Anda di halaman 1dari 48

PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEMAYORAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEMAYORAN

Jalan Serdang Baru I (uk. 12)

Telp. 0214251005/0214244277 Fax. 0214251005

E-Mail rsukemayoran@gmail.com

Jakarta Pusat 10650


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan
ini yang menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas
kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit.
Pelayanan kefarmasian sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan mempunyai peran penting dalam mewujudkan pelayanan
kesehatan yang bermutu, dimana Instalasi Farmasi sebagai bagian
dari pelayanan kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab
dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yang berkualitas.
Tujuan pelayanan kefarmasian adalah menyediakan sediaan
farmasi dan alat kesehatan serta informasi terkait agar masyarakat
mendapatkan manfaaatnya yang terbaik.
Dalam rangka mencapai tujuan pelayanan kefarmasian tersebut
maka diperlukan pedoman bagi tenaga farmasi dalam melaksanakan
pelayanan kefarmasian. Dalam pelaksanaannya, diperlukan komitmen
yang kuat untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin untuk
kepentingan masyarakat.

B. Tujuan Pedoman
1. Melangsungkan pelayanan kefarmasian yang optimal baik dalam
keadaan biasa maupun keadaan gawat darurat, sesuai dengan
keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.
2. Sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan kefarmasian yang
professional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi
3. Untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
4. Untuk menerapkan konsep pelayanan kefarmasian
5. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku
6. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai
obat

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Cara pelayanan kefarmasian yang baik (CPFB) di RSUD Kemayoran
meliputi tiga aktivitas utama, yaitu:
1. Aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan perbekalan
farmasi adalah dengan metode :
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah
sakit
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c. Mengadakan perbekalan farmasi yang berpedoman pada
perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan rumah sakit
e. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke instalasi-instalasi
pelayanan dirumah sakit
2. Aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan dan penggunaan
perbekalan farmasi dalam pelayanan resep, dengan kegiatan:
a. Penerimaan dan pemeriksaan kelengkapan resep
b. Pengkajian resep, meliputi identifikasi, mencegah dan
mengatasi masalah terkait obat (Drug Related Problem (DRP))
c. Penyiapan obat dan perbekalan farmasi lainnya, meliputi:
pemilihan, pengadaan (perencanaan, teknis pengadaan,
penerimaan, pencatatan dan penyimpanan), pendistribusian,
penghapusan dan pemusnahan, pencatatan dan pelaporan,
jaminan mutu, serta monitoring dan evaluasi.
d. Layanan informasi obat, meliputi: penyediaan area konseling
khusus, kelengkapan literatur, penjaminan mutu SDM,
pembuatan Standar Prosedur Operasional dan
pendokumentasiannya.
e. Monitoring Terapi Obat, meliputi: catatan pengobatan pasien
(Patient Medication Record), protap evaluasi diri (self
assesment) untuk jaminan mutu CPFB.
f. Melakukan pencampuran obat suntik
g. Melakukan pencatatan setiap kegiatan dan melaporkan setiap
kegiatan tersebut
3. Aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan penggunaan obat
yang rasional, dengan kegiatan:
a. Pengkajian resep, meliputi: identifikasi, mencegah dan
mengatasi DRP
b. Komunikasi dan advokasi kepada dokter tentang resep pasien
c. Penyebaran informasi obat
d. Menjamin kerahasiaan data pasien
e. Pencatatan kesalahan obat, produk cacat atau produk palsu
f. Pencatatan dan pelaporan Monitoring Efek Samping Obat
(MESO)
g. Evaluasi data penggunaan obat (Drug Use Study)
h. Penyusunan Formularium bersama tenaga kesehatan lain.

D. Batasan Operasional
Pedoman ini dibuat sebagai acuan bagi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Kemayoran

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 012 tahun 2012 Tentang
Standar Akreditasi Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 72 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
8. Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB), 2011
9. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Direktorat Bina Farmasi Kominstalasias Dan Klinik,
Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, Depkes RI, 2006
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Pegawai farmasi yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah


Kemayoran adalah sumber daya manusia yang melakukan pekerjaan
kefarmasian di rumah sakit yang termasuk dalam bagian organisasi
rumah sakit, wajib memiliki persyaratan :

1. Memiliki Surat Tanda Registrasi :


a) STRTTK untuk DIII Farmasi dan Sekolah Menengah
Farmasi
b) STRA untuk profesi Apoteker
2. Terdaftar dalam keanggotaan :
a) IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) untuk Apoteker
b) PAFI (Persatuan Ahli Farmasi Indonesia) untuk DIII
Farmasi
3. Mempunyai Surat Izin Kerja :
a) SIKTTK untuk DIII Farmasi
b) SIPA untuk profesi Apoteker.
4. Mempunyai ijazah sesuai dengan pendidikannya

1. Kompetensi Apoteker sekaligus Penanggung Jawab :


 Mempunyai kemampuan untuk memimpin.
 Mempunyai kemampuan dan kemauan mengelola dan
mengembangkan pelayanan farmasi
 Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri
 Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama denganpihak lain
 Mempunyai kemampuan untuk melihat masalah,menganalisa dan
memecahkan masalah

2. Sebagai Tenaga Fungsional

 Mampu memberikan pelayanan kefarmasian


 Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian
 sssMampu mengelola manajemen praktis farmasi
 Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian
 Mampu melaksanakan pendidikan, penelitian danpengembangan
 Dapat mengoperasionalkan komputer
 Mampu melaksanakan penelitian dan pengembanganbidang
farmasi klinik.

Setiap posisi yang tercantum dalam bagan organisasi


harusdijabarkan secara jelas fungsi ruang lingkup, wewenang,
tanggungjawab, hubungan koordinasi, fungsional, dan uraian tugas serta
persyaratan/kualifikasi sumber daya manusia untuk dapatmenduduki
posisi

B. Distribusi Ketenagaan
1. Pola Ketenagaan
 Penanggung Jawab Instalasi Farmasi dan Penanggung Jawab
Gudang Farmasi:
 Diisi oleh 1 ( satu) orang berpendidikan Apoteker
 Dibantu Oleh 1 ( dua ) orang Tenaga Teknis Kefarmasian
 Penanggung Jawab Farmasi Rawat Jalan
 Diisi oleh (satu) orang berpendidikan Apoteker
 Dibantu oleh 6 (enam) orang Tenaga Teknis Kefarmasian

 Penanggung Jawab Farmasi Rawat Inap


 Diisi oleh (satu) orang berpendidikan Apoteker
 Dibantu oleh 4 (enam) orang Tenaga Teknis Kefarmasian

2. Beban Kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor


yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:

a. Kapasitas tempat tidur dan BOR


b. Jumlah resep atau formulir per hari
c. Volume perbekalan farmasi
Idealnya 30 tempat tidur = 1 Depo farmasi (untuk pelayanan
kefarmasian)

