Anda di halaman 1dari 44

KLINIK PRATAMA Lampiran Surat Keputusan Kepala Klinik

RAWAT INAP SARAH MEDIKA Pratama Rawat Inap Sarah Medika


Nomor : K.1210890/60/PKP/SK/LU/2023
Tanggal : 20 Januari 2023

PEDOMAN PELAYANAN FARMASI


KLINIK PRATAMA RAWAT INAP SARAH MEDIKA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
a. Pembangunan kesehatan merupakan bagian intergral dan terpenting
dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarkannya pembangunan
kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemuan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan
berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing sumber
daya manusia Indonesia.
b. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh,
berjenjang dan terpadu serta pelayanan kesehatan baik yang
disediakan oleh pemerintah ataupun swasta.
c. Upaya kesehatan adalah kegiatan untuk memelihara dan meningkatan
kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat. Upaya kesehtan diselenggarakan dengan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan(promotif) ,
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
d. Konsep kesatuan upaya kesehatatan ini menjadi pedoman dan
pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk klinik
yang merupakan salah satu ujung tombak dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
e. Pelayanan kefarmasian di klinik merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem palayanan kesehatan klinik yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai yang bermutu dan berkualitas.
f. Dalam rangka menghadapi bentuk tuntutan yang semakin komplek di
bidang pelayanan kefarmasian maka perlu disusun pedoman pelayanan
kefarmasian yang memuat ketentuan-ketentuan dasar tentang playanan
kefarmasian di Klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika. Dari pedoman
ini diharapkan dapat memberikan arah bagi pelaksanaan kefarmasian
secara teknis

2. Tujuan Pedoman. Pedoman pelayanan farmasi ini disusun dengan maksud


dapat digunakan sebagai acuan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di
Klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika, yang bertujuan menjamin
keamanan, kualitas dan efektifitas pelayanan farmasi terhadap pasien di
klinik.

3. Ruang Lingkup Pelayanan. Ruang lingkup naskah pedoman pelayanan


kefarmasian Klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika meliputi uraian
tentang:
a. BAB I : Pendahuluan.
b. BAB II : Standar Ketenagaan.
c. BAB III : Fasilitas
d. BAB IV : Tata Laksana Pelayanan.
e. BAB V : Logistik
f. BAB VI : Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kerja
g. BAB VII : Pengendalian Mutu
h. BAB VIII : Penutup

4. Batasan Operasional
Untuk memahami naskah pedoman Klinik Pratama Rawat Inap Sarah
Medika ini, maka perlu diuraikan beberapa pengertian untuk menyamakan
persepsi. Beberapa pengertian tersebut adalah sebagai berikut :
a. Klinik.
Klinik adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan dan yang menyediaakan pelayanan medis dasar.
b. Instalasi Farmasi adalah bagian dari Klinik yang bertugas
menyenggarakan, mengoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis
kefarmasian di Klinik
c. Standar Pelayanan Kefarmasian.
Standar pelayanan kefarmasian adalah tolok ukur yang digunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.
d. Pelayanan Kefarmasian.
Pelayanan kefarmasian adlah suatu pelayanan langung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sedian farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien.
e. Pelayanan Farmasi Klinis
Pelayanan Farmasi Klinis adalah pelayanan langsung yang diberikan
apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcame terapi dan
meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan
keselamatan pasien sehingga kualitas hidup pasien terjamin.
f. Resep.
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada
apoteker baik dalam bentuk paper maupun elektronic untuk menyediakan
dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
g. Sedian Farmasi.
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
h. Obat.
Obat adalah bahan atau panduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologiatau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
pemyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
i. Alat Kesehatan.
Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pda manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
j. Bahan Medis Habis Pakai.
Bahan medis habis pakai adalah alat kesehtan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
perundang-undangan.
k. Apoteker.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
l. Tenaga Teknis Kefarmasian.
Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker.
m. Evaluasi.
Evaluasi adalah proses penilaian kinerja pelayanan farmasi di rumah sakit
yang meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM),
pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP dan pelayanan
kefarmasian kepada pasien/pelayanan farmasi klinik.
n. Mutu pelayanan Farmasi.
Mutu Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan farmasi yang merujuk
pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimnulkan kepuasan
pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata masyarakat, serta
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik profesi farmasi.
o. Pengelolaan Sediaan Farmasi, alat Kesehatan dan BMHP.
Pengelolan sedian farmasi , alakes dan BMHP adalah sustu proses yang
merupakan siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, pendistribusia, pengendalian, penghapuan,
administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperulikan bagi kegiatan
pelayanan.
p. Pelayanan Farmasi Klinik
Pengkajian dan Pelayanan Resep, Pelayanan Informasi Obat, Konseling,
Pemantauan terapi obat, Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi
Penggunaan Obat (EPO), Pelayanan Kefarmasian di rumah.
q. Pengendalian Mutu.
Pengendalian Mutu adalah suatu mekanisme kegiatan pemantauan dan
penilaian terhadap pelayana yang diberikan secara terencana dan
sistematis sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu
serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil sehingga terbentuk
[proses peningkatan mutu pelyanan farmasi yang berkesinambungan

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

Instalasi Farmasi Klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika diawaki oleh tenaga
kefarmasiaan yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian serta penunjang
lain yang mempunyai tugas dan wewenang di luar pekerjaan kefarmasian, Untuk
menghasilkan mutu pelyanan yang baik dan aman, maka dalam penentuan kebutuhan
tenaga harus mempertimbangan kompetensi yang disesuaikan dengan jenis pelayanan,
tugas, fungsi, wewenang serta tanggung jawabnya, Berdasarkan pekerjaan yang
dilakukan, kualitas SDM ( sumber daya Manusia) instalasi farmasi diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Pekerjaan kefarmasian.
Pekerjaan kefarmasian merupakan bidang tugas pengelolaan sediaan farmasi, alkes
dan BMHP serta pelayanan farmasi klinik yang dilaksanakan oleh:
a. Apoteker.
b. Tenaga Teknis Kefarmasian (Sarjana farmasi, D3 Framasi, sekolah Menengah
Farmasi).
2. Pekerjaan Penunjang.
Pekerjaan penunjang merupakan pekerjaan di luar kefarmasian yang berfungsi untuk
mendukung kegiatan instalasi farmasi dalam mencapai tujuan. Sumber daya manusia
untk pekerjaan penunjang terdiri dari:
a. Operator Komputer ( teknisi yang memahami kefarmasian).
b. Tenaga Administrasi.
Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian dibawah supervisi Apoteker, sedangkan untuk pekerjaan penunjang
dilaksanakan oleh personil non farmasi.

Persyaratan SDM Instalasi Farmasi adalah :


1. Apoteker.
Seluruh apoteker harus memiliki kualifikasi sbb :
a. Berijasah Apoteker.
b. Mempunyai Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
c. Memiliki Surat Ijin Oraktek apoteker (SIPA).
d. Mampu mengembangkan wawasan ilmu farmasi dengan mengikuti seminar,
workshop dll, dengan sertifikat kompetensi.
e. Mampu memimpin, menguasai perundang-unadangan di bidang farmasi serta
ilmu kefarmasian.

