Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS ARDS

Dosen Pengampu : Ns. Indah Sri Wahyuningsih, S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 3

1. Nita Arfiana 30901700058


2. Noveni Arliani 30901700060
3. Nur Mu'alimatul K 30901700065
4. Putri Winastuti 30901700070
5. Rindang Dewi A 30901700073
6. Shafilla Ramadhanty 30901700080
7. Shandy Fabbyant P 30901700081
8. Sholihatun 30901700083
9. Siti Sri M 30901700087
10. Sofa Sufiana 30901700088
11. Sri Utami 30901700091
12. Umi Khudoifah 30901700095
13. Win Muhara F 30801700101
14. Zaharani Aida 30901700106
15. Zulfa Salsabila 309017000108
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2020

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................3
A. Konsep Dasar...................................................................................................................................3
1. Pengertian.......................................................................................................................................3
2. Penyebab.....................................................................................................................................3
3. Tanda dan Gejala.........................................................................................................................4
4. Faktor resiko................................................................................................................................5
5. Komplikasi....................................................................................................................................5
6. Pendekatan Terapi Terkini Untuk Ards........................................................................................6
B. Asuhan Keperawatan.......................................................................................................................6
1) Pengkajian...................................................................................................................................6
2) Analisa Data dan diagnose keperawatan.....................................................................................8
3. Intervensi Keperawatan...................................................................................................................9
3) Implementasi............................................................................................................................12
C. Pengobatan....................................................................................................................................13
Daftar pustaka.........................................................................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut
yang memerlukan perawatan di intensive care unit (ICU) dengan angka kematian yang
tinggi yaitu mencapai 60%. Dahulu ARDS memiliki banyak nama lain seperti wet lung,
shock lung, leaky-capillary pulmonary edema dan adult respiratory distress syndr ome.
Tidak ada tindakan yang spesifik untuk mencegah kejadian ARDS meskipun faktor risiko
sudah diidentifikasi sebelumnya. ( Susanto & Sari, 2012) .

Acute respiratory distress syndrome adalah gangguan terhadap paru-paru ditandai


peradangan parenkim paru-paru sehingga mengakibatkan gangguan pertukaran gas,
hipoksemia, dan fisiologi paru yang tidak normal. Penjelasan lain terkait acute
respiratory distress syndrome adalah suatu sindrom dengan berbagai faktor risiko yang
memicu terjadinya kejadian akut insufisiensi sistem respirasi. Saat ini definisi ARDS
yang digunakan adalah definisi Berlin. Terdapat tiga kategori eksklusif ARDS yaitu
ringan, sedang, dan berat (Junaidi dkk, 2016).

ARDS adalah kondisi mengancam jiwa yang diakibatkan oleh karena infeksi atau
trauma pada paru. Adanya inflamasi pada parenkim paru akan mengakibatkan gangguan
pertukaran gas, hipoksemia dan kegagalan fungsi organ. Angka mortalitas pada penyakit
ini mencapai 90% akan tetapi dengan diagnosis dini dan terapi yang adekuat maka angka
mortalitas dapat ditekan hingga menjadi 50% (Widyaningsih & Koesoemoprodjo, 2016).

2. Penyebab
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang dapat
berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi
sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko yang paling tinggi, mikroorganisme dan
produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap parenkim paru dan
merupakan faktor risiko terbesar kejadian ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS
berkisar antara 30-50%. Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai faktor
risiko ARDS (30%). Aspirasi cairan lambung dengan pH < 2,5 akan menyebabkan
penderita mengalami chemical burn pada parenkim paru dan menimbulkan kerusakan
berat pada epitel alveolar ( Susanto & Sari, 2012). Acute respiratory distress syndrome
(ARDS) dapat disebabkan karena neurogenic pulmonary edema (NPE), pneumonia,
aspirasi, dan emboli paru. (junaidi dkk, 2016). Acute repiratory distress syndrome
(ARDS) disebabkan dari paru (aspirasi, pneumonia) dan dari luar paru (sepsis, trauma
berat). (Susanto & Sari, 2012).

