Anda di halaman 1dari 130

LAPORAN TUGAS AKHIR

FORMULASI LILIN AROMATERAPI MINYAK ATSIRI


TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza)

ANJELY BENDELINA DJASING


NH0519011

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
2022
LAPORAN TUGAS AKHIR

FORMULASI LILIN AROMATERAPI MINYAK ATSIRI


TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza)

ANJELY BENDELINA DJASING


NH0519011

“Laporan Tugas Akhir ini Diajukan Sebagai Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi (A.Md.Farm)”

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
2022

ii
ABSTRAK

ANJELY BENDELINA DJASING "(Formulasi Lilin Aromaterapi Minyak


Atsiri Temulawak (Curcuma xanthorriza)", (Pembimbing: Rahmatullah,
Suarnianti).

Salah satu alternatif untuk mengobati stres dan depresi yaitu dengan
penggunaan aromaterapi. Salah satu bentuk sediaan romaterapi yaitu lilin
aromaterapi yang berasal dari minyak atsiri. Tanaman temulawak (Curcuma
xanthorriza) merupakan tanaman yang dapat memberikan efek antidepresan
dengan adanya minyak atsiri yang mengandung felladeran dan trumerol yang
yang dapat menenagkan dan menyegarkan pikiran, sehingga cocok
diformulasikan menjadi sediaan lilin aromaterapi yang memiliki bentuk menarik
dan mudah dibawa kemana-mana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui cara pembuatan lilin aromaterapi minyak atsiri temulawak (Curcuma
xanthorriza) dan mengetahui konsentrasi minyak atsiri temulawak (Curcuma
xanthorriza) yang baik dalam sediaan lilin aromaterapi. Dalam penelitian
menggunakan sampel rimpang temulawak sebanyak 1000 gram, kemudian
dibuat dalam bentuk simplisia, pengambilan minyak atsiri dari sampel
menggunakan metode destilasi dan diperoleh minyak atsiri sebanyak 51 ml. Pada
penelitian ini dibuat lilin aromaterapi dengan lima konsentrasi dimana terdapat
perbedaan konsentrasi minyak atsiri dan penambahan bahan tambahan yaitu F1
(12%), F2 (16%), F3 (20%), F4 (12%) tanpa menggunakan pengaroma dan F5
(16%) tanpa menggunakan pewarna. Dari hasil analisis yang telah dilakukan
dengan beberapa pengujian terhadap lima formula yaitu uji organoleptik, uji
bobot jenis menunjukkan 0,785 g/ml, uji titik leleh menunjukkan F1 60 , F2
58 , F3 55
, F4 58 dan F5 60 . Uji waktu bakar menunjukkan F1 10 jam 10 menit, F2
8 jam 35 menit, F3 5 jam 45 menit, F4 10 jam 10 menit, dan F5 8 jam 35 menit,
uji efek terapi menunjukkan F1, F2, dan F5 memiliki efek terapi yang baik, dan
uji kesukaan menunjukkan F1 yang paling banyak disukai panelis. Semua
formula lilin aromaterapi telah memenuhi syarat sesuai SNI. Dapat disimpulkan
bahwa formula F1, F2, dan F5 lilin aromaterapi minyak atsiri temulawak
(Curcuma xanthorriza) baik dan aman digunakan sedangkan F3 dan F4 memiliki
efek terapi yang kurang baik yaitu adanya panelis yang merasa sesa. konsentrasi
F1 (6%) lebih unggul dalam uji kesukaan terhadap 20 panelis.

Kata Kunci: Temulawak (Curcuma xanthorriza), minyak atsiri, destilasi, lilin


aromaterapi

iii
ABSTRACT

ANJELY BENDELINA DJASING "(Formulation of Temulawak ( Curcuma


xanthorriza ) Essential Oil Aromatherapy Candle", (Advisor: Rahmatullah,
Suarnianti).

The use of aromatherapy is an alternative to treat stress and depression.


One of the dosage forms of romatherapy is aromatherapy candles derived from
essential oils. Temulawak ( Curcuma xanthorriza ) is a plant that can provide an
antidepressant effect in the presence of essential oils containing felladeran and
trumerol which can soothe and refresh the mind, so it is suitable to be formulated
into aromatherapy candle preparations that have an attractive shape and are easy
to carry everywhere. The purpose of this study was to find out how to make
aromatherapy candles for temulawak essential oil ( Curcuma xanthorriza ) and to
determine the good concentration of temulawak essential oil ( Curcuma
xanthorriza ) in aromatherapy candle preparations. In this study, using a sample
of 1000 grams of temulawak rhizome, then made in the form of simplicia,
extracting essential oils from the sample using the distillation method and
obtaining 51 ml of essential oil. In this study, aromatherapy candles were made
with five concentrations where there were differences in the concentration of
essential oils and the addition of additional ingredients, namely F1 (12%), F2
(16%), F3 (20%), F4 (12%) without using fragrance and F5 (16 %) without the
use of dyes. From the results of the analysis that has been carried out with
several tests on five formulas, namely organoleptic test, specific gravity test
shows 0.785 g/ml, melting point test shows F1 60 , F2 58 , F3 55 , F4 58
and F5 60 . Burn time test shows F1 10 hours 10 minutes, F2 8 hours 35
minutes, F3 5 hours 45 minutes, F4 10 hours 10 minutes, and F5 8 hours 35
minutes, the therapeutic effect test shows F1, F2, and F5 have good therapeutic
effects , and the preference test showed that F1 was the most favored by the
panelists. All aromatherapy candle formulas have met the requirements
according to SNI. It can be concluded that the formulas F1, F2, and F5
aromatherapy candles of temulawak essential oil ( Curcuma xanthorriza ) are
good and safe to use, while F3 and F4 have poor therapeutic effects, namely the
panelists who feel uncomfortable. concentration of F1 (6%) was superior in the
preference test to 20 panelists.

Keywords: Temulawak ( Curcuma xanthorriza ), essential oil, distillation,


aromatherapy candles

iv
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha

Esa atas berkat limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penelitian dengan

judul “Formulasi Lilin Aromaterapi Minyak Atsiri Temulawak (Curcuma

Xanthorriza)” yang merupakan salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan

tuga akhir pada jurusan Farmasi STIKES Nani Hasanuddin Makassar dapat

terselesaikan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis

sampaikan kepada keluarga yang telah berpartisipasi dalam penyusunan

khususnya orang tua saya tercinta, Ibu saya Adriana Bella, kakak saya Yerri B.

Djasing serta adik saya jeni E. M. Djasing dan Jefriyanto Djasing yang selalu

memberikan dukungan moral dan materil selama mengikuti pendidikan serta

mendorong sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini dan terkhusus

almarhum bapak Adrianus Djasing yang selalu dihati kami.

Pada kesempatan ini pula, penulis sampaikan rasa terima kasih yang

setulustulusnya kepada :

1. Teriring Do'a untuk Alm. Ibu Hj. Nani Russa, SKM.,M.Kes, selaku pendiri

Yayasan Pendidikan Nani Hasanuddin.

2. Yahya Haskas, SH.,M.Kn.,M.Mkes selaku Ketua Yayasan Pendidikan Nani

Hasanuddin Makassar yang telah memberikan kesempatan pada kami

mengikuti pendidikan di STIKES Nani Hasanuddin.

v
3. Sri Darmawan, SKM,M.Kes selaku Ketua STIKES Nani Hasanuddin yang

memberikan perhatian dan bimbingan selama ini.

4. Rahmatullah Muin, S.Farm.,M.Si selaku Ketua Program Studi DIII

Farmasi STIKES Nani Hasanuddin yang telah mengajar serta memberikan

petunjuk baik secara langsung maupun tidak langsung.

5. Rahmatullah Muin, S.Farm.,M.Si selaku pembimbing I dan Dr.Hj.

Suarnianti, SKM.,S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku pembimbing II atas segala

perhatian dan bimbingan yang telah diberikan selama proses penyelesaian

tugas akhir ini.

6. Ferna Indrayani, S.Si.,M.Si.,Apt selaku penguji yang senantiasa

memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan Laporan Tugas Akhir

ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen program studi DIII Farmasi STIKES Nani Hasanuddin

atas segala bentuk motivasi dan arahan selama mengikuti pendidikan dan

penyusunan Laporan Tugas Akhir.

8. Bapak dan ibu staf Tata Usaha STIKES Nani Hasanuddin yang telah banyak

membantu mulai dari administrasi pendidikan sampai dengan penyelesaian

tugas akhir.

9. Rekan-rekan mahasiswa regular DIII Farmasi STIKES Nani Hasanuddin.

vi
10. Terimakasih kepada sahabat seperjuangan saya, Ade, Angel, Arwita, Salsa

dan Metrix yang sudah membantu dan saling memotivasi dalam perkuliahan

serta dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

11. Terimakasih kepada teman organisasi daerah saya khususnya, Reni, Fitalis

dan Febi, yang sudah menamani dan menghibur saya dalam menyelesaikan

tugas akhir ini.


12. Terimakasih pula untuk diri saya sendiri yang telah berjuang dan berusaha

dalam menyelesaikan akademik sampai saat ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa berkenan membalas segala

kebaikan yang telah diberikan. Namun disadari penyusunan dan penulisan

Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari kata kesempurnaan, oleh karena itu

kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan dan

kesempurnaan Laporan Tugas Akhir ini. Akhirnya harapan saya semoga Laporan

Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkan, amin.

Makassar, 16 Agustus 2022

Anjely Bendelina Djasing


NH0519011

vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... ii

ABSTRAK ............................................................................................................ iii

ABSTRACT .......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6

A. Tinjauan Umum Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorriza) .............. 6

B. Tinjauan Umum Minyak Atsiri ............................................................... 10

C. Tinjauan Umum Aromaterapi ................................................................. 15

viii
D. Tinjauan Umum Lilin Aromaterapi ........................................................ 20

E. Uraian Bahan .......................................................................................... 23

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ....................................... 25

A. Dasar pemikiran variabel penelitian ....................................................... 25

B. Kerangka Pikir ........................................................................................ 26

C. Definisi Operasional ............................................................................... 27

BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................... 28

A. Jenis dan Metode Penelitian.................................................................... 28

B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 28

C. Populasi dan Sampel ............................................................................... 28

D. Alat dan Bahan ....................................................................................... 29

E. Formula Penelitian .................................................................................. 29

F. Alasan Penambahan Bahan ..................................................................... 30

G. Prosedur Kerja ........................................................................................ 30

H. Analisa Produk ....................................................................................... 32

I. Cara Pengumpulan Data ......................................................................... 33

J. Analisis Data .......................................................................................... 33

K. Etika Penelitian ....................................................................................... 33

L. Hipotesis Penelitian ................................................................................ 34

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................... 35

A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 35

B. Pembahasan............................................................................................. 39

BAB VI PENUTUP ........................................................................................... 48

A. Kesimpulan ............................................................................................. 48

ix
B. Saran ....................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 50

LAMPIRAN ........................................................................................................ 52

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Formula Lilin Aromaterapi dari Minyak Atsiri Temulawak ............. 29

5.1 Hasil Pengujian Organoleptik Sediaan Lilin Aromaterapi ............. 35

5.2 Hasil Uji Titik Leleh Sediaan Lilin Aromaterapi ........................... 36

5.3 Hasil Uji Waktu Bakar Sediaan Lilin Aromaterapi.......................... 37

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Tanaman Temulawak ...................................................................... 6

3.1 Kerangka Pikir................................................................................ 26

5.1 Hasil Sediaan Lilin Aroma Terapi ............................................... 35

5.2 Hasil Uji Efek Terapi Sediaan Lilin Aromaterapi ....................... 37

5.3 Hasil Uji Kesukaan Sediaan Lilin Aromaterapi ........................... 38

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Kerja ............................................................................... 52

2. Perhitungan Formulasi ............................................................... 53

3. Dokumentasi Penelitian ............................................................. 56

4. Etiket .......................................................................................... 81

5. Lembar Persetujuan Menjadi Panelis ......................................... 82

6. Surat Rekomendasi Etik .............................................................. 102

6. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik ........................................... 103

7. Surat Izin Penelitian dari STIKES Nani Hasanuddin ................... 104

8. Daftar Riwayat Hidup .................................................................. 105

xiii
DAFTAR SINGKATAN

No Singkatan Keterangan

1. dpl Diatas Permukaan Laut


o
2. C Derajat Celsius

3. cm Sentimeter

4. g Gram

5. mm Mili Meter

6. ml Mili liter

7. SM Sebelum Masehi

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada zaman sekarang banyak orang yang mengalami stres,

kecemasan, dan kegelisahan. Namun masih ada orang yang berpikir bahwa

stres dan depresi bukan merupakan suatu penyakit. Saat ini, stres dan depresi

lebih bertangung jawab terhadap banyaknya angka kematian. Karena kedua

hal tersebut merupakan sumber dari berbagai penyakit (Lubis, 2020).