3. Pendidikan

Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik, dalam


penentuan kebutuhan tenaga harus dipertimbangkan :

a. Kualifikasi pendidikan disesuaikan dengan jenis pelayanan/tugas


fungsi
b. Penambahan pengetahuan disesuaikan dengan tanggung jawab
c. Peningkatan keterampilan disesuaikan dengan tugas
C. Pengaturan Jaga
Waktu pelayanan Instalasi Farmasi adalah 24 jam dengan rincian
sebagai berikut:
1. Penanggung Jawab Instalasi Farmasi dan Gudang Farmasi
 Pukul 07.30-14.00 WIB
2. Farmasi Rawat Inap dan Rawat Jalan
Melakukan pelayanan dalam 3 (tiga) shift setiap harinya:
 Shift Pagi (pukul 07.30-14.00 WIB)
 Shift Siang (pukul 14.00-20.30 WIB)
 Shift Malam (pukul 20.30-07.30 WIB)
BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Standar Fasilitas

Sarana dan prasarana pelayanan kefarmasian harus dapat


menjamin terselenggaranya pelayanan kefarmasian dengan baik, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sarana dan prasarana pelayanan kefarmasian meliputi:

 Sarana pelayanan
 Sarana penyimpanan
 Sarana peracikan
 Sarana pengemasan kembali

Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelayanan


kefarmasian harus memenuhi persyaratan kekuatan, keamanan,
kecukupan, kenyamanan, penerangan dan kebersihan sesuai
kebutuhan serta memiliki ciri dan penandaan yang jelas / spesifik.

Pembagian Ruangan:

a. Ruang Penyimpanan
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi
temperatur sinar/cahaya, kelembaban, fentilasi, pemisahan
untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas yang
terdiri dari:
Kondisi Umum untuk Ruang Penyimpanan
- Obat jadi
- Obat produksi (obat racikan)
- Bahan baku obat
- Alat kesehatan dan lain-lain.

Kondisi Khusus untuk Ruang Penyimpanan :


- Obat termolabil
- Alat kesehatan dengan suhu rendah
- Obat mudah terbakar
- Obat/bahan obat berbahaya

b. Ruang Produksi
Ruang produksi digunakan untuk membuat sedian obat dalam
skala kecil. Peralatan yang ada diruang produksi :
- Alu dan lumpang
- Mesin pencampur obat
- Mesin pengemas
- Wadah obat
- Pembungkus : kertas, kapsul, botol
- Mesin pencuci/ wastafel

c. Ruang Distribusi/Pelayanan

Ruang distribusi yang cukup untuk seluruh kegiatan


farmasi rumah sakit:

Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan dan rawat


inap

Ada ruang khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan persiapan


obat.

d. Ruang Informasi Obat


 Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan
pelayanan informasi obat
 Komputer
 Telpon
 Lemari arsip
 Kartu arsip
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN


BAHAN MEDIS HABIS PAKAI
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan
bagi kegiatan pelayanan kefarmasian. Pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus dilaksanakan secara
multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk
menjamin kendali mutu dan kendali biaya dan harus dilakukan oleh Instalasi
Farmasi sistem satu pintu.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk
pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien melalui instalasi farmasi. Dengan
demikian semua sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang beredar di rumah sakit merupakan tanggung jawab instalasi
farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai di rumah sakit yang dilaksanakan selain oleh
instalasi farmasi. Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, instalasi
farmasi sebagai satu-satunya penyelenggara pelayanan kefarmasian,
sehingga rumah sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:
1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
2. Standarisasi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai
3. Penjaminan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai
4. Pengendalian harga sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai
5. Pemantauan terapi obat
6. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai (keselamatan pasien)
7. Kemudahan akses data sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang akurat
8. Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan citra rumah sakit
9. Peningkatan pendapatan rumah sakit terkait manajemen pengunaan obat
yang efektif.
Pengelolaan Obat-obat Program Nasional yang diselenggarakan oleh
Kemenkes bertujuan untuk pemerataan kesehatan, didistribusikan melalui
Suku Dinas Kesehatan setempat. Unit pelayanan kesehatan membuat surat
permintaan yang jumlahnya disesuaikan dengan permintaan sebelumnya
atau jumlah pasien di unit pelayanan kesehatan tersebut. Setiap tiga bulan
dilakukan pelaporan pemakaian. Pelayanan resep obat Program Nasional
ditulis oleh seorang dokter Pemegang Program Obat Nasional atau dokter
spesialis paru dan setiap pasien memiliki kartu stok masing-masing
High-alert medication adalah obat yang harus diwaspadai karena
sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan
obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan
(ROTD). Kelompok Obat high-alert diantaranya:
1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
2. Elektrolit konsentrasi tinggi
3. Obat-Obat sitostatika (tidak terdapat di RSUD Kemayoran)
Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai meliputi:
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan.
Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini
berdasarkan:
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan
terapi
b. Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang telah ditetapkan
c. Pola penyakit
d. Efektifitas dan keamanan
e. Pengobatan berbasis bukti
f. Mutu
g. Harga
h. Ketersediaan di pasaran
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium
Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati
staf medis, disusun oleh Komite Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh
Pimpinan Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk
semua penulis resep, pemberi obat, dan penyedia obat di Rumah Sakit.
Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan
dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan RSUD Kemayoran.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat
agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional. Tahapan proses
penyusunan Formularium RSUD Kemayoran adalah sebagai berikut:
a. membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik
berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik
b. mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
c. membahas usulan tersebut dalam rapat Komite Farmasi dan
Terapi, jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar
d. mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite Farmasi dan
Terapi, dikembalikan ke masing-masing staf medik untuk
mendapatkan umpan balik
e. membahas hasil umpan balik dari masing-masing staf medik
f. menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah
Sakit
g. menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
h. melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada
staf dan melakukan monitoring
Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium di RSUD Kemayoran
adalah sebagai berikut:
a. mengutamakan penggunaan obat generik
b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita
c. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
d. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
e. praktis dalam penggunaan dan penyerahan
f. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
g. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak lansung
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium RSUD
Kemayoran, maka Rumah Sakit mempunyai kebijakan terkait dengan
penambahan atau pengurangan obat dalam Formularium Rumah Sakit
dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan
biaya.
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. Anggaran yang tersedia
b. Penetapan prioritas
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode yang lalu
e. Waktu tunggu pemesanan
f. Rencana pengembangan

3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode
pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk memastikan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan mutu dan
spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan
oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga
kefarmasian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai antara lain:
a. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dibeli di
distributor resmi yang berizin.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS)
c. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tertentu
(vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Pengadaan di RSUD Kemayoran dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Karena RSUD Kemayoran adalah rumah sakit pemerintah, maka
pembelian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang
berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
 Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat
 Persyaratan pemasok
 Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
 Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu
b. Produksi sediaan farmasi tertentu apabila:
 Sediaan farmasi tidak ada di pasaran
 Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri
 Sediaan farmasi dengan formula khusus
 Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking
 Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat
baru (recenter paratus)
c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi RSUD Kemayoran melakukan pencatatan dan
pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus
disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dapat
membantu pelayanan kesehatan, maka jenis sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan
kebutuhan pasien di RSUD Kemayoran.
Instalasi Farmasi RSUD Kemayoran dapat memberikan rekomendasi
kepada pimpinan Rumah Sakit untuk mengembalikan/menolak
sumbangan/dropping/hibah sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien
Rumah Sakit.
Apabila terjadi kekosongan maka farmasi akan melakukan konfirmasi
ke dokter jika tidak ada obat pengganti maka farmasi membeikan kopi
resep kepada pasien.

