Anda di halaman 1dari 30

EPIDEMIOLOGI KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT

MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI PADA SAAT REMAJA HINGGA LANSIA

dr. DR. I Made Cristian Binekada, M.Repro, Sp. B/K

DI SUSUN OLEH

EFA KELYA NASRUN G2U121003

WAODE HARDIAN G2U121028

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PEMINATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
UNIVERSITAS HALUOLEO
TA. 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan topik mengenai “Masalah
Kesehatan Reproduksi Pada Saat Remaja Hingga Lansia”. Adapun maksud dan tujuan kami
dalam menyelesaikan tugas ini adalah untuk menambah pengetahuan kami mengenai materi
tersebut. Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah yang selalu
memberikan bimbingan pada kami, sehingga makalah ini dapat tersaji sesuai standar.
Selebihnya, semoga makalah ini dapat dimengerti dan dapat digunakan sebagai media
pembelajaran. Akhir kata kami sampaikan terima kasih pada semua pihak yang terlibat dalam
menyelesaikan tugas ini. Kritik dan saran selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, Juni 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……..........……………………………………….....……………. i

DAFTAR ISI……...............….........…………………………………….....……………. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………..........………....……. ...... 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………......………………....……..... 4

1.3 Tujuan ………………………………………..........…………………. ........................ 4

1.4 Manfaat ………………………………………………....................……..............…..... 5

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................... 6

1. Konsep Dasar Remaja dalam Kespro......................................................................... 6

2.1 Remaja Dalam Konsep Kesehatan Masyarakat

2.2  Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi Pada Remaja

2.3    Dampak Yang Terjadi Pada Remaja Ketika Melakukan Hubungan Seks Pranikah

2.4    Solusi Yang Tepat Mengatasi Masalah Kesehatan Reproduksi Pada Remaja

2. Konsep Dasar Lansia........................................................................................................23

3.1 Pengertian Lansia

3.2 Permasalahan Pada Lansia

BAB III PENUTUP……………………......................................................................….…26

. A.KESIMPULAN

B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia menetapkan bahwa Kesehatan
Reproduksi mencakup 5 (lima) komponen/program terkait, yaitu Program Kesehatan Ibu dan
Anak, Program Keluarga Berencana, Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, dan
Program Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut. Pelaksanaan Kesehatan Reproduksi
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach) agar diperoleh
sasaran yang pasti dan pelayanan yang jelas berdasarkan kepentingan sasaran/klien dengan
memperhatikan hak reproduksi mereka.
Saat ini, kesehatan reproduksi di Indonesia yang diprioritaskan baru mencakup empat
komponen/program, yaitu: Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, Keluarga Berencana, Kesehatan
Reproduksi Remaja, serta Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS)
termasuk HIV/AIDS. Pelayanan yang mencakup 4 komponen/program tersebut disebut
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE). Jika PKRE ditambah dengan pelayanan
Kesehatan Reproduksi untuk Usia Lanjut, maka pelayanan yang diberikan akan mencakup
seluruh komponen Kesehatan Reproduksi, yang disebut Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Komprehensif (PKRK). Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE)
bertumpu pada pelayanan dari masingmasing program terkait yang sudah ada di tingkat
pelayanan kesehatan dasar. Ini berarti bahwa Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial
bukan suatu program pelayanan yang baru maupun berdiri sendiri, namun berupa keterpaduan
berbagai pelayanan dari program yang terkait, dengan tujuan agar sasaran/klien memperoleh
semua pelayanan secara terpadu dan berkualitas, termasuk dalam aspek komunikasi, informasi
dan edukasi (KIE).
Kesehatan Reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial
secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi, serta proses reproduksi
dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan. Setiap orang harus mampu
memiliki kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu menurunkan
serta memenuhi keinginannya tanpa ada hambatan apa pun, kapan, dan berapa sering untuk

1
memiliki keturunan. Setiap orang berhak dalam mengatur jumlah keluarganya, termasuk
memperoleh penjelasan yang lengkap tentang cara-cara kontrasepsi sehingga dapat memilih cara
yang tepat dan disukai. Selain itu, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi
lainnya, seperti pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan pelayanan bagi anak dan kesehatan
remaja juga perlu dijamin.
Banyaknya permasalahan dan krisis yang terjadi pada masa remaja menjadikan banyak
ahli dalam bidang psikologi perkembangan menyebutnya sebagai masa krisis. Berbagai
permasalahan yang terjadi pada remaja dipengaruhi oleh berbagai dimensi kehidupan dalam diri
mereka, baik dimensi biologis, kognitif, moral dan psikologis serta pengaruh dari lingkungan
sekitar. Saat ini hal yang menonjol pada remaja adalah dari sudut pandang kesehatan (Howard, et
al., 2010). WHO (2003) menyebutkan semakin berkembangnya permasalahan kesehatan
reproduksi remaja, yang menyangkut seks bebas, penyebaran penyakit kelamin, kehamilan di
luar nikah atau kehamilan tidak diinginkan, aborsi, dan pernikahan usia muda.
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini
merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi
perubahan biologi, perubahan psikologi, dan perubahan sosial. Di sebagian masyarakat dan
budaya masa remaja pada umumnya di mulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-
22 tahun. World Health Organization (WHO) remaja merupakan individu yang sedang
mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual,
mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa, dan mengalami perubahan
keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri.
Mohammad (1994) mengemukakan bahwa remaja adalah anak berusia 13-25 tahun, di
mana usia 13 tahun merupakan batas usia pubertas pada umummnya, yaitu ketika secara biologis
sudah mengalami kematangan seksual dan usia 25 tahun adalah usia ketika mereka pada
umumnya, secara sosial dan psikologis mampu mandiri. Berdasarkan uraian di atas ada dua hal
penting menyangkut, batasan remaja, yaitu mereka sedang mengalami perubahan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa dan perubahan tersebut menyangkut perubahan fisik dan psikologi.
Mengakhiri pada abad ke-20 dan mengawali abad ke-21 ditandai oleh fenomena transisi
demografi ini menyebabkan perubahan pada struktur penduduk,terutama struktur penduduk
menurut umur.Apabila sebelumnya penduduk yang terbesar adalah anak- anak maka dalam masa
transisi ini proporsi penduduk usia remaja semakin besar.Terdapat 36.600.000 (21% dari total