Gangguan depresi biasanya menunjukkan gejala seperti gangguan emosi,

motivasi, fungsional, dan gerakkan tingkah laku serta kongnisi (Dwidiyanti,

2021). Gejala-gejala tersebut dapat diatasi dengan menggunakan obat

antidepresi sintesis namun, obat sintesis memiliki banyak efek samping yang

dapat mempengaruhi kerja sistem saraf pusat dan pemakaiannya harus dengan

pengawasan dokter. Sedangkan pencegahan dan pengobatan tradisioanl relatif

tidak menimbulkan efek samping, biayanya murah, dan mudah didapat.

Salah satu alternatif pengobatan steres dan depresi adalah

menggunakan aroma terapi dengan menggunakan minyak atsiri yang berasal

dari tumbuhan dalam proses pengobatannya. Aromaterapi mempunyai

beberapa bentuk sediaan seperti essensial oil, lilin, difuser, sabun dan gram

aromaterapi. Manfaat dari aromaterapi yang biasanya dirasakan yaitu

merelaksasi pikiran dan memperbaiki suasana hati karena dalam produk

aroma.
2

terapi memiliki kandungan essential oil yang memiliki banyak manfaat untuk

kesehatan (Louisa et al., 2020).

Minyak atsiri merupakan senyawa bioaktif yang terdapat pada rimpang

yang pada umumnya berfungsi sebagai aromaterapi. Aromaterapi memberikan

efek menenangkan dan menyegarkan tubuh (Nasution, 2020). Aromaterapi

bisa dibuat dari bahan alam dalam bentuk lilin aromaterapi. Lilin aromaterapi

merupakan aplikasi lain dari lilin yang sudah ada. Cara pembutannya

menggunakan beberapa bahan yang salah satunya menggunakan minyak

esenssial yang memiliki wangi aromaterpai. (Shofi, 2019).

Lilin aromaterapi yang digunakan dengan cara dihirup akan masuk

kesistem limbic dimana aroma akan diproses sehingga kita akan mencium

baunya. Pada saat kita menghirup suatu aroma komponen kimianya akan

masuk ke bulbus olfactori (struktur otak yang memperbesar penciuman)

kemudian limbic sistem pada otak. Sistem limbic adalah bagian dari otak yang

berkaitan dengan suasana hati, emosi, takut, depresi, dan berbagai emosi

lainnya. Semua bau yang mencapai sistem limbic memiliki pengaruh langsung

pada suasana hati sehingga menyebabkan rasa nayaman dan tenang

(Nadirawati, 2018).

Lilin aromaterapi sendiri dapat memberikan efek menenagkan dan juga

dapat memberikan efek menyegarkan sehingga dapat digunakan untuk orang

yang mengalami stres atau depresi. Saat ini lilin aromaterapi menjadi salah

satu pilihan karena aroma pada saat lilin di bakar akan memberi rasa tenag,

rileks, dan nyaman kepada orang yang menghirup aroma lilin dan bukan hanya
3

satu orang saja yang dapat merasakan aroma yang dihasilkan oleh lilin

aromaterapi tetapi bisa dirasakan oleh semua orang yang berada dalam

ruanagan sehinga semua orang merasa tenang dan segar.Lilin aroma terapi

juga bisa dibuat sebagai hiasan dan pengharum ruangan.

Salah satu contoh obat tradisional dari bahan alami, yang dapat

memberikan efek antidepresi adalah rimpang temulawak (Kartikasari &

Natasha, 2019). Rimpang temulawak mengandung beberapa senyawa kimia

yaitu felladrean dan turmerol atau disebut juga dengan minyak menguap,

minyak atsiri, kamfer, glukosida, fluymetik karbinol (Asiyah et al., 2017).

Pada penelitian sebelumnya oleh (Asiyah et al., 2017) melaporkan

bahwa pada pada konsentrasi 7%, 14%, dan 28% ekstrak rimpang temulawak

efektif sebagai antidepresi. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Marliani

(2021) menunjukkan bahwa rimpang temulawak memiliki kandungan

kurkuminoid yang paling tinggi sebagai anti depresan. Dan juga penelitian

yang dilakukan oleh Syamsudin (2019) menyatakan bahwa ekstrak temulawak

ditemukan sebagai antidepresan, hal ini terbukti dari kandungan kurkumin

12% dan minyak atsiri 6-10% yaitu felladrean dan trumerol yang dapat

menurunkan depresi.

Pada penelitian ini dibuat produk sediaan lilin aromaterapi dari minyak

atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza) sebagai zat aktif. Karena belum ada

penelitian sebelumnya menegenai pembuatan sediaan lilin aromaterapi dari

minyak atsiri temulawak. Pemilihan dibuatnya sediaan lilin aromaterapi ini

bertujuan agar lilin aromaterapi ini dapat digunakan baik untuk, menenagkan

pikiran dan mengatasi gejala-gejala depresi.


4

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk membuat

sediaan lilin aromaterapi dari minyak atsiri temulawak (Curcuma

xanthorriza).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah bagaiamana cara pembuatan sediaan lilin aromaterapi

minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza) dan bagaimana konsentrasi

minyak atsiri temulawak yang baik sebagai sediaan lilin aromatarapi?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui cara

pembuatam lilin aromaterapi minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza)

dan konsentrasi minyak atsiri temulawak yang baik sebagai sediaan lilin

aromatarapi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Diharapkan agar penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi

ilmiah khususnya dibidang farmasi dan berkontribusi menambah

pengetahuan akademi mengenai pembuatan lilin aromaterapi minyak atsiri

temulawak (Curcuma xanthorriza).

2. Bagi Institusi

Diharapkan dapat memeberikan pengetahuan mengenai formulasi

lilin aromaterapi minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza)


5

dibidang pendidikan farmasi serta dapat dijadikan masukan untuk

penelitian selanjutnya.

3. Bagi Peneliti

Diharapkan dengan hasil penelitian ini, peneliti memperoleh

pengetahuan serta pemahaman terkait tentang formulasi lilin aromaterapi

minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorriza)


1. Klasifikasi Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorriza)

Gambar 2.1 Tanaman Temulawak

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae.

Kelas : Monocotyledonae.

Ordo : Zingiberales.

Keluarga : Zingiberaceae.
Genus : Curcuma.

Spesies : Curcuma xanthorriza (Syamsudin et al., 2019).


2. Nama Daerah Temulawak (Curcuma xanthorriza)

Temulawak memilikinama ilmiah Curcuma xanthorriza.

Temulawak juga memiliki beberapa sebutan dari berbagai daerah yaitu;

temulawak (Sumatra), temulawak (Jawa), temu besar, koneng gede

(Sunda), dan temu labak (Madura) (Wisnuwati, 2018). Huikmuti (Timur


7

Tengah selatan Amanuban), temo ireng (Madura), kune bara (Ende) (Tefu,

2022).

3. Morfologi Temulawak (Curcuma xanthorizza)

Temulawak merupakan salah satu tanaman rempah yang banyak

ditemukan di Indonesia. Secara alami, temulawak tumbuh dengan baik di

lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari sinar matahari. Tetapi,

tanaman ini masih dapat tumbuh di tempat yang terik matahari, seperti di

tanah tegalan. Tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

berbagai cuaca di daerah iklim tropis. Suhu udara yang baik untuk

temulawak adalah 19-30°C. Tanaman ini membutuhkan curah hujan

tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun. Temulawak dapat beradaptasi

dengan baik di segala jenis tanah, baik tanah berkapur, berpasir, agak

berpasir, maupun tanah liat. Temulawak dapat tumbuh di dataran rendah

maupun dataran tinggi sampai ketinggian 0-1.500 meter di atas permukaan

laut. Namun berdasarkan penelitian, temulawak yang tumbuh di dataran

rendah sampai sedang antara 240-450 m dari permukaan laut dapat

memproduksi rimpang dengan jumlah yang lebih tinggi (Yasni, 2018).

4. Syarat Tumbuh Temulawak (Curcuma xanthorizza)

Temulawak secara alami dapat tumbuh baik di tempat-tempat yang

teduh dan terlindung dari terik matahari (Siregar, 2021). Temulawak

merupakan tanaman hutan yang menyukai lingkungan lembab yang tidak

memilih sifat dan ciri tanah. Pada umumnya temulawak tumbuh pada

ketinggian tempat 5-1500 meter dpl, namun untuk mendapatkan hasil yang
8

maksimal baiknya ditanam pada ketinggian 100-600 meter dpl. Terdapat

perbandingan terbalik antara kandungan kurkuminoid dan xanthorrizol

dengan kondisi ketinggian tempat dataran tinggi. Tanaman temulawak

yang tumbuh pada dataran tinggi (800 meter dpl) mempunyai kandungan

xanthorrizol yang semakin tinggi dan kandungan kurkuminoidnya

semakin rendah. Sedangakan tenaman temulawak di dataran rendah (200

meter dpl) kandungan xanthorrizol semakin rendah dan kandungan

kurkuminoidnya semakin tinggi (Widaryanto, 2018).

Panenen dilakukan jika daun dan bagian diatas sudah mengering.

Untuk daerah yang musim kemaraunya jelas penanaman dilakukan pada

musim kemarau berikutnya. Sedangkan di daerah yang curah hujannya

merata dan musim kemaraunya tidak jelas temulawak dapat di panen pada

umur 9 bulan atau lebih (Tim MGMP, 2015).

5. Kandungan Temulawak (Curcuma xanthorizza)

Temulawak memiliki beberapa kandungan kimia yaitu kurumin,

desmetoksi, kurkumin, glukosida, fluymrtik, karbinol, fellandrean,

tumerol, dan juga minyak atsiti yang terdiri atas kamfer, turmerol

xanthorrizol, myrcyrcene dan seskuiterpen. Rimpang temulawak juga

mengandung zat tepung 48-59,64%, kurkumin 1,6-2,2%, dan minyak atsiri

1,48-1,63% (Wisnuwati, 2018).

Kandungan dalam temulawak yang sudah diketahui yaitu minyak

atssiri, xanthorrisol, germaken, isofuranorgermaken, trisiklin, turmerol,

kurkumin, desmetoksurkumin, zat tepung, kamfer, glikosida, dan


9

1sikloisoprenmyrsen (Purwanto, 2016). Kandungan kurkumin pada

temuulawak merupakan zat aktif yang berfungsi sebagai antioksidan yang

berfungsi menagkal radikal bebas dan mencegah terjadinya stres (Hidayah,

2022).

6. Manfaat Temulawak (Curcuma xanthorizza)

Rimpang temulawak sudah terkenal dan biasa digunakan untuk

ramuan obat. Rimpang temulawak mengandung kurkumin yang

bermanfaat sebagai acnevulgaris, anti inflamasi, dan anti hepototoksik.

manfaat temulawak yaitu untuk mengobati sakit limpa, sakit kepala, sakit

ginjal, asma, sakit pinggang, masuk angin, sariawan, penambah nafsu

makan, sembelit, dan cacar air (Nasrudin, 2020).

Rimpang temulawak mempunyai efek farmakologi sebagai

hepatoprotektor, menurunkan kadar kolesterol, laxative, diuretik,

meningkatkan produksi ASI, tonikum, dan menghilangkan nyeri sendi.

Rimpang temulawak juga mempunyai khasiat sebagai analgesik,

antibakteri, antijamur, antidiabetik, antidiare, anti-inflamasi, antihe

patotoksik, antioksidan, antitumor, depresan, diuretik, hipolipidemik, dan

insektisida. Kurkumin, senyawa yang terdapat pada temulawak berkhasiat

sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, antioksidan, pencegah

kanker, dan antimikroba. Zat warna kurkumin dimanfaatkan sebagai

pewarna untuk makanan manusia dan ternak (Herlina 2013).

Secara empiris temulawak digunakan sebagai obat dalam bentuk

tunggal maupun campuran yaitu sebagai hepatoproteksi, anti-inflamasi,


10

antikangker, antidiabetes, antimikroba, anti hiperlipideia (obat atau

senyawa yang digunakan untuk menurunkan kadar lipid dalam darah) dan

mencegah kolera (Biofarmaka, 2020).

B. Tinjauan Umum Minyak Atsiri

1. Sejarah Minyak Atsri

Minyak esensial sudah digunakan dalam pengbatan tradisonal

sepanjang sejarah. Metode yang digunakan untuk memproduksi minyak

atsiri yang tercatat paling awal yaitu yang dilakukan oleh Ibn al-Baitar

(1188-1248), seorang dokter, apoteker dan ahli kimia Al-Andalusia

(musim spanyol). Berdasarkan acuan pada minyak esensial, beberapa

karya modern biasanya membahas senyawa kimia tertentu yang terdiri dari

minyak esensial, seperti metil salisilat (Novidiantoko, 2021).