4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.

5. Penyimpanan
Setelah barang diterima, perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan
keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang
dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya,
kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Komponen yang harus diperhatikan pada proses penerimaan antara
lain:
a. Obat memiliki label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal
pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa, dan peringatan khusus
bila ada
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat
diidentifikasi
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi. Sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang harus disimpan terpisah
yaitu:
 Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan
diberi tanda khusus bahan berbahaya
 Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi
penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas
medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari
tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas
medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First
Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem
informasi manajemen.
Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound
Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus
untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.
Terdapat troli/ tas emergensi pada lokasi penyimpanan yang tepat
untuk digunakan pada kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan
harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang telah
ditetapkan
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti
d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain

6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan atau menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
ketepatan waktu.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap
melalui Instalasi Farmasi.
b. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis
tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit
dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.

7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin
edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan
tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan
dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya
dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai bila:
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
b. Telah kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan
d. Dicabut izin edarnya
Tahapan pemusnahan terdiri dari:
a. Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang akan dimusnahkan
b. Menyiapkan berita acara pemusnahan
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait
d. Menyiapkan tempat pemusnahan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku

8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Pengendalian penggunaan dilakukan oleh Instalasi Farmasi bersama dengan
Komite Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit. Tujuan pengendalian persediaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai adalah untuk:
a. Penggunaan obat sesuai dengan formularium rumah sakit
b. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
c. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai
Cara untuk mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai adalah:
a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving)
b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga
bulan berturut-turut (death stock)
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala

9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Pencatatan dan
pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan,
pengembalian, pemusnahan dan penarikan. Pelaporan dibuat secara periodik
(bulanan, triwulanan, semester, dan pertahun).
Pelaporan dilakukan sebagai:
a. Komunikasi antara level manajemen
b. Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di
instalasi farmasi
c. Laporan tahunan
A. PELAYANAN FARMASI KLINIS

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang


diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome
terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk
tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien
(quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1. Pengkajian resep
2. Pelayanan resep
3. Penelusuran riwayat penggunaan obat
4. Rekonsiliasi obat;
5. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
6. Konseling
7. Visite
8. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
9. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
10. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
11. Dispensing sediaan steril
12. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

1. Pengkajian
Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah
terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep
sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan
klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medis, berat badan pasien
(untuk pasien anak)
b. Nama dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan/unit asal resep
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan jumlah obat
c. Stabilitas
d. Aturan dan cara penggunaan
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
d. Kontraindikasi
e. Interaksi obat
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian
informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).

2. Pelayanan Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Ketentuan mengenai
peresepan yang harus dipenuhi adalah:
1. Yang berhak menulis resep adalah dokter yang bertugas dan
mempunyai surat izin praktik di RSUD Kemayoran
2. Yang berhak menulis resep narkotika dan psikotropika adalah dokter
yang memiliki nomor SIP (Surat Izin Praktik) di RSUD Kemayoran.
3. Obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelum datang ke
Kemayoran harus dicatat pada rekam medik dan diketahui oleh petugas
farmasi, dan dapat diakses oleh petugas kesehatan lain yang terkait.
4. Resep dibuat secara manual pada blanko lembar resep berkop RSUD
Kemayoran yang telah dibubuhi stempel Unit Pelayanan tempat pasien
berobat.
5. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan
singkatan yang lazim sehingga tidak disalahartikan.
6. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Nama Obat
Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM) atau Look Alike Sound Alike (LASA)
yang diterbitkan oleh Instalasi Farmasi, untuk menghindari kesalahan
pembacaan.
7. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RSUD
Kemayoran.
8. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani: resep reguler, resep cito, resep
pengganti obat emergensi.
9. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Nama pasien
b. Usia pasien
c. Berat badan pasien (untuk pasien anak)
d. Nomor Rekam Medik dan alamat pasien
e. Nama dan tanda tangan dokter penulis resep
f. Tanggal penulisan resep
g. Obat ditulis dengan nama generik atau sesuai dengan nama
dalam Formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat
(contoh: tablet, kapsul, salep) serta kekuatannya (contoh: 500 mg,
1 gram)
h. Jumlah sediaan
i. Bila obat berupa racikan, dituliskan nama setiap jenis/bahan obat
dan jumlah bahan obat (untuk bahan padat : mikrogram, miligram,
gram).
j. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak
dianjurkan, kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut
telah terbukti aman dan efektif.
k. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan
pakai jika perlu atau “prn” atau “pro re nata”, harus dituliskan
indikasi (contoh: bila nyeri, bila demam) dan dosis maksimal
dalam sehari.
10. Perubahan terhadap resep yang telah diterima oleh apoteker/tenaga
teknis kefarmasian harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan
baru.
11. Resep yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan, tidak
akan dilayani oleh farmasi.
12. Jika resep tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka
perawat/apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang menerima
resep/instruksi pengobatan tersebut harus menghubungi dokter
penulis resep.
13. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan.
14. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum
dalam rekam medik.
Pelayanan obat adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis
dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari menerima resep dokter
sampai penyerahan obat kepada pasien. Tujuannya agar pasien mendapat
obat sesuai dengan resep dokter dan mendapat informasi bagaimana
menggunakannya. Kegiatan pelayanan obat meliputi penyiapan obat dan
penyerahan obat.

