Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS PADA IBU HAMIL

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK

Jusniati 21.01.030

Nabela Nova Irianty 21.01.033

Dahlia Salam 21.01.025

Fenindi Mahardika Putri 21.01.028

Evi Andriani Susanti 21.01.027

Misbah Khaeriah 21.01.032

Invansia Desi Yulia Anameha 21.01.026

Genoveva Bernadetha Ngoranmele 21.01.029

Lulu Yunianty 21.01.031

Ayu Aryani S. 21.01.024

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES PANAKUKANG MAKASSAR
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
HIV menjadi penyebab kematian maternal lebih dari 10 persen di dunia. Di
negara berkembang seperti Indonesia, HIV menjadi sebab kesakitan dan kematian yang
jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun. Terdiagnosa HIV positif merupakan hal yang
dangat berat, ditambah dengan kondisi hamil. Hal ini akan mempersulit keadaan ibu
hamil beserta janinnya dalam melanjutkan kehidupan di masa depan. Penyakit Human
Immunodeficienty Virus (HIV) merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih
menjadi permasalahan di dunia saat ini. Jumlah kasus HIV/AIDS mengalami penurunan
pada tahun 2016, tetapi angka kejadian telah dilakukan untuk menekan jumlah penularan
virus HIV ini. Salah satunya tercantum dalam Sustainbale Development Goals (SDGs)
3.3, yaitu menghentikan epidemi AIDS, tuberculosis, malaria, neglected tropical disease,
pemberantasan hepatitis, penyakit yang ditularkan melalui air dan penyakit menular
lainnya (Kementrian Kesehatan RI, 2016).
Menurut data World Health Organization/WHO (2017) menunjukkan terdapat
sebanyak 36,9 juta kasus HIV di dunia dan 9,52% diantaranya adalah dari ASEAN.
Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan menunjukkan bahwa Indonesia mengalami
peningkatan kasus HIV sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2017. Prevalensi dan
penularan HIV dari ibu ke bayi masih terbatas, jumlah ibu hamil yang terinfeksi HIV
cenderung meningkat. Prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan meningkat dari
0,38% tahun 2012 menjadi 0,49% pada tahun 2016. Lebih dari 90% kasus anak yang
terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau mother to child
HIV transmission (MTCT) (Kemenkes, 2012). Data dari UNAIDS tahun 2014
menyatakan bahwa HIV/AIDS di Indonesia bertumbuh lebih cepat dari negara- negara
Asia Tenggara terutama pada rentang usia 25- 49 tahun. Hal ini menjadi masalah
kesehatan reproduksi yang cukup serius pada usia subur terutama ibu hamil.
Penyakit HIV menular melalui cairan genetalia (sperma dan caiaran vagina
penderita masuk ke orang lain melalui jaringan epitel sekitar uretra vagina dan anus
akibat hubungan seks bebas tanpa kondom, heteroseksual atau homoseksual. Ibu yang
menderita HIV sangat beresiko menularkan Virus HIV ke bayi dalam kandungan nya jika
tidak ditangan dengan tepat (Nursalam, 2011 dalam Iswandi F, 2018). Dari uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa ibu hamil penderita HIV sangat rentan menularkan
virus HIV kepada anaknya selama kehamilan, persalianan dan menyusui.

B. Tujuan
Dengan disusun nya makalah ini dengan judul “asuhan keperawatan HIV pada ibu hamil”
mahasiswa dan semua pihak yang bersangkutan dengan dunia kesehatan bisa menjadikan
makalah ini sebagai sumber bacaan dan sumber referensi untuk memberikan asuhan
keperawatan dengan baik dan tepat khususnya pada ibu hamil dengan penderita
HIV/AIDS
C. Manfaat
Manfaat dari penyusuanan makalah ini untuk mengembangkan ilmu keperawatan terkait
Asuhan Keperawatan HIV Pada Ibu Hamil dan menjadi sumber bahan bacaan yang dapat
digunakan sebagai bahan perbandingan untuk meningkatkan mutu ilmu keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. PENGERTIAN HIV/AIDS PADA IBU HAMIL
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit kekurangan
sistem imun yang disebabkan oleh retrovirus HIV tipe 1 atau HIV tipe 2 (Copstead
dan Banasik, 2012). Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif
menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada
kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif. Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan
hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia & Lorraine, 2012).

