Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ANALISA PENGELOLAAN BENCANA BANJIR BANDANG

Disusun Oleh
Kelompok 4 Keperawatan Bencana
Nabila Syifa (30901700055)
Nuzulun Nuriel Farikha (30901700066)
Siti Sri Muningsih (30901700087)
Soni Sufan Yuliputra (30901700090)
Sonia Fitri Indrayana (30901700089)
Sri Utami (30901700091)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2019/2020
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai letak geografis dan geologi
pada pertemuan 3 lempeng besar dunia, yaitu lempeng eurasi, indoaustralia, dan lempeng
pasifik. Dengan kondisi geografis dan geologi tersebut, Indonesia menjadi negara yang
sangat rawan terjadi bencana alam. Mengingat bahwa bencana alam selalu datang tiba
tiba, dan mengakibatkan banyak kerugian di beberapa aspek, maka diperlukan adanya
kesiapsiagaan untuk mnegantisipasi bencana tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya
pendidikan dan pelatihan simulasi darurat bencana untuk meningkatkan kesiapsiagaan
(Nurmansyah & Buanasari, 2019). Salah satu bencan alam yang sering terjadi di
Indonesia adalah bencana alam banjir bandang. Banjir bandang adalah banjir yang datang
secara tiba tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai
pada alur sungai ( Badan Nasional Penanggulanan Bencana, 2011). Dampak yang
ditimbulkan oleh banjir bandang tidak hanya materi, akan tetapi juga kondisi psikologis
pada korban banjir bandang, kerugian lain yaitu kecacatan dan juga kematian
( Nurmansyah & Buanasari, 2019).
Banjir bandang dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah karena
tanah dan tanaman sudah jenuh air sehingga ketika hujan turun, air langsung menuju
sungai. Keadaan tersebut diperparah dengan tingginya curah hujan sehingga dapat
menimbulkan bajir bandang (Putri dkk, 2018). Akan tetapi terjadinya banjir bandang juga
dipengaruhi banyak faktor lain. Dan faktor faktor tersebut berbeda disetiap daerahnya
(Murdiana dkk, 2015). Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan mengurangi
kerentanan terhadap banjir bandang, diperlukan langkah langkah seperti pembuatan
peraturan khusus dalm mendirikan bangunan, memiliki puast informasi bencana,
mengadakan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi, mengadakan simulasi bencana di
sekolah sekolah, dan mengembalikan kearifan local yang dapat dijadikan sebagai
peringatan dini banjir bandang (Putri dkk, 2018).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pentingnya pengelolaan bencana banjir bandang
2. Untuk memberikan informasi atau pengetahuan kepada mahasiswa dan
masyarakat tentang bencana banjir bandang.
Bab II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Keperawatan Bencana
1. Definisi Banjir Bandang
Banjir bandang (flash flood) adalah penggenangan akibat limpasan keluar
alur sungai karena debit sungai yang membesar tiba-tiba melampaui kapasitas
aliran, terjadi dengan cepat melanda daerahdaerah rendah permukaan bumi, di
lembah sungai-sungai dan cekungan-cekungan dan biasanya membawa debris
dalam alirannya Banjir bandang dibedakan dari banjir oleh waktu berlangsungnya
yang cepat dan biasanya kurang dari enam jam. dan menyapu lahan yang
dilandanya dengan kecepatan aliran yang sangat besar hampir tanpa peringatan
yang cukup Tinggi permukaan gelombang banjir bandang dapat berkisar 3 – 6
meter dengan membawa debris dan sangat berbahaya yang akan melanda hampir
semua yang dilewatinya Hujan yang menimbulkan banjir bandang dapat memicu
terjadinya longsoran lereng dan tebing yang menimbulkan bencana aliran debris
yang akan terangkut oleh banjir bandang tersebut. (Azmeri, 2016).
2. Tipe Tipe Penyebab Banjir Bandang
Pada umumnya banjir bandang disebabkan oleh salah satu dari kejadian-
kejadian di bawah ini :
a. Hujan lebat
1) Hujan lebat yang bergerak lamban dan jatuh pada suatu daerah
aliran sungai yang tidak terlalu luas, dan runoffnya dan
terkonsentrasi dengan cepat ke dalam alur sungai pematusnya
2) Hujan tropik yang lebat, berlangsung cepat pada daerah yang
sudah jenuh oleh jatuhnya hujan sebelumnya, atau mempunyai
kapasitas resap yang kecil dan runoffnya cepat terkonsentrasi ke
dalam alur sungai pematusnya.
Karena besarnya debit dan kecepatan alirannya banjir
bandang dapat mengangkut bebatuan, lumpur yang dierosinya
dari tebing maupun deposit sedimen pada dasar alur dan debris
lain seperti batang pepohonan yang tercerabut, dan akan menyapu
daerah yang dilandanya, merusak lahan pertanian,
menghancurkan jembatan dan rumah-rumah bahkan sering
menimbulkan korban jiwa.
Banjir bandang dapat juga terjadi akibat runtuhnya
timbunan dam alami yang membendung alur sungai, disusul
dengan tumpahnya ke hilir volume air yang tadinya terbendung
olehnya. Dam alami terbentuk oleh tersumbatnya aliran alur
sungai oleh material longsoran tebing sungai yang jatuh ke
dalamnya bersamaan dengan batang pepohonan. Dam alami