2. Tenaga Teknis Kefarmasian.


Tenaga Teknis Kefarmasian terdiri dari :
a. Sarjana farmasi, yang mempunyai kualifikasi sbb:
1) Lulus dan berijasah S1 Farmasi.
2) Mempunyai Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknik Kefarmasiaan
(STRTTK).
3) Mempunyai Surat Ijin Praktek Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK).
4) Mampu dan menguasai teknis pelayanan kefarmasian.
.
b. Ahli Madya Farmasi, yang mempunyai kualifikasi sbb:
1) Lulus dan berijasah D3 Farmasi.
2) Mempunyai Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian
(STRTTK).
3) Mempunyai Surat Ijin Praktek Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK).
4) Mampu dan menguasai teknis pelayanan kefarmasian.

c. Tenaga Menengah Farmasi, yang mempunyai kualifikasi sbb:


1) Lulus dan berijasah Sekolah Menengah Farmasi (SMF).
2) Mempunyai Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian
(STRTTK).
3) Mempunyai Surat Ijin Praktek Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK).
4) Mampu dan menguasai teknis pelayanan kefarmasian.
3. Tenaga Penunjang.
Tenaga penunjang merupakan personel yang diperlukan Instalasi Farmasi di
bidang pekerjaan non farmasi dalam hal ini tenaga administrasi atau operasional
komputer yang mempunyai kualifikasi sbb :
a. Lulus dan berijasah SMK sederajat.
b. Mampu menguasai aplikasi komputer.
c. Mampu dan menguasai administrasi.

Distribusi Ketenagaan di Istalasi Farmasi Klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika
adalah :
a. Apoteker.
Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi.
b. Tenaga Teknis Kefarmasian.
Tenaga Teknis Kefarmasian bertugas membantu apoteker dalam pelayanan
farmasi.
c. Tenaga Penunjang.
Tenaga non farmasi yang bekerja di luar teknis Kefarmasian.

BAB III
STANDAR FASILITAS

1. Denah Ruang.

5
3

7
6

1 2

GAMBAR DENAH RUANG FARMASI KLINIK PRATAMA RAWAT INAP SARAH MEDIKA

Keterangan:
1. Meja penerimaan/penyerahan resep.
2. Kulkas untuk penyimpanan obat
3. Rak obat.
4. Tempat peracikan
5. Lemari Obat high alert. Dan Lemari Narkotika dan Psikotropika
6. Lemari Dokumen
7. Wastafel

2. Fasilitas
Fasilitas ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan dan perundang-
undangan kefarmasian yaitu ;lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan klinik,
terpenuhinya luas yang cukup untuk menyelenggarakan asuhan kefarmasian. Fasilitas
Instalasi Farmasi di klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika meliputi :
a. Ruangan atau tempat.
Di Istalasi Farmasi terdapat tempat untuk :
1) Tempat penerimaan resep.
Tempat penerimaan resep ditempatkan pada bagian depan yang mudah terlihat
oleh pasien.
2) Tempat pelayanan resep dan peracikan.
Tempat pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas
meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja racik.
3) Tempat Penyerahan obat.
Tempat penyerahan obat digabung tempat penerimaan resep.
4) Tempat penyimpanan obat, alkes dan BMHP.
Tempat penyimpanan obat, alkes dan BMHP harus memperhatikan kondisi
sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi.
b. Peralatan.
Peralatan Instalasi Farmasi terbagi sebagai berikut :
1) Peralatan administrasi yang terdiri dari:
a) Komputer.
b) Meja dan Kursi.
c) Rak tempat arsip.
d) ATK.

2) Peralatan Gudang Penyimpanan, terdiri dari :


a) Rak obat.
b) Lemari pendingin untuk obat yang termolabil dan AC.
c) Meja
d) Kursi
e) Lemari Dokumen
3) Peralatan Unit Pelayanan, terdiri dari :
a) Mortir dan stamper’
b) Alat pengepres kertas pembungkus obat racikan
c) Blander Puyer
d) Rak obat.
e) Etalase Obat

BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

1. Prosedur Pelayanan Kefarmasian.


Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah mengalami pergeseran orientasinya
mengacu pada pharmaceutical care, dimana pengelolaan obat sudah tidak dipandang
sebagai komoditi lagi namun menjadi bentuk pelayanan yang bersifat komprehensif dan
berfokus kepada peningkatan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi dari itu semua
maka tenaga pelayanan farmasi dituntut untuk secara aktif berinteraksi langsung dengan
pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain pemberian obat secara langsung,
penyampaian informasi dan juga monitoring penggunaan obat. Dalam rangka menyikapi
pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian maka diperlukan perubahan pedoman yang
dapat memberikan arah bagi pelaksanaan kefarmasian di Klinik Pratama Rawat Inap
Sarah Medika.

2. Organisasi dan Tata Laksana


a. Kepala Klinik adalah penanggung jawab atas peraturan dan kebijakan yang
berlaku di rumah sakit, termasuk peraturan dan kebijakan tentang
pengelolaan dan penggunaan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP.
b. Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang bertugas membantu
kepala klinik dalam merumuskan formularium dan memantau kepatuhan
dokter dalam menulis resep sesuai formularium.
c. Instalasi Farmasi adalah unit kerja fungsional yang berada di bawah kepala
klinik dan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi,
alkes, dan BMHP yang optimal meliputi: perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, produksi, pemantauan, serta
melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan
etik profesi.
d. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang apoteker yang memiliki STRA dan
SIPA dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian dan tenaga non teknis
kefarmasian.
e. Kepala instalasi farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum
dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap administrasi sediaan
farmasi dan proses distribusi di klinik.
f. Struktur organisasi instalasi farmasi, kepala instalasi dibantu oleh Tenaga
Teknis Kefarmasian dalam pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP.
g. Keanggotaan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) berdasarkan pengusulan
dari instalasi dan disahkan oleh kepala rumah sakit dan diperbaharui setiap
5 tahun. Keanggotaan minimal terdiri dari 3 orang ketua (Dokter), 1 orang
sekretaris (Apoteker), dan anggota.

3. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes, dan BMHP.


a. Pemilihan.
Pengelolaan Sediaan farmasi Klinik diawali dengan proses pemilihan yaitu
berupa kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Proses pemilihan bekal kesehatan
dilaksanakan berdasarkan:
1) Formularium Klinik
2) Standar sediaan farmasi, alkes dan BMHP yang telah ditetapkan.
3) Pola Penyakit
4) Efektifitas dan keamanan,
5) Mutu.
6) Harga.
7) Ketersedian di Pasaran,