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel


sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi
berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan orang menjadi lebih rentan
terhadap infeksi. Tahap yang lebih lanjut dari infeksi HIV adalah acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Hal ini dapat memakan waktu 10-15 tahun
untuk orang yangterinfeksi HIVhingga berkembang menjadiAIDS; obat antiretroviral
dapat memperlambat proses lebih jauh.HIV ditularkan melalui hubungan
seksual(anal atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi jarum yang
terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinyaselama kehamilan, melahirkan dan
menyusui. Kehamilan adalah keadaan mengandung embrio atau fetus didalam tubuh,
setelah penyatuan sel telur dan spermatozoon. Kehamilan ditandai dengan
berhentinya haid; mual yang timbul pada pagi hari (morning sickness); pembesaran
payudara dan pigmentasi puting; pembesaran abdomen yang progresif. Tanda-tanda
absolut kehamilan adalah gerakan janin, bunyi jantung janin, dan terlihatnya janin
melalui pemerikasaan sinar-X, atau USG.

Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV. Dilihat
dari profil umur, ada kecendrungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah ke
umur yang lebih muda, dalam arti bahwa usia muda lebih banyak terdapat wanita
yang terinfeksi, sedangkan pada usia di atas 45 tahun infeksi pada wanita lebih
sedikit. Dilain pihak menurut para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan
usia wanita yang lebih tepat untuk hamil dan melahirkan. Kehamilan merupakan usia
yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-AIDS pada wanita hamil terjadi
melalui hubungan seksual dengan suaminya yang sudah terinfeksi HIV. Pada negara
berkembang isteri tidak berani mengatur kehidupan seksual suaminya di luar rumah.
Kondisi ini dipengaruhi oleh sosial dan ekonomi wanita yang masih rendah, dan
isteri sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagi pula masalah seksual masih
dianggap tabu untuk dibicarakan. Peningkatan kerentanan untuk terinfeksi HIV
selama kehamilan adalah mereka yang berperilaku seks bebas dan mungkin karena
penyebab biologis yang tidak diketahui. Sebagaimana diketahui penderita HIV
(Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) meningkat setiap tahunnya di seluruh dunia, terutama di Afrika dan Asia.
Diperkirakan dewasa ini terdapat puluhan juta penderita HIV/AIDS. Sekitar 80%
penularan terjadi melalui hubungan seksual, 10% melalui suntikan obat (terutama
penyalahgunaan narkotika), 5% melalui transfusi darah dan 5% dari ibu melalui
plasenta kepada janin (transmisi vertikal). Angka terjadinya transmisi vertikal
berkisar antara 13-48%. Pada pemeriksaan antenalal (ANC), pada ibu hamil biasanya
dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap penyakit menular seksual. Namun, ibu
hamil memiliki otonomi untuk menyetujui atau menolak pemeriksaan terhadap HIV,
setelah diberikan penjelasan yang memuaskan mereka dan dokter harus menghormati
otonomi pasiennya. Bagi ibu hamil yang diperiksa dan ternyata HIV sero-positif,
perlu diberi kesempatan untuk konseling mengenai pengaruh kehamilan terhadap
HIV, risiko penularan dari ibu ke anak, tentang pemeriksaan dan terapi selama hamil,
rencana persalinan, masa nifas dan masa menyusui. Kerahasiaan perlu dijaga dalam
melaporkan kasus-kasus HIV sero-positif. Dalam hal ini diserahkan kepada ibu
bersangkutan untuk menyampaikan hasilnya kepada pasangannya, perlu
dipertimbangkan untuk ruginya membuka status. Tentulah dalam memabuka status
ini akan berpengaruh terhadap hubungannya dengan keluarga, teman-teman, dan
kesempatan kerja, juga berkurangnya kepercayaan pasien terhadap dokternya. Untuk
pasangan infertil yang menginginkan teknologi reproduksi yang dibantu dan salah
satu atau keduanya terinfeksi HIV adalah etis, jika kepada mereka diberikan
pelayanan tersebut. Dengan kemanjuan pengobatan masa kini, penderita HIV dapat
hidup lebih panjang dan risiko penularan dari ibu ke anak berkurang. Kasus HIV dan
AIDS disebabkan oleh transmisi heteroseksual. Kehamilan pada ibu dengan AIDS
menimbulkan dilema, yaitu perkembangan penyakit, pilihan penatalaksanaan, dan
kemungkinan transmisi vertikal pada saat persalinan. Transmisi infeksi lewat
plasenta ke janin lebih dari 80%. Antibodi ibu melewati plasenta, dan dapat diteliti
melalui uji lab. Uji antiboti bayi dapat menentukan status HIV ibu. Uji terbaru untuk
bayi adalah reaksi rantai polimer (polymerase chain reaction, PCR) yang
mengidentifikasi virus HIV neonatus. Diperlukan pemeriksaan virus HIV yang
terintegrasi pada pemeriksaan rutin ibu hamil untuk melindunginya.