3. Tanda dan Gejala


ARDS adalah kelainan yang progresif secara cepat dan awalnya bermanifestasi
klinis sebagai sesak napas (dyspneu dan tachypneu) yang kemudian dengan cepat
berubah menjadi gagal napas. Pada 2012, disetujui definisi Berlin untuk memperbaiki
beberapa keterbatasan diagnosis ARDS. Derajat hipoksemia dibagi menjadi 3, yaitu
ringan, sedang, dan berat, berdasarkan rasio PO2/FiO2 arteri dan kebutuhan PEEP (5 cm
H2O atau lebih) yang dapat diberikan melalui endotracheal tube atau non-invasive
ventilation.2 Akut didefinisikan sebagai gejala ARDS yang muncul dalam 1 minggu
sejak sebuah faktor risiko diketahui. Dua poin penting berikutnya adalah: (1) meskipun
ARDS berbeda dengan edema paru kardiogenik, namun pada ARDS dapat terjadi
hipertensi atrium kiri selama perawatan, (2) meskipun penggunaan B-type natriuretic
peptide sedang meningkat sebagai alat diagnostik untuk gagal jantung kongestif akut,
namun kemampuannya untuk membedakan ARDS dengan edema paru non kardiogenik
masih belum jelas (Bakhtiar & Maranatha, 2018).

Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah sekumpulan gejala dan tanda
yang terdiri dari empat komponen yaitu: gagal napas akut, perbandingan antara PaO2
/FiO2< 300 mmHg untu ALI dan < 200mmHg untuk ARDS, terdapat gambaran infiltrate
alveolar bilateral yang sesuai dengan gambaran edema paru pada foto toraks dan tidak ada
hipertensi atrium kiri serta tekanan kapiler wedge paru < 18 mmHg (Susanto & Sari,
2012).

Kriteria berlin untuk ARDS (Widyaningsih & Koesoemoprodjo, 2016).ARDS (Acute


Respiratory Distress Syndrome)- Berlin Criteria Waktu Dalam waktu 1 minggu setelah
adanya jejas atau gejala respirasi baru atau perburukan gejala respirasiRadiologi paru
Opasitas Bilateral- yang tidak dapat dijelaskan oleh efusi, kolaps paru atau nodul Sumber
edema Adanya gagal napas yang tidak dapat dijelaskan oleh gagal jantung atau overload
cairan Diperlukan pemeriksaan obyektif (seperti ekokardiografi ) untuk mengekslusi
adanya edema hidrostatik jika tidak ada faktor risiko yang ditemukan Oksigenasi

Ringan 200 < PaO2/FiO2 ≤ 300 with PEEP or CPAP ≥ 5 cmH2Oc

Sedang 100 < PaO2/FiO2 ≤ 200 with PEEP or CPAP ≥ 5 cmH2O

Berat PaO2/FiO2 < 100 with PEEP or CPAP ≥ 5 cmH2O

4. Faktor resiko
Sebagian besar kasus ARDS berhubungan dengan sepsis terkait paru (pulmonary
sepsis) sebanyak 46% atau sepsis bukan karena paru sebanyak 33%. Faktor risiko antara
lain keadaan yang menyebabkan kelainan langsung pada paru seperti pneumonia, trauma
inhalasi, kontusio pulmonum, maupun keadaan yang menyebabkan kelainan tidak
langsung pada paru seperti sepsis bukan karena paru, luka bakar, transfusion-related
acute lung injury, alkoholisme kronik, dan riwayat pajanan terhadap asap secara aktif
maupun pasif pada kasus trauma. Faktor risiko untuk anak sedikit berbeda dari dewasa,
karena didapatkan keadaan yang terkait usia, seperti infeksi respiratory synctitial virus
dan tenggelam. Studi terbaru menyebutkan bahwa 7.1% kasus yang masuk ke ICU dan
16.1% kasus yang menggunakan ventilator mengalami ARDS. Angka mortalitas rumah
sakit kasus ARDS diperkirakan antara 34-55%. Faktor risiko penentu mortalitas termasuk
meningkatnya usia, perburukan kegagalan multiorgan, adanya komorbid paru dan non-
paru, skor APACHE II (Acute Physiology and Chronic Health Evaluation) yang lebih
tinggi, dan asidosis. Kematian terkait ARDS paling sering disebabkan oleh kegagalan
multiorgan. Kematian yang disebabkan oleh hipoksemia refrakter hanya 16% dari seluruh
kasus (Bakhtiar & Maranatha, 2018).

