Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID

PERCOBAAN I
PEMBUATAN DAN EVALUASI GRANUL EFFERVESCENT

DISUSUN OLEH :
FARMASI B21 / KELOMPOK II
ABD. WAHID RUSMAN 202104057
FIRDA YANTI 202104075
MUTHI’AH ZAHRA. S 202104083
NUR WAHIDA 202104092
RISMAYANTI 202104098
ST. NASRAH 202104105
TENRI 202104107

PENANGGUNG JAWAB : Apt. DESI RESKI FAJAR S.Farm., M.Farm


ANDI NUR IZNA A.Md Farm
ASISTEN : Apt. DESI RESKI FAJAR S.Farm., M.Farm

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID


PROGRAM STUDI DIII FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Granul effervescent adalah produk granul atau serbuk kasar

sampai kasar sekali yang mengandung bahan-bahan obat dalam

campuran kering, biasa granul effervescent terdiri atas natrium

karbonat, asam sitrat dan asam tatrat. Campuran ini apabila dilarut

dalam air akan menghasilkan buih dikarena bereaksi antara asam dan

karbon. Granul effervescent ini dibuat dengan ekstrak buah asam

gelugur dengan berefek menghambat pembentukan lemak dari gula

yang akan ditumpuk dalam tubuh, sebaliknya mempercepat

perubahan lemak menjadi energi karena buah asam gelugur

mengandung hydrocitic acid HCA (Piyukrit Tongbun et al., 2012).

Sediaan dalam bentuk granul memiliki keuntungan dan

kerugian. Keuntungannya yaitu granul lebih stabil secara fisika dan

kimia serta memiliki sifat alir yang baik dan mudah untuk disiapkan

ketika akan dikomsumsi, absorbsi obat yang cepat sehingga efek

yang dikehendaki lebih cepat dirasakan dan dapat digunakan untuk

pasien yang mengalami kesulitan menelan obat tablet atau kapsul

sedangkan kerugiannya yaitu kesukaran untuk menghasilkan produk

yang stabil secara kimia (Djarot dan Badar, 2017).

Granul effervescent, dimana bentuk sediaan ini mempunyai

beberapa keuntungan, diantaranya adalah mudah untuk dikonsumsi


dan biasa dikembangkan variasi rasa, sehingga diharapkan

masyarakat dapat tertarik untuk mengkonsumsi sediaan lidah buaya

dalam bentuk granul effervescent, dan apabila ini dikembangkan

menjadi unit usaha diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis

dan memberikan manfaat finansial bagi masyarakat (Ramadhia &

Ichsan, 2018).

Tujuan dari pembuatan granul adalah untuk mencegah

terjadinya segregasi, memperbaiki aliran serbuk, meningkatkan

porositas, meningkatkan kompresibilitas serbuk, menghindari

terbentuknya material yang keras dari serbuk (Hadisoewignyo dan

Fudholi, 2013).

B. Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah :

1. Menentukan dan merancang formulasi dan pembuatan granul.

2. Menentukan dan melakukan evaluasi mutu granul

C. Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :

1. Untuk menentukan dan merancang formulasi dan pembuatan

granul.

2. Untuk melakukan evaluasi mutu granul.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang

Granul berasal dari kata granula yang artinya butir. Granul

efervesen merupakan produk granul atau serbuk kasar sampai kasar

sekali yang mengandung unsur obat dalam campuran yang kering,

biasanya terdiri dari natrium karbonat, asam karbonat dan asam

tartrat. Campuran ini bila ditambah dengan air, asam karbonatnya

akan bereaksi dan membebaskan karbondioksida yang menghasilkan

buih (Sari Intan et al.,2012).

Granul effervescent di definisikan sebagai bentuk sediaan yang

menghasilkan gelembung sebagai hasil reaksi kimia dalam

larutannya. Produk dalam effervescent merupakan bentuk pangan

yang cukup dekenal karena memiliki beberapa keuntungulan

diantaranya praktis, mempuyai rasa yang menarik dan mudah larut

dalam air. Sediaan effervescent yang paling sederhana, mudah dan

praktis dibuat adalah granul (Rosmala Dewi et al., 2014).

Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, penting bagi

kesehatan manusia. Memberikan perlindungan antioksidan plasma

lipid dan diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh termasuk (leukosit,

fagositosis dan kemotaksis), penekanan replikasi virus dan produksi

interferon (Mitmesser et al., 2016).


Vitamin C telah diusulkan bermanfaat dalam mencegah dan

menyembuhkan flu biasa, mengurangi kejadian kelahiran prematur

dan pre-eklampsia, penurunan risiko kanker dan penyakit jantung, dan

meningkatkan kualitas hidup dengan menghambat kebutaan dan

demensia (Duerbeck et al., 2016).

