Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN

TINDAK LANJUT KAJIAN


PELAYANAN KEFARMASIAN
INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT HARAPAN SEHAT
JATIBARANG
TAHUN 2020

RUMAH SAKIT HARAPAN SEHAT


JATIBARANG
Jl. Raya Jatibarang-Brebes Desa Janegara
Jatibarang Brebes 52261
Jawa Tengah Telp.(0283) 4511250
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kefarmasian yang menyeluruh meliputi aktivitas
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif kepada masyarakat, dimana
untuk memperoleh manfaat terapi obat yang maksimal dan mencegah
efek yang tidak diinginkan, maka diperlukan penjaminan mutu proses
penggunaan obat. Pelayanan kefarmasian sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan mempunyai peran penting dalam mewujudkan
pelayanan kesehatan yang bermutu dimana instalasi farmasi sebagai
bagian dari rumah sakit mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam
mewujudkan pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Pedoman bagi
instalasi farmasi dan instalasi lain yang terkait diperlukan dalam rangka
mencapai tujuan pelayanan kefarmasian, maka pedoman tersebut
dituliskan dalam bentuk Pedoman Pelayanan Farmasi sebagai perangkat
untuk memastikan instalasi farmasi dalam memberikan setiap pelayanan
kepada pasien agar memenuhi standar mutu dan merupakan cara untuk
menerapkan Pharmaceutical Care.
Evaluasi kajian pelayanan kefarmasian Instalasi Farmasi diperlukan
untuk mengukur mutu dan kinerja pelayanan di Instalasi Farmasi
berdasarkan pedoman pelayanan dan pedoman pengorganisasian, sehingga
dapat diketahui apakah pelayanan farmasi di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Harapan Sehat Jatibarang sudah sesuai dengan standar yang ada.

B. RUANG LINGKUP
Pelayanan kefarmasian menyediakan dan memberikan sediaan
farmasi dan alat kesehatan serta informasi terkait agar masyarakat
mendapatkan manfaatnya yang terbaik. Pelayanan kefarmasian yang
menyeluruh meliputi aktivitas promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif kepada masyarakat. Untuk memperoleh manfaat terapi obat
yang maksimal dan mencegah efek yang tidak diinginkan, maka
diperlukan penjaminan mutu proses penggunaan obat.
1. Tujuan Pelayanan Kefarmasian
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam
keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai
dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional
berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi

c. Melaksanakan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai


obat

d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang


berlaku

e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa,


telaah dan evaluasi pelayanan
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa,
telaah dan evaluasi pelayanan
g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda
2. Fungsi pelayanan farmasi
2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah


sakit

b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal

c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada


perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit
2.2 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat
Kesehatan
a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan
obat dan alat kesehatan
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat
dan alat kesehatan
d. Memantau efektivitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan,
pasien/keluarga
f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga
g. Melakukan pencatatan dari setiap kegiatan
h. Melaporkan setiap kegiatan

C. BATASAN OPERASIONAL
Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) meriputi empat aktivitas
utama, yaitu:
1. Aktivitas yang berhubungan dengan promosi kesehatan, pencegahan
penyakit dan pencapaian tujuan kesehatan, dengan kegiatan :
a. Penyuluhan kesehatan masyarakat
b. Berperan aktif dalam promosi kesehatan sesuai program
pemerintah.
c. Menjamin mutu alat diagnostik dan alat kesehatan lainnya serta
memberi saran penggunaannya.
2. Aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan dan penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam pelayanan resep, dengan
kegiatan :
a. Penerimaan dan pemeriksaan kelengkapan resep.
b. Pengkajian resep, meliputi identifikasi, mencegah dan mengatasi
masalah terkait obat / Drug Related Problem (DRP)
c. Penyiapan obat dan perbekalan farmasi lainnya, meliputi:
pemilihan; pengadaan (perencanaan, pengadaan, penerimaan,
dan penyimpanan); pendistribusian, penghapusan dan
pemusnahan, pencatatan dan pelaporan, jaminan mutu, serta
monitoring dan evaluasi.
d. Layanan lnformasi obat, meliputi: penyediaan area konseling
khusus, kelengkapan literatur : penjaminan mutu SDM;
pembuatan prosedur tetap dan pendokumentasiannya.
e. Monitoring Terapi Obat meliputi: pembuatan protap monitoring;
evaluasi perkembangan terapi pasien.
f. Dokumentasi aktifitas profesional, meliputi : catatan pengobatan
pasien (Patient Medication Record/PMR), protap evaluasi diri
(self assesment) untuk jaminan mutu CPFB/GPP
3. Aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan dan penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam swamedikasi (self
medication), dengan kegiatan:
a. Pengkajian masalah kesehatan pasien berdasarkan keluhan
pasien, meliputi siapa yang memiliki masalah; gejalanya apa;
sudah berapa lama; tindakan apa yang sudah dilakukan; obat
apa yang sudah dan sedang digunakan.
b. Pemilihan obat yang tepat Penentuan waktu merujuk pada
lembaga kesehatan lain.
4. Aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan penggunaan obat
yang rasional, dengan kegiatan :
a. Pengkajian Resep, meliputi : identifikasi, mencegah dan mengatasi
DRPs

b. Komunikasi dan advokasi kepada dokter tentang resep pasien.

