PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah ;
1.3.1 Untuk Mengetahui Pengertian HIV/AIDS
1.3.2 Untuk Mengetahui Proses Penularan HIV/AIDS ke Janin
1.3.3 Untuk Mengetahui Cara Penegakan Diagnosa HIV/AIDS
1.3.4 Untuk Mengetahui
1.3.5 Penatalaksanaan untuk Janin dan Bayi Baru Lahir pada Ibu dengan HIV/ AIDS
1.3.6 Untuk Mengetahui Pencegahan Penularan HIV/AIDS Pada Janin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV, yaitu konseling dan
tes HIV sukarela (KTS-VCT), dan tes HIV dan konseling atas inisiatif
petugas kesehatan (KTIP). KTIP merupakan kebijakan pemerintah untuk
dilaksanakan di layanan kesehatan yang berarti semua petugas kesehatan
harus menganjurkan tes HIV setidaknya pada ibu hamil, pasien TB, pasien
yang menunjukkan gejala dan tanda klinis diduga infeksi HIV, pasien dari
kelompok beresiko (penasun, PSK (pekerja seks komersial), LSL (lelaki
seks dengan lelaki)), pasien IMS (infeksi menular seksual) dan seluruh
pasangan seksualnya. Kegiatan memberikan anjuran an pemeriksaan tes
HIV perlu disesuaikan dengan prinsip bahwa pasien sudah mendapatkan
informasi yang cukup dan menyetujui untuk tes HIV dan sema pihak
menjaga kerahasiaan (prinsip 3C – counseling, consent, confidentiality).
Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan ;
a. Deteksi anti-HIV1 melalui metode pemeriksaan ELISA
Pemeriksaan HIV ini direkomendasikan pada individu yang
diduga terinfeksi HIV karena termasuk ke dalam kelompok yang
berisiko atau sudah menunjukan gejala HIV. Waktu minimal untuk
pembentukan antibodi yaitu 3-4 minggu sejak paparan awal dan pada
sebagian besar penderita (>95%) antibodi baru terbentuk setelah 6
bulan pasca paparan awal. Masa sebelum terdeteksinya antibodi
disebut dengan “periode jendela” dan pada masa itu hanya dapat
dilakukan pemeriksaan antigen p24 ataupun PCR.
Jika hasil pemeriksaan ELISA menunjukan hasil positif, maka
pengujian diulang sebanyak 2 kali, jika salah satu atau kedua tes
pengulangan menunjukkan hasil reaktif maka dilakukan uji
konfirmasi untuk menentukan diagnosa akhir. Uji konfimasi ini
biasanya menggunakan metode western blot. Jika pada uji konfirmasi
hasilnya meragukan maka orang tersebut harus melakukan pengujian
ulang 4 minggu kemudian. Individu yang positif terinfeksi HIV
dilakukan monitoring dengan menggunakan 2 biomarker utama yaitu
jumlah viral load plasma dan CD4.
b. Viral Load Plasma
Kecepatan pengingkatan viral load (bukan jumlah absolut
virus) dapat dipakai untuk memperkirakan perkembangan infeksi
HIV. Viral load mengkuantifikasi derajat viremia dengan mengukur
jumlah kopi RNA virus dalam. Pada 3 tahun pertama setelah
serokonversi, viral load berubah seolah hanya pada pasien yang
berkembang ke arah AIDS, setelah masa tersebut, perubahan viarl
load dapat dideteksi baik akselerasinya maupun jumlah absolutnya,
baru keduanya dapat dipakai sebagai petanda progesivitas penyakit.
Penurunan viral load dilaporkan dalam bentuk logaritma 10. Respon
klinis yang diharapkan adalah penurunan viral load lebih besar dari
0.5 log10.
c. Jumlah CD4
Karena HIV menyerang dan menyebabkan destruksi sel yang
memiliki reseptor CD4, maka jumlah limfosit CD4 (sel T helper)
dalam darah merupakan data penting dalam menggambarkan
progresivitas penyakit. Kecepatan penurunannya dari waktu ke waktu
rata-rata 100 sel/tahun. Kadar CD4 limfosit pada orang dewasa
normal adalah 500-1600 cells/mm3, atau 40-70% dari total limfosit.
Anak-anak memiliki kadar CD4 bervariasi dan tergantung usia, anak
dengan usia kecil memiliki CD4 yang lebih tinggi.
