FISIKA FARMASI
DISOLUSI OBAT
OLEH :
IV. Teori
Disolusi adalah suatu proses melarutnya suatu obat. Berdasarkan
prinsip disolusi dan teori difusi, Laju disolusi bahwa apabila suatu tablet
atau sediaan lainnya dimasukkan ke dalam beker yang berisi air atau
dimasukkan ke dalam saluran cerna (saluran gastrointestin), obat tersebut
mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau tablet tersebut
tidak dilapisi dengan polimer, matris padat juga akan mengalami disintegrasi
mrnjadi granul-granul yang kemudian mengalami pemecahan menjadi
partikel-partikel yang halus. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa
berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk
dimana obat diberikan (Martin, 1993).
Mekanisme disolusi suatu obat khususnya tablet yaitu tablet yang
ditelan akan masuk kedalam lambung dan akan pecah, mengalami
disintegrasi menjadi banyak granul kecil, yang terdiri dari zat aktif yang
tercampur dengan antara lain zat pengisi dan pelekat. Setelah granul-granul
ini pecah zat aktif terlepas dan jika daya larutnya cukup besar, akan larut
dalam cairan lambung atau usus, tergantung pada tempat dimana saat itu
obat berada. Hal ini ditentukan oleh waktu pengosongan lambung, yang
pada umumnya berkisar pada 2 – 3 jam setelah makan. Baru setelah obat
larut, proses resorbsi obat oleh usus dapat dimulai.Peristiwa ini disebut
sebagai pharmaceutical availability (Martin, 1993).
Proses-proses yang dilalui obat-obat ke organ target adalah : (Ansel,
1989)
1. Tablet dengan zat aktif
2. Tablet pecah, granul pecah, dan zat aktif terlepas dan larut.
3. Zat aktif mengalami reabsorbsi, metabolisme, distribusi, dan ekskresi.
4. Zat aktif mengalami interaksi dengan reseptor di tempat kerja.
5. Efek farmakologi timbul.
Kebanyakan obat bersifat basa lemah atau asam lemah. Suatu obat
lebih mudah melewati suatu membran bila obat tersebut tidak bermuatan.
Untuk asam lemah yang tidak bermuatan (bentuk molekulnya) dapat
menembus melalui membran dan bentuk ionnya tidak dapat lewat. Begitu
pula sebaliknya dengan obat yang bersifat basa lemah. Obat-obat asam (HA)
melepaskan ion H+ yang menyebabkan suatu ion bermuatan (A-) (Tjay,
2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi suatu obat antara lain
(Effendi, 2004) :
1. Pengaruh ukuran partikel pada disolusi
Laju disolusi yang lebih tinggi dapat terjadi melalui pengurangan ukuran
partikel. Efek ini dapat lebih ditampakkan dengan laju disolusi
mikronisasi obat dengan kelarutan kecil menjadi gilingan besar.
2. Pengaruh daya larut pada disolusi
Sifat psikokimia dari obat dapat menentukan peranan penting dalam
mengontrol disolusi dari bentuk sediaan. Persamaan Noyes dan Whitney
menunjukkan bahwa kelarutan obat dalam air adalah faktor utama yang
menentukan laju disolusi.
3. Efek bentuk kristal dari obat pada disolusi
Karateristik bentuk padat dari obat seperti amorf, kristal, bentuk hidrasi
dan struktur polimer memperlihatkan pengaruh yang nyata pada laju
disolusi.
B. Bahan
1. Aquadest
2. Kalium dihidrogen fosfat 6,1238 gram
3. Kertas timbang
4. NaOH 0,2 M 16,2 mL
5. Parasetamol
Absorban
3. Tabel Hasil Pengukuran Absorban Larutan Sampel
Waktu (menit) Absorban
5 0,5050
10 0,8699
15 1,1160
20 1,7698
25 1,5335
30 0,6924
IX. Pembahasan
Disolusi adalah suatu proses melarutnya suatu obat. Berdasarkan
prinsip disolusi dan teori difusi, Laju disolusi bahwa apabila suatu tablet atau
sediaan lainnya dimasukkan ke dalam beker yang berisi air atau dimasukkan
ke dalam saluran cerna (saluran gastrointestin), obat tersebut mulai masuk ke
dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi
dengan polimer, matris padat juga akan mengalami disintegrasi mrnjadi
granul-granul yang kemudian mengalami pemecahan menjadi partikel-
partikel yang halus. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa berlangsung
secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat
diberikan (Martin, 1993).