c. Penyebaran informasi obat.


d. Menjamin kerahasiaan data pasien.

e. Pencatatan kesalahan obat, produk cacat atau produk palsu.

f. Pencatatan dan pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

g. Evaluasi data penggunaan obat (Drug Use Study) Evaluasi


Formularium bersama tenaga kesehatan lain

D. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011
tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
6. Keputusan Menteri Kesehatan No. 573/MenKes/SK/VI/2008 tentang
Standar Profesi Asisten Apoteker.
7. Keputusan Menteri Kesehatan No. 679/MenKes/SK/V/03 tentang
Registrasi dan Ijin Kerja Asisten Apoteker.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 889/MenKes/Per/V Tahun 2011
tentang Registrasi, Ijin Praktik, dan Ijin Kerja Tenaga
Kefarmasian.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1796/MenKes/Per/VIII/2011
tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84/Menkes/Per/II/1990
tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik
12. Keputusan Menteri Kesehatan No. 068/MenKes/SK II/2006
mengenai Peraturan Pencantuman Nama Generik pada Label dan
Bungkus Obat.
13. Peraturan Menteri Kesehatan No. 924/MenKes/Per/X/1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2.
14. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/MenKes/SK/X/1999
tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.3.
15. Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun.
16. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
17. Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/MenKes/Per/I tahun 1978
tentang Penyimpanan Narkotika.
18. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
19. Peraturan Pemerintah No. 44 thn 2010 tentang Prekursor.
20. Keputusan Menteri Kesehatan No. HK. 03.01/MenKes/146/I/2010
tentang Harga Obat Generik.
21. Keputusan Menteri Kesehatan No. HK. 03.01/MenKes/159/I/2010
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan Obat
Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
22. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit oleh
Dirjen Binfar dan Alkes DepKes RI.
23. Kode Etik Apoteker Indonesia dan Implementasi-Jabaran Kode
Etik tahun 2009 oleh Ikatan Apoteker Indonesia.

24. Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan


oleh Dirjen Binfar Komunitas dan Klinik-Dirjen Binfar dan Alkes
tahun 2007.
25. Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MenKes/Per/X tahun 1993
tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan tanpa Resep.
26. Keputusan Menteri Kesehatan No. 2396/A/SK/VIII tahun 1986
tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G dan Keputusan
Menteri Kesehatan No. 2380/A/SK/VI tahun 1983 tentang Tanda
Khusus Obat Bebas dan Bebas Terbatas.
27. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1157/MENKES/SK/XII/2008
tentang Daftar Alat Kesehatan yang Berfungsi Sebagai Obat Bagi
Pelayanan Program Kesehatan Bagi Pemerintah
28. Peraturan Menteri Kesehatan 755/MenKes/Per/IV tahun 2011
tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit
29. Peraturan Menteri Kesehatan No. HK. 02. 02/MenKes/068/I/2010
tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
30. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1045/MenKes/Per/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan
Departemen Kesehatan
31. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1747/MenKes/SK/XII/2000
tentang Pedoman Penetapan Standar Pelayanan Minimal dalam
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
BAB II
KAJIAN PELAYANAN KEFARMASIAN

A. PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI


Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Harapan Sehat Jatibarang berkesinambungan yang
dimulai dari pemilihan, perencanaan, penganggaran, pengadaan,
penerimaan, produksi, penyimpanan, distribusi, peracikan, pengendalian,
pengembalian, pemusnahan, pencatatan dan pelaporan, jaminan mutu serta
monitoring dan evaluasi, yang didukung oleh kebilakan, SDM,
pembiayaan dan sistem informasi manajemen yang efisien dan efektif.
1. Pemilihan
Plan :
Meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial dan
standarisasi, sampai pemilihan bentuk sediaan dan kekuatan sediaan.
Seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Komite Farmasi
dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektivitas, serta jaminan
purna transaksi pembelian.
Do :
a. Instalasi Farmasi berkoordinasi dengan Komite Farmasi dan Terapi
(KFT) untuk menetapkan obat yang digunakan di RS berdasarkan
formularium Pertamina dan Pertamedika.
b. Ketua KFT mengadakan rapat untuk pembahasan usulan obat dan
ketentuan- ketentuan berkaitan formularium
Study :
Formularium yang digunakan selama ini mengacu pada Formularium
Nasional dan dilakukan rencana evaluasi dan penerbitan Formularium
Rumah Sakit Harapan Sehat Jatibarang Tahun 2020.
Action :
Tersosialisasinya Formularium Rumah Sakit Harapan Sehat Jatibarang
Tahun 2020 diseluruh unit yang membutuhkan.

2. Perencanaan
Plan:
Melakukan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan, dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi, serta disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia. Pedoman Perencanaan : Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN), Formularium Nasional, Formularium Rumah Sakit Harapan
Sehat Jatibarang.
Do :
Sistem perencanaan pengadaan setiap item perbekalan farmasi
dilakukan secara periodic review system (pengecekan stok dan
pemakaian perbekalan farmasi).

a. Perencanaan obat berdasarkan formularium dan Alkes BHP dengan


mempertimbangkan pola konsumsi, pola morbiditas dan perbekalan
farmasi yang masih tersedia serta dana yang disetujui.
b. Pws Instalasi Farmasi berkoordinasi dengan Ka Penunjang medis
dan atau Wadir Medis dan Keperawatan dalam rangka membuat
usulan anggaran dan perencanaan kebutuhan satu tahun.