5. Komplikasi
Sekitar 30-65% dari seluruh kasus ARDS mengalami komplikasi VAP (ventilator-
associated pneumonia) yang biasanya terjadi lebih dari 5-7 hari sejak penggunaan
ventilasi mekanik dan sering didahului oleh kolonisasi patogen pada saluran napas
bawah. Komplikasi lain dari ARDS adalah barotrauma (pneumotoraks,
pneumomediastinum, emfisema subkutan) sebagai efek dari ventilasi tekanan positif pada
paru yang kompliansnya menurun. Karena hampir seluruh pasien dengan ARDS akan
berada pada posisi berbaring, maka mendiagnosis pneumotoraks akan membutuhkan
kecermatan, penampakan radiologisnya dapat berbeda dan lebih samar pada pasien
dengan posisi berbaring. Data dari beberapa studi prospektif menyebutkan bahwa
barotrauma terjadi pada kurang dari 10% kasus ARDS (Bakhtiar & Maranatha, 2018).

6. Pendekatan Terapi Terkini Untuk Ards


Pendekatan terapi terkini untuk ARDS adalah meliputi perawatan suportif, bantuan
ventilator dan terapi farmakologis. Prinsip umum perawatan suportif bagi pasien ARDS
dengan atau tanpa multiple organ dysfungsi syndrome (MODS) meliputi:

1) Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.


2) Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma, infeksi nosokomial
atau toksisitas oksigen.
3) Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke end-organ dengan cara
meminimalkan angka metabolik.
4) Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan cairan tubuh.
5) Dukungan nutrisi. (Susanto & Sari, 2012).

B. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Identitas Pasien
a. Inisial pasien : Tn. AS
b. Nomor RM :
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Umur : 24 tahun
b. Riwayat Kesehatan :
1) Pasien datang dengan penurunan kesadaran ke UGD RSUP Sanglah rujukan dari
BIMC dengan diagnosis Near Drowning with Acute Respiratory Distress Syndrome
Acute Pneumonia. Pasien dikatakan mengalami tenggelam dipantai seminyak ± 6 jam
sebelum masuk rumah sakit. Menurut temannya pasien tenggelam selama ± 15 menit.
Pasien dikatakan berada dipinggir pantai kemudian tiba-tiba ombak besar
menghantam mereka dan terlempar ke dalam air. Penjaga pantai segera menolongnya.
Pasien ditemukan tidak sadar, mata terbuka tapi tidak ada respon, tidak bernafas oleh
penjaga pantai segera diberikan resusitasi jantung paru selama 5 menit. Pasien tiba-
tiba dapat bernafas spontan kembali dan mata kembali fokus namun tidak dapat
bersuara, pernafasan terdengar wheezing.

AIRWAY

 Airway clear, tidak ada obstruksi

BREATHING

 Saat Di BIMC pasien dikatakan pernafasan spontan dengan RR : 32/Xm


oxygen sat : 37 % RA. Pasien tampak distress pulmonal. Retraksi intercostal,
nasal flare, wajah sianosis, keringat, dan pucat.
 Chest x-ray didapatkan edema paru dd/ pnuemonia paru tidak terdapat
pneuomothorax. Di ICU Pasien dipasang ventilator setting pressure control,
frekuensi nafas 12, Tx : 1,6, I:E = 1:2.12, FiO2 100% dan PEEP 8, Vena
Sentral : 40.

CIRCULATION

 whezzing (+), Rhonki (+). Abdominal/pelvic dalam batas normal. Riwayat


trauma tidak ada. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Riwayat asma ada.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
 Circulation ditemukan nadi kuat yaitu 162x/m

DISABILITY

 Saat Di BIMC pasien dikatakan kesadaran : samnolence

ELIMINATION

 Urogenital terpasang kateter. Ekstremitas akral hangat. Pasien dimonitor


dengan monitor EKG, tekanan darah non-invasif, saturasi oksigen, tekanan
vena sentral dan pengukuran urine output.

2) Analisa Data dan diagnose keperawatan


No Analisa Data Diagnosa
1 DS : Pola nafas tidak efektif b.d
Takikardi hambatan upaya napas.
DO :
RR 32 x/menit  takipnea
Retraksi intercostal
Nasal flare

Foto thorax MSCT :


Emfisema subcutis
2 DS : Bersihan jalan nafas tidak efektif
Takikardi b.d benda asing dalam jalan
Takipnea napas.
DO :
RR 32 x/menit  takipnea
Nadi 162 x/menit  takikardia
Saturasi oksigen 37% RA : hipoksia berat
Distress pulmonal
Whezzing
Rhonki
Foto thorax MSCT :
Pneumothorax bilateral fisuura mayor dan minor kanan
dan fissura mayor kiri
Pneumomediastinum
Emfisema subcutis
3 DS : Gangguan Penyapihan ventilator
Klien mengeluh sesak b.d hambatan upaya napas
DO :
RR 32 x/menit  takipnea
Nafas cepat dan dangkal
Penggunaan otot bantu pernafasan

