Anda di halaman 1dari 282

PRODUKSI SEDIAAN FARMASI

FARIDA INDYASTUTI
PENDAHULUAN

Merupakan kegiatan tenaga farmasi untuk


membuat, mencampur, merubah bentuk,
pengemasan kembali dan pengenceran sediaan
farmasi steril atau non steril untuk memenuhi
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
farmasi untuk menunjang dan memenuhi
kebutuhan pasien, jika obat/ sediaan farmasi
tersebut tidak tersedia dipasaran atau
diperdagangan secara komersial
TUJUAN

• Untuk menyediakan kebutuhan pasien dgn


menjamin mutu produk yang dihasilkan

• Untuk kepentingan penelitian profesional


kesehatan di Rumah Sakit
KRITERIA OBAT YANG DIPRODUKSI

Produksi sediaan farmasi , kriterianya a.l :

• Tidak atau sulit didapat di pasaran

• Mempunyai formula khusus

• Lebih murah bila diproduksi sendiri

• Tidak stabil bila disimpan lama

• Diperlukan untuk penelitian kesehatan


TUGAS INSTALASI FARMASI

• Merencanakan kebutuhan bahan baku dan bahan pengemas


untuk produksi sediaan farmasi sesuai bentuk sediaannya
• Menyediakan obat yang tidak tersedia dipasaran, untuk
penyakit yang tidak biasa.
• Menyiapkan obat dengan kemasan yang lebih kecil
• Menyediakan obat dengan harga yang lebih murah.
• Menyediakan obat dengan formula khusus, untuk
penelitian
• Menyiapkan obat yang setiap kali harus dibuat baru
karena tidak stabil apabila disimpan
Referensi
Referensi :
PEDOMAN PRODUKSI SEDIAAN FARMASI
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
FORMULA INDUK
• PEDOMAN PRODUKSI SEDIAAN FARMASI
CPOB

• STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

• FORMULA INDUK

• CPOB
PENERAPAN Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB)

• Pedoman CPOB disusun sebagai petunjuk


dalam menerapkan cara pembuatan obat yang
baik untuk seluruh aspek dan rangkaian
pembuatan obat .
• Pedoman ini menjamin proses produksi obat
yang berkualitas, bermutu, aman dan dapat di
pertanggung jawabkan
FAKTOR YANG DI
1. PERSONALIA ( TENAGA
KEFARMASIAN )

Penanggung jawab produksi : Apoteker

Pelaksana : Tenaga Teknis Kefarmasian

Kualifikasi : pendidikan, pelatihan CPOB

Dalam bertugas
- menggunakan APD
- Menjaga kebersihan dan cuci tangan

- Kondisi Sehat
Petugas produksi steril

 Pengetahuan khusus

 Pelatihan

 Disiplin

 Sehat

 Wanita hamil dan menyusui


tidak boleh menangani obat
kanker
2. BANGUNAN

 Bangunan harus dirancang sehingga dapat menunjang kemampuan


produksi.

 Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan , kelembaban dan


keamanan .

 Lingkungan kerja ruang produksi harus rapi , tertib , efisien untuk


meminimalkan terjadinya kontaminasi sediaan.

 Dipisahkan antara ruang produksi sediaan non steril dan ruang


produksi steril .
Ruang Produksi Steril ( Clean Room )

• Konstruksi khusus, dinding mudah dibersihkan


• Tekanan udara diatur (lebih positif)
• Suhu dan kelembaban terkontrol, suhu 18⁰C - 22⁰C,
kelembaban 35% - 50%
• HEPA Filter, efisiensi 99,97% - 99,99%, MPPS 0,1µm – 0,3µm.
• Ada ruang antara dilengkapi pass box
• Ada ruang cuci tangan
• Tidak untuk lalu lintas orang
• Tidak boleh makan dan minum
3. PERALATAN

• Penempatan peralatan sebelum digunakan


disesuaikan dengan alur produksi sehingga
dapat memperlancar jalannya produksi dan
dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang.

