BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kefarmasian sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan
mempunyai peran penting dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang
bermutu dimana istalasi farmasi sebagai bagian dari rumah sakit mempunyai
tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yang
berkualitas.
Tujuan pelayanan kefarmasian adalah menyediakan dan memberikan
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta informasi terkait agar masyarakat
mendapatkan manfaatnya yang terbaik. Pelayanan kefarmasian yang
menyeluruh meliputi aktivitas promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
kepada masyarakat. Untuk memperoleh manfaat terapi obat yang maksimal
dan mencegah efek yang tidak diinginkan, maka diperlukan penjaminan mutu
proses penggunaan obat.
Datam rangka mencapai tujuan pelayanan kefarmasian tersebut maka
diperlukan pedoman bagi instalasi farmasi dan instalasi lain yang terkait.
Pedoman tersebut dituliskan dalam bentuk Pedoman Pelayanan Farmasi sebagai
perangkat untuk memastikan instalasi farmasi dalam memberikan setiap
pelayanan kepada pasien agar memenuhi standar mutu dan merupakan cara
untuk menerapkan Pharmaceutical Care.
1. Tujuan pelayanan farmasi
1
telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit
2.2 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
alat kesehatan
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan
d. Memantau efektivitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga
f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga
g. Melakukan pencatatan dari setiap kegiatan
h. Melaporkan setiap kegiatan
B. RUANG LINGKUP
Pedoman ini sebagai pedomam pelayanan kefarmasian yang dilakukan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dalam melakukan pengelolaan
perbekalan farmasi untuk melakukan pelayanan kepada pasien rawat jalan
dan rawat inap
C. BATASAN OPERASIONAL
Pedomam pelayanan farmasi) meriputi empat aktivitas utama, yaitu:
1. Aktivitas yang berhubungan dengan promosi kesehatan, pencegahan
penyakit dan pencapaian tujuan kesehatan, dengan kegiatan :
a. Penyuluhan kesehatan masyarakat
b. Berperan aktif dalam promosi kesehatan sesuai program pemerintah.
c. Menjamin mutu alat diagnostik dan alat kesehatan lainnya serta
memberi saran penggunaannya.
2. Aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan dan penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam pelayanan resep, dengan kegiatan :
a. Penerimaan dan pemeriksaan kelengkapan resep.
b. Pengkajian resep, meliputi identifikasi, mencegah dan mengatasi
masalah terkait obat/Drug Related Problem (DRP)
c. Penyiapan obat dan perbekalan farmasi lainnya, meliputi:
pemilihan; pengadaan (perencanaan, teknis pengadaan, penerimaan,
dan penyimpanan); pendistribusian, penghapusan dan pemusnahan,
2
pencatatan dan pelaporan, jaminan mutu, serta monitoring dan
evaluasi.
d. Layanan lnformasi obat. meliputi: penyediaan area konseling
khusus,; kelengkapan literatur : penjaminan mutu SDM; pembuatan
prosedur tetap dan pendokumentasiannya.
e. Monitoring Terapi Obat meliputi: pembuatan protap monitoring;
evaluasi perkembangan terapi pasien.
f. Dokumentasi aktifitas profesional, meliputi : catatan pengobatan
pasien (Patient Medication Record/PMR), protap evaluasi diri (self
assesment) untuk jaminan mutu CPFB/GPP
3. Aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan dan penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dalam swamedikasi (self medication), dengan
kegiatan:
a. Pengkajian masalah kesehatan pasien berdasarkan keluhan pasien,
meliputi siapa yang memiliki masalah; gejalanya apa; sudah berapa
lama; tindakan apa yang sudah dilakukan; obat apa yang sudah dan
sedang digunakan.
b. Pemilihan obat yang tepat (Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan Obat
Wajib Apotek)
c. Penentuan waktu merujuk pada lembaga kesehatan lain.
4. Aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan penggunaan obat
yang rasional, dengan kegiatan :
a. Pengkajian Resep, meliputi : identifikasi, mencegah dan mengatasi DRP
b. Komunikasi dan advokasi kepada dokter tentang resep pasien.
c. Penyebaran informasi obat.
d. Menjamin kerahasiaan data pasien.
e. Pencatatan kesalahan obat, produk cacat atau produk palsu.