2
penduduk) remaja di indonesia dan diperkirakan jumlahnya mencapai 43.650.000.Pada awal abd
ke-21.
Jumlah remaja yang tidak sedikit merupakan potensi yang sangat berarti dalam
melanjutkan pembangunan di indonesia.Seperti yang tercantum dalam garis-garis besar
pembangunan indonesia bahwa pembinaan anak dan remaja dilaksanakan melalui peningkatan
gizi,pembinaan perilaku kehidupan beragama dan budi pekerti luhur,penumbuhan minat
belajar,peningkatan daya cipta dan daya nalar serta kreatifitas,penumbuhan idealisme dan
patriotisme.Akan tetapi adanya ketidakseimbangan upaya pembangunan yang di lakukan
terutama terhadap remaja,akhirnya menimbulkan masalah bagi pembangunan itu sendiri.
Salah satu dampak ketidakseimbangan pembangunan itu adalah terjadinya perubahan
mendasar yang menyangkut sikap dan prilaku seksual pranikah dikalangan remaja.Di amerika
latin anak muda berusia 15-24 tahun melakukan intercourse (hubungan seksual) rata-rata pada
usia 15 tahun bagi laki-laki dan usia 17 tahun bagi perempuan,Sedangkan di indonesia satu dari
lima anak pertama yang dilahirkan pada wanita menikah pada usia 20-24 tahun merupakan anak
hasil hubungan seksual sebelum menikah.Tidak tepat dan tidak benarnya informasi mengenai
seksual dan reproduksi yang mereka terima semakin membuat runyam masalah perilaku seksual
remaja pranikah.
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari perkembangan hidup manusia. Masa
lansia ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup dan kepekaan secara
individual. Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang
ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia. Peningkatan proporsi
pada lansia dalam masyarakat adalah fenomena di seluruh dunia. World Health Organization
(WHO) telah mengidentifikasikan lansia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang
kemunduran fisik dan mental.
Jumlah penduduk lansia yang meningkat ini merupakan dampak dari keberhasilan
pembangunan terutama di bidang kesehatan. Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan
kesejahteraan penduduk maka akan berpengaruh terhadap peningkatan Usia Harapan Hidup
(UHH) di Indonesia.2 Namun peningkatan UHH pada lansia ini dapat mengakibatkan terjadinya
transisi epidemiologi dalam bidang kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka kesakitan
karena penyakit degeneratif. United Nation, World Population Prospects, the 2012 Revision
menunjukkan bahwa proporsi penduduk lansia di Indonesia dan dunia pada tahun 2013 adalah

3
8,9 persen.3 Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005
UHH adalah 66,4 tahun dengan persentase populasi lansia tahun 2000 yaitu 7,74 persen. Angka
ini diperkirakan akan meningkat pada tahun 2045-2050 menjadi 77,6 tahun dengan persentase
populasi lansia pada tahun 2045 adalah 28,68 persen.2 Selain itu, menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) di Indonesia terjadi peningkatan UHH, dimana pada tahun 2000 UHH adalah 64,5 tahun
dengan persentase populasi lansia sebanyak 7,18 persen. Angka ini meningkat menjadi 69,43
tahun pada tahun 2010 persentase populasi lansia 7,56 persen dan pada tahun 2011 menjadi
69,65 tahun dengan persentase populasi lansia sebanyak 7,58 persen.2 Menurut hasil Survei
Ekonomi Nasional, persentase populasi lansia di Indonesia pada tahun 2012 adalah 7,56 persen
dan UHH di Indonesia meningkat menjadi 70,8 tahun pada tahun 2015.
Masalah kesehatan usia lanjut semakin meningkat bersamaan dengan bertambahnya
presentase penduduk usia lanjut. Masalah prioritas pada kelompok ini antara lain meliputi
gangguan pada masa menopause, osteoporisis, kanker prostat, dan penyakit kerdiovaskular serta
penyakit degeneratif, yang dapat berpengaruh terhadap organ reproduksi. Di samping itu,
kekurangan gizi dan gangguan otot serta sendi sering memperburuk keadaan tersebut.
Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan mempromosikan peningkatan
kualitas penduduk usia lanjut pada saat menjelang dan setelah akhir kurun usia reproduksi
(menopouse/adropause).

1.2  Rumusan Masalah


a.       Apa yang dimaksud dengan remaja dalam konsep kesehatan masyarakat?
b.      Apa saja faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi pada remaja?
c.       Dampak apa yang terjadi pada remaja ketika melakukan hubungan seks pranikah?
d.      Bagaimana solusi yang tepat mengatasi masalah kesehatan reproduksi pada remaja?
e. Apa yang dimaksud konsep dasar kesehatan lansia ?
f. Apa saja Permasalahan pada Lansia ?

1.3  Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mampu memberikan pendidikan kesehatan demi tercapianya derajat kesehatan pada remaja
hingga lansia

4
2.      Tujuan Khusus
a.       Memenuhi tugas pembuatan makalah mata pelajar Epidemiologi Kespro Lanjut.
b.      Mengidentifikasi konsep kespro serta faktor yang mempengaruhi kesehatan anak remaja
hingga lansia.
c.       Mendiskusikan latar belakang tentang kesehatan reproduksi remaja hingga lansia

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar Remaja dalam Kesehatan Reproduksi


2.1  Pengertian Remaja Dalam Konteks Kesehatan Reproduksi Remaja
       Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa.Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.
Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) batasan usia remaja adalah 12 sampai 24
tahun.
       Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh Departemen
Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.Menurut BKKBN
(Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21
tahun.
       Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13
hingga 18 tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional,
sedangkan alran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun.
       Kesehatan Reproduksi (kespro) adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh
dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi (Konferensi
International Kependudukan dan Pembangunan, 1994).
       Kesehatan Reproduksi Menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang
utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan
dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat
menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya
secara sehat dan aman.
       Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak
buruk bagi kesehatan reproduksi yaitu :
1.      Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah,
dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat
tinggal yang terpencil).

6
2.      Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada
kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi
reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang
lain, dsb).
3.      Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita pada pria yang membeli kebebasannya
secara materi, dsb),
4.      Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual,
dsb).
       Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi:
a.       Konseling dan informasi Keluarga Berencana (KB)
b.      Pelayanan kehamilan dan persalinan (termasuk: pelayanan aborsi yang aman, pelayanan bayi
baru lahir/neonatal)
c.       Pengobatan infeksi saluran reproduksi (ISR) dan penyakit menular seksual (PMS), termasuk
pencegahan kemandulan
d.      Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR)
e.       Konseling, informasi dan edukasi (KIE) mengenai kesproa.
       Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi
dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja.Pengertian sehat disini tidak semata-mata
berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial
kultural.
       Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar
mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya.  Dengan informasi yang
benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai 
proses reproduksi.
       Pengetahuan Dasar  yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka  mempunyai
kesehatan reproduksi yang baik, antara lain :
a.       Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang remaja)
b.      mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan
agar sesuai dengan keinginnannya dan pasanganya

7
c.       Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan
reproduksi
d.       Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
e.        Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
f.       Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
g.      Mengambangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar
mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif
h.        Hak-hak reproduksi
       Masalah kesehatan reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat perhatian yang cukup.
Ada beberapa kemungkinan mengapa hal itu terjadi:
1)      Banyak kalangan yang berpendapat bahwa masalah kesehatan reproduksi, seperti juga masalah
kesehatan lainnya, semata-mata menjadi urusan kalangan medis, sementara pemahaman terhadap
kesehatan reproduksi (apalagi kesehatan reproduksi remaja) di kalangan medis sendiri juga
masih minimal. Meskipun sejak konperensi Kairo definisi mengenai kesehatan reproduksi sudah
semakin jelas, diseminasi pengertian tersebut di kalangan medis dan mahasiswa kedokteran
agaknya belum memadai.
2)      Banyak kalangan yang beranggapan bahwa masalah kesehatan reproduksi hanyalah masalah
kesehatan sebatas sekitar poses kehamilan dan melahirkan, sehingga dianggap bukan masalah
kaum remaja. Apalagi jika pengertian remaja adalah sebatas mereka yang belum menikah. Di
sini sering terjadi ketidak konsistensian di antara para pakar sendiri karena di satu sisi mereka
menggunakan istilah remaja dengan batasan usia, tetapi di sisi lain dalam pembicaraan
selanjutnya mereka hanya membatasi pada mereka yang belum menikah.
3)      Banyak yang masih mentabukan untuk membahas masalah kesehatan reproduksi remaja karena
membahas masalah tersebut juga akan juga berarti membahas masalah hubungan seks dan
pendidikan seks.