Vitamin C adalah salah satu senyawa kompleks yang terdapat

dalam buah dan sayuran yang memiliki sifat larut air. Menurut Tahir

dkk. (2017), vitamin C merupakan suatu senyawa atau zat gizi yang

dibutuhkan oleh tubuh dengan prekusornya adalah karbohidrat.

Vitamin C dikenal juga dengan nama asam askorbat Kandungan

Vitamin C dari Ekstrak Buah Ara (Ficus carica L.) dan Markisa Hutan

Dalam tubuh manusia senyawa ini berfungsi sebagai katalis dalam

reaksi kimia. Oleh karena itu, jika jenis katalis ini tidak terdapat dalam

tubuh maka fungsi normal tubuh akan terganggu (Setyawati, 2014).

Tubuh manusia tidak dapat menghasilkan vitamin C sehingga

kebutuhan vitamin C dalam tubuh dipenuhi melalui asupan bahan

makanan. Bahan makanan seperti sayuran dan buah–buahan segar

adalah sumber vitamin C yang baik. Vitamin C memiliki sifat mudah

larut dalam air dan mudah teroksidasi. Asam askorbat atau vitamin C

dalam buah-buahan dan sayuran akan rusak atau berkurang akibat

proses oksidasi berupa paparan udara, pemasakan dan pengirisan,

serta penyimpanan yang tidak tepat. Salah satu bentuk tindakan agar

kandungan vitamin C pada sayuran dan buah-buahan tetap terjaga


yaitu proses pengemasan buah dan sayuran pada suhu rendah (di

lemari es). manfaat vitamin C bagi tubuh yaitu sebagai antioksidan,

sintesis kolagen, dan anti kanker. Kebutuhan vitamin C oleh setiap

tubuh berbeda, hal ini tergantung pada usia, jenis kelamin, sifat

metabolisme, dan penyakit tertentu. Orang dewasa diajurkan

konsumsi 100-150 mg vitamin C (Badriyah & Manggara, 2015).

B. Metode Pembuatan Tablet

Secara umum pembuatan tablet dapat dibuat dengan tiga

metode, yaitu sebagai berikut:

1. Metode Granulasi Basah

Metode granulasi basah sering digunakan apabila zat aktif

yang digunakan dalam formulasi bersifat tahan lembap dan panas,

serta memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang relatif buruk.

Tujuan dari pembuatan tablet dengan menggunakan metode

granulasi basah yaitu agar dapat meningkatkan sifat alir dan atau

kemampuan kempa yang dilakukan dengan cara mencampur zat

aktif dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan

penambahan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga

didapatkan massa cetak yang lembap yang dapat digranulasi dan

menghasilkan tablet yang tidak rapuh (Suhery, 2016).

Keuntungan metode granulasi basah yaitu :

a. Dapat digunakan untuk bahan zat aktif dan eksipien yang

tahan panas dan lembap.


b. Mengurangi segregasi komponen penyusun tablet yang

homogen selama proses pencampuran.

c. Meningkatkan kohesifitas dan kompresibilitas serbuk massa

cetak tablet.

d. Cocok digunakan untuk zat aktif dan eksipien dengan sifat

aliran dan kompresibilitas yang buruk.

e. Cocok digunakan untuk sediaan dengan kandungan zat aktif

yang besar (>100mg) (Suhery, 2016).

Kerugian metode granulasi basah yaitu :

a. Tidak dapat digunakan untuk bahan zat aktif yang sensitif

terhadap panas dan lembap.

b. Membutuhkan peralatan, area produksi, personil dan validasi

proses yang lebih banyak.

c. Memerlukan waktu lebih lama karena tahapan prosesnya yang

cukup panjang.

d. Kemungkinan terjadi kontaminasi atau kontaminasi silang lebih

besar di bandingkan dengan metode kempa langsung (Suhery,

2016).

2. Metode granulasi kering

Metode granulasi kering sering digunakan apabila zat aktif

yang digunakan dalam formulasi bersifat termolabil atau sensitif

terhadap lembap dan panas, serta memiliki sifat alir dan

kompresibilitas yang relatif buruk. Pembuatan tablet dengan


metode granulasi kering bertujuan untuk dapat meningkatkan sifat

alir dan atau kemampuan kempa massa cetak tablet. Metode

granulasi kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk

pada tekanan tinggi sehingga menjadi tablet besar (slug) yang

tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga

diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan.