Study :

Perencanaan yang terkait dengan Instalasi/unit lain berkoordinasi dengan


unit yang bersangkutan, sebagai berikut :

 Reagensia dan bahan laboratorium lainnya berkoordinasi dengan


Instalasi Laboratorium.
 Bahan radiofarmasi berkoordinasi dengan Instalasi Radiologi.
 Gas medik berkoordinasi dengan bagian IPSRS dalam hal
distribusi.

 Bahan dan alat kesehatan untuk proses sterilisasi berkoordinasi


dengan Central Supply Sterile Departemen (CSSD) dan laundry.

 Bahan dan alat kesehatan untuk operasional berkoordinasi


dengan bagian Pelayanan Medis
Action :
Pembuatan laporan perencanaan masuk dalam laporan stok opnam.

3. pengadaan
Plan :
Penetapan prosedur pengadaan barang/jasa bertujuan untuk
memberikan arahan kepada petugas rumah sakit tentang alur dokumen
transaksi yang terkait. Proses pengajuan kebutuhan baik material
maupun jasa dengan ketetapan harga dalam jangka waktu dan syarat
tertentu sebagai sarana penunjang operasional RS pembeliannya
dilaksanakan petugas fungsi terkait dan mengacu pada Peraturan
Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, termasuk aturan perubahan dan
pelaksanaannya.
Do :
1. Melaksanakan pengadaan baik barang ataupun jasa dengan Price
Agreement RSHS JTB
2. Untuk mendapatkan barang ataupun jasa yang di butuhkan user
sesuai dengan kebutuhan.
3. Auditable dan accountable

4. Memberi wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada petugas


fungsi terkait.
Study :
Pembuatan laporan pengadaan bersamaan dengan laporan perencanaan
setelah dilakukan stok opnam di RSHS JTB
Action :
Pembuatan laporan pengadaan masuk dalam laporan stok opname.

4. PENYIMPANAN PERBEKALAN FARMASI


Plan :
Perbekalan farmasi yang diterima/ datang berasal dari
distributor/rekanan yang resmi. Gudang penyimpanan dibedakan terdiri
dari beberapa kelompok sesuai dengan jenis sediaan dan sifat stabilitas
barang.
Do :
Penyimpanan perbekalan farmasi :

a. Penyimpanan menggunakan sistem fix position/location artinya letak


perbekalan farmasi menetap selama masih dilakukan pengadaan dan
tidak boleh digeser/dipindah pada saat kondisi barang tersebut sedang
kosong.
b. Pengelompokkan perbekalan farmasi berdasarkan jenis sediaan, sifat
barang, dan suhu penyimpanan. Penyusunan letak perbekalan farmasi
berdasarkan farmakologi dan mengatur penyimpanan untuk
memudahkan pengambilan dengan sistem First In First Out (FIFO)
dan/atau First Expired First Out (FEFO)

Study :
1. Jika obat yang terlihat mirip atau memiliki nama yg mirip (LASA –
Look a like, Sound a like) letaknya dipisah dan diberi logo lasa. Obat
High Alert penyimpanan terlokalisir dan diberi logo penanda high
alert
2. Pencatatan dilakukan setiap transaksi (pemasukan dan pengeluaran)
pada kartu stok dan dilakukan juga pada sistem komputer. Setiap
terjadi mutasi dilakukan pencatatan di kartu stock. Peletakkan kartu
stock yang masih berlaku di samping barang.

3. Pelaksanakan stock opname setiap 1 bulan sekali


4. Pemantauan kondisi suhu dan kelembaban penyimpanan dilakukan
secara periodik
5. Penyimpanan perbekalan farmasi yang bersifat khusus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku untuk
masing-masing, diantaranya narkotika dan psikotropika, serta B3.
Action :
a. Kondisi ruang penyimpanan dalam ruang kamar (di bawah suhu
25°C) dengan kelembaban ruang harus kering, dilengkapi dengan
alat pengatur suhu ruang (AC/ air condition) serta alat
thermohigrometer (alat monitor suhu dan kelembaban ruang).
b. Obat yang stabil pada suhu 2- 8°C disimpan dalam
refrigerator/almari es dengan suhu yang dimonitor ketat 2 kali
dalam sehari.
c. Bahan beracun dan berbahaya (B-3) disimpan terpisah, mengikuti
Protap Penyimpanan B-3.
d. Perbekalan farmasi yang rusak, sudah kadaluarsa dan tidak
memenuhi syarat disimpan terpisah.

5. Peresepan
Plan:
Pemesanan dan Peresepan Perbekalan Farmasi adalah penulisan
permintaan perbekalan farmasi oleh dokter umum, dokter gigi, dokter
spesialis, dan dokter gigi spesialis yang disampaikan ke layanan farmasi
(rawat jalan dan rawat inap) untuk disediakan, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Do :
1. Untuk pasien rawat inap, penelaahan resep dilakukan oleh apoteker
berlisensi terhadap :
1) Ketepatan obat, dosis, frekuensi, dan rute pemberian.

2) Kemungkinan duplikasi terapi.


3) Alergi / reaksi sensitivitas baik yang potensial maupun aktual.

