Anda di halaman 1dari 29

JURNAL

TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLIDA


CIPROFLOXACIN DRY SUSPENSION

OLEH

KELOMPOK IV B FARMASI 2014


ASISTEN: NUR AINI FADHILLA S.Farm

LABORATORIUM FARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016

I.a.

Zat Aktif
: Ciprofloxacin
b. Kekuatan Sediaan : 500 mg/5ml
II. Tujuan Praktikum

Untuk

membuat

formulasi dari suspensi kering siprofloksasin serta


mengevaluasi stabilitas sediaanya
III. Studi Preformulasi
Kelarutan

Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut


dalam alkohol terdehidrasi dan dikhlorometana

pKa
pH
Ukuran Partikel
Inkompatibilitas
Stabilitas

:
:
:
:

(Martindale, 2009)
6,8-8 (Gerald, 2005)
4,48 (allen, 2013)
infus siprofloksasin memiliki pH 3,9-4,5 dan tidak

stabil secara fisik di kisaran pH ini


Siprofloksasin harus disimpan dalam wadah kedap
udara pada suhu dari 25. Hindari suhu di atas 40

Koefisien Partisi
Dosis

:
:

dan sinar matahari langsung (Martindale, 2009).


2,3 (Botte, 2012)
Dosis ringan-sedang : sehari 2x250 mg dan dosis

berat 2x500 mg (Sirait, 2013)


Efek Farmakologi
:
a. Efek Farmakokinetik
Sekitar 70 % dari siprofloksasin hidroclorida (cipro) diabsorpsi
melalui saluran gastrointestinal. Obat ini mempunyai efek peningkatan pada
protein yang rendah dan mempunyai waktu paruh yang cukup singkat yaitu
3 4 jam. Sekitar setengah dari obat ini diekskresikan tanpa mengalami
perubahan ke dalm urin (Kee et all, 1996).
b. Efek Farmakodinamik
Siprofloksasin menghambat sintesis DNA bakteri dengan menghambat
enzim, girase DNA. Obat ini mempunyai distribusi jaringan yang tinggi.
Jika memungkinkan, obat ini dipakai sebelum makan karena makanan
memperlambat

laju

absorpsi.

Jika

memakai

probenesid

bersama

siprofloksasin, maka kerja obat siprofloksasin meningkat. Siprofloksasin


memperpanjang kerja obat dari teofilin.
Siprofloksasin mempunyai mula kerja rata-rata sekitar 0,5 1,0 jam,
dan waktu untuk mencapai konsentrasi puncak adalah 1 2 jam. Lama
kerja obat ini tidak diketahui (Kee et all, 1996).

IV.

Analisis Permasalahan
a. Ditinjau dari kelarutannya, siprofloksasin praktis tidak larut dalam air,
sangat mudah larut

dalam alkohol terdehidrasi dan dikhlorometana

sehingga dibuat suspensi untuk meningkatkan viskositas dan memperlambat


proses pengendapan sehingga menghasilkan suspensi yang stabil. Bahan
pensuspensi yang dapat digunakan yaitu veegum, PGA dan lain-lain.
b. Dalam formulasi sediaan suspensi, diperlukan penambahan pensuspensi
yang ditambahkan dengan tujuan untuk
c. Siprofloksasin merupakan antibiotik golongan kuinolon yang digunakan
dalam mengobati berbagai infeksi salah satunya infeksi saluran kemih
(Jawetz, 2005)
d. Siprofloksasin digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
kuman patogen yang peka terhadap siprofloksasin: Saluran kemih, saluran
pernafasan kecuali pneumonia oleh Streptococcus, kulit dan jaringan lunak,
tulang dan sendi. Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitif terhadap
siprofloksasin dan derivat quinolone yang lain, wanita hamil dan menyusui,
anak anak dan remaja sebelum akhir fase pertumbuhan (Purwanto, 2002).
e. Ada beberapa alasan pembuatan suspensi oral. Salah satunya yaitu karena
obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tetapi
stabil bila disuspensi. Dalam hal seperti ini suspensi oral menjamin stabilitas
kimia dan memungkinkan terapi dengan cairan. Umumnya bentuk cairan
lebih disukai daripada bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama),
karena mudah saat meminumnya lebih mudah untuk memberikan dosis yang
relatif besar dan mudah diberikan untuk anak-anak (Ansel et al., 1995).
f. Untuk obat-obat yang tidak enak rasanya telah dikembangkan bentukbentuk kimia khusus menjadi bentuk yang tidak larut 4 dalam pemberian
yang diinginkan sehingga didapatkan sediaan cair yang rasanya enak.
Pembuatan bentuk-bentuk yang tidak larut untuk digunakan dalam suspensi
mengurangi kesulitan ahli farmasi untuk menutupi rasa obat yang tidak enak
dari suatu obat (Ansel et al., 1995).
g. Suspending agent digunakan untuk