khususnya terjadi pada penyempitan alur walaupun tidak selalu
terjadi di lokasi tersebut Pada kejadian ini banjir bandang dapat
berlangsung cepat dalam beberapa menit tanpa tanda-tanda yang
jelas sebelumnya.
Banjir bandang ini terbentuk pada alur produksi dan alur
transportasi yang tidak begitu luas kira-kira dengan maksimum
luas 2000 hektar pada sebuah sistem sungai. Dampak kerusakan
akan diderita oleh penduduk yang hidup dan tinggal di daerah
rawan bencana banjir bandang yaitu di sepanjang pangkal alur
sedimentasi di bawah titik apex, dan juga mungkin lebih ke hulu
pada alur transportasi.
b. Rusak / pecahnya tanggul.
Banjir bandang juga dapat terjadi pada daerah bantaran ruas
sungai aluvial oleh pecahnya tanggul pelindung pada saat terjadi
aliran dengan elevasi di atas bantaran sungai, karena suatu
penyebab. atau gagalnya sebuah bendung buatan
Banjir bandang merupakan salah satu jenis bencana banjir yang perlu terus
diwaspadai oleh masyarakat. Karakter banjir yang datang secara tiba-tiba dan
menyusutnya juga cepat memberikan dampak yang besar bagi masyarakat di hilir
sungai. Kesiapsiagaan dari masyarakat sangat diperlukan dalam menghadapi
ancaman bencana banjir bandang melalui peningkatan kapasitas masyarakat.
UNESCO (2006) menyebutkan bahwa banjir bandang membawa efek yang
negatif bagi masyarakat. Dampak dari banjir dibagi atas 4 aspek, yaitu: dampak
fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. (Azmeri et al., 2016).
Manajemen kesiapsiagaan masyarakat dalam Undang-undang RI No. 24
Tahun 2007 memfokuskan pada 5 aspek yaitu:
a. Perencanaan, mengkaji bagaimana rencana tanggap darurat yang
meliputi prosedur tetap dan pembagian tugas masing-masing
elemen sesaat setelah bencana terjadi.
b. Pengorganisasian, mengkaji pengorganisasian dan pelatihan, yaitu
pembentukan organisasi masyarakat yang siaga bencana serta
pelatihan untuk peningkatan pengetahuan. Pengorganisasian dan
pelatihan ini perlu dilakukan agar masyarakat yang berisiko
bencana mempunyai wadah untuk mengembangkan diri, baik itu
melalui pelatihan atau memberikan contoh bagi yang lainnya.
c. Aksi, melihat bagaimana pelaksanaaan dari perencanaan yang
sudah disusun oleh organisasi yang sudah terbentuk. Komponen
yang termasuk dalam aspek ini berupa sistem peringatan dini,
penyediaan kebutuhan dasar, lokasi evakuasi, dan penyediaan
barang serta peralatan pemulihan prasarana dan sarana.
d. Kontrol, mengkaji bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh
pihak yang berada di luar organisasi masyarakat ini, seperti
pemerintah setempat yang berwewenang. Pengawasan yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap organisasi kebencanaan akan
memberikan pengaruh positif terhadap masyarakat.
e. Evaluasi yaitu penilaian terhadap bencana yang dilakukan pada
saat simulasi ataupun pada saat bencana benar-benar terjadi.
Menurut Purwana (2013) suatu masyarakat menyadari bahwa keterlibatan
warga dalam penanggulangan bencana sangat diperlukan, karena secara tidak
langsung akan memberikan keuntungan bagi mereka. Disinilah perlunya
manajemen yang bisa memberikan arahan dan aturan sehingga bisa mengetahui
apa yang seharusnya mereka lakukan untuk kedepannya. Peningkatan
kesiapsiagaan masyarakat yang memberikan peningkatan kapasitas masyarakat
dapat berupa fisik dan non-fisik. Kegiatan fisik seperti pemanfaatan lahan dengan
tepat dan penyediaan tempat evakuasi. Sedangkan peningkatan kapasitas non-fisik
seperti mempelajari gejala alam untuk mengetahui tanda-tanda datangnya
bencana, sampai saling mengingatkan di antara sesama untuk siaga dapat
membentuk kesiapsiagaan sebagai budaya dalam komunitas masyarakat.
(Suprayogi, 2014).
Dari penelitian Azmeri (2016) di Gampong Beureunut Kecamatan
Seulimum Kabupaten Aceh Besar, dihasilkan bahwa pemahaman masyarakat
mengenai banjir bandang dan pemahaman mengenai mitigasi bencana banjir
bandang sangatlah kurang. Idealnya, keberhasilan dari pelaksanaan mitigasi
adalah dikarenakan tingkat pemahaman masyarakat yang tinggi mengenai
pentingnya dilakukan mitigasi terhadap daerah yang rawan bencana alam
sehingga akhirnya masyarakat akan selalu siapsiaga terhadap bencana banjir
bandang yang akan terjadi. dapat disimpulkan bahwa masyarakat Gampong
Beureunut belum memiliki kesiapsiagaan yang cukup terhadap bencana banjir
bandang. Berdasarkan manajemen kesiapsiagaan, masyarakat Gampong
Beureunut belum terlaksana secara optimal. Hal ini karena masih kurangnya
pemahaman tentang unsurunsur manajemen sehingga belum dapat dijalankan
dengan baik. Terdapat beberapa hal yang telah dipahami oleh masyarakat, namun
banyak hal juga yang belum dilakukan sama sekali. Peningkatan manajemen
kesiapsiagaan dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dengan meningkatkan
kualitas kesiapsiagaannya, maupun pihak luar dalam hal ini aparat gampong,
BPBD dan Dinas Sosial.