2.2  Perubahan Fisik, Biologis, Psikososial Remaja


  Tumbuh Kembang Remaja.
Masa remaja dibedakan dalam :
         Masa remaja awal, 10 – 13 tahun.
         Masa remaja tengah, 14 – 16 tahun.

8
         Masa remaja akhir, 17 – 19 tahun.
  Pertumbuhan Fisik Pada Remaja Perempuan :
         Mulai menstruasi.
         Payudara dan panggul membesar.
         Indung telur membesar.
         Kulit dan rambut berminyak dan tumbuh jerawat.
         Vagina mengeluarkan cairan.
         Mulai tumbuh bulu di ketiak dan sekitar vagina.
         Tubuh bertambah tinggi (Lengan dan Tungkai kaki bertambah panjang )
         Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat seperti anak kecil
lagi.
         Kaki dan tangan bertambah besar
         Keringat bertambah banyak
           Indung telur mulai membesar dan berfungsi sebagai organ reproduksi
  Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki :
         Terjadi perubahan suara mejadi besar dan berat.
         Tumbuh bulu disekitar ketiak dan alat kelamin.
         Tumbuh kumis.
         Mengalami mimpi basah.
         Tumbuh jakun.
         Pundak dan dada bertambah besar dan bidang.
         Penis dan buah zakar membesar.
         Tubuh bertambah berat dan tinggi
         Keringat bertambah banyak
         Kulit dan rambut mulai berminyak
          Lengan dan tungkai kaki bertambah besar
         Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat seperti anak kecil
lagi
       Pada Usia Remaja, Tugas-Tugas Perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai
berikut:

9
a.       Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun
lawan jenis
b.      Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
c.       Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
d.      Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
e.       Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
f.       Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
g.      Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
h.       Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi
sebagai warga negara
i.          Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
j.        Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku (Havighurst dalam
Hurlock, 1973).
       Perubahan Psikis juga terjadi baik pada remaja perempuan maupun remaja laki-laki,
mengalami perubahan emosi, pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung jawab, yaitu
:
a.       Remaja lebih senang berkumpul diluar rumah dengan kelompoknya.
b.      Remaja lebih sering membantah atau melanggar aturan orang tua.
c.        Remaja ingin menonjolkan diri atau bahkan menutup diri.
d.       Remaja kurang mempertimbangkan maupun menjadi sangat tergantung pada kelompoknya.
     Hal tersebut diatas menyebabkan remaja menjadi lebih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang
negatif dari lingkungan barunya.
       Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-
tugas tersebut, yaitu:
a.       Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah,
sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
b.       Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja,
seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip
yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh
orangtua.

10
2.3  Determinan  Perkembangan Remaja
      Pada bagian ini juga penting diketahui aspek atau faktor-faktor yang berhubungan atau yang
mempengaruhi kehidupan remaja. Keluarga, sekolah ,dan tetangga merupakan aspek yang secra
langsung mempengaruhi kehidupan reamaja, sedangan struktur sosial ,ekonomi politik ,dan
budaya lingkungan merupakan aspek yang memberikan pengarauh secara tidak langsung
terhadap kehidupan remaja. Secara garis besarnya ada dua tekanan pokok yang berhubungan
dengan kehidupan remaja ,yaitu internal pressure (tekanan dari dalam diri remaja) dan external
pressure (tekanan dari luar diri remaja)
Tekanan dari dalam (internal pressure) merupakan tekanan psikologis dan emosional.
Sedangkan teman sebaya, orang tua guru, dan masyarakat merupakan sumber dari luar (external
pressure). Teori ini akan membantu kita memahami masalah yang dihadapi remaja salah satunya
adalah masalah kesehatan reproduksi.
2.4  Perilaku seksual remaja dan kesehatan reproduksi
Perilaku seksual remaja terdiri dari tiga buah kata yang memiliki pengertian yang sangat
berbeda satu sama lainya. Perilaku dapat di artikan sebagai respons organisme atau respons
seseorang terhadap stimulus (rangsangan) yang ada(Notoatmojdo,1993). Sedangakan seksual
adalah rangsangan-rangsangan atau dorongan yang timbul berhubungan dengan seks. Jadi
perilaku seksual remaja adalah tindakan yang dilakukan berhubungan dengan dorongan seksual
yang datang baik dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.
Adanya penurunan usia rata-rata pubertas mendorong remaja untuk aktif secara seksual lebih
dini. Dan adanya presepsi bahwa dirinya memiliki resiko yang lebih rendah atau tidak beresiko
sama sekali yang berhubungan dengan perilaku seksual, semakin mendorong remaja memenuhi
memenuhi dorongan seksualnya pada saat sebelum menikah. Persepsi seperti ini di  sebut youth
uulnerability oleh Quadrel et. aL. (1993) juga menyatakan bahwa remaja cenderung melakuakan
underestimate terhadap uulnerability dirinya. Banyak remaja mengira bahwa kehamilan tidak
akan terjadi pada intercourse (sanggama) yang pertama kali atau dirinya tidak akan pernah
terinfeksi HIV/AIDS karena pertahanan tubuhnya cukup kuat.
Mengenai kesehatan reproduksi, ada beberapa konsep tentang kesehatan reproduksi, namun
dalam tulisan ini hanya akan dikemukakan dua batasan saja. (ICPD) dan sai dan Nassim).
Batasan kesehatan reproduksi menurut International Conference on Population and
Development(ICPD) hampir berdekatan dengan batasan ‘sehat’ dari WHO. Kesehatan

