Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang mutlak yang harus didapatkan oleh
masyarakat meliputi kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyaraka tdan
mencegah penyakit yang terjadi di masyarakat. Pemerintah harus mengupayakan
pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat semakin baik. Upaya
kesehatan yang dimaksud adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat dengan
mewujudkan kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Salah satu upaya kesehatan
yang dilakukan pemerintah adalah memperhatikan pelayanan kefarmasian
(Presiden Republik Indonesia, 2009).
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan serta
pengendalian, pencatatan dan pelaporan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2016). Di sarana distribusi, pengelolaan atau manajemen meliputi perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, monitoring dan evaluasi
(Kementrian Kesehatan RI, 2016). Setelah dilakukan penyimpanan terhadap
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, maka dilakukan
pendistribusian.
Distribusi atau penyaluran merupakan kegiatan atau usaha untuk mengelola
pemindahan barang dari satu tempat ke tempat yang lain (Febriawati, 2013).
Tujuan distribusi yakni agar terlaksana penyaluran secara merata dan terjamin
kecukupan persediaan di unit pelayanan kesehatan. Distribusi sediaan farmasi, alat
1
kesehatan dan bahan medis habis pakai terbagi atas dua jenis, yaitu sarana
distribusi milik swasta dan sarana distribusi milik pemerintah. Sarana distribusi
milik pemerintah dikenal sebagai instalasi farmasi.
Instalasi farmasi pemerintah adalah sarana tempat penyimpanan dan
penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan milik pemerintah, baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah, dalam rangka pelayanan kesehatan (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Sarana distribusi seperti instalasi farmasi
memiliki tujuan untuk menjamin mutu obat dan perbekalan kesehatan yang
diadakan, disimpan dan disalurkan terjaga dalam kondisi yang dipersyaratkan
sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
Distribusi sediaan farmasi di sarana distribusi merupakan salah satu cara
untuk dapat belajar secara langsung dan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah
diperoleh. Praktek distribusi sediaan farmasi dirancang dalam rangka
mempersiapkan mahasiswa memasuki dunia kerja (Tim Penyusun, 2022).
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Distribusi Sediaan Farmasi yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa
Semester 6 Program Studi D3 Farmasi untuk memahami cara distribusi obat yang
baik sesuai standar yang berlaku serta dapat menerapkan dan/atau membandingkan
ilmu yang didapatkan di bangku kuliah untuk dapat diaplikasikan di lapangan
kerja yaitu Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo.

B. Tujuan Kegiatan
1. Memahami prinsip-prinsip cara distribusi obat yang baik yang meliputi
manajemen mutu, organisasi manajemen dan personalia, bangunan dan
peralatan, operasional, inspeksi diri, keluhan, transportasi, sarana distribusi dan
dokumentasi.
2. Memahamii siklus pengelolaan obat yang dimulai dari perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pencatatan pelaporan, distribusi dan monitoring
evaluasi.

2
C. Manfaat Kegiatan
1. Dapat mengetahui cara pengelolaan obat mulai dari perencanaan sampai
distribusi.
2. Dapat turut serta melakukan kegiatan kefarmasian serta mendapat pengetahuan
dan pengalaman.

3
BAB II
PROFIL LOKASI PRAKTEK

A. Sarana Distribusi Instalasi Farmasi


Instalasi farmasi dan perlengkapan kesehatan merupakan unit pelaksanaan
teknis dinas kesehatan yang bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui
dinas kesehatan yang mempunyai tugas menerima, meyimpan, memelihara, dan
mengamankan serta mendistribusikan obat, alat kesehatan, perbekalan dan
perlengkapan kesehatan dan pelaksanaan urusan ketatausahaan. Berdasarkan
Permenkes RI Nomor 49 Tahun 2016 dinyatakan bahwa gudang instalasi farmasi
bagian dari dinas kesehatan yang bertugas menyiapkan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan supervisi, serta
memantau, mengevaluasi dan pelaporan di bidang pelayanan kefarmasian.
1. Tugas Instalasi Farmasi
a. Perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar disusun oleh
tim perencanaan obat terpadu berdasarkan sistem “bottom up”.
b. Perhitungan rencana keutuhan obat untuk 1 tahun anggaran disusun dengan
menggunakan pola konsumsi dan atau epidimiologi.
c. Mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan obat dari beberapa sumber dana,
agar jenis dan jumlah obat yang disediakan sesuai dengan kebutuhan dan
tidak tumpang tindih.
d. Kepala dinas kesehatan provinsi mengajukan rencana kebutuhan obat kepada
pemerintah provinsi, pusat dan sumber lainnya.
e. Melakukan pelatihan petugas pengelola obat publik dan perbekalan
kesehatan.
f. Melakukan bimbingan teknis, monitoring, dan evaluasi ketersediaan obat
publik dan perbekalan kesehatan.
g. Melaksanakan advokasi penyediaan anggaran kepeda pemerintah.