2.3.3 Prinsip Diagnosis Inveksi HIV Pada Bayi dan Anak
a. Uji Virologis
1. Uji virologis digunakan untuk menegakkan diagnosis klinik
(biasanya setelah umur 6 minggu), dan harus memiliki sensitivitas
minimal 98% dan spesifisitas 98% dengan cara yang sama seperti
uji serologis.
2. Uji virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak
berumur < 18 bulan.
3. Uji virologis yang dianjurkan: HIV DNA kualitatif menggunakan
darah plasma EDTA atau Dried Blood Spot (DBS), bila tidak
tersedia HIV DNA dapat digunakan HIV RNA kuantitatif (viral
load, VL) mengunakan plasma EDTA.
4. Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk
diperiksa dengan uji virologis pada umur 4 – 6 minggu atau
waktu tercepat yang
5. Pada kasus bayi dengan pemeriksaan virologis pertama hasilnya
positif maka terapi ARV harus segera dimulai; pada saat yang
sama dilakukan pengambilan sampel darah kedua untuk
pemeriksaan uji virologis kedua.
6. Hasil pemeriksaan virologis harus segera diberikan pada tempat
pelayanan, maksimal 4 minggu sejak sampel darah diambil. Hasil
positif harus segera diikuti dengan inisiasi ARV.
b. Uji Serologis
1. Uji serologis yang digunakan harus memenuhi sensitivitas
minimal 99% dan spesifisitas minimal 98% dengan pengawasan
kualitas prosedur dan standardisasi kondisi laboratorium dengan
strategi seperti pada pemeriksaan serologis dewasa.
a) Umur <18 bulan – digunakan sebagai uji untuk menentukan
ada tidaknya pajanan HIV
b) Umur >18 bulan – digunakan sebagai uji diagnostik
konfirmasi
2. Anak umur < 18 bulan terpajan HIV yang tampak sehat dan
belum dilakukan uji virologis, dianjurkan untuk dilakukan uji
serologis pada umur 9 bulan. Bila hasil uji tersebut positif harus
segera diikuti dengan pemeriksaan uji virologis untuk
mengidentifikasi kasus yang memerlukan terapi ARV. Jika uji
serologis positif dan uji virologis belum tersedia, perlu dilakukan
pemantauan klinis ketat dan uji serologis ulang pada usia 18
bulan.
3. Anak umur < 18 bulan dengan gejala dan tanda diduga
disebabkan oleh infeksi HIV harus menjalani uji serologis dan
jika positif diikuti dengan uji virologis.
4. Pada anak umur< 18 bulan yang sakit dan diduga disebabkan oleh
infeksi HIV tetapi uji virologis tidak dapat dilakukan, diagnosis
ditegakkan menggunakan diagnosis presumtif.
5. Pada anak umur < 18 bulan yang masih mendapat ASI, prosedur
diagnostik dilakukan tanpa perlu menghentikan pemberian ASI.
6. Anak yang berumur > 18 bulan menjalani tes HIV sebagaimana
yang dilakukan pada orang dewasa.
7. Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia < 18
bulan, dibutuhkan uji virologi HIV yang dapat memeriksa virus
atau komponennya. Anak dengan hasil uji virologi HIV positif
pada usia berapapun, artinya terkena infeksi HIV.
8. ASI dapat mengandung virus HIV bebas atau sel yang terinfeksi
HIV. Konsekuensi dari mendapat ASI adalah adanya risiko
terpajan HIV, sehingga penetapan infeksi HIV baru dapat
dilaksanakan bila pemeriksaan dilakukan ATAU diulang setelah
ASI dihentikan > 6 minggu.
Agar pelaksana di lapangan tidak ragu, berikut ini skenario klinis
dalam memilih perangkat diagnosis yang tepat.
c. Diagnosis presumtif HIV pada anak< 18 bulan
Bila ada anak berumur < 18 bulan dan dipikirkan terinfeksi
HIV, tetapi perangkat laboratorium untuk PCR HIV tidak tersedia,
tenaga kesehatan diharapkan mampu menegakkan diagnosis dengan
cara diagnosa secara persumtif.