Keuntungan granulasi kering adalah tidak diperlukan panas dan

kelembapan dalam proses granulasi sehingga cocok untuk zat

aktif dan eksipien yang sensitif terhadap panas dan lembap.

Pembuatan tablet dengan metode granulasi kering juga dapat

dilakukan dengan meletakkan massa cetak serbuk diantara mesin

rol yang dijalankan secara hidrolik untuk menghasilkan massa

padat yang tipis, selanjutnya diayak atau digiling hingga diperoleh

granul dengan ukuran yang diinginkan (Suhery, 2016).

Keuntungan metode granulasi kering yaitu :

a. Dapat digunakan untuk zat aktif dan eksipien yang sensitif

terhadap panas dan lembap.

b. Peralatan yang dibutuhkan lebih sedikit dibanding granulasi

basah.

c. Tidak perlu pemanasan atau pelarutan terlebih dahulu terhadap

massa cetak.
d. Dapat digunakan untuk bahan aktif dan eksipien dengan sifat

alir dan kompresibiltas buruk dan dosis tinggi dalam sediaan

(>100mg) (Suhery, 2016).

Kerugian metode granulasi kering yaitu :

a. Diperlukan mesin khusus untuk slugging.

b. Distribusi zat warna kurang homogen.

c. Proses banyak menghasilkan debu sehingga meningkatkan

terjadinya kontaminasi atau kontaminasi silang.

d. Segregasi komponen penyusun tablet dapat terjadi setelah

proses pencampuran.

3. Metode kempa lansung

Metode Kempa Langsung yaitu pembuatan tablet dengan

kecepatan tinggi. Pembuatan tablet dengan metode ini

memerlukan eksipien yang memungkinkan untuk pengempaan

langsung tanpa tahap granulasi terlebih dahulu. Eksipien ini terdiri

dari zat berbentuk fisik khusus seperti laktosa, sukrosa, dekstrosa,

atau selulosa yang mempunyai sifat aliran dan kemampuan

kempa yang diinginkan. Bahan pengisi untuk kempa langsung

yang paling banyak digunakan adalah selulosa mikrokristal,

laktosa anhidrat, laktosa semprot-kering, sukrosa yang dapat

dikempa dan beberapa bentuk pati termodifikasi. Metode kempa

langsung menghindari banyak masalah yang timbul pada

granulasi basah dan granulasi kering. Walaupun demikian sifat


fisik masingmasing bahan pengisi merupakan hal kritis, perubahan

sedikit dapat mengubah sifat alir dan kempa sehingga menjadi

tidak sesuai untuk dikempa langsung. Kempa langsung

merupakan metode paling mudah dan murah karena

pembuatannya dapat menggunakan peralatan cetak tablet

konvensional, bahan tambahan yang digunakan umumnya mudah

didapat, dan prosedur kerja yang singkat. Namun metode kempa

langsung terbatas pada obat dengan dosis kecil dan massa cetak

harus memiliki sifat alir yang baik (Suhery, 2016).

Keuntungan metode kempa lansung yaitu :

a. Dapat digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap

kelembapan dan tidak tahan panas.

b. Cocok untuk sediaan dengan kandungan zat aktif rendah

(<100mg).

c. Proses produksi lebih sederhana, singkat dan cepat.

d. Meminimalkan kemungkinan terjadinya kontaminasi atau

kontaminasi silang.

e. Membutuhkan peralatan, ruang proses dan personil yang lebih

sedikit.

f. Meminimalkan biaya produksi (Suhery, 2016).

Kerugian metode kempa lansung yaitu :

a. Rentan terjadi pemisahan saat pengempaan, karena

perbedaan densitas antara zat aktif dengan eksipien.


b. Hanya terdapat 30-40% zat aktif yang dapat dibuat dengan

metode kempa langsung.

c. Bahan zat aktif dan eksipien dengan sifat alir buruk sulit untuk

dapat dibuat dengan metode kempa langsung.

d. Bahan zat aktif dan eksipien dengan kompresibilitas buruk sulit

untuk dapat dibuat dengan metode kempa langsung.

e. Perlu pengendalian dan pengontrolan lebih dalam penentuan

kriteria penerimaan kualitas bahan baku untuk memastikan

keseragaman bets (Suhery, 2016).

C. Uraian Bahan

1. Asam askorbat (FI Edisi IV, 1995 : 39)

Nama resmi : ACIDUM ASCORBICUM

Nama lain : Asam Askorbat, Vitamin C

Rumus Molekul : C6H8O6

Berat molekul : 176, 13 g/mol

Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning oleh

pengaruh cahaya lambat laun menjadi

berwarna gelap.