4
2. Fungsi Instalasi Farmasi
a. Perencanaan koordinasi dan pemantauan pelaksanaan tugas di lingkungan
unit.
b. Menyimpan dan mendistribusian obat-obatan, alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan lainnya pada unit-unit pelayanan kesehatan.
c. Pelaksanaan pencatatan dan evaluasi mengenai ketersediaan/ penggunaan
obat-obatan, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan.
d. Pelaksanaan pembinaan pemeliharaan mutu obat-obatan, alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan.
e. Pengamatan secara umum terhadap khasiat obat yang ada dalam persediaan.
f. Pemberian informasi mengenai pengelolaan obat, alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan.
3. Tujuan Instalasi Farmasi
a. Tujuan umum
Terlaksananya ketersediaan, pemerataan, mutu, dan keterjangkauan sediaan
farmasi dan alat kesehatan secara aman, efektif dan efisien pada instalasi
gudang farmasi dan perlengkapan kesehatan.
b. Tujuan khusus
1) Terlaksananya penyimpanan dan distribusi obat yang merata dan teratur
secara tepat jumlah, waktu dan tempat.
2) Terlaksananya pengendalian persediaan obat dan perbekalan kesehatan.
3) Meningkatnya kompetensi sumber daya manusia (SDM) tenaga farmasi
dengan adanya jabatan fungsional.
4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah suatu bagan yang menunjukkan hubungan pada
suatu organisasi atau perusahaan antara bagian yang satu dengan bagian yang
lain dalam melaksanakan fungsi dan tugas-tugas yang dibebankan terhadap
suatu posisi/jabatan tertentu untuk menjamin kelancaran kerja. Oleh karena itu,
struktur organisasi dilandasi dengan adanya pembagian tugas dari tiap satuan
5
kerja pada organisasi tersebut. Susunan organisasi di gudang instalasi farmasi
sesuai dengan Permenkes RI Nomor 49 Tahun 2016 terdiri dari:
a. Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT)
b. Kepala Sub Bidang Tata Usaha
c. Kelompok Jabatan Fungsional
5. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 49 Tahun 2016, Sumber Daya
Manusia Kesehatan mempunyai tugas pokok membantu kepala bidang sumber
daya manusia kesehatan dalam melaksanakan pengelolaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan (SDMK). Sumber Daya Manusia Kesehatan berfungsi:
a. Melaksanakan penatausahaan pengelolaan SDMK;
b. Melaksanakan upaya pengembangan SDMK;
c. Melaksanakan analisis SDMK;
d. Menyusun standard dan prosedur pengelolaan SDMK;
e. Melaksanakan pembinaan dan bimbingan teknis pengelolaan SDMK;
f. Mengkoordinasikan dengan lintas program dan lintas sektor terkait
pengelolaan SDMK.
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM gudang farmasi
di klasifikasikan sebagai berikut.
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker dan tenaga kefarmasian.
Apoteker yaitu sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Tenaga kefarmasian adalah tenaga
yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga
menengah farmasi/asisten apoteker.
b. Unuk pekerjaan penunjang terdiri dari operator komputer/teknisi yang
memahami kefarmasian, tenaga administrasi, dan pekarya/pembantu
pelaksana.

6
B. Profil Sarana Distribusi
1. Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo
Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo merupakan unit pelaksanaan teknis
Dinas Kesehatan yang dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi Farmasi yang
berada di bawah dan bertanggung jawab Kepada Kepala Dinas. Instalasi
Farmasi Provinsi memliki tugas untuk melaksanakan analisis kebutuhan,
penerimaan, pengelolaan, penyimpanan, pemeliharaan dan penditribusian obat,
dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan. Instaslasi Farmasi
Provinsi Gorontalo memiliki sasaran yaitu pengelolaan obat dan alat kesehatan
serta data pelayanan kefarmasian dan perizinan di Provinsi/ Kabupaten/ Kota se
Provinsi Gorontalo.
2. Visi dan Misi
a. Visi
Pusat Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang terjamin khasiat,
kwalitas dan keamanannya serta aksesibilitas.
b. Misi
1) Menyediakan obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan jumlah dan
jenis yang memadai.
2) Menjaga keamanan, khasiat dan mutu obat dan perbekalan kesehatan.
3) Menyiapkan akses obat dan perbekalan kesehatan yang mudah dijangkau
secara merata dan tepat waktu.