1. Menurut definisi Integrated Management of Childhood Illness
(IMCI):
a) Oral thrush adalah lapisan putih kekuningan di atas mukosa
yang normal atau kemerahan (pseudomembran), atau bercak
merah di lidah, langit-langit mulut atau tepi mulut, disertai
rasa nyeri. Tidak bereaksi dengan pengobatan antifungal
topikal.
b) Pneumonia adalah batuk atau sesak napas pada anak dengan
gambaran chest indrawing, stridor atau tanda bahaya seperti
letargik atau penurunan kesadaran, tidak dapat minum atau
menyusu, muntah, dan adanya kejang selama episode sakit
sekarang. Membaik dengan pengobatan antibiotik.
c) Sepsis adalah demam atau hipotermia pada bayi muda
dengan tanda yang berat seperti bernapas cepat, chest
indrawing, ubun-ubun besar membonjol, letargi, gerakan
berkurang, tidak mau minum atau menyusu, kejang, dan lain-
lain.
2. Pemeriksaan uji HIV cepat (rapid test) dengan hasil reaktif harus
dilanjutkan dengan 2 tes serologi yang lain.
3. Bila hasil pemeriksaan tes serologi lanjutan tetap reaktif, pasien
harus segera mendapat obat ARV
d. Diagnosis HIV pada anak > 18 bulan
Diagnosis pada anak > 18 bulan memakai cara yang sama dengan
uji HIV pada orang dewasa. Perhatian khusus untuk anak yang masih
mendapat ASI pada saat tes dilakukan, uji HIV baru dapat
diinterpretasi dengan baik bila ASI sudah dihentikan selama > 6
minggu. Pada umur > 18 bulan ASI bukan lagi sumber nutrisi utama.
Oleh karena itu cukup aman bila ibu diminta untuk menghentikan ASI
sebelum dilakukan diagnosis HIV.
2.4 Penatalaksanaan Bagi Bayi dari Ibu dengan HIV/AIDS
Pertolongan persalinan pada bayi baru lahir dari ibu yang mengidap
HIV/AIDS seperti pada pertolongan persalinan normal dengan menerapkan
universal precaution. Bila obat antiretroviral tersedia dapat diberikan kepada
bayi. Saat ini obat yang dianjurkan untuk mengurangi transmisi vertikal pada
neonatus adalah Zidovudine selama 6 minggu atau Niverapine sebanyak satu kali
pemberian. Adapun terapi selanjutnya adalah ;
2.4.1 Pengobatan Antiretroviral
Sampai sekarang masih belum ada obat yang dapat menyembuhkan
infeksi HIV, obat yang ada hanya dapat memperpanjang kehidupan. Obat
antiretroviral yang dipakai pada bayi/anak adalah Zidovudine. Obat
tersebut diberikan bila sudah terdapat gejala seperti infeksi oportunistik,
sepsis, gagal tumbuh, ensefalopati progresif, jumlah trombosit
<75.000/mm3 selama 2 minggu, atau terdapat penurunan status
imunologis. Pemantauan status imunologis yang dipakai adalah jumlah sel
CD4 atau kadar immunoglobulin <250mg/mm3. Jumlah sel CD4 untuk
umur < 1 tahun, 1-2, 3-6, dan > 6 tahun berturut-turut adalah <1750,
<1000, <750/mm3, dan <500/mm3. Pengobatan diberikan seumur hidup.
Dosis pada bayi < 4 minggu adalah 3 mg/kg BB per oral setiap 6 jam,
untuk anak lebih besar 180 mg/m2, dosis dikurangi menjadi 90-120
mg/m2 setiap 6 jam apabila terdapat tanda-tanda efek samping atau
intoleransi seperti kadar Hemoglobin dan jumlah leukosit menurun, atau
adanya gejala mual.
Untuk pencegahan terhadap kemungkinan terjadi infeksi
Pneumocytis crinii diberikan trimethropin sulfamethoxazole dengan dosis
150 mg/m2 dibagi dalam 2 dosis selama 3 hari berturut setiap minggu.
Bila terdapat hipogammaglobulinemia (IgG<250 mg/dl) atau
adanya infeksi berulang diberikan Imunoglobulin intravena dengan dosis
400 mg/kg BB per 4 minggu. Pengobatan sebaiknya oleh dokter anak yang
telah memperdalam tentang pengobatan AIDS pada anak.
a. Dosis ARV Profilaksis