11
reproduksi menurut ICPD adalah keadaan sehat jasmani, rohani,dan buakan hanya terlepas dari
ketidak hadiran penyakit atau kecacatan semata, yang berhubungan sistem fungsi, dan proses
reproduksi(ICPD,1994).
Beberapa tahun sebelumnya Rai dan Nassim mengemukakan definisi kesehatan reproduksi
mencakup kondisi di mana wanita dan pria dapat melakukan hubungan seks secara aman, dengan
atau tanpa tujuan terjadinya kehamilan, dan bila kehamilan diinginkan, wanita di mungkinkan
menjalani kehamilan dengan aman, melahirkan anak yang sehat serta di dalam kondisi siap
merawat anak yang dilahirkan (Iskandar, 1995)
Dari kedua definisi kesehatan reproduksi tersebut ada beberapa faktor yang berhubungan
dengan status kesehatan reproduksi seseorang, yaitu faktor sosial ,ekonomi,budaya, perilaku
lingkungan yang tidak sehat, dan ada tidaknya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu
mengatasi gangguan jasmani dan rohani. Dan tidak adanya akses informasi merupakan faktor
tersendiri yang juga mempengaruhi kesehatan reproduksi.
Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sangat berhubungan
dengan kesehatan reproduksi seseorang. Pada pasal 7 rencana kerja ICPD Kairo dicantumkam
definisi kesehatan reproduksi menyebabkan lahirnya hak-hak reproduksi. Berdasarkan pasal
tersebut hak-hak reproduksi di dasarkan pada pengakuan akan hak-hak asasi semua pasangan dan
pribadi untuk menentukan secara bebas dan bertangung jawab mengenai jumlah anak ,
penjarangan anak (birth spacing ), dan menentukan waktu kelahiran anak-anak mereka dan
mempunyai informasi dan cara untuk memperolehnya, serta hak untuk menentukan standar
tertinggi kesehatan seksual dan reproduksi. Dalam pengertian ini ada jaminan individu untuk
memperoleh seks yang sehat di samping reproduksinya yang sehat (ICPD, 1994). Sudah barang
tentu saja kedua faktor itu akan sangat mempengaruhi tercapai atau tidak kesehatan reproduksi
seseorang ,termasuk kesehatan reproduksi remaja.
2.5  Resiko perilaku seksual berisiko remaja saat ini
Seperti telah dikemukakan di bagian pendahuluan, banyak penelitian dan berita di media
massa yang menggambarkan fenomena perilaku seksual remaja pranikah di indonesia.
Sebenarnya perilaku seksual remaja pranikah sudah ada sejak manusia ada. Tetapi informasi
tentang perilaku tersebut cenderung tidak terungkap secara luas. Sekarang kondisi masyarakat
telah berubah .dengan telah makin terbukanya arus informasi, makin banyak pula penelitian atau
studi yang mengungkapkan permasalahan perilaku seksual remaja, termasuk hubungan seksual

12
pranikah. Di indonesia sendiri ada beberapa penelitihan yang menggambarkan fenomena
perilaku seksual remaja pranikah. Berikut ini ada beberapa penelitian kuantitatif dan kualitatif
yang menggambarkan fenomena tersebut.
Pada tahun 1981, pangkahila melakuakan penelitian di bali terhadap ABG(anak baru gede)
ternyata pengalaman seksual mereka cukup jauh .terdapat 56,0% dari mereka pernah melakukan
ciuman bibir,31,0% yang pernah dirangsang alat kelaminya,dan bahkan pernah melakuakan
hubungan seksual sebanyak 25,0% satu tahun kemudian ,sarlito (1982) melakukan penelitian di
jakarta ternyata hanya 75,0% dari responden remaja putri yang di teliti masih menjaga ke
gadisanya. Artinya 25,0% remaja putri telah melakukan hungan seks .kemudian penelitian di
yogyakarta (1984) terungkap bahwa 13,0% dari 846 pernikahan di dahului oleh kehamilan. Dan
pada tahun 1985 hasil penelitian biran affandi menunjukkan bahwa 80,0% dari remaja yang
hamil melakukan hubungan seksual di rumah mereka sendiri.
Pada tahun 1989 penelitian yang dilakuakan oleh fakultas psikologi UI juga menunjukkan
bahwa ada 61,0% anak usia 16-20 tahun pernah melakuakan seksual intercourse (sanggama)
dengan temanya dan suatu penelitian terhadap siswa SMTP di bandung ternyata terdapat 10,53%
dari mereka pernah melakuakan ciuman bibir, 5,60%pernah melakukan ciuman dalam, dan
3,86% pernah melakuakan hubungan seksual. Penelitian yang dilakukan oleh sebuah majalah
mingguan ibu kota dari responden 100 orang pelajar dari 26 SMA di Jakarta menunjukkan
bahwa 41,0% pelajar mengaku pernah melakuakan hubungan seks dengan lawan njenis (51.7%
pada laki-laki dan 25,0%pada wanita). Di samping responden yang melakuakan hubungan  seks
dengan lawan jenis, ada 42,0% yang pernah berciuaman dengan lawan jenis, 4,0% pernah
meraba alat kelamin alat vital lawan jenis ,dan 12,0% pernah menyenggol, memegang,
meraba ,membelai bagian tubuh yang peka milik lawan jenisnya. Hanya 1,0% saja yang tidak
mempunyai pengalaman seks dengan lawan jenis. Walapun masih di perdebatkan keabsahan
hasil penelitian tersebut paling tidak tata diatas mengingatkan kita betapa besarnya masalah
perilaku seks pada remaja kita.
Hasil yang tidak begitu jauh berbeda juga terjadi pada mahasiswa. Penelitian yang di
lakuakan di yogyakarta (Dasakung1984) mengunggkapkan bahwa 62,0% dari mahasiswa pernah
melakukan” kumpul kebo”. Survei kecil yang pernah dilakuakan oleh mahasiswa fakultas
psikologi UI (1993) terhadap 200responden menunjukan bahwa alasan yang di kemukakan oleh
sebagian mahasiswa untuk melakukan hubungan seks adalah sebagai ungakapan kasih