Inkompatibilitas : Vitamin C mudah teroksidasi atau terurai oleh

cahaya, sebaiknya digunakan wadah berupa

vial yang gelap, harus isotonis digunakan

bahan pengisotonis.

Stabilitas : Dalam keadaan kering stabil di udara dalam


larutan cepat teroksidasi melebur pada suhu

lebih kurang 190‫ ﹾ‬C

Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam

etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter

dan dalam benzena.

Kegunaan : Sebagai sampel

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

2. Asam sitrat (FI Edisi IV, 1995 : 48)

Nama resmi : ACIDUM CITRICUM

Nama lain : Asam sitrat

Rumus molekul : C6H807.H2O

Berat molekul : 210,14 g/mol

Pemerian : Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk

hablur granul sampai halus, putih, tidak berbau

atau praktis tidak berbau, rasa sangat asam.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut

dalam etanol, agak sukar larut dalam eter.

Inkompabilitas : Asam sitrat ini inkom dengan kalium, alkali

dengan alkali tanah, karbonat dan bikarbonat

asetat dan sulfida. Senyawa ini berpotensi

meledak jika dikombinasikan dengan logam

nitrat.

Stabilitas : Asam sitrat akan kehilangan air dari proses


kristalisasi di udara atau ketika di panaskan

sekitar 40‫ ﹾ‬C di simpan ditempat sejuk.

Kegunaan : Sebagai indikator asam

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

3. Asam Tartrat (FI Edisi IV,1995 : 53-54)

Nama Resmi : ACIDUM TARTARICUM

Nama Lain : Asam Tartrat

Rumus Molekul : C4H6O6

Berat Molekul : 150,09 g/mol

Pemerian : Hablur, tidak berwarna atau bening atau serbuk

hablur halus sampai granul, warna putih tidak

berbau, rasa asam dan stabil di udara.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut

dalam etanol

Inkompatibilitas : Asam tartrat tidak sesuai dengan perak dan

bereaksi dengan logam karbonat dan

bikarbonat dimanfaatkan pada pembuatan

sediaan effervescent)

Stabilitas : Bahan massal stabil dan harus disimpan di

sebuah wadah tertutup di tempat yang sejuk

dan kering

Kegunaan : Sebagai indikator asam

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


4. Etanol ( FI Edisi III, 1979 : 65 )

Nama resmi : AETHANOLUM

Nama lain : Etanol, alkohol

Rumus Molekul : C2H6O

Berat Molekul : 46,07 g/mol

Pemerian : Cairan tak berwarna jernih, mudah menguap

dan mudah bergerak, bau khas rasa panas,

mudah terbakar dengan memberikan nyala biru

yang tidak sedap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform

p dan dalam eter p

Inkompatibilitas : Dalam suasana asam, larutan etanol dapat

bereaksi hebat dengan bahan pengoksidasi.

Dicampur dengan bahan yang bersifat basa

dapat berubah warna menjadi gelap

disebabkan oleh reaksi dengan sejumlah

residual dari aldehid. Larutan etanol

inkompatible dengan wadah aluminium dan

dapat bereaksi dengan beberapa obat

Stabilitas : Sakarin stabil dibawah ketentuan kisaran

normal yang digunakan dalam formulasi.

Dalam bentuk bubuknya, sakarin menunjukkan

tidak terdeteksi dekomposisi dan hanya bila


terkena suhu tinggi 125°C pada pH rendah pH

2 selama lebih dari 1 jam tidak terjadi

dekomposisi yang signifikan

Khasiat : Sebagai pencampur

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

5. Gelatin (FI Edisi IV, 1995 : 404-405)

Nama Resmi : GELATINUM

Nama Lain : Gelatin

Pemerian : Lembaran, kepingan atau potongan atau

serbuk kasar sampai halus, kuning lemah atau

coklat terang, warna bervariasi tergantung

ukuran partikel. Larutannya berbau lemah

seperti kaldu.

Kelarutan : Tidak larut dalam air dingin, mengembang dan

lunak bila dicelup dalam air, menyerap air

secara bertahap sebanyak 5 sampai 10 kali

beratnya, larut dalam air panas, dalam asam

asetat 6 N dan dalam campuran panas

gliserin dan air, tidak larut dalam etanol dalam

kloroform, dalam eter dan dalam minyak

lemak dan minyak menguap.

Kegunaan : Sebagai pengikat

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.