Dalam pemilihan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP Komite Farmasi dan
Terapi membatasi dan memilih produk obat yang menunjukkan keunggulan
dibandingkan produk lain yang sejenis dari aspek khasiat, keamanan,
ketersediaan di pasaran, harga, dan biaya pengobatan yang paling murah.
Daftar obat yang telah disetujui dan ditetapkan oleh Kepala Klinik
digunakan sebagai dasar dalam penulisan resep dalam pelayanan kesehatan
yang tertuang dalam buku formularium klinik. Proses penyusunan formularium dan
revisinya secara periodik dirancang dalam tiap-tiap rapat KFT agar dihasilkan
formularium yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan
yang rasional. Kebijakan dan prosedur sistem formularium harus dimasukkan
sebagai salah satu peraturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Setiap obat
baru yang diusulkan untuk masuk dalam formularium harus dilengkapi dengan
informasi tentang kelas terapi, indikasi, bentuk sediaan, dan kekuatan,
bioavailabilitas dan farmakokinetik, kisaran dosis, efek samping, efek toksik,
perhatian khusus, kelebihan obat ini dibandingkan dengan obat lama yang
tercantum dalam formularium, uji klinik, perbandingan biaya pengobatan, dan
indikasi keamanannya. Pada kasus dimana diperlukan suatu obat yang tidak
tercantum dalam formularium, maka dokter dapat mengajukan permintaan khusus
dengan mengisi formulir permintaan khusus obat non formularium yang diajukan
ke KFT untuk dapat mendapat persetujuan. Buku formularium yang berlaku wajib
ada di lokasi pelayanan. Setiap dokter harus mengacu pada formularium ini dalam
melakukan praktek di Klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika. Kriteria pemilihan
obat untuk masuk formularium yaitu:
1) Mengutamakan penggunaan Obat Generik.
2) Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio ) yang paling menguntungkan
penderita.
3) Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabitas.
4) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
5) Praktik dalam penggunaan dan penyerahan.
6) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien.
7) Memiliki rasio manfaat-biaya ( benefit –cost ratio) yang tertingga berdasarkan
biaya langsung dan tidak langsung.

b. Perencanaan, Pengadaan dan Penerimaan


1) Perencanaan.
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan sediaan farmasi dan BMHP sesuai dengan hasil
kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat
jumlah, tepat waktu dan efisien dengan mempertimbangkan anggaran yang
tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian periode
sebelumnya, waktu tunggu pemesanan serta perencana pengembangan.
Perencanaan kebutuhan didapatkan :
a) Pengajuan unit pelayanan dengan menggunakan nota pengajuan
kebutuhan.
b) Farmasi, dengan mempertimbangkan pola konsumsi obat, data mutasi obat
dan rencana pengembangan.
c) Perencanan obat mengacu kepada formularium.
2) Pengadaan.
Pengadaan yang tidak tercantum dalam formularium hanya dapat
dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Komite Famasi dan Terapi dan
disetujui oleh Kepala Klinik.
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Perencanaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangksu dan sesuai standar mutu.
Sumber pengadaan didapatkan :
a) Laporan Stok Opname (SO) setiap bulannya
b) Untuk menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alkes dan BMHP perlu
pemnatauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.namun
terkadang pada tidak jarang terjadi kendala, antara lain keterlambatan
barang, ataupun terjadi kekosongan pabrik yang berakibat terjadinya
kekosongan persediaan obat tertentu di IFRS, untuk mengatasi hal itu
petugas mengusulkan kepada dokter untuk subtitusi dengan obat yang
mempinyai indikasi yang sama.

c. Penerimaan
Proses penerimaan semua pengadaan sediaan farmasi di Klinik
Pratama Rawat Inap Sarah Medika dilaksanakan oleh Panitia Penerimaan
Barang. Proses penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis, spesifikasi jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Proses penerimaan langsung dibawa ke dalam gudang obat Klinik Pratama
Rawat Inap Sarah Medika.
1) Gudang Klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika.
Gudang Klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika menerima sediaan
farmasi, alkes dan BMHP Pencatatan di gudang obat dengan
menggunakan kartu stok keluar maupun masuk.

d. Penyimpanan.
Setelah barang di terima dari ruang farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum nantinya didistribusikan untuk pelayanan.
1) Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan
farmasi, alkes dan BMHP sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan Kefarmasiaan yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas
dan kemanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi dan penggolongan
sedian farmasi, alkes dan BMHP. Untuk menjamin dan memastikan obat
disimpan secara benar maka pertugas melaksanakan supervisi secara
periodik terhadap tempat penyimpanan. Area penyimpanan tidak boleh
dimasuki oleh personel selain petugas atau di bawah pengawasan petugas
farmasi.
2) Sediaan farmasi yang memiliki sifat fisika-kimia atau atas dasar
rekomendasi pabrikan, harus disimpan khusus pada suhu tertentu dan
terkontrol.
3) Penyimpanan sediaan reagensia disimpan di unit laboratorium, disimpan
sesuai aturan dalam setiap kemasan. Untuk reagen yang di letakkan dalam
lemari pendingin, suhu di jaga 2 – 8 ° C, terutama untuk reagen kimia
dalam bentuk cair. Untuk penyimpanan reagen pada suhu kamar letakkan
reagen dalam lemari dan jangan terpapar matahari langsung. Reagen cair
yang disimpan pada suhu kamar, tempatkan pada botol coklat untuk
menghindari paparan langsung dari matahari. Penyimpanan Reagen
disusun dengan prinsip FEFO (First Expire First Out) dimana obat yang
tanggal kadaluarsanya dekat yang dikeluarkan terlebih dulu dan FIFO
(First In First Out) dimana obat yang datang pertama dikeluarkan terlebih
dulu. Penyimpanan reagen diberi label untuk penandaan tanggal
kadaluarsa yaitu, merah 3 bulan kedepan, kuning 6 tahun kedepan, dan
hijau 1 tahun kedepan. Pemasukan dan pengeluaran dicatat secara rutin
oleh petugas unit penunjang laboratorium. Pengontrolan suhu refrigerator
dilakukan oleh petugas unit laboratorium dan disupervisi oleh petugas
farmasi.
4) Penyimpanan harus terkontrol dengan didomentasi, dimonitar, dicatat dan
dilaporkan secara periodik, Perlakuan khusus penyimpanan obat yaitu:
a) Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat
diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal
pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan
khusus.
b) Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan.
c) Sediaan farmasi yang tergolong high alert harus disimpan dengan
akses terbatas serta diberi penandaan high alert yang jelas pada
kotak penyimpanannya.
d) Penyimpanan di ruang terpisah diberlakukan khusus untuk bahan
berbahaya yang bersifat mudah menyala atau terbakar, eksplosif,
radioaktif, oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik,
teratogenik, mutagenik, iritasi, dan bahan berbahaya lainnya harus
disimpan terpisah dalam ruang penyimpanan dan disertai label
berbahaya dan ada informasi penanganan kalau terkena
percikan/Material Safety Data Sheet (MSDS).
e) Bahan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) Bahan yang berbahaya
dan mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya dan terpisah dengan ruang
penyimpanan obat lain serta dilengkapi dengan APK.
f) Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
penampilan dan penamaan yang mirip LASA (Look Alike Sound
Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.