Diagnosa Keperawatan :
1) Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan napas.
3) Gangguan Penyapihan ventilator b.d hambatan upaya napas

3. Intervensi Keperawatan
a) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas

Tujuan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)

Luaran utama : Pola napas

Rencana tindakan keperawatan yang di buat penulis untuk

Mengatasi masalah pada diagnosa ini dengan Kriteria Hasil:

a. Dispnea menurun
b. Penggunaan otot bantu napas menurun
c. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
d. Frekuensi napas membaik
e. Kedalaman napas membaik
f. Kesulitan bernapas menurun

Intervensi Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

Intervensi utama : Pemantauan Respirasi

1. Observasi

a. Monitor frekuensi napas, kedalaman, dan upaya napas


b. Monitor pola napas
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Auskultasi bunyi napas
g. Monitor saturasi oksigen

2. Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3. Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan proedur pemantauan


b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
b) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan napas.

Tujuan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)

Luaran utama : Pola napas

Rencana tindakan keperawatan yang di buat penulis untuk

Mengatasi masalah pada diagnosa ini dengan Kriteria Hasil:

a. Dispnea menurun
b. Penggunaan otot bantu napas menurun
c. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
d. Frekuensi napas membaik
e. Kedalaman napas membaik
f. Kesulitan bernapas menurun

Intervensi Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

Intervensi utama : Pemantauan Respirasi

1.Observasi

a. Monitor frekuensi napas, kedalaman, dan upaya napas


b. Monitor pola napas
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Auskultasi bunyi napas
g. Monitor saturasi oksigen
2. Terapeutik

a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3. Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan proedur pemantauan


b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
c) Gangguan Penyapihan ventilator b.d hambatan upaya napas

1. Observasi
a. Periksa kemampuan untuk disapih (meliputi hemodinamik stabil, kondisi
optimal, bebas infeksi)
b. Monitor predictor kemampuan untuk mentolelur penyapihan
c. Monitor tanda tanda kelelahan otot pernafasan
d. Monitor status cairan dan elektrolit

2. Terapeutik
a. Posisikan pasien semi fowler (30-45 derajat)
b. Lakukan pengisapan jalan nafas, jika perlu
c. Berikan fisioterapi dada jika perlu
d. Hindari pemberian sedasi farmakologis selama percobaan penyapihan
e. Berikan dukungan psikologis

3. Edukasi
a. Ajarkan cara pengontrolan nafas saat penyapihan

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat yang meningkatkan kepatenan jalan nafas dan pertukaran
gas.

3) Implementasi
a) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
1. Observasi

a) Memonitor frekuensi napas, kedalaman, dan upaya napas


b) Memonitor pola napas
c) Memonitor kemampuan batuk efektif
d) Memonitor adanya produksi sputum
e) Memonitor adanya sumbatan jalan napas
f) Mengauskultasi bunyi napas
g) Memonitor saturasi oksigen

2. Terapeutik

a) Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


b) Menginformasikan hasil pemantauan, jika perlu

3. Edukasi

a) Menjelaskan tujuan dan proedur pemantauan


b) Menginformasikan hasil pemantauan, jika perlu
b) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan napas.

1. Observasi
a. Memonitor frekuensi napas, kedalaman, dan upaya napas
b. Memonitor pola napas
c. Memonitor kemampuan batuk efektif
d. Memonitor adanya produksi sputum
e. Memonitor adanya sumbatan jalan napas
f. Mengauskultasi bunyi napas
g. Memonitor saturasi oksigen
2. Terapeutik
a. Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b. Menginformasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Edukasi
a. Menjelaskan tujuan dan proedur pemantauan
b. Menginformasikan hasil pemantauan, jika perlu
c) Gangguan Penyapihan ventilator b.d hambatan upaya napas

1. Observasi
e. Memeriksa kemampuan untuk disapih (meliputi hemodinamik stabil, kondisi
optimal, bebas infeksi)
f. Memonitor predictor kemampuan untuk mentolelur penyapihan
g. Memonitor tanda tanda kelelahan otot pernafasan
h. Memonitor status cairan dan elektrolit
2. Terapeutik
a. Memposisikan pasien semi fowler (30-45 derajat)
b. Melakukan pengisapan jalan nafas, jika perlu
c. Memberikan fisioterapi dada jika perlu
d. Menghindari pemberian sedasi farmakologis selama percobaan penyapihan
e. Memberikan dukungan psikologis