4) Interaksi obat-obat atau obat-makanan baik yang potensial maupun


aktual.

5) Berat badan pasien dan informasi fisiologis lain.

6) Kontraindikasi yang lain.

2. Untuk pasien rawat jalan, telaah dilakukan pada seluruh resep oleh
apoteker berlisensi dan dititikberatkan terhadap :
1) Ketepatan obat (tepat pasien, dosis, dan rute pemberian).

2) Kemungkinan duplikasi terapi.

3. Pengkajian tidak perlu dilakukan pada keadaan darurat atau pada


tindakan atau pemeriksaan penunjang diagnostik dimana obat
merupakan bagian dari prosedur.
4. Jika pengkajian resep tidak dapat dilakukan seketika oleh Apoteker,
maka pengkajian resep sederhana meliputi persyaratan administrasi
dan teknis farmasi dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian (TTK).
Sementara pengkajian terhadap persyaratan klinis dilakukan saat
Apoteker hadir, dan maksimal dilakukan 24 jam sejak pengerjaan
resep.
5. Jika hasil pengkajian resep tidak memenuhi persyaratan, maka harus
segera diklarifikasi kepada dokter penulis resep sesuai SPO yang
berlaku.
Study :
Pengkajian instruksi pengobatan merupakan kegiatan dalam pelayanan
kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetis, dan persyaratan klinis, baik untuk pasien rawat
inap maupun rawat jalan berdasarkan prinsip 7 benar (benar pasien,
benar obat, benar dosis, benar rute pemberian, benar waktu pemberian,
benar penyimpanan, dan benar dokumentasi).
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya di konsultasikan kepada
dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif
seperlunya, bila perlu meminta persetujuan setelah pemberitahuan.
Pengkajian persyaratan administratif dilakukan oleh tenaga teknis
kefarmasian, sementara persyaratan farmasetis dan klinis dikaji oleh
apoteker.

Action :
1. Telaah Resep

a. Telaah resep dilakukan ketika resep diterima di farmasi.

b. Telaah resep dilakukan oleh tenaga farmasi yang memiliki


kompetensi/ profesional. Resep ditelaah terhadap aspek
administratif, aspek farmasetis dan aspek klinis.
b. Penelaah resep memiliki kompetensi untuk melakukannya baik
atas dasar pendidikan dan latihan sesuai dengan kewenangan.
c. Penelaahan resep tidak diperlukan pada saat keadaan darurat atau
ketika dokter hadir dalam peresepan, pemberian dan monitoring
pasien atau dalam tindakan radiologi.
d. Permasalahan yang timbul terhadap resep, maka petugas
penelaah menghubungi dokter untuk mengkonfirmasi
kebenarannya, bila mana mungkin juga dapat dikonsultasikan
dengan petugas pengendali jaminan.
2. Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/
etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang
memadai dengan sistem dokumentasi dan evaluasi yang baik.
Tujuan :
 Mendapatkan dosis yang tepat dan aman

 Menurunkan total biaya obat

3. Penyiapan Perbekalan Farmasi


 Penyiapan perbekalan farmasi dikerjakan oleh apoteker atau
tenaga teknis kefarmasian yang memiliki Surat Ijin Praktik/
Surat Ijin Kerja yang dikeluarkan oleh lembaga yang
berwenang, dan di bawah pengawasan penanggung jawab
bagian.
 Peracikan obat terdiri dari rekonstitusi non steril (non sitostatika).

 Obat racikan non steril dikerjakan oleh petugas farmasi dengan


memperhatikan teknik aseptik dan dilakukan di ruangan
terpisah / tertutup dengan sirkulasi udara keluar.

 Penyiapan obat injeksi di Ruang Rawat dilakukan oleh perawat


yang terlatih dan menggunakan teknik aseptis serta
dilaksanakan di ruang yang bersih.
 Obat racikan non steril dikerjakan oleh TTK dengan
menggunakan peralatan yang memadai.
 Saat menyiapkan perbekalan farmasi, petugas membaca etiket
3x: saat pengambilan wadah dari rak, saat mengambil
perbekalan farmasi dari wadah, dan saat mengembalikan wadah
ke rak.
 Saat pengemasan perbekalan farmasi, petugas mengecek
kembali kesesuaian etiket dengan resep (Nama pasien, nama
obat, jumlah obat, dan signa), dan kesesuaian resep dengan
perbekalan farmasi.
 Penggunaan vial/ampul/botol infus lebih dari sekali (multi dose)
harus memenuhi ketentuan beyond use date dari produsen atau
data literatur dengan cara yang dapat menjaga syarat aseptis.
 Obat/ alat kesehatan yang berasal dari Instalasi Farmasi RSHS
JTB dan tidak digunakan lagi oleh pasien selama perawatan di
RSHS JTB dapat dikembalikan ke Layanan Farmasi untuk
mengurangi tagihan rawat pasien, kecuali : obat racikan,
kemasan obat rusak atau segel obat sudah dibuka, obat tidak
utuh atau telah digunakan sebagian (inhaler, insulin, turbohaler,
salep, krim, dan lain-lain), dan obat kedaluwarsa.
 Pencampuran sediaan steril dilakukan di instalasi farmasi rumah
sakit dan di ruangan yang melakukan kegiatan pencampuran
sediaan steril sesuai persyaratan untuk menghindari infeksi
nosokomial dan terjadinya kesalahan pemberian obat.
4. Pelabelan
Pelabelan perbekalan farmasi adalah pemberian identitas
perbekalan farmasi melalui pencetakan atau penulisan label/ etiket
yang jelas terbaca dan melekat pada kemasan perbekalan farmasi
untuk menjamin ketepatan penggunaan perbekalan farmasi yang
beredar di RSHS JTB.
Ketentuan pelabelan:

1. Semua perbekalan farmasi yang disiapkan instalasi farmasi


harus diberi label atau etiket yang berisi identitas pasien, aturan
minum atau aturan penggunaan, dan nama perbekalan farmasi,
kecuali alat kesehatan yang dapat diberikan lebih dari satu
hanya dengan menempelkan satu etiket.
2. Label perbekalan farmasi yang disiapkan di Layanan Farmasi
menggunakan kertas berwarna putih (obat yang diminum/ oral)
atau biru (rute pemberian non oral dan alat kesehatan) serta
berisi informasi sebagai berikut :
a. No. etiket.

b. Tanggal etiket (tanggal penerimaan resep).

c. Nama pasien.

d. Tanggal Lahir pasien.

e. Signa (cara pakai), peringatan, dan waktu penggunaan.

f. Nama perbekalan farmasi.

g. Tanggal kadaluarsa atau Beyond Use Date / BUD (khusus


untuk sediaan racikan).
h. Subtitusi obat (bila ada).

3. Nama obat dan tanggal kedaluwarsa obat yang ada di layanan


harus jelas. Jika dalam keadaan terpaksa terdapat blister obat
tanpa identitas (misal karena tergunting), harus diberikan label
yang berisi nama obat dan atau tanggal kadaluwarsa atau
keduanya.
4. Semua bahan baku produksi, hasil produksi, atau kemas ulang
harus diberi label/etiket yang berisi: tanggal produksi, nama
obat, kekuatan, bentuk sediaan, cara penyimpanan, tanggal
kadaluwarsa/tanggal buka pertama kali/beyond use date.
5. Obat injeksi yang telah disiapkan atau dilarutkan / dicampur
tetapi belum akan diberikan harus diberi label yang berisi:
Identitas pasien (nama lengkap dan tanggal lahir), identitas obat
(nama dan kekuatan), tanggal dan jam penyiapan/pencampuran,
pelarut, dan beyond use date.
6. Etiket dicetak menggunakan perangkat elektronik, kecuali
terdapat gangguan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM)
sedangkan obat dibutuhkan segera, maka etiket dapat ditulis
manual oleh TTK atau Apoteker.
7. Label perbekalan farmasi yang ditarik Layanan Farmasi / Ruang
Rawat harus mencantumkan informasi sebagai berikut :

a. Tanggal penarikan.

b. Layanan Farmasi/ Lantai Rawat asal penarikan perbekalan


farmasi.

c. Tujuan penarikan (penukaran/ pemusnahan/ ditarik dari


peredaran)

d. Informasi perbekalan Farmasi yang ditarik.

8. Obat dengan kategori High Alert Medication diberi label


“HIGH ALERT” (khusus KCl 7,46; MgSO4; Dekstrose 40%;
dan NaCl 3%) berwarna merah pada kemasan luar obat atau
stiker "LASA" berwarna hijau pada kotak obat.
9. Obat injeksi atau infus yang telah disiapkan atau dilarutkan /
dicampur namun belum akan diberikan harus diberi label yang
berisi identitas pasien (nama dan tanggal lahir pasien, nama dan
kekuatan obat, tanggal dan jam penyiapan / pencampuran obat,
nama dan jumlah pelarut, dan waktu kedaluwarsa stabilitas atau
Beyond Use Date (BUD).
10. Label perbekalan farmasi sediaan multidosis harus
mencantumkan tanggal membuka kemasan obat dan BUD.
11. Pelabelan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus jelas
terbaca, melekat pada kemasan bahan dan dinding lokasi
penyimpanan, dan dilengkapi dengan Material Safety Data
Sheet (MSDS).
12. Obat bawaan pasien selama perawatan di Rawat Inap RSHS
JTB diberi barcode / identitas pasien; label "Obat Bawaan
Pasien" untuk obat-obat yang diteruskan penggunaannya; atau
label "STOP" untuk obat yang dihentikan pemakaiannya dan di
serahkan kembali kepada keluarga pasien saat di Rawat Inap
RSHA JTB.

6. Pendistribusian

Plan :
Melakukan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah
sakit untuk pelayanan bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta
untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas
dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien, dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada.
Do :
Sistem pendistribusian yang ada di RSHS JTB:

 Sistem floor stock (alkes dan bahan penunjang pelayanan medis, obat
high alerttertentu).

 Sistem UDD (Unit Dose Dispensing) dengan pemberian untuk 24 jam.