5) Penyimpanan Obat emergensi.


a) Sediaan farmasi untuk kepentingan emergensi disimpan dalam troli/
kit/ lemari emergensi yang selalu dikunci, disegel, diperiksa secara
rutin oleh petugas farmasi, dan dipastikan obat dalam keadaan siap
pakai dengan jumlah yang sesuai daftar dan tidak kadaluarsa.
Penggantian penggunaan obat emergensi yaitu dalam waktu 1x24
jam setelah pemakaian obat emergensi dilaporkan. Petugas akan
membawa buku dan obat pengganti sesuai resep yang dilaporkan.
b) Penyimpanan obat emergensi di unit atau ruang perawatan rumah
sakit untuk kondisi kegawat daruratan adalah tempat penyimpanan
harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan
pencurian. Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:.
(1) Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi
yang telah ditetapkan.
(2) Tidak boleh dicampur dengan persediaan obat untuk
kebutuhan yang lain.
(3) Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti.
(4) Dilakukkan pengecekan secara berkala untuk memastikan
tidak adanya obat yang kedaluarsa.
(5) Tidak boleh dipinjam dan digunakan untuk kebutuhan lain.
6) Metode Penyimpanan.
Metode penyimpanan sediaan farmasi dan BMHP dilakukan
berdasarkan affabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dimana obat yang dekat expired/kadaluarsa dikeluarkan terlebih
dulu dan First In First Out (FIFO) dimana obat yang datang pertama
dikeluarkan lebih dulu disertai sistem informasi manajemen.
7) Obat narkotika dan psikotropika.
Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari dengan dua
pintu (pintu dalam dan pintu luar) dengan masing-masing lemari memiliki
kunci yang berbeda dan kunci bagian pintu depan dipegang oleh Apoteker
dan pintu bagian dalam oleh Tenaga Teknis kefarmasian. Pencatatan obat
narkotika dan psikotropika dengan buku khusus. Bila Apoteker tidak berada
di tempat pemegang kunci Narkotika dan Psikotropika dapat didelegasikan
kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah ditunjuk.
8) Penyimpanan sediaan farmasi yang tidak digunakan lagi karena rusak atau
kadaluarsa.
Sediaan farmasi yang tidak digunakan lagi karena rusak atau kadaluarsa
disimpan di instalasi farmasi dilakukan pencatatan dan ditempatkan dalam
wadah tersendiri untuk dilakukan pemusnahan.

e. Pemusnahan dan Penarikan


Pemusnahan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemusnahan sediaan farmasi, alkes, dan Bahan Medis Habis Pakai di
Klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika dengan ketentuan:
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.
2) Telah kadaluarsa.
3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan.
Tahapan pemusnahan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP di Klinik
Pratama Rawat Inap Sarah Medika sebagai berikut:
1) Dibuat daftar sediaan farmasi, alkes dan BMHP yang akan dimusnahkan.
2) Di buat sprin Kepala Klinik kepada personel yang akan melaksanakan
pemusnahan.
3) Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan.
4) Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait.
5) Menyiapkan tempat pemusnahan.
6) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku, dilanjutkan dengan panandaanganan Berita
Acara Pemusnahan.

f. Pengendalian.
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, alkes, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, alkes, dan Bahan Medis Habis
Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Komite
Farmasi dan Terapi (KFT) Klinik. Pengendalian sediaan farmasi dan BMHP
dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Tujuan pengendalian:
a) Agar penggunaan obat sesuai dengan Formularium Klinik.
b) Agar penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
c) Untuk memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,
kehilangan serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, alkes, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
2) Cara Pengendalian sediaan farmasi, alkes, dan BMHP adalah sebagai
berikut:
a) Melakukan evaluasi dan mendata persediaan yang jarang digunakan
(slow moving).
b) Melakukan evaluasi dan mendata persediaan yang tidak digunakan
dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock).
c) Melaksanakan Stock opname yang dilakukan secara periodik dan
berkala setiap satu bulan sekali.
g. Administrasi.
Administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP Klinik
Pratama Rawat Inap Sarah Medika harus dilakukan secara tertib dan
berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah
berlalu.
Kegiatan administrasi terdiri dari:
1) Pencatatan dan Pelaporan.
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan
farmasi, alkes, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian
persediaan, pengembalian, pemusnahan, dan penarikan sediaan farmasi,
alkes, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik
yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan,
triwulanan, semester atau pertahun). Jenis-jenis pelaporan yang dibuat
terdiri dari:
a) Laporan penggunaan narkotika dan psikotropika dilaksanakan setiap
bulan sekali kepada Dinkes dan BPOM. Pelaporan manual catatan
obat narkotika dan psikotropika menggunakan buku khusus.
b) Laporan hasil stok opname dilaksanakan setiap 1 bulan sekali.
c) Laporan stok obat di unit pelayanan dilaksanakan secara rutin dan
berkala.

2) Administrasi Penghapusan.
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian
terhadap Sediaan Farmasi, alkes, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar
dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alkes, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai prosedur penghapusan.
a) Pemusnahan Obat
(1) Pencatatan dan Pelaporan
(a) Petugas mengidentifikasi obat yang rusak atau telah
kadaluarsa
(b) Petugas melakukan pencatatan obat rusak atau telah
kadaluarsa. Pencatatan meliputi :
 Nama obat
 Jumlah obat
 Nomor Batch dan Nomor Expide Date/Kadaluarsa
 Jenis Sediaan
(c) Petugas melaporkan ke Kepala Unit Farmasi

(2) Obat yang rusak dan telah kadaluarsa harus disimpan terpisah
dari obat lainnya dan ditelakkan di tempat yang tidak mudah
terjangkau oleh orang lain, agar tidak terjadi kesalahan
penggunaan obat.
(3) Cara Pemusnahan
(a) Menentukan tempat pemusnahan
(b) Membuat Berita Acara Pemusnahan
(c) Pemusnahan obat rusak atau telah kadaluarsa dapat
dilakukan dengan cara dibakar atau ditimbun didalam
lubang tanah. Pemusnahan juga disesuaikan dengan
bentuk dan jumlah sediaan obat sebagai berikut :
 Sediaan padat dalam jumlah banyak. Obat tablet
atau obat sediaan padat dalam jumlah besar maka
harus dihancurkan dangan cara dibakar di dalam
insenerator (jika tidak memiliki insenerator dapat
melakukan kerja sama dengan pihak ke 3)
 Sediaan padat dalam jumlah sedikit. Obat tablet atau
sediaan padat dalam jumlah kecil dapat dihancurkan
dengan cara digerus dan dilarutkan dengan air
kemudian dibuang.
 Sediaan cair atau sirup. Sediaan obat cair atau sirup,
dapat dimusnahkan dengan cara diencerkan atau
dicampur dengan air dan botolnya harus
dihancurkan, selanjutnya obat dibuang di lubang
tanah diamana tempat tersebut tidak dapat
dijangkau oleh pihak-pihak yang dapat
menyalahgunakan dan jauh dari pemukiman. Obat
cair atau sirup sebaiknya tidak dibuang di toilet.
Sebab didalam toilet terdapat bakteri pembusuk
kotoran yang tidak bisa berfungsi apabila terkena
obat tersebut

4. Pelayanan Farmasi Klinis


a. Pengkajian dan Pelayanan Resep.
Kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1) Pengkajian Resep, untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila
ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis
resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a) Pengkajian administrasi resep, meliputi penulisan resep yang memuat:
(1) Nama, umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan pasien.
(2) Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter.
(3) Tanggal resep dan asal resep.
b) Persyaratan farmasetik, meliputi:
(1) Nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan.
(2) Dosis dan Jumlah Obat.
(3) Stabilitas obat dalam sediaan.
(4) Aturan dan cara penggunaan.
c) Persyaratan klinis, meliputi:
(1) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.
(2) Duplikasi Pengobatan.
(3) Alergi dan reaksi obat yang tidahk dikendaki (ROTD).
(4) Kontraindikasi.
(5) Interaksi obat.

2) Peresepan
a) Yang berhak menulis resep adalah staf medis tetap, purnawaktu, dokter
tamu, yang diberi wewenang oleh Kepala Klinik untuk praktek medis di
Klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika, dan mempunyai surat ijin praktek
di klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika.