Parasetamol merupakan derivat p - aminofenol yang mempunyai sifat
analgesik antipiretik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus amino benzen
dan mekanismenya diduga efek sentral. Sifat analgesik parasetamol dapat
menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang (Tjay, 2002). Praktikum uji
disolusi tablet parasetamol beertujuan untuk menentukan parameter disolusi
dari parasetamol menggunakan alat disolusi.
Adapun prosedur kerjanya dimulai dari pembuatan pH dapar.
Ditimbang potassium dihidrogen fosfat 6,1238 gram. Ditakar 225 mL
aquadest. Dilarutkan kalium dihidrogen fospat. Diambil NaOH 0,2 M 16,2
mL. Dicampur larutan KH2PO4 dan NaOH 0,2 M. Diencerkan dengan
aquadest hingga 900 mL. Dicek pH dapar. Ditambahkan NaOH 0,2 M sedikit
demi sedikit hinga mencapai pH 5,8. Selanjutanya dilakukan kadar disolusi
parasetamol. Disiapkan alat disolusi yakni flask, labu, sampling tube, paddle,
poros penggerak. Dituang 900 mL dapar ke flask. Diletakkan flask ke dalam
waterbath. Dipasang poros penggerak dan paddle. Diatur durasi, suhu dan
kecepatan. Dipasang timer tiap 5 menit. Diturunkan bagian atas alat dengan
posisi paddle tepat di tengah; 2,5 cm dari dasar. Dipilih paddle. Dimasukkan
sample. Dipasang sampling tube. Dipasang filter milipore 0,45 mikron.
Diambil 5 mL sampel. Dimasukkan dapar 5 mL. Dipasang filter pada syringe.
Dimasukkan sampel kedalam labu ukur. Ditambahkan dapar hingga tepat
tanda 25 mL. Diulangi tahapan-tahapan setelah 10, 15, 20, 25, 30 menit.
Dilakukan pembacaan absorban menggunakan spektrofotometri uv-vis.
Pemilihan interval baku seri menyesuaikan absorbansi yang dapat
diinterpretasikan oleh spektrofotometeri. Kurva baku menghasilkan garis
linear regresi y = 0.0674x – 0.0161. Garis linear regresi dari kiri bawah
menuju ke kanan atas menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan
baku seri maka semakin besar pula absorbansi yang dihasilkan. Perhitungan
hasil kadar tablet parasetamol yang dilakukan pada uji didisolusi secara
spektrofotometri yang dilakukan terhadap tablet parasetamol dengan
perlakuan pengambilan cuplikan media disolusi pada menit ke 5, 10, 15, 10,
25, 30. Pada menit ke 5 diperoleh hasil 7.7314 ppm, menit ke 10 diperoleh
hasil 13.1454 ppm, menit ke 15 diperoleh hasil 16.7952 ppm,menit ke 20
diperoleh hasil 26.4955 ppm, menit ke 25 diperoleh hasil 22.9896 ppm dan
menit ke 30 diperoleh hasil 10.5104 ppm.
X. Penutup
A. Kesimpulan
Pada menit ke 5 diperoleh hasil 7.7314 ppm, menit ke 10 diperoleh
hasil 13.1454 ppm, menit ke 15 diperoleh hasil 16.7952 ppm, menit ke 20
diperoleh hasil 26.4955 ppm, menit ke 25 diperoleh hasil 22.9896 ppm
dan menit ke 30 diperoleh hasil 10.5104 ppm.
B. Saran
Sebaiknya dalam melakukan praktikum harus berhati-hati dan teliti
agar mendapatkan hasil yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI. Jakarta.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI. Jakarta.
A. Alat
B. Bahan