meningkatkan

viskositas

dan

memperlambat proses pengendapan sehingga menghasilkan suspensi yang


stabil. Pembuat formulasi harus memilih suspending agent secara tunggal

atau kombinasi dan pada konsentrasi yang tepat. Faktor yang mempengaruhi
pemilihan suspending agent yaitu: kesesuaian secara kimia dengan bahan
yang lain, khususnya obat, pengaruh pH obat, penampilan, dan harga (Nash,
1996).
h. Suspensi stabil apabila zat yang tersuspensi tidak cepat mengendap, harus
terdispersi kembali menjadi campuran yang homogen dan tidak terlalu
kental agar mudah dituang dari wadahnya (Ansel et al., 1995).
i. Salah satu suspending agent yang biasa digunakan dalam pembuatan sediaan
suspensi yaitu Pulvis Gummi Arabici. Pulvis Gummi Arabici biasa disebut
dengan Gom Akasia atau Gom Arab. Gom Akasia adalah eksudat kering
yang diperoleh dari batang dan bahan Acacia Senegal Willd, dan beberapa
spesies Acacia lain. Pemerian hampir tidak berbau, rasa tawar seperti lender.
Gom akasia mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang kental dan
tembus cahaya (Dirjen POM, 1979), tidak merubah struktur kimia, bersifat
alami, dan dapat menghindari pengendapan (Anjani dkk, 2011).
j. Dalam formula suspensi kering ini menggunakan pendapar asam sitrat
karena asam sitrat akan menghasilkan rentan pH 2,1-6,2 (God, 2008).
Pemilihan dapar yang cocok tergantung dari pH dan kapasitas dapar yang
diinginkan. Dapar ini harus dapat tercapur dengan senyawa lain dan
mempunyai toksisitas yang rendah (Lachman et al, 1986).
V.

Pendekatan Formula
a. Bahan Pensuspensi
1. PGA (Rowe, 2009)
Alasan Penambahan

: Gom

akasia

mudah

larut

dalam

air,

menghasilkan larutan yang kental dan tembus


cahaya (Dirjen POM, 1979), tidak merubah
struktur kimia, bersifat alami, dan dapat
menghindari pengendapan serta memberikan
struktur yang homogen. PGA tunggal dalam
suspensi

siprofloksasin

yang

dihasilkan

memiliki daya antibakteri pada konsentrasi


7,5% dan stabilitas 10%.

Kelarutan

: Larut dalam 20 bagian gliserin, dalam 20


bagian propilenglikol, dalam 2,7 bagian air;

Inkompatibillitas

praktis tidak larut dalam etanol (95%)


: Inkompatibel dengan beberapa substansi
seperti amidopirin, apomorfin, kresol, etanol
(95%), garam-garam besi, morfin, fenol,

Stabilitas

fisostigmin, tanin, timol dan vanillin


: Larutan air dapat menjadi subyek bakterial
atau degradasi enzimatik tapi mungkin dapat
dikurangi dengan memanaskan larutan dalam
waktu yang singkat untuk menginaktivasi
kehadiran enzim; iradiasi microwave juga
dapat digunakan
: 5 10 %

Konsentrasi
2. Veegum (Rowe,2009)
Alasan Penambahan
: Veegum

digunakan

pensuspensi

dan

sebagai

bahan

bahan

penstabil

yang

digunakan baik tunggal maupun dikombinasi


dengan bahan pensuspensi lain. Viskositas
dari larutan dispersi dapat ditingkatkan jika
dikombinasikan

denganbahan

pensuspensi

lainnya yang cocok. Tujuaan dikombinasikan


yakni untuk menghasilkan aliran yang sesuai
dan

untuk

menjamin

stabilitas

sediaan

Kelarutan

suspensi (Jones, 2008)


