Anda di halaman 1dari 22

Makalah Dasar Kesehatan Reproduksi

Kesehatan Reproduksi Remaja

Retia Rismawati 1806140754


Yasmin Hanani 1806204360

G104
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia
2019
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu tugas untuk Mata Kuliah Dasar Kesehatan Reproduksi.

Akhir kata, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan ataupun penyusunan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat membawa manfaat.

Depok, 10 November 2019


Penyusun

1
Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………………………………………………………….…1
Daftar Isi………………………………………………………………………………………………..2
Abstrak…………………………………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………...4
A. Latar Belakang………………………………………………………………………………..4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………….4
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………………………...4
BAB II TUMBUH KEMBANG REMAJA…………………………………………………………...5
A. Pengertian…………………………………………………………………………………….5
B. Definisi………………………………………………………………………………………..5
C. Ciri - Ciri Perubahan Pada Remaja…………………………………………………………...6
D. Pengenalan Organ Reproduksi………………………………………………………………..7
E. Masa Akil Baligh……………………………………………………………………………..8
F. Menstruasi dan Masa Subur…………………………………………………………………..9
BAB III KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA…………………………………...…………….10
A. Definisi………………………………………………………………………………………10
B. Siapa yang Perlu Kesehatan Reproduksi Remaja...…………………………………………10
C. Pentingnya Kesehatan Reproduksi Remaja………………………………………………....10
D. Masalah yang Terjadi pada Kesehatan Reproduksi Remaja …………………………...…...11
BAB IV LIMA DASAR KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA………………………...……...12
A. Definisi……………………………………………………………………………………....12
B. Penjelasan 5 Dasar Kesehatan Reproduksi Remaja………………………………………....12
C. Keluarga Berencana Remaja…………………………………………………………...…....13
D. Infeksi Menular Seksual (IMS)...............................................................................................14
E. HIV dan AIDS……………………………………………………………………………....15
BAB V CARA MENJAGA DAN MERAWAT ORGAN REPRODUKSI………………………....16
BAB VI PERNIKAHAN DINI, PENYALAHGUNAAN NARKOBA, DAN PERILAKU
SEKS PRA-NIKAH………………………………………………………………………………….17
A. Pernikahan Dini……………………………………………………………………………..17
B. Penyalahgunaan Narkoba…………………………………………………………………...18
C. Perilaku Seks Pra-Nikah…………………………………………………………………….18
BAB VII PENUTUP………………………………………………………………………………....19
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………….19
B. Saran………………………………………………………………………………………...19
REFERENSI………………………………………………………………………………………....20

2
ABSTRAK

Makalah ini disusun sebagai salah satu wadah pembelajaran kami sebagai pemenuhan tugas untuk
Mata Kuliah Dasar Kesehatan Reproduksi. Kesehatan Reproduksi Remaja adalah pokok bahasan
yang mendasar untuk mata kuliah ini yang akan dibahas secara umum secara kualitatif dan deskriptif.
Kata kunci: Tumbuh Kembang, Remaja, Kesehatan Reproduksi, Pernikahan Dini, Penyalahgunaan
Narkoba, dan Perilaku Seks Menyimpang.

ABSTRACT

This paper is arranged as one of our task fulfillment for Basic Reproductive Health Subject.
Adolescent Reproductive Health is the main subject in this course that will be generally discussed in
this paper qualitatively and descriptively.
Keyword: Growth and Development, Adolescent, Reproductive Health, Early-Age Marriage, Drug
Misuse, and Deviant Sexual Behavior.

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa ini,
banyak terjadi perubahan karena usia remaja merupakan masa transisi atau peralihan. Perubahan-
perubahan tersebut tidak hanya fisik, namun juga mental maupun sosial. Pada masa remaja pula daya
kritis remaja juga meningkat, sehingga remaja cenderung menyukai suatu hal yang baru bagi
mereka.
Banyak terjadi kasus yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, misalnya masalah
mengenai ancaman HIV/AIDS menyebabkan perilaku seksual dan kesehatan reproduksi remaja
muncul ke permukaan. Diperkirakan 20-25% dari semua infeksi HIV di dunia terjadi pada remaja.
Demikian pula halnya dengan kejadian IMS yang tertinggi di remaja, khususnya remaja perempuan,
pada kelompok usia 15-29. Walaupun angka kelahiran pada perempuan berusia di bawah 20 tahun
menurun, jumlah kelahiran pada remaja meningkat karena pendidikan seksual atau kesehatan
reproduksi serta pelayanan yang dibutuhkan. Bila pengetahuan mengenai KB dan metode
kontrasepsi meningkat pada pasangan usia subur yang sudah menikah, tidak ada bukti yang
menyatakan hal serupa terjadi pada populasi remaja. Pengetahuan dan praktik pada tahap remaja
akan menjadi dasar perilaku yang sehat pada tahapan selanjutnya dalam kehidupan. Sehingga,
investasi pada program kesehatan reproduksi remaja akan bermanfaat selama hidupnya. Kelompok
populasi remaja sangat besar; saat ini lebih dari separuh populasi dunia berusia di bawah 25 tahun
dan 29% berusia antara 10-25 tahun. (IDAI, 2013)
Kasus-kasus tersebut merupakan akibat dari kurangnya literasi atau pengetahuan mengenai
pentingnya menjaga kesehatan reproduksi sejak remaja. Oleh karena itu, masa remaja merupakan
waktu yang tepat untuk memberikan edukasi dan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi.
Dengan begitu, remaja akan siap untuk tumbuh menjadi dewasa dan berkeluarga nantinya.