• Peralatan yang digunakan dikalibrasi secara


berkala sehingga hasil pengukuran dapat
dipertanggung jawabkan.
Contoh PERALATAN
 Kualifikasi (desain, ukuran,
dan bahan alat)
 Penempatan sesuai alur
produksi
 Pembersihan dan
Pemeliharaan
 Peralatan otomatis, mekanik
dan elektronik secara rutin
dikalibrasi : valid dan reliabel
Peralatan Produksi Steril Laminar Air Flow (LAF)

 LAF horizontal
 LAF Vertical
 BSC (Biological
Safety Cabinet
4. SANITASI DAN HIGIENE

• Memasuki ruang produksi harus mencuci tangan dengan


desinfektan.

• Menggunakan pakaian khusus yang bersih dilengkapi dengan


penutup rambut, sarung tangan, masker dan sepatu khusus.

• Untuk menjamin kebersihan ruangan dan mencegah


kontaminasi petugas dilarang merokok, makan, minum atau
menyimpan makanan dan minuman yang kemungkinan dapat
menurunkan kualitas dari produk.
Prosedur cuci tangan

• Lepaskan semua perhiasan yang digunakan.

• Menggunakan larutan sabun/ antiseptik

• Kuku disikat dan dibilas sampai bersih.

• Gunakan handuk bersih untuk mengeringkan.

• Jangan memegang benda-benda lain setelah tangan


dibersihkan, kecuali APD yang akan digunakan
APD ( Alat Pelindung Diri )

- Baju pelindung diri


- Sarung tangan
- Topi disposible
- Masker
- Kaca mata
- Sepatu khusus
Prosedur dekontaminasi
ruangan, LAF dan peralatan.

• Ruangan (Lantai, dinding, plafon) : dibersihkan dengan


larutan pembersih dan disinfeksi yang sesuai kebijakan RS
Khusus lantai dilakukan setiap hari

• LAF : dibersihkan dengan lar. Pembersih/ lar. detergent,


dibilas dengan aquabidest, disinfeksi dengan Alkohol 70%

• Peralatan pendukung lainnya ( kelompok non kritikal )


disinfeksi dengan Alkohol 70% sebelum digunakan
5. PROSES PRODUKSI

A. PRODUKSI NON STERIL


1. pembuatan obat dalam dan obat luar
2. pengemasan kembali ( repackaging )
3. pengenceran

B. PRODUKSI STERIL
1. membuat obat steril
2. aseptic dispensing
a. handling cytotoxic
b. iv admixture
c. Total Parenteral Nutrition
Bahan Baku Produksi

 Setiap penerimaan bahan baku dan bahan kemas


diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasinya.

 Bahan – bahan tersebut selalu disertai dengan


Certificate of Analisis (CA).

 Setiap tahap dalam proses produksi selalu dilakukan


pengawasan mutu
Alur Produksi Obat

Proses Produksi
sesuai SOP
Labeling

Evaluasi Dan Penyediaan


Persiapan Pengendalian Mutu Sediaan

Distribusi
Rutin
Permintaan
Formula Baru
PENIMBANGAN DAN PEMBUATAN
PRODUKSI SEDIAAN FARMASI

1. Produksi non steril


– Pembuatan obat luar
– Pembuatan obat oral
– Pembuatan obat khusus

2. Produksi steril
Pembuatan obat dengan metode atau cara aseptik yang
dilakukan sebelum dan selama proses peracikan obat
agar dapat mengurangi risiko paparan terhadap
petugas dan pasien dengan menurunkan/ meniadakan
jumlah mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh
CONTOH PRODUKSI NON STERIL

 Produksi obat dalam : OBH


 Produksi obat luar : salep
 Pengemasan kembali (repackaging) :
Burnazin
 PK kristal 5 g, Betadin solution 10 cc, dll
 Pengenceran Alkohol 70%, dll
PRODUKSI HANDRUB
Repackaging
Mengemas kembali produk jadi ke dalam kemasan yang lebih
kecil/ sesuai kebutuhan

Tujuan :

• Memudahkan penggunaan

• Meminimalkan terjadinya kontaminasi

• Menghemat biaya

• Memudahkan perhitungan biaya


6. DOKUMENTASI

• Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi


manajemen : spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi,
catatan dan laporan, dll yang diperlukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi
dari seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat.

