Anda di halaman 1dari 64

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

Dra. Al-fina Ria’nti, M Pharm., Apt.


Clinical Pharmacist
CURRICULUM VITAE
• Nama : Dra. Alfina Rianti, Apt., M Pharm.
• Jabatan : - Koordinator Pelayanan Kefarmasian (Farmasi Klinik)
Instalasi Farmasi, RSUP Fatmawati
- Koordinator Pembinaan & Optimalisasi Praktik Profesi
PC IAI Jakarta Selatan
• Pendidikan :
- S1, Apoteker – Universitas Indonesia
- S2 Clinical Pharmacy – Universiti Sains Malaysia
• Dosen :
- Farmasi Klinik ; Komunikasi, Informasi dan Edukasi di ISTN
- Komunikasi, Informasi dan Edukasi di Universitas Pancasila
- Komunikasi, Informasi dan Edukasi di Uhamka
- Interaksi Obat di UIN
- Farmasi Klinik di Akademi Farmasi Bhumi Husada
- Farmasi Rumah Sakit di Poltekkes
Evaluasi Penggunaan Obat
• Kompetensi Inti (Unit Kompetensi 2.5) :
Mampu melakukan evaluasi penggunaan obat didasari pertimbangan ilmiah
dengan pendekatan berbasis bukti
• Lulusan Apoteker mampu :
- Menetapkan prioritas obat yang perlu dievaluasi
berdasarkan frekuensi permintaan dan resiko
- Merancang penelitian untuk mengevaluasi penggunaan obat
- Mengumpulkan dan mengkompilasi data penggunaan obat
- Menganalisis kesesuaian penggunaan obat
terhadap “best practices and evidence”
- Membuat rencana perbaikan dan mengimplementasikannya
- Melakukan evaluasi terhadap dampak perbaikan
- Mendokumentasikan hasil evaluasi penggunaan obat
Evaluasi Penggunaan Obat
No. Ketrampilan Tingkat
Kemampuan
1 Penetapan indikator & kriteria evaluasi serta standar pembanding 3
2 Penetapan prioritas obat untuk dievaluasi 3
3 Pengambilan data pola penggunaan obat 4A
4 Evaluasi penggunaan obat secara kualitatif dan kuantitatif 4A
5 Penentuan rekomendasi terkait penggunaan obat 4A
6 Penilaian pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat 4A
7 Dokumentasi hasil evaluasi penggunaan obat 4A

3 = Mampu melakukan di bawah supervisi (Shows)


4 A = Mampu melakukan secara mandiri (Does)
Ketrampilan yang dicapai saat lulus Apoteker
Masalah Pasien
Terkait Penggunaan Antibiotik
• Membeli antibiotik tanpa resep dokter,
hanya berdasarkan pengalaman atau saran keluarga
/ teman
• Menggunakan antibiotik tanpa memahami indikasi
dan dosis yang dibutuhkan
• Tidak mengetahui masalah resistensi antibiotika
• Tidak menyadari bahwa perilaku pasien /
masyarakat dalam menggunakan antibiotik
mempercepat terjadinya resistensi
TIM PROGRAM PENGENDALIAN
RESISTENSI ANTIMIKROBA (PPRA)
Rumah sakit (Tim / Komite PPRA) menetapkan dan melaksanakan
evaluasi dan analisis indikator mutu PPRA
sesuai peraturan perundang-undangan meliputi :
• Perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
• Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
• Peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin
dan terintegrasi
• Penurunan angka infeksi rumah sakit
yang disebabkan oleh mikroba resisten
• Indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP
ANTIMICROBIAL STEWARDSHIP PROGRAM
PADA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
• Antimicrobial Stewardship Program
merupakan suatu program yang saling melengkapi
untuk mengubah atau mengarahkan penggunaan
antimikroba di fasilitas pelayanan kesehatan.
• Tujuan program
untuk mengoptimalkan penggunaan antimikroba
dalam rangka pengendalian resistensi.
STRATEGI UTAMA ANTIMICROBIAL STEWARDSHIP
Strategi Cara pelaksanaan Pelaksana Keuntungan Kerugian