13
sayang(36,20%), terbawa suasana (15,0%), kebutuhan biologis (14,0%), dan untuk kenikmatan
dan kesenagan 10.1%).
Bila kita lihat kecenderungan perilaku seksual remaja pranikah berdasarkan tempat tinggal
mereka, ternyata baik di desa maupun di kota perilaku tersebut juga sangat memprihatinkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Faturochman dan soetjipto di bali (1989) menunjukkan bahwa
persentase  remaja laki-laki di desa dan di kota yang telah melakukan hubungan seks masing-
masing adalah 23,6% dan33,5%. Sedangkan penelitian singarimbun (1994) menemukan 1,8%
remaja wanita di kota pernah melakuakan hubungan seks pranikah. Penelitian di lakuakan oleh
laboratium antropologi FISIP UI  Hidayana dan Saefuddin, (1997) menunjukan bahwa tidak ada
perbedaan perilaku seksual yang cukup mencolok pada remaja desa dan remaja kota di Sumatra
Utara dan Kalimantan selatan. Di kedua tempat penelitian itu terlihat adanya kecenderungan
perilaku seksual yang permisif baik di desa maupun di desa.
Faktor-faktor yang sangat terkait kondisi saat ini menyebabkan perilaku serksual remaja
semakin menggejala akhir-akhir ini. Namun begitu, banyak remaja tidak mengindahkan bahkan
tidak tahu dampak dari perilaku seksual mereka terhadap kesehatan reproduksi baik dalam waktu
yang cepat ataupun waktu yang lebih panjang. Sebuhungan dengan definisi kesehatan reproduksi
yang telah di bicarakan dahulu, berikut ini akan di bahas mengenai beberapa dampak perilaku
seksual remaja pranikah terhadap kesehatan reproduksi.
o   Hamil yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy)
Unwanted pregnancy (kehamilan yang tidak di kehendaki) merupakan salah satu akibat dari
perilaku seksual remaja. Anggapan-anggapan yang keliru seperti: melakuakan hubungan seks
pertama kali, atau hubungan seks jarang dilakuakan,atau perempuan masih muda usianya, atau
bila hubungan seks dilakuan sebelum atau sesudah menstruasi, atau bila mengunakan teknik
coitus interuptus (sanggama terputus), kehamilan tidak akan terjadi merupakan pencetus semakin
banyaknya kasus unwanted pregnancy. Seperti salah satu kasus pada penelitian khisbiyah (1995)
ada responden mengatakan, untuk menghindari kehamilan maka hubungan seks dilakuakan di
antara dua waktu menstruasi. Informasi itu tentu saja bertentangan dengan kenyataan bahwa
sebenarnya masa antara dua siklus menstruasi itu merupakan masa subur bagi seorang wanita.
Unwanted pregnancy membawa remaja pada dunia pilihan, melanjutkan kehamilan atau
mengugurkanya. Menurut Khisbiyah (1995) secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan itu, yakni faktor intrnal dan faktor eksternal.

14
a.       Faktor intrnal meliputi, intensitas hubungan dan komit-men pasangan remaja untuk menjalin
hubungan jangka panjang dalam perkawinan, sikap dan persepsi terhadap janin yang di kandung,
seperti persepsi subjektif mengenai kesiapan psikologis dan ekonomi untuk memasuki kehidupan
perkawi nan.
b.      Faktor eksternal meliputi sikap dan penerimaan orng tua kedua belah pihak, penilaian
masyarakat, nilai-nilai normatif dan etis dari lembaga keagamaan, dan kemingkinan-
kemungkinan perubahan hidup di masa depan yang mengikuti pelaksanaan keputusa yang akan
dipilih.
Terlepas dari alasan di atas, yang pasti melahirkan dalam usia remaja (early chilbearing) dan
melakuakan aborsi merupakan pilihan yang harus mereka jalani. Banyak remaja putri yang
mengalami unwanted pregnancy terus melanjutkan kehamilanya. Kosenkuensi dari keputusan
yang mereka ambil itu adalah melahirkan anak yang dikandungnya dalam usia yang relatif muda.
o    Penyakit menular seksual (PMS) –HIV/AIDS
Dampak lain dari perilaku seksual remaja terhadap kesehatan reproduksi adalah tertular PMS
termasuk HIV/AIDS. Sering kali remaja melakukan hubungan seks yang tidak aman. Adanya
kebiasaan berganti-ganti pasangan dan melakuakan anal seks menyebabkan remaja semakin
rentan untuk tertular PMS/HIV, seperti sifilis ,gonore,herpes, klamidia dan AIDS . dari data yang
ada menukjukan bahwa diantara penderita atau kasus HIV/AIDS, 53,0% berusia antara 15-29
tahun. Tidak terbatasnya cara melakuakan hubungan kelamin pada genital-genital saja(bisa juga
oragenital) menyebabkan penyakit kelamin tidak saja terbatas pada daerah genital, tetapi dapat
juga pada daerah-daerah ektra genital. 

o   Psikologis  
Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan
reproduksi adalah konsekuensi psikologis. Setelah kehamilan terjadi ,pihak perempuan –atau
tepatnya korban- utama dalam masalah ini. Kodrat untuk hamil dan melahirkan menempatkan
remaja perempuan dalam posisi terpojok yang sangat delimatis. Dalam pandangan
masyarakat ,remaja putri yang hamil merupakan aib keluarga,yang secara telak mencoreng nama
baik keluarga dan ia adalah si pendosa yang melangar norma-norma sosial dan agama.
Penghakiman sosial ini tidak jarang meresap dan terus tersosialisasi dalam diri remaja putri
tersebut. Perasaan binggung, cemas, malu, dan bersalah yang dialami remaja setelah mengetahui

15
kehamilanya bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan, dan kadang
disertai rasa benci dan marah baik kepada diri sendiri maupun kepada pasangan, dan kepada
nasib membuat kondisi sehat secara fisik ,sosial dan mental yang berhubungan dengan
sistem ,fungsi,dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.
Namun ada hal yang perlu pula untuk diketahui bahwa dampak yang terjadi pada remaja
bukan hanya pada saat pranikah,namun dapat pula memberikan dampak negatif saat menikah
dan hamil muda.Hal-hal yang mungkin terjadi saat menikah dan hamil di usia sangat muda
(dibawah 20 tahun).
Tetap perlu diingat bahwa perempuan yang belum mencapai usia 20 tahun sedang berada di
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan fisik. Karena tubuhnya belum berkembang secara
maksimal, maka perlu dipertimbangkan hambatan/ kerugian antara lain :
1.      Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehailannya termasuk control kehamilan.
Hal ini berdampak pada meningkatnya berbagai resiko kehamilan.
2.      Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami ketidakteraturan tekanan darah yang dapat
berdampak pada keracunan kehamilan serta kejang yang berakibat pada kematian.
3.      Penelitian juga memperlihatkan bahwa kehamilan usia muda (di bawah 20tahun) sering kali
berkaitan dengan munculnya kanker rahim. Ini erat kaitannya dengan belum sempurnanya
perkembangan dinding rahim.
4.      Dari sisi pertimbangan psikologis, remaja masih merupakan kepanjangan dari masa kanak-
kanak. Kebutuhan untuk bermain dengan teman sebaya, kebutuhan untuk diperhatikan, disayang
dan diberi dorongan, masih begitu besar sebelum ia benar-benar siap untuk mandiri.
5.      Wawasan berpikirnya belum luas dan cukup matang untuk bisa menghadapi kesulitan,
pertengkaran yang ditimbulkan oleh pasangan hidup dan lingkungan rumah tangganya.
2.6  Strategi Meningkatkan Kesehatan Anak Remaja
a.       Pendidikan Seks
Strategi pendidikan seks di masa lalu berfokus pada anatomi fisiologi reproduksi dan
penyuluhan perilaku yang khas kehidupan keluarga Amerika kelas menengah. Baru – baru ini
pendidikan seks mulai membahas masalah seksualitas manusia yang dihadapi remaja. Misalnya,
program – program yang sekarang berfokus pada upaya remaja untuk “mengatakan tidak”. Pihak
oponen program pendidikan seks di sekolah percaya bahwa diskusi eksplisit tentang seksualitas
meningkatkan aktivitas seksual diantara remaja dan mengecilkan peran orang tua. Pihak