B. Rumusan Masalah
1. Mengapa remaja perlu pendidikan mengenai tumbuh kembang remaja ?
2. Mengapa kesehatan reproduksi penting bagi remaja?
3. Bagaimana remaja menjaga kesehatan reproduksinya?
4. Mengapa remaja perlu mengetahui pendidikan tentang pernikahan dini, penyalahgunaan
narkoba, dan perilaku seks pra-nikah?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar remaja mengetahui tumbuh kembang remaja.
2. Agar remaja dapat mengetahui pentingnya kesehatan reproduksi.
3. Agar remaja mengetahui cara menjaga kesehatan reproduksi.
4. Agar remaja dapat menghindari pernikahan dini, penyalahgunaan narkoba, dan perilaku seks
pra-nikah

4
BAB II
TUMBUH KEMBANG REMAJA

A. Pengertian

Tumbuh kembang adalah suatu proses berkelanjutan mulai dari konsepsi sampai
dengan maturitas yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor bawaan.
(Soetjiningsih, 2010). Dikutip dari laman PKBI (tanpa tahun), remaja merupakan usia
transisi, sehingga terjadi berbagai perubahan tidak hanya fisik, namun perilaku dan cara
berpikir. Perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi remaja dalam bertindak dan
bersosialisasi dengan lingkungannya.
Seorang remaja dapat dikatakan sebagai remaja apabila ia telah memasuki usia
tertentu dan meninggalkan masa kanak-kanak, namun remaja belum siap untuk memasuki
kehidupan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, remaja mampu beradaptasi menghadapi
lingkungan akibat dari penyesuaian diri dengan lingkungannya dan tantangan yang telah
mereka hadapi. Akan tetapi, remaja perlu untuk diberikan pendidikan seperti kesehatan
reproduksi agar tidak terjadi penyalahgunaan dan kesalahan dalam kehidupan masyarakat.
Perubahan pada masa remaja memiliki konsekuensi kesehatan tidak hanya pada masa remaja
tetapi juga selama masa hidup. Sehingga, pada masa inilah waktu yang tepat untuk
mengarahkan dan memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada remaja.

B. Definisi Remaja

Menurut WHO (2019), masa remaja adalah masa kehidupan dengan kesehatan
spesifik dan kebutuhan dan hak perkembangan. Ini juga merupakan waktu untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, belajar mengelola emosi dan hubungan,
dan memperoleh atribut dan kemampuan yang akan penting untuk menikmati tahun-tahun
remaja dan berperan sebagai orang dewasa. Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai
masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan terdapat berbagai definisi
tentang remaja, yaitu
a. Menurut WHO, seseorang dikatakan remaja apabila berusia 10-19 tahun
b. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2014, Remaja adalah kelompok usia 10 tahun sampai berusia 18 tahun.
c. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah.
d. Menurut Departemen Kesehatan dalam program kerjanya, remaja adalah
usia 10-19 tahun.

5
C. Ciri-Ciri Perubahan Pada Remaja

Dikutip dari laman WHO (2019), terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada
masa remaja, di antaranya
1. Pertumbuhan Fisik
a. Perubahan fisik pada laki-laki
Perubahan fisik yang dialami laki-laki antara lain mimpi basah yang
merupakan ciri perubahan primer. Selain itu, ciri perubahan sekunder
seperti badan lebih berotot, bertambah berat dan tinggi badan, suara
membesar, membesarnya kelenjar gondok, tumbuh rambut sekitar alat
kelamin, kaki, tangan, dada dan ketiak, testis dan penis membesar, tumbuh
jerawat, dan .
b. Perubahan fisik pada perempuan
Perubahan fisik yang dialami perempuan yaitu mengalami menstruasi
untuk pertama kali (menarche) yang merupakan ciri primer. Selain itu, ciri
perubahan sekunder seperti bertambahnya tinggi badan, tumbuh rambut
sekitar alat kelamin dan ketiak, payudara membesar, pinggul semakin
membesar, tumbuh jerawat di wajah.
2. Perubahan Emosi
Perubahan emosi pada masa remaja berkaitan dengan emosi yang masih labil antara
lain merasa tidak puas dengan keadaan dirinya, cenderung ingin menampakkan diri
lebih tampan atau lebih cantik, tertarik pada lawan jenis, punya tokoh ideal, ingin
memberontak, mudah bergejolak, ingin menyendiri, punya perasaan rendah diri,
malu, cemas, bimbang, ingin bebas dan mudah bosan.
3. Perubahan Sosial dan Kognitif
Terkait dengan perubahan hormon dan perkembangan saraf yang terjadi adalah
perubahan psikososial dan emosional dan peningkatan kapasitas kognitif dan
intelektual. Wawasan sosial remaja semakin meluas sehingga remaja akan
mengikuti berbagai kegiatan sosial untuk mendapatkan pengakuan dari orang
lain.Selama dekade kedua, remaja mengembangkan keterampilan penalaran yang
lebih kuat, pemikiran logis dan moral, dan menjadi lebih mampu berpikir abstrak
dan membuat penilaian rasional.
4. Perubahan Moral
Kemampuan remaja dalam pengambilan keputusan akan lebih kritis karena
pengaruh lingkungannya, misalnya saat pertama kali seorang anak mendapatkan
nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua secara pasif, namun ketika beranjak
remaja mulai menanggapi secara kritis nilai-nilai yang telah ditanamkan tersebut
termasuk apa yang mereka sukai dan tidak disukai. Perubahan yang terjadi di
lingkungan remaja mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perubahan internal remaja.
Pengaruh-pengaruh eksternal ini, yang berbeda di antara budaya dan masyarakat,
termasuk nilai-nilai dan norma-norma sosial dan peran yang berubah, tanggung
jawab, hubungan dan harapan dari periode kehidupan ini.