B. Konsep Teori Mitigasi Bencana


1. Definisi Mitigasi Bencana
Mitigasi, adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana
2. System Mitigasi Banjir Bandang
Untuk mengurangi ancaman dan akibat bencana bandang sistem dari
beberapa tindakan dapat dilakukan yang pada prinsipnya :
a. Membuat peredam banjiir pada alur deras untuk menangkap dan
menyimpan sementara sebagian volume banjir (detention storage) agar
debit yang dilepas ke hilir maksimum sama dengan debit dominan alur
hilir. Peredam banjir dapat dibuat sebuah atau beberapa dalam seri
tergantung dari besar volume atau frekuensi banjir yang harus diredam
dan ditampung. Besar volume tampungan yang tersedia yang
tergantung kepada :
1) kelandaian dan panjang dari alur deras
2) ketinggian tebing di sepanjang alur deras.
3) Untuk menambah daya tampung peredam banjir pada alur jalin
dapat dibuat peredam banjir jika memenuhi beberapa kondisi
bagi pembuatannya khususnya memiliki tebing yang cukup
tinggi
b. Membuat embung-embung pada lokasi yang memungkinkan misalnya
dengan memanfaatkan galur-galur erosi (gullies) sebagai penambah
besar volume.
c. Mengurangi kecepatan aliran banjir bandang. Kecepatan aliran ini dapat
dikurangi khususnya pada alur transportasi membuat aliran di situ
berjenjang dengan memasang satu atau beberapa (satu seri) ground sills
untuk mendatarkan kemiringan dasar. Tindakan ini akan mengurangi
ancaman terjadinya aliran debris bersama banjir bandang.
3. Peringatan Dini Akan Terjadinya Banjir Bandang
a. Tanda-tanda akan terjadi banjir bandang.
Daerah di mana tercatat pernah terjadi banjir bandang dapat
dianggap sebagai daerah yang terancam kejadian serupa. Daerah ini
perlu diperhatikan secara khusus untuk tanda-tanda kemungkinan
terjadi banjir bandang lagi .Secara topografi dan geologi daerah-daerah
demikian mempunyai gambaran-gambaran khusus seperti telah dibahas
di atas.: Gambaran daerah tersebut dapat dipakai sebagai percontohan
untuk menentukan daerah lain yang cenderung terjadi banjir bandang
antara lain biasanya mempunyai :
1) Topografi permukaan lahan DAS yang sangat miring
2) Tutup vegetasi jarang
3) Lapisan permukaan sangat tererosi membuat lapisan tanah
bawah yang kedap air tersingkap
4) Lapisan bawah permukaan (sub surface) DAS mempunyai
permeabilitas rendah, dan mempunyai tingkat infiltrasi
rendah sehingga runoff permukaan tinggi
5) Lapis permukaan lahan sangat lapuk. Keadaan ini
menimbulkan runoff permukaan dan produksi sedimen
(sediment yield) yang akan mengendap sebagai sedimen
dasar pada alur pematus dan mungkin menyebabkan
pembendungan alam.
6) Hujan lebat sering jatuh pada daerah-daerah ini untuk
beberapa jam atau hujan yang tetap selama beberapa hari,
menimbulkan kejenuhan tanah dan akhirnya menyebabkan
banjir bandang
b. Tanda-tanda terjadinya gerakan massa tanah/longsoran .
1) Guntur di kejauhan perlu mendapatkan perhatian karena menandai
adanya hujan badai di hulu yang dapat mengirimkan runoff besar
yang dapat menimbulkan banjir bandang sebagai bencana yang
datang tanpa peringatan.
2) Meningkatnya kekeruhan air sungai di hilir secara mendadak,
suara gemuruh dari aliran air dapat menjadi tanda adanya
bendungan (alam) yang bobol atau mendadak hanyutnya sumbatan
debris pepohonan yang dapat menimbulkan banjir bandang dan
aliran debris di hilir.
c. Peringatan akan terjadinya banjir bandang
Ada dua jenis peringatan bagi banjir bandang :
1) Peringatan dini berdasarkan kearifan lokal dalam menandai kapan
akan terjadi banjir bandang pada suatu daerah misalnya surutnya
debit sungai di luar keadaan sehari-hari
2) Peringatan banjir bandang lain adalah ketika terjadi bencana atau
akan terjadi bencana. Peringatan banjir bandang dikeluarkan bila
ada ramalan curah hujan lebat yang akan terjadi di daerah yang
cenderung menimbulkan banjir bandang di daerah tersebut dan bila
perlu dilakukan tindakan evakuasi dari daerah rendah. Jangan
berkendara di daerah yang mengalami banjir bandang.
3) Beberapa hal yang perlu diwaspadai bila berada di daerah yang
terancam banjir : Waspada terhadap tanda-tanda turunnya hujan
lebat mendadak. Waspadai terhadap tanda-tanda kenaikan muka air
sungai yang sangat cepat. Jangan menyeberang sungai bila terjadi
tanda-tanda kenaikan muka air sungai yang sangat cepat
4) Banjir bandang dapat terjadi oleh bobolnya tanggul atau bendungan
atau tercurahnya air yang terbendung secara tiba-tiba