Auditing 1. Audit kuantitas 1. Dokter 1. Perbaikan -


secara prospektif dan kualitas (spesialis kualitas dan
disertai dengan penggunaan infeksi) kuantitas
umpan balik antibiotik. 2. Farmasi klinik penggunaan
dan intervensi 2. Monitoring yang telah antibiotik
kuman kebal dilatih tentang 2. Menghemat
antibiotik. penyakit biaya
infeksi. pengobatan
3. Mikrobiologi
klinik
Pembatasan Membatasi Komite Terapi 1. Dapat 1. Para penulis
jenis antibiotik pemberian Antibiotik : mengontrol resep antibiotik
pada formularium, antibiotik (restriksi) Personel yang penggunaan merasa dibatasi
diperlukan dan hanya memberikan antibiotik kewenangan
pengesahan untuk diberikan untuk persetujuan / secara nya.
mendapatkan indikasi yang approval (dokter langsung. 2. Diperlukan
jenis-jenis disetujui bersama. spesialis infeksi, 2. Dapat dijadikan banyak waktu
antibiotik tertentu. farmasi klinik) pendidikan untuk para
individu. konsultan.
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Rumah Sakit Apotek
Nomor 72 Tahun 2016 Nomor 73 Tahun 2016
• Pengkajian dan pelayanan resep • Pengkajian resep
• Penelusuran riwayat penggunaan • Dispensing
obat • Pelayanan Informasi Obat (PIO)
• Rekonsiliasi obat • Konseling
• Pelayanan Informasi Obat (PIO) • Pelayanan Kefarmasian di rumah
• Konseling (home pharmacy care)
• Visite • Pemantauan Terapi Obat (PTO)
• Pemantauan Terapi Obat (PTO) • Monitoring Efek Samping Obat
• Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
(MESO)
• Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
• Dispensing sediaan steril
• Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD)
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT (EPO)

• Merupakan program evaluasi penggunaan obat


yang terstruktur dan berkesinambungan
secara kualitatif dan kuantitatif

• Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :


- indikator peresepan
- indikator pelayanan
- indikator fasilitas
TUJUAN EVALUASI PENGGUNAAN OBAT

• Mendapatkan gambaran keadaan saat ini


atas pola penggunaan obat
• Membandingkan pola penggunaan obat
pada periode waktu tertentu
• Memberikan masukan untuk perbaikan
penggunaan obat
• Menilai pengaruh intervensi
atas pola penggunaan obat
KEGIATAN PRAKTEK EPO
• Mengevaluasi penggunaan obat secara kualitatif
• Mengevaluasi penggunaan obat secara kuantitatif

• Penilaian kuantitas dan kualitas


penggunaan antibiotik di rumah sakit, dapat diukur
secara retrospektif dan prospektif melalui data
rekam medik dan rekam pemberian antibiotik (RPA)
REKAM PEMBERIAN ANTIBIOTIK (RPA)
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (1)
• Evaluasi penggunaan antibiotik merupakan
salah satu indikator mutu program pengendalian
resistensi antimikroba di rumah sakit, bertujuan
memberikan informasi pola penggunaan antibiotik
di rumah sakit baik kuantitas maupun kualitas.
Pelaksanaan evaluasi penggunaan antibiotik
di rumah sakit menggunakan sumber data
dan metode secara standar.
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (2)
• Evaluasi penggunaan antibiotik dapat dilakukan
secara kuantitatif maupun kualitatif.
• Evaluasi secara kuantitatif dapat dilakukan
dengan penghitungan DDD per 100 hari rawat
(DDD per 100 bed days), untuk mengevaluasi jenis
dan jumlah antibiotik yang digunakan.
• Evaluasi secara kualitatif dapat dilakukan antara lain
dengan metode Gyssen, untuk mengevaluasi
ketepatan penggunaan antibiotik.
SUMBER DATA PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT (1)
• Rekam Medik Pasien
Penggunaan antibiotik selama dirawat di rumah sakit
dapat diukur secara retrospektif setelah pasien pulang
dengan melihat kembali Rekam Medik (RM) pasien,
resep dokter, catatan perawat, catatan farmasi baik manual
atau melalui Sistem Informasi Managemen Rumah Sakit
(SIM RS). Dari penulisan resep antibiotik oleh dokter
yang merawat dapat dicatat beberapa hal berikut ini :
jenis antibiotik, dosis harian, dan lama penggunaan
antibiotik, sedangkan dalam catatan perawat
dapat diketahui jumlah antibiotik yang diberikan
kepada pasien selama pasien dirawat.
SUMBER DATA PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT (2)
• Pengelolaan Antibiotik di Instalasi Farmasi
Di rumah sakit yang sudah melaksanakan kebijakan
pelayanan farmasi satu pintu, kuantitas antibiotik dapat
diperoleh dari data penjualan antibiotik di instalasi farmasi.
Data jumlah penggunaan antibiotik dapat dipakai untuk
mengukur besarnya belanja antibiotik dari waktu ke waktu,
khususnya untuk mengevaluasi biaya sebelum dan sesudah
dilaksanakannya program di rumah sakit.
TUJUAN PENILAIAN PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT
• Mengetahui jumlah atau konsumsi penggunaan
antibiotik di rumah sakit.
• Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan
antibiotik di rumah sakit.
• Sebagai dasar untuk melakukan surveilans
penggunaan antibiotik di rumah sakit
secara sistematik dan terstandar.
• Sebagai indikator kualitas layanan rumah sakit
PENILAIAN KUANTITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (1)
• Kuantitas penggunaan antibiotik adalah jumlah penggunaan antibiotik
di rumah sakit yang diukur secara retrospektif dan prospektif
dan melalui studi validasi.
• Evaluasi penggunaan antibiotik secara retrospektif dapat dilakukan dengan
memperhatikan ATC / DDD (Anatomical Therapeutic Chemical / Defined Daily Dose)
• Untuk memperoleh data yang baku dan dapat diperbandingkan dengan data
di tempat lain, maka badan kesehatan dunia (WHO) menganjurkan
klasifikasi penggunaan antibiotik secara Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)
Classification dan pengukuran jumlah penggunaan antibiotik
dengan Defined Daily Dose (DDD) /100 patient-days.