6
D. Pengenalan Organ Reproduksi

Alat reproduksi manusia terdiri atas alat bagian dalam dan luar.

Luar Dalam

Perempuan - Labia Mayora - Vaginae


- Labia Minora - Ostium cervix
- Klitoris - Uterus
- Introitus Vaginae - Tuba fallopi
- Rambut kemaluan - Ovarium

Laki-Laki - Penis - Testis


- Skrotum - Epididimis
- Rambut kemaluan - Vas deferens
- Vesicula seminalis
- Kelenjar prostat
- Kelenjar cowper
- Uretra
Sumber: Human Physiology 5th Edition

Gambar 1.1 Penampang Organ Reproduksi Wanita . Sumber: Human Physiology 5th Edition

7
Gambar 1.2. Penampang Organ Reproduksi Laki-Laki. Sumber: Human Physiology 5th Edition

E. Masa Akil Baligh

Dikutip dari laman NCBI (1999), pubertas adalah periode transisi antara masa
kanak-kanak dan dewasa, di mana percepatan pertumbuhan terjadi, karakteristik seksual
sekunder muncul, kesuburan tercapai, dan perubahan psikologis yang mendalam terjadi.

a. Masa akil baligh pada perempuan

Secara berkala, sel telur matang akan dikeluarkan dari indung telur dan bergerak
menuju saluran telur. Sementara itu, rahim akan menerima konsepsi (pembuahan).
Jika sel telur tidak dibuahi oleh sel sperma maka sel telur (ovum) dan jaringan yang
ada dalam dinding rahim (endometrium) akan luruh dan dikeluarkan melalui vagina
sebagai menstruasi. Menstruasi pertama pada perempuan disebut dengan menarche.

b. Masa akil baligh pada laki-laki

Sperma diproduksi oleh remaja laki-laki dan dapat dikeluarkan melalui proses
ejakulasi pada penis. Ejakulasi dapat terjadi melalui mimpi basah atau dapat terjadi
melalui rangsangan terhadap diri sendiri terhadap alat kelaminnya atau disebut
dengan masturbasi. Apabila laki-laki sudah mengalami mimpi basah, maka remaja
laki-laki tersebut sudah dapat membuahi sel telur pada wanita.

8
F. Menstruasi dan Masa Subur

Menstruasi adalah perubahan siklik pada alat kandungan dengan ditandai dengan
terlepasnya endometrium yang dipersiapkan untuk menerima ovum yang telah dibuahi.
Hormon estrogen dan hormon progesteron merupakan hormon yang mempengaruhi proses
peluruhan ini (Human Physiology 5th Edition, 2004).
Proses terjadinya menstruasi yaitu salah satu ovarium yang terletak di kanan atau
kiri mengeluarkan satu buah ovum matang setiap periodenya, selanjutnya ovum akan
melewati tuba fallopi. Proses ini dinamakan dengan ovulasi. Dengan adanya pengaruh
hormon estrogen dan progesteron, terjadi penebalan endometrium yang dipersiapkan untuk
bersarangnya sel telur yang dibuahi. Apabila ovum tidak dibuahi, maka ovum akan bergerak
menuju ke rahim dan luruh bersama endometrium. Proses ini disebut dengan menstruasi
selama biasanya 3-4 hari (Human Physiology 5th Edition, 2004).
Siklus menstruasi adalah jarak antara masa haid yaitu jarak dari pertama haid
terakhir sampai hari pertama haid yang berikutnya. Biasanya berkisar antara 21 sampai 35
hari, biasanya 28 hari. Hal ini penting diketahui agar wanita dapat mengetahui masa
suburnya, biasanya 14 hari sebelum menstruasi berikutnya (Human Physiology 5th Edition,
2004).
Pada sebagian wanita, mereka juga mengalami yang disebut sebagai Pre-Menstrual
Syndrome. Gejala ini timbul sebelum menstruasi dengan gangguan seperti perubahan
suasana hati, sakit kepala, mual, pembengkakan payudara, mulas, punggung terasa pegal,
dan letih (NCBI, 1999)

Gambar 1.3. Siklus Menstruasi pada Wanita. Sumber: Human Physiology 5th Edition.