C. Konsep Teori Manajemen Disaster Pre Hospital


1. Definisi Manajemen Disaster Pre Hospital
Prehospital care adalah pelayanan sebelum masuk rumah sakit.Prehospital
care seringkali menjadi aspek yang terabaikan dalam sistem pelayananan
kesehatan rumah sakit. Padahal berdasarkan laporan tahunan WHO (World Healh
Organization), sekitar 100 juta jiwa mengalami cedera serius dan 5 juta jiwa
meninggal akibat kasus kecelakaan (kasus kegawatdaruratan traumatis) di jalan
raya. Pelayanan prehospital yang baik akan mengurangi angka kematian sampai
50%. Kegagalan pelayanan prehospital seringkali terjadi karena koordinasi yang
buruk antara rumah sakit sebagai penyedia utama pelayanan kegawatdaruratan
dengan masyarakat di lapangan. Prehospital dapat dilakukan oleh tim safety di
unit kerja yang bekerjasama dengan tim medis. Pemberian pertolongan
prehospital care secara tepat dapat menurunkan resiko kematian akibat trauma
(Basri. 2015).
2. Tujuan
Tujuan dari tindakan prehospital care yaitu :
a. Mencegah bertambahnya tingkat cidera pada korban
b. Mencarikan bantuan yang lebih ahli
c. Mempertahankan jalan napas dan denyut jantung korban
d. Menyelamatkan nyawa korban (Jakarta medikal senter 119. 2013).
3. Sistem Klasifikasi
a. Prioritas 1 (P1) = Emergensi (Merah)
Pasien dgn kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan
intervensi segera, pasien dibawa ke Ruang Resusitasi, waktu tunggu nol
b. Prioritas 2 (P2) = Urgent (Kuning)
Pasien dgn penyakit yg aku, mungkin membutuhkan trolley, kursi roda
atau jalan kaki, waktu tunggu 30 menit, area Critical care
c. Prioritas 3 (P3) = Non Urgent (Hijau)
Pasien yg biasanya dapat berjalan dgn masalah medis yang minimal, luka
lama, kondisi yang timbul sudah lama, area Ambulatory / Ruang P 3
d. Prioritas 0 (P0) = Kasus kematian (Hitam)
Tidak ada respon pada segala rangsangan, tidak ada respirasi spontan,
Tidak ada bukti aktivitas jantung, hilangnya respon pupil terhadap cahaya.
D. Perawatan Untuk Individu dan Kelompok Korban Bencana
1. Dampak bencana pada aspek spiritual
Manusia sebagai makhluk yang utuh atau holistik memiliki kebutuhan
yang kompleks yaitu kebutuhan biologis, psikologis, sosial kultural dan spiritual.
Spiritual digambarkan sebagai pengalaman seseorang atau keyakinan seseorang,
dan merupakan bagian dari kekuatan yang ada pada diri seseorang dalam
memaknai kehidupannya. Spiritual juga digambarkan sebagai pencarian individu
untuk mencari makna (Bown & Williams, 1993). Dyson, Cobb, dan Forman
(1997) menyatakan bahwa spiritual menggabungkan perasaan dari hubungan
dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan kekuatan yang lebih tinggi.
Bencana adalah fenomena kehidupan yang maknanya sangat tergantung dari
mana seseorang memaknainya. Disinilah aspek spiritual ini berperan. Dalam
kondisi bencana, spiritualitas seseorang merupakan kekuatan yang luar biasa,
karena spiritualitas seseorang ini mempengaruhi persepsi dalam memaknai
bencana selain faktor pengetahuan, pengalaman, dan sosial ekonomi. Kejadian
bencana dapat merubah pola spiritualitas seseorang. Ada yang bertambah
meningkat aspek spiritualitasnya ada pula yang sebaliknya. Bagi yang
meningkatkan aspek spiritualitasnya berarti mereka meyakini bahwa apa yang
terjadi merupakan kehendak dan kuasa sang Pencipta yang tidak mampu di
tandingi oleh siapapun. Mereka mendekat dengan cara meningkatkan
spiritualitasnya supaya mendapatkan kekuatan dan pertolongan dalam
menghadapi bencana atau musibah yang dialaminya. Sedangkan bagi yang
menjauh umumnya karena dasar keimanan atau keyakinan terhadap sang pencipta
rendah, atau karena putus asa.
2. Dampak bencana pada aspek psikososial
Psikososial merupakan salah satu istilah yang merujuk pada
perkembangan psikologi manusia dan interaksinya dengan lingkungan sosial. Hal
ini terjadi karena tidak semua individu mampu berinteraksi atau sepenuhnya
menerima lingkungan sosial dengan baik. Psikososial adalah Suatu kondisi yang
terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya
secara terintegrasi. Aspek kejiwaan berasal dari dalam diri kita, sedangkan aspek
sosial berasal dari luar, dan kedua aspek ini sangat saling berpengaruh kala
mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan. Definisi lain menyebutkan
bahwa aspek psikososial merupakan aspek hubungan yang dinamis antara dimensi
psikologis/kejiwaan dan sosial. Penderitaan dan luka psikologis yang dialami
individu memiliki kaitan erat dengan keadaan sekitar atau kondisi sosial.
Pemulihan psikososial bagi individu maupun kelompok masyarakat ditujukan
untuk meraih kembali fungsi normalnya sehingga tetap menjadi produktif dan
menjalani hidup yang bermakna setelah peristiwa yang traumatik (Iskandar,
Dharmawan & Tim Pulih, 2005).
Dengan demikian dampak psikososial adalah suatu perubahan psikis dan
sosial yang terjadi setelah adanya bencana atau peristiwa traumatik misalnya
tsunami, banjir, tanah longsor atau seperti luapan lumpur Lapindo. Respon
individu paska trauma bervariasi tergantung dari persepsi dan kestabilan emosi
ynag dimilikinya. Menurut Keliat, dkk (2005), ada 3 tahapan reaksi emosi yang
dapat terjadi setelah bencana, yaitu : pertama, reaksi individu segera (24 jam)
setelah bencana dengan reaksi yang diperlihatkan: Tegang, cemas dan panik;
terpaku, linglung, syok, tidak percaya; gembira/euphoria, tidak terlalu merasa
menderita; lelah; bingung; gelisah, menangis dan menarik diri; merasa bersalah.
Reaksi ini termasuk reaksi normal terhadap situasi yang abnormal dan
memerlukan upaya pencegahan primer.
Adapun yang kedua adalah minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga setelah bencana. Reaksi yang diperlihatkan antara lain: ketakutan, waspada,
sensitif, mudah marah, kesulitan tidur; kuatir, sangat sedih; mengulang-ulang
kembali (flashback) kejadian; bersedih. Reaksi positif yang masih dimiliki yaitu:
Berharap dan berpikir tentang masa depan, terlibat dalam kegiatan menolong dan
menyelamatkan; menerima bencana sebagai takdir. Kondisi ini masih termasuk
respon normal yang membutuhkan tindakan psikososial minimal, terutama untuk
respon yang maladaptif.
Sedangkan reaksi yang Ketiga adalah lebih dari minggu ketiga setelah
bencana dengan reaksi yang diperlihatkan dapat menetap. Manifestasi diri yang
ditampilkan yaitu : Kelelahan; merasa panik; kesedihan terus berlanjut, pesimis
dan berpikir tidak realistis; tidak beraktivitas, isolasi dan menarik diri; kecemasan
yang dimanifestasikan dengan palpitasi, pusing, letih, mual, sakit kepala, dan lain
- lain. Kondisi ini merupakan akumulasi respon yang menimbulkan masalah
psikososial.
Masalah psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu
baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal
balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya
gangguan jiwa (atau gangguan kesehatan) secara nyata, atau sebaliknya masalah
kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial. Ciri-ciri masalah
psikososial antara lain:
a. cemas, khawatir berlebihan, takut
b. mudah tersinggung
c. sulit konsentrasi
d. bersifat ragu-ragu/merasa rendah diri
e. merasa kecewa
f. pemarah dan agresif
g. reaksi fisik seperti: jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala (CMHN,
2005).
Bab III
PEMBAHASAN
A. Konsep Mitigasi
Dalam video yang berjudul “Tanggap Darurat Bencana Banjir Bandang” kami telah
menyaksikan bahwa mitigasi terhadap Banjir Bandang adalah sebagia berikut :
1. Ada beberapa Tim dalam tanggap bencana yaitu : Dokter, basarnas dan Tim PMI
Bekerja sama untuk mencari korban bencana bajir bandang di Bengkulu serta
menentukan kategori triase dengan memasang pita sesuai warna trise pada
korban.
2. Kategori triase :
Pasien meninggal : warna hitam
Pasien luka ringan/ cedera : warna kuning
Pasien gawa darurat : warna merah
Pasien bisa berjalan : warna hijau
3. Ditemukan seorang wanita tergeletak lemah dan mengelami luka ringan lalu
diberi tanda dengan pita kuning
4. kemudian terdapat korban meninggal ditandai dengan nadi yang tidak teraba
diberi tanda pita hitam
5. ditemukan ibu hamil dengan pendarahan diberi tanda pita merah dan segera diberi
pertolongan
6. ditemukan korban wanita dan masih bisa berjalan diberi tanda pita hijau

