Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam praktikum kefarmasian modern sangat penting memahami teori
dan teknologi system disperse. Meskipun aspek kuantitativ dari subyek ini
perkembangannya tidak seperti aspek kuantitatif dari kimia mikromolekuler,
namun teori-teori yang dapat dikemukakan dalam bidang kimia koloidal sangat
membantu dalam mendekati problema-problema yang masi menjadi teka-teki
yang timbul dalam penyediaan dan pembuatan emulsi, suspense, salep, serbuk
dan tablet. Pengetahuan mengenai fenomena interfasial dan sifat-sifat
karakteristik koloid dan partikel-partikel kecil merupakan dasar untuk dapat
memahami kelakuan system disperse farmasi.
System disperse terdiri dari partikel-partikel kecil yang dikenal
nsebagai fase terdispersi, terdistribusi keseluruh medium kontinu atau medium,
pendis[ersi. Bahan-bahan yang terdispersi bisa mempunyai jangkauan ukuran
dari partikel-partikel yang berdimensi ataom dan molekul molekul sampai
partikel-partikel yang ukurannya yang ukuranya millimeter. Oleh karena itu
cara yang palig mudah untuk menggolongkan system disperse berdasarkan
garis tengah partikel rata-rata dari bahan terdispersi.
Berdasarkan ukuran partikelnya system disperse dibagi menjadi
menjadi 3 kelompok yaitu larutan, koloid dan suspensi. Secara sepintas
perbedaan antara suspensi dengan larutan akan tampak jelas dari
homogenitasnya, tetapi akan sulit dibedakan antara larutan dan koloid.
System koloid berhubungan dengan proses-proses di alam yang
mencakup berbagai bidang. Hal itu dapat kita perhatikan didalam tubuh
makhluk hidup yaitu makanan yang kita makan sebelum digunakan oleh tubuh
dahulu diproses sehingga terbentuk koloid. Juga protoplasma dalam sel-sel
makhluk hidup merupakan suatu koloid sehingga proses-proses dalam sel
melibatkan system koloid. System koloid juga sangan berperan penting dalam
sediaan farmasi. Mengingat pentingnya hal ini pada praktikum kali ini
dilakukan percobaan mengenai system disperse nanopartikulat/koloid.
B. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan pengertian dan sifat-sifat disperse nanopartikulat/koloid
2. Membedakan berbagai tipe system koloid dan krakter utama system koloid
3. Membuat koloid dan menentukan karakteristik disperse
nanopartikulat/koloid
4. Memahami manfaat dan aplikasi koloid dalam bidang farmasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori

Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase
terdispers, terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau medium terdispersi.
Bahan- bahan yang terdispers bisa mempunyai jangkauan ukuran dari partikel-
partikel berdimensi atom dan molekul sampai partikel-partikel yang ukurannya
diukur dalam milimeter. Oleh karena itu, cara yang paling mudah untuk
penggolongan sistem terdispers adalah berdasarkan garis tengah partikel rata-
rata dari bahan terdispers. Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yaitu
dispersi molekuler, dispersi koloid, dan dispersi kasar (Martin, A., 2008).

Koloid merupakan suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua
zat atau lebih partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang
dipecah) tersebar secara merata didalam zat lain (keenan, 1999).

Menurut (Lolok, N. 2019), sistem koloid digolongkan menjadi tiga yaitu:


Koloid Liofilik yaitu Sistem yang mengandung partikel-partikel koloid yang
banyak berinteraksi dengan medium dispersi dikenal sebagai koloida liofilik
(suka- pelarut). Karena afinitasnya terhadap medium dispersi, bahan-bahan
tersebut membentuk dispersi koloid, atau sol dengan relatif mudah. Jadi, sol
koloidal liofilik biasanya diperoleh hanya dengan melarutkan bahan dalam
pelarut yang digunakan (Martin, A., 2008).