6. Laktosa ( FI Edisi IV, 1995 : 488-489)

Nama resmi : LACTOSUM

Nama lain : Laktosa

Rumus molekul : C11H22O11

Berat molekul : 342,30 g/mol

Pemerian : Serbuk putih tidak berbau, keras, putih atau

putih krem, rasa agak manis

Kelarutan : Larut dalam 6 bagian air, sukar larut dalam 1

bagian air mendidih, sukar larut dalam etanol

95 % praktis tidak larut dalam kloroform p dan

dalam eter p.

Inkompabilitas : Laktosa tidak inkom dengan zat pengoksida

yang kuat

Stabilitas : Stabil disimpan pada tempat tertutup, kering

dan dingin

Kegunaan : Sebagai pemanis

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

7. Maltodekstrin ( Ditjen POM, 1979 )

Nama resmi : Maltodekstrin

Nama lain : Maltodekstrin

Pemerian : Serbuk hablur, putih tidak berbau

Kelarutan : Larut air sedikit larut dalam etanol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.


Khasiat : Sebagai pengisi

8. Strawberry Flavour (Rowe, 2009)

Nama Resmi : STRAWBERRY FLAVOUR

RM : C16H19N304s

Pemerian : Dalam larutan memberi rasa dan bau seperti

strowberry dan nanas

Kelarutan : Larut dalam 21 bagian etanol (95%) dan

dalam

80 bagian gliserin, dalam 53 bagian propanal,

dalam 28 bagian propilenglikol dan dalam 83

bagian air.

Inkompatibilitas : Konsentrasi larutan dalam wadah

terbuat

dari logam mengandung stainless steel, dapat

mengurangi warna pada penyimpanan.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup dan tempat yang sejuk

dan kering

Kegunaan : Pewarna dan Pengaroma


BAB III

METODE KERJA

A. Alat Dan Bahan

1. Alat

a. Ayakan ukuran 20

b. Cawan porselin

c. Gelas kimia

d. Gelas ukur

e. Lap kasar

f. Lumpang

g. Mesin cetak tablet

h. Pipet tetes

i. Sendok tanduk

j. Timbangan analitik

2. Bahan

a. Asam askorbat

b. Asam sitrat

c. Etanol 95 %

d. Handscoon

e. Laktosa

f. Maltodextrin

g. Orange flavor

h. pH paper
i. Tartrazine

j. Tissue

B. Prosedur Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan

2. Menimbang semua bahan sesuai dengan perhitugan bahan

3. Setelah penimbangan campurkan terlebih dahulu Campuran A :

Natrium bikarbonat dan gelatin lalu semprotkan etanol 95 %

hingga dapat di kepal

4. Lalu ayak setelah di ayak di keringkan dalam oven pada suhu 40-

50‫ ﹾ‬C selama 15 menit.

5. Kemudian Campuran B : Asam askorbat, Asam sitrat, Asam tatrat,

maltodextrin dan laktosa dihomogenkan lalu ayak

6. Setelah kering, Campuran A dan B dihomogenkan dengan

menambahkan tatrazine dan orange flavour, kemudian di ayak

7. Granul siap dievaluasi

a. Uji organoleptik : Amati karakteristik granul dari bentuk, bau,

rasa dan warna

b. Uji kadar air : Granul basah di timbang, dan granul kering di

timbang. Kemudian dilakukan perhitungan LOD dan MC

c. Uji kecepatan alir : Granul kering ditimbang sebanyak 20 gr.

Lalu dimasukkan ke dalam corong yang lubang bawahnya di

tutup, kemudian diratakan permukaannya. Pada bagian bawah

corong diberi alas


d. Uji sudut istirahat : Granul kering di timbang sebanyak 20 gr.

Dimasukkan ke dalam corong yang lubang bawahnya ditutup,

kemudian diratakan permukannya. Pada bagian bawah corong

diberi alas. Tutup bawah corong dibuka sehingga massa cetak

dapat mengalir ke atas meja yang telah dilapisi kertas grafik

kemudian di ukur tinggi dan jari-jari dasar timbunan massa

cetak yang terbentuk. Hitung sudut istirahat.

e. Uji pengetapan : Timbang granul sebanyak 10 g dimasukkan

ke dalam gelas ukur kemudian catat volumennya. Lakukan

pengetukan dengan alat dan catat volume ketukan ke 10, 50,

dan 500.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil Formula (Kelompok)