 Sistem resep perorangan (untuk pasien rawat jalan dan pasien pulang
rawat).
Study :
Untuk perbekalan farmasi yang berupa reagensia, gas medis, bahan
radioaktif, dan beberapa alat kesehatan untuk kebutuhan kamar bedah,
dilakukan distribusi langsung ke bagian terkait setelah barang diterima.
Perbekalan farmasi yang telah diserahterimakan ke bagian lain (di luar
Instalasi Farmasi) di bawah tanggung jawab bagian tersebut dengan
dilakukan supervisi secara periodik oleh petugas farmasi.
Action :
1) Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Menunjang Pelayanan Medis
(Floor Stock)
Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Menunjang Pelayanan
Medis merupakan penyaluran perbekalan farmasi dari gudang
farmasi ke layanan rawat jalan, emergensi, ruang perawatan melalui
permintaan berupa Bon Permintaan Barang dari masing-masing user
ke gudang farmasi yang telah ditandatangani oleh penanggung
jawab masing-masing bagian dan disahkan oleh kepala bagian
tersebut.
2) Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap
Melakukan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di RSHS JTB baik pasien
jaminan maupun tunai yang diselenggarakan dengan sistem dosis
sehari.
Layanan Farmasi rawat inap yaitu:
 Farmasi Rawat Inap (buka 24 jam)

 Melayani resep pasien ruang rawat inap : ICU, Bougenvile,


Flamboyan, Edelweis , VIP, dan VVIP.

 Melayani resep pasien IGD


3) Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang
diselenggarakan dengan sistem resep perorangan oleh Farmasi
Rawat Jalan.
4) Pendistribusian Perbekalan Farmasi di Luar Jam Kerja
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan
oleh:
a. Layanan farmasi yang mempunyai waktu operasional 24 jam
yaitu Farmasi Rawat Inap .
b. Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi
(emergency trolley).

5) Penanganan Ketidaktersediaan Perbekalan Farmasi yang Diresepkan

Dokter Perbekalan farmasi yang diresepkan dokter namun tidak


tersedia di layanan farmasi maupun gudang farmasi, dan sifatnya tidak
dapat disubstitusi dengan obat lain di formularium RSPCl atau tidak dapat
ditunda pemberiannya, maka dapat diadakan melalui mekanisme
pengadaan cito dari penyedia barang / jasa resmi, pembelian ke apotek
langganan, rumah sakit lain, atau apotek lain.
6) Pengelolaan Perbekalan Farmasi yang Dibawa / Dibeli Pasien dari
Luar RSHS JTB
Pasien dapat menggunakan perbekalan farmasi yang diperoleh / dibelinya
sendiri dari luar RSHS JTB selama masa terapi di Rawat Jalan / Rawat
Inap dan mengikuti cara penanganan Perbekalan Farmasi yang berlaku di
RSHS JTB. Untuk pasien Rawat Inap bila masih memiliki perbekalan
farmasi sisa selama masa terapinya di Rawat Jalan atau dari RS / Klinik
lain diwajibkan menyerahkan seluruh perbekalan farmasi tersebut melalui
perawat dan disimpan di Layanan Rawat Inap.

7. Penyerahan

Plan :
Melakukan penyerahan perbekalan farmasi dari pihak farmasi kepada
pasien (di Farmasi Rawat Jalan) atau perawat (di Farmasi Rawat Inap).
Do :
1. Penanggung jawab penyerahan perbekalan farmasi pasien adalah
Apoteker.

2. Penyerahan obat disertai pemberian informasi obat yang memadai.


Study :
Apabila Apoteker berhalangan, maka:
a. Penyerahan perbekalan farmasi pasien dilakukan oleh Tenaga
Teknis Kefarmasian kepada pasien/ keluarga yang mengambil
perbekalan farmasi langsung ke Layanan Farmasi.
b. Pemberian perbekalan farmasi pasien dilakukan oleh Perawat
kepada pasien rawat jalan/ inap.
Action :
Penerima perbekalan farmasi membubuhkan paraf pada lembar resep saat
serah terima.

8. Pemantauan
a. Pemantauan Efek Terapi
Plan :
1. Petugas kesehatan (dokter, perawat, apoteker, dll) berkolaborasi
untuk memantau efek obat yang digunakan oleh pasien menyangkut:
a. Efektivitas obat

b. Keluhan pasien berkaitan dengan penggunaan obat


c. Reaksi yang tidak diharapkan (hipersensitivitas, efek samping,
interaksi obat)
d. Toksisitas
Do :
Pasien dan keluarganya diedukasi untuk dapat memantau efek obat
sesuai dengan jenis obat yang digunakan. Obat yang digunakan untuk
pertama kalinya harus dipantau efeknya.
Study :
 Respon pasien terhadap obat-obatan (baik respon yang diharapkan
maupun yang tidak diharapkan) harus dicatat dalam rekam medis.
 Efek obat yang tidak diharapkan yang dialami pasien segera
dilaporkan oleh petugas ke DPJP/ dokter jaga. Pelaporan
didokumentasikan di rekam medis.
Action :
 Petugas melaporkan efek samping obat sesuai dengan SPO
Pelaporan Efek Samping Obat kepada Komite Farmasi dan Terapi
RSHS JTB.
 Hasil pemantauan efek obat digunakan sebagai pertimbangan untuk
melakukan modifikasi terapi.
b. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat
Plan :
Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (reaksi obat yang
merugikan dan tidak dikehendaki) adalah kegiatan pemantauan dan
pelaporan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak
diharapkan, yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Do :
1. Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO),
dikoordinasi oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) RSPCl
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
2. Setiap petugas kesehatan (dokter umum, dokter spesialis, dokter
gigi, apoteker, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lain) yang
mengetahui adanya ESO, wajib melaporkan pada KFT.
Study :
Reaksi yang dilaporkan adalah reaksi yang sifatnya berat, tidak
dikenal, atau frekuensinya jarang, yang terjadi pada pasien rawat
inap dan rawat jalan, baik belum diketahui hubungan kausalnya,
maupun yang sudah pasti reaksi obat yang merugikan dan tidak
dikehendaki.
Efek Samping Obat yang perlu dilaporkan adalah:

a. Setiap reaksi yang dicurigai akibat obat terutama reaksi yang


selama ini tidak pernah / belum pernah dihubungkan dengan obat
yang bersangkutan.
b. Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat.