f. Pencatatan dan pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
g. Evaluasi data penggunaan obat (Drug Use Study)
h. Penyusunan Formularium Bersama tenaga kesehatan lain
D. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Regristrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian
3
BAB II STÁNDAR KETENAGAAN
A. KUALIFIKASI SUMBERDAYA MANUSIA
1. Apoteker
1. Apoteker memenuhi persyaratan administrasi:
a. Memiliki ljazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker
c. Memiliki Sertifikat Kompetensi yang masih berlaku
d. Memiliki Surat lzin Praktik Apoteker
2. Memiliki kesehatan fisik dan mental
3. Berpenampilan profesional, sehat, bersih, rapih
4. Menggunakan atribut praktik/ tanda pengenal
5. Wajib mengikuti Continuing Professianal Development (CPD) dan
mampu memberikan pelatihan berkesinambungan tentang Cara
Pelayanan Kefarmasian Yang Baik (CPFB) untuk seluruh personil
4
e. Manager (Pengelola)
Apoteker harus efektif mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran)
dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain
dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi Apoteker harus tanggap terhadap
kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasitentang obat
dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
f. Life-long-learner (Pembelajar seumur hidup)
Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan semangat
belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa
keahlian dan keterampilannya selalu baru (up-date) dalam melakukan praktek
profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara belajar yang efektif.
Apoteker perlu melaksanakan pengembangan profesionalitas berkelanjutan
(Continuing Professional Development/CPD) untuk meningkatkan pengetahuan
sikap, dan keterampilan profesi
g. Teacher (Pengajar)
Apoteker memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan melatih
apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagi ilmu
pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh
pengalaman dan peningkatan keterampilan.
h. Researcher (Peneliti)
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip / kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan kefarmasian dan
memanfaatkannya dalam pengembamgan dan pelaksanaan pelayanan
kefarmasian.
Apoteker harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap
peraturan perundang-undangan, sumpah apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayanan, standar kompeiensi dan kode etik) yang
berlaku. Seorang apoteker harus mampu mengidentifikasi dirinya / menilai
dirinya kebutuhan akan pengembangan diri baik melatui pelatihan, seminar,
pendidikan berkelanjutan maupun belajar secara mandiri.
2. Tenaga Teknis Kefarmasian
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi,
Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker;
Kualifikasi pendidikan berdasarkan Keputusan Meneri Kesehatan RI No.
679/ Menkes/SK/2003, dikelompokan sebagai berikut :
1. Jenjang pendidikan menengah : Lulusan Sekolah Asisten Apoteker dan
Lulusan Sekolah Menengah Farmasi
2. Jenjang Pendidikan Tinggi
a. Diploma III Farmasi : Lulusan Akademi Farmasi dan Lulusan Politeknik
Kesehatan Jurusan Farmasi
5
b. Diploma III Analisa Farmasi dan Makanan : Lulusan Akademi Analisa
Farmasi dan Makanan dan Lulusan Politeknik Kesehatan Jurusan
Analisa Farmasi dan Makanan
Tenaga Teknis Kefarmasian yang membantu apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,
Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker yang telah
memiliki Surat Tanda Regristrasi Tenaga Teknis Kefarmasian
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
1. Instalasi farmasi di kepalai oleh Seorang Apoteker yang telah memiliki Surat
Ijin Praktik Apoteker.
2. Kepala Instalasi di bantu oleh seorang apoteker sebagai sekretaris instalasi
farmasi
3. Pada Depo Farmasi Rawat Inap ditunjuk seorang apoteker sebagai
koordinator depo dan dapat dibantu oleh apoteker dan sejumlah tenaga
teknis kefarmasian dan tenaga non kefarmasian
4. Pada Depo Farmasi Rawat Jalan ditunjuk seorang apoteker sebagai
koordinator depo dan dapat dibantu oleh apoteker dan sejumlah tenaga
teknis kefarmasian dan tenaga non kefarmasian
5. Pada Depo Farmasi Insalasi Gawat Darurat ditunjuk seorang apoteker
sebagai koordinator depo dan dapat dibantu oleh apoteker dan sejumlah
tenaga teknis kefarmasian
6. Pada Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral ditunjuk seorang apoteker
sebagai koordinator depo dan dapat dibantu oleh apoteker dan sejumlah
tenaga teknis kefarmasian
6
BAB III STÁNDAR DAN FASILITAS
Sarana dan prasarana pelayanan kefarmasian harus dapat menjamin
terselenggaranya pelayanan kefarmasian dengan baik, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sarana dan prasarana pelayanan kefarmasian meliputi:
sarana pelayanan
sarana penyimpanan
sarana peracikan
sarana pengemasan kembali
Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelayanan kefarmasian
harus memenuhi persyaratan kekuatan, keamanan, kecukupan, kenyamanan,
penerangan dan kebersihan sesuai kebutuhan serta memiliki ciri dan
penandaan yang jelas / spesifik.
Bangunan untuk menyimpan obat dibangun dan dipelihara untuk
melindungi obat yang disimpan dari pengaruh temperatur dan kelembaban,
banjir, rembesan melalui tanah, termasuk dan bersarangnya binatang kecil,
tikus, burung, serangga dan binatang lain. Cukup luas, tetap kering dan
bersih, dan hendaklah tersedia tempat yang memenuhi persyaratan untuk
penyimpanan produk tertentu (narkotika, psikotropika).