Ketertarikan terhadap minyak esensial telah berkembang dalam

beberapa tahun terakhir dengan popularitas aromaterapi, cabang

pengobatan alternatif yang menggunakan minyak esensial dan senyawa

aromatik lainnya. Minyak diuapkan, diencerkan dalam minyak pembawa

dan digunakan untuk pijat, disebarkan diudara dengan nebulizer,

dipanaskan diatas lilin yang menyala, atau dibakar sebagai dupa

(Novidiantoko, 2021).

2. Pengertian Minyak Atsri

Minyak atsiri adalah senyawa yang mudah menguap (volatile) pada

suhu kamar tanpa adanya dekomposisi. Minyak atsiri memiliki karakter

rasa pahit atau getir dan beraroma wangi tergantung pada jenis tanaman
11

penghasilnya. Secara kimia, minyak atsiri dapat larut dalam pelarut

organik (organic solvent) dan tidak larut di dalam air (aqueous solvent).

Pengambilan minyak atsiri dapat dilakukan dengan penyulingan/distilasi

(Budiyati et al., 2022).

Minyak atsiri adalah zat yang memberikan aroma, minyak atrsiri

juga memiliki komponen volatile dalam beberapa tumbuhan dengan

karakteristik tertentu (Aisyah et al., 2020). Minyak atsiri atau esensial

merupakan minyak yang mempunyai sifat mudah menguap atau volatil

yang berbau enak yang banyak terdapat dalam tanaman dan baunya sama

dengan tanaman aslinnya (Anto, 2020).

3. Karakteristik Minyak Atsiri

Umumnya minyak atsiri yang dalam keadaan segar tidak berwarna

atau berwarna pucat, jika dibiarkan akan berwarna lebih gelap. Baunya

sesuai dengan bau tanamannya. Pada umumnya larut dalam pelarut

organik dan susah larut dalam air (M. Anwar, 2018). Minyak atsiri

memiliki titik uap yang rendah sehingga mudah menguap dan senyawa

yang terdapat dalam minyak essensial sangat kuat sehingga berpengaruh

pada indera penciuman.

4. Aromaterapi dan Kesehatan

Kandungan minyak atsiri memiliki efek menenangkan (relaxing).

Senyawa minyak atsiri yang masuk ke dalam tubuh dapat memengaruhi

sistem limbik atau pengatur emosi. Minyak atsiri yang tercium oleh

hidung akan berikatan dengan reseptor penangkap aroma. Setelah itu,


12

reseptor akan mengirim sinyal-sinyal kimiawi ke otak dan akan mengatur

emosi seseorang. Karena itu, minyak atsiri biasanya digunakan sebagai

campuran ramuan aromaterapi untuk menangani masalah psikis. Selain

memiliki aroma yang menenangkan, minyak atsiri juga memiliki manfaat

untuk kesehatan, seperti antiradang, antiserangga, anti-inflamasi,

antiflogistik, afrodisiak, dan dekongestan (Herlina, 2013).

5. Memiliki Aroma Wangi

Wangi yang dihasilkan oleh minyak atsiri banyak dimanfaatkan

sebagai campuran wewangian atau parfum. Tidak hanya sebagai sumber

wangi, minyak atsiri juga berperan sebagai pengikat bau (fixative

perfume). Efek wewangian yang berasal dari minyak atsiri juga digunakan

untuk beberapa produk seperti sabun, pasta gigi, sampo, lotion, deodoran,

pembersih, penyegar, dan tonik rambut (Herlina, 2013).

6. Sumber-sumber Minyak Atsiri

Pada dasarnya semua tanaman memiliki kemampuan untuk

menghasilkan senyawa yang sifatnya mudah menguap atau minyak atsiri,

tetapi seringkali jumlahnya sangat sedikit. Hanya tenaman-tanaman

tertentu yang dapat menghasilkan minyak atsiri yang cukup banyak dan

potensial dikembangkan secara komersial. Terdapat dua faktor yang

menjadikan tanaman sebagai tanaman penghasil minyak atsri diantaranya :

(Novidiantoko, 2021).

a. Perpaduan dari senyawa volatil contohnya pada bunga mawar (Rossa

spp), melati (Jasminum sambac), atau tuberose (Polyanthes tuberosa).


13

Contoh bunga ini biasanya minyak atsiri yang dihasilan diperoleh dari

permukaan kelopak bunga. Dan minyak atsiri yang diperoleh cukup

rendah sehingga membutuhnkan teknik khusus untuk pengambilan

minyak atsirinya. Contoh teknik pengambilan minyak atsirinya yaitu

dengan teknik enfleurage.

b. Senyawa volatil tersekresi dan terakumulasi di struktur dari bagian

tanaman. Hal ini menjadi penyabab tingginya konsentrasi minyak atsiri

pada tanaman. Contoh struktur penyimpanan senyawa volatil pada

bagian-bagian tanaman yaitu minyak atsiri terdapat pada sel sekretori,

rongga/aluran, atau kelenjar trikoma.

Minyak atsiri berasal dari tanaman diperkirakan berjumlah 150-200

spesies taman yang termasuk famili Umbelliferaceae, Mytaceae,

Lauraceae, Compositae, Labiateae, dan Pinaceae. Bagian-bagian tanaman

yang bisa menjadi sumber minyak atsiri yaitu daun, bunga, buah, biji,

batang atau kulit dan akar rhizome (Novidiantoko, 2021).

7. Cara Mendapatkan Minyak Atsiri

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan

minyak atsiri yaitu metode ekstrasi minyak atsiri dan metode steam

destilasi (M. Anwar, 2018) :

a. Ekstraksi
14

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan substansi dari

campurannya dengan metode yang dipakai untuk dipakai dalam pelarut

yang sesuai.

b. Pembuatan minyak atsiri dengan destilasi

Dalam proses pembuatan minyak atsiri dengan cara destilasi di

pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, suhu, ekanan uap yang

digunakan, bobot molekul masing-masing komponen dalam minyak

dan ketepatan keluarnya minyak atsiri dari simplisia.

Adapun beberapa kelemahan dari cara destilasi yaitu, tidak baik

terhadap beberapa jenis minyak yang mengalami kerusakan oleh

adanya panas dan air, minyak atsiri yang mengandung fraksi ester

akan terhidrolisa karena adanya air dan panas, komponen minyak yang

larut dalam air tidak dapt terdestilasi, dan komponen minyak yang

bertitik didih tinggi akan menentukan bau wangi dan mempunyai daya

ikat terhadap bau, sebagian teidak ikut terdestilasi dan tetap tertinggal

dalam bahan.

1) Destilasi air

Adapun keuntungan dari destilasi air yaitu, alat yang

digunakan sederhana, mudah didapat, mudah dilakukan, kualitas

minyak yang dihasilkan baik, asalkan suhunya jagan terlalu tinggi.

Adapun kelemahan dari destilasi air yaitu, tidak semua

bahan dapat dilakukan dengan cara ini, terutama bahan yang


15

mengandung fraksi sabun, bahan yang larut dalam air dan bahan

yang mudah hangus, adanya air sering terjadi hidrolisa, waktu

penyulingannya lama dan alat destilasi skala laboratorium.

2) Destilasi uap

Adapun keuntungan dari destilasi uap yaitu, kualitas

minyak yang dihasilkan cukup baik, tekanan dan suhu dapat diatur,

waktu destilasinya pendek, dan tidak terjadi hidrolisa.

Adapun kelemahan dari destilasi uap yaitu, peralatannya

mahal dan memerlukan tenaga ahli desilasi uap.

3) Destilasi air dan uap

Destilasi dengan cara ini menggunakan alat seperti

dangang. Simplisia di letakkan diatas bagian yang berlubanglubang

sedangkan air di lapisan bagian bawah. Uap dialirkan melalui

pendingin dan hasil destilasi di tampung, minyak yan didapat

belum murni. Cara ini baik untuk simplisia yang tidak tahan pada

pendidihan. Untuk simplisia kering dimaserasi terlebih dahulu,

sedangkan untuk simpilisa segar yang baru dipetik tidak perlu

dimaserasi. Hampir tidak terjadi hidrolisa sehingga kualitas minyak

yang diperoleh cukup baik.

Adapun kerugian dari cara ini yaitu, hanya minyak dengan

titik didih lebih rendah dari air yang bisa terdestilasi sehingga

destilast tidak sempurna.


16

C. Tinjauan Umum Aromaterapi

1. Sejarah Aromaterapi

Sejarah aromaterapi dapat ditelusuri kembali lebih dari 3.500 tahun

sebelum masehi, untuk pertama kalinya wewangian dicatat dalam serajah

peradaban manusia. Nyatanya, sejarah aromaterapi berkaitan dengan

perkembangan aromatik, yang pada awalnya digabungkan dengan

kepercayaan (Ermavianti, 2019).

Adapun sejarah singat berkembanagnya aromaterapi dari zaman

Mesir kuno sampai abad ke 20 yaitu sebagai berikut : (Ermavianti, 2019)

a. Zaman mesir kuno

Orang mesir kuno merupakan orang yang pertama kali

aromaterapi. Mereka menggunakan dengan cara mengekstrak minyak

dari tanaman aromatik yang digunakan untuk pengobatan, kosmetik

dan juga untuk pembalseman mayat.

b. Zaman India kuno

Aromaterapi sudah digunakan selama berabad-abad di India.

Ayu rveda merupakan salah satu sisitem pengobatan tradisional India

yang menggunakan rempah kering dan segar, serta pijat aromatik

sebgai bagian dari perawatan. Veda berarti unsur pengobatan seeperti

tumbuhan aromatik yang berasal dari jahe, mawar dan ketumbar.


17

c. Zaman Romawi dan Yunani

Orang yunani, mendapat sebagian besar pengetahuan medis

mereka dari mesir. Pengguan minyak zaitun sebagai minyak dasar

yang menyerap aroma dari tumbuh-tumbuhan atau bunga kemudian

digunakan untuk kosmetik dan obat. Bangsa Romawi Belajar dari

Yunani dan menjadi terkenal dengan ritual mandi beraroma diikuti

dengan pemijatan menggunakan minyak aromatik. Seiring dengan

keruntuhan kekaisaran Romawi, penggunaan aromaterapi memudar

dan pengetaahuan tentang ini hampir hilang di Eropa paada zaman

kegelapan.

d. Zaman oriental

Peradaban Cina kuno juga sudah menggunakan beberapa

bentuk aromaterapi. Dalam buku herbal Shen Nung’s (sekitar 2700

SM) berisi tentang informasi terperinci mengenai lebih dari 300

tanaman dan kegunaannya. Aromaterapi digunakan untuk upacara

keagaamaan, dengan cara membakar kayu dan dupa untuk

menunjukkan rasa hormat kepada dewa mereka. Penggunaan

aromaterapi di Cina juga terkait dengan terapi kuno lainnya seperti

pijat dan akupresur.

e. Abad pertengahan

Aromaterapi sudah dikenal sejak 6000 tahun silam. Tetapi

menurut kimiawan dan dokter Muslim di era kekhalifahan, teknologi

pembuatan minyak esensial dan pengobatan dengan aromaterapi


18

berkembang sangat pesat. Berdasarkan catatan sejarah pada abad ke-7

M, para ahli kimia arab berusaha mencari “saripati” dari tanaman.

f. Abad ke 20

Prancis menjadi perintis utama dalam memulihkan peran bahan

pewangi sebagai unsur pengobatan. Rene Maurice Gattefose

menemukan minyak lavender yang dapat menyemuhkan luka bakar

dengan cepat tanpa meninggalkan bekas, kemudian ia

mengembangkanya. Tahun 1960, biokimiawan Austria Margareta

Maury menggunakan minyak esensial thyme, cengkeh, lemon, dan

chamomile untuk mengobati luka bakar dan luka robek.

2. Pengertian Aromaterapi

Aromaterapi berasal dari kata aroma yang berarti harum atau wangi

dan therapy diartikan cara pengobatan, sehingga aroma therapy dapat

diartikan sebagai suatu cara penyembuhan penyakit dengan menggunakan

minyak esensial (Argaheni,2022). Aromaterapi adalah pengobatan atau

perawatan menggunakan rangsangan berupa aroma wewangian zat aktif

yang diambil dari sari tumbuh-tumbuhan (ekstrasi dari bunga, daun, akar,

batang,/ranting, buah, biji) yang akan berkerja dengan cara mengirimkan

“wangi” tertentu ke bagian otak tertentu dan akan mengaktifkan atau

memberi efek tertentu bagi perasaan, pikiran dan organ tubuh tertentu

(Ermavianti, 2019).

Aromaterapi merupakan sebuah istilah yang mengacu pada

penggunaan volatile oil yaitu ekstrak dari tanaman sebagai salah satu
19

bentuk terapi. Cara kerja aromaterapi dalah dengan menstimulus otak

(apabila di inhalasi) sehingga menimbulkan efek emosi tertentu.efek yang

dihasilkan yaitu meneneangkan menyemangati, dan merilekskan.

Sedangkan untuk penggunaan topikal minyak atsiri mempunyai banyak

manfaat farmakologis seperti melancarkan peredaran darah,

menghangatkan, anti-inflamas, anti-konvulsan, dan lain-lain (Setyanigrum,

2021).

3. Manfaat Aromaterapi

Aromaterapi dianggap dapat membantu seseorang merasa rileks

karena memiliki wangi yang dapat menenagkan. Selain itu, meggunakan

aromaterapi dapat memberikan manfaat lainnya seperti meningkatkan

mood, dan melancarkan sirkulasi darah (Setyanigrum, 2021). Manfaat lain

yang dapat dirasakn yaitu meredahkan ketidaknyamanan saat proses

persalinan, melawan bakteri, virus atau jamur dan memperbaiki

pencernaan (Elifira, 2020).

4. Jenis-jenis Sediaan Aromaterapi

Pengobatan menggunakan aromaterapi melalui media bau-bauan

dari minyak esensial yang berasal dari tanaman berupa buah, ekstrasi dari

bunga dan daun yang yang dapat di buat menjadi sebuah sediaan. Contoh

dari bentuk sediaan aromaterapi yaitu seperi krim, gel aromaterapi, sabun

mandi dan minyak gosok (Manis et al., 2021).


20

a. Krim

Krim merupakan produk obat setengah padatberupa elmulsi

yang kandungan airnya kurang dari 60% yang digunakan untuk

pemakaian luar. Formula krim terdiri dari zat aktif (minyak atsiri) yang

diformulasikan kedalam basis kri sebagai bahan pembawa (Yuliani,

2012).

b. Balsem

Balsem merupakan produk obat setengah padat yaitu

merupakan emulsi tipe cair dalam minyak (A/M) atau minyak dalam

minyak (M/M) atau bahan lainnya. Senyawa aktif yang digunakan

yaitu sebagian besar berasal dari senyawa volatil (minyak atsiri) atau

bahan lainnya (Yuliani, 2012).

c. Dupa aromaterapi

Dupa merupakan salah satu bentuk aromaterapi yang berbentuk

padat, nanum dupa merupakan jenis aromaterapi yang berasap,

aromaterapi jenis dupa lebih baik digunakan untuk ruangan yang besar

atau ruangan yang terbuka (Cahyani, 2021).

d. Lilin aromatik

Lilin aromatik merupakan lilin yang dibuat untuk tujuan

tertentu, misalnya digunakan untuk penyegar ruangan, menambah

kesegaran, dan juga sebagai pengusir serangga seperti lalat dan

nyamuk (Yuliani, 2012).


21

e. Minyak pijat aromaterapi

Minyak pijat aromaterapi merupakan variasi baru dari

aromaterapi diamana aromanya sama seperti aromaterapi bentuk lain

akan hanya saja bentuk dan cara penggunaannya yang berbeda

(Cahyani, 2021).

D. Tinjauan Umum Lilin Aromaterapi

1. Sejarah Lilin Aromaterapi

Sejak 1500 tahun yang lalu, sebelum gas dan listrik menjadi

sumberdaya yang banyak digunakan, lilinlah yang menjadi sumber

penerangan utama. Sampai sekarang lilin tetap menjadi pilihan dan

memberikan nuansa baru sebagai alternatif dekorasi ruangan yang akan

menciptakan suasana yang berbeda tergantung bentuk, letak, warna, dan

aksesoris lilin yang dipakai. Sebelum tahun 1854, lilin terbuat dari bahan

baku lemak hewan, malam tawon, dan terkadang diberi campuran asam

stearin. Lilin dari lemak hewan menimbulkan asap hitam dan bau tidak

sedap, sedangkan lilin dari malam tawon harganya mahal dan sulit

didapatkan. Barulah pada pertengahan abad ke-20, ditemukan bahan baku

lilin yang lebih murah. mudah didapat, waktu bakar lebih lama, dan lebih

mudah diolah, yaitu stearin. Pada umumnya lilin hanya berfungsi sebagai

pengganti lampu dan secara fisik tidak menarik. Telah dilakukan penelitian

formulasi lilin aromaterapi yang berfungsi ganda, yaitu sebagai alat

penerangan, media terapi dan penyegar ruangan. Lilin aromaterapi adalah

alternatif aplikasi aromaterapi secara inhalasi (penghirupan), yaitu


22

penghirupan uap aroma yang dihasilkan dari beberapa tetes minyak atsiri

dalam wadah berisi air panas. Lilin aromaterapi akan menghasilkan aroma

yang memberikan efek terapi bila dibakar (Anwar, 2018).

2. Pengertian Lilin Aromaterapi

Lilin aromaterapi adalah aplikasi lain dari lilin yang sudah ada.

Dalam proses pembutan lilin menggunakan beberapa bahan. Salah satunya

menggunakan minyak aroma (essensial oil) yang memiliki aromaterapi.

Aromaterapi sendiri memiliki sifat yang menenangkan dan memiliki

aroma yang menyegarkan (Titis et al., 2020).

Lilin aromaterapi merupakan altenatif aplikasi aromaterapi secara

inhalasi (penghirupan). Lilin aromaterapi akan menghasilkan efek terapi

bila dibakar (Ahmad, 2019).

3. Manfaat Lilin Aromaterapi

Manfaat dari lilin aromaterapi yaitu sebagai alat untuk refreshing,

relaxing, dan penyembuhan sakit kepala, dan menghilangkan rasa stres

(Titis et al., 2020).

4. Efek Farmakologi Lilin Aromaterapi

Cara kerja lilin aromaterapi yaitu ketika lilin dihirup maka aroma

tersebut akan masuk ke dalam rongga hidung dan akan di hantarkan ke

olfactory bulb yang merupakan alur pengiriman informasi aroma,

kemudian olfactory bulb mengantarkan aroma ke sistem limbik. Sistem

limbik merupakan bagian otak yang berhubungan dengan suasana hati,

emosi, memori, dan semua aroma yang sampai di sistem limbik akan
23

berpengaruh secara langsung terhadap suasana hati sehingga menyebabkan

rasa nyaman dan tenang (Nadirawati, 2018).

5. Keunggulan Lilin Aromaterapi

Keunggulan dari lilin aromaterapi yaitu hemat energi karena tidak

memakai energi listrik dan efek sampingnya sedikit (Herawaty et al.,

2021). Lilin aromaterapi dianggap lebih praktis karena mudah dibawa

kemana saja karena tidak membutuhkan banyak ruang (Oktarina et al.,

2021).

E. Uraian Bahan

1. Aquadest (Dirjen, 2014)

Nama resmi : PURIVIED WATER

Nama lain : Air Murni

Rumus molekul : H2O

Bobot molekul : 18,02 g/mol

Rumus struktur :H–0-H

Kelarutan : Larut dalam pelarut organik

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat


2. Parafin Padat (Dirjen, 1979)

Nama resmi : PARAFIN SOLIDIUM

Nama lain : Parafin padat

Rumus molekul : C12H26

Bobot molekul :-
Rumus struktur :
24

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95

%) P; larut dalam klorofrom P


Pemerian : Padat, sering menunjukkan susunan hablur; agak
licin; tidak berwarna atau putih; tidak mempunya
rasa. Terbakar dengan nyala terang. Jika
dileburkan menghasilkan cairan yang tidak
berfluoresensi.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

3. Asam Stearat (Dirjen, 1979)

Nama resmi : ACIDIUM STEARICUM

Nama lain : Asam Stearat

Rumus molekul : C16H32O2

Bobot molekul : 284.48 g/mol


Rumus struktur
:

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian


etanol (95 %) P, dalam 2 bagian, klorofrom P dan
dalam 3 bagian eter P.

Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan


hablur; putih atau kuning pucat mirip lemak lilin.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.


25

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

Temulawak (Curcuma Xanthorriza) merupakan tanaman yang

dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai pewarna, bahan pangan, obat

tradisional, memelihara kesehatan dan juga sebagai bahan obat untuk berbagai

penyakit (Syamsudin et al., 2019).

Minyak atsiri adalah zat yang berbau yang terkandung dalam tanaman.

Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak

essensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara

terbuka. Istilah essensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari

tanaman asalnya. Minyak atsiri digunakan secara luas pada parfum, kosmetik,

perasa dan pengawet makanan dan minuman, dan juga pada produk pembersih

rumah tangga. (Ervina Sinaga & Aldriany Prasetyo, 2020).

Menurut Primadiati (2002) lilin aromaterapi adalah alternatif aplikasi

aromaterapi secara inhalasi (penghirupan), yaitu penghirupan uap aroma yang

dihasilkan dari beberapa tetes minyak atsiri dalam wadah berisi air panas.

Lilin aromaterapi akan menghasilkan aroma yang memberikan efek terapi bila

dibakar (Rusli & Rerung, 2018).

Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk melakaukan penelitian

dengan membuat formulasi sediaan lilin aromaterapi dari temulawak

(Curcuma zanthorriza).

25
26

26

B. Kerangka Pikir

Salah satu cara untuk mengatasi gejala-gejala depresi yaitu


dengan menggunakan aromaterapi

Sediaan dalam bentuk lilin aromaterapi menjadi salah satu


pilihan karena pada saat lilin dibakar akan memberi rasa
tenag dan rileks kepada orang yang menghirup

Lilin aromaterapi yang dibuat berasal dari minyak atsiri. Salah


satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri yaitu
temulawak
(Curcuma xanthorriza)

Temulawak (Curcuma xanthorriza) menghasilkan minyak


atsiri namun temulawak hanya digunakan sebagai bumbu
dapur dan sebagai bahan untuk pembuatan jamu.

Minyak atsiri yang dihasilkan oleh temulawak (Curcuma


xanthorriza) dapat menurunkan depresi karena mengandung
felladeran dan trumerol

Minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza)


dihasilkan dengan metode destilasi kemudian dibuat
sedian aromaterapi dalam bentuk lilin aromaterapi

Analisi produk sediaan lilin aromaterapi dari minyak atsiri


temulawak (Curcuma xanthorriza)

Gambar 3.1 Kerangka Pikir


Sumber: (Shofi,2019); (Purwanto, 2016); (M. Anwar, 2018)
27

C. Definisi Operasional

1. Rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza) diambil sebanyak 1000 gram

di desa Plantikang kecamatan patalasang kabupaten Gowa sebagai zat aktif

dalam pembuatan lilin aromaterapi dalam penelitian ini.

2. Rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza) kemudian diambil minyak

atsiri dengan menggunakan metode destilasi, hasil dari proses destilasi

rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza) dimasukkan kedalam corong

pisah untuk memisahkan minyak dan air, kemudian minyak atsiri yang di

hasilkan dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk diketahui berapa ml

minyak atsiri rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza)yang dihasilkan.

Kemudian minyak atsiri rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza)

disimpan pada wadah yang telah disiapkan.

3. Minyak atsiri rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza) yang telah

diperoleh, kemudian ditambahkan dengan bahan tambahan sesuai dengan

formula yang telah dibuat untuk selanjutnya dibuat sediaan lilin

aromaterapi dengan 5 konsentrasi zat aktif yang berbeda.

4. Minyak atsiri yang dihasilkan dari rimpang temulawak (Curcuma

xanthorriza) inilah yang akan dijadikan produk aromaterapi yaitu salah

satunya sediaan lilin aromaterapi.

5. lilin aromaterapi merupakan sediaan yang dihasilkan dari minyak atsiri

rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza) yang dilakukan beberapa

pengujian meliputi: uji organoleptik, bobot jenis, uji titik leleh, uji waktu

bakar, uji efek terapi dan uji kesukaan.


28

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium yaitu

dengan membuat formulasi sediaan lilin aromaterapi minyak atsiri temulawak

(Curcuma xanthorriza) dan medote yang digunakan yaitu destilasi uap untuk

menghasilkan minyak atsiri.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasetika jurusan

Farmasi Stikes Nani Hasanuddin.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Juli – 25 Juli 2022.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah tanaman temulawak

(Curcuma xanthorriza) yang berada di kota makassar.

2. Sampel

Adapun sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian

dari tanaman temulawak (Curcuma xanthorrza) yaitu rimpanng yang

diambil sebanyak 1000 gram kemudian dibuat dalam bentuk simplisia dan
29

menggunakan metode destilasi uap untuk menghasilkan minyak atsiri yang

berada di desa pallantikang, kecamatan Patalasang, kabupaten Gowa.

D. Alat dan Bahan


1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu batang

pengaduk, cawan porseelin, cawan cruss, gegep kayu, gelas beaker, hot

plate, pipa kapiler, stopwatch, termometer, timbagan, blender, pengayak,

pignometer dan wadah lilin aromaterapi.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu aquadest,

minyak atsiri temulawak, parafin padat, fragrance lemon, perawarna

oange, asam stearat, dan sumbu lilin.

E. Formula Penelitian

Tabel 4.1 Formula Lilin Aromaterapi dari Minyak Atsiri Temulawak.

Bahan Kegunaan F1 F2 F3 F4 F5
Minyak
Atsiri Zat aktif 12% 16% 20% 12% 16%
Temulawak
Bahan
Parafin Padat bakar/basis 10% 10% 10% 10% 10%
lilin
Fragrance
Pengaroma 2% 2% 2% 0% 2%
Lemon
Perawarna
Pewarna 2% 2% 2% 2% 0%
Kuning
Asam Koagulasi titik Ad 50 Ad Ad 50 Ad 50 Ad
Stearat leleh/basis ml 50 ml ml ml 50 ml
F. Alasan Penambahan Bahan
1. Minyak Atsiri Temulawak
30

Pengguaan minyak atsiri temulawak sebagai zat aktif dalam

pembuatan lilin aromaterapi.

2. Parafin Padat

Penggunaan parafin padat bertujuan untuk membuat lilin tidak

mudah rapuh atau mengeraskan lilin (Rowe, 2009).

3. Frangrace Jeruk

Penggunaan frangrace jeruk bertujuan unuk menambah aroma pada

sediaan lilin (Rusli & Rerung, 2018).

4. Pewarna

Penggunaan pewaarna bertujuan untk memberi warna pada sediaan

lilin agar terlihat lebih menarik.

5. Asam Stearat

Penggunaan asam stearat bertujuan untuk membuat meningkatkan

waktu bakar lilin (Aisyah et al., 2020).

G. Prosedur Kerja

1. Pengumpulan Bahan Baku

Pengumbulan bahan baku rimpang temulawak dilakukan pada pagi

hari (06:00 – 08:00) karena saat itu belum terjadi proses fotosintesis.

2. Pembuatan Simplisia

Rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza) yang masih segar

dicuci langsung dengan air mengalir, lalu sortasi basah setelah itu di
31

timbang basahnya. Untuk pengecilan ukuran, rimpang temulawak

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah kering, rimpang

temulawak di sortasi kering lalu di timbang beratnya. Setelah kering

kemudian rimpang temulawak di haluskan menggunakan blender.

Kemudian diayak menggunakan ayakan mesh 140. Untuk mententukan %

kadar air simplisia dilakukan dengan cara:

(W - W1) / berat simpilisa basah × 100 % =………

3. Pembuatan Minyak Atsiri

Disiapkan alat destilasi, timbang rimpang temulawak sebanyak 100

gram masukkan ke dalam labu alas bulat, tambahkan aquadest 300 ml,

hasil destilasi ditampung, dipisahkan antara minyak dan air, diukur hasil

minyak atsiri yang diperoleh dan dimasukkan minyak atsiri kedalam botol

coklat.

4. Pembuatan Lilin Aromaterapi

Disiapkan alat dan bahan, timbang semua bahan sesuai dengan

formula, kemudian asam stearat dipanaskan dalam gelas beaker pada suhu

55oC parafin padat dipanaskan dalam cawan porselin pada suhu 50 oC.

Campukan asam stearat dan parafin yang sudah dipanaskan ke dalam gelas

beaker, dipanaskan kembali sampai suhu 65-70oC, kemudian di tambahkan

pengaroma dan pewarna. Pada suhu 40oC dilakukan pencampuran minyak

atsiri temulawak, diaduk hingga homogen, tuang ke dalam wadah yang

sudah dilumasi minyak parafin dan sudah diletakkan sumbuh dibagian

tengah dan diamkan selama 2 jam.


32

H. Analisa Produk

1. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan dengan cara mengamati sediaan

lilin aroma terapi dari bentuk, warna, dan aroma dari sediaan yang telah

dibuat. Dilihat berdasarkan SNI 0386-1989-A/SII 0348-1980, keadaan

fisik lilin adalah warna yang sama dan merata, tidak retak, tidak cacat dan

tidak patah (Lestari & Khotimah, 2020).

2. Uji Bobot Jenis

Pengujian bobot jenis dilakukan dengan menggunakan pignometer.

Pignometer dicuci lalu di keringkan, kemudian di timbang pignometer

kosong. Isi pignometer dengan air suling. pignometer dicelupkan kedalam

air yang berisi es batu 30 menit kemudian timbang. Kemudian

pignometer di cuci dan dikeringkan menggunakan tisu. Isi pignometer

dengan minyak atsiri temulawak. Pignometer kemudian timbang dan catat

bobot pignometer (Nadirawati, 2018).

3. Uji Titik Leleh

Pengujian dilakukan dengan cara mengamati sediaan lilin aromaterapi

apakah meleleh atau tidak. Dilihat berdasarkan SNI 03861989-A/SII 0348-

1980 titik leleh lilin berkisar 42 oC – 60 oC (Fitri et al., 2020).

4. Uji Waktu Bakar


33

Pengujian dilakukan dengan cara menghitung waktu awal sediaan

lilin aromaterapi dibakar samapai waktu lilin habis terbakar (Pancarani et

al., 2020).

5. Uji Efek Terapi

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahuan sediaan yang di buat

mempunyai efek terapi atau tidak. Dengan cara membakar sediaan lilin

aromaterapi dan dihirup beberapa saat (Lilin et al., n.d.).

6. Uji Kesukaan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seidaan yang dibuat

sukai bentuk, warna dan aromanya atau tidak.

I. Cara Pengumpulan Data

Data yang diambil setelah melakukan pengujian mutu fisik. Data yang

termasuk pada penelitian ini adalah data yang di peroleh dari hasil Uji evaluasi

yang meliputi; uji organoleptik, uji bobot jenis, uji titik leleh, uji waktu bakar,

uji efek terapi dan uji kesukaan.

J. Analisis Data

Analisis data adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara

langsung dari pengamatan yang dilakukan di Laboratorium Stikes Nani

Hasanuddin Makassar dan data yang di peroleh dari responden yaitu dari uji

efek terapi dan uji kesukaan.

K. Etika Penelitian

1. Jujur dalam pengumpulan bahan pustaka, pengumpulan data, pelaksanaan

metode dan prosedur penelitian.


34

2. Jujur dalam kekurangan dan kegagalan metode yang digunakan.

3. Integritas; selalu tepati janji dan perjanjian, lakukan penelitian dengan

tulus dan upayakan untuk selalu menjaga konsistensi pikiran dan perilaku.

4. Ketelitian; berlaku teliti danmenghindari kesalahan karena

ketidakpedulian.

5. Keterbukaan ; terbuka terhadap kritik dan ide-ide baru.

6. Penghargaan terhadap kerahasiaan, bila penelitian menyangkut data

pribadi, kesehatan atau data lain yang diperoleh respondent dianggap

sebagai rahasia, maka peneliti harus menjaga kerahasiaan data tersebut.

L. Hipotesis Penelitian

Minyak atsiri rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza) dapat

diformulasikan sebagai sediaan lilin aromaterapi berdasarkan pengujian

stabilitas fisik meliputi; uji organoleptik, uji bobot jenis, uji titik leleh, uji

waktu bakar, uji efek terapi dan uji kesukaan.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Gambar 5.1 Hasil Sediaan Lilin Aroma Terapi

Temulawak (Curcuma xanthorriza) merupakan tanaman yang

bermanfaat untuk kesehatan. Terbukti dengan adanya kandungan felladrean

dan turmerol atau disebut juga dengan minyak menguap, minyak atsiri,

kamfer, glukosida, fluymetik karbinol yang berfungsi bagi kesehatan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil penelitain

sebagai berikut:

1. Uji Organoleptik

Tabel 5.1 Hasil Pengujian Organoleptik Sediaan Lilin Aromaterapi

Organo Sampel
No
leptik F1 F2 F3 F4 F5
1. Bentuk Padat Padat Padat Padat
Padat
Kuning
2. Warna Kunig Kuning Kuning Kuning
pucat
Khas Khas Khas
Khas Khas
3. Aroma temulawak temulawak temulawak
temulawak temulawak
menyengat menyengat
36

Keterangan:
F1: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (12%)
F2: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (16%)
F3: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (20%)
F4: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (12%) tanpa pengaroma
F5: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (16%) tanpa pewarna

Tabel 5.1 menunjukkan hasil pengujian organoleptik sediaan lilin


aromaterapi minyak atsiri temulawak pada 5 formula memiliki bentuk
sediaan yang sama yaitu padat, warna sediaan lilin pada konsentrasi F1,
F2, F3, dan F4 berwarana kuning karena menggunakan perwarna,
sedangkan pada sediaan dengan konsentrasi F5 berwarna kuning pucat
karena tidak ada penambahan pewarna. Untuk oroma sediaan yang
dihasilkan F1 memiliki oroma khas temulawak, F2 memiliki aroma khas
temulawak, F3 memiliki aroma khas temulawak menyangat, F4 memiliki
aroma khas temulawak menyengat, serta F5 memiliki aroma khas
temulawak.
2. Uji Titik Leleh

Tabel 5.2 Hasil Uji Titik Leleh Sediaan Lilin Aromaterapi

F1 F2 F3 F4 F5 Standar

60oC 58oC 55 oC 60 oC 58 oC SNI 0386-1989-A/SII


0348-1980 titik leleh lilin
berkisar 42 oC – 60 oC
Keterangan :
F1: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (12%)
F2: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (16%)
F3: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (18%)
F4: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (12%) tanpa pengaroma
F5: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (16%) tanpa pewarna

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa hasil uji titik leleh sediaan lilin

aromaterapi minyak atsiri temulwak pada kelima formula memiliki titik

leleh yang berdeda, dimana F1 titik lelehnya 60 oC, F2 titik lelehnya 58 oC,

F3 titik lelehnya 55 oC, F4 titik lelehnya 60 oC dan F5 titik lelehnya 58 oC.


37

hasil uji titik leleh dari kelima sediaan dalam penelitian ini sesuai dengan

standar titik leleh sediaan lilin yaitu 42 oC – 60 oC.

3. Uji Waktu Bakar


Tabel 5.3 Hasil Uji Waktu Bakar Sediaan Lilin Aromaterapi
F1 F2 F3 F4 F5
610 menit 515 menit 345 menit 610 menit 515 menit
Keterangan :
F1: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (12%)
F2: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (16%)
F3: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (20%)
F4: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (12%) tanpa pengaroma
F5: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (16%) tanpa pewarna

Uji waktu bakar berhubungan dengan uji titik leleh dimana

semakin tinggi titik leleh maka semakin lama waktu bakar lilin hasil yang

diperoleh waktu bakar sediaan lilin pada F1 610 menit, F2 515 menit, F3

345 menit, F4 610 menit dan F5 515 menit. Berdasarkan SNI-03-86

2989A/SII 0348-2980 waktu bakar lilin adalah terbakar habis bersama

sumbuhnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sediaan lilin

aromaterapi minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza) memenuhi

standar.

4. Uji Efek Terapi


Gambar 5.2 Hasil Uji Efek Terapi Sediaan Lilin Aromaterapi

Uji Efek Terapi


9
8 Tidak ada efek
Pa 6 7
Rilex
ne 5 5 Segar
4 4 4 4
lis 3 3 33 3 3 33 Tenang
2 2 2 2
Sesak
Nyaman
F1 F2 F3 F4 F5
Agak Segar
38

Keterangan :
F1: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (12%)
F2: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (16%)
F3: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (20%)
F4: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (12%) tanpa pengaroma
F5: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (16%) tanpa pewarna

Gambar 5.2 menunjukkan hasil uji efek terapi sediaan lilin

aromaterapi minyak atsiri temulawak pada kelima formula setelah

dilakukan pengujian pada 20 panelis diatas dapat disimpulkan bahwa lilin

aromaterapi minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza) yang

memiliki efek terapi yang baik terdapat pada formula 1 dengan konsentrasi

minyak atsiri temulawak 12%.

5. Uji Kesukaan

Gambar 5.3 Hasil Uji Kesukaan Sediaan Lilin Aromaterapi

Uji Kesukaan
9
8 88
Pa 7
6
nel Warna
5 5
is 4 Aroma sebelum dibakar
3 3
2 2 22 2 2 aroma sesudah dibakar
1 1
Bentuk
F1 F2 F3 F4 F5
Axis Title

Keterangan :
F1: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (12%)
F2: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (18%)
F3: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (20%)
F4: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (12%) tanpa pengaroma
F5: Konsentrasi minyak atsiri temulawak (16%) tanpa pewarna

Gambar 5.3 menunjukkan hasil uji kesukaan berdasarkan warna,

aroma sebelum dibakar, aroma saat dibakar, dan bentuk dari sediaan lilin
39

aromaterapi yang dilakukan pada 20 panelis diatas dapat disimpulkan

bahwa lilin aromaterapi minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza)

dominan disukai pada formula 1 dengan konsentrasi minyak atsiri

temulawak 12%.

B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pembuatam

lilin aromaterapi minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza) dan

konsentrasi minyak atsiri temulawak yang baik sebagai sediaan lilin

aromaterapi. Lilin aromaterapi merupakan altenatif aplikasi aromaterapi secara

inhalasi (penghirupan). Lilin aromaterapi akan menghasilkan efek terapi bila

dibakar dan berkhasiat untuk refreshing, relaxing, penyembuhan sakit kepala,

dan menghilangkan rasa stres. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu rimpang temulawak yang berasal dari Desa Pallantikang, Kecamatan

Patalasang, Kabupaten Gowa. Rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza)

hanya dijadikan sebagai bumbu pada masakan dan sebagai air rebusan

rimpang temulawak dijadikan sebagai obat tradisioanl. Sedangkan rimpang

temulawak memiliki minyak atsiri yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan

lilin aromaterapi yang bermanfaat untuk kesehatan.

Dalam penelitian ini, proses pengambilan minyak atsiri rimpang

temulawak (Curcuma xanthorriza) menggunakan metode destilasi yang

dilakukan pada Laboratorium Farmasitika STIKES Nani Hasanuddin

Makassar. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksprimental dengan cara

mengolah rimpang temulawak untuk diambil minyak atsirinya sebagai bahan


40

aktif pembuatan lilin aromaterapi. Adapun langkah awal yang harus dilakukan

yaitu pengambilan sampel rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza). Lokasi

pengambilan sampel yaitu pada Desa Palanttikang, Kecamatan Patallassang,

Kabupaten Gowa. Proses pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari (06:00

– 08:00) karena saat itu belum terjadi proses fotosintesis karena jika di ambil

setelah proses fotosintesis maka akan mempengaruhi kadar minyak atsiri

temulawak (tidak stabil/berkurang) MGMP (2015).

Adapun cara pengumpulan sampel yaitu rimpang temulawak yang

berumur 8-12 bulan. Setelah dilakukan proses pengambilan sampel maka

dilakukan sortasi basah bertujuan untuk memisahkan dari partikel-partikel atau

benda-benda asing yang menempel pada sampel, kemudian dilakukan

pencucian dibawah air yang menaglir agar bersih sacara maksimal. Kemudian

dilakaukan proses perajangan secara melintang bertujuan untuk memperkecil

ukuran partikel dan memperluas permukaan sampel agar memudahkan proses

selanjutnya. Kemudian sampel di keringkan 3-4 hari di bawah sinar matahari

hingga sampel kering. Kemudian di timbang sampel 100 gram di masukkan

kedalam labu alas bulat ditambahkan aquadest 300 ml dengan perbandingan

sampel 1:3. Setelah itu dilakukan destilasi selama 3 jam dihitung saat tetesan

pertama proses destilasi. Hasil yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam

corong corong pisah untuk memisahkan air dan minyak. Minyak atsiri yang

dihasilkan dalam penelitian ini sebanyak 17 ml. pada proses pengambilan

minyak atsiri dilakukan 3 kali penyulingan dimna hasil yang didapatkan yaitu

51 ml. kemudian minyak atsiri yang diperoleh dimasukkan kedalam botol

coklat untuk menghindari terjadinya penguapan.


41

Pada penelitian ini dibuat sediaan sebanyak lima formula dengan

konsentrasi minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza) yang berbeda

yaitu formula 1 dengan konsentrasi 12%, formula 2 dengan konsentrasi 16%,

formula 3 dengan konsentrasi 20%, formula 4 dengan konsentrasi 12% tanpa

menggunkan pengaroma, dan formula 5 dengan konsentasi 16% tanpa

menggunakan pewarna. Dibuat 5 konsentrasi yang berbeda untuk mengetahui

konsentrasi minyak atsiri temulwak yang baik untuk sediaan lilin aromaterapi.

Pembuatan sediaan lilin aromaterapi dengan cara menimbang semua

bahan sesuai dengan formula, kemudian asam stearat dipanaskan dalam gelas

beaker pada suhu 55 oC parafin padat dipanaskan dalam cawan porselin pada

suhu 50 oC. Campukan asam stearat dan parafin yang sudah dipanaskan ke

dalam gelas beaker, dipanaskan kembali sampai suhu 65-70 oC, kemudian di

tambahkan pengaroma dan pewarna. Pada suhu 40 oC dilakukan pencampuran

minyak atsiri temulawak, diaduk hingga homogen, tuang ke dalam wadah

yang sudah dilumasi minyak parafin dan sudah diletakkan sumbuh dibagian

tengah dan diamkan selama 2 jam sampai memadat.

Pengujian analisa produk pada sediaan lilin aromaterapi minyak atsiri

temulawak (Curcuma xanthorriza) yaitu uji organoleptik, uji bobot jenis, uji

titik leleh, uji waktu bakar, uji efek terapi dan uji kesukaan.

Uji organoleptik dari sediaan lilin aromaterapi untuk kelima formula

diamati bentuk, warna dan aroma yang dihasilkan. Formula 1˒ Formula 2,

formula 3, dan formula 4 memiliki warna kuning karena ada penambahan

pewarna pada sediaan sedangkan formula 5 memiliki warna putih kekuningan

karena tidak ada penambahan pewarna pada sediaan, untuk bentuk sediaan
42

kelima formula memiliki bentuk yang sama yaitu berbentuk padat, untuk

oroma sediaan yang dihasilkan formula 1 memiliki aroma khas temulawak,

formula 2 memiliki aroma khas temulawak, formula 3 memiliki aroma khas

temulawak menyangat, formula 4 memiliki aroma khas temulawak

menyengat, serta formula 5 memiliki aroma khas temulawak. Dimana semakin

tinggi konsentrasi minyak atsiri temulawak, maka aroma dari pengaroma

lemon akan berkurang dan digantikan dengan aroma minyak atsiri. hal ini

sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Lesmana, 2020)

semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri yang di gunakan akan mempengaruhi

oroma dari sediaan lilin. Keadaan fisik lilin dari kelima formula telah

memenuhi standar SNI yaitu memiliki warna yang merata, berbentuk padat

dan tidak cacat. Hal ini sejalan dengan penelitian (Oktarina et al., 2021)

menyatakan bahwa menurut SNI keadaan fisik lilin yang baik merupakan lilin

yang mempunyai warna yang merata, tidak retak, tidak cacat dan tidak patah.

Uji bobot jenis dilakukan dengan cara menimbang piknometer kosong

terlebidahulu dan dicatat hasilnya. Kemudian ditimbang pignometer berisi

aquadest lalu catat hasilnya, selanjutnya ditimbang pignometer berisi minyak

atsiri temulawak lalu ditimbang dan dicatat hasilnya. Kemudian hasil

penimbangan yang diperoleh dimasukkan kedalam rumus perhitungan bobot

jenis. Proses pengujian menghasilkan bobot jenis minyak atsiri minyak atsiri

temulawak (Curcuma xanthorriza) yaitu 0,785 g/ml.

Uji titik leleh kelima formula dilakukan menunjukkan hasil formula 1

60oC, formula 2 58oC, formula 3 55oC, formula 4 60oC, dan formula 58oC.
43

Menurut Fatina (2021) syarat evaluasi sifat fisik lilin menurut SNI adalah

42oC - 60oC, oleh karena itu maka hasil uji titik leleh pada kelima formula

telah memenuhi syarat SNI. Hasil uji titik leleh tertinggi yaitu pada F1 dan F4

dimana titik lelehnya dan sebesar 60 oC. hal ini di sebabkan oleh semakin

tinggi konsentrasi minyak atsiri temulawak yang di pakai dalam sediaan lilin

aromaterapi maka semakin menurun titik leleh pada sediaan lilin. Hal ini

sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakaukan oleh Pancarani (2020)

semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri pada sediaan lilin aroma terapi maka

akan menaikan viskositas pada lilin aroma terapi sehingga pada saat sediaan

lilin yang jumlah minyak atsirinya sedikit dibakar maka akan meleleh terlebih

dahulu karena viskositasnya menurun.

Uji waktu bakar kelima formula dilakukan dengan cara menghitung

selisih antara waktu awal sediaan dibakar sampai waktu saat sumbuh lilin

habis terbakar, setelah dilakukan pengujian hasil yang diperoleh waktu bakar

sediaan lilin pada F1 610 menit, F2 515 menit, F3 345 menit, F4 515 menit

dan F5 610 menit. F1 dan F2 memiliki waktu bakar yang paling lama hal ini

berhubungan dengan uji titik leleh dimana semakin tinggi titik leleh maka

semakin lama waktu bakar lilin. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Pancarani (2020) menyatakan bahwa uji waktu bakar

berhubungaan dengan uji titik leleh dimana semakin tinggi titik leleh sediaan

lilin aromaterapi maka semakin lama waktu bakar dari lilin tersebut.

Uji efek terapi dimana lilin aromaterapi yang dihirup beberapa saat

akan memberikan efek terapi dan semakin lama aroma terapi di hirup maka

semakin memeberikan efek terapi pada orang yang menghirupnya. Pengujian


44

untuk kelima formula setelah dilakukan pengujian pada 20 panelis dimana

pada formula 1 terdapat 4 panelis tidak ada efek yang dirasakan, 6 panelis

merasa rilex, 2 panelis merasa segar, 3 panelis merasa tenang, 3 panelis

merasa nyaman, dan 2 panelis merasa agak segar. hal ini disebabkan oleh Pada

formula 2 terdapat 4 panelis tidak merasa efek terapi, 2 panelis merasa rilex, 3

panelis merasa segar, 3 panelis merasa tenang, 5 panelis merasa nyaman, dan

5 panelis merasa agak segar. Pada formula 3 terdapat 8 panelis tidak

merasakan efek terapi, dan 12 panelis merasa sesak. Pada formula 4 terdapat 4

panelis tidak merasakan efek terapi, 9 panelis merasa sesak dan 7 panelis

merasa agak segar. dan pada formula 5 terdapat 4 panelis tidak merasakan

efek terapi, 5 panelis merasa rilex, 3 panelis merasa segar, 2 panelis merasa

tenag, 3 panelis merasa nyaman, dan 3 panelis merasa agak segar. berdasarkan

hasil dari pengujian dapat disimpulkan bahwa lilin aromaterapi minyak atsiri

temulawak (Curcuma xanthorriza) yang memiliki efek terapi yang baik

terdapat pada formula 1 dengan konsentrasi minyak atsiri temulawak 12%.

Uji kesukaan untuk kelima formula sediaan lilin aromaterapi pada 20

panelis, pengujian ini dilihat tingkat kesukaan berdasarkan warna, aroma

sebelum dibakar, aroma saat dibakar, dan bentuk dari sediaan. Berdasarkan

warna untuk Formula 1 dengan konsentrasi 12% disukai oleh 8 panelis, untuk

formula 2 dengan konsentrasi 16% disukai oleh 5 panelis, untuk formula 3

dengan konsentrasi 20% disukai 2 panelis, untuk formula 4 dengan

konsentrasi 12% disukai oleh 2 panelis, dan formula 5 dengan konsentrasi

16% disukai oleh 3 panelis. Kemudian berdasarkan aroma sebelum dibakar

untuk Formula 1 dengan konsentrasi 12% disukai 7 panelis, untuk formula 2


45

dengan konsentrasi 16% disukai oleh 8 panelis, untuk formula 3 dengan

konsentrasi 20% disukai oleh 1 panelis, untuk formula 4 dengan konsentrasi

12% disukai oleh 2 panelis, dan formula 5 dengan konsentrasi 16% disukai

oleh 2 panelis. Kemudian berdasarkan aroma saat dibakar untuk Formula 1

dengan konsentrasi 12% disukai 9 panelis, untuk formula 2 dengan

konsentrasi 16% disukai oleh 8 panelis, untuk formula 3 dengan konsentrasi

20% disukai oleh 2 panelis, untuk formula 4 dengan konsentrasi 12% tidak

disukai panelis karena aroma minyak atsiri dari temulawak menyengat, dan

formula 5 dengan konsentrasi 16% disukai oleh 1 panelis. Kemudian

berdasarkan bentuk sediaan untuk Formula 1 dengan konsentrasi 12% disukai

oleh 4 panelis, untuk formula 2 dengan konsentrasi 16% disukai oleh 4

panelis, untuk formula 3 dengan konsentrasi 20% disukai oleh 5 panelis,

untuk formula 4 dengan konsentrasi

12% disukai oleh 3 panelis, dan formula 5 dengan konsentrasi 16% disukai

oleh 1 panelis.

Hasil yang didapatkan sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh (Al

Fatina et al., 2021) mengenai pembuatan minyak sereh dan lilin aromaterapi

sebagai antinyamuk menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi minyak

atsiri yang terlalu tinggi akan mempengaruhi kualitas dari sediaan lilin yaitu

titik leleh dan waktu bakar dari sediaan lilin. Menurut (Aisyah et al., 2020)

mengenai optimasi pembuatan lilin aromaterapi berbasis stearic acid dengan

penambahan minyak atsiri cengkah (Syzgyium Aromaticum) menunjukkan

bahwa konsentrasi minyak atsiri dapat mempengaruhi titik leleh lilin dimana

semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri digunakan maka titik leleh lilin juga
46

akan semakin menurun. Adapun penelitian (Djarot & Ambarwati, 2019)

tentang lilin aromatik minyak atsiri kulit batang kayu manis (Cinnamomun

burmanni) sebagai rempelen lalat rumah (Musca domestica) menunjukkan

bahwa lilin aromaterapai dengan konsentrasi minyak atsiri paling sedikit yang

banyak disukai oleh panelis hal ini disebabkan oleh pada konsentrasi minyak

atsiri terandah menghasilkan aroma yang cukup harum dan tidak terlalu

menyengat.

Adapun asumsi dari penulis mengenai penelitian yang dilakukan yaitu

semakin tinggi konsentrasi zat aktif minyak atsiri temulawak maka akan

mempengaruhi aroma sediaan yaitu semakin kuat aroma yang dihasilkan, juga

menurunkan titik leleh dan waktu bakar sediaan semakin cepat.

tingkat kesukaan dari suatu sediaan dimana semakin tinggi konsentrasi

minyak atsiri temulawak maka semakin kuat aroma yang dihasilkan sehingga

menghasilkan aroma yang tidak enak. Dimana setelah dilakukan pengujian

panelis lebih menyukai sediaan yang konsentrasinya rendah yaitu pada

konsentrasi 12% baik itu dari warna, aroma saat dibakar dan bentuk sediaan

begitu juga dengan titik leleh sediaan dan waktu bakar sediaan dimana minyak

atsiri temulawak dengan konsentrasi 12% memiliki titik leleh lebih tinggi

yaitu
o
60 C dan waktu bakar 610 menit.
47
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Temulawak (Curcuma xanthorriza) dapat menghasilkan minyak atsiri

dengan metode destilasi yang dapat digunakan sebagai zat aktif dalam

pembuatan sediaan lilin aromaterapi dengan dikombinasi bahan tambahan

berupa parafin padat, pengaroma lemon, pewarna dan asaM stearat.

2. Sediaan lilin aromaterapi minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza)

dengan konsentrasi 12%, 16%, 20%, 12% (tanpa pengaroma), dan 16%

(tanpa pewarna) layak digunakan karena sudah memenuhi standar SNI.

Untuk efek terapi namum efek terapi pada konsentarsi 12% lebih unggul

karena meliki efek terapi yang baik yaitu 6 panelis merasa rilex, 2 panelis

merasa segar, 3 panelis merasa tenang, 3 panelis merasa nyaman dan 2

panelis merasa agak segar. untuk uji kesukaan konsentrasi 6% lebih

unggul karena lebih disukai oleh panelis dimana terdapat 8 panelis

menyukai warna sediaan, 7 panelis menyukai aroma sediaan sebelum


49

dibakar, 9 panelis menyukai aroma sediaan sesudah dan 6 panelis

menyukai bentuk sediaan.

B. Saran

1. Untuk peneliti selanjutnya minyak atsiri temulawak dikebangkan dengan

cara membuat produk farmasi dalam bentuk sediaan yang lain misalnya

balsem, roll on, dan bedak tabur.

2. Sebagai rekomendasi untuk peneliti selanjutnya pembuatan lilin

aromaterapi minyak atsiri temulawak sebaiknya dibuat dengan 1

konsentrasi dengan menggunakan perbandingan penambahan bahan

pewarna dan penambahan pengaroma.


50

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, D. (2019). Pembuatan Lilin Aroma Terapi dari Minyak Atsiri (Kenanga,
Cengkeh, Sereh). Jurnal Teknologi Pengolahan Minyak Dan Lemak.

Aisyah, S., Effendi, Z., Hawalis, S. N., Teknologi, S., Hasil, P., & Agrobisnis, S.
(2020). OPTIMASI PEMBUATAN LILIN AROMATERAPI BERBASIS
STEARIC ACID DENGAN PENAMBAHAN MINYAK ATSIRI CENGKEH (
SYZYGIUM AROMATICUM ). 4(1), 73–82.

Anto. 2020. Rempah-Rempah dan Minyak Atsiri.Ikapi: Jawa Barat.

AnwaryELFI.2018. Minyak Atsiri Dan Aplikasinya Di Dunia Farmasi. IPB Perss.


Jawa Barat.

Asiyah, K. P., Prasetya, R. P., Yudha, P., Kurniati, L., & Yunita, A. (2017).
Ekstrak Temulawak untuk Antidepresan. Urecol, 157–160.

Budiyati, E., Nugroho, A. F., & Fauziati, R. (2022). PENGARUH UKURAN


PARTIKEL DAN RASIO BAHAN TERHADAP PELARUT AIR PADA
DISTILASI MINYAK ATSIRI TEMULAWAK Effect of Particle Size and
Material Ratio to Water Solvent on Distillation of Javanese Turmeric
Essential Oil Kata kunci : Keywords : 32(2), 52–61.

Dirjen POM RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Kementrian Kesehatan RI:
Jakarta.

Dirjen POM RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi III. Kementrian Kesehatan RI:
Jakarta.

Ervina Sinaga, R., & Aldriany Prasetyo, H. (2020). Seminar Nasional Teknologi
Komputer & Sains (SAINTEKS) Analisis Kadar Minyak Atsiri Andaliman
Desa Bandar Huta Usang Kabupaten Dairi (Zanthoxylum acantophodium
D.). 1(1), 655–657.

Fitri, K., Hafiz, I., Ginting, M., Safitri, N., Farmasi, D., Farmasi, F., Kesehatan,
D., Helvetia, I. K., Farmasi, A., Farmasi, F., Kesehatan, D., Helvetia, I. K.,
Fitri, K., Kesehatan, I., Medan, H., Kapten, J., & No, S. (2020).
FORMULASI KOMBINASI MINYAK NILAM ( Patchouli oil ) DAN
MINYAK MAWAR ( Rose oil ) PADA SEDIAAN LILIN AROMATERAPI
SEBAGAI RELAKSASI. 4(2), 90–98.
51

Herawaty, N., Prabandari, S., & Susiyarti. (2021). Formulasi dan Uji Sifat Fisik
Lilin Aromaterapi Kombinasi Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum
sanctum L) dan Sereh (Cymbopogon citratus). Jurnal Ilmiah Farmasi,
1(1), 1–9.

Herlina Ersi. 2013. Penyakit Asam Urat Kandas Berkat Herbal. Fmedia: Jakarta.

Kartikasari, D., & Natasha, E. N. (2019). UJI AKTIVITAS ANTIDEPRESAN


PERASAN RIMPANG TEMULAWAK ( Curcuma xanthorrhiza , Roxb )
TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN ( Mus musculus ). 16(1), 59–64.

Lestari, E., & Khotimah, K. (2020). PENGGUNAAN LILIN LEBAH DENGAN


PENAMBAHAN KONSENTRASI MINYAK ATSIRI TANAMAN SERAI (
Cymbopogon citratus ) SEBAGAI PENGUSIR LALAT ( Musca domestica )
THE USE OF BEESWAX WITH THE ADDITION OF ESSENTIAL OILS
CONCENTRATIONS OF LEMONGRASS ( Cymbopogon citratus ) AS
REPELLENT OF HOUSE FLIES ( Musca domestica ). 22(3).

Lilin, F., Berbahan, A., Minyak, A., Sereh, A., Rislianti, V. A., Aryati, F., & Rijai,
L. (n.d.). Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences. 312–
318.

Louisa, M., Hartanto, D. D., & Sylvia, M. (2020). Perancangan Komunikasi


Visual Pengenalan Manfaat Aromaterapi Bagi Kesehatan Melalui Produk
Aromaterapi. Jurnal DKV
Adiwarna,1(16) .http://publication.petra.ac.id/index.php/dkv/article/view/
1 0342

Manis, J., Bergamot, D. A. N., & Variasi, D. (2021). FORMULASI SEDIAAN


AROMATERAPI STIK DARI CAMPURAN MINYAK STEARAT SEBAGAI
HARDING AGENT AROMATHERAPY STICK FORMULATION FROM A
BLEND OF LAVENDER OIL , SWEET ORANGE AND BERGAMOT
WITH

Nadirawati. (2018). PENGARUH AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP


DEPRESI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CITEUREP
KOTA CIMAHI 2015. 12, 52–58.

Nasrudin Juhana. 2020. Refleksi Keberagaman dalam Sistem Pengobatan


Tradisional Masyarakat Pedesaan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
52

Pancarani, L., Amananti, W., Santoso, J., Harapan, P., Tegal, B., & Info, A.
(2020). FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN GINGER SCENTED
CANDLE SEBAGAI AROMA. 7(1), 1–7.

Purwantu Budhi. 2020. Obat Herbal Andalan Keluarga.FlashBooks: Yogyakarta.

Rowe, R. C., Scheskey, P, J., & Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical


Excepients (Six Edit). Pharmaceutical Press.

Rusli, N., & Rerung, Y. W. R. (2018). Formulasi Sediaan Lilin Aromaterapi


Sebagai antinyamuk Dari minyak Atsiri Daun Nilam (Pogostemon cablin
Benth) Kombinasi Minyak Atsiri Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
Swingle). Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, 4(1),
68–73.
https://doi.org/10.35311/jmpi.v4i1.26

Shofi, M. (2019). Pemberdayaan Anggota PKK Melalui Pembuatan Lilin


Aromaterapi. 1(1), 40–46.

Syamsudin, R. A. M. R., Perdana, F., & Mutiaz, F. S. (2019). TANAMAN


TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) SEBAGAI OBAT
TRADISIONAL. Jurnal Ilmiah Farmako Bahari, 10(1), 51.
https://doi.org/10.52434/jfb.v10i1.648

Taesar, Hawaiji. 2021. Manfaat Olahan Tanaman Herbal. Langgang Pustaka :


Jawa Barat.

Titis, D., Wardani, K., Saptutyningsih, E., & Fitri, A. (2020). Ekonomi Kreatif :
Pemanfaatan Limbah Jelantah Untuk Pembuatan Lilin Aromaterapi. 402–
417. https://doi.org/10.18196/ppm.32.224

VERIATION CONCETRATION OF. 16(1), 22–28.


https://doi.org/10.36086/jpp.v16i1.691

Wisnuwati. 2018. Produksi Makanan Dan Minuman Herbal. Tim MNC


Publishing: Jawa Timur.

Yasni Sadarwati. 2013. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Produk


Ekstraktif Rempah. IPB Press: Jawa Barat.
53

Lampiran 1
54

SKEMA KERJA
55

Lampiran 2
PERHITUNGAN FORMULASI

1. Perhitungan bahan formula 1


Minyak atsiri temulawak 12%

Parafin padat 10 gram

Frangrance lemon 2 ml

Pewarna 2 gram

Asam stearat ad. 50 ml = 6 + 10 + 2 + 2


= 20 − 50
= 30 𝑔𝑟𝑎𝑚
2. Perhitungan bahan formula 2
Minyak atsiri temulawak 16%

Parafin padat 10 gram

Frangrance lemon 2 ml

Pewarna 2 gram

Asam stearat ad. 50 ml = 8 + 10 + 2 + 2


= 22 − 50
= 28 𝑔𝑟𝑎𝑚
3. Perhitungan bahan formula 3
Minyak atsiri temulawak 2

Parafin padat 10 gram

Frangrance lemon 2 ml

Pewarna 2 gram

Asam stearat ad. 50 ml = 10 + 10 + 2 + 2


= 24 − 50
= 26 𝑔𝑟𝑎𝑚
56

4. Perhitungan bahan formula 4


Minyak atsiri temulawak 12%

Parafin padat 10 gram

Pewarna 2 gram

Asam stearat ad. 50 ml = 6 + 10 + 2


= 18 − 50
= 32 𝑔𝑟𝑎𝑚
5. Perhitungan bahan formula 5
Minyak atsiri temulawak 16%

Parafin padat 10 gram

Frangrance lemon 2 ml

Asam stearat ad. 50 ml = 6 + 10 + 2


= 18 − 50
= 32 𝑔𝑟𝑎𝑚
6. Perhitungan bobot jenis

Rumus BJ

Keterangan :

M : Berat pignometer kosong

M1 : Pignometer yang berisi air

M2 : Pignometer berisi minyak atsiri temulawak

Diketahui:

Berat pignometer kosong = 10,69

Berat pignometer berisi aquadest = 15,91

Berat pignometer berisi minyak atsiri = 14,79

BJ g/ml
57

7. Perhitungan kadar minyak atsiri

Kadar minyak atsiri 100 %

% = 17
58

Lampiran 3
DOKUMENTASI PENELITIAN

A. Hasil

No Gambar Keterangan

1. Hasil minyak atsiri temulawak


berwarna kuning dengan
menggunkan metode destilasi.

2. Hasil sediaan F1 (6%), F2


8%,
F3 10%, F4 (6%) tanpa
menggunakan pengaroma, F5
(8%) tanpa menggunakan
pewarna.
59

B. Pengolaha Sampel

No Gambar Keterangan

1. Dilakukan sortasi basah

2. Dilakukan proses pencucian


60

3. Dilakukan proses perajangan

4. Dilakukan proses pengeringan

5. Di haluskan sampel menggunakan


blender
61

C. Pembuatan Minyak Atsiri (Metode Destilasi)

No Gambar Keterangan

1. Dirangkai alat destilasi

2. Dilakukan proses penyulingan

3. Dihitung waktu penyulingan dari


tetesan pertama
62

4. Dipisahkan minyak dengan


air dengan menggunakan
corong pisah

5. Diukur minyak hasil destilasi dengan


menggunakan gelas ukur.

6. Dimasukkan minyak yang


dihasilkan kedalam botol coklat

D. Pembuatan Sediaan

No Gambar Keteranagan
63

1. Ditimbang bahan yanag akan


digunakan

2. Ditimbang parafin padat 10 gr

3. Di timbang pewarna 2 gram


64

4. Di ukur pengaroma lemon 2 ml

5. Di timbang asam stearat

6. Dilebur parafin, asam stearat, dan


pewarna
65

7. Dicampur pewarna,
pengaroma,

parafin dan asam stearat yang

telah dilebur dan di tambahkan

minyak

atsiri

8. Dimasukkan semua bahan yang


telah di campur pada wadah yang
telah di sediakan

9. Diamkan selama 2 jam hingga


memadat
66

E. Pengujian Sediaan Lilin Aromaterapi

1. Pengujian Organoleptik

No Gambar Keterangan
1. Diamati bentuk warna dan aroma
formula 1 (12%)

2. Diamati bentuk warna dan aroma


formula 2 (16%)

3. Diamati bentuk warna dan aroma


formula 3 (20%)

4. Diamati bentuk warna dan aroma


formula 4 (12%) tanpa
pengaroma
67

5. Diamati bentuk warna dan aroma


formula 5 (16%) tanpa pewarna

2. Pengujian bobot jenis

No Gambar Keterangan

1. Siapkan pignometer

2. Pignometer kososng di timbang


68

3. Disiapkan wadah dimasukkan


air dan ditambahkan es batu

4. Masukkan aquadest kedalam


pignometer hingga penuh

5. Ditutup pignometer yang telah


di isi aquadest
69

6. Didiginkan pignometer yang


bersisi aquadest

7. Dikeringkan pignometer
menggunakan tisu

8. Ditimbang pignometer yang


berisi aquadest
70

9. Masukkan minyak atsiri


temulawak ke dalam
pignometer hongga penuh

10 Ditutup pignometer

11. Keringkan pignometer


menggunakan tisu
71

12 Timbang pignometer yang telah


disi minyak atsiri temulawak

3. Uji titik leleh

No Gambar Keterangan
1. Formula 1 (12%) memiliki titik
leleh 60

2. Formula 2 (16%) memiliki titik


leleh 58
72

3. Formula 3 (20%) memiliki titik


leleh 55

4. Formula 4 (12%) tanpa


menggunakan pengaroma
memiliki titik leleh 60

5. Formula 5 (16%) tanpa


menggunakan pewarna
memiliki titik leleh 58

4. Uji waktu bakar

No Gambar Keterangan
73

1. Formula 1 (12%)
memiliki waktu bakar
selama 10 jam 10 menit

2. Formula 2 (16%)
memiliki waktu bakar
selama 8 jam 35 menit

3. Formula 3 (20%) memiliki


waktu bakar selama 6 jam 45
menit
74

4. Formula 4 (12%)
tanpa menggunakan pengaroma
memiliki waktu bakar selama 8
jam 35 menit

5. Formula 5 (16%)
tanpa menggunakan pewarna
memiliki waktu bakar selama 8
jam 35 menit

5. Uji efek terapi

No Panelis Keterangan
1. Panelis 1 Efek
terapi:
F1 : Tidak ada efek
F2 : Rilex
F3 : Tidak ada efek
F4 : Sesak
F5 : Rilex
75

2. Panelis 2
Efek terapi:
F1 : Segar
F2 : Tenang
F3 : Sesak
F4 : Agak segar
F5 : Tidak ada efek

3. Panelis 3 Efek
terapi:
F1 : Rilex
F2 : Agak segar
F3 : Tidak ada efek
F4 : Sesak
F5 : Agak segar

4. Panelis 4 Efek
terapi:
F1 : Segar
F2 : Rilex
F3 : Sesak
F4 : Tidak ada efek
F5 : Segar
76

5. Panelis 5 Efek
terapi:
F1 : Tidak ada efek
F2 : Segar
F3 : Sesak
F4 : Agak segar
F5 : Tidak ada efek

6. Panelis 6 Efek
terapi:
F1 : Nyaman
F2 : Tidak ada efek
F3 : Tidak ada efek
F4 : Sesak
F5 : Tenang

7. Panelis 7 Efek
terapi:
F1 : Rilex
F2 : Tidak ada efek
F3 : Sesak
F4 : Sesak
F5 : Rilex
77

8. Panelis 8 Efek
terapi:
F1 : Tenang
F2 : Segar
F3 : Sesak
F4 : Tenang
F5 : Nyaman

9. Panelis 9 Efek
terapi:
F1 : Rilex
F2 : Tidak ada efek
F3 : Tidak ada efek
F4 : Agak segar
F5 : Segar

10. Panelis 10 Efek


terapi:
F1 : Agak segar
F2 : Agak segar
F3 : Sesak
F4 : Sesak
F5 : Tidak ada efek
78

11. Panelis 11 Efek


terapi:
F1 : Tidak ada efek
F2 : Agak segar
F3 : Sesak
F4 : Sesak
F5 : Tidak ada efek

12. Panelis 12 Efek


terapi:
F1 : Nyaman
F2 : Tidak ada efek
F3 : Tidak ada efek
F4 : Agak segar
F5 : Rilex

13. Panelis 13 Efek


terapi:
F1 : Tenang
F2 : Segar
F3 : Tidak ada efek
F4 : Tidak ada efek
F5 : Segar
79

14. Panelis 14 Efek


terapi:
F1 : Agak segar
F2 : Nyaman
F3 : Sesak
F4 : Sesak
F5 : Tidak ada efek

15. Panelis 15 Efek


terapi:
F1 : Rilex
F2 : Agak segar
F3 : Sesak
F4 : Sesak
F5 : Anyaman

16. Panelis 15 Efek


terapi:
F1 : Tidak ada efek
F2 : Nyaman
F3 : Tidak ada efek
F4 : Sesak
F5 : Rilex
80

17. Panelis 17 Efek


terapi:
F1 : Tenang
F2 : Tenang
F3 : Sesak
F4 : Tidak ada efek
F5 : Rilex

18. Panelis 18 Efek


terapi:
F1 : Rilex
F2 : Agak segar
F3 : Sesak
F4 : Agak segar
F5 : Tenang

19. Panelis 19 Efek


terapi:
F1 : Rilex
F2 : Tidak ada efek
F3 : Tidak ada efek
F4 : Sesak
F5 : Rilex
81

20. Panelis 20
Efek terapi:
F1 : Agak segar
F2 : Tenang
F3 : Sesak
F4 : Agak segar
F5 : Agak segar

6. Uji kesukaan

No Panelis Keterangan
1. Panelis 1
Kesukaan:
Warna : F2
Aroma sebelum bakar : F2
Aroma sesuda bakar : F1
Bentuk : F4

2. Panelis 2
Kesukaan:
Warna : F3
Aroma sebelum bakar : F1
Aroma sesuda bakar : F5
Bentuk : F1
82

3. Panelis 3
Kesukaan:
Warna : F1
Aroma sebelum bakar : F1
Aroma sesuda bakar : F2
Bentuk : F3

4. Panelis 4
Kesukaan:
Warna : F1
Aroma sebelum bakar : F2
Aroma sesuda bakar : F1
Bentuk : F2

5. Panelis 5
Kesukaan:
Warna : F1
Aroma sebelum bakar : F1
Aroma sesuda bakar : F1
Bentuk : F3
83

6. Panelis 6
Kesukaan:
Warna : F1
Aroma sebelum bakar : F2
Aroma sesuda bakar : F1
Bentuk : F5

7. Panelis 7
Kesukaan:
Warna : F2
Aroma sebelum bakar : F5
Aroma sesuda bakar : F1
Bentuk : F2

8. Panelis 8
Kesukaan:
Warna : F5
Aroma sebelum bakar : F2
Aroma sesuda bakar : F1
Bentuk : F2
84

9. Panelis 9
Kesukaan:
Warna : F4
Aroma sebelum bakar : F5
Aroma sesuda bakar : F1
Bentuk : F3

10. Panelis 10
Kesukaan:
Warna : F5
Aroma sebelum bakar : F4
Aroma sesuda bakar : F2
Bentuk : F5

11. Panelis 11
Kesukaan:
Warna : F2
Aroma sebelum bakar : F2
Aroma sesuda bakar : F4
Bentuk : F3
85

12. Panelis 12
Kesukaan:
Warna : F1
Aroma sebelum bakar : F3
Aroma sesuda bakar : F3
Bentuk : F2

13. Panelis 13
Kesukaan:
Warna : F1
Aroma sebelum bakar : F3
Aroma sesuda bakar : F2
Bentuk : F4

14. Panelis 14
Kesukaan:
Warna : F1
Aroma sebelum bakar : F1
Aroma sesuda bakar : F2
Bentuk : F1
86

15. Panelis 15
Kesukaan:
Warna : F2
Aroma sebelum bakar : F1
Aroma sesuda bakar : F2
Bentuk : F1

16. Panelis 16
Kesukaan:
Warna : F4
Aroma sebelum bakar : F1
Aroma sesuda bakar : F2
Bentuk : F1

17. Panelis 17
Kesukaan:
Warna : F2
Aroma sebelum bakar : F4
Aroma sesuda bakar : F3
Bentuk : F2

18. Panelis 18
Kesukaan:
Warna : F1
Aroma sebelum bakar : F2
Aroma sesuda bakar : F1
Bentuk : F3
87

19. Panelis 19
Kesukaan:
Warna : F1
Aroma sebelum bakar : F2
Aroma sesuda bakar : F2
Bentuk : F4

20. Panelis 20
Kesukaan:
Warna : F1
Aroma sebelum bakar : F1
Aroma sesuda bakar : F1
Bentuk : F2

Lampiran 4
88

ETIKET

Lampiran 5
89

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PANELIS


90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110

Lampiran

6
111

Lampiran
SURAT REKOMENDASI ETIK
112

Lampiran
7

SURAT REKOMENDASI PERSETUJUAN ETIK


113

Lampiran
114

Lampiran
8

SURAT IZIN PENELITIAN DARI STIKES NANI HASANUDDIN


115

Lampiran
116

Lampiran
9

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS DIRI
1. Nama : ANJELY BENDELINA DJASING
2. NIM : NH0519011
3. Agama : Kristen
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Tempat dan Tanggal lahir : Kalabahi, 30 Mei 2001
6. Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan IV
7. Asal : Alor NTT
8. No HP : 081329115029
9. Email : anjelydjasing@gmail.com

B. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Gemit 004 Lawahing (Tahun 2007-2013)
2. SMP Negeri 3 Kalabahi (Tahun 2013-2016)
3. SMA Negeri 2 Kupang Timur (Tahun 2016-2019)
4. Program Studi DIII Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)
Nani Hasanuddin Makassar Tahun 2019-Sekarang.

Anda mungkin juga menyukai