Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan, beberapa di
antaranya bermanfaat dan yang lain merugikan. Banyak diantarnya menjadi
penghuni dalam tubuh manusia. Beberapa mikroorganisme menyebabkan
penyakit dan yang lain terlibat dalam kegiatan manusia sehari – hari seperti
misalnya pembuatan anggur, keju, yogurt, produksi peniclin, serta proses – proses
perlakuan yang berkaitan dengan pembuangan limbah.
Mikroba dapat disingkirkan, dihambat dengan atau dibunuh menggunakan
bahan kimia. Menurut Waluyo (2004), antimikroba merupakan suatu zat – zat
kimia yang diperoleh/dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme, zat tersebut
mempunyai daya penghambat aktifitas mikroorganisme lain meskipun dalam
jumlah sedikit. Faktor yang mempengaruhi aktifitas antimikroba invitro antara
lain adalah pH lingkungan, komponen – komponen medium, takaran inokulum,
lama inkubasi dan aktifitas metabolisme organisme.
Uji efektivitas bakteri adalah cara untuk mengetahui dan mendapatkan
produk alam yang berpotensi sebagai bahan antibakteri serta mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan pada kosentrasi yang rendah. Selain
itu juga, uji efektivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menetukan tingkat
kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni
yang memiliki aktivitas antibakteri. Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan
pratikum uji efektivitas antimikroba pada sediaan infusa.
1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum
1.2.1 Maksud Praktikum
Mengukur efektivitas infus tanaman terhadap pertumbuhan suatu
mikoorganisme.
1.2.2 Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat mengukur efektivitas infus tanaman terhadap
pertumbuhan suatu mikoorganisme.

1
1.3 Manfaat Praktikum
Agar Mahasiswa dapat mengukur efektivitas infus tanaman terhadap
pertumbuhan suatu mikoorganisme.
1.4 Prinsip Praktikum
Adapun prinsip dari percobaan ini adalah kita dapat mengetahui cara
mengukur efektivitas infus tanaman daun sirih terhadap pertumbuhan suatu
mikroorganisme.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian alkaloid
Antimikorba adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan
bakteri, zat tersebut memiliki khasiat atau kemampuan untuk
mematikan/menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitas
terhadap manusia relative kecil. Pernyataan tentang definisi antimikroba
menurut Waluyo (2004), antimikroba merupakan suatu zat-zat kimia yang
diperoleh/dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme, zat tersebut
mempunyai daya penghambat aktifitas mikororganisme lain meskipun
dalam jumlah sedikit. Pengertian antimikroba menurut Entjang (2003)
dalam Rostinawati (2009), antimikroba adalah zat kimia yang dihasilkan
oleh suatu mikroba yang mempunyai khasiat antimikroba.
2.1.2 Sifat-Sifat Antimikroba
Beberapa sifat yang perlu dimiliki oleh zat antimikroba menurut
Waluyo (2004) adalah sebagai berikut:
1. Menghambat atau membunuh mikroba patogen tanpa merusak
hospes/inang, yaitu antimikroba dapat mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan mikroba bahkan menghentikan
pertumbuhan bakteri / membunuh namun tidak berpengaruh /
merusak pada hospes.
2. Bersifat bakterisida dan bukan bakteriostatik, yaitu antimikroba
baiknya bersifat bakterisida atau bersifat menghentikan laju
pertumbuhan/membunuh mikroba bukan bakteriostatik yang hanya
menghambat laju pertumbuhan mikroba.
3. Tidak menyebabkan resistensi pada kuman atau mikorba, yaitu
antimikroba tidak akan menimbulkan kekebalan kepada mikroba
sehingga antimikorba tidak dapat digunakan untuk menghentikan
pertumbuhan mikroba patogen lagi.