a. Penyiapan Obat
a. Penyiapan obat adalah proses mulai dari resep diterima oleh
apoteker/ tenaga teknis kefarmasian sampai dengan obat diterima
oleh pasien/ keluarga pasien dengan jaminan bahwa obat yang
diberikan tepat dan bermutu baik. Sebelum obat disiapkan,
apoteker/tenaga teknis kefarmasian harus melakukan telaah (review)
terhadap resep yang meliputi:
 Identitas pasien
 Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
 Duplikasi terapeutik
 Alergi
 Interaksi obat
 Kontraindikasi
 Kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang
berlaku, dan menghubungi dokter penulis resep jika ditemukan
ketidakjelasan atau ketidaksesuaian.
b. Telaah tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi.
c. Apoteker/tenaga teknis kefarmasian diberi akses ke data klinis pasien
yang diperlukan untuk melakukan telaah resep.
d. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi dapat
diberlakukan substitusi terapeutik (sama kelas terapinya tetapi
berbeda zat kimianya, dalam dosis yang ekuivalen) dengan terlebih
dahulu minta persetujuan dokter penulis resep.
e. Persetujuan dokter atas substitusi terapeutik dapat dilakukan secara
lisan/melalui telepon. Petugas farmasi menuliskan obat pengganti,
tanggal, jam komunikasi, dan nama dokter yang memberikan
persetujuan, dicatat pada lembar resep atau dalam sistem informasi
farmasi.
f. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman
sesuai aturan dan standar praktik kefarmasian.
g. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas lain selain
petugas farmasi.
h. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label yang sesuai.

b. Penyerahan Obat
a. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah tenaga teknis
kefarmasian/apoteker yang sudah memiliki kompetensi dan mempunyai
surat izin praktik di RSUD Kemayoran.
b. Petugas yang menyerahan obat dengan informasi yang memadai disertai
pendokumentasian.
c. Jika pasien bertanya, petugas menjawab pertanyaan pasien dengan jelas
dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan
maupun tertulis.
d. Informasi obat yang diperlukan pasien adalah:
 Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat
digunakan dalam sehari, apakah diwaktu pagi, siang, sore,
atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum
sebelum atau sesudah makan.
 Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada
atau harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh.
Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah
timbulnya resistensi.
 Cara penggunaan obat tertentu seperti obat oral obat tetes
mata,salep mata,obat tetes hidung, obat semprot hidung,
tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet
vagina.

c. Informasi Petunjuk Pemakaian


1. Obat Oral (Pemberian Obat melalui Mulut)
 Pasien diberitahu untuk minum obat dengan segelas air
putih.
 Pasien diminta mengikuti petunjuk apakah obat diminum
sebelum atau setelah makan.
 Untuk obat sirup, gunakan sendok obat atau alat lain yang
telah diberi ukuran untuk ketepatan dosis. Jangan gunakan
sendok rumah tangga.
2. Petunjuk Pemakaian Obat Oral untuk Bayi/Anak
Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya, gunakan
sendok takar atau pipet dalam kemasan obatnya.
3. Petunjuk Pemakaian Salep Kulit
 Pasien diminta mengoleskan salep di bagian kulit yang sakit
secara tipis.
 Kemudian setelahnya, pasien harus mencuci tangannya
agar kembali bersih.
4. Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Mata
 Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda apapun
(termasuk mata) dan selalu ditutup rapat setelah
digunakan.
 Cara penggunaan adalah pasien harus mencuci
tangannnya, kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk
kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk
membuka kantung konjungtiva.
 Obat diteteskan pada kantung konjungtiva dan mata
ditutup selama1-2 menit, jangan mengedip.
 Ujung mata dekat hidung ditekan selama 1-2 menit.
 Tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin
terpapar pada tangan.

5. Petunjuk Pemakaian Obat Salep Mata


 Ujung tube salep jangan tersentuh oleh benda apapun
(termasuk mata).
 Cara penggunaan adalah cuci tangan, kepala
ditengadahkan, dengan jari telunjuk kelopak mata bagian
bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung
konjungtiva, tube salep mata ditekan hingga salep masuk
dalam kantung konjungtiva dan mata ditutup selama 1-2
menit. Mata digerakkan ke kiri-kanan, atas-bawah.
 Setelah digunakan, ujung kemasan salep diusap dengan
tissue bersih (jangan dicuci dengan air hangat) dan wadah
salep ditutup rapat
 Tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin
terpapar pada tangan
6. Pemakaian Obat Tetes Telinga
 Ujung alat penetes jangan menyentuh benda apapun
termasuk telinga.
 Cuci tangan sebelum menggunakan obat tetes telinga.
 Bersihkan bagian luar telinga dengan cotton bud/kapas
bertangkai pembersih telinga.
 Jika sediaan berupa suspensi,sediaan harus dikocok
terlebih dahulu
 Cara penggunaan adalah penderita berbaring miring
dengan telinga yang akan ditetesi obat menghadap ke
atas.Untuk membuat lubang telinga lurus sehingga mudah
ditetesi maka bagi penderita dewasa daun telinga ditarik
keatas dan ke belakang,sedangkan bagi anak-anak daun
telinga ditarik ke bawah dan kebelakang.Kemudian obat
diteteskan dan biarkan selama 5 menit.
 Bersihkan ujung penetes dengan tissue bersih.

7. Petunjuk Pemakaian Obat Supositoria


 Cuci tangan,suppositoria dikeluarkan dari kemasan
suppositoria dibasahi dengan air
 Penderita berbaring dengan posisi miring, dan suppositoria
dimasukkan ke dalam rectum.
 Masukan supositoria dengan cara bagian ujung supositoria
didorong dengan ujung jari sampai melewati otot sfingter
rektal; kira-kira ½- 1inchi pada bayi dan 1inchi pada
dewasa.
 Jika suppositoria terlalu lembek untuk dapat dimasukkan,
maka sebelum digunakan sediaan ditempatkan dalam
lemari pendingin selama 30menit kemudian tempatkan
pada air mengalir sebelum kemasan dibuka
 Setelah penggunaan suppositoria, tangan penderita dicuci
bersih.

8. Petunjuk Pemakaian Obat Vagina


 Cuci tangan sebelum menggunakan obat dan gunakan
aplikator sesuai dengan petunjuk penggunaan yang
tertera pada kemasan harus diikuti dengan benar.
 Jika penderita hamil, maka sebelum menggunakan obat
sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan
profesional perawatan kesehatan.
 Penderita berbaring dengan kedua kaki direnggangkan
dan dengan menggunakan aplikator obat dimasukkan ke
dalam vagina sejauh mungkin tanpa dipaksakan dan
biarkan selama beberapa waktu.