• DDD adalah asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan antibiotik


untuk indikasi tertentu pada orang dewasa, BB 70 kg.

• Penilaian penggunaan antibiotik di rumah sakit dengan satuan DDD/100 hari rawat
; dan di komunitas dengan satuan DDD/1000 penduduk.
PENILAIAN KUANTITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (2)
• Untuk mempermudah perhitungan dapat dilakukan dengan
menggunakan piranti lunak ABC calc yang dikembangkan
oleh World Health Organization (WHO)
• Studi validasi adalah studi yang dilakukan secara prospektif
untuk mengetahui perbedaan antara jumlah antibiotik
yang benar-benar digunakan pasien dibandingkan dengan
yang tertulis di rekam medik.
• Parameter lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan
penggunaan antibiotik di rumah sakit adalah persentase pasien
yang mendapat terapi antibiotik selama rawat inap di rumah sakit.
PENILAIAN KUANTITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (3)
• DDD adalah unit baku pengukuran, bukan mencerminkan dosis harian
yang sebenarnya diberikan kepada pasien (prescribed daily doses
atau PDD). Dosis untuk masing-masing individu pasien tergantung
pada kondisi pasien tersebut (berat badan, dll.)
• Dalam sistem klasifikasi ATC obat dibagi dalam kelompok
menurut sistem organ tubuh, menurut sifat kimiawi,
dan menurut fungsinya dalam farmakoterapi.
Terdapat lima tingkat klasifikasi, yaitu :
- Tingkat pertama : kelompok anatomi
(misal untuk saluran pencernaan dan metabolisme)
- Tingkat kedua : kelompok terapi / farmakologi obat
- Tingkat ketiga : subkelompok farmakologi
- Tingkat keempat : subkelompok kimiawi obat
- Tingkat kelima : substansi kimiawi obat
PENILAIAN KUANTITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (4)
• Contoh :
J anti-infeksi untuk penggunaan sistemik
(Tingkat pertama : kelompok anatomi)
J01 antibakteri untuk penggunaan sistemik
(Tingkat kedua : kelompok terapi / farmakologi)
J01C beta-lactam antibacterial, penicillins
(Tingkat ketiga : subkelompok farmakologi)
J01C A penisilin berspektrum luas
(Tingkat keempat : subkelompok kimiawi obat)
J01C A01 ampisilin
(Tingkat kelima : substansi kimiawi obat)
J01C A04 amoksisilin
(Tingkat kelima : substansi kimiawi obat)
RUMUS PERHITUNGAN KONSUMSI ANTIBIOTIK
DDD PER 100 HARI RAWAT
• DDD per 100 hari = (jumlah gram AB terjual dalam setahun) x 100
rawat inap Standar DDD WHO dalam gram (populasi x 365)

Cara perhitungan :
• Jumlah antibiotik terjual adalah jumlah antibiotik terjual dalam waktu 1 tahun
• DDD WHO sesuai dengan ATC/DDD, WHO 2006
• Angka 100 untuk 100 hari rawat
• Jumlah populasi : (jumlah tempat tidur x dengan Bed Occupation Rate (BOR)
rumah sakit dalam tahun yang sama)
• Angka 365 : lamanya hari dalam 1 tahun
RUMUS PERHITUNGAN KONSUMSI ANTIBIOTIK
DDD 100 PATIENTS-DAYS
• DDD 100 patient- = (jumlah gram AB yang digunakan oleh pasien) x 100
days Standar DDD WHO dalam gram (total LOS)

Cara perhitungan :
• Kumpulkan data semua pasien yang menerima terapi antibiotik
• Kumpulkan lamanya waktu perawatan pasien rawat inap
(total Length Of Stay, LOS semua pasien)
• Hitung jumlah dosis antibiotik (gram) selama dirawat
• Hitung DDD 100 patient-days.
CONTOH KASUS PENILAIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
SECARA KUANTITATIF
(DDD Amoksisilin : 1 g ; Seftriakson : 2 g ; Ampisillin : 2 g)