3
4. Berspektrum luas, yaitu antimikroba efektif digunakan untuk
berbagai spesies bakteri, baik bakteri kokus, basil, dan spiral.
5. Tidak menimbulkan alergenik atau menimbulkan efek samping
bila digunakan dalam jangka waktu lama, yaitu antimikroba yang
digunakan sebagai obat tidak menimbulkan efek samping kepada
pemakai jika digunakan dalam jangka waktu lama.
6. Zat antimikroba tetap aktif dalam plasma, cairan tubuh atau
eskudat, antimikroba yang berada dalam plasma atau cairan tubuh
tetap bersifat aktif dan tidak dalam keadaan berhenti tumbuh atau
dormansi.
7. Zat antimikroba dapat larut dalam air dan stabil, antimikroba dapat
larut dan menyatu dalam air.
2.1.3 Mekanisme Kerja Zat Antimikroba
Berdasarkan beberapa ahli menyebutkan bahwa mekanisme kerja
zat antimikroba mengganggu bagian-bagian yang peka di dalam sel, yaitu:
1. Antimikroba menghambat metabolisme sel
Untuk bertahan hidup dan melangsungkan kehidupan, mikroba
membutuhkan asam folat. Mikroba patogen tidak mendapatkan
asam folat dari luar tubuh, sehingga mikroba perlu mensintesis
asam folat sendiri. Zat antimikroba akan mengganggu proses
pembentukkan asam folat, sehingga menghasilkan asam folat yang
nonfungsional dan metabolisme dalam sel mikroba akan terganggu
(Setiabudy, 2007).
2. Antimikroba menghambat sintesis protein
Suatu sel dapat hidup apabila molekul-molekul protein dan asam
nukleat dalam sel dalam keadaan alamiahnya. Terjadinya
denaturasi protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat
diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat dari
beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi ireversibel
komponen sel yang mendukung kehidupan suatu sel (Pelczar, 1988
dalam Rahmadani, 2015).

4
3. Antimikroba menghambat sintesis dinding sel
Bakteri dikelilingi oleh struktur kaku seperti dinding sel yang
berfungsi untuk melindungi membrane protoplasma yang ada
dalam sel. Senyawa antimikroba mampu merusak dan mnecegah
proses sintesis dinding sel, sehingga akan menyebabkan
terbentuknya sel yang peka terhadap tekanan osmotik (Waluyo,
2004).
4. Antimirkoba menghambat permeabilitas membrane sel
Membrane sel berfungsi untuk penghalang dengan permeabilitas
selektif, melakukan pengangkutan aktif dan mengendalikan
susunan dalam sel. Membran sel mempengaruhi konsentrasi
metabolit dan bahan gizi di dalam sel dan tempat berlangsungnya
pernafasan sel serta aktivitas sel biosintesis tertentu. Beberapa
antimikorba dapat merusak salah satu fungsi dari membrane sel
sehingga dapat menyebabkan gangguan pada kehidupan sel
(Waluyo, 2004).
5. Antimikroba merusak asam nukleat dan protein
DNA, RNA dan protein memegang pernana penting di dalam
proses kehidupan sel. Sehingga gangguan apapun yang terjadi
dalam pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dalam
mengakibatkan kerusakan secara menyeluruh pada sel (Pleczar,
1988 dalam Rahmadani, 2015).
2.1.4 Metode Pengujian Daya Antimikroba
Metode pengujian daya antimikroba bertujuan untuk menentukan
konsentrasi suatu zat antimikroba sehingga memeperoleh suatu sustem
pengobatan yang efektif dan efisien. Terdapat dua metode untuk menguji
daya antimikroba, yaitu dilusi dan difusi. Menurut Pratiwi (2008) dalam
Atikah (2013) metode difusi dan metode dilusi terbagi menjadi beberapa
metode, yaitu:
1. Metode Difusi adalah pengukuran dan pengamatan diameter zona
bening yang terbentuk di sekitar cakram, dilakukan pengukuran setelah