Koloida Liofobik yaitu Golongan kedua dari koloid ini tersusun dari
bahan yang jika ada mempunyai tarik-menarik kecil terhadap medium dispers.
Golongan ini disebut liofobik (benci-pelarut) dan dapat diramalkan sifatnya
berbeda dengan koloida liofilik. Ini terutama karena tidak adanya selimut
pelarut di sekeliling partikel. Koloida liofobik umumnya tersusun dari partikel-
partikel anorganik yang terdispers dalam air (Stroke. 1993).

Koloida Gabungan, Koloid gabungan atau koloid amfifilik merupakan


golongan ke tiga dari penggolongan koloid. Molekula-molekul atau ion-ion
tertentu disebut amfifil atau zat aktif permukaan. Amfifil atau zat aktif
permukaan ini berciri mempunyai dua daerah yang berbeda yang melawan
afinitas larutan dalam molekul atau ion yang sama. Jika ada dalam suatu
medium cair dengan konsentrasi rendah, amfifil berada dalam suatu medium
cair dengan konsentrasi rendah. Jika konsentgrasi ditingkatkan, terjadi agregasi
pada suatu jangkauan konsentrasi yang sangat sempit (Martin, A., 2008).

Efek Faraday-Tyndall yaitu Bila suatu berkas cahaya yang kuat


dilewatkan melaluoi sol koloid, akan terlihat suatu kerucut yang dihasilkan dari
pemendaran cahaya oleh partikel-partikel. Hal ini disebut efek Faraday-Tyndall
(Probowati, 2012).

Gerak Brown. Jauh sebelum Zisgmondy mengemukakan pergerakan


partikel- partikel koloid secara acak dalam bidang mikroskop, Robert Brown
pada tahun 1827 telah mengkaji fenomena ini. Gerak yang tidak beraturan,
yang bisa diamati dengan partikel-partikel sebesar kira-kira 5 µm, dijelaskan
sebagai hasil pemboman partikel- partikel oleh moleku medium dispersi,
gerak ini terjadi terus menerus yang menyebabkan partikel-partikel tidak
mudah mengendap (Martin, A., 2008).

