Anda di halaman 1dari 39

DAMPAK HIV/AIDS,

TUBERKULOSIS DAN
MALARIA PADA IBU HAMIL

PRESENT BY :
KELOMPOK 1
NUR PRATIWI PASAENO (NIM G2U121001)
MEGA SASMITA (NIM G2U121013)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kehamilan merupakan suatu keadaan dimana seorang wanita yang didalam rahimnya
terdapat embrio atau fetus. Kehamilan dimulai pada saat masa konsepsi hingga lahirnya
janin, dan lamanya kehamilan dimulai dari ovulasi hingga partus yang diperkirakan
sekitar 40 minggu dan tidak melebihi 43 minggu (Kuswanti, 2014). Jumlah ibu hamil di
Indonesia pada tahun 2017 tercatat sekitar 5.324.562 jiwa.
Komplikasi dalam kehamilan dapat terjadi pada tahap kehamilan trimester manapun,
mulai dari fertilisasi hingga persalinan. Diagnosis dini faktor risiko terhadap komplikasi
akan mengarah pada pengobatan dan mencegah timbulnya bahaya terhadap ibu maupun
janin (Johnson, 2016). Terdapat beberapa penyakit berbahaya bagi ibu hamil diantara
yaaitu HIV/AIDS, tuberkolusis dan malaria.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sebuah penyakit menular yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang bernama Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV ditemukan pada cairan darah dan kelamin yang menular melalui
hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terinfeksi HIV, transplantasi organ,
dan penularan dari ibu ke janin. HIV AIDS tertinggi menurut status/pekerjaan, diderita oleh ibu rumah
tangga dimana salah satu faktor resiko penularan terbanyak HIV/AIDS melalui penularan perinatal
(Kemenkes RI, 2016).

Pengobatan antiretroviral (ART) adalah komponen penting untuk penderita HIV. Efektivitas ART
dipengaruhi oleh kecukupan gizi dan status gizi penderita yang akan berdampak pada proses
perbaikan kondisi komplikasi metabolik. Makanan dapat memengaruhi penyerapan metabolisme,
distribusi, dan ekskresi dari substansi obat yang dikonsumsi penderita HIV. Tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk memberikan edukasi kepada calon ibu, betapa bahaya nya pengaruh HIV/AIDS
terhadap kandungannya dan memberikan edukassi terkait struktur HIV tersebut, bagaimana cara
mencegahnya.
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium
tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah karena sebagian
besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection danselanjutnya
mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon, sedangkan batuk darah (hemoptisis)
adalah salah satu manifestasi yang diakibatkannya. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada
wanita itu sendiri bayinya dan masyarakat sekitarnya. Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh
terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan
yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang,
berat badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada. Tingginya angka
penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan
yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan
mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya sertakurangnya informasi tentang proses
penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah.
Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin, tidak terkecuali wanita
hamil merupakan golongan yang rentan. Malaria pada kehamilan dapat disebabkan oleh keempat
spesies plasmodium, tetapi plasmodium Falciparum merupakan parasit yang dominan dan mempunyai
dampak paling berat terhadap morbiditas dam mortalitas ibu dan janinnya (Bray and Anderson, 1979).
Di daerah endemi malaria wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit malaria dibandingkan wanita
tidak hamil. Kemudahan infeksi itu terjadi karena kekebalan yang menurun selama kehamilan,
akibatnya dapat terjadi peningkatan Prevalensi densitas parasit malaria berat (Gregor and Avery,
1974).
Laporan dari berbagai negara menunjukan insidens malaria pada wanita hamil umumnya cukup tinggi,
dari El vador 55,75% yaitu 63 kasus dari 113 wanita hamil; dari berbagai tempat bervariasi antara 2-
76% (Campell, et.al. 1980).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji mengenai dampak
HIV/AIDS, TUBERKULOSIS dan malaria pada ibu hamil.
B. Rumusan Masalah