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,


baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Banjir merupakan peristiwa ketika air
menggenangi suatu wilayah yang biasanya tidak tergenangi air dalam jangka waktu
tertentu. Banjir biasanya terjadi karena curah hujan turun terus menerus dan
mengakibatkan meluapnya air sungai, danau, laut, drainase karena jumlah air yang
melebihi daya tampung media penopang air dari curah hujan tadi.
Selain disebabkan faktor alami, yaitu curah hujan yang tinggi, banjir juga terjadi
karena ulah manusia. Contoh, berkurangnya kawasan resapan air karena alih fungsi
lahan, penggundulan hutan yang meningkatkan erosi dan mendangkalkan sungai, serta
perilaku tidak bertanggung jawab seperti membuang sampah di sungai dan mendirikan
hunian di bantaran sungai. Kejadian bencana banjir sangat bersifat lokal. Satu daerah bisa
terlanda banjir dan daerah lainnya aman. Oleh sebab itu informasi mengenai banjir yang
resmi biasanya berasal dari institusi di daerah yang bertanggung jawab, seperti BPBD.
Kendati sifatnya bencana lokal, namun terkadang banjir juga dapat meluas dan
melumpuhkan kehidupan perkotaan seperti yang pernah terjadi di beberapa daerah di
Kabupaten Grobogan. Oleh sebab itu, langkah antisipasi harus dilakukan baik sebelum,
saat, dan pascabencana banjir.
PRA BENCANA

1.     Mengetahui istilah-istilah peringatan yang berhubungan dengan bahaya banjir,


seperti Siaga I sampai dengan Siaga IV dan langkah-langkah apa yang harus
dilakukan.
2.     Mengetahui tingkat kerentanan tempat tinggal kita, apakah di zona rawan banjir
(bisa menggunakan aplikasi inarisk)
3.     Mengetahui cara-cara untuk melindungi rumah kita dari banjir
4.     mengetahui saluran dan jalur yang sering dilalui air banjir dan apa dampaknya
untuk rumah kita
5.     Melakukan persiapan untuk evakuasi, termasuk emmahami rute evakuasi dan
daerah yang lebih tinggi
6.     Membicarakan dengan anggota keluarga mengenai ancaman banjir dan
merencanakan tempat pertemuan apabila anggota keluarga terpencar-pencar
7.     mengetahui bantuan apa yang bisa diberikan apabila ada anggota keluarga yang
terkena banjir.
8.     Mengetahui kebutuhan-kebutuhan khusus anggota keluarga dan tetangga apabila
banjir terjadi
9.     Membuat persiapan untuk hidup mandiri selama sekurangnya tiga hari, misalnya
persiapan tas siaga bencana, penyediaan makanan dan air minum
10. mengetahui bagaimana mematikan air, listrik dan gas
11. mempertimbangkan asuransi banjir
12. berkaitan dengan harta dan kepemilikan, maka anda bisa membuat catatan harta
kita, mendokumentasikan dalam foto, dan simpan dokumen tersebut di tempat
yang aman
13. menyimpan berbagai dokumen penting ditempat yang aman.
14. hindari membangun di tempat rawan banjir kecuali ada upaya penguatan dan
peninggian bangunan rumah