16
pendukung mengatakan, tidak adanya diskusi semacam itu dari orang tua dan kegagalan mereka
untuk member anak – anak  mereka informasi yang diperlukan secara nyata untuk menghambat
upaya mencegah kehamilan pada remaja. Peran keluarga, masjid, gereja, sekolah kompleks dan
kontraversial tentang pendidikan seks. Orang tua mungkin tidak terlibat dalam pendidikan seks
anak – anaknya karena beberapa alasan, seperti :
         Orang tua tidak memiliki informasi yang tidak adekuat.
         Orang tua tidak merasa nyaman dengan topik seks.
         Para remaja tidak merasa nyaman bila orang tua mereka membahas seks.
Beberapa orang tua mendapat kesulitan untuk mengakui “anaknya” adalah individu seksual
yang memiliki perasaan dan perilaku seksual. Penolakan orang tua untuk membahas perilaku
seksual dengan putri mereka bisa menyebabkan putrinya merahasiakan aktivitas seksnya dan
dapat menghambat upaya untuk mendapat bantuan.
b.      Fungsi Penting Program Promosi Kesehatan Remaja
         Meningkatkan penerimaan pengetahuan dan keterampilan untuk perawatan diri yang kompeten
dan menginformasikan pembuatan keputusan tentang kesehatan.
         Memberikan pengkuatan positif terhadap perilaku sehat.
         Pengaruh struktur lingkungan dan sosial untuk mendukung perilaku peningkatan kesehatan.
         Memfasilitasi pertumbuhan dan aktualisasi diri.
         Menyadarkan remaja terhadap aspek lingkungan dan budaya barat yang merusak kesehatan dan
kesejahteraan.

17
2. Konsep Dasar Kesehatan Lansia
3.1 Lansia (Lanjut Usia)
Lansia atau lanjut usia adalah periode dimana manusia telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi. Selain itu, lansia juga masa dimana seseorang akan mengalami kemunduran
dengan sejalannya waktu. Ada beberapa pendapat mengenai usia seorang dianggap memasuki
masa lansia, yaitu ada yang menetapkan pada umur 60 tahun, 65 tahun, dan ada juga yang 70
tahun. Tetapi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan bahwa umur 65 tahun, sebagai usia
yang menunjukkan seseorang telah mengalami proses menua yang berlangsung secara nyata dan
seseorang itu telah disebut lansia.
Secara umum orang lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam
dua macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran yang
mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia lanjut dalam menyikapi hidupnya cenderung
menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada (Hurlock,
1996 : 439) Usia lanjut sering punya masalah dalam hal makanan, antara lain nafsu makan
menurun. Padahal meskipun aktivitasnya menurun sejalan dengan bertambahnya usia, ia tetap
membutuhkan asupan zat gizi lengkap, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Iapun masih tetap membutuhkan energi untuk menjalankan fungsi fisiologis tubuhnya.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses menua. Menurut Bernice Neugarten
(1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas
dengan keberhasilannya. Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa
setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 65 tahun ke atas,
tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi
kehidupannya sehari-hari. Saparinah (1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun
merupakan kelompok umur yang mencapai tahap penisium, pada tahap ini akan mengalami
berbagai penurunan daya tahan tubuh atau kesehatan dan berbagai tekanan psikologis.
Berdasarkan UU Kes. No. 23 1992 Bab V bagian kedua Pasal 13 ayat 1 menyebutkan bahwa
manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik,
dan sosial.
Peraturan Kesehatan Reproduksi Lansia PP RI No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi HOT Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

18
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila
dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu
bagian terpenting dari kesehatan adalah kesehatan reproduksi. Pengertian kesehatan reproduksi
hakekatnya telah tertuang dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan yang menyatakan bahwa kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik,
mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Setiap
orang berhak untuk mendapatkan keturunan, termasuk juga hak untuk tidak mendapatkan
keturunan, hak untuk hamil, hak untuk tidak hamil, dan hak untuk menentukan jumlah anak yang
diinginkan. Pemahaman kesehatan reproduksi tersebut termasuk pula adanya hak-hak setiap
orang untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif dan terjangkau.
Ruang lingkup pelayanan kesehatan Repoduksi menurut International Conference Population
and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo terdiri dari kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana, pencegahan dan penanganan infeksi menular seksual termasuk Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), kesehatan
reproduksi remaja, pencegahan dan penanganan komplikasi aborsi, pencegahan dan penanganan
infertilitas, kesehatan reproduksi usia lanjut, deteksi dini kanker saluran reproduksi serta
kesehatan reproduksi lainnya seperti kekerasan seksual, sunat perempuan dan sebagainya.
Kesehatan reproduki lansia ( lanjut usia ) meliputi kesehatan fisik dan mental setiap individu
sepanjang siklus kehidupannya sehingga pemeliharaan kesehatan pasca reproduksi ( sering juga
disebut dengan kesehatan lansia ) juga perlu mendapat perhatian kita bersama. Masa pasca
reproduksi ini ditandai dengan terjadinya penurunan berbagai fungsi alat atau organ tubuh.
Proses penuaan penduduk tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan baik
sosial, ekonomi dan terutama kesehatan. Pada masa lanjut usia, terjadi berbagai perubahan baik
dari segi fisik, kognitif maupun psikologis. Gureje menekankan pentingnya harapan hidup dan
kualitas hidup bagi lansia. Kualitas hidup lansia yang baik akan mendorong lansia menjadi lebih
sehat, mandiri, produktif dan sejahtera. Adapun domain kualitas hidup lansia menurut WHO
yaitu terdiri dari empat domain antara lain kesehatan fisik, kesehatan psikologi, hubungan sosial
dan aspek lingkungan.

19
1. Proses Menua
Proses menua adalah proses menghilangnya secara perlahan kemampuan tubuh untuk
mengganti sel yang rusak dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap rangsangan (misalnya penyakit) dan tidak mampu
memperbaiki kerusakan yang diderita.
Aging/menua adalah proses menjadi lebih tua yang menggambarkan perubahan seseorang
seiring berjalannya waktu. Proses menua merupakan proses multidimensi dari fisik,
psikologis dan social (Bowen dkk., 2004; Birbrair dkk., 2013). Teori-teori yang
mengemukakan tentang proses penuaan pada manusiayaitu sebagai berikut:
a. Teori telomere Telomer adalah bagian paling ujung dari DNA. Dengan adanya telomer,
penggandaan DNA yang berlangsung sebelum pembelahan sel dapat dilakukan secara
tuntas. Dengan demikian dikatakan bahwa telomere berperan dalam membatasi lama
hidup (Mikhelson dkk., 2013).
b. Teori siklus sel reproduksi Teori ini menyatakan bahwa proses menua dipengaruhi
hormon reproduksi melalui sinyal sel yang terlibat dalam pertumbuhan dan
perkembangan di masa awal kehidupan dan akan mempertahankan fungsi reproduksi di
masa setelahnya (Bowen dkk., 2004; Atwood dkk., 2011). Gangguan sistem hormon akan
diikuti oleh berkurangnya folikel hingga menjadi menopause, dan rusaknya sel Leydig
dan sertoli sehingga menjadi andropause. Kondisi tersebut mengganggu sinyal siklus sel
yang akan mengarah ke kematian dan disfungsi sel, disfungsi jaringan (munculnya
penyakit), hingga kematian.
c. Teori kerusakan DNA Kerusakan DNA menyebabkan sel berhenti membelah atau
menginduksi apoptosis/kematian sel terprogram. Kerusakan DNA itulah yang akan
memicu kanker atau proses menua (Birbrair dkk., 2013). Kerusakan DNA dapat dipicu
oleh infeksi virus, rokok, sinau UV, dan faktor intrisik (Gensler dkk., 1981; Freitas dkk.,
2011).
d. Teori autoimun Teori ini menyatakan bahwa penuaan terjadi karena meningkatnya
antibodi yang menyerang jaringan dari tubuh itu sendiri.
e. Teori mTOR mTOR adalah protein yang menghambat degradasi sel. Ketika suatu
organisme membatasi dietnya, aktivitas mTOR berkurang yang diikuti dengan
peningkatan degradasi sel (Hayflick, 1987).