Ps. Regimen Antibiotik LOS Total DDD


P1. Amoksisilin 3 x 0,5 g (5 hr) 10 hr 7,5 g 7,5/1 = 7,5
P2. Seftriakson 1 x 2 g (5 hr) 10 hr 10 g 10/2 = 5
P3. Seftriakson 1 x 2 g (5 hr) 8 hr 10 g 10/2 = 5
P4. Ampisilin 4 x 0,5 g (5 hr) 10 hr 10 g 10/2 = 5
P5. Ampisillin 2 x 1 g (10 hr) 16 hr 20 g 20/2 = 10

Total 54 hr Amoks = 7,5, Seftri = 10, Ampi = 15

DDD 100 patient-days Amoks : 7,5/54 x 100 = 13,89


Seftri : 10/54 x 100 = 18,52
Ampi : 15/54 x 100 = 27,78
PENILAIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

• Penilaian kualitas penggunaan antibiotik bertujuan untuk perbaikan kebijakan


atau penerapan program edukasi yang lebih tepat
terkait kualitas penggunaan antibiotik.
• Penilaian kualitas penggunaan antibiotik sebaiknya dilakukan secara prospektif
oleh minimal tiga reviewer (dokter ahli infeksi, apoteker, dokter yang merawat).
• Kualitas penggunaan antibiotik dinilai dengan menggunakan data
yang terdapat pada Rekam Pemberian Antibiotik (RPA), catatan medik pasien
dan kondisi klinis pasien.
• Untuk melakukan penilaian, dibutuhkan data diagnosis, keadaan klinis pasien,
hasil kultur, jenis dan regimen antibiotik yang diberikan.
• Untuk setiap data pasien, dilakukan penilaian sesuai alur
menggunakan kategori / klasifikasi Gyssens.
ALUR PENILAIAN KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
(GYSSENS CLASSIFICATION) (GYSSENS, 2005)
KATEGORI HASIL PENILAIAN KUALITATIF
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (GYSSENS IC, 2005)
• Kategori 0 = Penggunaan antibiotik tepat / bijak
• Kategori I = Penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
• Kategori IIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
• Kategori IIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
• Kategori IIC = Penggunaan antibiotik tidak tepat cara / rute pemberian
• Kategori IIIA = Penggunaan antibiotik terlalu lama
• Kategori IIIB = Penggunaan antibiotik terlalu singkat
• Kategori IVA = Ada antibiotik lain yang lebih efektif
• Kategori IVB = Ada antibiotik lain yang kurang toksik / lebih aman
• Kategori IVC = Ada antibiotik lain yang lebih murah
• Kategori IVD = Ada antibiotik lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit
• Kategori V = Tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
• Kategori VI = Data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi
KASUS PENILAIAN PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK SECARA KUALITATIF (1)
• Pasien A
• Diagnosis : Prolonged fever
• Mendapatkan antibiotik Sefotaxim 3 x 700 mg iv
secara empiris.
• Masalah : Diagnosis infeksi tidak jelas (kategori 5).
Pemberian antibiotik harus berdasarkan
diagnosis infeksi.
• Rekomendasi Apoteker : tegakkan diagnosis infeksi
KASUS PENILAIAN PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK SECARA KUALITATIF (2)
• Pasien B (4,3 kg)
• Diagnosis : ISK
• Mendapatkan antibiotik Metronidazol 2 x 35 mg iv
secara empiris.
• Masalah : Interval dosis tidak tepat (kategori 2b).
Perhitungan dosis : 7,5 mg/kg x 4,3 kg tiap 8 jam
= 3 x 32,25 mg
• Rekomendasi Apoteker :
Ubah interval dosis menjadi 3 x 35 mg
KASUS PENILAIAN PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK SECARA KUALITATIF (3)
• Pasien C
• Diagnosis : Infeksi UTI
• Mendapatkan pengobatan : Siprofloksasin, Antasid
• Masalah : Terdapat interaksi obat (kategori 4b).
Interaksi Siprofloksasin dengan Antasid, akan terbentuk
senyawa kelat yang tidak larut sehingga menurunkan
konsentrasi Siprofloksasin dalam darah.
• Rekomendasi Apoteker :
Siprofloksasin diberikan dalam jarak 2 jam dengan Antasid.
PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
UNTUK TERAPI PROFILAKSIS BEDAH (1)
• Pemberian antibiotik sebelum, saat dan hingga 24 jam pasca operasi
pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda infeksi
dengan tujuan untuk mencegah terjadi infeksi luka operasi. Diharapkan
pada saat operasi antibiotik di jaringan target operasi sudah mencapai
kadar optimal yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri
(Avenia, 2009). Prinsip penggunaan antibiotik profilaksis selain tepat
dalam pemilihan jenis juga mempertimbangkan konsentrasi antibiotik
dalam jaringan saat mulai dan selama operasi berlangsung.
• Tujuan pemberian antibiotik profilaksis pada kasus pembedahan :
- Penurunan dan pencegahan kejadian Infeksi Luka Operasi (ILO)
- Penurunan morbiditas dan mortalitas pasca operasi.
- Penghambatan muncul flora normal resisten
- Meminimalkan biaya pelayanan kesehatan.
• Indikasi penggunaan antibiotik profilaksis didasarkan kelas operasi,
yaitu operasi bersih dan bersih kontaminasi.
PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
UNTUK TERAPI PROFILAKSIS BEDAH (2)
• Dasar pemilihan jenis antibiotik untuk tujuan profilaksis :
- Sesuai dengan sensitivitas dan pola bakteri patogen terbanyak
pada kasus bersangkutan.
- Spektrum sempit untuk mengurangi risiko resistensi bakteri
- Toksisitas rendah
- Tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap pemberian obat anestesi
- Bersifat bakterisidal
- Harga terjangkau.

