Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

                                                                                      Kendari, 24 Maret


2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………...1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….....2
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………….3
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………4
C. Tujuan……………………………………………………………………………..4
D. Manfaat……………………………………………………………………………4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian COPD…..……………………………………………………………..5
B. Etiologi……………………………………………………………………………5
C. Patofisiologi………………………………………………………………………6
D. Klasifikasi………………………………………………………………………...7
E. Tanda Dan Gejala…………………………………………………………………8
F. Penyebab Dan Faktor Resiko……………………………………………………..9
G. Cara Pencegahan Dan Pengobatan……………………………………………....10
H. Data Pasien……………………………………………………………………....11
I. Permasalahan Pasien……………………………………………………………...13
J. Tujuan Terapi……………………………………………………………………..14
K. Tata Laksana Terapi……………………………………………………………...14
L. Kie………………………………………………………………………………..15
BAB III PEUNUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………………16
B. Saran……………………………………………………………………………..17
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………18

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan Chronic
Obstructive Pulmonari Diseases (COPD). Chronic Obstructive Pulmonari Diseases
disebabkan oleh kesatuan penyakit yaitu bronkitis kronik, emfisema paru-paru dan
asma bronkhial.
Secara umum Asma adalah suatu kondisi dimana jalan udara dalam paru-paru
meradang hingga lebih sensitive terhadap factor khusus (pemicu) yang menyebabkan
jalan udara berkurang dan mengakibatkan sesak napas dan bunyi napas mengikik.
Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respon terhadap
rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan memengaruhi saluran pernapasan.
Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu,
bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk
secara lambat dari tahun ke tahun.. Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi
luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan
asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit paru
obsrtuktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak
menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena
prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat. Meningkatnya usia hidup
manusia dan dapat diatasinya penyakit degeneratif lainnya COPD sangat
mengganggu kualitas hidup diusia lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan

3
dengan polusi udara dan lingkungan serta kebiasaan merokok merupakan penyebab
utama.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Apa factor-faktor resiko yang dimiliki pasien untuk COPD/PPOK?
2. Sebagai tahap apa PPOK ini pasien dapat di klasifikasikan?
3. Bagaimana susunan rencana perawatan untuk pasien ini, meliputi terapi dan terapi
nonfarmakologi dan farmakologi?

C. TUJUAN
Tujuan dalam makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui factor-faktor resiko yang dimiliki pasien untuk COPD/PPOK
2. Untuk mengetahui Sebagai tahap apa PPOK ini pasien dapat di klasifikasikan
3. Untuk mengetahui bagaimana susunan rencana perawatan untuk pasien ini,
meliputi terapi dan terapi nonfarmakologi dan farmakologi

D. MANFAAT
Manfaat dalam makalah ini adalah
1. Agar mengetahui factor-faktor resiko yang dimiliki pasien untuk COPD/PPOK
2. Agar mengetahui Sebagai tahap apa PPOK ini pasien dapat di klasifikasikan
3. Agar mengetahui bagaimana susunan rencana perawatan untuk pasien ini,
meliputi terapi dan terapi nonfarmakologi dan farmakologi

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN COPD/PPOK
PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas
yang tidak sepenuhnya reversible dan dapat dicegah. Keterbatasan saluran napas
tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi
dikarenakan bahan yang merugikan atau gas.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) bukan penyakit tunggal tetapi merupakan istilah umum yang digunakan
untuk menggambarkan penyakit paru kronisyang menyebabkan keterbatasan
dalam aliran udara paru. Istilah lebih umum bronkitis kronis dan emfisema tidak
lagi digunakan, tetapi sekarang termasuk dalam diagnosis PPOK (Naser Dkk
2016)
Menurut World Health Organization (WHO) PPOK merupakan salah
satu penyebab utama kematian di dunia dan akan menempati urutan ke-tiga
setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker Penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) merupakan penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara
disaluran napas yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Salah
satu dampak kronis dari pencemaran udara adalah bronchitis dan emphysema.
Merokok menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernapasan dan
jaringan paru. Merokok merupakan factor risiko yang dapat mencetus terjadinya
PPOK (Saminan, 2014)
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai
dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.
Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon

5
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun dan berbahaya. Di seluruh
dunia, jumlah penderita PPOK diperkirakan 64 juta orang (Dasuki, 2018)

