Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN COPD

KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH

KELAS : 2.A

KELOMPOK 11 :

Nadia Ain Salsabila (8801190057)

Umi Farida (8801190064)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,dan juga
berterimakasih kepada ibu Ns. Tuti Sulastri., M.kep, ibu Epi Rustiawati M.Kep.,
Sp.KMB dan Bapak Ns. Mussadad Kamal, M.Kep., Sp.KMB yang telah
memberikan tugas sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah konsep dasar keperawatan dengan judul
“Asuhan Keperawatan COPD”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 1

1.3. Tujuan ................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 2

2.1. Pengertian ............................................................................................ 2

2.2. Etiologi ................................................................................................ 2

2.3. Manifestasi Klinis ............................................................................... 3

2.4. Patofisiologi ........................................................................................ 4

2.5. Pemeriksaan ........................................................................................ 4

2.5.1. Pemeriksaan Fisik ................................................................ 4

2.5.2. Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 5

2.6. Penatalaksanaan .................................................................................. 6

2.7. Asuhan Keperawatan .......................................................................... 7

1. Pengkajian .................................................................................. 7

2. Rumusan Diagnosa Keperawatan ............................................ 11

3. Perencanaan Keperawatan Intervensi ...................................... 11

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 12

3.1. Kesimpulan ....................................................................................... 12

3.2. Saran .................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau Penyakit Paru


Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis kronis atau
empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang diikuti
oleh hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial reversibel, sekalipun
empisema dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan dirawat sebagai penyakit
khusus, sebagian besar pasien PPOK mempunyai tanda dan gejala kedua
penyakit tersebut.( Amin, Hardhi, 2013).

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan


dengan ciri-ciri adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversible (Lyndon Saputra, 2010). Fungsi paru mengalami kemunduran
dengan bertambahnya usia. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan otot
pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas. Berkurangnya fungsi
paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya system respirasi seperti fungsi
ventilasi paru. Asap rokok yang terhisap ke dalam paru-paru perokoknya
merupakan asap rokok utama (main stream smoke), sedangkan asap ujung
batang rokok yang terbakar merupakan asap rokok sampingan (side stream
smoke). Dalam asap rokok tersebut mengandung sekitar 4000 zat kimia
berbahaya , antara lain aseton (bahan cat), arsen (racun), cadmium (aki
kendaraan), ammonia (pembersih lantai), karbon monoksida (asap knalpot),
butane (bahan bakar ringan), DDT (insektisida).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan COPD / PPOK ?


2. Bagaimana patofisiologi dari COPD / PPOK ?
3. Apa saja tanda dan gejala dari COPD / PPOK ?

1.3. Tujuan

1. Mahasiswa mampu mengetahui apa itu COPD / PPOK


2. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari COPD / PPOK
3. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja tanda dan gelaja dari COPD /
PPOK

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan


dengan ciri-ciri adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversible Pada klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang
sepenuhnya dikarenakan adanya sumbatan dikarenakan sekret yang
menumpuk pada paru-paru. (Lyndon Saputra, 2010). PPOK adalah penyakit
paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta
adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya
(GOLD, 2009). Selain itu menurut Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
merupakan satu kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang
menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam
kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang
menahun, bronkiektasis. Arita Murwani (2011).

Penyakit paru obstruktif kronis adalah suatu kelainan penyakit paru


dengan ciri-ciri adanya keterbatasan udara yang mengakibatkan obstruksi
yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk
dalam kelompok ini adalah : bronkhitis kronis, asma, emfisema, dan
bronkiektasis.

Dinding saluran pernapasan menjadi menyempit dan bengkak, sehingga


menghalangi aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru. Sebagian
bentuk Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat melukai paru-paru dan
menyebabkan peningkatan resistensi saluran pernapasan. Bentuk lainnya
dapat membangkitkan sekresi dahak secara berlebihan sehingga paru-paru
tidak mampu membersihkannya.

2.2. Etiologi

Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi


Kronis menurut Brashers (2007) adalah :

a) Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok
menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami
penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan
telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko
penyakit paru obstruksi pada anak.

2
b) Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama
perokok. Pada kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa
satu antitripsin yang diturunkan yang menyebabkan awitan awal
emfisema.
c) Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan
dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan
peningkatan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas
kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam
terjadinya PPOK.
d) Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan
resiko morbiditas PPOK.

2.3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis


adalah Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah
malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai
dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di
saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek
akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok)
memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang
semakin banya. Reeves (2001).

Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan


berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak
akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau
yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa
lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-
hari.

Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat
badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh,
kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan
sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI)
gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori
karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

3
2.4. Patofisiologi

Faktor-faktor resiko seperti merokok, polusi, umur, akan mendatangkan


proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding
bronkus terminal. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil
(bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase
ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat
ekspirasi banyak yang terjebak di alveolus, sehingga terjadi penumpukan
udara (air trapping). Hal iniah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas
dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan
menimbulkan kesulitan sekspirasi dan menimbulkan fase pemanjangan
ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun
perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al,1993).

2.5. Pemeriksaan

2.5.1. Pemeriksaan Fisik

Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi
paru yang signifikan. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan
kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah
mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan
PPOK derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau
perubahan bentuk anatomi toraks.Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan hal-hal sebagai berikut:

a) Inspeksi
 Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
 Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup)
 Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
b) Palpasi
 Sela iga melebar Perkusi
 Hipersonor
c) Auskultasi
 Fremitus melemah
 Suara nafas vesikuler melemah atau normal
 Ekspirasi memanjang
 Bunyi jantung menjauh
 Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa

4
2.5.2. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Spirometri
Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya
menggunakan spirometri. The National Heart, Lung, dan Darah Institute
merekomendasikan spirometri untuk semua perokok 45 tahun atau lebih
tua, terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk, mengi, atau dahak
persisten. Meskipun spirometri merupakan gold standard dengan
prosedur sederhana yang dapat dilakukan di tempat, tetapi itu kurang
dimanfaatkan oleh praktisi kesehatan.
Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV1 (Forced
Expiratory Volume in 1 s) dan FVC (Forced Vital Capacity). FEV1
adalah volume udara yang pasien dapat keluarkan secara pak dalam satu
detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV1 pada pasien dapat diprediksi
dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan. FVC adalah volume maksimum
total udara yang pasien dapat hembuskan secara paksa setelah inspirasi
penuh.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat
berikut.
1) Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis,
produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor
resiko. Spirometri : Normal
2) Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak
1 Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%
3) Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada
saat aktivitas). Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 <
80%
4) Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih
sering terjadi Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%
5) Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik.
Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%

5
2. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Spirometri adalah tes utama untuk mendiagnosis PPOK, namun
beberapa tes tambahan berguna untuk menyingkirkan penyakit
bersamaan. Radiografi dada harus dilakukan untuk mencari bukti
nodul paru, massa, atau perubahan fibrosis. Radiografi berulang atau
tahunan dan computed tomography untuk memonitor kanker paru-
paru. Hitung darah lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan
anemia atau polisitemia.Hal ini wajar untuk melakukan
elektrokardiografi dan ekokardiografi pada pasien dengan tandatanda
corpulmonale untuk mengevaluasi tekanan sirkulasi paru. Pulse
oksimetri saat istirahat, dengan pengerahan tenaga, dan selama tidur
harus dilakukan untuk mengevaluasi hipoksemia dan kebutuhan
oksigen tambahan.

2.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi
non-farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah
mengurangi gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan
mengatasi ekserbasasi dan komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan
psikologis pasien, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi angka
kematian.

Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan


kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan
pernapasan serta memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangkan panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda
dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang
bersifat irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan penyakit.

Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan


merupakan pilihan utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti
kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi
tertentu. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga
jenis bronkodilator dan disesuaikan denganklasifikasi derajat berat
penyakit.Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,nebuliser tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long
acting).

6
Macam-macam bronkodilator :

a. Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4
kaliperhari).
b. Golonganβ– 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnyaeksaserbasi. Sebagai
obat pemeliharaan sebaiknya digunakanbentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapatdigunakan untuk mengatasi eksaserbasi
akut, tidak dianjurkanuntuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutanatau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik danβ– 2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yangberbeda.
Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebihsederhana dan
mempermudah penderita.
d. Golongan xantin.
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk tablet
biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasiakut. Penggunaan jangka
panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

2.7. Asuhan Keperawatan COPD

1. Pengkajian
Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK ialah :
a) Aktivitas dan istirahat :
1) Gejala :
 Keletihan, kelemahan, malaise.
 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
 Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.
 Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas
atau latihan.