Gunakan sefalosporin generasi I – II untuk profilaksis bedah. Pada kasus tertentu


yang dicurigai melibatkan bakteri anaerob dapat ditambahkan metronidazol.

Tidak dianjurkan menggunakan sefalosporin generasi III dan IV,


golongan karbapenem, dan golongan kuinolon untuk profilaksis bedah.
PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
UNTUK TERAPI PROFILAKSIS BEDAH (3)
• Rute pemberian
- Antibiotik profilaksis diberikan secara intravena
- Untuk menghindari risiko yang tidak diharapkan
dianjurkan pemberian antibiotik intravena drip.
• Waktu pemberian
Antibiotik profilaksis diberikan 30 menit sebelum insisi kulit.
Idealnya diberikan pada saat induksi anestesi.
• Dosis pemberian
Untuk menjamin kadar puncak yang tinggi serta dapat berdifusi
dalam jaringan dengan baik, maka diperlukan antibiotik dengan dosis
yang cukup tinggi. Pada jaringan target operasi kadar antibiotik harus
mencapai kadar hambat minimal hingga 2 kali lipat kadar terapi.
PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
UNTUK TERAPI PROFILAKSIS BEDAH (4)
• Lama pemberian
Durasi pemberian adalah dosis tunggal.
Dosis ulangan dapat diberikan atas indikasi perdarahan lebih dari 1500 ml
atau operasi berlangsung lebih dari 3 jam. (SIGN, 2008)
• Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya ILO, antara lain :
- Kategori / kelas operasi (Mayhall Classification) (SIGN, 2008)
- Skor ASA (American Society Anesthesiologists)
- Lama rawat inap sebelum operasi
Lama rawat inap 3 hari atau lebih sebelum operasi akan meningkatkan kejadian ILO.
- Ko-morbiditas (DM, hipertensi, hipertiroid, gagal ginjal, lupus, dll.)
- Indeks Risiko
Dua ko-morbiditas (skor ASA > 2) dan lama operasi dapat diperhitungkan
sebagai indeks risiko.
- Pemasangan implan
Pemasangan implan pada setiap tindakan bedah dapat meningkatkan kejadian ILO.
KELAS OPERASI DAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (1)
Kelas Definisi Penggunaan Antibiotik
Operasi
Operasi Operasi yang dilakukan pada daerah dengan Kelas operasi bersih terencana
Bersih kondisi pra bedah tanpa infeksi, tanpa membuka umumnya tidak memerlukan
traktus (respiratorius, gastro intestinal, antibiotik profilaksis kecuali
urinarius, bilier), operasi terencana, atau pada beberapa jenis operasi,
penutupan kulit primer dengan atau tanpa misalnya mata, jantung, dan
digunakan drain tertutup. sendi.
Operasi Operasi yang dilakukan pada traktus (digestivus, Pemberian antibiotik
Bersih - bilier, urinarius, respiratorius, reproduksi profilaksis pada kelas operasi
Kontaminasi kecuali ovarium) atau operasi tanpa disertai bersih kontaminasi
kontaminasi yang nyata. perlu dipertimbangkan
manfaat dan risikonya
karena bukti ilmiah
mengenai efektivitas antibiotik
profilaksis belum ditemukan.
KELAS OPERASI DAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (2)
Kelas Definisi Penggunaan Antibiotik
Operasi
Operasi Operasi yang membuka saluran cerna, Kelas operasi kontaminasi
Kontaminasi saluran empedu, saluran kemih, saluran napas memerlukan antibiotik terapi
sampai orofaring, saluran reproduksi (bukan profilaksis)
kecuali ovarium atau operasi
yang tanpa pencemaran nyata (Gross Spillage).
Operasi Adalah operasi pada perforasi saluran cerna, Kelas operasi kotor
Kotor saluran urogenital atau saluran napas memerlukan antibiotik terapi.
yang terinfeksi ataupun operasi yang melibatkan
daerah yang purulen (inflamasi bakterial).
Dapat pula operasi pada luka terbuka
lebih dari 4 jam setelah kejadian
atau terdapat jaringan nonvital yang luas
atau nyata kotor.
PEMBAGIAN STATUS FISIK PASIEN
BERDASARKAN SKOR ASA
Skor ASA Status Fisik
Normal dan sehat
2 Kelainan sistemik ringan
3 Kelainan sistemik berat, aktivitas terbatas
4 Kelainan sistemik berat yang sedang menjalani pengobatan
untuk life support
5 Keadaan sangat kritis, tidak memiliki harapan hidup, diperkirakan
hanya bisa bertahan sekitar 24 jam dengan atau tanpa operasi
PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
UNTUK TERAPI EMPIRIS (1)
• Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotik
pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya.
• Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi empiris adalah eradikasi atau
penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi,
sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi.
• Indikasi : ditemukan sindrom klinis yang mengarah pada keterlibatan
bakteri tertentu yang paling sering menjadi penyebab infeksi.
- Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik : Data epidemiologi dan
pola resistensi bakteri yang tersedia di komunitas atau rumah sakit setempat.
- Kondisi klinis pasien
- Ketersediaan antibiotik
- Kemampuan antibiotik untuk menembus ke dalam jaringan / organ
yang terinfeksi.
- Untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh polimikroba
dapat digunakan antibiotik kombinasi.
PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
UNTUK TERAPI EMPIRIS (2)
• Rute pemberian : antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama
untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat
dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral
(Cunha, BA, 2010).
• Lama pemberian : antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu
48 – 72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data
mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya
(IFIC, 2010 ; Tim PPRA Kemenkes RI, 2010).
• Evaluasi penggunaan antibiotik empiris dapat dilakukan
seperti pada tabel berikut (Cunha, BA, 2010 ; IFIC, 2010) :
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK EMPIRIS
Hasil kultur Klinis Sensitivitas Tindak lanjut
+ Membaik Sesuai Lakukan sesuai prinsip “De-Eskalasi”
+ Membaik Tidak sesuai Evaluasi Diagnosis dan Terapi
+ Tetap / Memburuk Sesuai Evaluasi Diagnosis dan Terapi
+ Tetap / Memburuk Tidak sesuai Evaluasi Diagnosis dan Terapi
- Membaik 0 Evaluasi Diagnosis dan Terapi
- Tetap / Memburuk 0 Evaluasi Diagnosis dan Terapi
PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
UNTUK TERAPI DEFINITIF (1)
• Penggunaan antibiotik untuk terapi definitif adalah penggunaan antibiotik
pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya
(Lloyd W, 2010).
• Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi definitif adalah eradikasi atau penghambatan
pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologi.
• Indikasi : sesuai dengan hasil mikrobiologi yang menjadi penyebab infeksi.
• Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik :
- Efikasi klinik dan keamanan berdasarkan hasil uji klinik
- Sensitivitas
- Biaya
- Kondisi klinis pasien
- Diutamakan antibiotik lini pertama / spektrum sempit.
- Ketersediaan antibiotik (sesuai formularium rumah sakit).
- Sesuai dengan Pedoman Diagnosis dan Terapi (PDT) setempat yang terkini.
- Paling kecil memunculkan risiko terjadi bakteri resisten.
PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
UNTUK TERAPI DEFINITIF (2)
• Rute pemberian : antibiotik oral seharusnya menjadi
pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang
sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan
antibiotik parenteral (Cunha, BA, 2010). Jika kondisi pasien
memungkinkan, pemberian antibiotik parenteral
harus segera diganti dengan antibiotik per oral.
• Lama pemberian antibiotik definitif pada efikasi klinis
untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal
yang telah dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan
evaluasi berdasarkan data mikrobiologis
dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya
(IFIC, 2010 ; Tim PPRA Kemenkes RI, 2010).
Antibiotik parenteral dapat diganti per oral,
apabila setelah 24-48 jam (NHS, 2009)
• Kondisi klinis pasien membaik
• Tidak ada gangguan fungsi pencernaan
(muntah, malabsorpsi, gangguan menelan, diare berat)
• Kesadaran baik
• Tidak demam (suhu > 36 C dan < 38 C)
disertai tidak lebih dari satu kriteria berikut :
a) nadi > 90 kali/menit
b) pernapasan > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
c) Tekanan darah tidak stabil
d) Leukosit < 4.000 sel/dL atau > 12.000 sel/dL (tidak ada neutropeni)
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK KOMBINASI
• Antibiotik kombinasi adalah pemberian antibiotik lebih dari satu jenis
untuk mengatasi infeksi
• Tujuan pemberian antibiotik kombinasi adalah :
- Meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifik (efek sinergis)
- Memperlambat dan mengurangi risiko timbulnya bakteri resisten