7
3. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo

KEPALA DINAS

KEPALA BIDANG SUMBER DAYA KESEHATAN

KEPALA SEKSI TATA KELOLA OBAT DAN PELAYANAN

PELAYANAN KEFARMASIAN

POR JABFUNG ADMINKES

YANFAR RS TATA KELOLA OBAT

YANFAR PKM DAN APOTEK PJ. OBAT PROGRAM KIA & GIZI

PJ. VAKSIN

PJ. OBAT PROGRAM P2P

PJ. OBAT PKD

PJ. OBAT PROGRAM KESEHATAN JIWA

Sumber: Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo

8
BAB III
KEGIATAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Praktek Kerja Lapangan (PKL) Distribusi Sediaan Farmasi dilaksnakan di
sarana distribusi pemerintah yakni Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo selama 5
hari pada tanggal 25-31 Januari 2021.
B. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP)
1. Perencanaan
Perencanaan kebutuhan bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah
obat dan BMHP yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan dan pelaksanaan
intervensi program kesehatan dengan mempertimbangkan target dan
kemampuan dalam pelaksanaan program kesehatan, ketersediaan anggaran dari
berbagai sumber anggaran yang sah dan ketersediaan (Kementrian Kesehatan
RI, 2016).
Pada tahap perencanaan di Instalasi Farmasi Provinsi Goronalo dilakukan
seiap tahun sekali melalui penyusunan RKO (Rencana Kebuuhan Obat) yang
dilakukan 1 tahun sebelum tahun berjalan. RKO dibuat bersama dengan seluruh
Kabupaen/Kota, Rumah Sakit swasta yang bekerja sama dengan BPJS, Rumah
Sakit Daerah dan Apotek yang memiliki kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Selanjutnya RKO dari masing-masing Kabupaten/Kota Rumah Sakit swasta
yang bekerja sama dengan BPJS, Rumah Sakit Daerah dan Apotek yang
memiliki kerja sama dengan BPJS Kesehatan diserahkan ke Instalasi Farmasi
Povinsi dan dikirim ke Kementrian Kesehatan unuk menjadi RKO Provinsi.
2. Pengadaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh
Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa (Kementrian
9
Kesehatan RI, 2016). Tujuan pengadaan obat dan BMHP adalah sebagai
berikut.
a. Tersedianya obat dan BMHP dengan jenis, jumlah, dan spesifikasi sesuai
dengan kebutuhan
b. Terjaminnya mutu obat dan BMHP
c. Obat dan BMHP dapat diperoleh pada saat dibutuhkan.
Pada Instalasi Farmasi Provinsi untuk tahapan pengadaan tidak dilakukan
di Instalasi Farmasi Provinsi akan tetapi untuk pengadaan akan diserahkan ke
Kementrian Kesehatan untuk menentukan buffer stock nasional dan biro
pengadaan ULP (Unit Layanan Pengadaan) Provinsi untuk pengadaan dari
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
3. Penerimaan
Tahap penerimaan di Instalasi Farmasi Provinsi dilakukan dengan melihat
faktur barang yang masuk akan dilakukan penyesuaian dari segi jumlah barang
yang masuk tertera pada fakur dan jumlah fisik, kemudian akan dilakukan
pemeriksaan kondisi barang yang masuk.
4. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dengan cara menempatkan obat dan BMHP yang diterima pada tempat
penyimpanan sesuai dengan kondisi dipersyaratkan dalam kemasan yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik sehingga dapat merusak mutu obat
dan BMHP. Penyimpanan diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kondisi yang dipersyaratkan. Tujuan penyimpanan
obat dan BMHP adalah untuk memelihara mutu, menghindari penyalahgunaan
dan penggunaan yang salah, menjaga kelangsungan persediaan serta
memudahkan pencarian dan pengawasan (Kementrian Kesehatan RI, 2016).
Penyimpanan yang dilakukan di Instalasi Farmasi Provinsi berdasarkan
obat pogram yaitu program TBC, Kusta, Malaria ,Filariasis, Diare, HIV-AIDS,
Kesehatan Jiwa, Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Imunisasi (Vaksin).