d. Pemberian Informasi Efek Samping Obat dan Efek yang Tidak


Diharapkan
Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organization/WHO 1970) efek samping suatu obat adalah segala sesuatu
khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan pada
dosis yang dianjurkan. Efek samping obat secara umum dikelompokkan
menjadi:
1. Efek samping yang dapat diperkirakan, meliputi:
 Efek farmakologi yang berlebihan (disebut juga efek toksik) dapat
disebabkan karena pemberian dosis relatif yang terlalu besar bagi
pasien yang bersangkutan (terutama kelompok pasien dengan
resiko tinggi, seperti bayi, usia lanjut, pasien dengan penurunan
fungsi ginjal atau hati)
 Gejala penghentian obat (withdrawal syndrome) merupakan suatu
kondisi dimana munculnya gejala penyakit semula disebabkan
karena penghentian pemberian obat. Tindakan pemberhentian
penggunaan obat hendaknya dilakukan secara bertahap.
 Efek samping yang tidak berupa efek farmakologi utama, untuk
sebagian besar obat umumnya telah dapat diperkirakan
berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan secara
sistematik sebelum obat mulai digunakan untuk pasien. Efek-efek
ini umumnya dalam derajat ringan namun angka kejadiannya bisa
cukup tinggi. Misalnya, rasa kantuk setelah pemakaian antihistamin
atau iritasi lambung pada penggunaan obat-obat kortikosteroid, dll.
2. Efek samping yang tidak dapat diperkirakan, meliputi:
 Reaksi Alergi, terjadi sebagai akibat dari reaksi imunologi. Reaksi ini
tidak dapat diperkirakan sebelumnya, seringkali sama sekali tidak
tergantung dosis dan bervariasi pengaruhnya antara satu pasien
dengan yang lainnya. Beberapa contoh bentuk efek samping dari
alergi yang seringkali terjadi antara lain:
a. Demam. Umumnya dalam derajad yang tidak terlalu berat,
dan akan hilang dengan sendirinya setelah penghentian
obat beberapa hari.
b. Ruam kulit (skin rashes), dapat berupa eritema (kulit
berwarna merah), urtikaria (bengkak kemerahan),
fotosensitifitasi, dll.
c. Penyakit jaringan ikat, merupakan gejala lupus
eritematosus sistemik, kadang-kadang melibatkan sendi.
d. Gangguan sistem darah, trombositopenia, neutropenia
(atau agranulositosis), anemia hemolitika, dan anemia
aplastika. merupakan efek yang kemungkinan akan
dijumpai, meskipun angka kejadiannya mungkin relatif
jarang.
e. Gangguan pernafasan. Asma merupakan kondisi yang
sering dijumpai, terutama karena aspirin. Pasien yang telah
diketahui sensitif terhadap aspirin kemungkinan besar juga
akan sensitif terhadap analgetika atau antiinflamasi lain.
 Reaksi karena faktor genetik. Pada orang-orang tertentu dengan
variasi atau kelainan genetik, suatu obat mungkin dapat
memberikan efek farmakologik yang berlebihan. Efek obatnya
sendiri dapat diperkirakan, namun subjek yang mempunyai kelainan
genetik seperti ini yang mungkin sulit dikenali tanpa pemeriksaan
spesifik.
 Reaksi idiosinkratik. Istilah idiosinkratik digunakan untuk
menunjukkan suatu kejadian efek samping yang tidak lazim, tidak
diharapkan atau aneh, yang tidak dapat diterangkan atau
diperkirakan mengapa bisa terjadi. Jadi reaksi ini dapat terjadi diluar
dugaan
3. Upaya Pencegahan Efek Samping Obat
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu
dianjurkan untuk melakukan hal-hal berikut:
a. Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh
pasien.
b. Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas.
c. Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi
sekaligus (polifarmasi).
d. Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan
pada anak dan bayi, usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga
menderita gangguan ginjal, hepar, dan jantung.
e. Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan, dan
segera hentikan obat bila dirasa tidak perlu lagi.
f. Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit
baru, atau penyakitnya memberat, selalu ditelaah lebih dahulu,
apakah perubahan tersebut karena perjalanan penyakit,
komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru karena efek
samping obat.
4. Penanganan Efek Samping
Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek
samping. Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan
kondisi penderita. Pada bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan
penanganan dan pengobatan yang spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi
(suatu reaksi alergi) diperlukan pemberian adrenalin dan obat serta tindakan
lain untuk mengatasi syok.
5. Pelaporan Efek Samping Obat
Segala kejadian efek samping obat baik yang diakibatkan karena obat
itu sendiri atau karena adanya kesalahan pemberian obat harus segera
dilaporkan dan ditindaklanjuti paling lambat 2 x 24 jam. Petugas harus
mengidentifikasi kesalahan yang terjadi menggunakan formulir insiden yang
telah tersedia. Pendokumentasian yang baik terhadap kejadian ini juga harus
dilakukan agar kejadian tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.

e. Pelayanan Obat Psikotropika dan Narkotika


Pelayanan obat psikotropika dan narkotika dilakukan sama seperti
resep biasa, dengan tambahan penyimpanan resep harus dipisahkan.
Penyimpanan obat psikotropika dan narkotika di lemari khusus dengan kunci
yang dipegang oleh Penanggung Jawab Farmasi.

3. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan obat adalah sebagai
berikut:
a. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan
informasi penggunaan obat
b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan
c. Mendokumentasikan adanya alergi dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD)
d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat
e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan
obat
f. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan
g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang
digunakan
h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat
i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat
j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu
kepatuhan minum obat (concordance aids)
k. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter
l. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif
yang mungkin digunakan oleh pasien
Kegiatan yang dilakukan dalam penelusuran riwayat penggunaan obat
adalah sebagai berikut:
a. Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya
b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien
Sementara informasi yang harus didapatkan dalam kegiatan
penelusuran riwayat penggunaan obat adalah sebagai berikut:
a. Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat
b. Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa)

4. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan
untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis, atau interaksi obat. Kesalahan
obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien. Tujuan
dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi
dokter
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter
Tahap proses rekonsiliasi obat yaitu:
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan
pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai diberikan,
diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek
samping obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek
samping obat, dicatat tanggal kejadian, obat yang menyebabkan
terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat
keparahan. Data riwayat penggunaan obat sebelum pasien masuk juga
harus dikumpulkan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua obat
yang digunakan oleh pasien baik resep maupun obat bebas termasuk
herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
B. Komparasi
Apoteker membandingkan data obat yang pernah, sedang, dan akan
digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan
ketidakcocokan atau perbedaan diantara data-data tersebut.
Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang hilang, berbeda,
ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan
pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja
(intentional) oleh dokter pada saat penulisan resep maupun tidak
disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan
pada saat menuliskan resep.
C. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi.
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24
jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
 Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau
tidak disengaja
 Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti
 Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya
rekonsilliasi obat
D. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau
perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung
jawab terhadap informasi obat yang diberikan.

5. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter,
Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di
luar Rumah Sakit.
PIO bertujuan untuk:
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat/sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai, terutama bagi Komite Farmasi dan Terapi
c. Menunjang penggunaan obat yang rasional
Kegiatan yang dilakukan dalam rangka PIO meliputi:
a. Menjawab pertanyaan
b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter
c. Menyediakan informasi bagi tim farmasi dan terapi sehubungan dengan
penyusunan formularium rumah sakit
d. Bersama dengan tim penyuluhan kesehatan rumah sakit melakukan
kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya

6. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terapi obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap dapat
dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau
keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan
pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil
terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan
meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety). Secara khusus
konseling obat ditujukan untuk:
a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien
b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat
d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat
dengan penyakitnya
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat
g. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal
terapi
h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
i. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga
dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan
pasien
Kegiatan dalam konseling obat meliputi:
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat
melalui Three Prime Questions
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
pengunaan obat
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien
f. Dokumentasi
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling obat:
a. Kriteria pasien yang dipilih untuk dilakukan konseling obat adalah:
 Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu
hamil dan menyusui)
 Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM,
epilepsi, dan lain-lain)
 Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off)
 Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, phenytoin)
 Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)
 Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah
b. Sarana dan peralatan:
 Ruangan atau tempat konseling
 Alat bantu konseling
 Catatan konseling

7. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk
mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah
terkait obat, memantau terapi obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD), meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi
obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.

8. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan
rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Kegiatan
dalam PTO meliputi:
a. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi,
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat
Tahapan PTO meliputi:
a. Pengumpulan data pasien
b. Identifikasi masalah terkait obat
c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
d. Pemantauan
e. Tindak lanjut
Faktor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan PTO adalah:
a. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti
terkini dan terpercaya (Evidence Best Medicine)
b. Kerahasiaan informasi
c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)

9. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang
terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping obat adalah reaksi obat yang
tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
MESO bertujuan untuk:
a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang
baru saja ditemukan
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya ESO
d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang idak dikehendaki
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO meliputi:
a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ESO)
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami ESO
c. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Komite Farmasi dan
Terapi
e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional

10. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif
dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu:
a. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat
b. membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu
c. memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat
d. menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat

11. Dispensing Sediaan Steril


Dispensing sediaan steril dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik
aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi
petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan
pemberian obat. Dispensing sediaan steril bertujuan:
a. menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan
b. menjamin sterilitas dan stabilitas produk
c. melindungi petugas dari paparan zat berbahaya
d. menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat
Kegiatan dispensing sediaan steril dapat berupa pencampuran obat
suntik yaitu melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien
yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai
dengan dosis yang ditetapkan. Kegiatan pencampuran obat suntik dapat
berupa:
 Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus
 Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan
pelarut yang sesuai
 Mengemas menjadi sediaan siap pakai

D. MANAJEMEN RESIKO
1. Manajemen Risiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai
Manajemen risiko merupakan aktivitas pelayanan kefarmasian yang
dilakukan untuk identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya
kecelakaan pada pasien, tenaga kesehatan dan keluarga pasien, serta risiko
kehilangan dalam suatu organisasi.
Manajemen risiko pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dilakukan melalui beberapa langkah yaitu:
a. Menentukan konteks manajemen risiko pada proses pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
b. Mengidentifikasi Risiko
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai antara lain:
 Ketidaktepatan perencanaan kebutuhan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai selama periode tertentu
 Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai tidak melalui jalur resmi
 Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang belum/tidak teregistrasi
 Keterlambatan pemenuhan kebutuhan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai
 Kesalahan pemesanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai seperti spesifikasi (merek, dosis, bentuk sediaan)
dan kuantitas
 Ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak terhadap
pemenuhan/ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai
 Ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya kerusakan
dan kesalahan dalam pemberian
 Kehilangan fisik yang tidak mampu telusur
 Pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap
 Kesalahan dalam pendistribusian
c. Menganalisa Risiko
d. Mengevaluasi Risiko
e. Mengatasi Risiko
Mengatasi risiko dilakukan dengan cara:
 Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan rumah sakit
 Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko
 Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis)
 Menganalisa risiko yang mungkin masih ada
 Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko,
mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan
mengendalikan risiko

2. Manajemen Resiko Pelayanan Farmasi Klinis


Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan
pelayanan farmasi klinis adalah:
a. Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien
Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien akan berakibat
terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor risiko tersebut
adalah umur, gender, etnik, ras, status kehamilan, status nutrisi, status
sistem imun, fungsi ginjal, fungsi hati.
b. Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien
Faktor risiko yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu tingkat
keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan, tingkat cidera
yang ditimbulkan oleh keparahan penyakit.
c. Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien
Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi
toksisitas, profil reaksi obat tidak dikehendaki, rute dan teknik pemberian,
persepsi pasien terhadap toksisitas, rute dan teknik pemberian, dan
ketepatan terapi.
Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial terjadi
dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik, Apoteker kemudian harus
mampu melakukan:
a. Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan semi
kuantitatif.
b. Melakukan evaluasi risiko
c. Mengatasi risiko melalui:
 Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit
 Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko
 Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis)
 Menganalisa risiko yang mungkin masih ada
 Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko,
mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan
mengendalikan risiko.
d. Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat
dalam setiap tahap manajemen risiko perlu menjadi salah satu prioritas
perhatian. Semakin besar risiko dalam suatu pemberian layanan
dibutuhkan SDM yang semakin kompeten dan kerjasama tim (baik antar
tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lain/multidisiplin) yang solid.
Beberapa unit/area di Rumah Sakit yang memiliki risiko tinggi, antara lain
High Care Unit (HCU), Unit Gawat Darurat (UGD), dan kamar operasi
(OK).

BAB V
LOGISTIK

Logistik terkait erat dengan kegiatan manajerial atau pengelolaan obat


dan bahan medis habis pakai yaitu salah satu kegiatan pelayanan
kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan
serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin
kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan bahan medis habis
pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan
kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi
manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Konsep umum
Manajemen risiko adalah suatu metode yang sistematis untuk
mengidentifikasi, menganalisis, mengendalikan, memantau, mengevaluasi,
dan mengkomunikasikan risiko yang ada pada suatu kegiatan. Untuk
mengetahui gambaran kegiatan pada suatu unit kerja (misalnya pada
pelayanan kefarmasian), terlebih dahulu dilakukan inventarisasi kegiatan di
unit kerja tersebut. Inventarisasi dapat dilakukan dengan cara :
a. Mempelajari diagram kegiatan yang ada
b. Melakukan inspeksi dengan menggunakan daftar tilik (checklist)
c. Melakukan konsultasi dengan petugas
Inventarisasi kegiatan diarahkan kepada perolehan sebagai suatu
upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien. Walaupun
mempunyai definisi yang sangat sederhana, tetapi upaya untuk menjamin
keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangatlah kompleks dan banyak
hambatan. Konsep keselamatan pasien harus dijalankan secara menyeluruh
dan terpadu. Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien:
a. Menggunakan obat dan peralatan yang aman
b. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang aman
c. Melaksanakan manajemen risiko
d. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko yang
berorientasi kepada pasien
e. Meningkatkan keselamatan pasien dengan:
 Mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event)
 Membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event
 Mengurangi efek akibat adverse event