Bangunan harus memiliki sirkulasi udara yang baik, selalu dalam keadaan
bersih, bebas dari tumpukan sampah dan barang-barang yang tidak diperlukan.
Penerangan yang cukup untuk dapat melaksanakan kegiatan dengan aman dan
benar. Suhu dan kelembaban ruang dijaga agar tidak mempengaruhi stabilitas
obat
Perlengkapan yang memadai untuk memungkinkan penyimpanan
produk yang memerlukan pengamanan maupun kondisi penyimpanan khusus
disertai alat monitor yang tepat jika diperlukan kondisi penyimpanan yang
menuntut ketepatan temperatur dan kelembaban.
Tata letak ruang (lay-out design) diatur sedemikian rupa sehingga
memudahkan pergerakan pada saat bekerja, mencegah terjadinya kontaminasi
mikroba serta menghindarkan dari hubungan langsung antara ruang peracikan
dan ruang konsultasi.
Bangunan harus memiliki sirkulasi udara yang baik, selalu dalam keadaan
bersih, bebas dari tumpukan sampah dan barang-barang yang tidak diperlukan.
Penerangan yang cukup untuk dapat melaksanakan kegiatan dengan aman dan
benar.
Perlengkapan yang memadai untuk memungkinkan penyimpanan produk
yang memerlukan pengamanan maupun kondisi penyimpanan khusus disertai
alat monitor suhu dan kelembaaban ruang yang tepat jika diperlukan kondisi
penyimpanan yang menuntut ketepatan temperatur dan kelembaban. Suhu dan
kelembaban ruang dijaga agar tidak mempengaruhi stabilitas obat
Tata letak ruang (lay-out design) diatur sedemikian rupa sehingga
7
memudahkan pergerakan pada saat bekerja, mencegah terjadinya kontaminasi
mikroba serta menghindarkan dari hubungan langsung antara ruang peracikan
dan ruang konsultasi.
A. DENAH RUANG
1. Ruang Kepala Instalasi dan Apoteker
600 cm
450 cm
300 cm
250 cm
Tangga
Putar
430 cm
Lift
160 cm Barang
12.02.01.41.0033
Locker
240 cm
400 cm
760 cm
C. 12.02.04.02
2120 cm
350 cm
12.02.04.01.0039
Kulkas
12.01.04.12.100551
AC.
Rak Buku
350 cm
R Apoteker
AC.
Rak Buku
12.01.04.12.100551
400 cm
350 cm
R Ka. Instalasi
180 cm
310 cm
350 cm 400 cm
8
2. Gudang Farmasi
1000 cm
Ruang Apoteker
Ruang Administrasi Transito In
Transito Out
Penyimpanan B3
2000 cm
Tetes
Ruang Produksi
Ruang Penyimpanan
ALKES
600 cm
Wastafel
200 cm
110 cm
200 cm
120 cm
250 cm
9
4. Depo Farmasi Rawat Inap
470 cm
Ruang Penyimpanan
240 cm
Ruang Kasir
dan Peracikan
Ruang Penyimpanan AC 02.06.02.04.04.0173
Penerimaan Resep
480 cm
1380 cm
Ruang Penyiapan
320 cm
Sediaan Injeksi
350 cm
300 cm
450 cm
720 cm
350 cm
Ruang Penyimpanan
dan Penyiapan Obat
10
6. Depo Farmasi Rawat Jalan Lantai 1
600 cm
450 cm
300 cm
250 cm
Penyerahan Obat
Tangga 12.03.02.05.09
Penerimaan
Putar
430 cm
Ruang
Resep
12.03.02.05.28
AC
Lift
160 cm
12.03.05.01.03
Barang
R. Konseling/
PIO
12.02.01.41.0033
Meja Konseling
Locker
Puyer/ Kapsul
240 cm
12.02.01.21
Peracikan
400 cm
AC.12.02.04.04.06
760 cm
Ruang Piko
Rak Buku
12.02.06.50
C. 12.02.04.02
2120 cm
350 cm
12.02.04.01.0039
Kulkas
Ruang
12.01.04.12.100551
AC. Penyimpanan
Rak Buku
dan Penyiapan
Obat
350 cm
R Apoteker
AC.