9
BAB III
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

A. Definisi

Secara sederhana reproduksi berasal dari kata re = kembali dan produksi = membuat
atau menghasilkan. Reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam
menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup. Kesehatan reproduksi adalah keadaan
sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi,
peran, dan sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang
menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. (International
Conference on Population and Development, 1994).

B. Siapa yang Perlu Kesehatan Reproduksi Remaja

Proses reproduksi merupakan proses melanjutkan keturunan yang menjadi tanggung


jawab bersama laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, baik laki-laki maupun
perempuan harus tahu dan mengerti mengenai berbagai aspek kesehatan reproduksi.
Kesalahan dimana persoalan reproduksi lebih banyak menjadi tanggung jawab perempuan
tidak boleh terjadi lagi.

C. Pentingnya Kesehatan Reproduksi Remaja

Dikutip dari laman WHO (2019), remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi
agar memiliki informasi yang tepat mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang
ada disekitarnya. Ketepatan informasi diharapkan agar remaja memiliki sikap dan tingkah
laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.
Saat ini, teknologi informasi dan teknologi berkembang pesat sehingga remaja dapat
dengan mudah mengakses seluruh informasi mengenai kesehatan reproduksi. Akan tetapi,
apabila remaja mendapatkan informasi yang tidak benar, maka hal tersebut akan
berpengaruh terhadap kehidupan mereka. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting
dalam mendidik anak yang tumbuh sebagai remaja. Namun, masih terdapat banyak masalah
yang muncul seperti pada sebagian orang yang menganggap pendidikan seksual dan
kesehatan reproduksi adalah tabu berdasarkan budaya, pengetahuan, dan beban psikologis.
Selain itu, laporan kemajuan PBB 2011 tentang Tujuan Pembangunan Milenium
mencatat bahwa “menjangkau remaja sangat penting untuk meningkatkan kesehatan ibu dan
mencapai Millenium Development Goals lainnya”. Investasi dalam kesehatan seksual dan
reproduksi remaja saat ini diakui secara luas sebagai hal penting untuk pencapaian sejumlah
tujuan kesehatan masyarakat global, termasuk membantu mencegah kematian sebagai akibat
dari kesehatan seksual dan reproduksi, kesehatan mental, cedera dan kekerasan. Ia juga
dikenal karena perannya yang penting dalam membangun kebiasaan sehat yang dapat

10
membantu mengurangi penyakit tidak menular (seperti kanker), serta memiliki manfaat
untuk generasi yang lebih tua dan yang lebih muda.

D. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja

Menurut IDAI (2013), pengetahuan dasar kesehatan reproduksi perlu diberikan


kepada remaja agar remaja memiliki kesehatan reproduksi yang baik seperti tumbuh
kembang remaja, kehamilan dan melahirkan, usia ideal untuk menikah dan melahirkan,
pendidikan dan perilaku seksual, Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, bahaya napza,
kemampuan berkomunikasi, serta hak-hak tentang reproduksi. Remaja juga perlu
mengetahui beberapa keadaan yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan reproduksinya
seperti masalah gizi, pendidikan, lingkungan dan pekerjaan, dan masalah kesehatan
reproduksi yang belum matang baik secara fisik dan mental. Selain itu, pendidikan
kesehatan reproduksi juga diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan remaja baik di
lingkungan keluarga dan lingkungan sosial.

11
BAB IV
LIMA DASAR KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

A. Definisi

Menurut WHO (2005) kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera baik secara fisik,
mental, dan sosial yang lengkap bukan hanya bebas dari kecacatan atau penyakit. Sedangkan
menurut UU No 23 tahun 1992 kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik,
mental dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Kesehatan sendiri merupakan kebutuhan dasar manusia mulai sejak lahir, anak,
remaja hingga lanjut usia. Pada remaja, terdapat 5 dasar kesehatan reproduksi yaitu
kesehatan ibu anak, gizi remaja, keluarga berencana remaja, infeksi menular seksual (IMS)
dan HIV & AIDS.