c. Setiap reaksi efek samping serius, antara lain :

1. Reaksi anafilaktik

2. Diskrasia darah

3. Perforasi usus

4. Aritmia jantung

5. Seluruh jenis efek fatal

6. Kelainan congenital

7. Perdarahan lambung

8. Efek toksik pada hati

9. Efek karsinogenik

10. Kegagalan ginjal

11. Edema laring

12. Efek samping berbahaya seperti sindroma Steven Johnson


13. Serangan epilepsi dan neuropati

d. Pelaporan Efek Samping Obat menggunakan lembaran Formulir


Pelaporan Efek Samping Obat yang ditentukan oleh Pusat
MESO/ Farmakovigilans Nasional dan diserahkan kepada KFT
e. KFT mendokumentasikan pelaporan monitoring Efek Samping
Obat dan mengirim ke Pusat MESO/ Farmakovigilans Nasional.
Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah
obat baru yang masuk dalam formularium dan obat yang terbukti
dalam literatur menimbulkan efek samping serius
Action :
a. Dokter, perawat, bidan, nakes lain serta farmasis di bangsal
melaporkan kepada farmasis bila ada kelainan kondisi pasien atau
keluhan dari pasien yang kemungkinan terkait dengan
pengobatan pasien/kejadian yang tidak diharapkan (KTD)
b. Informasi adanya efek obat/kejadian yang tidak diharapkan yang
berkaitan dengan obat dapat berasal dari pasien / dokter /
farmasis / paramedis. Informasi dapat berupa : riwayat minum
obat, hasil pemeriksaan laboratorium serta keluhan pasien.
c. Farmasis merespon laporan dengan melengkapi data yang
berkaitan dengan efek obat yang tidak diharapkan tersebut.
d. Membandingkan keluhan pasien dengan deskripsi di literatur
untuk memastikan hubungan obat dengan respon obat/kejadian
yang tidak diharapkan dari obat tersebut dan mempertimbangkan
kemungkinan adanya penyebab lain selain obat.
e. Mencatat efek samping obat yang terjadi ke dalam form yang sudah
disediakan
f. Melaporkan hasil MESO kepada Pusat MESO Nasional dan
tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
c. Pelayanan Informasi Obat
Plan :
Melakukan kegiatan pelayanan informasi yang diberikan oleh
Instalasi Farmasi RSHS JTB untuk memberikan informasi mengenai
perbekalan farmasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Do :
Kegiatan PIO meliputi:

a. Menjawab pertanyaan;

b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;

c. Berkoordinasi dengan bagian pengadaan untuk pencetakan leaflet,


poster dan lain-lain.

d. Mengadakan promosi dan preventif kesehatan baik untuk pasien


maupun masyarakat.

e. Berperan serta dan berkoordinasi dengan tim PKMRS rumah


sakit dalam penyelenggaraan PKMRS.
f. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit
(PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan
rawat inap;
g. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian
dan tenaga kesehatan lainnya;
h. Melakukan penelitian;

i. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan


tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit.
j. Menyediakan informasi untuk penyusunan kebijakan-kebijakan
yang berhubungan dengan obat bagi Komite Farmasi dan Terapi.
k. Meningkatkan profesionalisme apoteker.

l. Menunjang terapi obat yang rasional.


Study :
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
1. Sumber informasi obat (informasi produk seperti MIMS, e-book,
akses internet)
2. Tenaga (Apoteker/Apoteker Farmasi Klinis)

3. Sarana dan Prasarana (komputer, printer)


Action :
1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
aktif dan pasif.

2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan


melalui telepon, surat, atau tatap muka.
3. Membuat leaflet informasi obat, mengisi materi di media RSHS
JTB.

4. Berperan untuk membantu apoteker dalam interpretasi data terkait


terapi pasien.

5. Menyediakan informasi bagi Panitia Farmasi dan Terapi


sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit (review
obat baru, evaluasi efek samping, dan efek terapi dalam penggunaan
obat) dan penyusunan panduan terapi.