400 cm
350 cm
R Ka. Instalasi
180 cm
310 cm
350 cm 400 cm
Ruang Penyimpanan
Penerimaan Resep
Tangga
200 cm
Putar
700 cm
AC
1050 cm
AC 12.02.04.04.06
Ruang
350 cm
350 cm
700 cm
11
8. Depo Farmasi Rawat Jalan Nusa Indah
Ruang Penyimpanan
dan Penyiapan Obat
4m
6.5 m
360 cm
12
B. STÁNDAR FASILITAS
1. Ruang kantor/ administrasi
2. Ruang penyimpanan
3. Ruang ditribusi/ pelayanan
4. Ruang pelayanan dan konsultasi obat (PIKO)
5. Ruang arsip dokumen
6. Ruang Produksi
13
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
A. PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses
yang berkesinambungan yang dimulai dari pemilihan, perencanaan,
penganggaran, pengadaan, penerimaan, produksi, penyimpanan, distribusi,
peracikan, pengendalian, pengembalian, pemusnahan, pencatatan dan
pelaporan, jaminan mutu serta monitoring dan evaluasi, yang didukung oleh
kebilakan, SDM, pembiayaan dan sistem informasi manajemen yang efisien dan
efektif.
1. Pemilihan
- Program pemerintah.
14
h.Obat-obat yang otomatis keluar dari formularium :
- Tidak memenuhi pelayanan dalam waktu 6 bulan berturut-turut
(deathstock)
Perencanaan
15
iii. Bahan dan alat kesehatan untuk proses sterilisasi berkoordinasi
dengan Central Supply Sterile Departemen (CSSD) dan laundry
Pengadaan
2. Jika terjadi kondisi dimana persediaan habis atau menipis atau tidak
ada, maka Ka. IFRS melakukan permintaan yang bersifat cito (segera)
kepada unit layanan pengadaan (ULP) untuk dilakukan pemesanan
kepada distributor Pedagang Besar Farmasi (PBF).
16
- Suplai gas medis oleh rekanan ke RSUD Tugurejo Semarang
dilakukan sesuai kebutuhan.
b. Gas N2O
- Pengadaan gas N2O (Nitrogen) berbentuk dalam kemasan tabung
yang suplainya dilakukan oleh rekanan/pihak III.
- Kebutuhan akan gas N2O (Nitrogen) biasanya pada ruangan
yang melakukan pembiusan misalnya ruang bedah, IGD dan
lain-lain.
- Kebutuhan akan gas N2O (Nitrogen) sistem pengadaannya sama
dengan pengadaan gas oksigen.
c. Gas CO2.
Pengadaaan gas CO2 (Karbondioksida) prinsipnya sama dengan gas
nitrogen karena digunakan pada ruang yang melakukan pembedahan
a. Pencampuran.
c. Pengenceran
17
Pengadaan barang-barang sebagai hasil kerjasama operasional sesuai
dengan kesepakatan.
Teknis pengadaan
Kepala IFRS atau Petugas Gudang farmasi yang ditunjuk sebagai tim
penerima dan pemeriksa barang menerima dan memeriksa perbekalan
farmasi di area transito gudang farmasi IFRS Tugurejo
18
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menata dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian dan gangguan
fisik yang dapat merusak mutu obat.
Penyimpanan harus menjamin stabilitas dan keamanan sediaan
farmasi dan alat kesehatan. Metode penyimpanan dapat dilakukan
berdasarkan bentuk sediaan dan alfabetis dengan menerapkan prinsip
Firsf ln First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) disertai sistem
informasi manajemen.
Untuk meminimalisir kesalahan penyerahan obat maka
penyimpanan berdasarkan
Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya
Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya
Mudah tidaknya meledak/terbakar
Tahan/tidaknya terhadap cahaya
Obat-obat yang harus disimpan secara khusus seperti :
Narkotika, psikotropika, obat yang memerlukan suhu tertentu
disimpan dalam almari pendingin yang suhunya dipantau setiap
hari berkisar antara 2-8C, obat yang mudah terbakar digudang
B3, dan reagensia.
Melakukan pengawasan mutu terhadap sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang diterima dan disimpan sehingga terjamin mutu,
keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pengawasan mutu dilakukan dengan memantau suhu penyimpanan untuk
suhu kamar tidak lebih dari 25C dan untuk sediaan yang termolabil yang
disimpan di lemari endingin suhu dijaga berkisar antara 2-8C. Kalibrasi
peralatan dan pemeliharaan yang berkaitan dengan pengawasan mutu
dilakukan oleh instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit.
19
dengan sistem First In First Out (FIFO) dan/atau First Expired
First Out (FEFO).
iv. Jika obat yang terlihat mirip atau memiliki nama yg mirip (LASA
– Look a like, Sound a like) letaknya dipisah dan diberi logo LASA.
v. Untuk obat High Alert penyimpanan terlokalisir dan diberi logo
penanda high alert
vi. Untuk obat-obat emergensi disimpan dalam lemari emergensi di
setiap unit pelayanan yang membutuhkan dana dilakukan
pemantauan secara berkala
20
farmasi lainnya. Suhu penyimpanan disesuaikan dengan suhu
penyimpanan yang ditentukan oleh tiap produknya.