B. Penjelasan 5 Dasar Kesehatan Reproduksi Remaja

a. Kesehatan Ibu Anak (KIA)


Merupakan upaya kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi, balita serta anak prasekolah (Saifuddin, 2005). Pada
masa kehamilan, ibu hamil yang masih berusia remaja (dibawah 20 tahun) memiliki risiko
yang lebih tinggi pada kesehatan dikarenakan organ reproduksi yang belum siap serta
kondisi sel telur yang belum sempurna dikhawatirkan akan mengganggu perkembangan
janin. Beberapa kondisi kesehatan yang mungkin terjadi adalah tekanan darah tinggi pada
ibu hamil, kelahiran prematur, berat badan bayi rendah, depresi postpartum hingga kematian
akibat perdarahan dan infeksi. Oleh karena itu ibu hamil dianjurkan untuk mengunjungi
tenaga kesehatan baik dokter maupun bidan sedini mungkin dan secara teratur untuk
mendapatkan pelayanan/keasuhan kehamilan.

b. Gizi Remaja
Asupan energi mempengaruhi pertumbuhan tubuh yang apabila asupannya tidak
adekuat makan akan menyebabkan unit fungsional remaja terganggu (derajat metabolisme,
tampilan fisik, dan maturasi seksual). Untuk mengukur pertumbuhan seorang remaja, dapat
dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan serta menimbang berat badan atau dengan
menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT). Diambil dari Food and Nutrition Broad of National
Research Council of Adolescent, perkiraan kebutuhan remaja yang sehat dengan
pertumbuhan yang baik dapat dilihat di tabel dibawah ini.

12
Baik energi, protein, karbohidrat, protein maupun lemak sama-sama berperan
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan remaja. Salah satu aspek yang perlu
diperhatikan pada remaja, khususnya remaja perempuan adalah anemia. Menurut Riskesdas
2018, kasus anemia pada wanita usia subur ditemukan paling banyak pada usia remaja yaitu
15-19 tahun sebanyak 36,3%. Bukan hanya itu, proposi anemia pada ibu hamil juga
didominasi oleh remaja usia 15-24 tahun sebanyak 84.6%. Tingginya angka anemia ini
merupakan hal yang harus diperhatikan karena apabila seorang perempuan penderita anemia
hamil, maka ia berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan rendah (>2,5 kg) yang
berpotensi pada lost generation serta berpotensi menyebabkan kematian baik pada ibu
maupun bayinya pada proses persalinan. Demi menghindari terjadinya anemia maka
dianjurkan untuk mengonsumsi makanan dengan gizi yang benar, atau pada saat hamil
diberikan tablet penambah darah dan folat.

C. Keluarga Berencana Remaja

Dibentuk pada 29 Juni 1970 dengan Kepres No.8 tahun 1970, BKKBN merancang
program berupa KB Nasional yang bertujuan untuk mengatur jumlah anak serta jarak anak
yang ideal demi mewujudkan keluarga kecil berkualitas yang sesuai dengan visi program

13
KB. Diluncurkan tahun 2013, program keluarga berencana bagi remaja yang dinamakan
Genre (Generasi Berencana) juga bertujuan untuk menekan pertumbuhan penduduk dengan
mengajak remaja untuk merancang kehidupannya, mulai dari merencanakan usia
perkawinan, masa hamil, jarak kehamilan hingga jumlah anak. Tak hanya itu, program
Genre pun juga bertujuan untuk menghindari remaja dari bahaya narkotika dan obat-obatan
terlarang.

Selain Genre, BKKBN bersama Jhons Hopkins juga mengeluarkan program “1001
Cara Bicara” untuk membantu para orang tua berkomunikasi tentang kesehatan reproduksi
pada anaknya dan dapat memberikan informasi yang benar terkait seks dan kesehatan
reproduksi agar para remaja terhindar dari informasi-informasi yang bahaya dan salah.
Diluncurkan secara luas pada 24 Oktober 2019 lalu, program “1001 Cara Bicara” merilis
buku harian, jurnal, serta kartu bermain yang memberikan panduan untuk orang tua dalam
menjawab pertanyaan seputar seks dan kesehatan reproduksi yang sering ditanyakan remaja.
Diharapkan pula, dengan adanya program-program ini para remaja dapat memahami serta
melindungi diri sendiri dari risiko KTD (kehamilan tak direncakan), IMS (infeksi menular
seksual), ataupun HIV AIDS.

D. Infeksi Menular Seksual (IMS)

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual. Teradapat lebih dari 30 jenis kuman berbeda yang diketahui dapat
ditularkan melalui kontak seksual. Beberapa infeksi yang sering ditemukan antara lain
klamidiasis, gonorrhea, herpes genitalis, infeksi HPV, hepatitis B, dan sifilis. Pada tahun
2016, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa terdapat lebih dari 1 juta
orang menderita IMS setiap harinya.

