PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah
kerja. Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan.
Apabila di suatu kecamatan terdapat lebih dari satu puskemas, maka tanggung
jawab ke wilayah kerja di bagi antar puskesmas dengan memperhatikan
kebutuhan wilayah yaitu desa/kelurahan atau dusun/rukun warga (RW).
B. Tujuan Pedoman.
1. Tujuan Umum :
Terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu di puskesmas balas
klumprik.
2. Tujuan Khusus :
- Sebagai acuan bagi apoteker dan asisten apoteker untuk
melaksanakan pelayanan kefarmasian di puskesmas balas klumprik.
- Sebagai pedoman bagi puskesmas dalam pembinaan pelayanan
kefarmasian di setiap wilayah kerja puskesmas balas klumprik.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi sumber daya manusia.
Dalam melakukan pelayanan kefarmasian yang baik, Apoteker harus
memenuhi kriteria-kriteria di bawah ini :
1. Harus memenuhi persyaratan administrasi:
a. Memiliki ljazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi.
Khusus untuk lulusan luar negeri harus melalui mekanisme adaptasi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
c. Memiliki Sertifikat Kompetensi yang masih berlaku (ujian Kompetensi
Apoteker tiap 5 tahun sekali).
d. Memiliki Surat lzin Praktik Apoteker.
2. Memiliki kesehatan fisik dan mental.
3. Berpenampilan Profesional, sehat, bersih, rapi.
4. Menggunakan atribut praktik (antara lain: baju praktik, tanda pengenal dan
lain-lain).
5. Wajib mengikuti Continuing Professional Development (CPD) dan mampu
memberikan pelatihan berkesinambungan tentang Cara Pelayanan
Kefarmasian Yang Baik (CPFB) untuk seluruh personil.
Kompetensi Apoteker :
1. Sebagai Pimpinan :
a. Mempunyai kemampuan untuk memimpin.
b. Mempunyai kemampuan dan kemauan mengelola dan
mengembangkan pelayanan farmasi.
c. Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri.
d. Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain.
e. Mempunyai kemampuan untuk melihat masalah, menganalisa dan
memecahkan masalah.
2. Sebagai Tenaga Fungsional :
a. Mampu memberikan pelayanan kefarmasian.
b. Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian.
c. Mampu mengelola manajemen praktis farmasi.
d. Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian.
e. Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang farmasi
klinik.
Setiap posisi yang tercantum dalam bagan organisasi harus dijabarkan
secara jelas fungsi ruang lingkup, wewenang, tanggung jawab, hubungan
koordinasi, fungsional, dan uraian tugas serta persyaratan/kualifikasi sumber daya
manusia untuk dapat menduduki posisi.
Standar
Yang Tersedia di Kamar Obat Puskesmas Balas (Kemenkes
No. Jabatan Klumprik Surabaya No. 1197 Ket.
thn 2004)
Jumlah Pendidikan Status Kepegawaian Pendidikan
tenaga
Kontrak CPNS PNS
(orang)
Beban Kerja.
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh
pada kegiatan yang dilakukan, yaitu :
1. Jumlah resep.
2. Volume perbekalan farmasi.
Pendidikan.
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik, dalam penentuan kebutuhan
tenaga harus dipertimbangkan :
1. Kualifikasi pendidikan disesuaikan dengan jenis pelayanan/tugas fungsi.
2. Pemberian tanggung jawab disesuaikan dengan pendidikan/pengetahuan.
3. Peningkatan keterampilan disesuaikan dengan tugas.
B. Distribusi ketenagaan.
Jabatan / Unit kerja Kualifikasi Jumlah Jenis
Ketenagaan
C. Jadwal Kerja.
Untuk menunjang kinerja puskesmas maka sistem pelayanan kefarmasian
dilakukan pembagian berdasarkan unit kerja yaitu :
1. Pelayanan administratif sesuai jam kerja pada umumnya yaitu senin-kamis
mulai pukul 07.30 sampai pada pukul 14.30, pada hari jum’at mulai pukul
07.30 sampai pada pukul 11.30 dan pada hari sabtu mulai pukul 07.30
sampai pada pukul 13.00.
BAB IV
STANDAR FASILITAS
10
7
9
6
8
3 4 5
1
Gambar Denah Ruangan Kamar Obat Puskesmas Balas Klumprik Surabaya.