• Semua kegiatan yang berkaitan dengan proses produksi


obat harus didokumentasikan, sehingga memungkinkan
penelusuran kembali bila terjadi masalah pada produk
tersebut/ adanya efek samping yang tidak diinginkan
7. JAMINAN MUTU

• Uji kualitas bahan baku dan pengemasan

• Uji kualitas hasil Produksi

• Uji peralatan yang dipakai seperti kalibrasi dll

• Uji kondisi ruangan seperti temperatur, kelembaban dan kebersihan

• Uji Kompetensi dan keterampilan petugas

• Test kesehatan Petugas


8. PENGAWASAN MUTU

• Pengawasan mutu produk dilaksanakan


secara ketat pada setiap proses produksi.

• Sample pertinggal disimpan, berguna untuk


menangani apabila ada keluhan produk di
kemudian hari.
9. PENANGANAN KELUHAN

• Penarikan obat jadi dapat berupa penarikan kembali


satu atau seluruh obat jadi tertentu (Obat tidak
memenuhi syarat mutu)

• Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan


adanya produk yang tidak memenuhi syarat kualitas
atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping
yang tidak diperhitungkan dan merugikan kesehatan
PENUTUP

• Menyediakan obat yang diproduksi oleh tenaga Instalasi Farmasi


merupakan gambaran profesi farmasi menjalankan tugas sesuai
fungsinya di Rumah sakit

• Memproduksi sediaan farmasi dengan harga yang dibebankan


kepada pasien lebih murah dari pada produk jadi yang di produksi
oleh Industri Farmasi

• Menyiapkan sediaan untuk penelitian merupakan kolaborasi


antara apoteker dengan dokter dan tenaga kesehatan lainnya di
RS
TERIMA KASIH
ASEPTIC DISPENSING
LATAR BELAKANG
• Penyiapan produk steril dengan teknik yang
tidak tepat yang dilakukan farmasi dapat
menyebabkan kesakitan dan kematian pasien.

• Farmasi sering tidak mengetahui kontaminasi


produk steril yang disiapkannya dan monitoring
yang harus dilakukannya.
PELAYANAN FARMASI IV ADMIXTURE

1. Obat sitostatika
2. Nutrisi parenteral
3. Bahan tambahan obat
4. Obat analgetik
5. Antibiotik
6. Antivirus
7. dll
TANGGUNG JAWAB FARMASI
(aseptic dispensing)

• Kebenaran terhadap zat-zat yang dikandung


dalam produk yang disiapkan.
• Kemurnian zat
• Kekuatan
• Sterilitas
• Wadah
• Label
• Tepat pasien
TUJUAN PEMBELAJARAN ASEPTIC DISPENSING

• Mengetahui kegiatan jaminan mutu dan


pengawasan kualitas yang harus
digunakan untuk penyiapan produk steril
farmasi.

• Dapat memilih metode jaminan mutu dan


pengawasan kualitas yang sesuai.
MASALAH PEMBERIAN OBAT IV

• Kira-kira 40% obat dan cairan yang


digunakan di RS adalah pemberian IV
• Biaya mahal
• Berkembangnya metode dan alat yang
digunakan untuk pemberian obat IV
• Teknologi pembuatan obat IV
Indikasi pemberian obat IV
• Menjamin obat mencapai konsentrasi yang tepat
• Dapat mengawasi secara langsung awal kerja obat dan
puncak konsentrasi obat
• Tingkat kepatuhan lebih terjamin
• Menimbulkan efek biologi yang tidak dapat dicapai pada
pemberian oral karena obat diuraikan atau tidak diabsorbsi
• Dapat diberikan kepada pasien yang tidak dapat menerima
secara oral
• Dapat diberikan kepada pasien yang tidak sadar
• Lebih mudah untuk mengkoreksi ketidakseimbangan
elektrolit cairan dan makanan
PENGERTIAN IV ADMIXTURE
• Proses pencampuran obat steril ke dalam
larutan obat intravena steril untuk
menghasilkan suatu sediaan steril yang
bertujuan untuk penggunaan intravena