3. Edukasi
a. Mengajarkan cara pengontrolan nafas saat penyapihan

4. Kolaborasi
b. Melakukan kolaborasi pemberian obat untuk meningkatkan kepatenan jalan nafas
dan pertukaran gas.

C. Pengobatan
Pengobatan ARDS menggunakan obat-obatan atau dikombinasikan dengan perawatan
lainnya. Berikut ini perawatan ARDS yang bisa dilakukan, yaitu

1) Obat-Obatan
Pemberian obat-obatan untuk pengidap ARDS bertujuan untuk meringankan gejala.
Berikut obat-obatan yang dapat diberikan, Obat pereda nyeri untuk meringankan
ketidaknyamanan, Antibiotik untuk mengobati infeksi apabila ARDS disebabkan oleh
bakteri, Obat pengencer darah untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di paru-
paru atau kaki.
2) Terapi Oksigen

Terapi oksigen diperlukan untuk mencegah terjadinya kegagalan fungsi organ.


Dokter dapat memberikan pengidapnya oksigen dengan masker atau mesin ventilasi
mekanis untuk memaksa udara masuk ke paru-paru dan mengurangi cairan di kantung
udara.

3) Pengelolaan Cairan
Mengelola asupan cairan penting untuk menunjang pengobatan pengidap ARDS.
Hal ini bertujuan agar tubuh pengidap ARDS mendapat asupan cairan yang cukup.
Pengidap ARDS yang kekurangan cairan menyebabkan organ dan jantung menjadi
tegang. Meski begitu, terlalu banyak cairan dalam tubuh juga berisiko menyebabkan
penumpukan cairan lebih banyak di paru-paru. Oleh karena itu, pengelolaan cairan harus
dipastikan seimbang.
4) Rehabilitasi Paru-Paru
Pengidap ARDS yang sudah cukup pulih, tetap perlu menjalankan rehabilitasi paru-
paru untuk memperkuat sistem pernapasan dan meningkatkan kapasitas paru-paru.
Rehabilitasi paru mencakup pelatihan olahraga dan belajar pengelolaan gaya hidup untuk
membantu pemulihan ARDS.
Target utama pengobatan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) adalah
untuk mengembalikan kadar oksigen tubuh ke angka normal. Untuk itu bisa dilakukan
dengan berbagai metode, seperti:
 Pemberian masker oksigen
Pada ARDS dengan gejala yang tidak berat, pemberian oksigen cukup dilakukan dengan
masker yang melingkupi hidung dan mulut.
 Ventilator mekanik
Ventilator mekanik diperlukan pada ARDS berat. Mesin ini bekerja sebagai alat bantu
napas untuk mencukupi kebutuhan oksigen tubuh.
 Selain oksigen, pemberian cairan dalam jumlah cukup pada penderita juga tidak kalah
penting. Hal ini bisa dilakukan lewat pemberian cairan infus. Kecukupan cairan menjadi
hal utama untuk menjamin kelancaran peredaran darah dan oksigen ke seluruh organ
dalam tubuh.
 Obat-obatan diberikan untuk mengatasi infeksi penyebabnya, mengurangi nyeri,
mencegah penggumpalan darah di kaki dan paru, dan untuk memberikan sedasi pada
penderita ARDS

Daftar pustaka
Korelasi Skor Glasgow Coma Scale (GCS) pada Cedera Otak Traumatik Berat dengan Kejadian
dan Derajat Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Agus Junaidi, Suwarman, Tatang
Bisri Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran–Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung (2016). Jurnal Neuroanestesi Indonesia.
JNI 2016;5(2): 87–93
Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasif Pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Yusup Subagio Susanto, Fitrie Rahayu Sari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Rumah Sakit Moewardi, Surakarta. 4
J Respir Indo Vol. 32, No. 1, Januari 2012
Seorang Perempuan Terinfeksi Tuberkulosis dengan Manifestasi Sindroma Distres Napas Akut
(ARDS) Putu Dyah Widyaningsih, Winariani Koesoemoprodjo Departemen Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo.
Jurnal Respirasi (JR), Vol. 2. No. 1 Januari 2016: 6−13
Acute Respiratory Distress Syndrome Arief Bakhtiar*, Rena Arusita Maranatha Departemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga/RSUD
Dr. Soetomo. Jurnal Respirasi (JR), Vol. 4. No. 2 Mei 2018: 51-60

Anda mungkin juga menyukai