Disusun Oleh :
Kelompok 3
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................3
A. Konsep Dasar...................................................................................................................................3
1. Pengertian.......................................................................................................................................3
2. Penyebab.....................................................................................................................................3
3. Tanda dan Gejala.........................................................................................................................4
4. Faktor resiko................................................................................................................................5
5. Komplikasi....................................................................................................................................5
6. Pendekatan Terapi Terkini Untuk Ards........................................................................................6
B. Asuhan Keperawatan.......................................................................................................................6
1) Pengkajian...................................................................................................................................6
2) Analisa Data dan diagnose keperawatan.....................................................................................8
3. Intervensi Keperawatan...................................................................................................................9
3) Implementasi............................................................................................................................12
C. Pengobatan....................................................................................................................................13
Daftar pustaka.........................................................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut
yang memerlukan perawatan di intensive care unit (ICU) dengan angka kematian yang
tinggi yaitu mencapai 60%. Dahulu ARDS memiliki banyak nama lain seperti wet lung,
shock lung, leaky-capillary pulmonary edema dan adult respiratory distress syndr ome.
Tidak ada tindakan yang spesifik untuk mencegah kejadian ARDS meskipun faktor risiko
sudah diidentifikasi sebelumnya. ( Susanto & Sari, 2012) .
ARDS adalah kondisi mengancam jiwa yang diakibatkan oleh karena infeksi atau
trauma pada paru. Adanya inflamasi pada parenkim paru akan mengakibatkan gangguan
pertukaran gas, hipoksemia dan kegagalan fungsi organ. Angka mortalitas pada penyakit
ini mencapai 90% akan tetapi dengan diagnosis dini dan terapi yang adekuat maka angka
mortalitas dapat ditekan hingga menjadi 50% (Widyaningsih & Koesoemoprodjo, 2016).
2. Penyebab
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang dapat
berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi
sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko yang paling tinggi, mikroorganisme dan
produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap parenkim paru dan
merupakan faktor risiko terbesar kejadian ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS
berkisar antara 30-50%. Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai faktor
risiko ARDS (30%). Aspirasi cairan lambung dengan pH < 2,5 akan menyebabkan
penderita mengalami chemical burn pada parenkim paru dan menimbulkan kerusakan
berat pada epitel alveolar ( Susanto & Sari, 2012). Acute respiratory distress syndrome
(ARDS) dapat disebabkan karena neurogenic pulmonary edema (NPE), pneumonia,
aspirasi, dan emboli paru. (junaidi dkk, 2016). Acute repiratory distress syndrome
(ARDS) disebabkan dari paru (aspirasi, pneumonia) dan dari luar paru (sepsis, trauma
berat). (Susanto & Sari, 2012).
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah sekumpulan gejala dan tanda
yang terdiri dari empat komponen yaitu: gagal napas akut, perbandingan antara PaO2
/FiO2< 300 mmHg untu ALI dan < 200mmHg untuk ARDS, terdapat gambaran infiltrate
alveolar bilateral yang sesuai dengan gambaran edema paru pada foto toraks dan tidak ada
hipertensi atrium kiri serta tekanan kapiler wedge paru < 18 mmHg (Susanto & Sari,
2012).
4. Faktor resiko
Sebagian besar kasus ARDS berhubungan dengan sepsis terkait paru (pulmonary
sepsis) sebanyak 46% atau sepsis bukan karena paru sebanyak 33%. Faktor risiko antara
lain keadaan yang menyebabkan kelainan langsung pada paru seperti pneumonia, trauma
inhalasi, kontusio pulmonum, maupun keadaan yang menyebabkan kelainan tidak
langsung pada paru seperti sepsis bukan karena paru, luka bakar, transfusion-related
acute lung injury, alkoholisme kronik, dan riwayat pajanan terhadap asap secara aktif
maupun pasif pada kasus trauma. Faktor risiko untuk anak sedikit berbeda dari dewasa,
karena didapatkan keadaan yang terkait usia, seperti infeksi respiratory synctitial virus
dan tenggelam. Studi terbaru menyebutkan bahwa 7.1% kasus yang masuk ke ICU dan
16.1% kasus yang menggunakan ventilator mengalami ARDS. Angka mortalitas rumah
sakit kasus ARDS diperkirakan antara 34-55%. Faktor risiko penentu mortalitas termasuk
meningkatnya usia, perburukan kegagalan multiorgan, adanya komorbid paru dan non-
paru, skor APACHE II (Acute Physiology and Chronic Health Evaluation) yang lebih
tinggi, dan asidosis. Kematian terkait ARDS paling sering disebabkan oleh kegagalan
multiorgan. Kematian yang disebabkan oleh hipoksemia refrakter hanya 16% dari seluruh
kasus (Bakhtiar & Maranatha, 2018).