20
f. Teori Genetik Clock Menua telah terprogram secara genetik. Tiap species mempunyai
suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan
menghitung mitosis dan akan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut
konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai
kecelakaan lingkungan atau penyakit. Konsep ini didukung kenyataan bahwa ini
merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan
harapan hidup yang nyata (Hayflick, 1987; Bernstein, 1991). g. Teori radikal bebas
Radikal bebas menimbulkan kerusakan sel yang akan memicu munculnya tanda proses
penuaan (Bernstein, 1991; Harman, 1981).
h. Teori Sosial Teori tersebut menerangkan bahwa dengan berubahnya usia seseorang secara
berangsur– angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun, baik secara kualitatif maupun
kuantitasnya sehingga sering terjadi kehilangan ganda yaitu: 1) Kehilangan peran (Loss
of Role) 2) Hambatan kontak sosial (Restraction of Contact & Relationships) 3)
Berkurangnya komitmen (Reduced Commitment to Social Mores & Values)
i. Teori Psikologi (Teori tugas perkembangan) Menurut Hangskerst (1992), setiap individu
harus memperhatikan tugas perkembangan yang spesifik pada tiap tahap kehidupan yang
akan memberikan perasaan bahagia dan sukses. Tugas perkembangan yang spesifik ini
tergantung pada maturasi fisik, penghargaan kultural masyarakat dan nilai serta aspirasi
individu. Tugas perkembangan pada dewasa tua meliputi penerimaan adanya penurunan
kekuatan fisik dan kesehatan, penerimaan masa pensiun dan penurunan income,
penerimaan adanya kematian dari pasangannya dan orang – orang yang berarti bagi
dirnya. Mempertahankan hubungan dengan grup yang seusianya, adopsi dan adaptasi
deengan peran sosial secara fleksibel dan mempertahankan kehidupan secara memuaskan.

1. Pembagian Kelompok Usia Lanjut Pembagian kelompok usia lanjut sebagai berikut:
a. Menurut Departemen Kesehatan RI
1) Masa Virilitas/menjelang usia lanjut: 45-54 tahun
2) Masa Prasenium/ usia lanjut: 55-64 tahun
3) Masa Senium/usia lanjut : >65 tahun
b. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

21
1) Usia Lanjut : 60-74 tahun
2) Usia Tua : 75-89 tahun
3) Usia Sangat Lanjut : > 90 tahun

3.2 Permasalahan pada Lansia


1) Permasalahan yang seringkali dialami pada saat seseorang masuk pada masa lansia yaitu:
a. Panca indera:
Sekresi saliva berkurang mengakibatkan pengeringan rongga mulut. Papilpapil pada
permukaan lidah mengalami atrofi sehingga terjadi penurunan sensitivitas terhadap rasa
terutama rasa manis dan asin. Keadaan ini akan mempengaruhi nafsu makan, dan dengan
demikian asupan gizi juga akan terpengaruh. Indera penciuman, penglihatan dan
pendengaran juga mengalami penurunan fungsi.
b. Esophagus:
Lapisan otot polos mulai melemah yang akan menyebabkan gangguan kontraksi dan
reflek spontan sehingga terjadi kesulitan menelan dan makan menjadi tidak nyaman.
c. Lambung:
Pengosongan lambung lebih lambat, sehingga orang akan makan lebih sedikit karena
lambung terasa penuh, terjadilah anoreksia. Penyerapan zat gizi berkurang dan produksi
asam lambung menjadi lebih sedikit untuk mencerna makanan. Diatas umur 60 tahun,
sekresi HCl dan pepsin berkurang, akibatnya absorpsi protein, vitamin dan zat besi
menjadi berkurang. Terjadi overgrowth bakteri sehingga terjadi penurunan faktor intrinsik
yang juga membatasi absorbsi vitamin B12. Fungsi asam empedu menurun menghambat
pencernaan lemak dan protein, terjadi juga malabsorbsi lemak dan diare.
d. Tulang:
Kepadatan tulang akan menurun, sehingga akan mudah rapuh (keropos) dan patah
e. Otot:
Penurunan berat badan sebagai akibat hilangnya jaringan otot dan jaringan lemak tubuh.
Presentasi lemak tubuh bertambah pada usia 40 tahun dan berkurang setelah usia 70
tahun. Penurunan kekuatan otot mengakibatkan orang sering merasa letih dan merasa
lemah, daya tahan tubuh menurun karena terjadi atrofi. Berkurangnya protein tubuh akan

22
menambah lemak tubuh. Perubahan metabolisme lemak ditandai dengan naiknya kadar
kolesterol total dan trigliserida.
f. Ginjal:
Fungsi ginjal menurun sekitar 55% antara usia 35–80 tahun.
g. Jantung dan pembuluh darah:
jumlah jaringan ikat pada jantung (baik katup maupun ventrikel) meningkat sehingga
efisien fungsi pompa jantung berkurang. Pembuluh darah besar terutama aorta menebal
dan menjadi fibrosis. Pengerasan ini, selain mengurangi aliran darah dan meningkatkan
kerja ventrikel kiri,juga mengakibatkan ketidakefisienan baroreseptor (tertanam pada
dinding aorta, arteri pulmonalis, sinus karotikus). Kemampuan tubuh untuk mengatur
tekanan darah berkurang.
h. Paru:
Elastisitas jaringan paru dan dinding dada berkurang, kekuatan kontraksi otot pernapasan
menurun sehingga konsumsi oksigen akan menurun
i. Endokrin:
Terjadi perubahan dalam kecepatan dan jumlah sekresi, respon terhadap stimulasi serta
struktur kelenjar endokrin testosterone, estrogen dan progesterone.
j. Kulit dan rambut:
Kulit berubah menjadi tipis, kering, keriput, dan tidak elastis lagi. Rambut rontok dan
berwarna putih, kering dan tidak mengkilat.
k. Sistem imun:
Penurunan fungsi imun yang berakibat tingginya kemungkinan terjadinya infeksi dan
keganasan.