Difusi. Partikel-partikel mendifusi secara spontan dari tempat yang


berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah. Sampai
konsentrasi sistem tersebut seragam seluruhnya. Difusi merupakan hasil
langsung dari gerak Brown (Martin, A., 2008).
B. Uraian Bahan
1. Aquadest (Dirjen POM, 1979: 96)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama lain : Air suling
Rm/Bm : H2O/ 18,02
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Besi III Klorida (Dirjen POM, 1979: 659)
Nama resmi : FERRI CHLORIDA
Nama lain : Besi III klorida
RM/ BM : FeCl3/ 162,5
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan, bebas warna
jingga dari garam hidrat yang telah berpengaruh oleh
kelembapan
Kelarutan : Larut dalam air, larutan berpotensi berwarna jingga.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Khasiat : Sebagai pereaksi.
3. Etanol (Dirjen POM, 1979: 65)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol
RM/ BM : C2H6O/ 46,07
Pemerian : Cairan tak berwarna , jernih, mudah menguap dan mudah
bergerak bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform Pdan
dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung daricahaya; di
tempat sejuk, jauh dari nyala api.
Khasiat : Zat tambahan
4. Gelatin (Dirjen POM, 1979: 265)
Nama resmi : GELATINUM
Nama lain : Gelatin
RM/ BM : -/-
Pemerian : Lembaran, kepingan serbuk atau butiran tidak berwarna
atau kekuningan pucat bau dan rasalemah
Kelarutan : Jika direndam dalam air mengembang dan menjadilunak,
berangsur-angsur menyerap air 5-10 kali bobotnya, larut
dalam air panas jika didinginkan berbentuk gudir. Praktis
tidak larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Zat tambahan.
5. Natrium klorida (Dirjen POM, 1979: 403)
Nama resmi : NATRII CHLORIDUM
Nama lain : Natrium klorida
Rm/Bm : NaCl/ 58,44
Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbukhablur
putih, tidak berbau, dan rasa asin
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air
mendidih, dan dalam kurang lebih 10 bagian gliserolP.,
sukar larut dalam etanol (95%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baikKegunaan: Sebagai sampel
6. Paracetamol (Dirjen POM, 1979: 37)
Nama resmi : ACETAMINOPHENUM Nama lain : Asetaminofen,
parasetamol
Rm/Bm : C8H9 NO2/ 151,16
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau,rasa pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol(95%) P,
dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagiangliserol P dan
dalam 9 bagian propilenglikol P, larutdalam larutan alkali
hidroksida.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung daricahaya
Kegunaan : Sebagai sampel.
7. Sodium Lauril sulfat (Dirjen POM, 1979: 713)
Nama resmi : NATRII LAURILL SULPHATE.
Nama lain : Sodium lauril sulfat.
Rm/Bm : C2H25NaO4/288,38.
Pemerian : Serbuk putih, atau cream sampai kristal kuning.
Kelarutan : Sangat larut dalam air, praktis tidak larut dalam eter dan
kloroform.
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan
a. Batang pengaduk
b. Buret
c. Erlenmeyer
d. Gelas beker
e. Gelas uku
f. Magnetic stiret
g. Penangas air
h. Pipet tetes
i. Sendok tanduk
j. Timbangan digital
k. Viskometer
2. Bahan-bahan yang digunakan
a. Aquades
b. Etanol 96 %
c. Gelatin
d. NaCl 25 %
e. Na larutan sulfat
f. Parasetamol
g. Pvp
h. Tween 80
i. Serbuk FeCl3
B. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan
a. Dibuat larutan parasetamol 1 %, 1 gram dalam 100 ml etanol.
b. Dibuat larutan FeCl3 0,5 %, 0,5 gram dalam 100 ml pelarut air mendidih.
c. Dibuat larutan 0,5 %, dan 1 % gelatin, tween 80, Na Lauril sulfat dan
pvp, masing-masing 1 gr dalam 100 aquades, kecuali gelatin 0,5 %
sebanyak 0,5 gram.
d. Dibuat larutan NaCl 25 %, 25 gram dalam 100 ml aquades.
2. Pembuatan dispersi nanopartikulat
a. Diambil 20 ml larutan tween 80, masukkan ke dalam gelas beker.
b. Ditempatkan gelas beker di atas magnetic stirrer, jalankan pada putaran
1.500 rpm.
c. Ditambahkan dengan cepat setetes demi setetes larutan parasetamol
sampai terbentuk dispersi nanopartikular dan hentikan penambahan
larutan parasetamol jika sudah terbentuk dispersi berwarna putih.
d. Dibiarkan proses pengadukkan tetap berlangsung pada kecepatan 1.500
rpm selama 15 menit.
e. Dilakukan hal yang sama pada FeCl3, gelatin 1 % dan gelatin 0,5 %.
3. Viskosias dispersi nanopartikulat
Ditetapkan viskositan untuk dispersi nanopartikulat parasetamol,
FeCl3, gelatin 1 % dan gelatin 0,5 %.
4. Stabilitas dispersi nanopartikulat dengan penambahan elektrolit
a. Diambil 10 ml masing-masing dispersi nanopartikulat paracetamol,
FeCl3, gelatin 1 % dan gelatin 0,5 %.
b. Ditambahkan setetes demi setetes larutan NaCl 25 % melalui buret dan
catat berapa ml penambahan NaCl sampai terjadi endapan partikel.
5. Pengaruh koloid pelindung / zat penstabil terhadap stabilitas dispersi
nanopartikulat.
a. Diambil 10 ml dispersi nanopartikulat parasetamol + 10 ml Na larutan
sulfat.
b. Diambil 10 ml dispersi nanopartikulat parasetamol + pvp 10 ml.
c. Diambil 10 ml dispersi nanopartikulat FeCl3 + 10 ml Na lauril sulfat.
d. Diambil 10 ml dispersi nanopartikulat FeCl3 + 10 ml pvp.
e. Ditambahkan setetes demi setetes larutan NaCl sampai terjadi endapan.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. Tabel Pengamatan
1. Pemeriksaan Efek Tyndell
N Larutan Menghamburkan cahaya atau LS LK
o tidak
1 Paracetamol 1 Tidak menghaburkan cahaya √ -
%
2 NaCl 25 % Tidak menghaburkan cahaya √ -
3 Gelatin 0,5 %, Tidak menghamburkan cahaya √ -
dan 1 %
4 Pvp 1 % Tidak menghaburkan cahaya √ -
5 FeCl3 0,5 % Tidak menghaburkan cahaya √ -
6 Tween 80 Tidak menghaburkan cahaya √ -
7 Na laurit sulfat Tidak menghaburkan cahaya √ -
1%