Tabel
DAFTAR NAMA DOKTER YANG BERHAK MENULIS RESEP DI KLINIK PRATAMA
RAWAT INAP SARAH MEDIKA

No Nama Dokter Pangkat/NRP Nomor SIP

1 dr. Iwan Hanopan


Purba, Sp. KKLP.

b) Resep ditulis secara manual pada blanko resep dengan kop surat Klinik
Pratama Rawat Inap Sarah Medika dan telah dibubuhi stempel unit
pelayanan tempat pasien berobat.
c) Jumlah obat yang dapat diberikan maksimal untuk 7 hari pemakaian.
d) Permintaan narkotika di tulis dokter atau yang berwenang dengan
mencatumkan nomor Surat Izin Praktek (SIP) dan Alamat lengkap.
e) Tulisan resep harus jelas dan dapat dibaca,.
f) Tulisan resep harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan
singkatan lazim sesuai dalam buku daftar singkatan. Beberapa tulisan
berikut dalam resep sering digunakan dibakukan untuk digunakan:
(1) ISDN = Isosorbid Dinitrat.
(2) ASA = Asam asetil salilisat.
(3) PCT = Parasetamol.

g) Obat yang diresepkan dengan nama generiknya, sesuai dengan obat yang
ada dalam formularium klinik.
h) Penulisan resep harus memuat hal-hal sebagai berikut :
(1) Nama Pasien.
(2) Nomor rekam medis.
(3) Tanggal lahir.
(4) Berat badan.
(5) Tanggal penulisan resep.
(6) Nama dokter.
(7) Nomor SIP.
(8) Riwayat alergi.
(9) Tanda R/ pada setiap obat yang diresepkan.

i) Nama obat sesuai di formularium, disertai bentuk sediaan dan


kekuatannya, dan jumlah sediaan.
j) Bila obat berbentuk racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan
jumlah bahan obat.
k) Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian).
l) Untuk aturan pakai “pro re nata” (PRN) harus dituliskan dosis maksimal
dalam sehari.
m) Jika resep/instruksi pengobatan tidak jelas atau tidak dapat dibaca, maka
petugas farmasi menghubungi dokter untuk konfirmasi.
n) Peresepan harus sesuai dengan catatan di rekam medis.
o) Resep yang sudah dikerjakan, didokumentasikan, disimpan dengan baik,
dan setelah 3 tahun dapat dimusnahkan.
p) Penulisan obat atau penulisan resep di Klinik Pratama Rawat Inap Sarah
Medika yang akseptabel dijabarkan sebagai berikut:
(1) Identitas pasien minimal memuat nama dan tanggal lahir.
(2) Penulisan resep obat dengan mencantumkan nama obat, dosis, atau
kekuatan obat, serta aturan pakai.
(3) Penulisan nama obat dapat menggunakan nama generik atau paten
sesuai formularium klinik.
(4) Untuk instruksi pemakaian khusus agar dituliskan setelah penulisan
aturan pakai.
(5) Untuk penulisan obat LASA atau NORUM agar ditulis secara jelas.
(6) Petugas farmasi akan mengkonfirmasi ke dokter penulis resep jika
penulisan resep tidak sesuai ketentuan.
(7) Untuk penulisan resep anak harus dengan mencantumkan berat
badan.

q) Kelengkapan suatu resep, dalam resep harus memuat:


(1) Nama, alamat, dan nomor ijin praktek dokter.
(2) Tanggal penulisan resep.
(3) Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.
(4) Nama setiap obat atau komposisi obat.
(5) Aturan pemakaian obat yang tertulis.
(6) Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep.
(7) Resep yang mengandung narkotika tidak boleh ada iterasi/ulangan,
ditulis nama pasien, tidak boleh untuk dipakai sendiri, harus ada
alamat pasien, dan aturan pakai/signa yang jelas, tidak boleh ditulis
sudah tahu aturan pakainya/usus cognitus.
(8) Untuk penderita yang segera memerlukan obatnya, dokter menulis
pada bagian kanan atas resep: cito, statim, urgent, periculum in mora
(berbahaya bila ditunda).
(9) Bila dokter tidak ingin resepnya yang mengandung obat keras tanpa
sepengetahuan diulang, dokter menulis tanda Ne Iteratur (tidak boleh
diulang).

3) Pelayanan Resep.
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan resep, pemeriksaan
ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan Farmasi, dan Bahan Medis
Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai
pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error) dengan
cara setiap tahap dilakukan oleh petugas yang berbeda dengan melakukan
paraf pada setiap kegiatan. Kegiatan pelayanan resep yaitu:
a) Penyiapan.
(1) Yang dimaksud penyiapan obat adalah proses dimulai dari
resep/instruksi pengobatan diterima oleh apoteker/tenaga teknis
kefarmasian yang ditunjuk sampai dengan obat diterima oleh
pasien/keluarga.
(2) Sebelum obat disiapkan, apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang
ditunjuk harus melakukan pengkajian terhadap resep/instruksi
pengobatan.
(3) Proses telaah resep oleh apoteker dapat didelegasikan kepada
Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah ditunjuk dan memiliki sertifikat
pelatihan.
(4) Dalam proses penyiapan obat, petugas farmasi dapat melakukan
substitusi terapetik obat artinya farmasi diperbolehkan melakukan
penggantian obat yang sama kelas terapinya tetapi zat nya berbeda
dengan terlebih dulu meminta persetujuan dokter penulis resep
(5) Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman
sesuai aturan dan standar praktik kefarmasian.
(6) Waktu tunggu maksimal pelayanan adalah 30 menit untuk non racikan
dan 60 menit untuk racikan.
(7) Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh personel lain selain
petugas.
(8) Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi labelsesuai ketentuan.

b) Pemberian
(1) Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau
dokter gigi yang memiliki kompetensi serta memiliki ijin praktek di
klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika.
(2) Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi dulu oleh
apoteker/perawat tentang 7 Benar, meliputi Benar Pasien, Benar
Indikasi, Benar Obat, Benar Dosis, Benar Cara Pemberian, Benar
Waktu Pemberian, Benar Dokumentasi.
(3) Setiap penyerahan obat dari petugas farmasi kepada
pasien/keluarga/perawat didokumentasikan.
(4) Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontraindikasi
dengan obat yang akan diberikan.
(5) Obat yang tergolong high alert harus diperiksa kembali sebelum
diserahkan

b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian
informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan
dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi
Kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat
Resep, Obat bebas, Obat bebas terbatas dan Obat herbal. Informasi meliputi
dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,
ketersediaan, harga/ HET, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
Kegiatan PIO di Klinik meliputi :
1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
2) Membuat dan menyebarkan bulletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat
(penyuluhan)
3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepda mahasiswa farmasi yang
sedang praktik profesi

PIO harus didokumentasikan untuk membuat penelusuran kembali dalam


waktu yang relative singkat.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi PIO :
1) Topik pertanyaan
2) Tanggal dan waktu PIO diberikan
3) Metode PIO (lisan, tertulis, lewat telfon)
4) Data pasien
5) Uraian pertanyaan
6) Jawaban pertanyaan
7) Referensi
8) Metode permberian jawaban dan data Apoteker yang memberikan Pio
Formular dokumentasi pelayanan informasi obat(PIO)

DOKUMENTASI PELAYANAN INFORMASI OBAT


(PIO)
No. …..... Tanggal: ……… Waktu: …… Metode: Lisan/Tertulis/Telepon )*
Identitas Penanya

Nama ………… No. Telp. ……………

Status : Pasien / Keluarga Pasien / Petugas Kesehatan

(………………………………………..)*
Data Pasien
Umur: …….tahun; Tinggi: ….... cm; Berat: ………kg;

Jenis kelamin: Laki-laki/Perempuan )*

Kehamilan: Ya (……minggu)/Tidak )* Menyusui: Ya/Tidak )*


Pertanyaan

Uraian Pertanyaan:
……………………………………………………………………………
…………………………

Jenis Pertanyaan:
Identifikasi Obat Stabilitas Farmakokinetika
Interaksi Obat Dosis Farmakodinamika
Harga Obat Keracunan Ketersediaan Obat
Kontra Indikasi Efek Samping Lain-lain
Obat
Cara Pemakaian Penggunaan …………………..