1. 2. 3.
Apa saja dampak HIV/AIDS Apa saja dampak tuberkolusis Apa saja dampak malaria
pada ibu hamil? paru pada ibu hamil? pada ibu hamil?
C. Tujuan

1.
Untuk mengetahui dampak
HIV/AIDS pada ibu hamil?

2. 3.
Untuk mengetahui dampak Untuk mengetahui dampak
tuberkolusis paru pada ibu malaria pada ibu hamil?
hamil?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Dampak HIV/AIDS Pada Ibu Hamil
Penularan HIV tertinggi umumnya terjadi pada saat persalinan ketika
kemungkinan terjadi percampuran darah ibu dan lendir ibu dengan bayi. Tetapi
sebagian besar bayi dari ibu HIV positif tidak tertular HIV.3 Jika tidak
dilakukan intervensi terhadap ibu hamil HIV positif, risiko penularan HIV dari
ibu ke bayi berkisar antara 25-45%. Frekuensi rata-rata transmisi vertikal dari
ibu ke anak dengan infeksi HIV mencapai 25-30%. Pada tahun 2001, United
Nations General Assembly Special Session untuk HIV/AIDS berkomitmen
untuk menurunkan 50% proporsi infeksi HIV pada bayi dan anak pada tahun
2010. Program tersebut termasuk intervensi yang berfokus pada pencegahan
primer infeksi HIV pada wanita dan pasangannya, pencegahan kehamilan yang
tidak direncanakan pada wanita infeksi HIV, pencegahan transmisi dari ibu ke
anak, pengobatan, perawatan serta bantuan bagi wanita yang hidup dengan
HIV/AIDS, anak dan keluarga mereka. Oleh karena itu, untuk memberantas
transmisi vertical HIV yang terus meningkat diperlukan penatalaksanaan yang
tepat pada ibu dan bayi selama masa antepartum, intrapartum dan postpartum.
Selain itu adanya ibu hamil dengan HIV/AIDS mengalami diare kronis lebih
dari 1 bulan, dan adanya demam lama lebih dari 1 bulan.
Adapun dampak HIV/AIDS pada ibu hamil Menurut Suhaimi, D., Savira, M., dan
Krisnadi, S. R.(2009) yaitu :

Melemahkan sistem kekebalan tubuh

Meningkatkan risiko keguguran

Meningkatkan risiko bayi lahir mati

Berpotensi menularkan penyakit infeksi kepada bayi


B. Dampak Tuberculosis Pada Ibu Hamil

Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua


stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor
tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan
fisik mental ibu hamil. Efek TB pada kehamilan
tergantung pada beberapa factor antara lain tipe,
letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat
menerima pengobatan antituberkulosis, status
nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta,
status imunitas, dan kemudahan mendapatkan
fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil.
Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Efek
TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan
keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis,
status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan
kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Status nutrisi yang
jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal merupakan dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal. Usia kehamilan saat wanita hamil
mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan factor yang penting dalam
menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB.

Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat


kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang
disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan
pada wanita hamil dengan TB. Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang
organ tubuh lain seperti usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman
menyebar hingga organ reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat
kesuburan (fertilitas) seseorang.
Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bias menimbulkan
kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB atau
yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika
kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita
tersebut mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap
menerima hasil konsepsi (Departemen kesehatan RI. Pedoman
Nasional, 2007).

Harold Oster MD, 2007 mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif)
tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun,
jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan
kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak menjadi tertutup
sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya, sebelum
memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya terlebih
dahulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan
kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.
Dampak Tuberculosis Terhadap Janin
Menurut Oster, (2007) jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko terhadap
janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan
seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di
luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum
melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir.

Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, Kala Vasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999
tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak
berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun jika dibandingkan dengan kelompok
wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi
(21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah
(<2500 ) Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin,
kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut
TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,
seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan
kongenital sampai saat ini masih belum jelas, apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.
C. Dampak Malaria Pada Ibu Hamil

Demam

Anemia
Hipoglikemia

Edema paru akut


Malaria serebral
Dampak Malaria Pada
Janin
Ibu hamil yang menderita malaria dapat berakibat buruk pada janin yang
dikandungnya. Pengaruh pada janin yang paling sering terjadi adalah
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi yang lahir dengan berat badan
rendah dapat disebabkan oleh kelahiran prematur dan gangguan
pertumbuhan janin. Kondisi ini dapat terjadi akibat malaria di masa
kehamilan karena adanya gangguan suplai nutrisi dan oksigen dari ibu ke
janin yang dikandungnya. Gangguan sirkulasi uteroplasenta terjadi akibat
adanya sekuestrasi eritrosit terinfeksi yang terus mengkonsumsi glukosa
dan oksigen eritrosit, terjadinya penebalan membran sitotropoblas dan
kondisi anemia pada ibu. Selain itu, proses inflamasi yang diperantarai
oleh sitokin Th1 akibat infeksi parasit malaria ini juga mempengaruhi
secara langsung proses tumbuh kembang janin. Apabila infeksi yang
terjadi cukup berat, malaria di masa kehamilan dapat mengakibatkan
abortus atau stillbirth (Raghupathy, 1997).
Umumnya infeksi pada plasenta lebih berat daripada darah tepi.
Kortmann (1972) melaporkan bahwa plasenta dapat mengandung
banyak eritrosit yang terinfeksi (sampai 65%), meskipun pada
darah tepi tidak ditemukan parasit. Jadi tidak ada hubungan
antara kepdatan parasit dalam darah tepi dan plasenta pada
plasenta yang baik perkembangan kekebalannya. Sebaliknya
pada wanita yang tidak kebal dari daerah non endemi, sering
terdapat parasit ilmiah tinggi tanpa infeksi parasit yang berat
pada plasenta. Jefile di Kampala Uganda, melaporkan dari 750
wanita hamil yang diperiksa, 5,6% di antaranya menanggung
parasit malaria dalam darah tepinya, tetapi pada pemeriksaan
plasenta infeksinya mencapai 6,1%. Hal ini mungkin terjadi
karena plasenta merupakan tempat parasit berkembang biak,
seperti pada kapiler alat dalam lainnya.

—SOMEONE FAMOUS
Pada semua daerah, malaria maternal dapat dihubungkan dengan berkurangnya berat badan lahir,
terutama pada kelahiran anak pertama (Menendez, 1995). Hal ini mungkin akibat gangguan
pertumbuhan intra-uretrin, persalinan prematur atau keduanya. Selama epidemi telah dilaporkan
kelahiran prematur yang tinggi, mungkin hal ini berhubungan dengan gejala infeksi akut.
Pertumbuhan lambat intra-uretrin pada malaria maternal berhubungan dengan malaria plasenta
dan hal ini disebabkan oleh berkurangnya transfer makanan dan oksigen dari ibu ke janin
(Menendez, 1995). Tetapi hal ini biukan suatu mekanisme yang menghambat pertumbuhan intra
uretrin, karena berat badan lahir rendah (BBLR) dilaporkan pada daerah dengan pervalensi
malaria plasenta rendah. Laporan terakhir menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara
BBLR dengan malaria plasenta. Hal ini berarti bahwa patofisiologi pertumbuhan lambat intra-
uretrin pada malaria adalah multifactor. Sebagai contoh, anemia maternal berhubungan dengan
BBLR baik di daerah endemi maupun pada daerah non-endemi.