• Proses : menggunakan teknik aseptik


RUANG LINGKUP IV ADMIXTURE
• Menyiapkan suntikan IV sederhana (tunggal)
contoh : memindahkan obat dari vial atau
suntikan ke dalam syringe atau kantong infus
• Pelarutan serbuk steril
• Menyiapkan suntikan IV kompleks
contoh : memindahkan obat yang sama dari
beberapa vial ke dalam wadah akhir steril
KEUNTUNGAN IV ADMIXTURE
• Terjaminnya sterilitas produk
• Terkontrolnya kompatibiitas obat
• Terjaminnya kondisi penyimpanan yang
optimum sebelum dan sesudah pengoplosan
• Biaya keseluruhan perolehan obat dan
pelarut, penyimpanan dan waktu penyiapan
lebih ekonomis bila dikelola farmasi.
• Mengurangi waktu perawat dalam
menyiapkan obat, sehingga waktu perawat
dapat digunakan untuk mengurus pasien
• Mencegah terjadinya kesalahan perhitungan
pencampuran obat
• Meningkatkan kualitas produk karena adanya
SOP
• Terjaminnya keamanan petugas terhadap
keterpaparan dan kontaminasi produk
JIKA TIDAK ADA CLEANROOM

• Pilih area terbersih yang memungkinkan.


• Hanya dipakai untuk pencampuran aseptik.
• Jendela-jendela ditutup permanen.
• Pintu tertutup setiap waktu.
• Tidak ada bak cuci / baskom pencuci.
• Tidak ada rak / papan tulis.
• Lantai didesinfektan setiap hari.
• Ada LAF dan dioperasikan secara kontinyu.
YANG HARUS DIPERHATIKAN
• Ruangan steril secara rutin harus diperhatikan dari
partikel bebas.

• Bahan-bahan yang tidak diperlukan dalam


penyimpanan obat IV steril tidak boleh dimasukkan
dalam ruang steril.

• Semua bahan dan alat yang dimasukkan dalam


ruang steril terlebih dahulu harus didesinfektan /
disterilkan.

• Pass box diperlukan untuk memasukkan bahan ke


dalam ruang steril.
UNTUK PETUGAS RUANG STERIL
• Tangan harus dicuci bersih dengan antiseptik.
• Memakai baju steril, shoes cover, masker, topi
steril.
• Petugas yang sedang sakit tidak boleh bekerja di
ruang steril.
• Mengecek kembali sediaan dari kebocoran dan
partikel-partikel endapan.
PENYIAPAN IV ADMIXTURE
• Siapkan semua alat yang dibutuhkan
termasuk obat dan pelarutnya.
• Sebelum meracik, semua wadah, obat dan
pelarut diperiksa: endapan, warna,
kebocoran, kadaluwarsa.
• Semua permukaan alat diswab dengan
alkohol 70%.
PELAKSANAAN IV ADMIXTURE

• Ambil sejumlah obat sesuai kebutuhan.


• Buang udara yang ada dalam spuit.
• Sebelum dimasukkan kedalam cairan infus, cabut kap
plastik kemudian swab dengan alkohol 70%, masukkan
obat yang ada dalam spuit perlahan-lahan.
• Tutup kap kantong infus dengan parafilm.
• Buang spuit bekas obat.
KONSEP DASAR PENGGUNAAN OBAT SITOSTATIKA

• Obat sitostatika adalah obat yang


digunakan dalam pengobatan kanker
(antineoplastik)

• Pemberian obat sitostatika disebut


kemoterapi
Kemoterapi adalah bagian dari
pengobatan kanker :