2. Pembuatan Dispersi Nanopertikulat


No Sampel Hasil
1 20 ml tween + pct Putih
2 20 ml tween + larutan FeCl3 Kuningjingga
3 Gelatin 1 % dan 0,5 % + 20 ml tween Putih keruh

3. Viskositas Dispersi Nanopartikulat


No Sampel Visikositas Rata-rata
(dpa.s)
I II II
1 Paracetamol 3 3 3 3
2 FeCl3 3 3 3 3
3 Gelatin 1 % 4 4 4 4
4 Gelatin 0,5 % 4 4 4 4

4. Uji Stabilitas Dispersi Nanopartikulat dengan Penambahan Elektrolit


No Larutan Titik akhir titrasi Perubahan yang terjadi
1 FeCl3 15 ml Tidak terjadi endapan
2 Paracetamol 15 ml Tidak terjadi endapan
3 Gelatin 0,5 % 8 ml Tidak ada endapan
4 Gelatin 1 % 10 ml Tidak ada endapan
5. Pengaruh Koloid Pelindungan / Zat Penstabil Terhadap Stabilitas Dispersi
Nanopertikulat
No Sampel Titik akhir titrasi Perubahan yang
NaCl 25 ml terjadi
1 10 ml pct + 10 ml 15 ml Tidak ada endapan
Na laurit sulfat
2 10 ml pct + 10 ml 15 ml Tidak ada endapan
pvp
3 10 ml FeCl3 + 10 ml 12 ml Terdapat endapan
Na laurit sulfat (kemerah-merahan)
4 10 ml FeCl3 + 10 ml 15 ml Tidak ada endapan
pvp

BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan mengenai dispersi


nanopertikulat atau dispersi koloid. Dimanan sistem koloid merupakan suatu
bentuk campuran satu atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki
ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1-100 nm), sehingga terkena
efek tyndall. Dimana efek tyndall merupakan geala penghamburan berkas
sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid, hal ini disebabkan oleh molekul
koloid yang cukup besar (Stoker, 1993).
Sistem dispersi bersifat homogen, berarti partikel terdispersi tidak
terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya
sehingga tidak teradi pengendapan. Sifat homogen ini juga dimiliki oleh
larutan namun tidak dimiliki oleh campuran biasa (suspensi). Fase terdispersi
dan medium pendispersi dapat berupa zat padat, cair, dan gas (Basset dan
mendham 1994).
Koloid mempunyai beberapa sifat, diantaranya yaitu efek tyndal yaitu
geala penghamburan berkas sinar oleh partikel-partikel koloid,yang kedua
yaitu gerak brown adalah gerak zat-zat yang menyebabkan partikel sulit
mengendap, yang ketiga yaitu absorbsi ialah peristiwa penyerapan partikel
pada partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel, yang
keempat yaitu koagulasi, penggumpalan partikel koloid dan membentuk
endapan, yang kelima yaitu koloid pelindung ialah koloid yang mempunya
sifat dapat melindungi koloid lain dari koagulasi (Bird, 1987).
Sistem koloid dapat digolongkan menjadi koloid liofilik yang
merupakan partikel-partikel koloid suka pelaru atau mudah berinteraksi
dengan medium dispersi, yang kedua koloid isofobi yaitu partikel-partikel
koloid yang sukar berinteraksi dengan medium dispersi, yang ketiga yaitu
koloid amfifilik merupakan koloid gabungan antara koloid isofilik dan
isofobik (Nikeherpianti, 2020).
Praktikum kali ini bertujuan untuk menjelaskan pengertian dan sifat-
sifat dispersi koloid, membedakan berbagai tipe sistem koloid, membuat
koloid dan menentukan karakter utamanya , serta memahami manfaat koloid
di bidang farmasi.
Pada praktikum kali ini dilakukan beberapa perlakuan, yaitu
pembuatan larutan, pembuatan dispersi nanopartikulat, pengujian viskositas
dispersi nanopartikulat, pengujian stabilitas dispersi nanopartikulat dengan
penambahan elektronik, serta melihat pengaruh koloid pelindung terhadap
stabilitas dispersi nanopertikulat.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu pembuatan larutanparacetamol
1 %, yaitu dengan melarutkan 1 gram pct dalam 100 ml etanol 96 %. Dibuat
larutan FeCl3 0,5 %, dengan melarutkan 0,5 gr FeCl3 kedalam 100 ml air
mendidih, larutkan 0,5 dan 1 % gelatinn dengan cara dilarutkan 0,5 gr dan 1
gr gelatin dalam 100 ml air. Larutan tween 80, larutanNa Lautrit sulfat, dan
pvp, dibuat dengan melarutkan 1 gr masing-masing sampel ke dalam 100 ml
air. Dibuat pula larutan NaCl dengan cara menimbang 25 NaCl dan dilarutkan
dalam 100 ml air.
Setelah masing-masing larutan dibuat, selanjutnya dilihat efek tyndal
dari larutan yang dibuat, dimana diperoleh hasil bahwa semua larutan tidak
menghasilkan efek tyndal dan merupakan larutan sejati. Hal ini tidak sesuai
dengan literatur, bahwa larutan gelatin dan FeCl3 merupakan larutan koloid
dan bukan larutan sejati FeCl3 jika ditambahkan ke dalam air mendidih akan
diubah menjadi Fe(OH)3 menggunakan teknik kondensasi yaitu
menggabungkan partikel larutan sejati menjadi koloid.
Setelah masing-masing larutan dibuat, selanjutnaya dilakukan
pembuatan dispersi nanopartikulat dari larutan paracetamol, FeCl 3, dan
gelatin 1 % dan 5 % yaitu dengan cara memanaskan 20 ml tween 80 di atas
magnetik strirer, kemudian ditetesi sampel dengan putaran 1.500 rpm sampai
terbentuk endapan selama 15 menit. Dan diperoleh hasil dispersi
nanopertikulat paracetamol yaitu berwarna putih keruh dan tidak ada
endapan, nanopertikulat FeCl3 berwarna jingga kuning dan tidak ada endapan,
serta gelatin 1 % dan 5 % berwarna putih keruh serta tidak ada endapan.
Setelah dibuat endapan dispersi nanopertikulat paracetamol, FeCl 3 dan
gelatin, selanjutnya diukur masing-masing viskositas nanopertikulatnya.
Dengan menggunakan viskotester vt 0,6. Pada paracetamol dengan
menggunakan rotor nomor 1 diperoleh hasil viskositas yaitu 3, pada FeCl 3
dengan menggunakan rotor nomor 1 diperoleh hasil fikositas yaitu 3, dan
pada larutan nanopartikulat gelatin dengan menggunakan rotor nomor 1
diperoleh nilai viskositas sebesar 4 dengan satuan dap.s
Kemudian selanjutnya dilakukan percobaan stabilitas dispersi
nanopartikulat dengan menambahkan elektrolit, elektrolit yang digunakan
yaitu NaCl 25 %. Percobaan ini dilakukan dengan cara mengambil 10 ml dari
masing-masing larutan nanopartikulat yaitu paracetamol, FeCl3 dan gelatin
0,5 % dan 1 %, ditambahkan setetes demi setetes sampai terbentuk endapan
partikel. Namun pada percobaan ini keempat larutan tidak menghasilkan
endapan. Hal ini tidak sesuai teori yaitu tidak adanya reaksi antara ion-ion
elektrolit dan partikel-partikel koloid yang akan menimbulkan perubahan
warna atau terdapat faktor kesalahan yang mungkin terjadi yaitu kurang
banyaknya volume titran yang digunakan sehingga elektrolit belum
berinteraksi dengan baik dengan partiikel-partikel koloid.
Kemudian dilanjutkan pula percobaan pengaruh koloid pelindung
terhadap stabilitas dispersi nanopartikulat, dilakukan dengan cara 10 ml pct +
10 ml Na laurit sulfat, titik akhir titrasi 15 ml dan tidak terbentuk endapan.
Kemudian 10 ml nanopartikulat pct ditambah 10 ml pvp, titik akhir titrasi
yaitu 15 ml dan tidak ada endapan. Kemudian 10 ml dispersi nanopertikulat
FeCl3 + 10 ml Na laurit sulfat, pada titik akhir titrasi terdapat endapan dengan
warna kemerah-merahan, sehingga dapat disimpulkan adanya koloid
pelindung pada FeCl3 dan Na laurit sulfat. Kemudian yang terakhir dispersi
nanopartikulat FeCl3 + 10 ml pvp, tidak adanya koloid pelindung.
Dapat disimpulkan terdapat faktor kesalahan pada saat pembentukan
koloid pelindung dimana koloid pelindung merupakan suatu bentuk campuran
kasar yang ditambahkan pada sistem koloid agar stabil, dengan membentuk
lapisan disekitar koloid. Faktor kesalahan yang mungkin terjadi yaiitu kurang
banyaknya koloid pelindung yang ditambahkan, sehingga larutan yang
berfungsi sebagai koloid pelindung tidak bereaksi.