7
2) Tanda :
 Keletihan.
 Gelisah, insomnia.
 Kelemahan umum atau kehilangan masa otot
b) Sirkulasi
1) Gejala :
 Pembengkakan pada ekstrimitas bawah
2) Tanda :
 Peningkatan tekanan darah.
 Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau
disritmia.
 Distensi vena leher atau penyakit berat.
 Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit
jantung.
 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP
dada)
 Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu
atau sianosis, kuku tabuh dan sianosis perifer. - Pucat dapat
menunjukkan anemia.
c) Integritas Ego
1) Gejala :
 Peningkatan faktor resiko.
 Perubahan pola hidup.
d) Ansietas, ketakutan, peka rangsang Makanan atau Cairan
1) Gejala :
 Mual atau muntah.
 Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
 Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
 Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan -
berat badan
 menunjukkan edema (bronchitis).
2) Tanda :
 Mual atau muntah.
 Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
 Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
 Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan
berat bada menunjukkan edema (bronchitis).

8
e) Hygiene
1) Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan
bantuan melakukan aktivitas sehai-hari.
2) Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
f) Pernafasan
1) Gejala :
 Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea
sebagai gejala menonjol pada emfisema , khususnya pada
kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa
dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).
 Lapar udara kronis.
 Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama
saat bangun selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih atau
kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
 Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada
tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).
 Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau
iritan pernafasan dalam jangka panjang misalnya rokok
sigaret atau debu atau asap misalnya asbes, debu batubara,
rami katun, serbuk gergaji.
 Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa
antritipsin (emfisema).
 Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus meneru
g) Penggunaan oksigen pada malam hari terus menerus
1) Tanda :
 Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi
memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema).
 Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas
khususnya dengan eksasebrasi akut (bronchitis kronis).
 Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan
bahu, retraksi fosa supraklavikula, melebarkan hidung.
 Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP (bentuk barrel chest), gerakan diafragma minimal.
 Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema), menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar
(bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area paru pada ekspirasi
dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai
penurunan atau tak adanya bunyi nafas (asma).

9
 Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya
jebakan udara dengan emfisema, bunyi pekak pada area paru
misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.
 Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata
sekaligus.
 Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-
abuan keseluruhan, warna merah (bronkhitis kronis, biru
menggembung). Pasien dengan emfisema sedang sering
disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun
pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
 Tabuh pada jari-jari (emfisema).
h) Keamanan
1) Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau
faktor lingkungan, Adanya atau berulangnya infeksi, Kemerahan
atau berkeringan (asma)
i) Seksual
1) Gejala : Penurunan libido.
j) Interaksi Sosial
1) Gejala :
 Hubungan ketergantungan.
 Kurang sistem pendukung.
 Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang
terdekat.
 Penyakit lama atau kemampuan membaik.
2) Tanda :
 Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan
suara karena distress pernafasan.
 Keterbatasan mobilitas fisik.
 Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
k) Penyuluhan atau pembelajan
1) Gejala :
 Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
 Kesulitan menghentikan merokok.
 Penggunaan alkohol secara teratur.
 Kegagalan untuk membaik.

10
2. Rumusan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis menurut Doenges (2012) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental,
penurunan energi atau kelemahan
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan oksigenasi
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara),
kerusakan alveoli.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penumpukan gas
di lambung.
d. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya infromasi tentang penyakit nya.
3. Perencanaan Keperawatan Intervensi
Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Doenges (2012) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkospasma, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan,
tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien akan mempertahankan jalan nafas yang paten
dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan kriteria hasil pasien akan
menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply
oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus,
jebakan udara), kerusakan alveoli.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernafasan dengan kriteria hasil pasien akan berpartisipasi
dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan atau situasi.

11
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif


Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang
dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema
paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow
Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD). Diagnosa
yang utama pada penderita PPOK yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
peningkatan produksi sputum.

3.2. Saran

Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan


baik terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh
karena itu, perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal
ini melakukan penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien
maupun keluarga pasien terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan
penceganhanya.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2128/1/KTI%20CORNELIS%20YOHNI%20ME
NGKO.pdf Di akses pada tanggal 04 september 2020 pukul 09.06 WIB

https://www.academia.edu/31571765/askep_Penyakit_Paru_Obstruktif_Kronik_C
COP_docx Di akses pada tanggal 04 september 2020 pukul 09.32 WIB

http://eprints.ums.ac.id/25892/14/NASKAH_PUBLIKASI.pdf Di akses pada


tanggal 04 september 2020 pukul 09.47

https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/lungs/chronic-
obstructive-pulmonary-disease Di akses pada tanggal 04 september 2020 pukul
10.15

13

Anda mungkin juga menyukai