6. Mendokumentasi MESO.

7. Menyelenggarakan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga


farmasi dan tenaga kesehatan lainnya.
8. Menetapkan dan mengedarkan sumber informasi yang berlaku
bagi seluruh ruang rawat dan poliklinik, yaitu Formularium dan
MIMS.
d. Konseling
Plan :
Melakukan kegiatan aktif apoteker dalam memberikan layanan
kefarmasian kepada pasien dengan mengeksplorasi pemahaman
pasien terkait obat, dan bertujuan meningkatkan kepatuhan pasien
terhadap penggunaan obat.
Do :
 Meningkatkan keberhasilan terapi
 Memaksimalkan efek terapi

 Meminimalkan risiko efek samping

 Meningkatkan cost effectiveness

 Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi


Study :
Faktor yang perlu diperhatikan :
 Kriteria pasien :

1. Pasien dengan penyakit kronis

2. Pasien yang mendapat obat dengan indeks terapetik sempit dan


polifarmasi (menerima lebih dari 5 item obat)
3. Pasien geriatrik

4. Pasien pediatrik

5. Pasien pulang rawat sesuai dengan kriteria diatas

Action :
Melengkapi Sarana dan Prasarana :

1. Ruangan khusus (untuk pasien rawat jalan dengan kriteria yang


sudah ditentukan)

2. Kartu pasien/catatan konseling

3. Sistem Informasi Manajemen (SIM)


e. Pengkajian Penggunaan Obat
Plan :
Melakukan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan
sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. PPO
dilakukan secara berkala pada periode tertentu oleh Komite Farmasi
dan Terapi sesuai prosedur yang berlaku.
Do :
 Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat di
RSHS JTB.
 Merupakan bagian dari teknik pemeliharaan formularium, untuk
menetapkan obat terpilih berdasarkan efektivitas, toksisitas, dan
perbedaan harga dari golongan obat yang sama.
Action :
 Digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penambahan atau
penghapusan obat dalam formularium.
 Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik, misal narkotika-
psikotropika.

9. Penghapusan dan Pemusnahan, Pengendalian, Penarikan Obat,


Pengelolaan Obat Kadaluarsa dan Obat Rusak
Plan :
Sediaan Farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai standar
yang ditetapkan harus dimusnahkan. Penghapusan dan Pemusnahan
sediaan farmasi yang tidak dapat/boleh digunakan dilaksanakan
dengan cara yang baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku. Prosedur pemusnahan obat dibuat yang
mencakup pencegahan pencemaran di lingkungan dan mencegah
jatuhnya obat tersebut di kalangan orang yang tidak berwenang.
Sediaan farmasi yang akan dimusnahkan disimpan terpisah dan dibuat
daftar yang mencakup jumlah dan identitas produk. Penghapusan dan
pemusnahan obat dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain serta
didokumentasikan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Do :
Pengendalian dimaksudkan menjaga kontinuitas ketersediaan serta
mutu perbekalan farmasi
Study :
Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas permintaan produsen
atau instruksi instansi Pemerintah yang berwenang. Tindakan
penarikan kembali dilakukan segera setelah diterima permintaan atau
instruksi untuk penarikan kembali. Penarikan kembali sediaan farmasi
yang mengandung risiko besar terhadap kesehatan, hendaklah
dilakukan penarikan sampai tingkat konsumen
Action :
a. Petugas farmasi di semua unit dilakukan setiap 3 (tiga) bulan
sekali melakukan cek barang yang kemungkinan rusak atau
kadaluwarsa untuk dikembalikan ke farmasi.
b. Petugas gudang farmasi melokalisir, menyimpan barang yang tidak
memenuhi standar tersebut di tempat terpisah.
c. Petugas farmasi membuat laporan perbekalan farmasi yang tidak
memenuhi standar (rusak dan melewati tanggal kadaluarsa) dengan
persetujuan Pws Instalasi Farmasi membuat usulan kepada direktur
rumah sakit untuk dilakukan penghapusan atau pemusnahan
perbekalan farmasi.
10. Pencatatan Dan Pelaporan, Monitoring Dan Evaluasi

Plan :
Pencatatan pengelolaan perbekalan farmasi dilakukan dengan dua cara,
yaitu :
a. Secara manual dicatat pada buku, kartu stock atau pada lembar / form-
form tertentu.
b. Secara komputer dengan menggunakan aplikasi program / SIMRS
Do :
Evaluasi mutu proses pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan,
dapat diukur dengan indikator kepuasan pasien pemangku kepentingan
(stakeholders), dimensi waktu (time delivery), SPO serta keberhasilan
pengendalian perbekalan farmasi.
Study :
Pemantauan efek terapi dan efek samping didokumentasikan di catatan
pengobatan, rekam medis, lembar resep, dan SIM.
Action :
Melakukan dokumentasi disetiap kegiatan
BAB III
PENUTUP

Kajian pelayanan kefarmasian secara paripurna didapat dengan


memperhatikan faktor keselamatan pasien, antara lain dalam proses pengelolaan
sediaan farmasi, melakukan monitoring dan mengevaluasi keberhasilan terapi,
memberikan pendidikan dan konseling serta bekerja sama erat dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Apoteker memiliki peran yang sangat
penting dalam meminimalkan terjadinya medication error.

Untuk dapat berperan secara profesional dalam pelayanan kefarmasian


diperlukan dukungan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Oleh
sebab itu sangat penting bagi seorang apoteker yang akan memberikan pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care) untuk membekali diri sebaik-baiknya dengan
ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan. Laporan ini diharapkan
dapat digunakan oleh Tenaga kefarmasian sebagai salah satu sumber informasi
dalam melakukan pelayanan kefarmasian mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan keselamatan pasien dan layanan kefarmasian.

Pws. Instalasi Farmasi

Anda mungkin juga menyukai