10
Selain berdasarkan obat program dalam penyimpanan di Instalasi Farmasi juga
memerhatikan FEFO dan FIFO dalam melakukan penyimpanan.
Instalasi Farmasi Provinsi juga melakukan penyimpanan vaksin di mana
dalam melakukan penyimpanan vaksin instalasi farmasi memliki ruangan
khusus yaitu Cold Room (2–8ºC). Ruangan ini memliki pengontrol suhu yang
bisa diakses langsung dari gawai PJ vaksin. Selain itu juga terdapat
penyimpanan obat Narkotika dan Psikotropika yang disimpan pada lemari dan
ruangan khusus yang memiliki 2 pintu.
5. Distribusi
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
mendistribusikan obat dan BMHP kepada unit layanan/satuan kerja/fasilitas
kesehatan dalam jenis dan jumlah yang tepat dengan menggunakan kendaraan
operasional distribusi serta peralatan penunjang penyimpanan dan distribusi
yang dapat memastikan mutu sepanjang jalur distribusi (Kementrian Kesehatan
RI, 2016).
Dalam pelaksanaan distribusi yang ada di Instalasi Farmasi Provinsi
Gorontalo terbagi atas dua jenis yaitu POLL (permintaan distribusi dilakukan
berdasarkan permintaan Kabupaten/Kota) dan PUS (distribusi berdasarkan
permintaan kejadian luar biasa dan ketika instalasi farmasi memliki banyak stok
persediaan obat). Distribusi normal dilakukan setiap 1 bulan sekali dan
distribusi pada masa pandemi dilakukan sebelum tanggal 10 pada setiap bulan.
Dalam melakukan distribusi ke Kabupaten/Kota ada beberapa syarat
administrasi yang harus diperhatikan yaitu SBBK (Surat bukri barang keluar),
SBA (surat berita acara) dan SPPD (surat perintah perjalan dinas).
6. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi diselenggarakan secara periodik dan teratur.
Monitoring dan evaluasi sebagai bagian dari pengendalian mutu pengelolaan
bertujuan memastikan setiap instalasi farmasi pemerintah menyelenggarakan
fungsi sesuai standar serta memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana,
peralatan dan sumber daya manusia (Kementrian Kesehatan RI, 2016).
11
Berbagai macam laporan diperlukan untuk menjawab kebutuhan
manajerial, Kementerian Kesehatan dan pihak eksternal seperti pemerintah
daerah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), auditor eksternal. Contoh laporan
ketersediaan tersebut antara lain laporan ketersediaan obat, obat kedaluwarsa,
laporan obat indikator (puskesmas, program) dan informasi aset obat dan
BMHP.
C. Penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
Cara Distribusi Obat yang Baik adalah cara distribusi/ penyaluran obat dan/
atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2020). CDOB diatur oleh Pemerintah melalui
Peraturan Kepala Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) dan Petunjuk
Pelaksanaan Pedoman Teknis Pedoman CDOB yang diterbitkan oleh Badan POM
RI sebagai salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen yang telah ditetapkan
untuk menjalankan fungsi Pengawasan Obat dan Makanan. Pengaturan dalam
CDOB meliputi sebagai berikut.
1. Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan
obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi.
Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara
sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang
bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan (Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan, 2020).
Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo selalu memastikan mutu obat dan
BMHP baik diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau diekspor dengan
cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB. Selain itu, kegiatan yang terkait
dengan mutu dicatat dan didokumentasikan.
2. Organisasi, Manajemen dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta
distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil
12
yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk
melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi
(Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2020).
Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo memiliki struktur organisasi untuk
tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi. Selain itu setiap personil
memiliki tanggung jawab dan kewenangan sumber daya yang diperlukan untuk
menyusun, mempertahankan, mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan
sistem mutu.
3. Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan yang
memenuhi persyaratan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat
dan/atau bahan obat. Bangunan dan peralatan meliputi suhu dan pengendalian
lingkungan, peralatan, sistem komputer dan kualifikasi dan validasi Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2020)
Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo memiliki bangunan dan peralatan
yang memenuhi persyaratan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat
dan BMHP yakni sebagai berikut.
a. Memiliki bangunan yang dirancang untuk memastikan bahwa kondisi
penyimpanan yang baik, mempunyai keamanan yang memadai, kapasitas
yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan area penyimpanan
dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai
b. Terdapat area penyimpanan dengan kondisi khusus seperti cold room yang
area penyimpanan berada dalam parameter suhu 2-8ºC dan area
penyimpanan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu obat psikotropika dan
narkotika.
c. Tersdapat area penerimaan dan penyimpanan yang terpisah.
d. Terdapat peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor
lingkungan penyimpanan obat.
e. Tersedia peralatan komputerisasi.
13
4. Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat
memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan
distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.
Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia
untuk memastikan bahwa sumber obat dan/atau bahan obat yang diterima
berasal dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang mempunyai
izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan risiko obat
dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai distribusi resmi. Operasional
meliputi Kualifikasi Pemasok, Kualifikasi Pelanggan, Penerimaan,
Penyimpanan, Pemisahan Obat dan/ atau Bahan Obat, Pemusnahan Obat dan/
atau Bahan Obat, Pengambilan, Pengemasan, Pengiriman, Ekspor dan Impor
(Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2020)
Operasional Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo yaitu:
a. Kualifikasi Pemasok, memperoleh pasokan obat dan BMHP dari pemasok
yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Kualifikasi Pelanggan, memastikan bahwa obat dan BMHP hanya disalurkan
kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat ke
masyarakat
c. Penerimaan, memastikan bahwa kiriman obat dan BMHP yang diterima
benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak, nomor bets dan
tanggal kedaluwarsa dicatat.
d. Penyimpanan obat dan BMHP disimpan secara terpisah dan terlindung dari
dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu,
kelembaban obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus
e. Pemusnahan obat dan BMHP dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
f. Pengambilan, dilaksanakan berdasarkan FEFO dan FIFO serta pengambilan
dicatat pada kartu stok