B. Keselamatan Pasien Dalam Pelayanan Kefarmasian


Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang
perlu dipahami dan disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya
adalah:
a. Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)
b. Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near miss)
c. Kejadan Sentinel
d. Adverse Drug Event
e. Adverse Drug Reaction
f. Medication Error
g. Efek samping obat
Ringkasan Definisi yang Berhubungan dengan Cedera Akibat
Istilah Definisi Contoh
Terjadi Cedera
Kejadian yang Kejadian cedera pada pasien selama 1. Iritasi pada kulit
tidak diharapkan proses terapi/penatalaksanaan medis. karena
(Adverse Event) Penatalaksanaan medis mencakup seluruh penggunaan
aspek pelayanan, termasuk diagnosa, perban.
terapi, kegagalan diagnosa/terapi, sistem, 2. Jatuh dari tempat
peralatan untuk pelayanan. Adverse event tidur.
dapat dicegah atau tidak dapat dicegah.
Reaksi obat yang Kejadian cedera pada pasien selama Steven-Johnson
tidak diharapkan proses terapi akibat penggunaan obat. Syndrom: Sulfa, Obat
(Adverse Drug epilepsi, dll.
Reaction)
Kejadian tentang Respons yang tidak diharapkan terhadap  Shok anafilaksis
obat yang tidak terapi obat dan mengganggu atau pada penggunaan
diharapkan menimbulkan cedera pada penggunaan antbiotik golongan
(Adverse Drug obat dosis normal. Reaksi Obat Yang penisilin
Event) Tidak Diharapkan (ROTD) ada yang  Mengantuk pada
berkaitan dengan efek penggunaan CTM
farmakologi/mekanisme kerja (efek
samping) ada yang tidak berkaitan dengan
efek farmakologi (reaksi hipersensitivitas).
Efek obat yang Respons yang tidak diharapkan terhadap  Shok anafilaksis
tidak diharapkan terapi obat dan mengganggu atau pada penggunaan
(Adverse Drug menimbulkan cedera pada penggunaan antbiotik golongan
Effect) obat dosis lazim. Sama dengan ROTD tapi penisilin
dilihat dari sudut pandang obat. ROTD  Mengantuk pada
dilihat dari sudut pandang pasien. penggunaan CTM
Cedera dapat Terjadi atau Tidak Terjadi
Medication Error Kejadian yang dapat dicegah akibat  Peresepan obat
penggunaan obat, yang menyebabkan yang tidak
cedera. rasional.
 Kesalahan
perhitungan dosis
pada peracikan.
 Ketidakpatuhan
pasien sehingga
terjadi dosis
berlebih.
Efek Samping Efek yang dapat diprediksi, tergantung
pada dosis, yang bukan efek tujuan obat.
Efek samping dapat dikehendaki, tidak
dikehendaki, atau tidak ada kaitannya.

Ada beberapa pengelompokan medication error sesuai dengan


dampak dan proses. Konsistensi pengelompokan ini penting sebagai dasar
analisa dan intervensi yang tepat.

Indeks Medication Errors untuk Kategorisasi Errors (Berdasarkan


Dampak)
Error Kategori Hasil
No Error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan
B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum/digunakan pasien
Error, No
tetapi tidak membahayakan pasien
Harm D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus
dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien
E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut diperlukan
dan kesalahan ini memberikan efek yang buruk yang sifatnya
sementara
F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus dirawat lebih
Error, lama di rumah sakit serta memberikan efek buruk yang sifatnya
Harm sementara
G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang bersifat
permanen
H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasien contoh
syok anafilaktik
Error, I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia
death

Jenis-Jenis Medication Errors (Berdasarkan Alur Proses Pengobatan)


Tipe Medication Keterangan
Error
Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien padahal diresepkan
oleh bukan dokter yang berwenang
Improper Dosis, kekuatan, atau jumlah obat yang tidak sesuai dengan yang
dose/quantity dimaskud dalam resep
Wrong dose Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang tidak sesuai
preparation
method
Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara pemberian yang tidak
sesuai dengan yang diperintahkan di dalam resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang keliru yang tidak
sesuai dengan yang tertera di resep
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan, mengabaikan
penolakan pasien atau keputusan klinik yang mengisyaratkan
untuk tidak diberikan obat yang bersangkutan
Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan secara lisan
atau diresepkan oleh dokter yang tidak berkompeten
Wrong Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk misalnya
administration menyiapkan obat dengan teknik yang tidak dibenarkan (misalkan
technique obat im diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian atau diluar
jadwal yang ditetapkan

C. Peran Apoteker dalam Keselamatan Pasien


Peran Apoteker Keselamatan Pengobatan (Medication Safety
Pharmacist) meliputi:
1. Mengelola laporan medication error
 Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk
 Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi
2. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin
medication safety
 Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication
error
 Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
 Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan
insiden yang sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis
3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek
pengobatan yang aman
 Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan
medication safety dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada
4. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication
safety
 Komite Keselamatan Pasien RS Dan komite terkait lainnya
5. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan
obat
6. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien
yang ada

D. Pencatatan dan Pelaporan


Tujuan dilakukan pelaporan Insiden Keselamatan Pasien adalah untuk
menurunkan Insiden Keselamatan Pasien yang terkait dengan KTD, KNC
dan Kejadian Sentinel serta meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan
pasien. Setiap kejadian dilaporkan kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah
Sakit menggunakan formulir yang sudah disediakan di rumah sakit untuk
diinvestigasi. Prosedur Pelaporan Insiden adalah sebagai berikut:
1. Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial
terjadi ataupun yang nyaris terjadi.
2. Laporan insiden dapat dibuat oleh siapa saja atau staf farmasi yang
pertama kali menemukan kejadian atau terlibat dalam kejadian.
3. Pelaporan dilakukan dengan mengisi “Formulir Laporan Insiden” yang
bersifat rahasia
Alur Pelaporan Insiden Ke Tim Keselamatan Pasien (KP) Di Rumah
Sakit (Internal) adalah:
1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/Kejadian Sentinel) terkait dengan
pelayanan kefarmasian, wajib segera ditindaklanjuti (dicegah/ditangani)
untuk mengurangi dampak/ akibat yang tidak diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi
Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada Apoteker
penanggung jawab dan jangan menunda laporan (paling lambat 2 x 24
jam).
3. Laporan segera diserahkan kepada Apoteker penanggung jawab
4. Apoteker penanggung jawab memeriksa laporan dan melakukan grading
risiko terhadap insiden yang dilaporkan.
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisis yang akan
dilakukan:
 Grade biru : Investigasi sederhana oleh Apoteker penanggung
jawab, waktu maksimal 1 minggu
 Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Apoteker penanggung
jawab, waktu maksimal 2 minggu
 Grade kuning : Investigasi komprehensif/Root Cause Analysis
(RCA) oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
 Grade merah : Investigasi komprehensif/Root Cause Analysis
(RCA) oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil
investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS.
7. Tim KP di RS akan menganalis kembali hasil investigasi dan Laporan
insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan
Root Cause Analysis (RCA) dengan melakukan Regrading.
8. Untuk Grade kuning/merah, Tim KP di RS akan melakukan Root Cause
Analysis (RCA).
9. Setelah melakukan Root Cause Analysis (RCA), Tim KP di RS akan
membuat laporan dan Rekomendasi untuk perbaikan serta
“pembelajaran” berupa : Petunjuk / Safety alert untuk mencegah kejadian
yang sama terulang kembali.
10. Hasil Root Cause Analysis (RCA), rekomendasi dan rencana kerja
dilaporkan kepada Direksi.
11. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan umpan balik
kepada instalasi farmasi.
12. Apoteker penanggung jawab akan membuat analisis dan tren kejadian di
satuan kerjanya.
13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.