2. TANDA GEJALA
Gejala infeksi HIV pada wanita hamil, umumnya sama dengan wanita tidak hamil
atau orang dewasa. infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang tidak spesifik
dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada
stadium awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut.
Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun
sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi. Gejala dari infeksi akut HIV terjadi
sekitar 50% kepada seseorang yang baru terinfeksi. Gejala yang ditimbulkan
umumnya hampir sama dengan infeksi virus lainnya antara lain :
a. Demam
b. Malaise
c. Ruam
d. Myalgia
e. sakit kepala
f. kehilangan nafsu makan
g. Anoreksia
h. Penururnan BB
i. Keletihan yang hebat

3. ETIOLOGI
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termasuk dalam
keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisinsi pada kucing, virus
imunodefisiensi pada kera, visna virus pada domba, dan virus anemia infeksiosa pada
kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi berhubungan secara
antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang telah berhasil diisolasi dari penderita AIDS.
Sebagian besar retrovirus, viron HIV-1 berbentuk sferis dan mengandung inti
berbentuk kerucut yang padat elektron dan dikelilingi oleh selubung lipid yang
berasal dari membran se penjamu. Inti virus tersebut mengandung kapsid utama
protein p24, nukleokapsid protein p7 atau p9, dua sirina RNA genom, dan ketiga
enzim virus (protease, reserve trancriptase, dan integrase). Selain ketiga gen
retrovirus yang baku ini, HIV mengandung beberapa gen lain (diberi nama dengan
tiga huruf, misalnya tat, rev, vif, nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintetis serta
perakitan partikel virus yang infeksius. (Robbins dkk, 2011 dalam Ngongo EBR,
2018 )
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam cara
penularan, yaitu :
a. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS Hubungan sesual secara vaginal,
anal dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV.
Selama hubungan seksual Poltekkes Kemenkes Padang berlangsusng, air mani,
cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau
muluh sehingga HIV yang tedapa dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah
(PELEKSI,1995 dalam Nursalam,2007 ). Selama berhubungan juga bisa terjadi
lesi mikro pada dinding vagina, dubur dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV
untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual.
b. Ibu pada bayinya Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in
utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke
bayi adalah 0.01% sampai 7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala
AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan gejala
AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50% (PELKESI,1995 dalam
Nursalam, 2007). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui tranfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah
atau sekresi maternal saat melahirkan.(Lili V, 2004 dalam Nursalam, 2007).
Semakin lam proses melahirkan, semakin besar resiko penularan. Oleh karena itu,
lama persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectio caesaria (HIS dan
STB,2000 dalam Nursalam, 2007). Transmisi lain terjadi selam periode post
partum melaui ASI. Resiko bayi tertular melalui ASI dai Ibu yang positif sekitar
10%.
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS Sangat cepat menular HIV
karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril Alat pemeriksaan kandungan seperti
spekulum, tenakulum, dan alat-alat lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau
air mani yang terinveksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang
tidak terinfeksi HIV, Poltekkes Kemenkes Padang dan langsung digunakan untuk
orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa menular HIV.
e. Alat-alat untuk menoreh kulit Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet,
menyunat seseorang, membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa
menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih
dahulu.
f. Menggunakan jarum suntik secara bergantian Jarum suntik yang digunakan di
fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan oleh para pengguna narkoba
(Injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarun
suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga menggunakan tempat
penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi untuk
menularkan HIV. HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk,
sapu tangan, hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan
hubungan sosial yang lain.