5
didiamkan selama 18-24 jam dan diukur menggunakan jangka sorong
(Khairani, 2009; Sari, dkk, 2013)
a. Metode disc diffusion atau metode Kirby Baure, metode ini
menggunakan kertas cakram yang berisi zat antimikroba dan
diletakkan pada media agar yang telah ditanami bakteri uji.
b. Metode E-Test digunakan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat
Minimum), yaitu konsentrasi minimal zat antimikroba dalam
menghambat pertumbuhan bakteri uji. Metode ini menggunakan strip
plastik yang telah berisi zat antibakteri dan diletakkan pada media
agar.
c. Ditch plste technique, zat antimirkoba diletakkan pada parit yang
dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada
bagian tengah secara membujur dan bakteri uji digoreskan ke arah
parit.
d. Cup-plate technique, metode ini hampir sama dengan metode disc
diffusion namun bedanya tidak menggunakan kertas. Pada media agar
dibuat sumur, dan pada sumur tersebut diberi zat antimikroba.
e. Gradient-plate technique, media agar dicairkan dan ditambahkan
larutan uji kemudian campuran tersebut dituangkan ke dalam cawan
petri dan diletakkan dalam posisi miring.
2. Metode Dilusi dibedakan mejadi dua, yaitu:
a. Metode Dilusi cair/ broth dilution test, digunakan untuk mengukur
KHM dan KBM. Zat antimikroba diencerkan pada medium cair yang
telah ditambhakan bakteri uji. Larutan antimikroba dengan kadar
terkecil dan terlihat jernih ditetapkan sebagai KHM. KHM dikultur
ulang pada media cair tanpa penambahan bakteri dan zat antimirkoba,
kemudian diinkubasi selama 18-24 jam. Media yang tetap cair
ditetapkan sebagai KBM.
b. Metode dilusi padat/ solid dilution test, metode ini hampir sama
dengan metode dilusi cair, namun menggunakan media padat/solid.

6
Metode dilusi padat dapat menguji beberapa macambakteri dalam satu
konsentrasi zat antimikroba.
2.1.5 Senyawa yang Bersifat Antimikroba
Senyawa yang mempunyai kemampuan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri banyak terkandung di dalam tumbuhan. Beberapa
senyawa antimikroba antara lain yaitu, saponin, tannin, flavonoid, xantol,
terpenoid, alkaloid dan sebagainya (Suerni, dkk, 2013). Selain senyawa
antimikorba yang diperoleh dari tumbuhan ada pula senyawa antimikroba
buatan, contohnya amoxilin. Pada dasarnya setiap senyawa antimikroba
memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dengan
cara melisiskan dinding sel bakteri. Berikut adalah beberapa senyawa
antimikroba yang ada dalam tumbuhan:
1. Saponin
Merupakan salah satu senyawa yang mempunyai kemampuan untuk
melisiskan dinding sel bakteri apabila berinteraksi dengan dinding
bakteri (Pratiwi dalam Karlina, 2013). Saponin yang diujikan langsung
pada bakteri dapat meningkatkan permeabilitas membrane sel bakteri,
sehingga struktur dan fungsi membran sel berubah. Hal tersebut akan
menganggu kestabilan permukaan dinding sel, memudahkan zat
antibakteri masuk ke dalam sel dan mengganggu metabolisme sel yang
mengakibatkan terjadinya denaturasi protein bakteri.
2. Flavonoid
Merupakan senyawa fenol yang mempunyai sifat sebagai desinfektan.
Karena flavonoid yang bersifat polar membuat flavonoid dapat dengan
mudah menembus lapisan peptidoglikan yang juga bersifat polar,
sehingga flavonoid sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan
bakteri Gram positif. Flavonoid mempunyai cara kerja yang sama
seperti saponin dalam hal menghambat pertumbuhan bakteri, yaitu
dengan mendenarurasi protein bakteri yang menyebabkan terhentinya
aktivitas metabolisme sel bakteri. Terhentinya aktivitas metabolisme
mengakibatkan kematian pada sel.

7
3. Tannin
Tannin merupakan senyawa yang dapat merusak membran sel bakteri.
Pernyataan yang diungkapkan oleh Pratiwi dan Karlina (2013),
senyawa tanin mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara
mengkoagulasi protoplasma bakteri.
4. Terpenoid
Senyawa antibakteri jenis terpenoid efektif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri, fungi, virus dan protozoa. Seperti pada
umumnya mekanisme kerja terpenoid dalam menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara mengiritasi dinding sel dan
mengumpalkan protein bakteri. Sehingga menyebabkan terjadi
hidrolisi dan difusi cairan sel karena adanya perbedaan tekanan
osmosis (Pratiwi dalam Karlina, 2013).
5. Xanthone
Senyawa xanthone memiliki fungsi antioksidan tinggi sehingga dapat
menetralkan dan menghancurkan radikal bebas yang memicu
munculnya penyakit degeneratif.
6. Alkaloid
Alkaloid mencakup senyawa bersifat bassa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen, umumnya berupa asam amino. Alkaloid
mempunyai aktivitas antimikroba yang diketahui dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat sintesis dinding sel,
mengubah permeabilitas membran melalui transport aktif dan
menghambat sintesis protein (Mangunwardoyo, 2009).
7. Minyak Atsiri
Minyak atsiri tersusun dari beberapa senyawa utama, yaitu citral,
sitronelol dan geraniol yang bersifat antibakteri dan memiliki
kemamuan untuk membunuh bakteri (Rahman, dkk, 2013). Selain itu,
minyak atsiri mengandung senyawasenyawa volatile seperti golongan
monoterpen dan sesquiterpen yang termasuk golongan senyawa
bersifat antimikroba (Emamgoreishi, 2005 dalam Dewi, dkk, 2013).