: Praktis tidak larut dalam alkohol, air dan

Inkompatibillitas

pelarut organik
: Tidak sesuai untuk larutan asam dengan pH

Stabilitas

dibawah 3,5
: Sangat stabil jika disimpan di tempat yang
kering, dan juga sangat stabil dalam range pH
yang luas, memiliki penukaran kapasitas,
dapat

mengabsorbsi

beberapa

substansi

organik dan kompatibel dengan pelarut


organik
Konsentrasi
: 0,5 2,5 %
b. Bahan Pembasah (Rowe,2009)
1. Gliserin
Alasan Penambahan
:
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam benzil dan kloroform
serta minyak, dan agak mudah larut dalam
Inkompatibilitas

aseton: larut dalam etanol (95%) dan air


: Gliserin dapat meledak jika di campur dengan
agen pengoksidasi kuat seperti kromium
trioksida,

kalium

klorat

dan

kalium

permanganat. Dapat berubah menjadi hitam


jika terkena cahaya, atau terkontak dengan
Stabilitas

zink oksida atau bismut titrat


: bersifat higroskopis; gliserin murni tidak
rentan terhadap oksidasi dibawah kondisi
penyimpanan

biasa,

tapi

terurai

pada

pemanasan dengan evolusi akrolein beracun.


Campuran dari gliserin dengan air dan etanol
(95%) dan propilen glikol secara kimiawi
Konsentrasi
c. Pemanis (Rowe, 2009)
1. Aspartam
Alasan Penambahan

bersifat stabil
: <30%

: aspartam adalah suatu zat dari beberapa kelas


bahan

kimia

berbeda

yang

berinteraksi

dengan reseptor rasa sehingga menimbulkan


rasa manis 30-1300 kali melebihi sukrosa
tanpa kalori atau rendah kalori (Revivo,2014).
Aspartam lebih baik dari pemanis alami
karena pemanis alami bersifat higroskopis
(Eka S, 2014).

Aspartam dipilih sebagai

pemanis karena aspartam memiliki kemanisan


180-200 kali lebih manis dari gula sehingga
jumlah aspartam yang dibutuhkan hanya
sedikit dibandingkan jika menggunakan gula
Kelarutan

sebagai pemanis (Mellisa, 2008).


: Sedikit larut dalam etanol (95%); sedikit larut
dalam air. Pada 20oC larut dalam air adalah
1% b / v pada titik isoelektrik (PH 5.2).
Kelarutan meningkat pada suhu yang lebih

Inkompatibilitas

tinggi dan pada suasana yang lebih asam.


: dalam perbedaan percobaan kalorimetri
dengan

beberpa

langsung

eksipien

menunjukkan

tablet

kempa

bahwa

aspartam

inkompatibel dengan kasium fosfat dan


Stabilitas

magnesium stearat.
: Aspartam stabil dalam kondisi kering .jika
pada keadaan lembab hidrolisis terjadi untuk
membentuk

Konsentrasi
d. Pengikat
1. PVP (Rowe, 2009)
Alasan Penambahan

produk

degradasi

yang

menghasilkan kurangnya rasa manis


: 1,2% (Wiyono, 2014)

: PVP merupakan suatu polimer sintetis yang


dapat digunakan sebagai pengikat yang baik
dalam

granulasi

basah

maupun

kering

(Lachman, 1994). PVP larut dalam air, dapat


meningkatkan

kelarutan

dan

tidak

meninggalkan residu, PVP larut dalam pelarut


dengan
Kelarutan

konsentrasi

0,5-3%

sekaligus

meningkatkan kelarutan granul (Voight, 1994)


: Bebas larut dalam asam, kroloform, etanol
(95%), keton, metanol dan air. Praktis tidak

larut dalam eter, hidrokarbon, dan minyak


Inkompatibilitas

mineral.
: PVP inkompatibel dalam berbagai garam
anorganik, resin alami dan sintesis, dan bahan

Stabilitas
Konsentrasi
e. Pewangi
1. Essencial orange
Alasan Penambahan

kimia lainnya.
: Stabil dalam pemanasan pada suhu 150oC
dengan penurusan daya larut
: 0,5-5%
:

Tujuan pemberian essence orange pada

sediaan ini dimaksudkan agar memperbaiki


tampilan atau warna dasar sediaan menjadi
berwarna kuning cerah. Selain itu juga untuk
memberikan aroma dan rasa pada sediaan
(Palobo, 2013).
Kelarutan

: Mudah larut dalam alkohol 90 %, asam asetat


glasial.