Keterangan:
1. Pintu masuk.
2. Meja penerimaan resep dan penyerahan obat.
3. Lemari penyimpanan obat.
4. Lemari penyimpanan obat.
5. Freezer tempat penyimpanan vaksin.
6. Lemari es.
7. Lemari penyimpanan obat Rujuk Balik dan TB/TB MDR.
8. Meja peracikan obat.
9. Lemari narkotika dan psikotropika.
10. Tempat cuci tangan (wastafel).
4 5
9
5
7
2
10 8
1
Pembagian Ruangan
1. Ruang Penyimpanan.
Ruang penyimpanan harus memperhatikan beberapa hal antara lain
sanitasi, temperatur, sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk
menjamin mutu produk dan keamanan petugas yang terdiri dari :
a. Obat jadi.
b. Alat kesehatan dan lain-lain.
c. Obat termolabil.
d. Obat mudah terbakar.
e. Obat/bahan obat berbahaya.
f. Obat karantina.
2. Ruang Distribusi/Pelayanan.
Ruang distribusi yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi di puskesmas:
a. Ruang distribusi untuk pelayanan kamar obat.
b. Ada ruang khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan persiapan
obat.
3. Tempat Konsultasi dan Informasi Obat.
Sebaiknya ada tempat khusus untuk apoteker memberikan konsultasi pada
pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien.
4. Tempat Arsip Dokumen.
Harus ada tempat khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan
menyimpan dokumen dalam rangka menjamin agar penyimpanan sesuai
hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang baik.
Persyaratan Khusus
1. Lokasi tempat pelayanan kefarmasian (kamar obat untuk pasien dan gudang
obat) harus menyatu dengan sistem pelayanan puskesmas.
2. Antara fasilitas untuk penyelenggaraan pelayanan langsung kepada pasien,
distribusi obat dan alat kesehatan dan manajemen dipisahkan.
3. Harus disediakan tempat penyimpanan untuk obat-obatan khusus seperti
tempat untuk obat yang termolabil, narkotika dan obat psikotropika serta
obat/bahan berbahaya.
4. Tempat penyimpanan tabung gas medis (Oksigen dan Nitrogen) puskesmas
diletakkan pada tempat tersendiri.
5. Tersedia tempat khusus yang memadai dan aman untuk menyimpan
dokumen dan arsip resep.
BAB V
TATA LAKSANA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SERTA PELAYANAN FARMASI
A. Tata Laksana Pendidikan dan Pelatihan Pelayanan Farmasi
Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses atau upaya peningkatan
pengetahuan dan pemahaman di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan
dengan kefarmasian secara kesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan di bidang kefarmasian.
Pendidikan dan Pelatihan merupakan kegiatan pengembangan sumber
daya manusia di Pelayanan Kefarmasian puskesmas untuk meningkatkan potensi
dan produktifitasnya secara optimal.
Setiap staf di puskesmas harus mempunyai kesempatan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
1. Setiap staf diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan.
2. Staf harus secara aktif dibantu untuk mengikuti program yang diadakan oleh
organisasi profesi, perkumpulan dan institusi terkait.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan penyuluhan meliputi :
a. Penggunaan obat dan penerapannya.
b. Praktek Kerja Profesi bagi mahasiswa profesi apoteker.
1.1 Pemilihan.
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di puskesmas, identifikasi pemilihan terapi,
bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan
memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan
memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran
aktif apoteker untuk menetapkan kualitas dan efektifitas.
1.2 Perencanaan.
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis dan jumlah,
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran,
untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode
yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan
yang telah ditentukan antara lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.
Pedoman Perencanaan
a. DOEN, Formularium Nasional, Formularium Puskesmas, Standar
Terapi Puskesmas, Ketentuan setempat yang berlaku.
b. Data catatan medik.
c. Anggaran yang tersedia.
d. Penetapan prioritas.
e. Siklus penyakit.
f. Sisa persediaan.
g. Data pemakaian periode yang lalu.
h. Rencana pengembangan.
1.3 Pengadaan.
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui :
a. Pembelian :
Secara tender (Seksi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Surabaya)
dan pembelian langsung kepada distributor yang telah ditunjuk
oleh Seksi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Surabaya (dengan
menggunakan dana JKN)
b. Sumbangan/droping/hibah.
1.4 Penerimaan.
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung, tender atau sumbangan.
Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi:
a) Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa.
b) Barang harus bersumber dari distributor utama.
c) Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS).
d) Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai
certificate of origin.
e) Expired Date minimal 2 tahun.