• Kanker dapat atau tidak dapat diobati. Tergantung


kondisi pasien, penyebaran penyakit (metastasis)
• Management pengobatan kanker : bedah, radioterapi,
kemoterapi
• Kanker stadium IV  pengobatan paliatif (peningkatan
kualitas hidup pasien)
• Kanker darah  tidak mengenal stadium
Bagaimana kita dapat terekspose obat
sitostatika :
• Pada saat ini RS umumnya menyiapkan obat sitostatika
di ruang rawat oleh perawat / dokter
• Terekspose obat sitostatika dapat terjadi pada saat :
- penerimaan dan penyimpanan
- penyiapan
- dispensing dan pemberian
- disposal dan pelayanan
• Ada beberapa rute terekspose sitostatika :
inhalasi (umumnya), injeksi, tertelan (makanan),
absorpsi (sarung tangan), kontak langsung (tidak
sengaja)
Bagaimana mengetahui terekspose
sitostatika ?

• Mengukur ekposure di tempat kerja


• Indikator kimia dalam cairan biologi (urine)
• Teratogenicity sebagai bukti eksposure
• Bukti kimia langsung (pemeiksaan lab, SGPT,
SGOT)
Jika terekspose apa yang akan
kita lakukan ?

• Laporkan segera pada farmasis penanggung


jawab
• Segera lakukan pengobatan
• Berhenti bekerja di pelayanan sitostatika
untuk sementara atau dipindahkan ke unit
lain
Apa yang harus dilakukan untuk menghindari
bahaya sitostatika ?

• Menyiapkan sitostatika dalam ruangan


khusus
• Dilakukan oleh petugas yang terlatih
• Mengikuti SOP
Kebutuhan minimal pelayanan sitostatika :

• Gunakan LAF atau BSC untuk melarutkan


• Tempatkan LAF atau BSC dalam cleanroom
• Petugas memakai baju pelindung yang sesuai
• Gunakan tehnik aseptik
• Mempunyai SOP
• Mempunyai petugas yang terlatih dalam
penanganan sitostatika
PERHITUNGAN DOSIS OBAT SITOSTATIKA

• Luas permukaan tubuh

• Contoh : Vincristin 1,2 mg/m2


MONITORING PEMBERIAN OBAT SITOSTATIKA

• Alasan monitoring pasien


kemoterapi :

1. Menilai efek terapi.


2. Monitoring komplikasi.
3. Merencanakan regimen selanjutnya.
PENYESUAIAN DOSIS DILAKUKAN DENGAN
PERTIMBANGAN
• Kondisi ginjal, hati.

• Berat badan, luas permukaan tubuh


contoh : pada pasien kemoterapi
setelah beberapa minggu  penurunan
berat badan.
EVALUASI PASIEN KEMOTERAPI
1. Darah lengkap
2. Kultur darah
3. Fungsi hati
4. Fungsi ginjal
5. Pt / PTT / Fibrinogen
6. Asam urat (dari peruraian sel kanker)
7. EKG
8. Chest X-ray : rontgen dada  paru2,
jantung, efusi pleura, edema dll
DEFINISI NUTRISI PARENTERAL
• Pemberian nutrisi dengan rute intravena untuk
menjaga dan mempertahankan kebutuhan nutrisi
pasien yang berhubungan dengan status kliniknya
• Perbedaan total nutrisi pareteral dan parsial nutrisi
parenteral
• Total nutrisi pareteral : pemberian nutrisi kepada
pasien yang seluruhnya diberikan secara intravena
• Parsial nutrisi parenteral : pemberian nutrisi secara
intravena bersama dengan pemberian nutrisi
secara oral atau enteral
INDIKASI TOTAL NUTRISI PARENTERAL

• Berat badan turun > 10% dari berat badan


normal
• Saluran pencernaan tidak berfungsi
• Tidak ada asupan oral makanan selama 3-5
hari dengan status gizi buruk
• Pasien imunocompromise (daya tahan tubuh
menurun), malnutrisi dengan sepsis,
keganasan, dan trauma
• TPN merupakan pilihan terakhir
EFEK SAMPING TPN