Insidens malaria plasenta dipengaruhi oleh paritas ibu yaitu lebih tinggi daripada
primipara (persalinan pertama) dan makin rendah sesuai dengan peningkatan paritas
ibu. Demikain pula berat badan lahir dipengaruhi oleh paritas ibu, ini dapat
diterangkan bahwa pada multi gravida kekeblan pada ibu telah dibentuk dan
meningkat.
D. Penyakit Menular
Untuk penyakit menular, prioritas masih tertuju pada penyakit HIV/AIDS,
tuberkulosis, malaria, demam berdarah, influenza dan flu burung. Di samping itu,
Indonesia juga belum sepenuhnya berhasil mengendalikan penyakit neglected
diseases seperti kusta, filariasis, leptospirosis, dan lainlain. Angka kesakitan dan
kematian yang disebabkan oleh penyakit menular yang dapat dicegah dengan
imunisasi seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B, dan tetanus baik pada
maternal maupun neonatal sudah sangat menurun, bahkan pada tahun 2014,
Indonesia telah dinyatakan bebas polio. Kecenderungan prevalensi kasus HIV pada
penduduk usia 15 49 tahun meningkat. Pada awal tahun 2009, prevalensi kasus HIV
pada penduduk usia 15 49 tahun hanya 0,16% dan meningkat menjadi 0,30% pada
tahun 2011, meningkat lagi menjadi 0,32% pada 2012, dan terus meningkat menjadi
0,43% pada 2013. Namun angka Case Fatality Rate (CFR) AIDS menurun dari
13,65% pada tahun 2004 menjadi 0,85 % pada tahun 2013.
Program Preventif dari Pemerintah bagi
Ibu beresiko sebelum hamil
Untuk mengatasi permasalahan kesehatan tersebut telah dilakukan berbagai upaya
pendekatan program, misalkan dengan program peningkatan akses dan kualitas
pelayanan kesehatan, program pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan,
program aksesibilitas serta mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan, program
penelitian dan pengembangan, program manajemen, regulasi dan sistem informasi
kesehatan dan program kesehatan lainnya. Sebagai upaya untuk mendukung
program yang saat ini dirasakan kurang maka perlu dilakukan penetapan area
prioritas yang dapat memberikan dampak yang signifikan dalam upaya peningkatan
kesehatan masyarakat tanpa meninggalkan program diluar area prioritas. Uraian
secara garis besar kegiatan yang dilakukan dalam masingmasing area prioritas
adalah sebagai berikut
1. Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) Dalam rangka menurunkan (AKI) dan (AKB), kegiatan intervensi
dilakukan mengikuti siklus hidup manusia sebagai berikut.

a). Untuk Ibu Hamil dan Bersalin:

(1). Mengupayakan jaminan mutu Ante Natal Care (ANC) ter padu.
(2). Meningkatkan jumlah Rumah Tunggu Kelahiran (RTK).
(3). Meningkatkan persalinan di fasi litas kesehatan.
(4). Menyelenggarakan konseling Ini siasi Menyusui Dini dan KB paska persalinan.
(5). Meningkatan penyediaan dan pemanfaatan buku KIA.

b). Untuk Bayi dan Ibu Menyusui:

(1). Mengupayakan jaminan mutu kun jungan neonatal lengkap.


(2). Menyelenggarakan konseling ASI eksklusif.
(3). Menyelenggarakan pelayanan KB paska persalinan.
(4). Menyelenggarakan kegiatan pem berian Makanan Pendamping ASI (MP ASI).
c). Untuk Balita:

(1). Melakukan revitalisasi Posyandu.


(2). Menguatkan kelembagaan Pokja nal Posyandu.
(3). Meningkatkan transformasi KMS ke dalam Buku KIA.
(4). Menguatkan kader Posyandu.
(5). Menyelenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Balita.

d). Untuk Anak Usia Sekolah:

(1). Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).


(2). Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS.
(3). Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS).
(4). Mengembangkan penggunaan rapor kesehatan.
(5). Menguatkan SDM Puskesmas.
e). Untuk Remaja:

(1). Menyelenggarakan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD).


(2). Menyelenggarakan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah menengah.
(3). Menambah jumlah Puskesmas yang menyelenggarakan pela yanan kesehatan peduli remaja
(PKPR).
(4). Mengupayakan penundaan usia perkawinan.

f). Untuk Dewasa Muda:

(1). Menyelenggarakan konseling pranikah.