SAAT BENCANA
1.     Apabila banjir akan terjadi di wilayah Anda, maka simaklah informasi dari berbagai
media mengenai informasi banjir untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
2.     Apabila terjadi banjir, segeralah evakuasi ke tempat yang lebih tinggi.
3.     Waspada terhadap arus bawah, saluran air, kubangan, dan tempat-tempat lain yang
tergenang air.
4.     Ketahui risiko banjir dan banjir bandang di tempat Anda, misalnya banjir bandang dapat
terjadi di tempat Anda dengan atau tanpa peringatan pada saat hujan biasa atau deras.
5.     Apabila Anda harus bersiap untuk evakuasi: amankan rumah Anda. Apabila masih
tersedia waktu, tempatkan perabot di luar rumah atau di tempat yang aman dari banjir.
Barang yang lebih berharga diletakan pada bagian yang lebih tinggi di dalam rumah.
6.     Matikan semua jaringan listrik apabila ada instruksi dari pihak berwenang. Cabut alat-
alat yang masih tersambung dengan listrik. Jangan menyentuh peralatan yang
bermuatan listrik apabila Anda berdiri di atas/dalam air.
7.     Jika ada perintah evakuasi dan Anda harus meninggalkan rumah: Jangan berjalan di arus
air. Beberapa langkah berjalan di arus air dapat mengakibatkan Anda jatuh.
8.     Apabila Anda harus berjalan di air, berjalanlah pada pijakan yang tidak bergerak.
Gunakan tongkat atau sejenisnya untuk mengecek kepadatan tempat Anda berpijak.
9.     Jangan mengemudikan mobil di wilayah banjir. Apabila air mulai naik, abaikan mobil
dan keluarlah ke tempat yang lebih tinggi. Apabila hal ini tidak dilakukan, Anda dan
mobil dapat tersapu arus banjir dengan cepat.
10. Bersihkan dan siapkan penampungan air untuk berjaga-jaga seandainya kehabisan air
bersih.
11. Waspada saluran air atau tempat melintasnya air yang kemungkinan akan dilalui oleh
arus yang deras karena kerap kali banjir bandang tiba tanpa peringatan.