Di Indonesia sendiri, angka prevalensi IMS bervariasi menurut daerah dengan angka
prevalensi tertinggi ditemukan di kota Bandung (Del Amater, 2007). Terdapat beberapa
faktor yang berpengaruh meningkatkan risiko penularan pada remaja antara lain:

1. Faktor Biologis, seperti pengaruh hormonal, susunan sel dari organ


reproduksi, dan lain lain.
2. Faktor Psikologis dan Kognitif dimana pada usia remaja lebih cenderung
untuk berpikir secara sederhana sehingga tidak terpikirkan untuk melakukan
pencegahan IMS. Tak hanya itu, remaja sendiri merupakan kelompok yang
mempunyai risiko seksual tinggi karena rasa keingintahuan yang besar yang
seringkali tidak diimbangi dengan pengetahuan dan kedewasaan yang
kurang. Hal ini dibuktikan pada data SDKI (Sumber Demokrasi Kesehatan
Indonesia) 2012, pengetahuan remaja (15-24 tahun) mengenai IMS masih
rendah dan dibawah 50% meskipun sebanyak 16%- 46% diantara telah
melakukan hubungan seks secara aktif.
3. Faktor Perilaku Seksual dimana sekarang ini dengan adanya perubahan
nilai-nilai sosial dan budaya menyebabkan makin banyaknya remaja yang
melakukan hubungan seksual pranikah yang kedepannya berpotensi

14
memperbanyak dan mempercepat risiko penyebaran IMS ini. Dari tahun ke
tahun, data remaja yang melakukan hubungan seks bebas makin meningkat.
Dari tahun 1980-an sekitar 5% hingga menjadi 20% pada tahun 2000.
Kisaran angka tersebut didapat dari berbagai penelitian yang diadakan di
berbagai kota besar di Indonesia yang mana umumnya kelompok remaja
pada penelitian tersebut masih bersekolah di SMA maupun mahasiswa,
meskipun pada beberapa kasus terjadi pula pada remaja yang masih
bersekolah di SMP.

E. HIV dan AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency


Syndrom) merupakan salah satu pandemi terbesar yang terjadi pada saat ini. Penyakit ini
disebabkan oleh virus yang penularannya lewat darah (transfusi darah, penggunaan jarum
suntik bersama-sama dengan orang yang positif HIV) dan cairan tubuh (hubungan seksual).

Dilihat dari kelompok umurnya, proporsi kasus AIDS masih didominasi oleh
kelompok umur 20-29 tahun yang mana hal ini menunjukkan bahwa kelompok umur ini
merupakan kelompok yang rentan tertular maupun menularkan HIV/AIDS (Kementerian
Kesehatan RI, 2014). Meski begitu, masih banyak remaja yang memiliki pengetahuan yang
kurang terkait HIV/AIDS ini, yaitu sekitar 49% (Situmeang, 2017).

15
BAB V
CARA MENJAGA DAN MERAWAT ORGAN REPRODUKSI

Usia remaja adalah masa transisi yang ditandai dengan berbagai perubahan emosi,
psikis, dan fisik dengan ciri khas yang unik. Penting bagi remaja untuk mendapatkan
informasi yang tepat tentang kesehatan reproduksi dan berbagai faktor yang berpengaruh
terhadap kesehatan reproduksi. (Kemenkes RI, 2018).
Sebagai pengenalan terhadap kesehatan reproduksi dasar, remaja harus mengetahui
beberapa hal di bawah ini:
1. Pengenalan tentang proses, fungsi, dan sistem alat reproduksi
2. Mengetahui penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular seksual lainnya, serta
dampaknya pada kondisi kesehatan organ reproduksi
3. Mengetahui dan menghindari kekerasan seksual
4. Mengetahui pengaruh media dan sosial terhadap aktivitas seksual
5. Mengembangkan kemampuan dalam berkomunikasi, terutama membentuk
kepercayaan diri dengan tujuan untuk menghindari perilaku berisiko.
Cara menjaga organ reproduksi, diantaranya
a. Pakai handuk yang lembut, kering, bersih, dan tidak berbau atau lembab.
b. Memakai celana dalam dengan bahan yang mudah menyerap keringat
c. Pakaian dalam diganti minimal 2 kali dalam sehari
d. Bagi perempuan, sesudah buang air kecil, membersihkan alat kelamin sebaiknya
dilakukan dari arah depan menuju belakang agar kuman yang terdapat pada anus
tidak masuk ke dalam organ reproduksi.
e. Bagi laki-laki, dianjurkan untuk dikhitan atau disunat agar mencegah terjadinya
penularan penyakit menular seksual serta menurunkan risiko kanker penis.

Perubahan fisik, psikis, dan emosi remaja pada masa pubertas dapat membuat
remaja lebih ekspresif dalam mengeksplorasi organ kelamin dan perilaku seksualnya.
Sementara itu, pengetahuan dan persepsi yang salah tentang seksualitas dan kesehatan
reproduksi dapat menyebabkan remaja berperilaku berisiko terhadap kesehatan
reproduksinya. Oleh karena itu, peran orang tua dan guru menjadi penting dalam
mendampingi remaja mencari dan menemukan informasi kesehatan reproduksi yang tepat.
(Kemenkes, 2018).