Evaluasi
I II III IV V VI VII

Bentuk Fisik Granul Granul Granul Granul Granul Granul Granul

Bau strowbery Strowbery strawbery Strawberry strawbery Strawberry Strawbery

Warna Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning

Rasa Asam Asam Asam asam asam Asam Asam

LOD 0,043% 0,019% 0,14% 0,018% 0,014% 0,009% 0,021%

MC 0,043% 0,020% 0,017% 0,019% 0,014% 0,009% 0,022%

Kecepatan
4 detik 10 detik 8 detik 9 detik 13 detik 12 detik 15 detik
alir

Sudut
8 cm 7,2 cm 9 cm 7,5 cm 8 cm 7,8 cm 8,1 cm
istirahat

Uji
1 ml 2 ml 1 ml 5 ml 3 ml 2 ml 4 ml
pengetapan

pH 7 7 7 7 7 7 7

B. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan dan evaluasi

granul dengan tujuan agar mahasiswa mampu merancang formula,

membuat serta mengevaluasi granul. Adapun alat yang digunakan

yaitu lumpang, cawan porselin, lap kasar, lap halus, ayakan dan oven.

Adapun bahan yang digunakan yaitu asam askorbat, asam tartrat,


asam sitrat, natrium bikarbonat, laktosa, strawberry flavour, tartrazine,

maltodextrin dan gelatin.

Pada percobaan kali ini dilakukan penentuan formula,

pembuatan granul dan dilanjutkan dengan evaluasi sediaan granul (uji

organoleptik, uji kadar air, uji sudut istirahat, uji kecepatan alir, dan uji

pH). Langkah pertama dilakukan natrium bikarbonat dan gelatin yang

di teteskan etanol 96% hingga bisa di kepal sebagai campuran A

kemudian di ayak dan ditimbang. Kemudian campurkan asam

askorbat, asam sitrat, asam tartrat, maltodextrin dan laktosa kemudian

diayak sebagai campuran B. Kemudian campuran A dimasukkan ke

dalam oven pada suhu 40-50֯֯ C selama 15 menit. Menurut penelitian

Wilda (2014) tentang perbandingan suhu pengeringan granul

digunakan untuk mengetahui kadar air granul serta sifat fisik tablet.

Variasi suhu yang digunakan adalah 30°C, 50°C, 60°C, 70°C, dan

90°C. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu

pengeringan granul semakin kecil kadar air dalam granul dan tablet,

menurunkan waktu alir dan memperkecil sudut diam, keseragaman

bobot baik, serta menurunkan kerapuhan.Dipilihnya perbedaan suhu

pengeringan diharapkan mampu memberikan hasil yang baik untuk

menghasilkan tablet paracetamol yang memenuhi syarat. Tujuan dari

pengeringan granul adalah untuk mengurangi kandungan air dalam

granul. Timbangan campuran A yang didapatkan setelah dioven yaitu

30 gram. Setelah kering campuran A dan campuran B dihomogenkan


kemudian diayak. Setelah diayak ditambahkan tatrazine dan

strawberry essence.

Setelah itu dilakukan evaluasi sediaan granul yang meliputi uji

organoleptis yang terdiri dari (bentuk, bau, rasa dan warna), uji kadar

air yang meliputi uji nilai LOD dan MC, uji kecepatan alir, uji sudut

istirahat, uji pengentapan dan uji pH.

Pada uji pertama dilakukan uji organoleptis yang meliputi

bentuk, warna, bau dan rasa. Adapun hasil yang didapatkan pada uji

organoleptis yaitu berbentuk granul, berbau strawberry, berwarna

kuning dan rasa asam. Hasil yang didapatkan sama dengan hasil

yang didapatkan dari kelompok lain karna menggunakan zat pewarna

dan pengaroma yang sama.

Pada uji kedua dilakukan uji evaluasi kadar air granul

effervescent yaitu (% MC) dan (% LOD). Adapun hasil yang

didapatkan yaitu 0.019% LOD dan 0,020% MC. Hasil yang didapatkan

berbeda dari hasil yang didapatkan kelompok lain karena perbedaan

jumlah formula yang digunakan setiap kelompok berbeda, yaitu pada

formula 1 didapatkan hasil untuk LOD yaitu 0,043% dan untuk MC

yaitu 0,043%. Pada formula 3 didapatkan hasil untuk LOD yaitu

0,014% dan untuk MC yaitu 0,017%. Pada formula 4 didapatkan hasil

untuk LOD yaitu 0,018% dan untuk MC yaitu 0,019%. Pada formula 5

didapatkan hasil untuk LOD yaitu 0,014% dan untuk MC yaitu 0,014%.