B. ETIOLOGI
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang
berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih
bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh
iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran
pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat
memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung
kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut. Asap rokok
merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah
defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari
protease serin.
Beberapa faktor risiko antara lain
1. Pajanan dari partikel antara lain :
a) Merokok: Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak
(95% kasus) di negara berkembang11. Perokok aktif dapat
meng-alami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas
kronik. Dilaporkan ada hubung-an antara penurunan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dengan jumlah, jenis dan
lamanya merokok12. Studi di China menghasilkan risiko
relative merokok 2,47 (95% CI : 1,91-2,94), Perokok pasif juga
menyumbang terhadap symptom saluran napas dan PPOK
dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap
partikel dan gas-gas berbahaya. Merokok pada saat hamil juga

6
akan meningkatkan risiko terhadap janin dan mempe
mempengaruhi pertumbuhan paru-paru-nya.
b) Polusi indoor: memasak dengan bahan biomass dengan
ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar
kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi
kontribusi sampai 35%. Manusia banyak menghabiskan
waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti rumah,
tempat kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan.
Polutan indoor yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO
yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat
organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair,
bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan
serta perokok pasip.
c) Polusi outdoor: polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada
VEP1, inhalan yang paling kuat menyebabkan PPOK adalah
Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap pem-
bakaran/pabrik/tambang.
d) Polusi di tempat kerja: polusi dari tempat kerja misalnya debu-
debu organik (debu sayuran dan bakteri atau racun-racun dari
jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan
industri (pertambangan, industri besi dan baja, industri kayu,
pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta,
sebagainya diperkirakan men-capai 19%25.
2. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin): Faktor risiko dari genetic
memberikan kontribusi 1 – 3% pada pasien PPOK.
3. Riwayat infeksi saluran napas berulang :Infeksi saliran napas akut
adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan, hidung,
sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran napas akut adalah suatu
penyakit terbanyak diderita anak-anak. Penyakit saluran pernafasan

7
pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacat-an sampai pada
masa dewasa, dimana ada hubungan dengan terjadinya PPOK.
4. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik: Studi pada
orang dewasa di Cina14 didapatkan risiko relative pria terhadap wanita
adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-
2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77 (95% CI : 1,45 – 2,15), dan kurang
aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 – 3,02). (Oemiati., 2013)
C. PATOFISIOLOGI
Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifkan makrofag
dan sel epitel untuk melepaskan faktor kemotoktik yang merekrut lebih banyak
makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan
protease yang merusak ekemen struktur pada paru-paru. Protease sebenarnya
dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya
antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan
menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies
oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl hydrogen
peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap
patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran antiprotease.
Inflamasi kronik mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronkial,
hipersekresi mukosa, peningkatan masa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula
disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mukus
yang berlebihan . Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai
bronkitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru,
penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema.
Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru
dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran
udara kecil non- kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten
pada saluran nafas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik

8
untuk PPOK. Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak
terventilasi aatu kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan
menyebabkan hypoksemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi
dan aliran darah (V∕Q tidak sesuai ). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi
atau kurang berpefusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan
pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk
mengkompensasi keadaan in, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang
dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran nafas yang telah meningkat, pada
akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa
pasien dengan PPOK berat. (Jackson, 2014).

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
2007, dibagi atas 4 derajat :
1) Derajat I: COPD ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan
aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada
derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya
abnormal.
2) Derajat II: COPD sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%;
50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas.
Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena
sesak nafas yang dialaminya.
3) Derajat III: COPD berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin
memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30%  VEP1 < 50% prediksi). Terjadi
sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan
eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

9
4) Derajat IV: COPD sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%;
VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya
gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

Klasifikasi PPOK Menurut (Jackson, 2014) dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Asma bronkial: suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi yang
meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan
dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan penyempitan
menyeluruh dari saluran pernafasan.
2. Bronkitis kronik: gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mukus
yang berlebihan dalam bronkus dan dimanifestasikan dalam bentuk batuk
kronis serta membentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, minimal 2
tahun berturut-turut.
3. Emfisema: perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran
dinding alveolus, duktus alveolar, dan destruksi dinding alveolar

E. TANDA DAN GEJALA


Tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau PPOK adalah
sebagai berikut:
1) Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir
tiap hari seiring waktu
2) sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukupurulent sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan

10
untuk bernafas Batuk dan ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan
maksimal pada pagi hari
3) Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan
berkembangnya penyakit pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan
terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat
semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara.
4) Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat
memperlihatkan penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang,
ronchi, dan hiperresonansi pada perkusi
5) Anoreksia
6) Penurunan berat badan dan kelemahan
7) Takikardia, berkeringat
8) Hipoksia
Semua penyakit pernapasan dikaraktaristikan oleh obstruksi koronis pada
aliran udara. Penyebab utama obstruksi bermacam-macam, misalnya:
1) Inflamasi jalan napas
2) Pelengketan mukosa
3) Penyempitan lumen jalan napas
4) Kerusakan jalan napas
5) Takipnea
6) Ortopnea

F. PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN


Pentalaksanaan PPOK secara umum meliputi :
1) Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan

11
perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau
tujuan pengobatan dari asma.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK


2. Obat – obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktivitas

2) Obat- Obatan
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk
obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow
release ) atau obat berefek panjang ( longacting ). Macam – macam
bronkodilator :
a) Golongan antikolinergik >> Digunakan pada derajat ringan
sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
b) Golongan agonis beta-2 >> Bentuk inhaler digunakan untuk
mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat
sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka

12
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
c) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2 >> Kombinasi
kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.
Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan
mempermudah penderita.
d) Golongan xantin >> Dalam bentuk lepas lambat sebagai
pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada
derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka
panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

o Lini I : amoksisilin, makrolid


o Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat sefalosporin kuinolon
makrolid baru

13
o Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih : Amoksilin dan klavulanat,
Sefalosporin generasi II & III injeksi, Kuinolon per oral ditambah
dengan yang anti pseudomonas, Aminoglikose per injeksi, Kuinolon
per injeksi, Sefalosporin generasi IV per injeksi

Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan


N – asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan


mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan
sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi
tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

Antitusif

3) Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler
dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ – organ lainnya.

Indikasi

a) Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

14
b) Pao2 diantara 55 – 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor
Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda – tanda gagal
jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

Macam terapi oksigen :

a) Pemberian oksigen jangka panjang


b) Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
c) Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
d) Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit.


Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat
dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada
PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU.
Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :

a) Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy =


LTOT )
b) Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
c) Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan


stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap
hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 – 2 L/mnt. Terapi oksigen pada
waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita
tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak
napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan
analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai

15
saturasi oksigen di atas 90%. Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan
tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.

4) Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi
hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena
berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas
darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

1) Penurunan berat badan


2) Kadar albumin darah
3) Pengukuran kekuatan otot
4) Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak


akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan
keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila
perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan
pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak
rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat
meningkatkan ventilasi semenit oxygen comsumption dan respons ventilasi
terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas
kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.

5) Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Program dilaksanakan di dalam

16
maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari
dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri
dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.

Penatalaksanaan PPOK Stabil

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil adalah untuk mempertahankan


fungsi paru, meningkatkan kualiti hidup, mencegah eksaserbas. Penatalaksanaan
PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk
mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi. Penatalaksanaan di
rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal yang harus
diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun oleh keluarganya
Penatalaksanaan di rumah meliputi :

1) Penggunakan obat-obatan dengan tepat.


2) Terapi oksigen
3) Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya. Beberapa penderita
PPOK
4) Rehabilitasi
5) Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada tanda eksaserbasi, efek samping
obat.
6) dan kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen.

Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi


yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat)
Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah
diedukasi dengan cara :

17
1) Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk
bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk
nebulizer
2) Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
3) Menambahkan mukolitik
4) Menambahkan ekspektoran
5) Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat
inap. Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum
memerlukan ventilasi mekanik)
6) Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebulizer
7) Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask
8) Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas
9) Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik

Terapi pembedahan

Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :

 Bulektomi
 Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS)
3) Transplantasi paru

G. DATA PASIEN
Nama :-
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : pria
BB : 60 kg

18
TB : 163 cm
TD : 134/82 mmHg
Nadi : 80 denyut/menit
Tingkat pernapasan : 20/menit
Suhu : 35,8C
Indeks massa tubuh : 22,7 kg/m2

H. PERMASALAHAN PASIEN
Seorang pria 49 tahun dengan riwayat medis hipertensi, datang dengan
keluhan sesak nafas sejak sekitar 3-4 tahun lalu, dengan gejala secara bertahap
semakin memburuk. Sekarang ia tidak dapat berjalan 100 meter tanpa harus
berhenti dan beristirahat. Ia juga tiap hari mengalami batuk produktif disertai
dahak kekuningan. Ia merokok sekitar 11/2 bungkus sehari dan telah merokok
selama 30 tahun terakhir. Dia juga minum bir rata-rata 6-7 gelas sehari. Ia tidak
terpapar secara signifikan oleh debu, gas atau asap.
Riwayat kesehatan pasien: hipertensi selama 6 tahun, saat ini dapat di
kendalikan. Riwayat social: pasien bekerja sebagai akuntan; menikah dengan dua
anak Riwayat keluarga: ayah penderita emfisema dan kanker paru-paru. Tidak
ada keluarga dengan riwayat diabetes tipe 2 atau penyakit jantung.
Obat yang di konsumsi:
Lisinopril 40mg tablet sekali sehari
Hydrochiorothiazide 25 mg tablet sekali sehari
Pemeriksaan paru-paru: dada emfisematous (barrel chest), membrane mukosa
lembab;suara oaru-paru yang cukup jauh, ronki kering atau wheezing. X-ray
dada: hiperlusensi dan hiperinflasi paru-paru, sugestif perubahan
emphysematous.