4. PATOFISIOLOGI
HIV merupakan retrovirus yang ditransmisikan dalam darah, semen, cairan
vagina, dan ASI. Cara penularan telah dikenal sejak 1980-an dan tidak berubah yaitu
secara; seksual hubungan seksual, kontak dengan darah atau produk darah, eksposur
perinatal, dan menyusui. Transmisi human immunodefiency virus (HIV) terjadi
terutama melalui pertukaran cairan tubuh (misalnya darah, semen, peristiwa
perinatal). Depresi berat pada sistem imun selular menandai sindrom immunodefiensi
didapat (AIDS). Walaupu populasi berisiko tinggi telah didokumentasi dengan
baik,semua wanita harus dikaji untuk mengetahui. Begitu virus HIV memasuki
tubuh, serum HIV menjadi positif dalam 10 minggu pertama pemaparan. Walaupun
perubahan serum secara total asimptomatik, perubahan ini disertai viremia, respons
tipe-influenza terhadap infeksi HIV awal. Gejala meliputi demam, malaise, mialgia,
mual, diare, nyeri tenggorok, dan ruam dan dapat menetap selama dua sampai tiga
minggu. Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel
otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar
tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan
menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang
terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah
penderita. Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun
hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
a. Transmisi Seksual Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual
maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering
terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik.
Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan
seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks,
jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada suatu penelitian ditemukan
resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan
seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering
berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia
yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
b. Homoseksual Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa dan indonesia tingkat
homoseksual penderita AIDS,paling banyak berumur antara 20-40 tahun. Cara
hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi
bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima
ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan
mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami perlukaan pada
saat berhubungan secara anogenital.
c. Heteroseksual Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui
hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah
kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak
pasangan dan berganti-ganti.
d. Transmisi Non Seksua
1) Transmisi Parenteral Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk
lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah
gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar
secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik
yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu.
Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%. - Darah/Produk
Darah Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-
negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui
jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa
sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah
adalah lebih dari 90%.
2) Transmisi Transplasental Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif
ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu
hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu
termasuk penularan dengan resiko rendah.
3) window period Window period atau masa jendela adalah periode antara
masuknya virus HIV hingga terbentuknya antibody yang dapat di deteksi
melalui pemeriksaan laboratorium. Periode ini selama 12 minggu, meski
hasil pemeriksaan laboratorium nya masih negatif, namum pasien sangat
infeksius,sangat mudah menularkan HIV pada orang lain.