16
BAB VI
PERNIKAHAN DINI, PENYALAHGUNAAN NARKOBA, DAN PERILAKU SEKS PRA NIKAH

A. Pernikahan Dini

Berdasarkan Survei Data Kependudukan Indonesia (SDKI) 2007, di beberapa


daerah didapatkan bahwa sepertiga dari jumlah pernikahan yang terdata dilakukan oleh
pasangan yang berusia dibawah 16 tahun. Di Indonesia, jumlah kasus pernikahan dini
mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia menikah 19 tahun. Kementerian Kesehatan
RI mengungkapkan bahwa di antara perempuan 10-54 tahun, sebanyak 2,6% menikah
pertama kali pada umur kurang dari 15 tahun, dan 23,9% menikah pada umur 15-19 tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 26% perempuan dibawah umur telah menikah
sebelum fungsi organ-organ reproduksinya berkembang dengan optimal (Riskesdas, 2013).

Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pernikahan dini, antara lain:
faktor pendidikan, faktor ekonomi, serta faktor budaya/adat/tradisi.
a. Faktor pendidikan biasanya berupa kurangnya pemahaman dan pendidikan
mengenai kesehatan reproduksi yang menyebabkan perilaku seks berisiko di
kalangan remaja sehingga para remaja lebih memilih untuk mencoba-coba
melakukan aktivitas seksual dengan pasangannya. Tak hanya itu, kurangnya
pemahaman mengenai risiko dari aktivitas seksual juga menjadi salah satu faktor
penyebab pernikahan dini.
b. Faktor ekonomi biasanya dilatarbelakangi oleh alasan kemiskinan. Pendapatan
rendah dan tidak tetap serta hutang menjadi alasan bagi beberapa orang tua untuk
menikahkan anaknya di usia dini. Beberapa kelompok keluarga petani dan nelayan
di pedesaan pun tak jarang yang berpikir bahwa menikahkan anak merupakan salah
satu cara untuk mengurangi biaya, terutama biaya pendidikan.
c. Faktor budaya/adat/tradisi dapat dilihat di beberapa daerah di Indonesia yang
beranggapan bahwa pernikahan dini merupakan salah satu penyelesaian masalah
untuk kasus KTD serta untuk menghindari omongan buruk masyarakat. Ditemui
pula dalam suku Madura, perjodohan sudah menjadi tradisi sejak anaknya kecil,
sehingga ketika anak telah mencapai usia akil baligh anak sudah siap dinikahkan.

Padahal, pernikahan diri sendiri mengakibatkan beberapa dampak yang


terkait dengan kesehatan reproduksi, contohnya: anak perempuan yang menikah
pada usia dini berpotensi mengalami kehamilan yang berisiko tinggi dimana pada
masa kehamilan atau melahirkan, anak perempuan usia 10-14 tahun memiliki
kemungkinan meninggal 5 kali lebih besar daripada perempuan usia 202-25 tahun.
Dampak lainnya berupa ancaman kesehatan mental dimana anak seringkali merasa
stress ketika meninggalkan keluarganya dan bertanggung jawab atas keluarganya
sendiri. Pernikahan dini juga membawa dampak buruk lain seperti rentannya KDRT
(kekerasan dalam rumah tangga).

17
B. Penyalahgunaan Narkoba

Permasalahan narkoba di Indonesia merupakan masalah yang sedang marak dan


cukup kompleks. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah penyalahguna dan pecandu
narkoba yang kian bertambah. Padahal, penyalahgunaan narkoba dapat berakibat fatal
tidak hanya menyangkut kelangsungan hidup dan masa depan penggunanya saja, namun
juga masa depan negara. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) sebanyak
2,2% dari total populasi orang di Indonesia telah terjerat narkoba.
Penyalahgunaan narkoba oleh remaja termasuk ke dalam salah satu bentuk
kenakalan remaja khusus. Biasanya hal ini dikarenakan proses pencarian jati diri
sehingga beberapa remaja memilih untuk menggunakan narkoba dengan berbagai alasan,
antara lain: coba-coba, ingin terlihat gaya atau merasa dewasa, ikut-ikutan, melupakan
masalah, dan lain-lain.
Terdapat 3 tingkat intervensi yang dapat dilakukan dalam menanggulangi
masalah penyalahgunaan narkoba, yaitu: primer, sekunder, dan tersier. Intervensi primer
dilakukan sebelum penyalahgunaan terjadi yang biasanya berupa pendidikan, serta
penyebaran informasi. Intervensi sekunder dilakukan pada saat penggunaan sudah terjadi
yang meliputi fase penerimaan awal dan fase untuk melakukan pengurangan
ketergantungan, dan Intervensi tingkat tersier berupa upaya rehabilitasi bagi para
pengguna yang dalam proses penyembuhan.

C. Perilaku Seks Pra-Nikah

Penyebab perilaku seks pra-nikah biasanya disebabkan karena kurangnya


pengetahuan terkait risiko serta kurang terbukanya pendidikan kesehatan reproduksi yang
masih dianggap tabu sehingga para remaja lebih memilih untuk coba-coba dengan para
pasangannya tanpa memahami risiko pilihan yang ada. Penyebab lain dapat berupa pengaruh
perubahan sosial seperti urbanisme, dan modernisasi serta didorong rasa ingin tahu yang
besar pada remaja untuk melakukan hal-hal yang belum diketahui. Keterpaparan media
berupa tayangan pornoografi juga mendukung para remaja untuk melakukan hubungan seks
pranikah. Umumnya, remaja laki-laki lebih banyak yang telah melakukan hubungan seks
pranikah, sedangkan remaja perempuan lebih banyak pernah dipaksa oleh pasangan untuk
melakukan hubungan seks pranikah.