PASCA BENCANA

1. Hindari air banjir karena kemungkinan kontaminasi zat-zat berbahaya dan


ancaman kesetrum.
2. Waspada dengan instalasi listrik.
3. Hindari air yang bergerak.
4. Hindari area yang airnya baru saja surut karena jalan bisa saja keropos dan
ambles.
5. Hindari lokasi yang masih terkena bencana, kecuali jika pihak yang berwenang
membutuhkan sukarelawan.
6. Kembali ke rumah sesuai dengan perintah dari pihak yang berwenang.
7. Tetap di luar gedung/rumah yang masih dikelilingi air.
8. Hati-hati saat memasuki gedung karena ancaman kerusakan yang tidak terlihat
seperti pada fondasi.
9. Perhatikan kesehatan dan keselamatan keluarga dengan mencuci tangan
menggunakan sabun dan air bersih jika Anda terkena air banjir.
10. Buang makanan yang terkontaminasi air banjir.
11. Dengarkan berita atau informasi mengenai kondisi air, serta di mana mendapatkan
bantuan perumahan/shelter, pakaian, dan makanan.
12. Dapatkan perawatan kesehatan di fasilitas kesehatan terdekat.
13. Bersihkan tempat tinggal dan lingkungan rumah dari sisa-sisa kotoran setelah
banjir.
14. Lakukan pemberantasan sarang nyamuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
15. Terlibat dalam kaporitisasi sumur gali.
16. Terlibat dalam perbaikan jamban dan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL).
B. Konsep Disaster Pre Hospital
Bencana (Disaster) Menurut UU No. 24 tahun 2007, pengertian bencana adalah
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Toha, 2007).
1. Tahapan Bencana
Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster,
tahap serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergency dan tahap
rekonstruksi.
a. Tahapan Pra Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya
mulai saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact.
Tahap ini dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis
karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap
terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan
kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah
besarnya korban saat bencana menyerang (impact), peringatan dini
dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana. Dengan
pertimbangan bahwa, yang pertama kali menolong saat terjadi bencana
adalah masyarakat awam atau awam khusus (first responder), maka
masyarakat awam khusus perlu segera dilatih oleh pemerintah kabapaten
kota. Latihan yang perlu diberikan kepada masyarakat awam khusus dapat
berupa : Kemampuan minta tolong, kempuan menolong diri sendiri,
menentukan arah evakuasi yang tepat, memberikan pertolongan serta
melakukan transportasi. Peran tenaga kesehatan dalam fase Pra Disaster
adalah:
1) Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang
berhubungan dengan penanggulangan ancaman bencana untuk tiap
fasenya.
2) Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah,
organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun
lembagalembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan
dan simulasi persiapan menghadapi bencana kepada masyarakat.
3) Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana
yang meliputi hal-hal berikut ini:
 Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana.
 Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti
menolong anggota keluarga yang lain.
 Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan
nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit
dan ambulance.
b. Tahapan Bencana (Impact)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase),
waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan
bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang
berhenti. Waktu serangan yang singkat misalnya: serangan angin puting
beliung, serangan gempa di Jogyakarta atau ledakan bom, waktunya hanya
beberapa detik saja tetapi kerusakannya bisa sangat dahsyat. Waktu
serangan yang lama misalnya : saat serangan tsunami di Aceh terjadi
secara periodik dan berulang-ulang, serangan semburan lumpur lapindo
sampai setahun lebih bahkan sampai sekarang belum berhenti yang
mengakibatkan jumlah kerugian yang sangat besar. Peran tenaga
kesehatan pada fase Impact adalah :
1) Bertindak cepat.
2) Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan
apapun secara pasti dengan maksud memberikan harapan yang
besar pada korban selamat.
3) Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan.
4) Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok
yang menanggulangi terjadinya bencana.
c. Tahapan Emergency
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana
yang pertama, bila serangan bencana terjadi secara periodik seperti di
Aceh dan semburan lumpur Lapindo sampai terjadi-nya rekonstruksi.
Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Pada tahap emergensi ini, korban memerlukan bantuan dari tenaga medis
spesialis, tenaga kesehatan gawat darurat, awam khusus yang terampil dan
tersertifikasi. Diperlukan bantuan obat-obatan, balut bidai dan alat
evakuasi, alat transportasi yang efisien dan efektif, alat komunikasi,
makanan, pakaian dan lebih khusus pakaian anakanak, pakaian wanita
terutama celana dalam, BH, pembalut wanita yang kadang malah hampir
tidak ada. Diperlukan mini hospital dilapangan, dapur umum dan mana-
jemen perkemahan yang baik agar kesegaran udara dan sanitasi lingkung-
an terpelihara dengan baik. Peran tenaga kesehatan ketika fase emergency
adalah :
1) Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek
kesehatan sehari-hari.
2) Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan
harian.
3) Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS.
4) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian e. Memeriksa dan
mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi,
peralatan kesehatan.
5) Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri
dan lingkungannya
6) Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban
(ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan
mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan,
insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot).
7) Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi
bermain.
8) Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para
psikolog dan psikiater.
9) Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.
Tenaga kesehatan dan juga tim sangat perlu untuk mengetahui
triage bencana untuk mempercepat evakuasi korban bencana banjir
bandang, dan memberikan pertolongan sebanyak banyaknya. Triage
bencan juga bertujuan untuk memberikan pertolongan pertama pada
korban cidera agar dapat bertahan hidup. Triage bencana yang dapat
digunakan pada korban dewasa adalah triage START dengan mengacu
pada respirasi, perfusi dan status mental. Sedangkan pada korban anak
anak dapat menggunakan triage Jump STAR. Triage juga dapat
menggunakan metode klasifikasi yaitu :
 Merah / emergensi : untuk pasien dengan kondisi
mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi
segera, waktu tunggu nol.
 Kuning / urgent : pasien dengan penyakit yang akut,
membutuhkan trolley, kursi roda atau berjalan kaki, waktu
tunggu 30 menit
 Hijiau / non urgent : pasien yang biasanya dapat berjalan
dengan masalah medis yang minimal , kondisi penyakit
yang sudah lama timbul.
 Hitam / kasus kematian : tidak terdapat respon pada segala
rangsangan, tidak terdapat respirasi spontan, tidak terdapat
bukti aktivitas jantung dan hilangnya respon pupil terhadap
cahaya
d. Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat ting-gal, sarana umum
seperti sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga.
Pada tahap rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi
yang lebih utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita
perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai
dan norma norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Deng-an
melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita
berharap kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi
bencana. Situasi ini seharus-nya bisa dijadikan momentum oleh
pemerintah untuk membangun kembali Indonesia yang lebih baik, lebih
beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya, lebih me-miliki daya saing
di dunia internasional. Hal ini yang nampaknya kita rindukan, karena yang
seringkali kita baca dan kita dengar adalah penyalahgunaan bantuan untuk
korban bencana dan saling tunggu antara pemerintah daerah dengan
pemerintah pusat. Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah:
1) tenaga kesehatanan pada pasien post traumatic stress
disorder(PTSD).
2) tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerjasama dengan unsur lintas sector menangani masalah
kesehatan masyarakat pasca gawat darurat serta mempercepat fase
pemulihan (Recovery) menuju keadaan sehat dan aman.
2. MANAJEMEN BENCANA
Manajemen bencana adalah sebuah proses yang terus menerus dimana
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil merencanakan dan mengurangi
pengaruh bencana, mengambil tindakan segera setelah bencana terjadi, dan
mengambil langkah-langkah untuk pemulihan (Susanto 2006:10). Hal ini
merupakan proses penting dalam menyikapi dalam pengambilan tindakan dan
penyelesaian pasca bencana. Oleh karena itu, Proses lintas sektoral yang
terintegrasi dan berkelanjutan dalam rangka mencegah dan mengurangi akibat
bencana, meliputi mitigasi, kewaspadaan, tanggapan terhadap bencana serta
upaya pemulihan (Warto 2002:23).
Dalam manajemen bencana ini, penulis menemukan teori manajemen
bencana yang ditulis oleh Nick Carter (1991) dalam bukunya yang berjudul
Disaster Management : A Disaster Manager’s Handbook, yang terdiri dari enam
tahapan dalam manajemen bencana yaitu prevention (pencegahan), mitigation
(peringanan), preparedness (kesiapsiagaan), disaster impact (dampak bencana),
response (tanggapan), recovery (pemulihan), dan development (pembangunan)
(Carter 1991:56).
Dari banyak tahapan manajemen bencana tersebut, peneliti hanya
membatasi pembahasan pada penanggulangan bencana alam, yaitu tahapan
setelah bencana terjadi, meliputi tahap response (tanggapan), recovery
(pemulihan), dan development (pembangunan). Hal ini dilakukan karena peneliti
berpendapat bahwa meskipun hanya mengambil tiga tahapan tersebut sudah
menggambarkan manajemen bencana secara keseluruhan.
Response adalah tindakan yang segera diambil sebelum dan sesudah
dampak bencana yang diarahkan untuk menyelamatkan nyawa dan melindungi
harta benda, dan yang berurusan dengan gangguan langsung, kerusakan dan efek
lainnya yang disebabkan oleh bencana. Recovery adalah proses dimana
masyarakat dan bangsa dibantu untuk kembali ke fungsi kehidupan seperti
sebelumnya setelah bencana. Sedangkan development adalah hubungan antara
kegiatan yang berhubungan dengan bencana dan pembangunan nasional yang
dimaksudkan untuk memastikan bahwa hasil bencana secara efektif tercermin
dalam kebijakan masa depan untuk kepentingan kemajuan nasional.
Manajemen bencana dalam penelitian ini terdiri dari upaya pemerintah
dan partisipasi dari masyarakat. Jadi yang akan diulas adalah produk dari apa
yang sudah diupayakan oleh pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam
penanggulangan bencana alam.Bencana alam sendiri adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala alam, seperti gunung meletus,
tanah longsor, banjir, gelombang pasang (tsunami), angin ribut, kebakaran hutan,
kekeringan, gas beracun, dan banjir lahar yang dapat mengakibatkan korban dan
penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan dan lain-lain
(Warto 2002:13).

