanya sekali juga dapat
menyebabkan kehamilan selama si remaja perempuan dalam masa subur.
(Aisyaroh N:2015).
Tingginya angka kehamilan tidak diinginkan pada remaja sampai
bisa menyumbang kematian terbesar disebabkan karena beberapa faktor di
antara lain: faktor internal yaitu, kurang memahami kewajibannya sebagai
pelajar dan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.
Sedangkan, faktor eksternal, yaitu pergaulan bebas tanpa kendali orang
tua yang menyebabkan remaja merasa bebas untuk melakukan apa saja
yang diinginkan serta perkembangan teknologi media komunikasi yang
semakin canggih yang memperbesar kemungkinan remaja mengakses apa
saja yang termasuk hal-hal negative (Kusmiran, 2014) (Journal of
Maternity Care and Reproductive Health: Vol. 4 Issue 2).
4. Aborsi.
Aborsi merupakan keluarnya embrio atau janin dalam kandungan
sebelum waktunya. Aborsi pada remaja terkait KTD biasanya tergolong
dalam kategori aborsi provokatus, atau pengguguran kandungan yang
sengaja dilakukan. Namun begitu, ada juga yang keguguran terjadi secara
alamiah atau aborsi spontan. Hal ini terjadi karena berbagai hal antara lain
karena kondisi si remaja perempuan yang mengalami KTD umumnya
tertekan secara psikologis, karena secara psikososial ia belum siap
menjalani kehamilan. Kondisi psikologis yang tidak sehat ini akan
berdampak pula pada kesehatan fisik yang tidak menunjang untuk
melangsungkan kehamilan (Aisyaroh N:2015).
Salah satu cara menghadapi kehamilan yang tidak di inginkan
adalah dengan melakukan tindakan aborsi. Aborsi masih merupakan
tindakan yang ilegal di Indonesia. Upaya sendiri untuk melakukan aborsi
9
banyak dilakukan dengan mengkonsumsi obat-obatan tertentu, jamu, dan
lain-lain (Irianto, 2014).
5. Perkawinan dan kehamilan dini.
Nikah dini ini, khususnya terjadi di pedesaan. Di beberapa daerah,
dominasi orang tua biasanya masih kuat dalam menentukan
perkawinan anak dalam hal ini remaja perempuan. Alasan terjadinya
pernikahan dini adalah pergaulan bebas seperti hamil di luar pernikahan
dan alasan ekonomi. Remaja yang menikah dini, baik secara fisik maupun
biologis belum cukup matang untuk memiliki anak sehingga rentan
menyebabkan kematian anak dan ibu pada saat melahirkan. Perempuan
dengan usia kurang dari 20 tahun yang menjalani kehamilan
sering mengalami kekurangan gizi dan anemia. Gejala ini berkaitan
dengan distribusi makanan yang tidak merata, antara janin dan ibu yang
masih dalam tahap proses pertumbuhan (Aisyaroh N:2015).
6. IMS (Infeksi Menular Seksual) atau PMS (Penyakit Menular
Seksual), dan HIV/AIDS.
IMS ini sering disebut juga penyakit kelamin atau penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Sebab IMS dan HIV sebagian besar
menular melalui hubungan seksual baik melalui vagina, mulut, maupun
dubur. Untuk HIV sendiri bisa menular dengan transfusi darah dan dari
ibu kepada janin yang dikandungnya. Dampak yang ditimbulkannya juga
sangat besar sekali, mulai dari gangguan organ reproduksi,
keguguran, kemandulan, kanker leher rahim, hingga cacat pada bayi dan
kematian (Aisyaroh N:2015).
10
Adapun organ reproduksi pada wanita antara lain tuba fallopi, ovarium,
vagina, serviks, dan uterus. Adapun organ reproduksi pada pria antara lain
penis, skrotum, dan testis (Nova Linda D.C:2015)
Oleh karena organ reproduksi merupakan hal yang sangat vital, maka
perlu dijaga kesehatannya. Terlebih lagi apabila kita masih di usia remaja,
menjaga kesehatan organ reproduksi sangatlah penting. Sebab, masa remaja
adalah waktu terbaik untuk membangun kebiasaan baik menjaga kebersihan,
yang bisa menjadi aset dalam jangka panjang. Tak hanya untuk menjaga
kesehatan dan fungsi organ tersebut, informasi yang benar terhadap hal ini
juga bisa menghindari remaja melakukan hal hal yang tidak diinginkan (Nova
Linda D.C:2015).