5. PENULARAN HIV DARI IBU KE BAYI DAPAT TERJADI SEBAGAI


BERIKUT :
a. Penularan HIV selama kehamilan Resiko penularan Hiv dari ibu ke anak selama
kehamilan : 5 – 10 %. HIV tidak menular melalui plasenta ke janin. Plasenta
melindungi bayi dari HIVtetapi perlindungan menjadi tidak efektif bila ibu :
1) Mengalami infeksi firal yang lain, bakterial dan parasit ( terutama malaria )
pada plasenta selama kehamilan
2) Terinfeksi HIV selama kehamilan membuat meningkatnya muatan virus pada
saat itu.
3) Mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun berkaitan dengan AIDS
4) Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tak langsung
berkontribusi untuk penularan dari ibu kepada anak .
b. Penularan HIV selama proses kelahiran Resiko penularan Hiv dari ibu ke anak
selama proses persalinan : 10 – 20 %. Bayi yang terinfeksi dari ibu, mempunyai
risiko lebih tinggi pada saat dilahirkan. Kebanyakan bayi tertular HIV pada proses
kelahiran, didapat melalui proses menelan atau mengaspirasi darah ibu atau
sekresi vagina. Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu
keanak selama proses melahirkan adalah :
1) Lama robeknya selaput ketuban seringkali dalam bentuk ketuban pecah dini
(KPD)
2) Chorioamnionitis akut (disebabkantidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya)
3) Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah
ibu misalnya episiotomi, EF (ekstraksi forceps), EV (ekstraksi vacum)
4) Anak pertama dalam kelahiran kembar.
c. Penularan HIV setelah persalinan (saat pemberian ASI) Resiko penularan Hiv dari
ibu ke anak selama menyusui : 5 – 20 % rata rata : 15 %. HIV berada dalam ASI,
tetapi konsentrasi virus lebih rendah dari pada dalam darah. Risiko penularan
melalui ASI tergantung dari :
1) Pola pemberian ASI, yaitu bayi yang mendapatkan ASI secara ekslusif akan
kurang berisiko dibanding dengan pemberian susu kombinasi (ASI dan susu
formula)
2) Patologi payudara seperti mastitis, robekan puting susu, perdarahan puting
susu dan infeksi payudara lainnya
3) Lamanya pemberian ASI, yaitu semakin lama maka semakin besar
kemungkinan infeksi
4) Status kekebalan tubuh ibu seperti kondisi AIDS stadium lanjut e. Status gizi
ibu yang buruk.
d. Waktu penularan HIV selama pemberian ASI :
1) Penularan dapat terjadi selama masa menyusui.
2) Sekitar 70% penularan pasca kelahiran terjadi pada 4 – 6 bulan pertama
3) HIV di deteksi dikolostrum dan susu ibu tetapi risiko relatif dari penularan
tak perna pasti.
4) Risiko bersifat kumulatif ( makin panjang masa pemberian ASI, makin besar
risiko ). Risiko keseluruhan dari penularan melalui ASI adalah sebesar 10%
diatas 24 – 36 bulan pemberian ASI Atas dasar interaksi HIV dengan respon
imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga Tahap :
a) Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam
jaringan limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti
serokonversi dan pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+
sel T antivirus. Secara klinis merupakan penyakit akut yang sembuh
sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan meningitis
aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal
terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
b) Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan
replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan
CD4+ secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran
kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat
mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan
kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10
tahun.
c) Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh
penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat
badan, diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini
umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat
menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+
kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum
terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143
6. KOMPLIKASI
Komplikasi kehamilan yang diantaranya adalah;
a. Adanya ruptur saat persalinan
b. Bayi lahir cacat
c. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
d. Bayi lahir prematur
e. Janin tertular HIV.
Hal ini mengakibatkan perubahan psikologis pada ibu hamil dengan HIV/
AIDS seperti adanya ambivalensi, perasaan ragu- ragu akan kehamilannya,
depresi, kekhawatiran yang berlebihan terhadap janin, bahkan juga bisa terjadi
post partum blues (Reeder, S. J., Martin, Griffin, K., 2013).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8. PENATALAKSANAAN

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang sistematis
yang mencakup pengumpulan data baik dari pasien (sumber data primer) ataupun
keluarga atau tenaga kesehatan (sumber data sekunder), yang dilanjutkan dengan
analisa data sebagai dasar untuk menetapkan diagnose keperawatan (Potter, 2005).
Adapun beberapa hal yang perlu dikaji pada ibu hamil yang terinfeksi HIV adalah :
a. Identitas pasien dan penanggung jawab
Pada identitas pasien dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku, alamat, no.RM, tanggal MRS, tanggal pengkajian.
Sedangkan pada identitas penanggungjawab meliputi nama, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
b. Riwayat kesehatan pasien
1) Alasan MRS
Dalam asuhan keperawatan pada ibu hamil terinfeksi HIV yang mungkin
muncul pada alasan MRS adalah melakukan pemeriksaan ANC

2) Keluhan saat dikaji


Keluhan utama yang mungkin muncul pada ibu hamil terinfeksi HIV dengan
masalah ansietas adalah pasien mengatakan merasakan khawatir janinnya
tertular penyakit HIV, khawatir akan mengalami kematian akibat
penyakitnya, dan bingung cara mencegah penularan dari ibu ke anak.