5. Komplikasi
Sekitar 30-65% dari seluruh kasus ARDS mengalami komplikasi VAP (ventilator-
associated pneumonia) yang biasanya terjadi lebih dari 5-7 hari sejak penggunaan
ventilasi mekanik dan sering didahului oleh kolonisasi patogen pada saluran napas
bawah. Komplikasi lain dari ARDS adalah barotrauma (pneumotoraks,
pneumomediastinum, emfisema subkutan) sebagai efek dari ventilasi tekanan positif pada
paru yang kompliansnya menurun. Karena hampir seluruh pasien dengan ARDS akan
berada pada posisi berbaring, maka mendiagnosis pneumotoraks akan membutuhkan
kecermatan, penampakan radiologisnya dapat berbeda dan lebih samar pada pasien
dengan posisi berbaring. Data dari beberapa studi prospektif menyebutkan bahwa
barotrauma terjadi pada kurang dari 10% kasus ARDS (Bakhtiar & Maranatha, 2018).
B. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Identitas Pasien
a. Inisial pasien : Tn. AS
b. Nomor RM :
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Umur : 24 tahun
b. Riwayat Kesehatan :
1) Pasien datang dengan penurunan kesadaran ke UGD RSUP Sanglah rujukan dari
BIMC dengan diagnosis Near Drowning with Acute Respiratory Distress Syndrome
Acute Pneumonia. Pasien dikatakan mengalami tenggelam dipantai seminyak ± 6 jam
sebelum masuk rumah sakit. Menurut temannya pasien tenggelam selama ± 15 menit.
Pasien dikatakan berada dipinggir pantai kemudian tiba-tiba ombak besar
menghantam mereka dan terlempar ke dalam air. Penjaga pantai segera menolongnya.
Pasien ditemukan tidak sadar, mata terbuka tapi tidak ada respon, tidak bernafas oleh
penjaga pantai segera diberikan resusitasi jantung paru selama 5 menit. Pasien tiba-
tiba dapat bernafas spontan kembali dan mata kembali fokus namun tidak dapat
bersuara, pernafasan terdengar wheezing.
AIRWAY
BREATHING
CIRCULATION
DISABILITY
ELIMINATION
Diagnosa Keperawatan :
1) Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan napas.
3) Gangguan Penyapihan ventilator b.d hambatan upaya napas
3. Intervensi Keperawatan
a) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
a. Dispnea menurun
b. Penggunaan otot bantu napas menurun
c. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
d. Frekuensi napas membaik
e. Kedalaman napas membaik
f. Kesulitan bernapas menurun
1. Observasi
2. Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Edukasi
a. Dispnea menurun
b. Penggunaan otot bantu napas menurun
c. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
d. Frekuensi napas membaik
e. Kedalaman napas membaik
f. Kesulitan bernapas menurun
1.Observasi
3. Edukasi
1. Observasi
a. Periksa kemampuan untuk disapih (meliputi hemodinamik stabil, kondisi
optimal, bebas infeksi)
b. Monitor predictor kemampuan untuk mentolelur penyapihan
c. Monitor tanda tanda kelelahan otot pernafasan
d. Monitor status cairan dan elektrolit
2. Terapeutik
a. Posisikan pasien semi fowler (30-45 derajat)
b. Lakukan pengisapan jalan nafas, jika perlu
c. Berikan fisioterapi dada jika perlu
d. Hindari pemberian sedasi farmakologis selama percobaan penyapihan
e. Berikan dukungan psikologis
3. Edukasi
a. Ajarkan cara pengontrolan nafas saat penyapihan
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat yang meningkatkan kepatenan jalan nafas dan pertukaran
gas.