• Infeksi
• Dapat menginduksi terjadinya kolestasis
• Trombosis
• Hiperglikemia
• Gangguan pernafasan
• Kejang
• Demam/menggigil
• Berat badan bertambah / berkurang
• Mual
• Rasa haus
• Perubahan denyut jantung
• Infeksi dapat terjadi karena TPN merupakan
makanan yang merupakan makanan juga bagi
kuman
• Infeksi terjadi karenaTPN osmolaritasnya tinggi 
dimasukkan pembuluh darah  hemolisis / pecah
• Kolestasis
• Kejang terjadi berhubungan dengan osmolaritas
dan viskositas TPN
• Berat badan bertambah karena kelebihan cairan
dan berat badan berkurang karena kekurangan
cairan
• Rasa haus karena hiperglikemia  poliurea
KONTROL KUALITAS TPN

• Cek larutan TPN dengan teliti sebelum


pemberian
• Larutan TPN harus jernih dan bebas dari
partikel
• Periksa kantong TPN dari kebocoran
• Bila salah satu terjadi, ganti larutan TPN
dengan yang baru
TEAM NUTRISI

Dokter
Apoteker
Perawat
Ahli gizi
Pekerja sosial
FUNGSI APOTEKER TPN

• Absolut • Potensial
• Penyiapan • Mengawasi order
• Penyimpanan TPN
• Pemberian • Konsultan TPN
• Kontrol kualitas • Identifikasi interaksi
• Stok obat dan TPN
• Identifikasi efek
samping TPN
KEBUTUHAN CAIRAN PER HARI

• 3-10 kg 100 ml/kg/hari


• 10-20 kg 1000 ml + 50 ml/kg/hari
untuk tiap kg > 10 kg
• 20 kg atau lebih 1500 ml + 20 ml/kg/hari
untuk tiap kg > 20 kg
Contoh :
BB = 12 kg  1000 ml + ( 2 x 50 ml) = 1100 ml
BB = 52 kg  1500 ml + (32 x 20 ml) = 2140 ml

Dewasa : butuh ± 8 gelas @ 250 ml/hari


KEADAAN KHUSUS
• Gagal ginjal x 0,2-0,3 + urine output
• Kelembaban tinggi x 0,7
• Demam + 12 % per ºC > 37º
• Kec basal metabolik x 0,7
• Luka bakar + 4 % per 1 % luka bakar hari pertama,
selanjutnya + 2 % per 1 % luka bakar

• Hiperventilasi x 1,2
• Contoh :
demam 39ºC = kebth cairan normal + (2 x 12 % + normal)
KEBUTUHAN PROTEIN
• Bayi prematur 1–2
• 0 – 1 tahun 2,5
• 2 – 13 tahun 1,5 – 2
• 13 – 18 tahun 1 – 1,5

• Bayi memerlukan protein lebih banyak karena


perlu untuk pembentukan sel, a.l. sel otak, darah
dll
PERHITUNGAN NUTRISI PARENTERAL

BASAL ENERGY EXPENDITURE (BEE) :

• WANITA
BEE = 655 + (9,6 x w) + (1,8 x h) - (4,7 x a)

• PRIA
BEE = 660 + (13,7 x w) + (5 x h) - (6,8 x a)

w : berat (kg) -- h : tinggi (cm) -- a : usia (th)


Contoh :

BEE = 655 + (9,6 x 52) + (1,8 x 165) – (4,7 x 25)


= 655 + 499,2 + 297 – 117,5
= 1333,7

Bila BEE < 900  metabolisme menjadi


terganggu  shock  lemah jantung
 meninggal
misal : karena diet yang salah

Orang makan banyak tapi tetap kurus  mungkin


punya masalah pada pencernaannya
PELAYANAN STERILISASI (CSSD)
• CSSD : Centralized Sterile Supply Department

• CSSR : Centralized Sterile Supply Room

• ISS(B) : Instalasi Sterilisasi Sentral (Binatu)