Inkompatibilitas
Stabilitas

: : Dapat disimpan dalam wadah gelas dan


plastik.

f. Pengawet
1. Nipasol (Metil Paraben) (Rowe, 2009)
Alasan Penambahan
:
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam minyak mineral,
larut dalam 3 bagian etanol (95%), larut
Inkompatibilitas

dalam 400 bagian air


: Aktivitas antimikroba dari metil paraben dan
paraben lainnya jauh berkurang dengan
adanya

surfaktan

polisorbatr
Stabilitas

80,

non
sebagai

ionik,
akibat

seperti
dari

pembentukan misel.
: Campuran air dan metil paraben pada pH 3
sampai 6 dapat disterilkan dengan autoklaf

pada suhu 120oC selama 20 menit tanpa

VI.

VII.

VIII.

dekomposisi.
Konsentrasi
: 0,015% - 0,2%
Formulasi
a. Rancangan Formula Utama
R/
Ciprofloxacin
500mg/5mL
PGA
7,5%
Veegum
2,5%
Aspartam
0,5%
Nipasol
0,015-0,2%
Gliserin
10-20%
Escencial orange
q.s
b. Rancangan Formula Alternatif
R/
Ciprofloxacin
500mg/5mL
PGA
7,5%
Na CMC
2,5%
PVP
1%
Aspartam
Nipasol
0,015-0,2%
PG
10-20%
Esscencial orange
q.s
Perhitungan
Berat Granul
Ciprofloksasin + Aspartam + PVP + Metil Paraben
= 6 g+ 0,072 g + 0,6 g+ 0,06 g
=7,38 g
Bila dibuat 3 botol sediaan (180 mL)
Maka 7,38 g x 3 = 22,14 g
Cara Kerja
1. Aquades atau cairan pembawa dididihkan ditutup dengan aluminium foil
2. Bahan aktif dan eksipien ditimbang
3. Bahan pensuspensi dikembangkan terlebih dahulu (ditaburkan diatas
permukaan air panas dalam mortir
4. Bahan pembasah ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang
berisi bahan aktif sampai seluruh serbuk terbahasahi seluruhnya
5. Bahan pensuspensi yang telah dikembangkan dimasukkan ke dalam mortir
yang berisi bahan aktif dan diaduk hingga homogen
6. Diaduk hingga homogen
7. Dimasukkan masing-masing eksipien lainnya dengan menggunakan sisa air
untuk formula,
8. Selanjutnya dimasukkan masing-masing eksipien ke dalam mortir
9. Diaduk hingga homogen dimasukkan de dalam botol yang telah dicuci

IX.

10. Dikeringkan dan dikalibrasi sejumlah volume tertentu


Evaluasi Sediaan
Evaluasi Stabilitas Fisik Suspensi yaitu (Emilia dkk, 2013) :
1. Organoleptis
Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan meliputi bau,warna, dan rasa.
2. Massa Jenis
Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang (a). Kemudian
aquadest dimasukkan ke dalam piknometer dan ditimbang beratnya (b).
Piknometer

dibersihkan

dan

dikeringkan.

Suspensi

siprofloksasin

dimasukkan ke dalam piknometer, kemudian ditimbang beratnya (c). Massa


jenis suspensi siprofloksasin ditentukan menggunakan persamaan (1).
ca
= ba x ............................ (1)
3. Distribusi Ukuran Partikel
Suspensi diencerkan dan dibuat sediaan yang cukup antara 3-5
sediaan diatas objek glass. Kemudian objek glass yang berisi preparat yang
akan diamati diletakkan di tengah-tengah meja benda. Lensa objektif
diturunkan sampai berjarak kira-kira 3mm dengan benda yang akan
diamati. Sambil melihat melalui lensa okuler, pengatur kasar diputar keatas
sehingga partikel yang akan diamati terlihat jelas. Kemudian dihitung nilai
antilog SD diameter dari 20 partikel suspensi tersebut. Jika nilai antilog
SD<1,2, maka jumlah partikel yang diukur 500. Sedangkan jika nilai
antilog SD>1,2 maka jumlah partikel yang harus diukur adalah 1000.
Selanjutnya dilakukan pengelompokkan dengan menentukan ukuran
partikel yang terkecil yang tersebar. Dibuat grafik distribusi ukuran partikel
dan ditentukan harga diameternya.
4. Viskositas
Tahapan awal, ditentukan nilai Kv viscometer stormer dengan sampel
suspensi ibuprofen. Sampel dimasukkan ke dalam wadah. Sampel
dinaikkan hingga tanda batas pada dayung terendam, tepat letaknya di
tengah sampel. Rem dilepas sehingga pemberat akan meluncur ke bawah.
Lakukan prosedur dengan pemberat anak timbangan yang bervariasi (W)
yaitu: 30, 60, 90, 120, dan 150 gram. Dicatat nilai rpm yang dihasilkan pada
setiap anak timbangan yang berbeda. Selanjutnya dicari nilai regresi linier