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada pengamatan disperse nanopartikulat pada larutan parasetamol dan
FeCl3, sesuai dengan literature
2. Pada pengamatan viskosistas larutan, diperoleh hasil viskositas larutan
paracetamol 3 dpa.s, sedangkan larutan gelatin 0,5 dan 1 % 4 dpa,s
3. Pada pengamatan pengaruh penambahan elektrolit pada stabilitas disperse,
keempat larutan tidak mengalam pengendapan, berbeda dengan literature
hal ini sebabkan karena berbagai factor kesalahan
4. Pada pengamatan pengaruh koloid pelindung terhadap stabilitas disperse
nanopartikulat, tidak mengalam pengendapan, berbeda dengan literature
hal ini sebabkan karena berbagai factor kesalahan
B. Saran
Sebaiknya pereaksi yang digunakan lebih steril lagi agar percobaan
yang diujikan mendapat hasil yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
Basset, J., dan Mendham. 1994. Buku Ajar vogel Kimia Analisis Kuantitatif
Anasgenik. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Bird, T. 1987. Kimia Fisika untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Keenan, W. Charles. 1999. Kimia Untuk Universitas Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Martin, A. 2008. Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi.


Jogjakarta : Gadjah Mada University Press.

Nikeherpianti, L. 2020. Petunjuk Praktikum Farmasii Fisiska II. Kendari : S1


Farmasi STIKES Mandala Waluya.

Probowati, S.W., Giovanni P.C., Ikhsan D. 2012. Pembuatan Surfaktan dari


Minyak Murni (VVOC) Melalui Proses Amidasi dengan Katalis NaOH.
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol 1. No 1.

Tim Dosen akfar Theresiana. 2013. Buku Panduan Praktikum farmasi Fisika.
Semarang : Akademi Farmasi Theresiana.

LAMPIRAN
A. Pembuatan Lrutan

N Larutan Paracetamol 1 %

Larutan Fecl3

Larutan PVP dan Na-


Lauril Sulfat

Gelatin 0,5 % dan 1%


Tween 80

NaCl

B. Dispersi Nanopartikulat
Paracetamol

FeCl3
Gelatin

C. Viskositas Dispersi Nanopartikulatt


Parasetamol, FeCl3 (3 dpa.s),
Gelatin (4 dpa.s)

D. Penambahan Elektrolit
Paracetamol

FeCl3
Gelatin

Anda mungkin juga menyukai