C. Analisa Peran Perawat Sebagai Tim Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana dan
Analisa Peran Masing Masing Tim Penanggulangan Bencana
Ada beberapa hal yang bisa perawat lakukan dalam penanggulangan bencana.
1. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah membantu melakukan pencarian,
penyelamatan, dan melokalisasi korban.
2. Triage, hal itu mengharuskan perawat untuk melakukan identifikasi secara cepat
korban bencana yang membutuhkan stabilisasi segera.
3. Pertolongan pertama, pertolongan pertama yang dilakukan seperti mengobati luka
rubfab serta melakukan pertolongan bantuan hidup dasar.
4. Membantu proses pemindahan korban. Pemindahan korban bencana tidak boleh
dilakukan oleh sembarang orang, perawat dibekali kemampuan untuk memeriksa
kondisi dengan memantau tanda-tanda vital sehingga dapat melakukan
pemindahan korban dengan baik.
5. Perawatan di rumah sakit.
6. Melakukan Rapid Health Assesment.
Selain itu, perawat memiliki peran di dalam posko pengungsian dan posko bencana.
Hal yang dapat dilakukan, yakni mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian hingga
berkolaborasi dengan petugas farmasi untuk mengecek ketersediaan obat.
Fase postimpact juga membutuhkan peran perawat di dalamnya. Dalam fase ini, perawat
membantu masyarakat untuk hidup normal kembali melalui proses konsultasi atau
edukasi serta membantu memulihkan kondisi fisik dengan cepat.

Peran Polisi dalam penanggulangan bencana :


1. Menciptakan keamanan & keterbitan dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi &
rekonstruksi pasca gempa bumi
2. Pendistribusian Logistik
3. Pembersihan Puing Reruntuhan bangunan
Peran TNI dalam penanggulangan bencana :
1. Memberikan dukungan kelancaran pelaksanaan kegiatan rehabilitasi &
rekonstruksi pasca bencana gempa bumi
2. Evakuasi korban
3. Memperbaiki instalasi air bersih & membangun MCK
Bab IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan teori diatas dapat disimpulkan bahwa banjir bandang
merupakan bencana alam yang sangat merugikan baik dari segi materi, hingga dapat
menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu diperlukan penanggulangan bencana yang
tepat untuk meminimalisir adanya korban jiwa dalam jumlah yang banyak. perawat dan
juga tenaga kesehatan lain memiliki peran yang sangat penting pada saat terjadi bencana
alam banjir bandang. Sehingga perawat atau mahasiswa keperawatan perlu diberikan
pelatihan dan pembelajaran terkait penanganan pencegahan dan penanggulangan bencana
alam khususnya banjir bandang.
B. Saran
Video yang ditayangkan sudah cukup jelas dan mudah dipahami. Akan tetapi bisa
ditambahkan suara dibagian awal agar lebih jelas. Dalam video tersebut tidak ada
mitigasi pra dan pasca bencana, jadi bisa ditambahkan pra dan pasca bencana
DAFTAR PUSTAKA

McCaughrin, W. C. (2013). Perfect Storm: Organi-zational Management of Patient Care


UnderNatural Disaster Condition. Journal of Healthcare Management, 45(5), 295-310
Legg, T. J. (2010). Nursing in Disaster Situations: Are You Prepared to Answer the Call?.
Pennsylva-nia Nurse 4-9.
Ir. HR Mulyanto Dip. HE. (2012) Petunjuk Tindakan dan Sistem Mitigasi bencana, Directorat
sungai dan pantai direktorat jenderal sumber daya air Kementrian pekerjaan umum. 1-58
Azmeri, Safrida, & Mironi, R. (2016). Manajemen Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Bencana
Banjir Bandang di Desa Beureunut Kecamatan Seulimun Kabupaten Aceh Besar. Seminar
Nasional Teknik Sipil, (August), 1–5.
Suprayogi, S. dkk. (2014). PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM
MANAJEMEN BENCANA BANJIR BANDANG.
Nurmansyah, Muhammad; Buanasari, Andi.(2019). Pengaruh Pendidikan Kebencanaan Banjir
Bandang Terhadap Kesiapsiagaan Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FK UNSRAT.
E-Journal Keperawatan.
Putri, Yennie Pratiwi dkk. (2018). Arahan Mitigasi Bencana Banjir Bandang Di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Kuranji Kota Padang. Majalah Ilmiah Globe.

Anda mungkin juga menyukai