Terapeutik
Jawaban
……………………………………………………………………………
………………..
Referensi
……………………………………………………………………………
………………..
Penyampaian Jawaban: Segera/Dalam 24 jam/Lebih dari 24 jam )*
Apoteker yang menjawab:
…………………………………………………………………………
Tanggal: ……………………………… Waktu:
………………………………….
Metode Jawaban : Lisan/Tertulis/Telepon )*

c. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien atau
keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
Apoteker menggunakan Three prime question. Apabila tingkat kepatuhan pasien
dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker
harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami
obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberikan konseling :
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatric, gangguan fungsi hati dan/atau
ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2) Pasien dengan terapi jangka Panjang/penyakit kronis (misalnya : TB, DM,
AIDS, epilepsi)
3) Pasien yang menggunakan Obat dengan intruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan teraping down/off)
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks sempit (digoxin, fenitoin,
teofilin)
5) Pasien dengan polifarmasi; pemberian lebih dari lima obat untuk satu pasien
dalam satu resep. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari
satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis
obat.
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahapan kegiatan konseling :


1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2) Menilai pemahaman pasien tantang penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions, yaitu :
a) Apa yang disampaikan dokter tentang Obat anda ?
b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat anda ?
c) Apa yang dijelaksan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
anda menerima terapi Obat tersebut ?
3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberikan kesempatan kepada
pasien untuk mengekslorasi masalah penggunaan Obat
4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk meyelesaikan masalah
penggunaan Obat
5) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien

Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda


tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi dengan
diberikan dalam konseling dengan menggunakan formular sebagai berikut :

Formulir Dokumentasi Konseling

DOKUMEN KONSELING
KLINIK PRATAMA RAWAT INAP SARAH MEDIKA

Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Tanggal Lahir :
Alamat :
Tanggal konseling :
Nama Dokter :
Nama obat, dosis dan cara :
pemakaian

Riwayat Alergi :
Keluhan :

Pasien pernah datang konseling


: Ya / Tidak
sebelumnya
Tindak Lanjut :
 Penjelasan Nama Obat  Cara Penyimpanan Obat
 Penjelasan Indikasi Obat  Bila Lupa Minum Obat
 Penjelasan Aturan Pakai Obat :  Efek Samping Obat (ESO) :
 Dosis Obat & Frekuensi  Pertolongan Pertama
 Saat minum obat  Cara Mencegah ESO
(sebelum/Bersama/sesudah  Cara Meminimalisasi
makan) ESO
 Rute (oral, sub lingual, topikal)  Informasi Non Farmakologi :
 Lama Pemberian  Pantangan
 Aturan lain (dikocok dulu, makanan/minuman
dikunyah, dihisap, diminum saat  Perubahan gaya hidup
suapan pertama, dll) menjadi sehat
 Pengnggunaan Obat Khusus : Informasi Lain : ….
 Tetes / salep mata
 Suppositoria, Tablet Vagina
 Inhalasi
 Injeksi s.c (insulin)

Pasien Apoteker

………………… …………………

d. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Merupakan kegiatanpemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi
fungsi fisiologis.
Kegiatan :
1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami
efek samping Obat
2) Mengisi Laporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional

Factor yang perlu diperhatikan :


1) Kerjasama dengan tim Kesehatan lain
2) Ketersediaan Laporan Menitoring Efek Samping Obat
Formulir Dokumentasi Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
e. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan Obat secara
terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin Obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan :
1) Mendapatkan gambaran pola penggunaan Obat pada kasus tertentu
2) Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan Obat tertentu
3) Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat
4) Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.

Kegiatan Praktek EPO :


1) Mengevaluasi penggunaan Obat secara kualitatif; dan
2) Mengevaluasi penggunaan Obat secara kuantitatif

Faktor – faktor yang diperhatikan :


1) Indikator peresepan
2) Indikator pelayanan; dan
3) Indikator fasilitas

Identifikasi target EPO berdasarkan lingkup potensional masalah, misalnya:


1) Biaya Obat tinggi
2) Obat dengan pemakaian tinggi
3) Frekuensi Adverse Drug Reaction (ADR) tinggi
4) Efektifitas obat kurang
5) Antibiotic
6) Injeksi
7) Obat baru
8) Jarang digunakan

EPO dilaksanakan minimal sekali dalam setahun.

f. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)


Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis
Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :
1) Penilaian/pencarian (assessment)msalah yang berhubungan dengan
pengobatan
2) Identifikasi kepatuhan pasien
3) Pendampingan pengelolaan Obat dan / atau Alat Kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
4) Konsultasi masalh Obata tau Kesehatan secara umum
5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas, dan keamanan penggunaan Obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien
6) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah

Formulir Dokumentasi Pelaksanaan Pelayanan


Kefarmasian di Rumah

DOKUMENTASI PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH


(HOME PHARMACY CARE)
KLINIK PRATAMA RAWAT INAP SARAH MEDIKA

Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
Nomor Telepon :

No Tanggal Kunjungan Catatan Pelayanan Apoteker

……………… , 20……

Apoteker
BAB V
LOGISTIK

Tabel VI.1
TABEL KEBUTUHAN LOGISTIK INSTALASI FARMASI KLINIK PRATAMA
RAWAT INAP SARAH MEDIKA

No Nama Barang
1 Obat
2 Alat Kesehatan
3 Cetakan:
Etiket Obat
Etiket Obat Luar
Kertas Puyer
Resep Klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika
Copy Resep Klinik Pratama Rawat Inap Sarah Medika
Lembar Monitoring Suhu dan Kelembapan
4 Rumah Tangga:
Gunting
Kresek
Plastik Klip
Sendok Obat
Sabun Cuci Tangan
Tisuue
Rak Obat
Kotak-kotak Obat
Meja Kursi Racik
Meja Kursi Pelayanan
Meja Kursi Konseling
5 Alat Tulis dan Kantor:
Bantalan Stempel
Tinta Stempel
Binder clip
Spidol
Bolpoin
Buku Tulis
Clip Besar
Clip Kecil
Staples Besar
Staples Kecil
Isi Staples Besar
Isi Staples Kecil
Lakban Merah
Isolasi Bening dan Alat Pemotong Isolasi
Lem Kertas
Pelubang Kertas
Penggaris Penghapus
Pensil
Spidol Boardmarker
Spidol Marker
Stipo
Kertas A4
Tinta Printer Epson Hitam
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMATAN KERJA