E. Monitoring dan Evaluasi


Sebagai tindak lanjut terhadap Program Keselamatan Pasien,
Apoteker perlu melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi di unit kerjanya
secara berkala. Monitoring merupakan kegiatan pemantauan terhadap
pelaksanaan pelayanan kefarmasian terkait Program Keselamatan Pasien.
Evaluasi merupakan proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian terkait
Program Keselamatan Pasien.
Tujuan dilakukan monitoring dan evaluasi agar pelayanan kefarmasian
yang dilakukan sesuai dengan kaidah keselamatan pasien dan mencegah
terjadinya kejadian yang tidak diinginkan dan berulang dimasa yang akan
datang. Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap :
1. Sumber daya manusia (SDM)
2. Pengelolaan perbekalan farmasi (seleksi, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan dan distribusi/penggunaan)
3. Pelayanan farmasi klinik (pengkajian resep, penyerahan obat, pemberian
informasi obat, konseling obat, rekonstitusi obat kanker, iv.admixture, total
parenteral nutrition, therapeutic drug monitoring)
4. Laporan yang didokumentasikan.
Dari hasil monitoring dan evaluasi dilakukan intervensi berupa
rekomendasi dan tindak lanjut terhadap hal-hal yang perlu diperbaiki seperti
perbaikan kebijakan, prosedur, peningkatan kinerja SDM, sarana dan
prasarana ataupun organisasi. Hasil dari rekomendasi dan tindak lanjut ini
harus diumpan balikkan ke semua pihak yang terkait dengan program
keselamatan pasien rumah sakit.
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu bagian dari


perlindungan bagi tenaga kerja dan bertujuan untuk mencegah serta
mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan di dalamnya
termasuk:
a. Menjamin para pekerja dan orang lain yang ada disekitar tempat kerja
selalu dalam keadaan sehat dan selamat
b. Menjaga agar sumber-sumber produksi digunakan secara aman dan
efisien
c. Menjamin kelancaran proses produksi yang merupakan faktor penting
dalam meningkatkan produktivitas.
Kesehatan kerja bertujuan pada pemeliharaan dan pencegahan serta
risiko gangguan kesehatan fisik, mental dan sosial pada semua pekerja yang
disebabkan oleh kondisi dan lingkungan kerja sehingga diharapkan
produktivitas pekerja dapat dipertahankan dan apabila si pekerja telah
memasuki usia pensiun maka yang bersangkutan dapat menikmati hari
tuanya tanpa mengalami gangguan penyakit akibat hubungan kerja

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan


penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan
sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu
serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil. Melalui pengendalian
mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian yang berkesinambungan.
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang
dapat dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang
sudah berlalu. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi.
Tujuan kegiatan ini untuk menjamin Pelayanan Kefarmasian yang sudah
dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang
akan datang. Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian harus terintegrasi
dengan program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian di RSUD
Kemayoran meliputi:
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan
evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.
b. Pelaksanaan, yaitu melakukan monitoring dan evaluasi capaian
pelaksanaan rencana kerja (membandingkan antara capaian dengan
rencana kerja) dan memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu dengan melakukan
perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang ditetapkan dan
meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Tahapan yang dilakukan dalam program pengendalian mutu adalah
sebagai berikut:
a. Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang diinginkan dalam
bentuk kriteria
b. Penilaian kualitas Pelayanan Kefarmasian yang sedang berjalan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
c. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila diperlukan
d. Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian
e. Melakukan Up date kriteria.
Langkah–langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu,
meliputi:
a. Memilih subyek dari program
b. Tentukan jenis Pelayanan Kefarmasian yang akan dipilih berdasarkan
prioritas
c. Mendefinisikan kriteria suatu Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan
kualitas pelayanan yang diinginkan
d. Mensosialisasikan kriteria Pelayanan Kefarmasian yang dikehendaki
e. Dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada semua
personil serta menjalin konsensus dan komitmen bersama untuk
mencapainya
f. Melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang berjalan
menggunakan kriteria
g. Apabila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari kekurangan
tersebut
h. Merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan
i. Mengimplementasikan formula yang telah direncanakan
j. Reevaluasi dari mutu pelayanan
Dalam pelaksanaan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian
dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus dapat
dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi sendiri atau dilakukan oleh tim audit
internal. Monitoring dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan
penilaian secara terencana, sistematis dan terorganisir sebagai umpan balik
perbaikan sistem dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan. Monitoring
dan evaluasi harus dilaksanakan terhadap seluruh proses tata kelola Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai ketentuan
yang berlaku.
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi menjadi 3 (tiga) jenis
program evaluasi, yaitu:
a. Prospektif adalah program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan,
contoh: standar prosedur operasional, dan pedoman
b. Konkuren adalah program dijalankan bersamaan dengan pelayanan
dilaksanakan, contoh: memantau kegiatan konseling Apoteker, peracikan
Resep oleh Asisten Apoteker
c. Retrospektif adalah program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan, contoh: survei konsumen, laporan mutasi
barang, audit internal.
Metoda evaluasi yang digunakan dapat berupa audit (pengawasan),
review (penilaian), survei, observasi.
BAB IX

PENUTUP

Perkembangan dan adanya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan


kesehatan yang komprehensif dapat menjadi peluang sekaligus merupakan
tantangan bagi Instalasi Farmasi untuk merealisasikan perluasan paradigma
Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien.
Pedoman ini sebagai acuan bagi tenaga kefarmasian dalam menjalankan
pelayanan kefarmasian di RSUD Kemayoran. Keberhasilan kegiatan
pelayanan kefarmasian tergantung pada komitmen yang kuat dari semua
pihak terkait terutama tenaga kefarmasian yang bekerja dengan profesional.

Anda mungkin juga menyukai