8
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, Etanol, Etil alkohol
RM/BM : C2H5OH / 46,07 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap


dan mudah bergerak; bau khas; rasa. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang
tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform
P dan eter P
Khasiat : Antiseptik (menghambat pertumbuhan mikroba
pada bagian tubuh), desinfektan (antimikroba,
untuk mensterilkan peralatan)
Kegunaan : Membunuh bakteri pada sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api
2.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Air suling
RM / BM : H2O / 18,02 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa dan


tidak berwarna

9
Khasiat : Sebagai sumber energi
Kegunaan : Zat pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.3 Daun Sirih
a. Klasifikasi (Inahayatullah, 2012)
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
Gambar 2.2.3 Piper
Species : Piper betle Linn Betle Linn (Daun Sirih)
b. Morfologi Tanaman (Inahayatullah, 2012)
Sirih termasuk dalam family piperaceae, merupakan jenis tumbuhan
merambat dan bersandar pada batang pohon lain, yang tingginya 5-15 meter.
Sirih 6 memiliki daun tunggal letaknya berseling dengan bentuk bervariasi
mulai dari bundar telur atau bundar telur lonjong, pangkal berbentuk jantung
atau agak bundar berlekuk sedikit, ujung daun runcing, pinggir daun rata agak
menggulung ke bawah, panjang 5-18 cm, lebar 3-12 cm.
Batang sirih berwarna cokelat kehijauan, berbentuk bulat, berkerut, dan
beruas yang merupakan tempat keluarnya akar. Morfologi daun sirih
berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai,
teksturnya agak kasar jika diraba, dan mengeluarkan bau khas aromatis jika
diremas. Panjang daun 6-17,5 cm dan lebar 3,5-10 cm. Sirih memiliki bunga
majemuk yang berbentuk bulir dan merunduk. Bunga sirih dilindungi oleh
daun pelindung yang berbentuk bulat panjang dengan diameter 1 mm. Buah
terletak tersembunyi atau buni, berbentuk bulat, berdaging dan berwarna
kuning kehijauan hingga hijau keabu-abuan.
Tanaman sirih memiliki akar tunggang yang bentuknya bulat dan berwarna
cokelat kekuningan (Koensoemardiyah, 2010). Daun berwarna hijau,
permukaan atas rata, licin agak mengkilat, tulang daun agak tenggelam

10
permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun menonjol, bau aromatiknya
khas dan rasanya pedas. Batang tanaman berbentuk bulat dan lunak berwarna
hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut
(Inayatullah, 2012). Tanaman sirih merupakan tanaman yang perdu,
merambat, batang berkayu, berbuku buku dan bersalur (Kharisma et al., 2010).
Daun sirih mempunyai bau aromatik khas dan rasa pedas. Daun sirih 7
merupakan daun tunggal. Tangkai daun bulat, warna coklat kehijauan panjang
1,5–8 cm (Kristio, 2007). 2.1.3 Kandungan Kimia Komponen utama minyak
astsiri terdiri dari betlephenol dan beberapa derivatnya diantaranya euganol
allypyrocatechine 26,8-42,5%, cineol 2,4-4,8%, methyl euganol 4,2-15,8%,
caryophyllen 3-9,8%, hidroksikavikol, kavikol 7,2- 16,7%, Kabivetol 2,7-
6,2%, estragol, ilypryrokatekol 9,6%, karvakol 2,2-5,6%, alkaloid, flavonoid,
triterpenoid atau steroid, saponin, terpen, fenilpropan, terpinen, diastase 0,8-
1,8%, dan tannin 1-1,3%. Pada konsentrasi 0,1-1% fenol bersifat
bakteriostatik, sedangkan pada konsentrasi 1-2% phenol bersifat bakteriosida
(Inayatullah, 2012).
c. Kegunaan Daun Sirih (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)
Daun memepunyai khasiat sebagai obat batuk, obat bisul, obat sakit mata,
obat sariawan, obat hidung berdarah.