18
BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem,
fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak
semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan Pentingnya Kesehatan
Reproduksi Remaja namun juga sehat secara mental serta sosial kultural. Pengetahuan dasar
kesehatan reproduksi perlu diberikan kepada remaja agar remaja memiliki kesehatan
reproduksi yang baik seperti tumbuh kembang remaja, kehamilan dan melahirkan, usia ideal
untuk menikah dan melahirkan, pendidikan dan perilaku seksual, Infeksi Menular Seksual
(IMS), HIV/AIDS, bahaya napza, kemampuan berkomunikasi, serta hak-hak tentang
reproduksi. Pada remaja, terdapat 5 dasar kesehatan reproduksi yaitu kesehatan ibu anak,
gizi remaja, keluarga berencana remaja, infeksi menular seksual (IMS) dan HIV & AIDS.

B. Saran
Perubahan fisik, psikis, dan emosi remaja pada masa pubertas dapat membuat
remaja lebih ekspresif dalam mengeksplorasi organ kelamin dan perilaku seksualnya.
Sementara itu, pengetahuan dan persepsi yang salah tentang seksualitas dan kesehatan
reproduksi dapat menyebabkan remaja berperilaku berisiko terhadap kesehatan
reproduksinya. Oleh karena itu, peran orang tua dan guru menjadi penting dalam
mendampingi remaja mencari dan menemukan informasi kesehatan reproduksi yang tepat.

19
Referensi

Amanda, Sahadi Humaedi, and Meilanny Budiarti. “Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja”.
Jurnal Penelitian & PPM Vol.4 No.2 (2017).

Direktorat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (2018). Pentingnya Menjaga Kebersihan
Alat Reproduksi. [online] Available at: http://promkes.kemkes.go.id/pentingnya-menjaga-
kebersihan-alat-reproduksi [Accessed 8 Nov. 2019].

Djamilah, Reni. “Dampak Perkawinan Anak di Indonesia”. Jurnal Studi Pemuda 3 No.1. (2014)

IDAI. (2013). Kesehatan Reproduksi Remaja dalam Aspek Sosial. [online] Available at:
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kesehatan-reproduksi-remaja-dalam-aspek-
sosial [Accessed 8 Nov. 2019].

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data Informasi: Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja.
Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama Riskesdas. [online] Available at:
http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Hasil-riskesdas-
2018_1274.pdf [Accessed 9 Nov. 2019].

Nari, Jois, Zahroh Shahuliyah, and Priyadi Nugraha. “Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadin IMS pada Remaja di Klinik IMS Puskesmas Rijali dan Passo Kota Ambon”.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia 10.2 (2015) [online] Available at:
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jpki/article/viewFile/18972/13232 [Accessed 10 Nov.
2019]

National Research Council (US) and Institute of Medicine (US) Forum on Adolescence; Kipke MD,
editor. (1999). Adolescent Development and the Biology of Puberty. [online] Ncbi.nlm.nih.gov.
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK224692/ [Accessed 8 Nov. 2019].

Pandjaitan, Niode, and Suling. Gambaran Pengetahuan dan Sikap terhadap Infeksi Menular Seksual
pada Remaja di SMA Frater Don Bosco Manado. Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan
Anak. [online] Available at:
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/PMK%20No.%2025%20ttg%20Upaya%20Kesehata
n%20Anak.pdf [Accessed 8 Nov. 2019].

Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. Tumbuh Kembang Remaja. [online] Available at:
https://pkbi-diy.info/tumbuh-kembang-remaja/ [Accessed 8 Nov. 2019].

Rahyani, et al. “Perilaku Seks Pranikah”. Jurnal Kesmas 7 No.4 (2012)

20
Silverthorne, D. (2004). Human Physiology. 5th ed. San Francisco: Pearson.

Situmeang, Berliana, Syahrizal Syarif, and Renti Mahkota. “Hubungan HIV/AIDS dengan Stigma
terhadap Orang dengan HIV/AIDS di Kalangan Remaja 15-19 Tahun di Indonesia (Analisis
Data SDKI Tahun 2012)”. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia (2017)

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: CV Sagung Seto.

Who.int. (2019). Adolescent development. [online] Available at:


https://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/adolescence/development/en/ [Accessed
8 Nov. 2019].

Who.int. (2019). Child and Adolescent Health and Development. [online] Available at:
http://www.searo.who.int/entity/child_adolescent/topics/adolescent_health/en/ [Accessed 8 Nov.
2019].

Who.int. (2019). Research and action needed for adolescent sexual and reproductive health and
rights. [online] Available at:
https://www.who.int/reproductivehealth/topics/adolescence/research-srh-rights/en/ [Accessed 8
Nov. 2019].

21

Anda mungkin juga menyukai