1.5 Penyimpanan.
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan:
a) Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya.
b) Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya.
c) Mudah tidaknya meledak/terbakar.
d) Tahan/tidaknya terhadap cahaya.
e) Ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
f) Penyimpanan secara alfabetis, FIFO (First In First Out) dan FEFO
(First Expired Date First Out).
1.6 Pendistribusian.
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
puskesmas untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien
rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh
pasien dengan mempertimbangkan :
a) Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.
b) Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau
kombinasi.
2.2 Dispensing.
Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat
dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem
dokumentasi.
Tujuan :
a) Mendapatkan dosis yang tepat dan aman.
b) Menyediakan obat secara efektif, efisien dan bermutu.
2.5 Konseling.
Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Tujuan :
Memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan
tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal
pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping
obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-
obat lain.
Kegiatan :
1) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2) Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode open-ended question.
3) Apa yang dikatakan dokter mengenai obat.
4) Bagaimana cara pemakaian.
5) Efek yang diharapkan dari obat tersebut.
6) Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.
7) Verifikasi akhir : mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan
obat, untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan :
1) Kriteria pasien :
Pasien dengan penyakit kronis.
Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan
polifarmasi.
Pasien geriatrik.
Pasien pediatrik.
2) Sarana dan Prasarana :
Tempat khusus.
Kartu pasien/catatan konseling (Patient Medication Record/PMR).
A. Peralatan Kantor.
1. Furniture (meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet dan lain-lain).
2. Komputer.
3. Alat tulis kantor.
4. Telepon.
*Disesuaikan dengan kondisi Puskesmas*.
C. Peralatan Penyimpanan.
1. Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum.
- Lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya
yang berlebihan.
- Lantai dilengkapi dengan palet.
2. Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus :
- Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil.
- Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi secara berkala.
- Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat psikotropika.
- Peralatan untuk penyimpanan obat, penanganan dan pembuangan limbah
obat berbahaya harus dibuat secara khusus untuk menjamin keamanan
petugas, pasien dan pengunjung.
D. Peralatan Pendistribusian/Pelayanan.
1. Pelayanan kamar obat.
2. Kebutuhan unit lain.
A. Konsep umum.
Manajemen risiko adalah suatu metode yang sistematis untuk
mengidentifikasi, menganalisis, mengendalikan, memantau, mengevaluasi dan
mengkomunikasikan risiko yang ada pada suatu kegiatan. Untuk mengetahui
gambaran kegiatan pada suatu unit kerja (misalnya pada pelayanan kefarmasian),
terlebih dahulu dilakukan inventarisasi kegiatan di unit kerja tersebut.
Inventarisasi dapat dilakukan dengan cara :
1. Mempelajari diagram kegiatan yang ada.
2. Melakukan inspeksi dengan menggunakan daftar tilik (check list).
3. Melakukan konsultasi dengan petugas.
Inventarisasi kegiatan diarahkan kepada perolehan informasi untuk
menentukan potensi bahaya (hazard) yang ada. Bahaya (hazard) adalah sesuatu
atau kondisi pada suatu tempat kerja yang dapat berpotensi menyebabkan
kematian, cedera atau kerugian lain. Pengendalian risiko melalui sistem
manajemen dapat dilakukan oleh pihak manajemen pembuat komitmen dan
kebijakan, organisasi, program pengendalian, prosedur pengendalian, tanggung
jawab, pelaksanaan dan evaluasi. Kegiatan-kegiatan tersebut secara terpadu dapat
mendukung terlaksananya pengendalian secara teknis.
Manajemen risiko dalam pelayanan kefarmasian terutama medication error
meliputi kegiatan :
1. Koreksi bila ada kesalahan sesegera mungkin.
2. Pelaporan medication error.
3. Dokumentasi medication error.
4. Pelaporan medication error yang berdampak cedera.
5. Supervisi setelah terjadinya laporan medication error.
6. Sistem pencegahan.
7. Pemantauan kesalahan secara periodik.
8. Tindakan preventif.
9. Pelaporan ke tim keselamatan pasien tingkat nasional.
Keselamatan pasien (Patient Safety) secara sederhana di definisikan sebagai
suatu upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien. Walaupun
mempunyai definisi yang sangat sederhana, tetapi upaya untuk menjamin
keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangatlah kompleks dan banyak
hambatan. Konsep keselamatan pasien harus dijalankan secara menyeluruh dan
terpadu.
Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien :
a. Menggunakan obat dan peralatan yang aman.
b. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang aman.
c. Melaksanakan manajemen risiko, contoh : pengendalian infeksi.
d. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko yang
berorientasi kepada pasien.
e. Meningkatkan keselamatan pasien dengan :
Mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event).
Membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event.
Mengurangi efek akibat adverse event.
3. Dokumentasi.
Semua laporan yang telah dibuat harus didokumentasikan untuk bahan
monitoring, evaluasi dan tindak lanjut.
A. Pengertian.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu bagian dari
perlindungan bagi tenaga kerja dan bertujuan untuk mencegah serta mengurangi
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan di dalamnya termasuk :
1. Menjamin para pekerja dan orang lain yang ada disekitar tempat kerja selalu
dalam keadaan sehat dan selamat.
2. Menjaga agar perbekalan kefarmasian yang digunakan aman dan efisien.
Kesehatan kerja bertujuan pada pemeliharaan dan pencegahan serta risiko
gangguan kesehatan fisik, mental dan sosial pada semua pekerja yang disebabkan
oleh kondisi dan lingkungan kerja sehingga diharapkan produktivitas pekerja dapat
dipertahankan dan apabila si pekerja telah memasuki usia pensiun maka yang
bersangkutan dapat menikmati hari tuanya tanpa mengalami gangguan penyakit
akibat hubungan kerja.
B. Tujuan.
1. Tujuan Umum
Terlaksananya kesehatan dan keselamatan kerja di puskesmas agar tercapai
pelayanan kefarmasian dan produktivitas kerja yang optimal.
2. Tujuan Khusus
1. Memberikan perlindungan kepada pekerja farmasi, pasien dan pengunjung.
2. Mencegah kecelakaan kerja, kebakaran dan pencemaran lingkungan.
3. Mengamankan peralatan kerja.
4. Menciptakan cara bekerja yang baik dan benar.
C. Fungsi.
1. Perencanaan K3 dalam Pelayanan Kefarmasian Puskesmas.
Tahapan Perencanaan :
1. Analisa situasi kesehatan dan keselamatan kerja dalam pelayanan
kefarmasian puskesmas.
Analisa situasi merupakan langkah pertama yang harus dilakukan, dengan
melihat sumber daya yang kita miliki, sumber dana yang tersedia dan
bahaya potensial apa yang mengancam.
2. Identifikasi masalah kesehatan dan keselamatan kerja dalam pelayanan
kefarmasian puskesmas.
Identifikasi masalah kesehatan dan keselamatan kerja dapat dilakukan
dengan mengadakan inspeksi tempat kerja dan mengadakan pengukuran
lingkungan kerja. Dari kegiatan ini kita dapat menentukan masalah-
masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
3. Alternatif rencana upaya penanggulangannya.
Dari masalah-masalah yang ditemukan dicari alternatif upaya
penanggulangannya berdasarkan dana dan daya yang tersedia.
Out put yang diharapkan dari kegiatan perencanaan adalah :
a. Adanya denah lokasi bahaya potensial.
b. Rumusan alternatif rencana upaya penanggulangannya.
2. Bahan-Bahan Berbahaya.
1. Upaya pencegahan kecelakaan oleh bahan berbahaya adalah dengan
cara:
a. Memasang LABEL.
b. Memasang TANDA BAHAYA memakai LAMBANG/Peringatan.
c. Melaksanakan KEBERSIHAN.
d. Melaksanakan PROSEDUR TETAP.
e. Ventilasi Umum dan setempat harus baik.
f. Kontak dengan Bahan Korosif harus ditiadakan/dicegah/ditekan
sekecil mungkin.
g. Menggunakan alat proteksi diri jas lab, pakaian kerja, pelindung kaki,
tangan dan lengan (sarung tangan) serta masker.
h. Seluruh tenaga kerja harus memperoleh penjelasan yang cukup.
i. Untuk pertolongan pertama, air untuk mandi, cuci dan air untuk
membersihkan mata perlu disediakan.
j. Penggunaan larutan penetral sebaiknya tidak dilakukan.
BAB IX
PENGENDALIAN MUTU
BAB V
PENUTUP
Disamping itu pula diharapkan pedoman ini bermanfaat bagi apoteker dan
asisten apoteker yang bertugas di puskesmas balas klumprik dalam memberikan
pelayanan kefarmasian yang bermutu agar tercapai penggunaan obat yang rasional.