11
BAB III
MEKANISME KERJA
3.1 Waktu dan Tempat
Dilaksanakannya praktikum dengan percobaan “Uji Efektivitas
Antimikroba Pada Sediaan Infusa” ini pada tanggal 30 November 2019, Pukul 1
3.00 WITA yang bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunkan yaitu autoklaf, bunse, cawan petri, corong,
dandang, disposable, Erlenmeyer, inkubator, jangka sorong, kompor, loyang,
mikropipet, pinset, termometer, vial.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu alkohol, aquadest, infusa daun jeruk,
infusa daun siruh, infusa jahe, infusa kunyit, inokulum bakteri, inokulum jamur,
kertas saring, medium NA, medium PDA, piper disk, spritus, tissue
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan Infusa
1. Ditimbang sampel masing – masing 10 gram, 20 gram, 40 gram.
2. Ditambahkan aquadest masing – masing 100 ml, kemudian dipanaskan
hingga suhu 90°C selama 15 menit.
3. Disaring menggunakan kertas saring, dituang ke dalam vial.
3.3.2 Uji Efektivitas
1. Direndam paper disk selama 15 menit ke dalam vial yang berisi infusa
10%, 20%, dan 40%.
2. Dimasukkan suspense bakteri/jamur sebanyak 20µL ke dalam cawan petri.
3. Ditambahkan medium NA/PDA dalam cawan petri sebanyak 10ml,
homogenkan, lalu biarkan memadat.
4. Diletakkan paper disk yang telah di rendam di atas permukaan medium.
5. Diinkubasi selama 24 jam (bakteri), 72 jam (jamur).

12
6. Dilakukan hal yang sama untuk control negative (aquadest), control positif
bakteri (chloramphenicol).
7. Ukur hambatan/zona bening dengan jangka sorong.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1 Tabel Pengamatan
KOSENTRASI
SAMPEL MIKROBA KONTROL KONTROL
DIAMETER SAMPEL
INFUSA UJI POSITIF NEGATIF
10% 20% 40%
Sirih Horizontal 0 0 0 0 0
Bakteri
(Piper
Salmonela Vertikal 0 0 0 0 0
betle)

4.2. Pembahasan
Pada pratikum ini akan dilakukan pembuatan infusa, sampel yang digunakan
yaitu daun sirih. Daun sirih dibuat dalam bentuk infusa karena, simplisia daun
merupakan simplisia yang lunak sehingga cukup dipanaskan selama 15 menit
pada suhu 90°C. kandungan yang terdapat pada daun sirih sudah dapat
terekstraksi. Infusa daun sirih dapat digunakan untuk kepentingan aseptik karena
mengandung zat anti mikroorganisme dan juga Kandungan zat aktif dari daun
sirih ternyata sudah diteliti. Daun sirih mengandung zat aktif berupa betlephenol
yang dapat menghambat beberapa bakteri (Sastroamidjojo 1997).
Mikroba yang digunakan untuk uji efektivitas antimikroba pada sediaan
infusa adalh bakteri Salmonella. Menurut Arambewela (2005), Bakteri yang
paling efektif dihambat pertumbuhannya oleh semua fraksi sirih adalah bakteri
Salmonella dengan diameter penghambatan antara 10- 26 mm. Ekstrak daun sirih
mampu menghambat dengan baik pertumbuhan Salmonella pada konsentrasi 15%
dan mampu membunuh seluruh Salmonella pada konsentrasi 20% (Sylviana dan
Kusumaningrum 2008).
Langkah awal yang dilakukan dalam pembuatan infusa adalah timbang
sampel masing – masing 10 gram, 20 gram, 40 gram. Setelah itu tambahkan
aquadest masing – masing 100 ml karena aquadest berguna untuk melarutkan zat
aktif yang terkandung didalam daun sirih.