• Indikasi penggunaan antibiotik kombinasi (Brunton et.al, 2008 ; Archer, GL, 2008) :
- Infeksi disebabkan oleh lebih dari satu bakteri (polibakteri)
- Abses intraabdominal, hepatik, otak dan saluran genital
(infeksi campuran aerob dan anaerob).
- Terapi empiris pada infeksi berat.
• Hal-hal yang perlu perhatian (Brunton et.al, 2008 ; Cunha, BA, 2010) :
- Kombinasi antibiotik yang bekerja pada target yang berbeda dapat meningkatkan
atau mengganggu keseluruhan aktivitas antibiotik.
- Suatu kombinasi antibiotik dapat memiliki toksisitas yang bersifat aditif atau superaditif.
Contoh : Vankomisin secara tunggal memiliki efek nefrotoksik minimal,
tetapi pemberian bersama aminoglikosida dapat meningkatkan toksisitasnya.
- Diperlukan pengetahuan jenis infeksi, data mikrobiologi dan antibiotik
untuk mendapatkan kombinasi rasional dengan hasil efektif.
PENGELOMPOKAN ANTIBIOTIK
BERDASARKAN LINI
• Acuan (pedoman umum) penggunaan antibiotik :
Permenkes 2406/MENKES/PER/XII/2011
• Pertimbangan :
- Sudah banyak terjadi resistensi antibiotik
dan munculnya kuman Multiple Drug Resistant Organism / MDRO
- Belum ada penemuan antibiotik baru
- Perlu segera dilakukan terapi antibiotik bijak dan rasional
• Tujuan pengelompokan :
Pemakaian antibiotik bijak dan rasional, untuk mencegah
cepat timbulnya resistensi antibiotik atau munculnya kuman MDRO
• Dasar pengelompokan :
spektrum antibiotik dan pola kepekaan kuman penyebab
LANGKAH PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK EMPIRIK DI RUMAH SAKIT
• Langkah awal terapi antibiotik empirik :
Sebaiknya gunakan data pola kepekaan kuman lokal
- Lihat data pola kepekaan kuman lokal / terkait di rumah sakit
- Pilih kuman tersering dan sensitivitasnya sebagai acuan awal memilih antibiotik
• Langkah berikut :
Kebijakan antibiotik lini 1, lini 2 dan lini 3
- Sebaiknya gunakan antibiotik kelompok lini 1 dengan sensitivitas tertinggi (> 60 %)
terlebih dahulu.
- Bila antibiotik lini 1 tidak ada yang sensitivitasnya masih baik,
bisa dilanjutkan ke antibiotik lini 2
- Sedapat mungkin hindari pemakaian antibiotik lini 3
dan digunakan berdasarkan indikasi (jika lini 1 dan lini 2 sudah tidak ada
yang sensitif maka baru digunakan kelompok antibiotik lini 3)
REKOMENDASI PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK LINI 1 SAMPAI LINI 3
• Antibiotik lini 1 :
penggunaan bebas, tetap sesuai indikasi
• Antibiotik lini 2 :
penggunaan bebas, indikasi tertentu berdasarkan PPK KSM
dan atas persetujuan DPJP / konsultan terkait
• Antibiotik lini 3 :
penggunaan terbatas, berdasarkan PPK terkait dan atas persetujuan
konsultasi khusus tim perwakilan KSM yang ditunjuk (pokja pelaksana
Sub Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba / PPRA),
sesuai Permenkes 2406/MENKES/PER/XII/2011
dan aturan yang berlaku di rumah sakit
ANTIMIKROBA LINI 1
GRAM NEGATIF GRAM POSITIF
• Chloramphenicol (C) • Amoxycillin (AML)
• Cefuroxime (CXM) • Ampicillin (AMP)
• Cephalotin (KF) • CefOXitin (FOX)
• Cotrimoxazole (SXT) • Cefuroxime (CXM)
• Gentamisin (C N) • Cephalotin (KF)
• Kanamycin (K) • Chloramphenicol (C)
• Tetracycline (TE) • Cotrimoxazole (SXT)
• Erythromycin (E)
• Oxacillin (OX)
• Tetracycline (TE)
ANTIMIKROBA LINI 2
GRAM NEGATIF GRAM POSITIF
• Amikacin (AK) • Amoxyclav / Augmentin (AMC)
• Amoxyclav / Augmentin (AMC) • Ampicillin Sulbactam (SAM)
• Ampicillin Sulbactam (SAM) • Azithromycin (AZM)
• Cefoperazone (CFP), g3 • Cefoperazone (CFP)
• Cefotaxime (CTX), g3 • Cefotaxime (CTX)
• CefTRIAXone (CRO), g3 • CefTRIAXone (CRO)
• Ciprofloxacin (CIP) • Ciprofloxacin (CIP)
• Fosfomycin (FOS) • Fosfomycin (FOS)
• Levofloxacin (LEV), g3 • Levofloxacin (LEV), g3
• Ofloxacin (OFX), g3 • Ofloxacin (OFX), g3
ANTIMIKROBA LINI 3
GRAM NEGATIF GRAM POSITIF
• Cefepime (FEP), g4 • Cefepime (FEP)
• Cefixime (CEM) • Cefixime (CEM)
• CefTAZidime (CAZ), g3 • CefTAZidime (CAZ)
• Imipenem (IPM) • Imipenem (IPM)
• Meropenem (MEM) • Meropenem (MEM)
• Piperacillin / Tazobactam • Piperacillin / Tazobactam
(TZP) (TZP)
• Colistin (CT) • Tigecycline (TGC)
• Polimyxin B (PB) • Vancomycin (VA)
• Tigecycline (TGC)
KASUS ANTIBIOTIK (1)
R/ Ceftazidim 1 g No. X Diagnosis : batu buli
S2x1g dengan ILO