2) Pasca Reproduksi Permasalahan Kesehatan


1. Klimakterium
a. Definisi Klimakterium
Klimakterium adalah masa peralihan dalam kehidupan normal seorang wanita
sebelum mencapai senium, yang mulai dari akhir masa reproduktif dari kehidupan sampai
masa non-reproduktif. Masa klimakterium meliputi pramenopause, menopause, dan
pascamenopause. Pada wanita terjadi antara umur 40-65 tahun.

23
b. Gejala Klimakterium
1.Gangguan Neurovegetatif (vasomotorik hipersimpatikotoni) yang mencakup:
2. Gejolak panas (hot flushes)
3. Keringat malam yang banyak
4. Rasa kedinginan
5. Sakit kepala
6. Lekas lelah
7. Kurang bersemangat
8. Insomania atau sulit tidur
9. Gangguan Organik
10. Infark miokard (gangguan sirkulasi)
11. Aterosklerosis (hiperkolesterolemia)
12. Osteoporosis
13. Gangguan kemih (disuria)
14. Nyeri senggama (dispareunia)

c. Penatalaksanaan.
1. Penatalaksanaan klimakterium dan menopause Terapi Hormonal
• Olah raga
• Berhenti merokok
• Mengkonsumsi kalsium
• Vitamin tambahan Non Hormonal
• Gejala-gejala menopause bisa dibantu dengan menggunakan terapi penyulihan atau
penggantian hormon ( HRT atau Hormone Replacement Therapy ) yang dilakukan dengan
memasukkan hormon-hormon seksual di dalam tablet atau beberapa bentuk lainnya.

2. Andropause adalah kondisi pria diatas usia tengah baya yang mempunyai kumpulan
gejala, tanda dan keluhan yang mirip dengan menopause pada wanita.
Gejala :
• Penurunan libido (gairah seksual)

24
• Perubahan suasana hati (mood ).
• Menurunnya kekuatan otot dan massa otot
• Lemah dan kurang energi
• Perubahan emosional, psikologis dan perilaku (misalnya depresi) dsb.

Penatalaksanaan Andropause
a. Terapi Hormon Testosteron
• Laki-laki yang mengeluhkan gejala andropause dapat menjalani terapi hormon, yaitu
dengan pemberian hormon testosteron
b. Mengendalikan Andropause
• Agar dapat memperlambat proses andropause adalah dengan makan makanan yang tepat,
tidur yang cukup, minum vitamin dan suplemen tambahan, menjaga kebugaran fisik,
memeriksakan kesehatan secara teratur, mengurangi stres dan kekhawatiran, dapat
memperlambat proses andropause

Masalah prioritas pada kelompok ini antara lain meliputi gangguan pada masa menopause,
osteoporisis, kanker prostat, dan penyakit kerdiovaskular serta penyakit degeneratif, yang dapat
berpengaruh terhadap organ reproduksi. Di samping itu, kekurangan gizi dan gangguan otot serta
sendi sering memperburuk keadaan tersebut. Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen
ini akan mempromosikan peningkatan kualitas penduduk usia lanjut pada saat menjelang dan
setelah akhir kurun usia reproduksi (menopouse/adropause). Upaya pencegahan dapat dilakukan
melalui skrining keganasan organ reproduksi misalnya kanker rahim pada wanita, kanker prostat
pada pria serta pencegahan defesiensi hormonal dan akibatnya seperti kerapuhan tulang dan lain-
lain.

25
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kesehatan Reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial
secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi, serta proses reproduksi
dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan. Setiap orang harus mampu
memiliki kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu menurunkan
serta memenuhi keinginannya tanpa ada hambatan apa pun, kapan, dan berapa sering untuk
memiliki keturunan
Masa remaja ialah periode waktu individual beralih dari fase anak ke fase dewasa
(lowdermik dan jensen,2004).Tugas-tugas perkembangan remaja terdiri dari  : menerima citra
tubuh,menerima identitas seksual, mengembangkan sistem nilai personal,membuat persiapan
untuk hidup mandiri,menjadi mandiri /bebas dari orang tua,mengembangkan
keterampilan,mengambil keputusan dan mengembangkan identitas seorang yang dewasa
Lansia atau lanjut usia adalah periode dimana manusia telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi. Selain itu, lansia juga masa dimana seseorang akan mengalami kemunduran
dengan sejalannya waktu.

3.2  Saran
1.      Mahasiswa diharapkan dapat melaksanakan program yang mengajarkan perilaku sehat kepada
remaja hingga lansia
2.      Pembaca diharapkan bisa memahami pembahasan keperawatan komunitas tentang kesehatan
reproduksi remaja hingga lansia
3.      Para pemimbing atau pengajar diharapkan mampu memberi pendidikan kesehatan secara lebih
detail tentang kesehatan reproduksi remaja hingga lansia

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Soekidjo, Notoatmodjo.(2007).Kesehatan masyarakat,edisi ke 11.Jakarta : Rineka Cipta.


2. Bobak,Lowdermik, jensen.(2004).”Buku Ajar Fundamental Keperawatan,Edisi
4.EGC.Jakarta
3. Potter& perry.(2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Edisi 4.EGC.Jakarta
4. http://www.anekatips.info/2009/07/bahaya-seks-bebas-di-kalangan
remaja.html#ixzz0jdIQOsYc
5. www.kapanlagi.com
6. www.halalsehat.com
7. www.en.wikipedia.com
8. Nuraisyah F, Matahari R, Isni K, Utami FP. Pengaruh Pelatihan Kesehatan Reproduksi
Remaja terhadap Pengetahuan dan Sikap Orang Tua. J Ilm Kesehat. 2021;20(1):34-39.
doi:10.33221/jikes.v20i1.869
9. Rahayu A, Noor MS, Yulidasari F, Rahman F, Putri AO. Kesehatan Reproduksi Remaja
Dan Lansia.; 2020. http://eprints.ulm.ac.id/10048/1/BUKU AJAR KRRL.pdf
10. Arsani N luh KA. Peranan Program PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja)
Terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja di Kecamatan Buleleng. J Ilmu Sos dan Hum.
2019;2(1):129-137.
11. Arsani N luh KA. Peranan Program PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja)
Terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja di Kecamatan Buleleng. J Ilmu Sos dan Hum.
2019;2(1):129-137.
12. Pratiwi WR, Hamdiyah H, Asnuddin A. Deteksi Dini Masalah Kesehatan Reproduksi
Melalui Pos Kesehatan Remaja. JIPEMAS J Inov Has Pengabdi Masy. 2020;3(1):87.
doi:10.33474/jipemas.v3i1.5035
13. Indrayani, Ronoatmojo S. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup lansia
di Desa Cipasung Kabupaten Kuningan Tahun 2017. J Kesehat Reproduksi. 2018;9(1):69-
78. doi:10.22435/kespro.v9i1.892.69-78

Anda mungkin juga menyukai