KELAS : 2.A
KELOMPOK 11 :
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
ii
DAFTAR ISI
1. Pengkajian .................................................................................. 7
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
2.2. Etiologi
a) Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok
menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami
penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan
telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko
penyakit paru obstruksi pada anak.
2
b) Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama
perokok. Pada kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa
satu antitripsin yang diturunkan yang menyebabkan awitan awal
emfisema.
c) Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan
dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan
peningkatan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas
kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam
terjadinya PPOK.
d) Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan
resiko morbiditas PPOK.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat
badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh,
kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan
sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI)
gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori
karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.
3
2.4. Patofisiologi
2.5. Pemeriksaan
Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi
paru yang signifikan. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan
kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah
mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan
PPOK derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau
perubahan bentuk anatomi toraks.Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan hal-hal sebagai berikut:
a) Inspeksi
Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup)
Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
b) Palpasi
Sela iga melebar Perkusi
Hipersonor
c) Auskultasi
Fremitus melemah
Suara nafas vesikuler melemah atau normal
Ekspirasi memanjang
Bunyi jantung menjauh
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
4
2.5.2. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Spirometri
Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya
menggunakan spirometri. The National Heart, Lung, dan Darah Institute
merekomendasikan spirometri untuk semua perokok 45 tahun atau lebih
tua, terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk, mengi, atau dahak
persisten. Meskipun spirometri merupakan gold standard dengan
prosedur sederhana yang dapat dilakukan di tempat, tetapi itu kurang
dimanfaatkan oleh praktisi kesehatan.
Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV1 (Forced
Expiratory Volume in 1 s) dan FVC (Forced Vital Capacity). FEV1
adalah volume udara yang pasien dapat keluarkan secara pak dalam satu
detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV1 pada pasien dapat diprediksi
dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan. FVC adalah volume maksimum
total udara yang pasien dapat hembuskan secara paksa setelah inspirasi
penuh.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat
berikut.
1) Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis,
produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor
resiko. Spirometri : Normal
2) Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak
1 Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%
3) Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada
saat aktivitas). Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 <
80%
4) Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih
sering terjadi Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%
5) Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik.
Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%
5
2. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Spirometri adalah tes utama untuk mendiagnosis PPOK, namun
beberapa tes tambahan berguna untuk menyingkirkan penyakit
bersamaan. Radiografi dada harus dilakukan untuk mencari bukti
nodul paru, massa, atau perubahan fibrosis. Radiografi berulang atau
tahunan dan computed tomography untuk memonitor kanker paru-
paru. Hitung darah lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan
anemia atau polisitemia.Hal ini wajar untuk melakukan
elektrokardiografi dan ekokardiografi pada pasien dengan tandatanda
corpulmonale untuk mengevaluasi tekanan sirkulasi paru. Pulse
oksimetri saat istirahat, dengan pengerahan tenaga, dan selama tidur
harus dilakukan untuk mengevaluasi hipoksemia dan kebutuhan
oksigen tambahan.
2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi
non-farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah
mengurangi gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan
mengatasi ekserbasasi dan komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan
psikologis pasien, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi angka
kematian.
6
Macam-macam bronkodilator :
a. Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4
kaliperhari).
b. Golonganβ– 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnyaeksaserbasi. Sebagai
obat pemeliharaan sebaiknya digunakanbentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapatdigunakan untuk mengatasi eksaserbasi
akut, tidak dianjurkanuntuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutanatau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik danβ– 2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yangberbeda.
Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebihsederhana dan
mempermudah penderita.
d. Golongan xantin.
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk tablet
biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasiakut. Penggunaan jangka
panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
1. Pengkajian
Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK ialah :
a) Aktivitas dan istirahat :
1) Gejala :
Keletihan, kelemahan, malaise.
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.
Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas
atau latihan.
7
2) Tanda :
Keletihan.
Gelisah, insomnia.