3) Implementasi
a) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
1. Observasi
2. Terapeutik
3. Edukasi
1. Observasi
a. Memonitor frekuensi napas, kedalaman, dan upaya napas
b. Memonitor pola napas
c. Memonitor kemampuan batuk efektif
d. Memonitor adanya produksi sputum
e. Memonitor adanya sumbatan jalan napas
f. Mengauskultasi bunyi napas
g. Memonitor saturasi oksigen
2. Terapeutik
a. Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b. Menginformasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Edukasi
a. Menjelaskan tujuan dan proedur pemantauan
b. Menginformasikan hasil pemantauan, jika perlu
c) Gangguan Penyapihan ventilator b.d hambatan upaya napas
1. Observasi
e. Memeriksa kemampuan untuk disapih (meliputi hemodinamik stabil, kondisi
optimal, bebas infeksi)
f. Memonitor predictor kemampuan untuk mentolelur penyapihan
g. Memonitor tanda tanda kelelahan otot pernafasan
h. Memonitor status cairan dan elektrolit
2. Terapeutik
a. Memposisikan pasien semi fowler (30-45 derajat)
b. Melakukan pengisapan jalan nafas, jika perlu
c. Memberikan fisioterapi dada jika perlu
d. Menghindari pemberian sedasi farmakologis selama percobaan penyapihan
e. Memberikan dukungan psikologis
3. Edukasi
a. Mengajarkan cara pengontrolan nafas saat penyapihan
4. Kolaborasi
b. Melakukan kolaborasi pemberian obat untuk meningkatkan kepatenan jalan nafas
dan pertukaran gas.
C. Pengobatan
Pengobatan ARDS menggunakan obat-obatan atau dikombinasikan dengan perawatan
lainnya. Berikut ini perawatan ARDS yang bisa dilakukan, yaitu
1) Obat-Obatan
Pemberian obat-obatan untuk pengidap ARDS bertujuan untuk meringankan gejala.
Berikut obat-obatan yang dapat diberikan, Obat pereda nyeri untuk meringankan
ketidaknyamanan, Antibiotik untuk mengobati infeksi apabila ARDS disebabkan oleh
bakteri, Obat pengencer darah untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di paru-
paru atau kaki.
2) Terapi Oksigen
3) Pengelolaan Cairan
Mengelola asupan cairan penting untuk menunjang pengobatan pengidap ARDS.
Hal ini bertujuan agar tubuh pengidap ARDS mendapat asupan cairan yang cukup.
Pengidap ARDS yang kekurangan cairan menyebabkan organ dan jantung menjadi
tegang. Meski begitu, terlalu banyak cairan dalam tubuh juga berisiko menyebabkan
penumpukan cairan lebih banyak di paru-paru. Oleh karena itu, pengelolaan cairan harus
dipastikan seimbang.
4) Rehabilitasi Paru-Paru
Pengidap ARDS yang sudah cukup pulih, tetap perlu menjalankan rehabilitasi paru-
paru untuk memperkuat sistem pernapasan dan meningkatkan kapasitas paru-paru.
Rehabilitasi paru mencakup pelatihan olahraga dan belajar pengelolaan gaya hidup untuk
membantu pemulihan ARDS.
Target utama pengobatan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) adalah
untuk mengembalikan kadar oksigen tubuh ke angka normal. Untuk itu bisa dilakukan
dengan berbagai metode, seperti:
Pemberian masker oksigen
Pada ARDS dengan gejala yang tidak berat, pemberian oksigen cukup dilakukan dengan
masker yang melingkupi hidung dan mulut.
Ventilator mekanik
Ventilator mekanik diperlukan pada ARDS berat. Mesin ini bekerja sebagai alat bantu
napas untuk mencukupi kebutuhan oksigen tubuh.
Selain oksigen, pemberian cairan dalam jumlah cukup pada penderita juga tidak kalah
penting. Hal ini bisa dilakukan lewat pemberian cairan infus. Kecukupan cairan menjadi
hal utama untuk menjamin kelancaran peredaran darah dan oksigen ke seluruh organ
dalam tubuh.
Obat-obatan diberikan untuk mengatasi infeksi penyebabnya, mengurangi nyeri,
mencegah penggumpalan darah di kaki dan paru, dan untuk memberikan sedasi pada
penderita ARDS
Daftar pustaka
Korelasi Skor Glasgow Coma Scale (GCS) pada Cedera Otak Traumatik Berat dengan Kejadian
dan Derajat Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Agus Junaidi, Suwarman, Tatang
Bisri Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran–Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung (2016). Jurnal Neuroanestesi Indonesia.
JNI 2016;5(2): 87–93
Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasif Pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Yusup Subagio Susanto, Fitrie Rahayu Sari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Rumah Sakit Moewardi, Surakarta. 4
J Respir Indo Vol. 32, No. 1, Januari 2012
Seorang Perempuan Terinfeksi Tuberkulosis dengan Manifestasi Sindroma Distres Napas Akut
(ARDS) Putu Dyah Widyaningsih, Winariani Koesoemoprodjo Departemen Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo.
Jurnal Respirasi (JR), Vol. 2. No. 1 Januari 2016: 6−13
Acute Respiratory Distress Syndrome Arief Bakhtiar*, Rena Arusita Maranatha Departemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga/RSUD
Dr. Soetomo. Jurnal Respirasi (JR), Vol. 4. No. 2 Mei 2018: 51-60