14
g. Pengemasan, dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi dan
pencurian dapat dihindari.
h. Pengiriman, penyaluran obat dan BMHP ke pihak yang berwenang yang
dilengkapi dengan dokumen untuk pengiriman.
i. Ekspor dan Impor dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
5. Inspeksi Diri
Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan
kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-
langkah perbaikan yang diperlukan. Inspeksi Diri harus dilakukan dalam jangka
waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, serta dilakukan dengan cara yang
independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh
perusahaan (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2020).
Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo melaksanakan Program inspeksi diri
sesuai peraturan perundang-undangan.
D. Pengelolaan Administrasi di Sarana Distribusi
1. Dokumen pada saat perencanaan pengadaan obat
a. Kartu penggunaan obat
b. Lembar kerja perencanaan pengadaan obat
c. Penyesuaian rencana pengadaan obat (untuk semua sumber anggaran)
2. Dokumen pada saat pengadaan barang
a. Berita acara pemeriksaan penerimaan obat
b. Lampiran berita acara pemeriksaan penerimaan obat
c. Buku harian penerimaan obat
3. Dokumen pada saat penyimpanan barang
a. Kartu stok
b. Kartu kontrol suhu ruang
4. Dokumen pada saat distribusi obat
a. Kartu rencana distribusi
b. Buku harian pengeluaran obat
15
c. SBBK (Surat Bukti Barang Keluar)
d. BAST (Berita Acara Serah Terima)
5. Dokumen pada saat pencatatan dan pelaporan
a. Laporan mutasi obat
b. Laporan kegiatan distribusi
E. Bangunan dan Peralatan Sarana Distribusi
1. Bangunan
a. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi.
b. Mengusai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang
dapat dapat menjamin mutu serta kemanan obat yang disimpan.
c. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa
kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan
yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan
penyimpanan dan penanganan obat yang baik dan area penyimpanan
dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua
kegiatan dilaksnakan secara akurat dan aman.
d. Jika bangunan bukan milik sendiri maka harus tersedia kontrak tertulis dan
pengelolaan bangunan tersebut harus menjadi tanggung jawab dari fasilitas
distribusi.
e. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan atau bahan obat yang
menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan atau
bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang
dimusnahkan, yang ditarik dan yang kedaluwarsa dari obat dan atau bahan
obat yang dapat disalurkan.
f. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus harus dilakukan
pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait
dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban dan
pencahayaan yang dipersyaratkan.
16
g. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan atau bahan obat
yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
h. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat atau bahan obat yang
mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat
menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan.
i. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah terlindung
dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta degan peralatan
yang memadai.
j. Akses masuk dan keluar untuk masing-masing area penerimaan dan
pengiriman dapat bergabung namun harus ada sistem pencegahan atau
penjaminan tidak terjadinya campur baur antara proses penerimaan dan
pengiriman.
k. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya
diberikan kepada personel yang berwenang. Langkah pencegahan dapat
berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai .
l. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personel termasuk personel
kontrak yang memiliki akses terhadap obat atau bahan obat di area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman untuk meminimalkan
kemungkinan obat dan atau bahan obat diberikan kepada pihak yang berhak.
m. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan
debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan
dokumentasi pelaksanaan pembersihan. Peralatan pembersih yang dipakai
harus sesuai agar tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap obat dan atau
bahan obat
n. Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi, sehingga
memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat
atau hewan lain. Program pencegahan dan pengendalian hama harus tersedia.
o. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personel harus terpisah dari area
penyimpanan.
17
2. Peralatan
a. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan
obat harus di desain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital seperti
termometer, genset dan chiler.
b. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor lingkungan
penyimpanan obat atau bahan obat harus dikalibrasi, serta kebenaran dan
kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi
yang tepat. Kalibrasi peralatan harus mampu terelusur.
c. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan dan kalibrasi peralatan harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu obat dan atau bahan
obat.
d. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan dan
kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut
misalnya tempat penyimpanan suhu dingin, termohigrometer atau alat lain
pencatat suhu dan kelembaban, unit pengendali udara dan peralatan lain
yang digunakan pada rantai distribusi.