Pelabelan dan Penyimpanan B3
Pelabelan B3
Fungsi pelabelan adalah untuk mengidentifikasi sekaligus
mengklasifikasikan B3, yang nantinya akan sangat berguna sebagai
informasi penting dalam pengelolaannya.
Identifikasi yang digunakan untuk penandaan B3 tediri dari dua jenis
yaitu simbol dan label. Simbol B3 merupakan gambar yang menunjukan
klasifikasi B3 Label adalah uraian singkat yang menunjukkan antara lain
klasifikasi dan jenis B3.
I. SIMBOL
A. Bentuk dasar, ukuran dan bahan Simbol berbentuk bujur sangkar
diputar 45 derajat sehingga membentuk belah ketupat berwarna
dasar putih dan garis tepi belah ketupat tebal berwarna merah
(lihat gambar A). Simbol yang dipasang pada kemasan disesuaikan
dengan ukuran kemasan. Sedangkan simbol pada kendaraan
pengangkut dan tempat penyimpanan kemasan B3 minimal
berukuran 25 cm x 25 cm.
B. Simbol harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap air, goresan
dan bahan kimia yang akan mengenainya
C. Jenis simbol B3
1. Untuk B3 klasifikasi bersifat mudah meledak (explosive)Warna
dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Simbol
berupa gambar bom meledak (explosive/exploded bomb)
berwarna hitam.Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang
pada suhu dan tekanan standar (25 oC, 760 mmHg) dapat
meledak dan menimbulkan kebakaran atau melalui reaksi kimia
dan/atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan
tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di
sekitarnya.
21
mudah terbakar meskipun dalam keadaan hampa udara.
22
7. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat bahaya lain berupa gas
bertekanan (pressure gas) Warna dasar putih dengan garis tepi
tebal berwarna merah. Simbol berupa gambar tabung gas
silinder berwarna hitam. Simbol ini untuk menunjukkan bahaya
gas bertekanan yaitu bahan ini bertekanan tinggi dan dapat
meledak bila tabung dipanaskan/terkena panas atau pecah dan
isinya dapat menyebabkan kebakaran.
II. LABEL
A. Bentuk, warna dan ukuran.
Label B3 berbentuk persegi panjang dengan ukuran disesuaikan
dengan kemasan yang digunakan, ukuran perbandingannya
adalah panjang : lebar = 3:1, dengan warna dasar putih dan
tulisan serta garis tepi berwarna hitam.
Gambar label
23
Penyimpanan B3
Bahan Berbahaya dan Beracun harus disimpan sesuai dengan
ketentuan dan persyaratannya. Sesuai dengan sifat dan karakteristik
bahan yang akan disimpan. Karena penyimpanan B 3 dijadikan dalam
satu ruangan maka perlu adanya pengelompokkan penyimpanan bahan
B3 berdasarkan sifat kimianya.
Materi tersebut kadangkala menjadi lebih berbahaya bila berada dalam
kondisi tercampur dengan bahan lain. Kadangkala secara tidak sengaja
terjadi pencampuran antara 2 materi yang asalnya tidak berbahaya.
Pencampuran bahan berbahaya dapat menyebabkan:
Timbulnya bahan toksik
Timbulnya gas bakar yang dapat menimbulkan kebakaran atau
ledakan, atau
Panas akibat reaksi kimia yang terjadi akan dapat membakar bahan
mudah terbakar di sekitarnya.
Persyaratan umum yang harus dipenuhi supaya tempat atau ruangan
dapat digunakan untuk menyimpan B 3 adalah :
1) Terlindung dari sinar matahari langsung
2) Sirkulasi udara yang baik mempunyai alat pengatur suhu dan
monitor suhu ruangan (suhu ruangan 25°C)
3) Alat Pemadam Api Ringan
4) Alat Pelindung Diri
5) Peralatan komunikasi
Tata cara penyimpanan B3
24
- Nama PBF / institusi pemasok B-3.
25
4. Tertelan : Pasien diberi minum Amonium asetat / Sodium
chlorid kemudian ransang untuk muntah, setelah itu
minumkan susu / putih telur sebanyak 300 gr. Cari
pertolongan dokter segera.
2. Gas Central
a. Untuk gas medis yang dipusatkan (gas central) hanya gas
oksigen saja.
b. Sumber gas oksigen central dari gas yang dalam kemasan
tabung seperti yang digunakan pada ruangan .
c. Selain gas oksigen yang dipusatkan juga ada gas hisap (suction
pump) juga gas tekan (compress air)
d. Untuk gas sentral dilengkapi dengan konrol pengatur dan
pemantau kondisi tekanan gas, sehingga apabila terjadi masalah
pada jaringan dan suplai pada gas sentral akan dapat segera
diketahui permasalahannya.
e. Penanganan permasalahan pada gas sentral dilakukan oleh
pihak IPSRS dan apabila terjadi permasalahan diluar jam kerja
maka dilakukan on call ke pihak IPSRS.