Kelemahan umum atau kehilangan masa otot
b) Sirkulasi
1) Gejala :
Pembengkakan pada ekstrimitas bawah
2) Tanda :
Peningkatan tekanan darah.
Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau
disritmia.
Distensi vena leher atau penyakit berat.
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit
jantung.
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP
dada)
Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu
atau sianosis, kuku tabuh dan sianosis perifer. - Pucat dapat
menunjukkan anemia.
c) Integritas Ego
1) Gejala :
Peningkatan faktor resiko.
Perubahan pola hidup.
d) Ansietas, ketakutan, peka rangsang Makanan atau Cairan
1) Gejala :
Mual atau muntah.
Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan -
berat badan
menunjukkan edema (bronchitis).
2) Tanda :
Mual atau muntah.
Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan
berat bada menunjukkan edema (bronchitis).
8
e) Hygiene
1) Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan
bantuan melakukan aktivitas sehai-hari.
2) Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
f) Pernafasan
1) Gejala :
Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea
sebagai gejala menonjol pada emfisema , khususnya pada
kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa
dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).
Lapar udara kronis.
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama
saat bangun selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih atau
kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada
tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).
Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau
iritan pernafasan dalam jangka panjang misalnya rokok
sigaret atau debu atau asap misalnya asbes, debu batubara,
rami katun, serbuk gergaji.
Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa
antritipsin (emfisema).
Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus meneru
g) Penggunaan oksigen pada malam hari terus menerus
1) Tanda :
Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi
memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema).
Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas
khususnya dengan eksasebrasi akut (bronchitis kronis).
Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan
bahu, retraksi fosa supraklavikula, melebarkan hidung.
Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP (bentuk barrel chest), gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema), menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar
(bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area paru pada ekspirasi
dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai
penurunan atau tak adanya bunyi nafas (asma).
9
Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya
jebakan udara dengan emfisema, bunyi pekak pada area paru
misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata
sekaligus.
Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-
abuan keseluruhan, warna merah (bronkhitis kronis, biru
menggembung). Pasien dengan emfisema sedang sering
disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun
pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
Tabuh pada jari-jari (emfisema).
h) Keamanan
1) Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau
faktor lingkungan, Adanya atau berulangnya infeksi, Kemerahan
atau berkeringan (asma)
i) Seksual
1) Gejala : Penurunan libido.
j) Interaksi Sosial
1) Gejala :
Hubungan ketergantungan.
Kurang sistem pendukung.
Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang
terdekat.
Penyakit lama atau kemampuan membaik.
2) Tanda :
Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan
suara karena distress pernafasan.
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
k) Penyuluhan atau pembelajan
1) Gejala :
Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
Kesulitan menghentikan merokok.
Penggunaan alkohol secara teratur.
Kegagalan untuk membaik.
10
2. Rumusan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis menurut Doenges (2012) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental,
penurunan energi atau kelemahan
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan oksigenasi
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara),
kerusakan alveoli.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penumpukan gas
di lambung.
d. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya infromasi tentang penyakit nya.
3. Perencanaan Keperawatan Intervensi
Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Doenges (2012) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkospasma, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan,
tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien akan mempertahankan jalan nafas yang paten
dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan kriteria hasil pasien akan
menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply
oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus,
jebakan udara), kerusakan alveoli.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernafasan dengan kriteria hasil pasien akan berpartisipasi
dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan atau situasi.
11
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2128/1/KTI%20CORNELIS%20YOHNI%20ME
NGKO.pdf Di akses pada tanggal 04 september 2020 pukul 09.06 WIB
https://www.academia.edu/31571765/askep_Penyakit_Paru_Obstruktif_Kronik_C
COP_docx Di akses pada tanggal 04 september 2020 pukul 09.32 WIB
https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/lungs/chronic-
obstructive-pulmonary-disease Di akses pada tanggal 04 september 2020 pukul
10.15
13