Pasien : AKZ Bahan : Pus


Umur : 17 – 7 – 1949 Biakan : Escherichia coli
Berat Badan : 60 kg Ceftazidim sensitif
Ruang bedah
Serum Creatinin : 2,8
Ureum : 90
KASUS ANTIBIOTIK (2)
Cr Cl = (140 – 65) x 60 = 22,3 ml/menit
72 x 2,8
Cr Cl 10 – 30 ml/menit : berikan Ceftazidim
setiap 24 jam
Dosis Ceftazidim untuk infeksi berat :
2 g setiap 8 jam

Saran : Ceftazidim dapat diberikan


dengan dosis 1 x 2 g
JADWAL PEMBERIAN OBAT

• 1x1 Pagi 06-07


• 1x1 Malam 21-22
• 2x1 06-07 18-19
• 3x1 06-07 12-13 19-20
• 4x1 06-07 12-13 18-19 22-23
• 5x1 06-07 10-11 15-16 20-21 23-24

• Jadwal ini tidak berlaku untuk antibiotik injeksi


dan obat dengan program pengobatan khusus
ANTIBIOTIK YANG HARUS DIMINUM
SATU JAM SEBELUM MAKAN
ATAU DUA JAM SESUDAH MAKAN
• Ampicillin • Doxycycline
• Azithromycin • Erythromycin
• Cefaclor • Isoniazid (INH)
• Cephalexin • Lincomycin
• Cephradine • Ofloxacin
• Chloramphenicol • Rifampicin
• Dicloxacillin • Tetracycline
Look Alike Sound Alike

LASA
ESO/ADRs Antibiotik Yang Perlu Diwaspadai
(Aronson, 2005, Koda Kimble, 2009, Pedoman MESO Nasional, Lacy, 2010, WHO, 2004)

• Efek samping / ADRs akibat penggunaan antibiotik yang perlu diwaspadai seperti
syok anafilaksis, Steven Johnson’s Syndrome atau Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
oleh golongan sulfonamid (kotrimoksazol), penisilin / ampisilin, sefalosporin,
kuinolon, rifampisin, tetrasiklin dan eritromisin.
• Penggunaan kloramfenikol perlu diwaspadai terkait efek samping yang mungkin
terjadi pada sistem hematologi (serious and fatal blood dyscrasias seperti
anemia aplastik, anemia hipoplastik, trombositopenia, dan granulositopenia).
• Penggunaan antibiotik golongan aminoglikosida dapat menyebabkan efek samping
nefrotoksisitas dan ototoksisitas.
• Penggunaan Vankomisin perlu diwaspadai kemungkinan terjadi efek samping
Redman’s syndrome karena pemberian injeksi yang terlalu cepat,
sehingga harus diberikan secara drip minimal 60 menit.
CEK 7 (TUJUH) BENAR OBAT PASIEN

7 (TUJUH) BENAR

• Benar Obat
• Benar Dosis
• Benar Waktu
dan frekwensi pemberian
• Benar Rute pemberian
• Benar identitas Pasien
• Benar Informasi /
Tidak ada Interaksi obat
• Benar Dokumentasi /
Tidak ada Duplikasi terapi
Pola Aktivitas Antibiotik
Berdasarkan Parameter PK/PD
Pola Aktivitas Antibiotik Tujuan Terapi Parameter PK/PD
Tipe I Aminoglikosid Memaksimalkan kadar -Rasio AUC-24
Bakterisidal Fluorokuinolon jam/KHM
concentration- Ketolid - Rasio kadar
dependence puncak/KHM
dan Efek persisten
yang lama
Tipe II Karbapenem Memaksimalkan Waktu > KHM
Bakterisidal time- Sefalosporin durasi paparan
dependence Eritromisin
dan Efek persisten Linezolid
yang minimal Penisilin
Tipe III Azitromisin Memaksimalkan Rasio AUC-24
Bakterisidal time- Klindamisin jumlah obat yang jam/KHM
dependence Oksazolidinon masuk sirkulasi
dan Efek persisten Tetrasiklin sistemik
sedang sampai lama Vankomisin

Anda mungkin juga menyukai