Memiliki pengetahuan yang tepat terhadap proses reproduksi, serta cara
menjaga kesehatannya, diharapkan mampu membuat remaja lebih
bertanggung jawab. Terutama mengenai proses reproduksi, dan dapat berpikir
ulang sebelum melakukan hal yang dapat merugikan. Pengetahuan seputar
masalah reproduksi tidak hanya wajib bagi remaja putri saja. Sebab, anak
laki-laki juga harus mengetahui serta mengerti cara hidup dengan reproduksi
yang sehat. Pergaulan yang salah juga pada akhirnya bisa memberi dampak
merugikan pada remaja laki-laki pula. Seperti memberikan pengenalan
terhadap sistem, proses, serta fungsi alat reproduksi dan memberikan info
tentang risiko penyakit yang bisa diderita apabila tidak menjaga kesehatan
organ reproduksi dengan baik.
Penyakit yang bisa timbul akibat kita tidak menjaga kebersihan organ
reproduksi (Nova Linda D.C:2015) antara lain:
Pada Wanita
11
3. PCOS (menghasilkan hormon seks androgen dalam jumlah yang lebih
banyak dan mengakibatkan penderita akan mengalami menstruasi yang
tidak teratur, atau bahkan tidak menstruasi sama sekali, serta sulit hamil)
4. Miom (tumor jinak yang tumbuh di rahim)
5. Kanker pada organ reproduksi wanita (tumor jinak yang tumbuh di rahim)
Pada Pria
(Laki laki sangat dianjurkan untuk menjalani sunat atau khitan. Dalam
hadits agama juga sudah dicantumkan anjuran untuk sunat. Disamping itu,
tujuan sunat adalah untuk menghindari risiko infeksi yang disebabkan oleh
kotoran menumpuk di bawah kulit kulup (ujung penis).
12
Rokok dan alkohol tidak hanya menyebabkan berbagai gangguan
kesehatan kronis, tapi juga mempengaruhi tingkat kesuburan pria maupun
wanita. Terlalu banyak merokok juga bisa menyebabkan impotensi pada
laki-laki.
13
3. Pencegahan kekerasan, termasuk seksual.
4. Pencegahan terhadap ketergantungan NAPZA.
5. Pernikahan pada usia wajar.
6. Pendidikan dan peningkatan ketrampilan.
7. Peningkatan penghargaan diri.
8. Peningkatan pertahanan terhadap godaan dan ancaman.
Berdasarkan kesepakatan internasional di Kairo 1994 (The Cairo
Consensus) ten tang kesehatan reproduksi yang berhasil ditandatangani
oleh 184 negara termasuk Indonesia, diputuskan tentang perlu nya
pendidikan seks bagi para remaja. Dalam salah satu butir consensus
tersebut ditekankan tentang upaya untuk mengusahakan dan merumuskan
perawatan kesehatan seksual dan reproduksi serta menyediakan informasi
yang komprehensif ter masuk bagi para remaja (Miaswanto: 2014)
Ada dua faktor mengapa Pendidikan seks sangat penting bagi
remaja. Faktor pertama adalah ketika anak-anak tumbuh menjadi remaja,
mereka belum paham dengan pendidikan seks—sebab orang tua
masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adalah hal yang
tabu. Sehingga dari ketidakpahaman tersebut para remaja merasa tidak
bertanggungjawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya.
Faktor kedua, dari ketidak pahaman remaja tentang seks dan kesehatan
anatomi reproduksi, mereka kemudian mencaricari informasi yang dapat
menjawab pertanyaan mereka. Di lingkungan sosial masyarakat konten
mengenai seksualitas dan reproduksi ditawarkan dalam beragam
media. Sejumlah sarana seperti VCD, majalah, internet, bahkan tayangan
televisi pun saat ini memuat konten pornografi yang mengarah kepada hal
yang tidak layak untuk di konsumsi oleh remaja. Dalam mengakses
beragam media tersebut, banyak remaja yang belum mampu memilih apa
yang layak dikonsumsi pada usianya dan apa yang tidak. Sehingga apa
yang diperagakan dalam media tersebut dianggap sebagai hal biasa
(Miawanto: 2014)
Pendidikan seksualitas yang efektif harus disesuaikan dengan umur
remaja, bu daya dalam konteks kehidupan remaja, serta memberikan
informasi yang akurat. Hal tersebut mencakup kesempatan bagi remaja
14
untuk mengeksplorasi sikap dan nilai, serta kemampuan pengambilan
keputusan ataupun keterampilan hidup lainnya yang dibutuhkan remaja
untuk dapat membuat keputusan terkait dengan kehidupan seksualnya
(Miawanto: 2014)
15
8. Hak mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan terbaru. Yaitu hak
mendapatkan pelayan kesehatan reproduksi yang terbaru, aman, dan dapat
diterima.