Pada formula 6 didapatkan hasil untuk LOD yaitu 0,009% dan untuk
MC yaitu 0,009%. Dan pada formula 7 didapatkan hasil untuk LOD

yaitu 0,021% dan untuk MC yaitu 0,022%

Pada uji ketiga dilakukan uji kecepatan alir pada sediaan

granul. Adapun hasil yang didapatkan yaitu 10 detik. Hasil yang

didapatkan berbeda dari hasil yang didapatkan kelompok lain, yaitu

pada formula 1 didapatkan hasil yaitu 4 detik. Pada formula 3

didapatkan hasil yaitu 8 detik. Pada formula 4 didapatkan hasil yaitu 9

detik. Pada formula 5 didapatkan hasil yaitu 13 detik. Pada formula 6

didapatkan hasil yaitu 12 detik dan pada formula 7 didapatkan hasil

yaitu 15 detik. Sifat aliran dipengaruhi oleh bentuk partikel, ukuran

partikel dan kohesivitas antar partikel. Semakin kecil konsentrasi

bahan pengikat maka ukuran, viskositas dan massa jenis semakin

kecil, sehingga meningkatkan gaya kohesi antar partikel granul atau

serbuk. Gaya kohesi yang tinggi menyebabkan granul sulit mengalir

bebas. Massa jenis yang kecil berarti bobot molekul juga kecil,

menyebabkan kurangnya pengaruh gaya gravitasi pada massa

tersebut, karna gaya kohevisitas lebih tinggi dari gaya gravitasi

sehingga granul tidak dapat mengalir bebas (Anshory et al, 2017).

Pada uji keempat yaitu uji sudut istirahat pada sediaan granul.

Adapun hasil yang didapatkan yaitu 7,2 cm. Hasil yang didapatkan

berbeda dari hasil yang didapatkan kelompok lain, yaitu pada formula

1 didapatkan hasil yaitu 8 cm. Pada formula 3 didapatkan hasil yaitu 9

cm. Pada formula 4 didapatkan hasil yaitu 7,5 cm. Pada formula 5
didapatkan hasil yaitu 8 cm. Pada formula 6 didapatkan hasil yaitu 7,8

cm dan pada formula 7 didapatkan hasil yaitu 8,1 cm. Semakin kecil

ukuran partikel maka gaya kohesivitas semakin tinggi. Tingginya

kohesivitas menyebabkan granul sulit mengalir dan menyebabkan

sudut istirahat atau sudut diam yang terbentuk semakin besar

(Anshory et al, 2017).

Pada uji kelima yaitu uji pengetapan pada sediaan granul.

Adapun hasil yang didapatkan yaitu 2 mL. Hasil yang didapatkan

berbeda dari hasil yang didapatkan kelompok lain, yaitu pada formula

1 didapatkan hasil yaitu 1 mL. Pada formula 3 didapatkan hasil yaitu 1

mL. Pada formula 4 didapatkan hasil yaitu 5 mL. Pada formula 5

didapatkan hasil yaitu 3 mL. Pada formula 6 didapatkan hasil yaitu 2

mL dan pada formula 7 didapatkan hasil yaitu 4 mL.

Pada uji keenam uji pH pada sediaan granul. Adapun hasil

yang didapatkan yaitu 7. Hasil yang didapatkan sama dengan hasil

yang didapatkan dari kelompok lain yaitu 7.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik

kesimpulan :

1. formula yang digunakan yaitu zat aktif, pengisi, pengikat, pewarna,

pengaroma, pemanis dan pembasa.

2. uji organoleptis yaitu berbentuk granul, bau strawberry, rasa asam

dan warna kuning. Pada uji kadar yaitu 0,019% LOD dan 0,020%

MC. Pada uji kecepatan alir yaitu 10 detik. Pada uji sudut isitirahat

yaitu 7,2 cm. pada uji pengetapan yaitu 2 mL dan uji pH yaitu pH 7.

B. Saran

Diharapkan kedepannya praktikan dapat memilih dan

menentukan metode yang dilakukan sesuai dengan sifat-sifat dari zat

aktif yang akan dibuat menjadi sediaan, serta pemilihan bahan-bahan

tambahan yang tepat.


DAFTAR PUSTAKA

Aina, M., dan Suprayogi, D. (2011). Uji Kualitatif Vitamin C Pada Berbagai
Makanan Dan Pengaruhnya Terhadap Pemanasan. Artikel
Pertanian.

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan


oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat,
255-271, 607-608, 700, Jakarta, UI Press.

Ansel H.C., Allen I.V. and Popovich N.G., 2010, Bentuk Sediaan
Farmasetis dan Sistem Penghantaran Obat, Edisi IX.
Diterjemahkan Hendriati L., Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta.

Badriyah, L., & Manggara, A. B. (2015). Penetapan Kadar Vitamin C Pada


Cabai Merah ( Capsicum annum L) Menggunakan Metode
Spektrofotometri Uv- Vis. Jurnal Wiyata, 2(1), 25–28.