1. Kebijakan Keselamatan Pasien Pada Pelayanan Farmasi.

Kebijakan rumah sakit tentang keselatan pasien dalam memperoleh


pelayanan kefarmasian merupakan kebijakan yang saling terkait dengan unit
pelayanan lainnya. Keselamatan pasien di rumah sakit harus merupakan jaminan
bagi pasien yang mendapatkan pelayanan medis di rumah sakit, hal ini merupakan
hal yang bersifat sistematis yang diatur dan diarahkan oleh kebijakan rumah sakit
secara menyeluruh dan merupakan hal yang bersifat kolaboratif antara tenaga medis,
perawatan, farmasi, dan administratif untuk selalu mengembangkan dan memonitor
setiap kebijakan yang ada berkaitan keselamatan pasien di rumah sakit.
Keselamatan pasien merupakan hal yang menjadi fokus pada pelayanan
kefarmasian di rumah sakit sehingga perlu dibuat pedoman yang menjamin
keselamatan pasien pada saat mendapatkan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
Keselamatan pasien pada pelayanan farmasi rumah sakit meliputi hal yang berkaitan
dengan ketepatan identifikasi pasien, komunikasi, dan pemberian informasi yang
efektif terhadap pasien, jaminan keamanan obat yang diberikan.
Pelayanan kefarmasian merupakan proses yang terintegrasi, kolaboratif, dan
komunikatif dengan pelayanan medis yang lain, sehingga hal hal yang harus
diperhatikan antara lain:
a. Buku rekam medis harus informatif, komunikatif, dan transparan bagi setiap
tenaga medis, perawat, dan farmasi yang terlibat dalam pelayanan medis
kepada pasien.
b. Aktifitas asuhan terhadap pasien meliputi pemeriksaan laboratorium, pemberian
obat, pelayanan keperawatan, dan pemberian nutrisi yang dicatat didalam buku
rekam medis hanya dilakukan oleh tenaga medis, farmasi, dan perawat yang
berkompeten dan mendapatkan otorisasi menuliskan perintah.
c. Pencatatan setiap bentuk pelayanan medis dan hasilnya didalam buku rekam
medis dilakukan secara sistematis sesuai urutan dan kolom kejadian sehingga
memudahkan penelusuran kembali.
d. Pasien dan keluarga berhak untuk mendapatkan penjelasan dan informasi
tentang hasil asuhan dan pengobatan baik yang dikehendaki maupun tidak
dikehendaki.
e. Secara periodik dilakukan evaluasi atau assesmen terhadap pedoman pelayanan
kefarmasian yang dilakukan secara kolaboratif melibatkan tenaga medis dan
perawat yang terlibat dalam asuhan pasien.
f. Entry data pada rekam medis elektronik mencegah terjadinya kesalahan dalam
pembacaan resep dan pemberian perintah.
g. Seluruh proses pelayanan kefarmasian harus bersifat integratif, informatif, dan
komunikatif disetiap tahapnya guna memperkecil terjadinya resiko kesalahan
dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian. Untuk memperkecil resiko
kesalahan dalam pelayanan farmasi harus sesuai ketentuan sbb:
1) Sistem pelaporan dan pencatatan yang integratif dari setiap tahap pelayanan
kefarmasian dimulai dari seleksi dan pengadaan, penyimpanan, persiapan,
dan penyaluran sampai pemantauan.
2) Sarana komunikasi antar petugas farmasi yang terlibat pada setiap tahap
pelayanan kefarmasian.
3) Pembagian tugas kerja yang jelas bagi setiap petugas farmasi pada setiap
tahap pelayanan kefarmasian.
4) Pelayanan kefarmasian hanya dilakukan oleh petugas farmasi yang memiliki
ijin.

h. Sistem distribusi obat yang tepat dan akurat guna memperkecil resiko terjadinya
kesalahan pelayanan kefarmasian terhadap pasien dilakukan sbb:
1) Sistem yang seragam pada penyaluran dan pendistribusian obat.
2) Setiap pemberian obat harus melalui tahap penelaahan yang dilakukan oleh
farmasis dan teknisi farmasi yang memiliki kompetensi.
3) Adanya formulir yang mencatat setiap bentuk pelayanan pemberian obat
kepada pasien.
4) Penanganan khusus melalui pemberian label yang benar untuk obat yang
dikeluarkan dari kemasan.
5) Prosedur yang tepat yang mengatur ketersediaan dan penggunaan sampel
obat.
6) Prosedur yang tepat yang mengatur penggunaan obat sendiri oleh pasien.

2. Pedoman Keselamatan Kerja Pada Pelayanan Farmasi.

Tenaga farmasi merupakan salah satu tenaga pelayanan kesehatan yang


hampir ada disetiap bentuk pelayanan kesehatan di rumah sakit, sehingga tenaga
farmasi juga memiliki resiko yang sama sebagai mana petugas kesehatan yang lain.
Keselamatan kerja sudah menjadi hal yang bersifat wajib bagi segala bentuk
pelayanan kefarmasian di rumah sakit untuk mencegah terjadinya resiko keselamatan
kerja tersebut, ancaman resiko keselamatan kerja tersebut dapat disebabkan oleh
faktor resiko internal dalam pelayanan kefarmasian dan juga faktor resiko ekternal.
Keselamatan kerja bagi personel instalasi farmasi dapat diuraikan sbb:
Tujuan diterapkan pedoman keselamatan kerja pada pelayanan farmasi adalah:
a. Mencegah terjadinya resiko ancaman keselamatan akibat resiko kerja dalam
pelayanan kefarmasian.
b. Mencegah terjadinya kerugian personel dan material akibat kecelakaan kerja.
c. Pembinaan personel berkaitan pelaksanaan Universal Precaution.

a. Faktor Resiko Internal.

Resiko internal terhadap keselamatan kerja berkaitan erat dengan pelaksanaan


prosedur kerja dalam pelayanan kefarmasian dan berhubungan langsung dengan bahan
limbah dan kimia berbahaya. Pada prinsipnya bahan obat adalah bersifat racun sehingga
prosedur Universal Precaution harus diaplikasikan dalam pelayanan kefarmasian.
Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja meliputi 3 (tiga) aspek yaitu
higiene individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga aspek tersebut
dijabarkan dalam kegiatan berikut:
1) Melaksanakan prosedur cuci tangan yang benar.
2) Pemakaian alat pelindung diri sesuai standar kefarmasian untuk mencegah
kontak dengan obat secara langsung.
3) Penanganan alkes habis pakai bekas pakai.
4) Penanganan limbah jarum dan alat tajam.
5) Pengelolaan limbah farmasi.
6) Higiene dan Sanitasi ruangan farmasi.
7) Melaksanakan prosedur penanganan sediaan kemoterapi sesuai standar
kefarmasian.
8) Melaksanakan prosedur sterilisasi yang tepat.
9) Pemeriksaan rutin kesehatan secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali dan
sewaktu-waktu bila diperlukan.
10) Melaksanakan prosedur pengamanan berkaitan keselamatan kerja.

b. Faktor Resiko Eksternal.