3) Riwayat kesehatan masa lalu


Mengetahui tentang pengalaman perawatan kesehatan pasien, mencakup
riwayat penyakit yang pernah dialami pasien, riwayat rawat inap ataupun
rawat jalan, riwayat alergi, kebiasaan dan pola gaya hidup.

4) Riwayat kesehatan keluarga


Mengetahui ada atau tidaknya risiko terhadap penyakit yang bersifat
genetika dalam keluarga pasien seperti DM, jantung ataupun hipertensi
(Potter, 2005).Namun dalam hal ini HIV bukanlah merupakan penyakit
keturunan, tetapi penyakit ini dapat menular melalui hubungan seksual antar
suami- istri dan dapat pula melalui penularan dari ibu ke anak.Hal inilah
yang menyebabkan perlunya dikaji riwayat kesehatan keluarga.

c. Riwayat obstetrik
Setiap kehamilan dan persalinan mempunyai sifat dan kondisi tersendiri
yang berbeda sehingga kecemasan bisa terjadi pada primigravida maupun
multigravida.Namun kemampuan ibu untuk beradaptasi juga berperan dalam
menciptakan kondisi psikologisnya.Primigravida lebih membutuhkan usaha
yang keras daripada multigravida yang sudah berpengalaman sebelumnya
(Bobak, 2005). Oleh karena demikian maka perlu dikaji mengenai riwayat
obstetri pasien, antara lain :
1) Riwayat mestruasi : umur menarche, siklus menstruasi, jumlah, lamanya,
banyak ataupun karakterisik darah yang keluar dan keluhan yang dirasakan
saat menstruasi serta mengetahui Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
2) Riwayat pernikahan : jumlah pernikahan dan lamanya pernikahan.
3) Riwayat kelahiran, persalinan, nifas yang lalu : riwayat kehamilan
sebelumnya (umur kehamilan dan faktor penyulit saat kehamilan), riwayat
persalinan sebelumnya (jenis, penolong, dan penyulit), komplikasi nifas
(laserasi, infeksi, perdarahan), dan jumlah anak yang dimiliki.
4) Riwayat kehamilan saat ini (GPPAH, umur kehamilan (dalam minggu),
tafsiran partus, dan jumlah kunjungan ANC)). Dalam kehamilan, asuhan
antenatal care yang telah diterima oleh ibu juga sangat berperan karena
dalam antenatal care sudah dipantau kemajuan kehamilan yang memastikan
kesehatan ibu dan pertumbuhan janinnya, dengan demikian ibu bersalin yang
melakukan pengawasan antenatal cukup, dianggap telah memahami
peristiwa kehamilan (Saifuddin, 2002).
5) Riwayat keluarga berencana : jenis akseptor KB dan lamanya menggunakan
KB

d. Pola kebutuhan dasar (Bio-psiko-sosial-kultural-spritual)