3. Penggantian Tabung Gas di Ruangan Bangsal
a. Penggantian tabung gas oxigen di ruangan dilakukan oleh
Perawat beserta Pramu Ruang di ruangan bangsal tersebut.
b. Penggantian manometer dilakukan oleh Perawat beserta Pramu
Ruang pada ruangan bangsal tersebut
c. Penentuan dosis oxygen pada pasien dtentukan dan dilakukan
oleh Perawat
d. Apabila stock oxygen pada gudang penyimpanan gas di ruangan
habis maka pihak ruangan bisa menghubungi pihak IPSRS
untuk mendistribusikan oksigen ke ruangan bangsal tersebut.
26
b. Perbekalan farmasi dari depo farmasi dan unit-unit di rumah sakit
didistribusikan untuk pelayanan /kebutuhan pasien.
ii. Unit dose dispensing (UDD), untuk pemakaian 1 (satu) hari untuk
pasien rawat inap.
iii. Stock Emergensi dan beberapa Bahan Alat Habis Pakai (BAHP) di
rawat jalan dan rawat inap/ floor stock
e. Jam pemberian obat sesuai pola rumah sakit, kecuali kasus emergensi
atau advice tertentu dari dokter.
Untuk Pemberian Per Oral
Aturan Pakai Waktu Pemberian Obat (JAM ; WIB)
Pagi (1x1) 06-07
Malam (1x1) 22-23
2x1 06-07 18-19
3x1 06-07 14-15 22-23
4x1 08-09 14-15 20-21 02-03
5x1 06-07 10-11 14-15 20-21 23-24
27
v. Perusahaan lain dan Jaminan Kecelakaan Kerja berpedoman pada
perjanjian kerja sama yang dibuat perusahaan bersangkutan
dengan RSUD Tugurejo
vi. Tatacara pelayanan perbekalan farmasi (obat dan bahan alat habis
pakai) pasien mengacu pada standar prosedur opersional
pelayanan pasien rawat jalan, rawat inap
c. Tatacara pelayanan perbekalan farmasi (obat dan alkes bahan habis
pakai) pasien mengacu pada Standar Prosedur Operasional pelayanan
pasien rawat jalan, rawat inap
8. Penghapusan dan Pemusnahan
Sediaan Farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai
standar yang ditetapkan harus dimusnahkan. Penghapusan dan
Pemusnahan sediaan farmasi yang tidak dapat/boleh digunakan
dilaksanakan dengan cara yang baik dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku. Prosedur pemusnahan obat
dibuat yang mencakup pencegahan pencemaran di lingkungan dan
mencegah jatuhnya obat tersebut di kalangan orang yang tidak
berwenang. Sediaan farmasi yang akan dimusnahkan disimpan terpisah
dan dibuat daftar yang mencakup jumlah dan identitas produk.
Penghapusan dan pemusnahan obat dilakukan sendiri maupun oleh
pihak lain serta didokumentasikan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tata cara Pemusnahan Perbekalan farmasi
28
9. Mengarsipkan dan mengirimkan ke instansi yang terkait Berita acara
penghapusan dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kegiatan
administrasi gudang penyimpanan perbekalan farmasi yang tidak
memenuhi standar
29
disimpan terpisah dari sediaan farmasi lain dan diberi penandaan
tidak untuk dijual untuk menghindari kekeliruan. Pelaksanaan
penarikan kembali didukung dengan sistem dokumentasi.
11. Pencatatan dan Pelaporan
a. Secara manual dicatat pada buku, kartu stock atau pada lembar/form-
form tertentu.
30
Untuk evaluasi mutu proses pengelolaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, diukur dengan indikator kepuasan dan keselamatan
pasien/pelanggan pemangku kepentingan (stakeholders), dimensi waktu
(time delivery), Standar Prosedur Operasional serta keberhasilan
pengendalian perbekalan kesehatan dan sediaan farmasi.
31
Nama, nomor ijin praktek, alamat dan paraf dokter
Tanggal resep
Ruangan/unit asal resep
Persyaratan farmaseutik meliputi :
Nama obat, bentuk, dan kekuatan sediaan
Dosis dan Jumlah obat
Stabilitas
Aturan, dan cara penggunaan
Persyaratan klinis meliputi :
Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
Tidak didapatkan duplikasi pengobatan
Tidak munculnya alergi, efek samping, dan reaksi obat yang
tidak dikehendaki (ROTD)
Obat yang diberikan tidak kontraindikasi
Tidak dijumpai interaksi obat yang berisiko
Untuk memenuhi ketiga persyaratan tersebut diatas maka dibuat
checklist dalam telaah resep sebagai berikut :
Materi Ya Tidak
Kejelasan Tulisan
Benar Pasien
Benar Nama Obat, dosis,
frekuensi dan rute
Kontraindikasi
Duplikasi
Riwayat Alergi
Interaksi Obat
Berat Badan
Tinggi Badan
Polifarmasi (jumlah resep ≥ 7)
Antibiotika (≥ 2)
Petugas Tanda Tangan
32
ketika dokter hadir dalam peresepan, pemberian dan monitoring pasien
(Bedah dan IGD) atau dalam tindakan radiologi.