• TSSU : Theatre Sterile Supply Unit


PENGERTIAN

• Tempat dilaksanakan proses sterilisasi alat-alat medik dan alat


lain dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial (Health Care
Associated Infections = HAIs )
• Bertanggung jawab atas penerimaan dan pendistribusian semua
alat/ instrumen yang memerlukan kondisi steril untuk
pemakaiannya
• Bertanggung jawab juga atas pengadaan, penyimpanan dan
perdistribusian
• Unit sterilisasi sentral berada dibawah
Instalasi Farmasi atau berdiri sendiri
TUJUAN CSSD

1. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien


2. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruang
perawatan, kamar operasi atau ruangan lain
3. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan yang aman dan
efektif
4. Mempertahankan stok inventori yang memadai untuk
keperluan perawatan pasien
5. Mempertahankan standar yang telah ditetapkan
6. Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi
maupun sterilisasi sebagai bagian dari program upaya
pengendalian mutu
SUMBER DAYA MANUSIA
Memahami :

• Prinsip sterilisasi
• Sterilisasi gas latar belakang
• Instrument operasi farmasi
• Dasar pengujian perawat
bakteriologi
• Sama seperti produk steril lain  farmasi

• Semua produk digunakan oleh perawat  nurse

• Dual function :
- Nurse  pada jenis sediaan
- Farmasi  distribusi
LOKASI

• Idealnya lokasi CSSD berlokasi dipusat RS dan


terkoneksi langsung dengan departemen yang sangat
banyak menggunakan pelayanan CSSD (IBS & IGD)

• Lokasi tersebut harus punya akses untuk menerima


linen dan bahan bahan lain yang diperlukan dalam
jumlah yang besar.
PERAN CSSD DALAM PENGENDALIAN INFEKSI
Memutus mata rantai infeksi (chain of infection) disinfeksi dan sterilisasi

STERILISASI DISINFEKSI TINGKAT TINGGI


• Sterilisasi adalah proses • Tindakan yang dilakukan
penghilangan semua jenis untuk menghilangkan semua
organisme hidup,dalam hal ini mikroorganisme kecuali
adalah mikroorganisme (protozoa, endospora bakteri pada benda
fungi, bakteri, mycoplasma,virus mati dengan cara merebus,
termasuk endospora) yang mengukus atau penggunaan
terdapat dalam suatu benda. disinfektan kimiawi
• bebas dari mikroba hidup • proses penghancuran
(patogen dan apatogen) termasuk mikroorganisme secara fisika atau
spora kimia kecuali endospora
KLASIFIKASI ALAT2 MEDIS

KELAS/ RISIKO ALAT-ALAT METODE

Critical/ high (kontak Implant, skalpel, Sterilisasi/ otoklaf


dengan kulit yang luka laparoskopi, Disinfeksi tingkat
dan membran mukosa) instrumen operasi tinggi
lainnya.
Semicritical/ medium Endoskopi yang Pasteurisasi,
(kontak dengan kulit fleksibel, ventilator disinfektan kimia
dan membran mukosa) tubes, endotracheal
tubes
Noncritical/ low Stetoskop, lantai, Pembersihan secara
(menyentuh kulit luar) dinding, permukaan fisik
tempat tidur (Sabun/ deterjen)
KATEGORI DISINFEKTAN
• HIGH LEVEL DISINFECTAN (HLD) :

HLD dapat menghancurkan semua mikroorganisme


vegetatif, tubercle bacilli, fungi, virus dan sejumlah
tertentu spora bakteri

CONTOH :

1. Glutaraldehide 2 %
2. Hidrogen peroksida 6 %
3. Formaldehide 8 % + Alkohol 70%
• INTERMEDIATE LEVEL DISINFECTAN (ILD) :

ILD membunuh mikroorganisme vegetatif, fungi,


mycobacterium tuberculosis, virus, tapi efektif
terhadap spora bakteri

CONTOH :

1. Alkohol (Ethyl atau Isopropil Alcohol) 60 % - 90%


2. Klorin (Na- Hypochlorit)
3. Formaldehide 4 - 8 %
4. Iodophor
• LOW LEVEL DISINFECTAN (LLD) :

Disinfektan jenis ini tidak memiliki daya bunuh


terhadap spora bakteri, mycobacterium, semua
fungi, maupun semua virus ukuran kecil dan
sedang.