Petugas farmasi yang melakukan pelayanan kefarmasian di ruangan dan


memberikan obat secara langsung kepada pasien beriko terpapar infeksi sehingga
prosedur keselamatan kerja harus dengan benar dilaksanakan guna mencegah
terjadinya resiko kecelakaan kerja. Penerapan Universal Precaution yang berkaitan
dengan pelayanan kefarmasian dilaksanakan sebagai berikut berikut:
1) Menjaga higiene dan sanitasi diri pribadi.
2) Menjaga higiene dan sanitasi ruangan.
3) Melaksanakan prosedur dekontaminasi dan sterilisasi yang tepat.
4) Penanganan limbah farmasi di ruangan dengan prosedur yang tepat.
5) Penggunaan alat pelindung diri untuk mencegah kontak langsung dengan bahan
infeksius.
6) Pemeriksaan rutin kesehatan secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali dan
sewaktu-waktu bila diperlukan.
7) Melaksanakan prosedur pengamanan berkaitan keselamatan kerja.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
EVALUASI MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

Evaluasi mutu Pelayanan Kefarmasian di Klinik terbagi menjadi


dua (2)cara, yaitu internal dan eksternal.
1. Evaluasi Mutu Internal
Evaluasi mutu secara internal dilakukan oleh Instalasi Farmasi.
Evaluasi mutu di Klinik dilakukan terhadap:
a. Mutu Manajerial
1) Metode Evaluasi
a) Audit

Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan


dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan
dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang
dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai,
mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara
sistematis.Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring
terhadap proses dan hasil pengelolaan.
Contoh:
(1) Audit Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP lainnya
(stock opname) setiap bulan.
(2) Audit kesesuaian SPO.
(3) Audit keuangan (cash flow, neraca, laporan rugi laba).
(4) Audit petugas Instalasi Farmasi.

b) Review
Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan
Kefarmasian. Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi dan seluruh
sumber daya yang digunakan.
Contoh:
(1) Penilaian Mandiri (Self Assessment) pengelolaan Sediaan
Farmasi
(2) Pengkajian terhadap Obat fast/slow moving.
(3) Perbandingan harga Obat
c) Observasi
Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring
terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan Farmasi.
Contoh:
(1) Observasi terhadap penyimpanan Obat.
(2) Proses transaksi dengan distributor.
(3) Ketertiban dokumentasi.

d) Survei

Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau


wawancara langsung dengan menggunakan Formulir 13.

2) Indikator Evaluasi Mutu


a) Kesesuaian proses terhadap standar.
b) Efektivitas dan efisiensi.

b. Mutu Pelayanan Farmasi Klinis


1) Metode Evaluasi Mutu
a) Audit
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
proses dan hasil Pelayanan Farmasi Klinis.
Contoh:
(1) Audit penyerahan Obat kepada pasien oleh Apoteker.
(2) Audit waktu pelayanan.
(3) Audit kinerja petugas Instalasi Farmasi.
b) Review
Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring
terhadap Pelayanan Farmasi Klinis dan seluruh sumber daya yang
digunakan.Contoh: Penilaian Mandiri (Self Assessment) pelayanan
farmasiklinis, review terhadap kejadian medication error.
c) Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.
Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
mutu pelayanan dengan menggunakan angket/kuesioner atau
wawancara langsung. Contoh: tingkat kepuasan pasien.
d) Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan
menggunakan checklist atau perekaman. Observasi dilakukan
berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses Pelayanan
Farmasi Klinis.
Contoh : observasi pelaksanaan SPO pelayanan.
2) Indikator Evaluasi Mutu
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayananadalah:
a) Pelayanan Farmasi Klinis diusahakan zero defect dari
medication error.

b) Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu


pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
c) Lama waktu pelayanan antara 15-30 menit untuk Resep
Obat jadi, dan 30-60 menit untuk Resep Obat racikan.

d) Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinis berupa


kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya
gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala,
memperlambat perkembangan penyakit.

2. Evaluasi Mutu Eksternal


Evaluasi mutu secara eksternal dilakukan melalui pengawasan
oleh Pemerintah dan dapat melibatkan organisasi profesi.
Mutu Pelayanan Kefarmasian dievaluasi melalui pelaporan Pelayanan
Kefarmasian (Formulir 14) dan self assessment yang disampaikan Klinik
(Formulir 15). Dalam rangka pengawasan, laporan Pelayanan
Kefarmasian Klinik wajib disampaikan secara berjenjang kepada Dinas
Kesehatan Kab/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian
Kesehatan.
Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan
penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan
sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu
serta menyediakan mekanisme tindakanyangdiambil.Melalui pengendalian
mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian yang berkesinambungan. Pengendalian mutu Pelayanan
Kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat dilakukan terhadap kegiatan
yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu. Kegiatan ini dapat
dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiatan ini untuk
menjamin Pelayanan Kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai
dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang.
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian harus terintegrasi dengan
program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
dilaksanakan secara berkesinambungan.
 Kegiatan pengendalian mutu pelayanan kefarmasian meliputi:
1) Perencanaan.
Perencanaan dengan menyusun rencana kerja dan cara
monitoring dan evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai
target yang ditetapkan.
2) Pelaksanaan, melalui tahap sbb:
a) Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana
kerja (membandingkan antara capaian dengan rencana
kerja).
b) Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
3) Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
a) Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target
yang ditetapkan.
b) Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah
memuaskan.
 Program pengendalian mutu melalui tahapan sbb:
1) Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang
diinginkan dalam bentuk kriteria.
2) Penilaian kualitas Pelayanan Kefarmasian yang sedang
berjalan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
3) Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila
diperlukan.
4) Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian.
5) Update kriteria.
Dalam pelaksanaan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian
dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus
dapat dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi sendiri atau dilakukan
oleh tim audit internal. Monitoring dan evaluasi merupakan suatu
pengamatan dan penilaian secara terencana, sistematis, dan
terorganisir sebagai umpan balik perbaikan sistem dalam rangka
meningkatkan mutupelayanan. Monitoring dan evaluasi harus
dilaksanakan terhadap seluruh proses tata kelola Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai ketentuan
yang berlaku.Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi
menjadi 3 (tiga) jenis program evaluasi, yaitu:
1) Prospektif.
Prospektif adalah program dijalankan sebelum pelayanan
dilaksanakan, contoh: standar prosedur operasional, dan
pedoman.
2) Konkuren.
Konkuren adalah program dijalankan bersamaan dengan
pelayanan dilaksanakan. Contoh: memantau kegiatan
konseling Apoteker, peracikan resep oleh Asisten Apoteker.
3) Retrospektif.
Retrospektif adalah program pengendalian yang dijalankan
setelah pelayanan dilaksanakan. Contoh: survei konsumen,
laporan mutasi barang, audit internal.

Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian


atas semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara
berkala. Kualitas pelayanan meliputi: teknis pelayanan, proses
pelayanan, tata cara/standar prosedur operasional, waktu tunggu
untuk mendapatkan pelayanan.Metoda evaluasi yang digunakan,
terdiri dari:
1) Audit (pengawasan).
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai
standar.
2) Review (penilaian).
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber
daya, penulisan Resep.
3) Survei.
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket
atau wawancara langsung.
4) Observasi.
Terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian,
ketepatan penyerahan Obat.

Anda mungkin juga menyukai