d. Jika timbul pertanyaan/ permasalahan terhadap resep maka petugas
penelaah menghubungi penulis resep untuk mengkonfirmasi
kebenarannya, bila mana mungkin juga dapat dikonsultasikan dengan
petugas pengendali jaminan (askes/ Jamsostek/ Jamkesmas dan lain
lain)
33
4. Aktivitas serta makanan-minuman yang harus dihindari
34
Faktor yang perlu diperhatikan ketika melakukan konseling :
a. Kriteria Pasien :
Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamildan menyusui)
Pasien dengan terapijangka pan.lang/penyakit kronis (TB, DM,
epilepsi, dll)
Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off)
Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, phenytoin)
Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)
Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah
b. Sarana dan Prasarana
Ruangan atau temPat konseling
Alat bantu konseling (Kartu pasien/catatan konseling)
1. Pelayanan informasi obat
a. Pelayanan informasi obat dilakukan secara aktif dan pasif. seluruh
kegiatan pelayanan informasi obat didokumentasikan, dan
direkapitulasi, diolah datanya serta dilaporkan.
b. Pelayanan informasi obat secara aktif.
i. Membuat leaflet, brosur, banner, poster, buletin tentang obat.
ii. Berkoordinasi dengan bagian pengadaan untuk pencetakan leaflet,
poster dan lain-lain.
iv. Berperan serta dan berkoordinasi dengan tim PKMRS rumah sakit
dalam penyelenggaraan PKMRS.
v. Menyebarluaskan lembaran informasi tentang kefarmasian ke
seluruh petugas kesehatan di rumah sakit melalui rapat atau
pertemuan-pertemuan serta pelatihan internal rumah sakit.
c. Pelayanan informasi obat yang bersifat/secara pasif dengan cara :
35
2. Konseling
a. Pada saat melakukan telaah resep, dipilih jenis pasien yang akan
mendapat konseling, yakni :
36
dan terpercaya
b. Kerahasiaan informasi
c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)
D. REAKSI OBAT TIDAK DIHARAPKAN (ROTD)
a. Dokter, perawat, bidan atau apoteker di ruang rawat menuliskan
kemungkinan ROTD pada kolom “reaksi obat tidak diharapkan “ dalam
RM 27.2A
b. Tenaga kesehatan yang menjumpai kemungkinan ROTD menginfokan
kepada Tim MESO untuk melakukan penelusuran dan pelaporan
ROTD tersebut
E. EVALUASI PENGGUNAAN OBAT (EPO)
37
lain yang terkait, bila ada masalah yang disebabkan obat dan
mengupayakan tindakan penanganannya.
iv. Memonitor dan mengevaluasi kondisi pasien berdasarkan
pengobatan yang diterima
v. Melakukan koordinasi kepada tenaga kesehatan terkait untuk
mencegah dan mengatasi DRP
e. Meriksa pengembalian (retur) obat.
f. Kegiatan didokumentasikan (merekapitulasi, menganalisis,
mengevaluasi) dan melaporkan pelaksanaan kegiatan asuhan
kefarmasian kepada atasan langsung.
g. Melaporkan kegiatan kepada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
38
BAB V KESELAMATAN PASIEN
A. PENGERTIAN
Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara
manfaat dan risiko. Dengan demikian keselamatan pasien merupakan bagian
penting dalam risiko pelayanan di rumah sakit. Instalasi farmasi
mengidentifikasi dan mengevaluasi untuk mengurangi risiko cedera dan
kerugian pada pasien. Pendekatan sistem bertujuan untuk meminimalkan
risiko dan mempromosikan upaya keselamatan penggunaan obat termasuk
alat kesehatan yang menyertai. Tata cara / urutan yang dilakukan dalam
pengelolaan (pencegahan dan pengumpulan data) kesalahan yang disebabkan
obat dan peresepan obat (Medication Errors). Kesalahan yang dicatat adalah
yang potensial menyebabkan kesalahan (belum sampai ke pasien) maupun
yang faktual (sudah terjadi dan sampai kepada pasien). Kesalahan yang
berkaitan dengan obat, potensial terjadi pada tahap-tahap :
1. Tahap penulisan resep (Prescribing)
2. Tahap pembacaan dan penyiapan resep serta penyerahan obat
(Transcribing dan dispensing)
Kategori Kesalahan :
39
B. TUJUAN
1. Tersedianya data jenis kesalahan peresepan guna pecegahan kesalahan
sejenis dan mengurangi kerugian yang diderita pasien.