9. Hak memutuskan kapan punya anak, dan punya anak atau tidak.
10. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi. Ini
berarti setiap individu dan juga remaja berhak bebas dari segala bentuk
diskriminasi termasuk kehidupan keluarga, reproduksi, dan seksual
(Kemenkes RI,2010).
11. Hak untuk memilih bentuk keluarga. Artinya, mereka berhak
merencanakan, membangun, dan memilih bentuk keluarga (hak untuk
menikah atau tidak menikah).
12. Hak atas kebebasan dan keamanan. Remaja berhak mengatur
kehidupan seksual dan reproduksinya, sehingga tidak seorang pun dapat
memaksanya untuk hamil, aborsi, ber-KB dan sterilisasi.
Hak-hak reproduksi merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang laki-
laki maupun perempuan yang bertujuan untuk mewujudkan kesehatan bagi
individu secara utuh baik kesehatan jasmani maupun rohani (Lubis, 2013).
Terpenuhinya dan tidak terpenuhinya hak reproduksi ini akan tercermin
dalam derajat kesehatan reproduksi, di Indonesia derajat Kesehatan
reproduksi masih rendah, hal tersebut ditunjukkan dengan kurang
informasi yang tepat dan benar tentang reproduksi remaja dan rendahnya
pemahaman remaja terhadap perilaku seksual pranikah yang mengakibatkan
penyakit menular seksual (PMS) yang berakibat buruk terhadap kesehatan
reproduksi remaja laki-laki maupun perempuan, dari itu agar meluruskan
2 pemahaman pada masing-masing remaja diperlukan beberapa tindakan
untuk mewujudkan pemenuhan hak reproduksi antara lain promosi hak
reproduksi dan advokasi hak reproduksi (Lestari, Ulfiana & Suparmi, 2013)
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompok remaja adalah
sekitar 22% yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja
perempuan. Masa remaja, yakni usia antara usia 11 – 20 tahun adalah suatu
periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa
peralihan. Memasuki masa remaja yang ditandai dengan perubahan fisik
primer maupun sekunder, maka remaja akan dihadapkan pada keadaan
yang memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima perubahan-perubahan
yang terjadi.
Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh sangat
berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja. Keterbatasan akses dan
informasi yang kurang tepat mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi
bagi remaja di Indonesia dapat berdampak negative dalam kehidupannya,
misalnya banyaknya kasus free seks, KTD, aborsi remaja, dan lain-lain. Bila
remaja dibekali pengetahuan kesehatan reproduksi yang komprehensif, maka
remaja dapat lebih bertanggung jawab dalam berbuat dan mengambil
keputusan sehubungan dengan kesehatan reproduksinya. Peran keluarga,
sekolah, lingkungan maupun dinas terkait sangat penting agar tercipta
generasi remaja yang berkualitas.
3.2 Saran
Dalam usaha-usaha untuk meningkatkan pengetahuan para remaja tentang
kesehatan reproduksinya membutuhkan peran serta dari berbagai pihak.
17
Setiap sekolah hendaknya memperhatikan tingkat pengetahuan setiap siswa
didiknya dengan memberikan informasi yang jelas dan akurat. Sikap dan
perilaku setiap siswa dapat dibina dengan penyuluhan dan program-program
yang dapat menghindarkan siswa dari perilaku seksual yang berbahaya.
Daftar Pustaka
https://books.google.com/books?
hl=id&lr=&id=e_NNEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=solusi+untuk+men
gatasi+masalah+kesehatan+reproduksi+remaja&ots=sgx9e217a8&sig=5VN
Co6VvEvBB0GwWNqSb8VDbAm8sss
http://eprints.uad.ac.id/24376/1/petunjuk%20praktikum%20KRR
%202019.pdf
https://promkes.kemkes.go.id/pentingnya-menjaga-kebersihan-alat-
reproduksi
Eny Kusmiran, “Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita”, (Jakarta: Salemba Medika,
2014), h. 4
18
Kementrian Kesehatan RI, 2015. Infodatin Pusat Data dan Informasi
Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu/
Miswanto, Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan seksualitas
pada remaja, JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014
Lestari, T.W., Ulfiana, E. & Suparmi. 2013. Buku Ajar Kesehatan
Reproduksi Berbasis Kompetensi. Jakarta: EGC
Lubis, Namora Lamongga. 2013. Psikologi Kespro Wanita &
Perkembangan Reproduksi. Jakarta: Kencana.
19