1) Pola manajemen kesehatan dan persepsi : arti sehat dan sakit bagi pasien,
pengetahuan status kesehatan pasien saat ini, perlindungan terhadap
kesehatan (program skrining, kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan,
manajemen stress), pemeriksaan diri sendiri (riwayat medis keluarga,
pengobatan yang sudah dilakukan), perilaku untuk mengatasi masalah
kesehatan.
2) Pola nutrisi-metabolik : kemampuan makan dan minum. Pada pasien dengan
kecemasan biasanya mengalami penurunan nafsu makan, mual bahkan
muntah disebabkan oleh efek mengonsumsi obat ARV dan mungkin terjadi
penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi : frekuensi BAK, warna, jumlah, frekuensi BAB, karakteristik
feses. Pada pasien dengan kecemasan pada bumil HIV kemungkinan
mengalami peningkatan frekuensi miksi, atau dapat terjadi gangguan pada
perut atau bahkan mengalami diare.
4) Pola aktivitas-latihan : kemampuan mobilisasi, beraktivitas (makan/minum,
mandi, berpakaian, berhias, toileting, berpindah tempat), penggunaan alat
bantu mobilisasi. Pasien dengan kecemasan yang berat-panik mungkin
merasa lemas, kehilangan fokus, tremor, bahkan kehilangan keseimbangan
sehingga dapat mengalami gangguan pada aktivitasnya.
5) Pola istirahat-tidur : kebiasaan tidur, kuantitas dan kualitas tidur, ritual tidur,
jadwal tidur. Pasien ibu hamil HIV dengan kecemasan cenderung akan
mengalami gangguan pola istirahat tidur disebabkan oleh pikiran yang tidak
tenang.
6) Pola persepsi-kognitif : gambaran tentang pengindraan (pengelihatan,
penciuman, pendengaran, perasa, peraba), penggunaan alat bantu
pengindraan, persepsi terhadap nyeri). Jika seseorang mencapai kecemasan
tingkat sedang-panik akan mengalami penyempitan persepsi yang dapat
mengurangi fungsi kerja dari indra.
7) Pola konsep diri-persepsi diri : keadaan social (pekerjaan, situasi keluarga,
kelompok social), identitas personal (kelebihan dan kelemahan diri), keadaan
fisik (bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai), harga diri (perasaan
mengenai diri sendiri), riwayat berhubungan dengan masalah fisik atau
psikologis. Pasien yang terdiagnosa HIV akan cenderung mengalami
gangguan pada konsep diri, dimana pasien akan mengalami penurunan harga
diri atau yang dikenal dengan harga diri rendah.
8) Pola hubungan-peran : peran pasien terhadap keluarga,
kepuasaan/ketidakpuaan menjalankan peran, struktur dan dukungan
keluarga, proses pengambilan keputusan, hubungan dengan orang lain, orang
terdekat. Hubungan pasien dengan orang lain atau dalam melakukan
interaksi dengan lingkungan biasanya mengalami gangguan, pasien akan
merasa canggung, dan malu dengan kondisinya.
9) Pola seksual-reproduksi : masalah pada seksual-reproduksi, menstruasi,
jumlah anak,jumlah suami, pengetahuan yang berhungan dengan kebersihan
reproduksi)
10) Pola toleransi stress-koping : penyebab, tingkat,respon stress, strategi koping
yang biasa dilakukan untuk atasi stress. Pasien ibu hamil akan mengalami
kecemasan akibat khawatir janinnya akan tertular HIV, biasanya
menunjukkan respon berupa canggung, bingung, gelisah dan bahkan disertai
peningkatan tanda vital.
11) Pola keyakinan-nilai : latar belakang budaya/etnik, tujuan hidup pasien,
keyakinan yang dianut, adat budaya yang berkaitan dengan kesehatan.

e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : meliputi tingkat kesadaran, jumlah GCS, tanda – tanda
vital (tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, suhu badan), berat
badan, tinggi badan dan lingkar lengan atas (LILA). Pada pasien dengan
masalah ansietas umumnya mengalai palpitasi, jantung berdebar, tekanan
darah dan frekensi nadi meningkat, nafas cepat dan dangkal, adanya tekanan
pada dada, sensasi tercekik, teengah- enggah.
2) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala : amati wajah (pucat atau tidak), adanya kloasma. Pada pasien
dengan masalah ansietas tampak wajah tegang, kemerahan, wajah pucat.
b) Mata : sclera (putih atau kuning), konjugtiva (anemis atau tidak anemis).
Pasien dengan masalah ansietas mengedipkan mata secara berlebihan.
c) Leher : adanya pembesaran kelenjar tiroid, pembengkakan kelenjar
limpha.
d) Dada : payudara (warna areola (menggelap atau tidak), puting (menonjol
atau tidak), pengeluaran ASI), pergerakan dada (simetris atau asimetris),
ada atau tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan, auskultasi bunyi
pernafasan (vesikuler atau adanya bunyi nafas abnormal) dan bunyi
jantung
e) Abdomen : amati adanya linea dan striae, pembesaran sesuai umur
kehamilan, gerakan janin, adanya kontraksi per menit, ada atau tidaknya
luka bekas operasi, adanya balotement, lakukan pemeriksaan leopold I
(mengetahui letak kepala/bokong dan tinggi fundus uteri), leopold II
( mengetahui bagian kanan dan kiri perut (terdapat punggung/bagian
kecil/kepala/bokong)), leopold III (mengetahui presentasi
kepala/bokong/kosong), leopold IV (bagian yang masuk pintu atas
panggul (PAP) : konvergen/divergen/sejajar), penurunan kepala
(penurunan bagian terbawah dengan metode lima jari), DJJ, dan
auskultasi bising usus pasien.
f) Genetalia dan perineum : kaji kebersihan genetalia dan perineum, adanya
keputihan dan karakteristiknya, adanya hemoroid atau tidak.
g) Ektremitas : adanya oedema, varises, CRT, dan refleks pada patella.
Pasien dengan masalah ansietas akan mengalami tungkai lemah, adanya
gerakan berlebihan yang janggal.
h) Intergumen : pada pasien ansietas akan mengalami rasa panas dan dingin
pada kulit, gatal, berkeringat diseluruh tubuh atau pada bagian tertentu
(telapak tangan) (Stuart, 2007).

2. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis yang ditunjukkan mengenai
respon pasien terhadap masalah kesehatan ataupun proses kehidupan yang
dialaminya baik yang bersifat aktual ataupun risiko, yang bertujuan untuk
mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja DPP PPNI, 2016). Diagnosa gambaran
asuhan keperawatan pada ibu hamil terinfeksi HIV berdasarkan NANDA NIC NOC
2015 salah satunya, yaitu :
a. Ansietas pada ibu hamil terinfeksi HIV berhubungan dengan ancaman terhadap
kematian
b. SILAHKAN DITAMBAHKAN
3. INTERVENSI
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang
akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosis
keperawatan. (Chistensen, 2009 dalam Sunaryo, 2016).
Dalam intervensi ansietas ini akan digunakan rencana keperawatan pada ibu hamil
terinfeksi HIV dengan masalah ansietas berdasarkan NANDA NIC NOC 2015.

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawatan
1. Ansietas pada ibu NOC NIC
hamil terinfeksi a. Amxiety self-control Anxiety Reduction
HIV berhubungan b. Anxiety level (penurunan kecemasan)
dengan ancaman c. Coping 1. Gunakan pendekatan
terhadap kematian Kriteria hasil : yang menenangkan
1. Klien mampu 2. Nyatakan dengan jelas
mengidentifikasi dan harapan terhadap
mengungkapkan gejala pasien
cemas 3. Jelaskan semua
2. Mengidentifikasi, prosedur dan apa yang
mengungkapkan dan dirasakan selama
menunjukkan tehnik prosedur
untuk mengontrol cemas 4. Pahami prespektif
3. Vital sign dalam batas pasien terhadap
normal spiritual stress
4. Postur tubuh, ekspresi 5. Temani pasien untuk
wajah, bahasa tubuh dan memberikan
tingkat aktivitas keamanan dan
menunjukkan mengurangi takut
berkurangnya 6. Dorong keluarga untuk
kecemasan. menemani anak
7. Lakukan back/ necl
rub
8. Dengarkan dengan
penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
13. Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan

BAB III

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2015. Rencana Nasional Penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia 2012-2015. Jakarta:


Komisi Penanggulangan AIDS.

Anonymous .2014.pedoman pelaksanaan pencegahan penularan HIV dari ke anak di indonesia


jakarta . Kementerian kesehatan republik indonesia.
Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
sekretaris jendral

Hartati N, Suratiah, Iga OM. Ibu hamil dengan HIV-AIDS. Gempar: Jurnal Ilmiah Keperawatan. 2016

Nuratif, H, Amin & Kusuma Hardi (2015),”Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan nanda nic-noc” Jilid 3.Jogjakarta: Medi Action

Nuratif, H, Amin & Kusuma (2019),” NANDA -1 Diagnosa Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020” Edisi 11 :EGC

Padila. S.Kep.NS.2017. Keperawatan Medikal Bedah. Numed. Yogyakarta

Perry & potter (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Proses, Dan Praktik.
Jakarta : EGC

Iswandi, F., 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan HIV/AIDS

Ngongo, EBR., 2018. Asuhan keperawtan dengan HIV/AIDS

Anda mungkin juga menyukai