I. TUJUAN TERAPI
Untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperbaiki kondisi pasien

19
J. TATA LAKSANA TERAPI
1. TERAPI FARMAKOLOGI
a) Antibiotik secara parenteral di gunakan tobramycin 6-9 mg/kg/hari
b) Pengobatan menggunakan predisone 2mg/kg untuk memperbaiki
fungsi paru
c) Menggunakan salbutamol sebagai brokodulator
2. Terapi Suportif
a) Terapi untuk mengeluarkan lender kental dari dalam tubuh melalui
penepukan pada dada atau punggung, Teknik pernapasan, atau alat
khusus
b) Terapi oksigen murni untuk mengatasi penurunan kadar oksigen
dalam darah dan mencegah hipertensi paru
c) Modified postural drainage, agar lender mudah dikeluarkan dari
paru paru dengan melakukan perubahan posisi tubuh

K. KIE
Memberikan edukasi kepada pasien atau keluarga pasien yang bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan
bagi penyakit asma sendiri, meningkatkan kemampuan penganan asma sendiri
atau asma mandiri, meningkatkan kepatuhan dan membantu pasien agar dapat
melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma
Untuk pemberian edukasi kita dapat memberikan lifleat, brosur, nasihat
saat berobat, diskusi atau saling menukar informasi atau latihan cara
penanganan asma

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Paru-paru juga membantu menjaga sel-sel tubuh tetap mendapatkan
pasokan oksigen dan menyingkirkan karbondioksida. Namun, tentu saja hal
ini dapat dilakukan jika kondisi paru-paru memang sehat. Penyakit Paru
Paru dapat mempengaruhi saluran udara. Sakit paru paru yang umum dikenal
pada masyarakat meliputi asma, PPOK (penyakit Obstruktif Kronis),
Bronkitis (akut dan kronis), Emfisema, fibrosis kistik, tuberculosis / tbc / tb,
kanker paru paru, dll. Penyakit pada paru paru yang disebutkan tadi
tergantung organisme dan letak kelainan/infeksi yang terjadi. Penyakit Paru
Paru adalah beberapa kondisi medis yang paling umum di seluruh dunia.
Organ paru paru merupakan organ yang kompleks, setiap hari berfungsi untuk

21
membawa oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida. penyakit yang
menyerang paru paru dapat berupa hasil dari masalah dalam bagian manapun
dari sistem ini. Penyakit pada paru paru sangat mempengaruhi jalan napas
mulai dari trakea (tenggorokan) yang bercabang menjadi bronkus, yang pada
gilirannya menjadi semakin kecil (alveoli) menuju seluruh paru-paru.

B. SARAN
Untuk menjaga paru-paru tetap sehat, saran yang sering kita dengar
adalah menghindari kebiasaan merokok. Selain merugikan diri sendiri,
merokok juga merugikan kesehatan orang lain yang terkena polusi asap rokok
(perokok pasif). Nah, selain itu, ada juga beberapa makanan sehat dan bergizi
yang sangat bermanfaat untuk menjaga paru-paru sehat, memastikan sistem
pernafasan berfungsi dengan baik, dan juga untuk membantu mengurangi
risiko penyakit terkait paru-paru.

DAFTAR PUSTAKA

Dasuki, 2018, Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Efikasi Diri Pasien Ppok Di
Poliklinik Paru Rsud Koja Jakarta Utara, Jurnal Mutiara Ners, Vol. 1(1)

Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M., 2008,
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 8th ed., Mc GrawHill,
United State of America.

Jackson, D., 2014, Keperawatan Medikal Bedah edisi 1. Yogyakarta, Rapha


Pubising.
Naser F.E., , Irvan M., Erly, 2016, Gambaran Derajat Merokok Pada Penderita Ppok
Di Bagian Paru Rsup Dr. M. Djamil, Jurnal Kesehatan Andalas, Vol. 5(2)

22
Oemiati R., 2013, Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok),
Media Litbangkes Vol. 23(2)

Saminan, 2014, Efek Paparan Partikel Terhadap Kejadian Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (Ppok), Idea Nursing Journal, Vol. 5(1)

23

Anda mungkin juga menyukai