40
c. Mendokumentasikan kesalahan yang terjadi, baik kesalahan yang
potensial maupun faktual terjadi.
iv. Lain-lain : Salah membuat copy resep, tidak menulis copy resep,
Salah pasien/ memberikan obat kepada pasien lain, Salah
memberikan nomor tunggu, Kemasan obat sobek, Salah prosedur
“in put” data dalam SIM-RS, dll.
3. Kesalahan tahap penulisan resep dan tahap pembacan serta penyiapan
resep dapat juga diperoleh dengan cara :
41
Pasien butuh obat (untreated indications).
42
BAB VI KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian
Instalasi farmasi rumah sakit merupakan unit pelaksana fungsional yang
bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian secara
menyeluruh di rumah sakit dengan ruang lingkup pengelolaan perbekalan
farmasi, pelayanan farmasi klinik dan produksi perbekalan farmasi yang aman
untuk petugas dan lingkungan rumah sakit
B.TUJUAN
Terlaksananya kesehatan dan keselamatan kerja di intalasi farmasi rumah
sakit agar tercapai pelayanan kefarmasian dan produktivitas kerja yang
optimal
C. TATALAKSANA
1. Petugas farmasi menggunakan alat pelindung diri (APD) pada saat
menyiapkan, melayani obat, diantaranya
a. Sendok obat untuk mengambil obat.
b. Masker
c. Sarung tangan
d. Alat peredam suara /ear plug/ear murf.
e. Kaca peredam suara blender dan debu serbuk puyer.
f. Desinfektan pencuci tangan.
2. Depo dan gudang farmasi dilengkapi dengan alat pemadam api ringan
(APAR) dan alarm bahaya kebakaran serta washtafel
3. Meja dan kursi penyiapan, pelayanan farmasi dipilih yang bersifat
ergonomis.
4. Tes seroimunologi atau tes lain yang terkait dengan pelayanan farmasi.
5. Gudang penyimpanan bahan berbahaya dan beracun dilengkapi dengan
label bahan berbahaya dan beracun.
43
BAB VII PENGENDALIAN MUTU
A. PENGERTIAN
Sistem Manajemen Mutu berfokus pada konsistensi dari proses kerja.
Hal ini sering mencakup beberapa tingkat dokumentasi terhadap standar-
standar kerja. Sistem Manajemen Mutu berlandaskan pada pencegahan
kesalahan sehingga bersifat proaktif, bukan pada deteksi kesalahan yang
bersifat reaktif. Sistem Manajemen Mutu berlandaskan pada tindakan korektif
terhadap masalah-masalah yang ditemukan. Proporsi terbesar diarahkan pada
pencegahan kesalahan sejak tahap awal.
Pelayanan kefarmasian menyelenggarakan suatu sistem jaminan mutu
sehingga obat yang didistribusikan terjamin mutu, khasiat, keamanan dan
keabsahannnya sampai ke tangan konsumen. Distribusi obat harus
menjamin bahwa obat yang didistribusikan dengan kondisi penyimpanan
yang sesuai terjaga mutunya, dan selalu dimonitor termasuk selama
transportasi serta terhindar dari kontaminasi.
Pengendalian mutu merupakan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan
audit terhadap perbekalan farmasi untuk menjamin mutu, mencegah
kehilangan, kadaluarsa, dan rusak.
B. TUJUAN
Agar setiap pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang
ditetapkan dan dapat memuaskan pelanggan
C. TATALAKSANA
Instalasi farmasi rumah sakit menjaga dan mengendalikan mutu obat dan
Alkes dilakukan dengan cara :
a. Kondisi ruang penyimpanan dalam ruang kamar (di bawah suhu 25°C)
dengan kelembaban ruang harus kering, dilengkapi dengan alat
pengatur suhu ruang (AC / air condition) serta alat thermohigrometer
(alat monitor suhu dan kelembaban ruang).
d. Obat dan Alkes yang rusak, sudah kadaluarsa dan tidak memenuhi
syarat disimpan terpisah.
44
a. Pencarian dan mengumpulkan obat dan Alkes yang mendekati waktu
kadaluarsa, lambat pergulirannya/menumpuk/slow move serta
berhenti bergulir/death stock dan dibuat daftarnya.
45
BAB VIII PENUTUP
Pedoman Pelayanan Farmasi ini sangat penting untuk meningkatkan
pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Diharapkan agar buku ini
dapat dijadikan acuan bagi pihak rumah sakit dan setiap staf farmasi dalam
meningkatkan pelayanan farmasi yang bermutu.
46