14
Kemudian dipanaskan hingga suhu 90°C selama 15 menit. Menurut Sudjadi
(1986) suhu dan waktu pada proses ekstraksi berbeda – beda pada setiap metode
yang akan digunakan yang hal tersebut dapat mempengaruhi terhadap kandungan,
pH, warna, baud an rasa dari ekstrak yang akan dibuat.
Selanjutnya saring menggunakan kertas saring. Menurut Winarni (2012)
tujuan penyaringan yaitu untuk memisahkan antara residu dan filtratnya. Setelah
itu dituang ke dalam masing – masing vial yang telah diberi label 10%, 20% dan
40%.
Langkah selanjutnya dilakukan pembuatan uji efektivitas. Menurut Junairiah
(2005), uji efektivitas bakteri adalah cara untuk mengetahui dan mendapatkan
produk alam yang berpotensi sebagai bahan antibakteri serta mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan pada kosentrasi yang rendah. Selain
itu juga, uji efektivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menetukan tingkat
kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni
yang memiliki aktivitas antibakteri.
Langkah awal yang dilakukan dalam pembuatan uji efektivitas adalah
rendam paper disk selama 15 menit ke dalam vial yang berisi infusa 10%, 20%,
dan 40%. Dimasukkan suspense bakteri Salmonella sebanyak 20µL ke dalam
cawan petri. Menurut Arambewela (2005), Bakteri yang paling efektif dihambat
pertumbuhannya oleh semua fraksi sirih adalah bakteri Salmonella.
Setelah itu, ditambahkan medium NA/PDA dalam cawan petri sebanyak 10
ml, karena menurut Pelezar dan Chan (2008), media ini mengandung nutrisi yang
dapat mendukung pertumbuhan bakteri dan juga merupakan campuran agar yang
mana dapat memadatkan medium sehingga apabila medium telah memadat maka
akan memudahkan dalam menghitung jumlah bakteri yang tumbuh dalam
medium. Homogenkan, menurut Melisa (2015) agar bakteri yang telah berada di
cawan petri merata keseluruh bagain cawan petri. Lalu biarkan memadat.
Kemudian letakkan paper disk yang telah direndam diatas permukaan
medium menurut Melisa (2015) agar dapat diketahui zona hambat yang terbentuk.
Inkubasi selama 24 jam (bakteri). Karena menurut Pelezar dan Chan (2008),
waktu inkubasi bakteri yang digunakan dalam peremajaan umumnya adalah 24

15
jam. Dwidjoseputro (1994) menambahkan, inkubasi bakteri dilakukan selama 24
jam karena pada waktu tersebut bakteri dimungkinkan telah berada pada fase
logaritmik atau eksponensial, pada fase tersebut bakteri melakukan pembelahan
secara konstan dan jumlah sel meningkat. Langkah terakhir menghitung jumlah
mikroba yang tumbuh. Lakukan hal yang sama untuk control negative (aquadst),
control positif (chloramfenikol). Ukur hambatan/zona bening dengan jangka
sorong.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, pada sediaan infusa daun sirih
terdapat zona hambat yang terbentuk yaitu pada kontrol posiitf. Terdapatnya zona
hambat pada percoban disebabkan karena bakteri tersebut tidak resisten terhadap
antibiotic yang diberikan pada media. Resistensi ini merupakan suatu sifat tidak
terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antimikroba. Sifat ini merupakan suatu
mekanisme alamiah untuk bertahan hidup.

16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
sediaan infusa daun sirih memiliki kandungan senyawa antibakteri yaitu pada
kontrol positif. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya zona hambatan dari
sampel tersebut.
5.2 Saran
5.2.1 Jurusan
Pihak jurusan sebaiknya membekali mahasiswa agar mempunyai
kemampuan akademik, sehingga mahasiswa yang bersangkutan mampu
melakukan praktikum dibagian apapun.
5.2.2 Laboratorium
Saran untuk laboratorium, sebaiknya alat-alat yang ada di
laboratorium lebih diperhatikan dan dirawat lagi agar saat praktikum,
praktikan bisa menggunakan dengan baik dan maksimal tanpa ada
kekurangan.
5.2.3 Asisten
Diharapkan agar kerjasama antara asisten dengan praktikan lebih
ditingkatkan lagi khususnya dalam memberikan bimbingan kepada praktikan
saat mengikuti praktikum.
5.2.4 Praktikan
Untuk praktikan diharapkan lebih banyak menguasai materi
mengenai kompleksasi, praktikan diharapkan dapat tepat waktu dalam
proses pelaksanaan praktikum, disiplin dan sopan santun baik kepada dosen
maupun asisten yang berada di dalam laboratorium.

17

Anda mungkin juga menyukai