dari bobot anak timbangan (x) vs rpm (y) sehingga diperoleh persamaan
(2). Nilai y pada persamaan regresi dianggap nol, sehingga dapat dicari nilai
x (Wf). Ditentukan viskositasnya dengan menggunakan persamaaan (3).
y= bx + a ................................(2)
=

Kv (W Wf )
rpm

............................(3)

5. Volume Sedimentasi
Suspensi dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 mL dan disimpan pada suhu
kamar serta terlindung dari cahaya secara langsung. Volume suspensi
siprofloksasin yang diisikan merupakan volume awal (Vo). Perubahan volume
diukur dan dicatat setiap selama 30 hari tanpa pengadukan hingga tinggi
sedimentasi konstan. Volume tersebut merupakan volume akhir (Vu). Volume
sedimentasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 4.
F=Vu/Vo ........................... (4)

6. Redispersi
Uji Redispersi dilakukan setelah evaluasi volume sedimentasi selesai
dilakukan. Tabung reaksi berisi suspensi siprofloksasin yang telah dievaluasi
volume sedimentasinya diputar 180 derajat dan dibalikan ke posisi semula.
Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dan diberi
nilai 100%. Setiap pengulangan uji redispersi pada sampel yang sama, maka akan
menurunkan nilai redispersi sebesar 5%.
7. Pengukuran pH
Suspensi siprofloksasi dituangkan ke dalam wadah khusus pada pH meter
secukupnya. Tunggu hingga pH meter menunjukkan posisi tetap, pH yang
ditampilkkan pada layar digital pH meter dicatat

X.

Daftar Pustaka
Alfiany, M. 2008. Formulasi Suspensi Kering yang Mengandung Ekstrak Akar
kucing (Acalipa indica Linn). UI : Jakarta
Anjani dkk. 2011. Formulasi suspensi siprofloksasin dengan suspending agent
pulvis gummi arabici dan daya antibakterinya. UMS : Surakarta
Ansel, H.C., Nicholas G.P., And Loyd V.A., 1995, Pharmaceutical Dosage
Forms and Drugs Delivery Systems, 6th Edition, 253-256, 269, Williams
and Willins Malvern, USA.
Botte et al. 2012. Chemical review volume 12 number 3. pubc

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI :


Jakarta
Gerald, K., 2005, AHFS Drug Information, 451, 2644, American Society of
Health, System Pharmacist, USA.
Jawetz et al. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika : Jakarta
Kee, Joyce L., Hayes, Evelyn R.1996. Farmakologi Pendekatan Proses
Keperawatan. EGC : Jakarta
Lachman L, et al. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri Edisi Ketiga. Vol
III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. UI Press : Jakarta
Nash, A. R., 1996, Pharmaceutical Suspensions, in Herbert A. Lieberman,
Martin M. Rieger, Gilberts, Banker, Pharmeceutical Dosage Forms :
Disperse Systems, Vol. 2, 2nd Revised and Expanded, New York,
pages : 183-188.
Purwanto, H., 2002, Daftar Obat Indonesia, Edisi ke-10, 355-356, Grafidian
Medipress, Jakarta.
Revivo. 2014. Pengaruh Pemberian Aspartam terhadap Kadar Low-Density
Lipoprotein dan High-Density Lipoprotein pada Tikus Wistar
Diabetes Melitus Diinduksi Aloksan. Universitas Andalas : Sumatera
Barat
Voight, R. 1994. Buku pelajaran teknologi farmasi. Gadjah Mada University
Press : Yogyakarta
Wiyono, Rakhmad. 2014. Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi
Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat. Jurnal
Teknologi Pangan 1 (1),
XI.

Etiket dan Brosur

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai