Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai zat yang sukar digolongkan
sebagai zat biasa, zat cair atau gas. Zat-zat ini dalam ilmu kimia dinamakan koloid..
Kimia koloid mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan dan penghidupan
manusia. Proses dialam sekitar kebanyakan berhubungan dengan sistem koloid.
Protoplasma dalam sel makhluk hidup merupakan suatu koloid, sehingga kimia koloid
diperlukan untuk menerangkan reaksi-reaksi dalam sel (Anief Moh, 2005).

Sistem koloid sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh,


hampir semua bahan pangan mengandung partikel dengan ukuran koloid, seperti protein,
karbohidrat, dan lemak. Emulsi seperti susu juga termasuk koloid. Dalam bidang farmasi,
kebanyakan produknya juga berupa koloid, misalnya krim, salep adalah emulsi. Proses
seperti memutihkan, menghilangkan bau, menyamak, mewarnai, pemurnian, melibatkan
adsorpsi pada permukaan partikel koloid dan karena itu pemahaman sifat-sifat koloid
sangat penting. Jadi, terlihat betapa pentingnya koloid dalam kehidupan manusia. Oleh
karena itu, perlu diadakan percobaan tentang kimia koloid yang akan dibahas pada
laporan ini (Ansel, 1989).

Kimia koloid meliputi koagulasi yaitu peristiwa pengendapan partikel koloid;


dispersi yaitu memecah butir-butir yang lebih besar menjadi butir- butir seukuran koloid:
emulsi yaitu medium pendispersi dan medium terdispersi merupakan cairan yang tidak
saling bercampur: koloid pelindung dengan cara menambahkan zat, seperti gelatin untuk
mencegah pengendapan sehingga koloid dapat terbentuk: adsorpsi yaitu penyerapan suatu
yang melekat pada permukaan (Anief Moh, 2005).

I.2 Tujuan Percobaan

1. Menjelaskan pengertian dan sifat – sifat dispersi nanopartikulat/koloid.


2. Membedakan berbagai tipe sistem koloid dan karakter utama sistem koloid.
3. Membuat koloid dan menentukan karakteristik dispersi nanopartikulat/koloid
4. Memahami manfaat dan aplikasi koloid dalam bidang farmasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori

Sistem terdispersi terdiri dari partikel – partikel kecil (fase terdispersi) yang
terdistribusi dalam medium (medium terdispersi). Partikel – partikel kecil yang terdispersi
terdiri dari berbagai ukuran mulai dari ukuran atom dan molekul hingga partikel –
partikel besar yang dapat diukur dalam satuan milimeter. Untuk itu, sistem terdispersi di
golongkan dalam tiga golongan yaitu, dispersi molekul, dispersi koloid, dan dispersi
kasar.Mobilitas koloid dipengaruhi oleh perubahan kimia larutan yang mengubah
interaksi gaya – gaya antara permukaan koloid dan butiran aquifer. Gaya antarmuka itu
terdiri dari gaya tarik menarik londonvan der wadls dan gaya tolak menolak. Hasil kedua
dari interaksi kedua gaya permukaan tersebut dijelaskan dengan teori DLVO. Agar kolid
dapat bergerak perubahan kimia harus larutan harus menghasilkan gaya repulsi pada
permukaan koloid dan butiran yang lebih besar dari gaya tarik menariknya. Transport
koloid ini dapat dihambat dengan filtrasi, karena ukurannya yang relatif besar
dibandingkan dengan larutan , maka koloid mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan
unsur terlarut (Stroker, 1993).

Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang kondisi larutannya terletak
antara larutan dan Suspensi (larutan kasar). Sistem koloid ini mempunyai sifat-sifat yang
berbeda dengan sifat larutan dan Surpensi. Keadaan bukan ciri dan zat tertentu karena
semua zat, baik Padat, cair maupun gas, dan dapat dibuat dalam keadaan koloid. Secara
kasat mata larutan koloid terlihat seperti larutan yang homogen (menyatu), tetapi jika
diamati lebih menditail dengan mikroskop ultra maka akan terlihat heterogen (tidak
menyatu tapi masih dapat dibedakan atas komponen-komponen penyusunnya)
(Probowati, 2012).

Koloid umumnya keruh tetapi stabil (tidak memisah). Suspensi adalah campuran
kasar dan bersifat heterogen antar komponennya terdapat bidang batas dan seringkali
dapat dibedakan tanpa menggunakan mikroskop. Suspensi tampak keruh dan tidak stabil
suspensi dapat dipisah melalui penyaringan sementara larutan adalah campuran
homogen,diman antar komponennya tidak terdapat bidang batas sehingga tidak
terbedakan lagi walaupun menggunakan mikroskop ultra. Selain itu, campuran homogen
mempunyai komposisi yang sama pada setiap bagiannya. Dispersi koloid umumnya
mempunyai sifat yang berbeda dengan sifat dispersi molekuler (larutan) dengan sifat
dispersi kasar (dispersi koloid). Sifat-sifat dari dispersi koloid adalah partikel-partikel
koloid yang umumnya bergerak dan gerakan ini disebabkan oleh tumbukan atau tabrakan
antara partikel-partikel tersebut dengan molekul-molekul pelarutnya (Mutiarani, 2011).

Koloid dibedakan antar tiga golongan besar yaitu, koloid liofilik (koloid yang
suka pelarut), koloid liofobik (koloid yang tidak suka pelarut), dan koloid gabungan atau
amfifilik (gabungan liofilik dan liofobik). Penggolongan ini berdasarkan pada ada
tidaknya solvasi oleh medium dispersi. Koloid memiliki beberapa sifat-sifat khusus yaitu
efek tyndall,yaitu peristiwa penghamburan cahaya oleh partikel koloid. Hal ini terjadi
karena sistem partikel koloid mampu menghamburkan berkas cahaya yang diserap ke
segala arah. Pemanfaatan dari efek tyndall yaitu untuk membedakan sistem koloid dengan
larutan sejati. Sifat yang kedua adalah gerak brown, yaitu gerak zig-zag dari partikel
koloid yang hanya bisa diamati dengan mikroskop ultra. Selain itu, partikel koloid
mampu mengabsorbsi partikel-partikel lain dalam suatu sistem (Rachmawati, 2009).

II.2 Uraian Bahan

1. Etanol 96% (DIRJEN POM, 1979)


Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol
RM/BM : C2H60/46,0
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah
bergerak, bau khas dan rasa panas.
Kelarutan : Hampir larut dalam larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
Rumus Struktur :

2. FeCL3 (DIRJEN POM, 1979;659)


Nama Resmi : FERRI CHLORIDA
Nama Lain : Besi (III) klorida
RM/BM : FeCL3/162,5
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan, bebas warna jingga
dari garam hidrat yang telah berpengaruh oleh kelembapan.
Kelarutan : Larut dalam 1/2 bagian air, mudah larut dalam etanol, dalam
kloroform p, dalam eter p, akresol p, dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahaya, ditempat
sejuk.
Kegunaan : Antiseptikum ekstrem.
Rumus Struktur :

3. Gelatin (DIRJEN POM, 1995)


Pemerian : Lembaran, kepingan, serbuk, dan butiran tidak berwarna atau
kekuningan pucat; bau dan rasa lemah.
Kelarutan : Larut dalam air panas dan jika didinginkan terbentuk gundir,
praktis tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam kloroform P dan
dalam eter P, larut dalam campuran gliserol P dan air, jika
dipanaskan lebih mudah larut, larut dalam asetat.
4. NaCl 25% (DIRJEN POM, 1979;403)
Nama Resmi : NATRII CHLORIDUM
Nama Lain : Natrium Klorida
RM/BM : NaCl/58,44
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih, dan
dalam kurang lebih 10 bagian etanol p, sukar larut dalam etanol
(95%) p.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Zat tambahan (sebagai pelarut dalam praktikum)
Rumus Struktur :
5. Na. Lauril Sulfat (DIRJEN POM,1979;568)
Nama Resmi : NATRII LAURYL SULFAT
Nama Lain : Natrium Lauril Sulfat
Rumus Molekul : C12H2SOS3Na
Pemerian : Serbuk atau hablur, warnah putih atau kuning pucat, bau lemah
dan khas.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larutan berkabut, larut sebagian
dalam etanol (95%) p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai analit
Rumus Struktur :

6. Paracetamol (DIRJEN POM, 1979;37)


Nama Resmi : ACETAMENOPHENUM
Nama Lain : Asetaminofen, paracetamol
RM/BM : C8H9NO2/151.16
Pemerian : Berupa hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau.
Kelarutan : Larut dalam 17 bagian air, dalam 7 bagian etanol (96%) p,
dalam 13 bagian aseton p, dalam 40 bagian gliserol p, dan
dalam 9 bagian propilenglikol p, larut dalam larutan alkali
hidroksia.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Kegunaan : Analgetikum, Antipiretikum.
Rumus Struktur :
7. PVP (DIRJEN POM,1979:236)
Pemerian : Putih sampai krim;pahit;tidak berbau;higroskopik (serbuk).
Kelarutan : Praktis larut dalam asam,kloroform,metanol,etanol,keton dan
air. Praktis tidak larut dalam eter hidrokarbon dan minyak
mineral
Stabilitas : Stabil pada suhu 110 – 1300 C;mudah terurai dengan adanya
udara dari luar,dapat bercampur dengan air,stabil bila disimpam
di tempat kering.
OTT : Jika di tambahkan thimerosol akan membentuk senyawa
kompleks.kompatibel terhadap gerak organik alami,resinsintetik
dan senyawa lainnya. Akan membentuk senyawa sulfathiazole,
sodium salisilat, asam salisilat, fenol, babital dan komponen
lainnya.
Rumus Struktur :

8. Tween 80 (DIRJEN POM;1995:76)


Pemerian : Cairan seperti minyak berwarna kuning muda hingga coklat
muda,bau khas lemah,rasa pahit dan hangat.
Kelarutan : Sangat mudah larut, larutan tidak berbau dan praktis tidak
berwarna, larut dalam etanol, dalam etil asetat, tidak larut dalam
minyak mineral.
Konsentrasi : 1- 15%
Stabilitas : Stabil pada elektrolit dan asam lemah,dan basa. Berangsur
angsur akan tersaponi farmakope indonesiakasi dengan asam
kuat dan basa.
OTT : Akan berubah warna atau mengendap denga fenol daan tanin.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya, ditempat
sejuk dan kering.
Kegunaan : Sebagai sampel.
BAB III
METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan


a. Alat yang digunakan :
1. Buret 50 ml
2. Batang pengaduk
3. Erlenmeyer
4. Gelas beaker
5. Gelas ukur 10 ml,100 ml
6. Labu ukur
7. Magnetic stirrer
8. Statif
9. Viskometer
b. Bahan yang digunakan :
1. Etanol 96%
2. Gelatin
3. NaCl 25%
4. Na.lauril sulfat
5. Paracetamol
6. Pvp (polivinil pirolidon)
7. Serbuk fecl3
8.Tween 80

III.3 Prosedur kerja


a. Pembuatan disperi nanopartikulat paracetamol
1. Di ambil 20 ml larutan tween 80,di masukan dalam beaker glass.
2. Di tempatkan gelas beaker di atas magnetic stirrer dan di jalankan pada
putaran 1500 rpm.
3. Di tambahkan dengan cepat tetes demi tetes larutan paracetamol sampai
terbentuk dispersi nanopartikulat dan di hentikan penambahan larutan
pacetamol jika sudah terbentuk dispersi berwarna putih.
4. Di biarkan proses pengadukan tetap berlangsung pada kecepatan 1500 rpm
selama 15 menit
b. Pembuatan dispersi nanopartikulat FeCl3
1. Di ambil 20 ml larutan tween 80 dan di masukan di dalam gelas beaker
2. Di tempatkan gelas beaker di atas magnestic stirrer,di jalankan pada putaran
1500 rpm.
3. Di tambahakan dengan cepat tetes demi tetes larutan FeCl3 sampai terbentuk
dispersi nanopartikulat dan hentikan penambahan larutan FeCl3 jika sudah
terbentuk dispersi berwarna kuning jingga.
4. Di biarkan proses pengadukan tetap berlansung pada kecepatan 1500 rpm
selama 15 menit.
c. Viskositas dispersi nanopartikulat
Di tetapkan viskositas untuk dispersi nanopartikulat paracetamol, FeCl3, dan
gelatin.
d. Stabilitas dispersi nanopartikulat dengan penambahan elektrolit
1. Diambil 10 ml masing – masing dispersi nanopartikulat paracetamol, FeCl3,,
gelatin.
2. Ditambahkan tets demi tetes larutan Nacl 25% melalui buret dan dicatat
berapa ml penambahan Nacl sampai terjadi endapan partikel.
e. Pengaruh koloid pelindung / zat penstabil terhadap stabilitas dispersi
nanopartikulat
1. Diambil 10 ml dispersi nanopartikulat paracetamol ditambahkan 10 ml
Natrium lauril sulfat.
2. Diambil 10 ml dispersi nanopartikulat paracetamol ditambahkan 10 ml PVP.
3. Diambil 10 ml dispersi nanopartikulat FeCl3 ditambahkan 10 ml Natrium
lauril sulfat.
4. Diambil 10 ml dispersi nanopartikulat FeCl3 ditambahkan 10 ml PVP.
5. Ditambahkan tetes demi tetes larutan NaCl 25% melalui buret dan dicatat
berapa ml penambahan Nacl sampai terjadi endapan partikel.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Tabel Pengamatan

a. Tabel Hasil Pengamatan Larutan Koloid

No Larutan Menghamburkan cahaya/tidak Larutan Larutan


menghamburkan cahaya sejati koloid

1. Paracetamol 1% Tidak Menghamburkan Cahaya  -


2. NaCl 25% Tidak Menghamburkan Cahaya  -
3. Gelatin 0,5% Tidak Menghamburkan Cahaya  -
4. Gelatin 1% Tidak Menghamburkan Cahaya  -
5. PVP 1% Tidak Menghamburkan Cahaya  -
6. Tween 80 1% Tidak Menghamburkan Cahaya  -
7. FeCI3 0,5% Tidak Menghamburkan Cahaya  -
8. Na. Lauril sulfat 1% Tidak Menghamburkan Cahaya  -

b. Tabel Hasil Viskositas Disperse Nanopartikulat

No Sampel No Viskositas (dps) Rata - Rata


Spindel I II III (dps)
1. Paracetamol 1% 1 3 dps 3 dps 3 dps 3 dps
2. NaCl 25% 1 3 dps 3 dps 3 dps 3 dps
3. Gelatin 0,5% 1 3 dps 3 dps 3 dps 3 dps
4. Gelatin 1% 1 3 dps 3 dps 3 dps 3 dps
5. PVP 1% 1 3 dps 3 dps 3 dps 3 dps
6. Tween 80 1% 1 3 dps 3 dps 3 dps 3 dps
7. FeCI3 0,5% 1 3 dps 3 dps 3 dps 3 dps
8. Na. Lauril sulfat 1% 1 3 dps 3 dps 3 dps 3 dps
c. Tabel Hasil Disperse Nanopartikulat Dengan Penambahan Elektrolit

No Larutan Vol Titrasi Hasil


(ml) NaCl
1. Disperse nanopartikulat
Paracetamol ( tween 80 larutan 10 ml 14 ml Tidak terjadi endapan
paracetamol )
2. Disperse nanopartikulat FeCI3
( tween 80 larutan FeCI3 ) 10 ml 7 ml Terjadi endapan
3. Disperse nanopartikulat
Gelatin ( tween 80 larutan 10 ml 4 ml Tidak terjadi endapan
Gelatin 0,5% )
4. Disperse nanopartikulat
Gelatin ( tween 80 larutan 10 ml 16 ml Tidak terjadi endapan
Gelatin 1% )

d. Tabel Hasil Pengaruh Koloid Pelindung/Zat Penstabil Terhadap Stabilitas


Dispersi Nanopartikulat

No Larutan Vol Pereaksi Vol Hasil Titrasi Hasil Warna


(ml) (ml) NaCl
25%
1. Disperse Na. Tidak
nanopartikulat 10 Lauril 10 Putih 10 ml terdapat Putih
Paracetamol ml sulfat ml endapan
(tween 80
larutan Tidak
paracetamol ) 10 PVP 10 Putih 10 ml terdapat Putih
ml ml endapan
2. Disperse 10 Na. 10 Tidak
nanopartikulat ml Lauril ml Jingga 10 ml terdapat Jingga
FeCI3 (tween 80 sulfat endapan
larutan FeCI3) 10 10 Tidak
ml PVP ml Jingga 10 ml terdapat Jingga
endapan
BAB V

PEMBAHASAN

Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang kondisi larutannya terletak
antara larutan dan Suspensi (larutan kasar). Secara kasat mata larutan koloid terlihat
seperti larutan yang homogen (menyatu), tetapi jika diamati lebih menditail dengan
mikroskop ultra maka akan terlihat heterogen (tidak menyatu tapi masih dapat dibedakan
atas komponen-komponen penyusunnya) (Probowati, 2012).

Pada praktikum Farmasi Fisika kali ini melakukan percobaan “dispersi


nanopartikulat/koloid” untuk mengetahui stabilnya dispersi nanopartikulut dengan
penambahan elektrolit dan pengaruh koloid pelindung atau zat penstabil terhadap
stabilitas dispersi, serta mengetahui viskositas koloid terhadap suatu larutan dengan
mengguntan vistometer brook field. Koloid merupakan suatu larutan yang terdiri dari
suatu partikel-partikel yang terdistribusi merata dalam suatu medium. Yang fase
dispersinya memiliki ukuran partikel antara 10-5.000 a0 (μm). Sehingga partikel
terdispersinya tidak dapat terlihat oleh mata telanjang namun dapat dilihat dengan mudah
menggunakan mikroskop. Setiap kelompok 1,2,3 dan 4 mendapatkan setiap sampel
(perlakuan) yang berbeda. Pada percobaan kali ini menggunakan beberapa sampel
diantaranya larutan Natrium laurel sulfat 1%, tween 80 1%, gelatin 0,5%, gelatin 1%,
paracetamol 1%, FeCl3 0.5%, PVP 1% dan nacl 25%. Pada pembuatan larutan sampel
sebelum praktikum dimulai yang perlu diperhatikan adalah penggunaan air panas saat
melarutkan FeCl3 dan NaCl. Untuk FeCl3 akan membentuk larutan koloid dengan metode
kundensasi yaitu dengan cara menghidrolisis FeCl3 menggunakan air panas sehingga
terbentuk larutan fe (OH)3 yang merupakan larutan koloid. Pada pembuatan paracetamol
ialah dengan menggunakan. Etanol 96% yang dilarutkan sedikit demi sedikit setelah
paracetamol ditimbang 1 gr. Sedangkan pada pembuatan na. Lauril sulfat, tween 80,
gelatin dan PVP cukup menggunakan aquadest tampa perlu pemanasan, namun pada
pembuatan Na lauril sulfat hal yang harus diperhatikan adalah pengadukan diusahakan
tidak terlalu kencang karena sifat dasar Na lauril adalah bahan mudah larut dalam air
sehingga tidak menimbulkan busa atau gelembung udara.

Pada pembuatan disperse nanopartikulat paracetamol dan FeCl3 dengan


penambahan tween 80 dilakukan untuk melarutkan FeCl3 dan paracetamol, karena salah
satu senyawa yang agak sukar larut dalam pelarut air adalah paracetamol. Solubilisasi
(Tween 80) merupakan salah satu perbaikan kelarutan melalui senyawa aktif permukaan
yang berfungsi merubah obat yang kurang larut atau tidak larut menjadi jernih dalam air
atau maksimal larutan yang berpendar, tanpa menyebabkan terjadinya perubahan struktur
kimiawi bahan obat. Senyawa yang dapat berfungsi sebagai pensolubilisasi adalah
senyawa aktif permukaan (surfaktan) (Voight, 1994). Larutan ditempatkan pada gelas
kimia diatas magnetic stirrer dengan putaran 1500 rpm. Penambahan dengan cepat tetes
demi tetes larutan paracetamol (begitupun dengan larutan FeCl3) sampai terbentuk
disperse nanopartikulat berwarna putih pada paracetamol dan kuning jingga pada FeCl 3.
Proses pengadukan dibiarkan tetap berlangsung pada kecepatan 1500 rpm selama 15
menit.

Pada pengamatan stabilitas disperse nanopartikulat dengan penambahan


elektrolit, disperse nanopartikulat paracetamol (tween 80 larutan paracetamol), disperse
nanopartikulat Gelatin (tween 80 larutan Gelatin 0,5%), disperse nanopartikulat Gelatin
(tween 80 larutan Gelatin 1%) yang dititrasikan dengan NaCl 25% yang bersifat elektrolit
tidak terjadi endapan, sedangkan pada disperse nanopartikulat FeCI3 (tween 80 larutan
FeCI3) terjadi endapan. Hal ini didukung oleh literature “FeCI3 mampu mengikat bahan-
bahan dengan cepat sehingga dapat mempercepat proses pengendapan” (Larasati et al,
2017).

Pada pengamatan pengaruh koloid pelindung/zat penstabil terhadap stabilitas


dispersi nanopartikulat, disperse nanopartikulat paracetamol (larutan paracetamol dalam
tween 80) dan disperse nanopartikulat FeCl3 (larutan FeCl3 dalam tween 80) yang dititrasi
dengan NaCl 25% sebanyak 10 ml tidak membentuk endapan. Hal ini disebabkan karena
terjadinya kesalahan yaitu meliputi kesalahan pada sampel yang digunakan sehingga
larutan yang berfungsi sebagai koloid pelindung tidak dapat bereaksi. Selanjutnya pada
percobaan efek tyndal yaitu FeCl3 dalam etanol 96% tidak memberikan efek
menghantarkan cahaya yang bisa saja disebabkan oleh sampelnya sendiri dan pada saat
penyenteran (pemberian cahaya) hanya menggunakan senter handphone sehingga tidak
didapatnya hasil yang maksimal. Tendangan pada larutan tween 80 ditambahkan
paracetamol 1% didapatkan juga efek yang tidak menghasilkan cahaya disebabkan oleh
factor kesalahan seperti pada larutan FeCl3. Hal ini belum sesuai dengan literature bahwa
FeCl3 dan paracetamol dapat menghantarkan cahaya sehingga dikatakan koloid pada efek
tyndall (Martin A, 2008).
Selanjutnya pada pengujian viskositas yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh kadar zat koloid akan mempengaruhi kekentalan suatu zat dan selain itu untuk
mengetahui fase terdispersi dan pendispersi suatu koloid dengan menggunakan
viscometer Brookfield. Hasil yang didapatkan pada pengamatan gelatin, paracetamol,
FeCl3, PVP, NaCl 25%, tween 80, dan Na. lauril sulfat sama-sama memperoleh hasil 3
dps. Hal ini berbeda dengan penelitian lainnya bahwa pada larutan FeCl3, merupakan
viskositas yang paling rendah karena pada koloid FeCl3 merupakan koloid yang fase
terdispersinya adalah zat padat, sedangkan zat cairnya merupakan fase pendispersi.
Berbeda dengan gelatin yang fase padatnya merupakan fase pendispersi dan fase cairnya
merupakan fase terdispersi. Sehingga viskositas gelatin pun lebih tinggi dari FeCl 3.
Berdasarkan literature, jika viskositas semakin besar maka sifat air dari larutan tersebut
semakin lambat dan sebaliknya viskositas semakin rendah maka sifat air dari larutan
tersebut semakin cepat (Mochtar, 1993).
BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil :

1. Pada pengamatan larutan koloid, semua sampel tidak menghamburkan cahaya


atau disebut juga sebagai larutan sejati.
2. Pada pengamatan pengaruh penambahan elektrolit pada stabilitas disperse,
sampel nanopartikulat paracetamol dan gelatin tidak terbentuknya endapan,
sedangkan pada disperse nanopartikulat FeCl3 terbentuk endapan.
3. Pada pengamatan pengaruh koloid pelindung/zat penstabil terhadap stabilitas
disperse nanopartikulat, pada semua larutan yang dititrasi dengan NaCl 25%
tidak menghasilkan endapan. Hal ini tidak sesuai dengan literature yang
disebabkan adanya factor kesalahan pada saat perlakuan
4. Pada pengamatan viskositas disperse nanopartikulat, semua sampel memiliki nilai
viskositas yang sama yaitu 3 dps.

VI.2 Saran

Sebaiknya praktikan lebih memperhatikan pereaksi maupun bahan yang akan


digunakan lebih steril lagi agar percobaan yang diujikan mendapatkan hasil yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh.1997. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Ansel, Howan C.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.Jakarta : Universitas


Indonesia

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI. Jakarta

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI. Jakarta

Larasati A., Yusniar. L.D. 2017. Efektivitas Ferri Klorida (Fecl3) Dalam Menurunkan
Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Limbah Cair Laundry. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, Vol 5(5).Hal: 479-491.

Martin. 2008. Farmasi Fisik. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Moechtar. 1993. Viskositas Cairan. Yogyakarta:UGM Press

Mutiarani Et Al. 2011. Iradasi Ultrasonic Dalam Menurunkan Kekeruhan Air Ultrasonic
Iridation In Decreasing Water Turbidity, Vol 1(1).Hal:1-10, Institute Teknologi
Bandung. Bandung

Probowati. 2012. Pembuatan Surfaktan Dari Minyak Murni (VCO) Melalui Proses
Amidasi Dengan Katalis Naoh. Jurnal Teknologi Kimia Dan Industry.Vol 1(1),
Universitas Diponegoro

Rachmawati Et Al. 2009. Pengaruh PH Pada Koagulasi Dengan Koagulan Aluminum


Sulfat Dan Ferri Klorida. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol 5(2) Indomasi
Mulia. Jakarta

Stroker. 1993. Introduction To Chemical Principle, Machmilan Publishing.

Voight. 1994. Buku Pengantar Teknologi Farmasi, 572-574, Diterjemahkan Oleh


Soedani, N., Edisi V, Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada Press.

Anda mungkin juga menyukai