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Praktek Distribusi Sediaan Farmasi di sarana distribusi merupakan salah satu


cara untuk dapat belajar secara langsung dan menerapkan ilmu pengetahuan yang
telah diperoleh. Praktek distribusi sediaan farmasi dirancang dalam rangka
mempersiapkan mahasiswa memasuki dunia kerja (Tim Penyusun, 2022). Fasilitas
Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk
mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi
dan Instalasi Sediaan Farmasi (Presiden Republik Indonesia, 2009).
Praktik kerja lapangan (PKL) Distribusi Farmasi dilaksanakan di Instalasi
Farmasi Provinsi Gorontalo berlangsung selama 5 hari. Dalam pelaksanaan PKL ini
mahasiswa telah banyak belajar tentang bagaimana penerapan distribusi sediaan
farmasi terkait obat, bahan medis habis pakai dan vaksin. Selain itu, mahasiswa dapat
mengetahui bagaimana administrasi yang ada di Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo.
Adapun pelayanan administrasi yang ada di Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo
terkait pendistribusian sediaan farmasi antara lain Surat Bukti Barang Keluar
(SBBK), Berita Acara Serah Terima (BAST), Data Logistik dan Laporan Pengadaan
serta Pengeluaran di mana laporan ini terkait dengan sisa stok sediaan farmasi yang
tersedia.
Dalam pelaksanaan Distribusi yang ada di instalasi farmasi Provinsi Gorontalo
terbagi atas dua jenis yaitu Pull (permintaan distribusi dilakukan berdasarkan
permintaan Kabupaten/Kota) dan Push (distribusi berdasarkan permintaan kejadian
luar biasa dan ketika instalasi farmasi memiliki banyak stok persediaan obat). Adapun
tahapan pengelolaan/manajemen yang dilakukan di Instalasi Farmasi Provinsi
Gorontalo diantaranya yaitu perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan
pendistribusian serta monitoring dan evaluasi. Dalam sebagian besar alur
pendistribusian yang ada di Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo dalam hal ini terkait
standar operasional sudah dijalankan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Cara
19
Distribusi Obat Yang Baik oleh BPOM RI Tahun 2015, hanya saja terdapat
perbedaan dalam sistem penyimpanan.
Sistem penyimpanan sediaan farmasi yang ada di Instalasi Farmasi Provinsi
Gorontalo tidak berdasarkan abjad dan bentuk sediaan, tetapi penyimpanannya
berdasarkan program kesehatan yang di mana masing-masing program memiliki
penanggung jawab. Program kesehatan yang dimaksud meliputi Obat TBC, Kusta,
Malaria, Filariasis, Diare, HIV-AIDS, Kesehatan Jiwa, Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) dan Imunisasi (Vaksin). Untuk penyimpanan sediaan tertentu misalnya vaksin
disimpan dalam cold room. Berdasarkan Permenkes Nomor 12 Tahun 2017
menyatakan bahwa kamar dingin (cold room) adalah sebuah tempat penyimpanan
vaksin dengan kisaran suhu 2oC s/d 8oC. Hal ini sudah sesuai dengan tempat
penyimpanan vaksin yang ada di instalasi farmasi Provinsi Gorontalo di mana vaksin
disimpan dalam cold room suhu 2oC s/d 8oC untuk menjaga kestabilannya maka suhu
harus selalu dipantau.
Alur pendistribusian sediaan farmasi di Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo
yaitu Instalasi Kabupaten/Kota atau pihak lainnya seperti Rumah Sakit, Instansi
TNI/POLRI, Dinas Kesehatan yang ingin melakukan permintaan barang (sediaan
farmasi/BMHP) terlebih dulu membuat surat permintaan selanjutnya dilakukan
analisis/skrining oleh pihak Instalasi Farmasi Provinsi dengan tujuan untuk
menyesuaikan sisa stok yang ada di gudang penyimpanan, kemudiaan menyediakan
barang yang telah ditentukan atau disetujui oleh Kepala Intalasi serta mencatat stok
pengeluaran barang di kartu stok. Penanggung jawab obat program harus membuat
Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) dan Berita Acara Serah Terima (BAST)
berdasarkan tanggung jawabnya untuk setiap barang yang keluar yang disetujui oleh
oleh Kepala Intalasi. Selanjutnya, dilakukan pendistribusian. Obat/BMHP yang
didistribusikan harus dikemas dengan baik. Selain itu, sediaan yang memerlukan suhu
dingin dikemas dan disimpan dengan baik dalam cool box dan di berikan freeztag di
dalamnya dengan tujuan untuk menjaga kestabilan suhunya.
Monitoring dan evaluasi sebagai bagian dari pengendalian mutu pengelolaan
bertujuan memastikan setiap instalasi farmasi pemerintah menyelenggarakan fungsi
20
sesuai standar serta memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan dan
sumber daya manusia. Monitoring dan evaluasi diselenggarakan secara periodik dan
teratur (Kementrian Kesehatan RI, 2016). Dalam manajemannya di Instalasi Farmasi
Provinsi Gorontalo juga melaksanakan monitoring dan evaluasi yaitu dengan
menggunakan aplikasi atau secara online yang juga dilaksanakan secara periodik dan
teratur, aplikasi yang digunakan berupa aplikasi SMILE.

21
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Prinsip-prinsip cara distribusi obat yang baik meliputi manajemen mutu,
organisasi manajemen dan personalia, bangunan dan peralatan, operasional,
inspeksi diri, keluhan, transportasi, sarana distribusi dan dokumentasi sebagian
besar sudah sesuai dengan aturan CDOB.
2. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai,
yang terdapat di Instalasi Farmasi Provinsi Gorontalo yang meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, distribusi, monitoring dan evaluasi
sebagian besar sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

B. Saran
1. Untuk Institusi Pendidikan
Sebaiknya pelaksanaan kegiatan PKL dilaksanakan dengan waktu yang cukup
lama untuk mengoptimalkan pencapaian kompetensi dan keterampilan terkait
pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi.
2. Untuk Sarana Distribusi
a. Diharapkan dapat memperluas tempat penyimpanan agar obat dan BMHP
dapat terlindung dari akibat yang tidak diinginkan seperti paparan cahaya
matahari, suhu dan kelembaban.
b. Diharapkan dapat memperluas ruangan penyimpanan sediaan farmasi yang
sudah kedaluwarsa.

22
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2015. Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribusi
Obat Yang Baik. Jakarta.

Febriawati, Henni. 2013. Pendistribusian Logistik Farmasi Rumah Sakit Cetakan 1.


Yogyakarta. Gosyen Publishing.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Panduan Penggunaan Sistem


Informasi Manajemen Logistik di Instalasi Farmasi Pemerintah. Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2020. Peraturan Kepala Badan POM
(Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 49 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengorganisasian
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jakarta.

. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta.

. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Jakarta.

. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Uji Mutu Obat
pada Instalasi Farmasi Pemerintah. Jakarta.

. 2017 . Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang


Kesehatan. Jakarta.

23
Tim Penyusun Farmasi. 2022. Panduan Pelaksanaan Praktek Belajar Lapangan
Mata Kuliah Distribusi Sediaan Farmasi. Poltekkes Kemenkes Gorontalo.
Gorontalo.

24

Anda mungkin juga menyukai