Anda di halaman 1dari 2

Cemaran NDMA dalam Produk Obat Ranitidin

Sumber cemaran NDMA


Sumber cemaran belum diketahui dan masih dalam penelusuran. Namun, ada
dugaan masalah bukan pada proses sintesis seperti pada kasus ARB, melainkan masalah
ketidakstabilan zat aktif. Direktur Biro Keamanan Farmasi MFDS Kim Myungho
menyebutkan, kadar NDMA dalam satu lot bahan bisa berbeda-beda, tergantung pada titik
mana sampel diambil. Demikian juga dengan produk obat ranitidin. Dalam satu bets bisa
tidak ditemukan NDMA, tetapi unit lain dari bets tersebut bisa mengandung NDMA. "Ini
masih berupa asumsi, tetapi kami menduga ranitidin bereaksi terhadap perubahan
lingkungan seperti waktu dan suhu," kata Kim.
Secara umum, pembentukan nitrosamin hanya mungkin terjadi dengan adanya
amin sekunder atau tersier dan nitrit. Reaksi optimal terjadi pada pH rendah.Untuk
pembentukan NDMA, persyaratan penting adalah ketersediaan amin sekunder dimetilamin
(DMA).
Ranitidin memiliki gugus dimetilamin sehingga menjadi prekursor NDMA yang poten
(Liu et al, 2014). DMA dan NDMA dapat terbentuk karena oksidasi ranitidin (Lv et al,
2017). Dibandingkan DMA sendiri, ranitidin memiliki laju konversi menjadi NDMA yang
lebih tinggi. Laju konversi ranitidin di atas 60 persen, sedangkan DMA kurang dari 3
persen (Roux et al, 2012). Dari tingginya laju konversi tersebut, ranitidin diduga dapat
membentuk nitrosamin tanpa perlu berubah dulu menjadi DMA, meskipun jalur reaksi
spesifik masih belum diketahui (Krasner et al, 2013).
Ranitidin juga merupakan senyawa C-nitro (ChEBI). Beberapa senyawa C-nitro
diketahui dapat menjadi bahan penitrosasi dalam pembentukan nitrosamin (Fan et al,
1978). Entitas 2-nitro-1,1-vinildiamino bersifat reaktif, yang dapat menyebabkan molekul
ranitidin mengalami hidrolisis, baik dalam kondisi asam maupun basa (Jamrogiewicz dan
Lukasiak, 2009).
Wolfgang Hinz, pakar kimia medisinal berpendapat, gugus amina tersier dan gugus
nitro pada ranitidin, berpotensi untuk terlepas dan bereaksi membentuk NDMA.
Hampir semua reaksi menggunakan pelarut sebagai media. Bagaimana dengan ranitidin
tablet? Stabilitas padatan dan bentuk sediaan padat dapat dipengaruhi lapisan lengas
yang terserap, pada permukaan padatan tersebut (Cartensen, 1974).
Ranitidin bersifat delikuesens, artinya dapat menyerap kelembapan di sekitarnya
dan kemudian terlarut di dalamnya, ketika kelembapan relatif lingkungan melebihi
kelembapan relatif kritis (RH0). RH0 ranitidin 76% pada suhu 25°C dan 67% pada suhu
45°C (Teraoka et al, 1993; Salameh dan Taylor, 2005). Adanya senyawa pengotor pada
permukaan dan bahan tambahan tertentu dapat menurunkan RH0 (Uzunarslan dan
Akbuga, 1991; Guerrieri et al, 2006).
Kelembapan, suhu tinggi, cahaya dan oksigen merupakan faktor penyebab
degradasi ranitidin dalam kondisi padat, dengan ditandai perubahan warna menjadi
lebih gelap dan bau seperti sulfur yang tidak enak (Jamrogiewicz dan Wielgomas,
2013). Untuk mengatasi masalah yang bisa mempengaruhi stabilitas ranitidin ini, kontrol
perlu diterapkan pada pemilihan yang tepat untuk bahan tambahan, proses produksi,
sistem kemasan primer, dan lingkungan manufaktur.
Sebagai tambahan, penelitian yang dilakukan terhadap 10 subyek yang diberi
ranitidin 150 mg menunjukkan peningkatan ekskresi NDMA dalam urin 24 jam hingga 400
kali kondisi tanpa pemberian obat. Jika tanpa obat, NDMA yang diekskresikan 110 ng,
setelah pemberian ranitidin meningkat menjadi 47.600 ng (Zeng dan Mitch, 2016). Apakah
ini ada kaitannya dengan peningkatan risiko kanker kantong kemih pada penderita tukak
lambung, yang bisa saja karena ranitidin (Michaud et al, 2004)?
Metode pemeriksaan
US FDA juga memublikasikan metode LC-HRMS untuk memberikan opsi
pemeriksaan NDMA dalam bahan awal dan produk obat ranitidin bagi regulator dan
industri. Pengotor NDMA dipisahkan dari ranitidin menggunakan kromatografi fase balik
dan dideteksi menggunakan spektrometer massa resolusi-tinggi dan akurasi massa-tinggi
(HRAM-MS). Dalam daftar peralatan, US FDA menggunakan detektor spektrometer
massa hibrida quadrupole-orbitrap, dengan rentang pindai 50-95 m/z dan resolusi 35.000.
US FDA menyebutkan, metode berbasis GC dapat memberikan peningkatan kadar NDMA
pada bahan uji, sehingga metode alternatif yang dapat mencegah peruraian ranitidin dan
membentuk NDMA lebih lanjut diperlukan. Suhu gerbang suntik GC biasanya diatur
dengan suhu di atas 200 derajat Celsius. Adanya prekursor dalam sampel dapat
menyebabkan nitrosamin terbentuk dalam gerbang suntik. Sedangkan pada LC, suhu
gerbang suntik pada suhu ruang sehingga pembentukan nitrosamin dapat dihindari (Fan
dan Fine, 1978; Krull et al, 1978). Alasan ini yang membuat US FDA lebih memilih
mengembangkan metode LC-HRMS.
Metode yang lebih bisa diterapkan luas, yakni menggunakan Triple Quad LC-
MS/MS, dirilis US FDA pada 23 Oktober 2019.

Anda mungkin juga menyukai