(2). Menyelenggarakan gerakan pekerja perempuan sehat pro duktif (GP2SP) untuk wanita bekerja.
(3). Menyelenggarakan pemberian imunisasi dan TTD.
(4). Menyelenggarakan konseling KB pranikah.
(5). Menyelenggarakan konseling gizi seimbang.
2). Upaya Penurunan Prevalensi Balita Pendek (Stunting) Dalam rangka
menurunkan prevalensi balita pendek (stunting), dilakukan kegiatan
sebagai berikut.
a). Untuk Ibu Hamil dan Bersalin:

(1). Intervensi pada 1000 hari per tama kehidupan anak.


(2). Mengupayakan jaminan mutu Ante Natal Care (ANC) ter padu.
(3). Meningkatkan persalinan di fasi litas kesehatan.
(4). Menyelenggarakan program pem berian makanan tinggi kalori, pro tein, dan mikronutrien (TKPM).
(5). Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular).
(6). Pemberantasan kecacingan.
(7). Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA.
(8). Menyelenggarakan konseling Ini siasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI eksklusif.
(9). Penyuluhan dan pelayanan KB.
b). Untuk Balita:

(1). Pemantauan pertumbuhan balita.


(2). Menyelenggarakan kegiatan Pem berian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita.
(3). Menyelenggarakan simulasi dini perkembangan anak.
(4). Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

c). Untuk Anak Usia Sekolah:

(1). Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).


(2). Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS.
(3). Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS).
(4). Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba.
d). Untuk Remaja:

1) Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak
merokok, dan mengkonsumsi narkoba.
2) Pendidikan kesehatan reproduksi.

e). Untuk Dewasa Muda:

(1). Penyuluhan dan pelayanan kelu arga berencana (KB).


(2). Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular).
(3). Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak merokok/mengkonsumsi narkoba.
3. Upaya Pengendalian Penyakit Menular (PM) Dalam rangka
mengendalikan penyakit menular, khususnya HIVAIDS, Tuber kulosis,
dan Malaria, dilakukan kegiatan kegiatan sebagai berikut

a). HIVAIDS:

1) Peningkatan konseling dan tes pada ibu hamil.


2) Diagnosis dini pada bayi dan balita.
3) Konseling dan tes pada populasi kunci, pasien infeksi menular seksual (IMS), dan pasien
Tuberkulosis (TB) anak usia sekolah, usia kerja, dan usia lanjut.
4) Terapi AntiRetro Viral (ARV) pada anak dan orang dengan HIV AIDS (ODHA) dewasa.
5) Intervensi pada kelompok berisiko.
6) Pemberian profilaksis kotrimok sasol pada anak dan ODHA dewasa.
b). Tuberkulosis:

1) Identifikasi terduga TB di antara anggota keluarga, termasuk anak dan ibu hamil.
2) Memfasilitasi terduga TB atau pasien TB untuk mengakses pe layanan TB yang sesuai standar.
3) Pemberian informasi terkait peng endalian infeksi TB kepada anggota keluarga, untuk men cegah
penularan TB di dalam keluarga dan masyarakat
4) Pengawasan kepatuhan peng obatan TB melalui Pengawas Menelan Obat (PMO).

c). Malaria:

(1). Skrining ibu hamil pada daerah berisiko.


(2). Pembagian kelambu untuk ibu hamil dan balita.
(3). Pemeriksaan balita sakit di wila yah timur Indonesia.
4. Upaya Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Dalam rangka
mengendalikan penyakit tidak menular, khususnya Hipertensi, Diabetes
Mellitus, Obesitas, dan Kanker, dilakukan kegiatankegiatan sebagai 14
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga Prioritas
Pembangunan Kesehatan Tahun 2015 2019 berikut.

(a). Peningkatan deteksi dini faktor risiko PTM melalui Posbindu.


(b). Peningkatan akses pelayanan ter padu PTM di fasilitas kesehatan tingkat pertama
(FKTP).
(c). Penyuluhan tentang dampak buruk merokok.
(d). Menyelenggarakan layanan upaya berhenti merokok.
Upaya Pencegahan Dan Pengendalian
Penyakit

TO PREVENT (mencegah): sasaranya terutama untuk mengendalikan


faktor risiko (lingkungan, perilaku, pengetahuan, dan awareness)

TO DETECT (deteksi): melalui diagnosis dini dan deteksi dini

TO RESPONSE (merespon): antara lain melalui : melaporkan,


menangani, menggerakan masyarakat, dan lain-lain.

Prevent, Detect, Respons dimaksudkan untuk mencegah terjadinya


KLB/Wabah/Pandemi
Terobosan
1. Peningkatan upaya promotif dan preventif
2. Memperluas Deteksi dini penyakit (HIV, Tb, Malaria, Kanker, hepatitis, dan lain-lain)
3. Melibatkan masyarakat luas
4. Meluncurkan jargon atau gerakan-gerakan seperti: Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA),
Pelaksanaan gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) merupakan salah satu program
pemerintah dalam pencegahan transmisi DBD yang melibatkan peran aktif masyarakat
khususnya anggota keluarga untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk di
lingkungan rumah tangga, (CERDIK)  C=Cek kesehatan secara berkala, E=Enyahkan
asap rokok, R=Rajin aktifitas fisik, D=Diet sehat dengan kalori seimbang, I=Istirahat
cukup dan K= Kelola stress. Perilaku CERDIK ini dapat diterapkan melalui kegiatan
Posbindu PTM, TOSS TB itu sendiri merupakan singkatan dari Temukan dan Obati
Sampai Sembuh TBC. Salah satu pendekatan untuk menemukan, mediagnosis,
mengobati, dan menyembuhkan pasien TBC, untuk menghentikan penularan TBC di
masyarakat, Kelambunisasi pemberian kelambu gratis merupakan program dari
Kementerian Kesehatan untuk melindungi masyarakat dari serangan malaria,
Kelambunisasi itu program baru dari Kemenkes yang dilakukan pertama kali pada
2014, dan lain-lain
5. Inovasi dan Kreasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
● Dampak tuberculosis selama hamil mempunyai
Berdasarkan pembahasan yang telah resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa : dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir
● Dampak HIV/AIDS pada ibu hamil) yaitu (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500 )
1) Melemahkan sistem kekebalan tubuh, Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti
2) Meningkatkan risiko keguguran, abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran
3) Meningkatkan risiko bayi lahir mati dan prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke
4) Meningkatkan risiko bayi lahir mati janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB
Berpotensi menularkan penyakit infeksi congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah
kepada bayi. bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,
● Dampak malaria pada ibu hamil yaitu pada seperti prematur, gangguan napas, demam, berat
ibu akan mengalami demam, Anemia, badan rendah, hati dan limpa membesar.
Hipoglikemia, Edema paru akut dan ● Pendekatan keluarga pada pengendalian penyakit
Malaria serebral sedangkan pada janin akan dimaksudkan untuk pembudayaan PHBS,
berdampak pada gangguan plasenta pada pengendalian faktor risiko, deteksi dini penyakit
bayi yang dapat mengakibatkan kematian dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam
pada bayi. mendeteksi dini, prevent dan respons.
B. Saran
Dengan di susunnya makalah ini kami
mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat mengetahui dan memahami tentang
dampak HIV/AIDS, tuberkulosis dan malaria
pada ibu hamil dan dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat pada pasien yang
menderita diantara penyakit tersebut. Kiritk
dan sarannya dari pembaca kami sangat
harapakn agar makalah ini dapat menjadi lebih
baik dari sebelumnya.

 
THANKS
CREDITS: This presentation template was created
!
by Slidesgo, including icons by Flaticon,
infographics and images by Freepik
DAFTAR PUSTAKA
 
Algasaff Hood, Mukty Abdul. Bab 2 infeksi (2008) : Tuberkulosis Paru. Dasar dasar Ilmu Penyakit Paru .
Surabaya: Airlangga University Press.
 
Beeson JG, Amin N, Kanjala M, Rogerson SJ. Selective accumulation of mature asexual stages of Plasmodium
falciparuminfected erythrocytes in the placenta. Infect Immun 2002; 70: 5412–5.
 
Bray R. S and Anderson M. J. Falciparum Malaria in Pregnancy. Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg. 1979 (73) 4. 427-
431.
 
Cahaya I. Pengaruh malaria selama kehamilan. Universitas Sumatera Utara. USU digital library 2003.
 
Campell C. C ; J. M Martinez and W. E Collins. Seroepidemiological Studies of Malaria in Pregnant Women and
New Borns from Coastal El Salvador. Am. J. Trop. Med. Hyg. 1980. 29 (2) : 151-157.
 
Departemen kesehatan RI. Pedoman Nasional (2016) Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 cetakan Pertama .
Depkes RI. Jakarta
 
Fleming A. F ; Harriso K. A : Briggs N. D. Anemia in Young Primigravidae in the Guinea Savanna of Nigeria :
Sickle cell trait gives partial protection againts Malaria. Ann. Trop. Med. Parasitol. 1984. (78) 395-404.
 
Gilles H. M. Management of Severe and Complicated Malaria. A practical Handbook. 1991. WHO. Geneva.
 
Hanifa W. Plasenta dan Likuor Amnii. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1986.
Jakarta.
 
Johnson, J.Y. 2016. Keperawatan Maternitas DeMYSTiFieD Buku Wajib Bagi Praktisi dan Mahasiswa
Keperawatan. Penerjemah : Diana Kurnia S. Yogyakarta : Rapha Publishing
 
Kemenkes RI. 2018. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta
 
Kuswanti, I. 2014. Asuhan Kehamilan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
 
Menendez C. Malaria During Pregnancy : A Priority Area of Malaria Research and Control. Parasitology Today.
1995. May. Vol. 11 No. 5 (119) 178-183.
 
Mc. Gregor I. A. Tropical Aspects of the Epidemiology of Malaria. Israel J. Med. Sci. 1978 (14) 523-533.
 
Mc. Gregor I. A. Epidemiology, Malaria and Pregnancy. Am. J. Trop. Med. Hyg. (1984). 33 (4) 517-525.
 
Mc. Gregor J. D and Avery J. G. Malaria Transmission and Fetal Growth. 1974. British Med. Journal (3) 433-436.
 
Pearson RD. Parasites, pregnancy, prolactin and pandemics? Trends Parasitol 2005; 21: 555–6.
 
Quinn TC. 1992. Parasitic Disease During Pregnancy. Sciarra JJ, Eschenbach DA, Depp R, eds. In: Gynecology
and Obstetrics. Volume 3. Philadephia : JB Lippincott Company,1-6.
 
Raghupathy R. Th1-type immunity is incompatible with successful pregnancy. Immunol Today 1997; 18: 478–82.
 
Robson, E.S., and Waugh, J. (2012). Medical Disorders in Pregnancy : a Manual for Midwives. Penerjemah : Devi
Yulianti. Jakarta : EGC
 
Suhaimi, D., Savira, M., & Krisnadi, S. R. 2009. Pencegahan Dan Penatalaksanaan Infeksi Hiv/Aids Pada
Kehamilan. Jurnal Kedokteran Umum.http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/viewFile/184/pdf_68
 
Sukarni, K.I., dan Wahyu, P. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Nuha Medika
 
Tjitra E. Manifestasi Klinis dan Pengobatan Malaria. P3M. BPPK Depkes RI, jakarta. Cermin Dunia Kedokteran
No. 94. 1994.
 
Walyani, E.S. 2015. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Yogyakarta : Pustaka Baru Pres
 
White N. J ; Warrel D. A and Chantavanich. Severe hypoglicemia and Hyperinsulinemia in facsiparum malaria. N.
Engl. J. Med. 1983 (309) : 61-66.
 
WHO. 2018. Fact Sheet on Maternal Mortality : Key Fact, Where do Maternal Death Occur?. Restrived from
http://www.who.int/en/news-room/factsheets/detail/maternal-mortality

Anda mungkin juga menyukai