Buringer, H., 2005, Vitamin C and The Common Cold.

Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III., Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.

Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV., Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.

Duerbeck, N.B., Dowling, D.D., Duerbeck, J.M., 2016. Vitamin C:


Promises Not Kept. Obstet. Gynecol. Surv. 71, 187–193.

François, D. M., & Souris, B. (2018). Muslims in Western Europe and the
United States (Special Report 02). Washington, DC: Centre
For Global Policy.

Lachman L., H. Liebermen, and J. Kanig, L., 1989, Teori dan Praktek
Farmasi Industri, Terjemahan: Siti Suyatmi, Jilid II Edisi 3,
UI Press: Jakarta, 74- 75.

Mitmesser, S.H., Ye, Q., Evans, M., Combs, M., 2016. Determination of
plasma and leukocyte vitamin C concentrations in a
randomized, double-blind, placebo-controlled trial with
Ester-C®. SpringerPlus 5.

Muflihah Ramadhia & Ichsan. 2018. Pengolahan Lidah Buaya (Aloe Vera)
Menjadi Granul Effervescent sebagai Minuman Kesehatan
dan Analisis Peningkatan Nilai Ekonomisnya. Jurnal
Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan. Politeknik Negeri
Pontianak, Indonesia

Saikh M.A.A., 2013, A Technical Note on Granulation Technology : A Way


Optimise Granules, International Journal of Pharmaceutical
Sciences and Research, 4 (1), 55–67.

Setyawati, T. (2014). Peran Vitamin V Pada Kulit. Jurnal Ilmiah


Kedokteran, 1(2), 36–44

Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet
Dasar-Dasar Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta. 54 – 55, 98 – 115.

.Suhery, Wira Noviana., Armon Fernando., Buddy Giovanni, 2016.per


bandingan Metode Granulasi Basah dan Kempa Langsung
Terhadap Sifat Fisik dan Waktu Hancur OrallyDisintegrating
Tablets Piroksikam. Jurnal Sains Farmasi dan Klinis; 2016

Sulaiman, T.N.S., 2007, Teknologi & Formulasi Sediaan Tablet, Pustaka


Laboratorium Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi,

Syamsul, E. S. & Supomo, 2014. Formulasi Serbuk Effervescent Ekstrak


Air Umbi Bawang Tiwai ( Eleuterine palmifolia ) Sebagai
Minuman Kesehatan. Traditional Medicine Journal, Volume
19(3), pp. 113- 114.

Tahir, M., Hikmah, N., & Rahmawati, R. (2019). Analisis Kandungan


Vitamin C Dan β-Karoten Dalam Daun Kelor (Moringa
oleifra Lam) Dengan Metode Spektrofotometri Uv–Vis.
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 3(1), 135–140 Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. 56 – 59, 198 – 215.

Wijayanti, M., Saptarini, N., & Herawati, I. E. 2014. Formulation of


Effervescent Granule of Aloe Dry Juice as Food
Supplement. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science
and Technology.
LAMPIRAN

Gambar 1.
Pencampuran natrium bikarbonat Gambar 2.
dan gelatin. Pencampuran asam askorbat, asam
sitrat, asam tartrat, maltodextrin dan
laktosa.

Gambar 3. Gambar 4.
Pencampuran tartrazine Pencampuran orange flavor
Gambar 5. Gambar 6.
Pelarutan sediaan dengan aquadest Pengujian pH pada sediaan

Gambar 7. Gambar 8.
Penimbangan sediaan sebanyak 20 Uji pengetapan sediaan
gram
PERHITUNGAN FORMULA

Formula dibuat untuk 50 bungkus dalam 2000 mg

Asam Askorbat : 500 mg x 50 = 25.000 mg = 25 gram

3
Natrium Bikarbonat : x 1.200 mg=514 mg x 50=26.000 mg =26 gram
7

2
Asam Tartrat : x 1.200 mg=342mg x 50=17.000 mg=17 gram
7

2
Asam Sitrat : x 1.200 mg=342mg x 50=17.000 mg=17 gram
7

10
Laktosa : x 2.000 mg=200 mg x 50=10.000 mg=10 gram
100

3
Gelatin : x 2.000 mg=60 mg x 50=3.000 mg=3 gram
100

Orange Flavour : q.s

Tartrazine : q.s

Maltodextrine : 2.000 – (500 + 600 + 200 + 200 + 400 +60)

: 2.000 – 1.960

: 40 mg x 50 = 2.000 mg = 2 gram

Anda mungkin juga menyukai