CONTOH :
1. Formaldehide dengan konsentrasi ˂ 4 %
2. Phenolic
TIPE DISINFEKTAN
 Disinfektan kulit = antiseptik
Contoh : Alkohol, Iodine – Iodophors
(Betadine®), Hexachlorophene
(Triclosan®), Chlorhexidine
(Primasept®)
 Disinfektan lingkungan
Contoh : Fenol (Lisol), Presept®
 Disinfektan alat
Contoh : Glutaraldehide(cidex®),
NaOCl (BAYCLEAN®)
EFEKTIFITAS DISINFEKTAN
DIPENGARUHI :

• Kontak yang cukup


• Kecenderungan ternetralisir
• Konsentrasi
• Stabilitas
• Kecepatan mula kerja
• Jangkauan kerja
KELAS RUANGAN DLM CSSD
• Area umum/ unclean/ disinfeksi

• Area persiapan/ packing/ clean area/ preparation

• Area sterilisasi

• Area penyimpanan alat steril


PEMBAGIAN RUANGAN
1. Ruang penerimaan barang yang akan disterilkan
2. Ruang penerimaan linen bersih
3. Ruang pengolahan
* pembersihan
* pencucian
* pengemasan
* sterilisasi
4. Ruang penyimpanan barang steril
5. Ruang penyimpanan barang non steril
6. Ruang distribusi
KONSEP UMUM ALIRAN BARANG DALAM CSSD
MASUK BARANG KOTOR
LAYOUT CSSD
AREA DEKONTAMINASI

AREA PROSES

AREA PENGEMASAN

AREA STERILISASI

S1 S2 S3

KELUAR BARANG STERIL PENYIMPANAN BARANG STERIL


ALUR DI BAGIAN STERILISASI
1. LOKET
PENERIMAAN • Penerimaan
BARANG KOTOR

2. AREA • Pencucian
DEKONTAMINASI• Pengeringan

• Pengemasan
3. AREA BERSIH & Pelabelan
• Sterilisasi

4. PENYIMPANAN

5. LOKET
PENEYERAHAN • Pendistribusian
BARANG STERIL
1. PENERIMAAN BARANG KOTOR
2. DEKONTAMINASI
proses fisik atau kimia untuk membersihkan benda2
yg mungkin terkontaminasi oleh mikroba yang
berbahaya bagi kehidupan sehingga aman untuk
proses selanjutnya ; APD

PERENDAMAN PENCUCIAN PEMBILASAN


• AIR DINGIN • SIKAT • AIR MENGALIR
• AIR HANGAT 20-43OC – 20 MENIT
• DETERJEN ENZIMATIK 5 – 10
MENIT
PROSES DEKONTAMINASI
INSTRUMEN KOTOR

PISAHKAN BENDA TAJAM DAN TIDAK TAJAM

CUCI DENGAN DETERJEN ENZIMATIK


PENCUCIAN

PENCUCIAN DENGAN
MANUAL PENCUCIAN U/ PENCUCIAN
TEKANAN U/
ALAT TAHAN PANAS ULTRASONIK
LUMEN

MENGURANGI MIKROORGANISME BERBAHAYA


SEBELUM STERILISASI

HLD/ STERILISASI
RUANG CLEANING/ DEKONTAMINASI
MESIN WASHER DOUBLE DOOR
PENGERINGAN

• Menggunakan lap/
handuk bersih
• Drying cabinet
• Compressor
3. PENGEMASAN
Untuk membungkus peralatan medis yang akan disterilkan dan
mempertahankan sterilitas alat tersebut sampai waktu
penggunaan.

Syarat-syarat bahan pengemasan


1. Memungkinkan penetrasi sterilan secara efektif terhadap
seluruh kemasan dan isi kemasan
2. Memastikan bahwa sterilitas kemasan dapat terjamin sampai
waktu kemasan tersebut dibuka
3. Memungkinkan untuk mengeluarkan isi dari kemasan tanpa
menimbulkan kontaminasi

Contoh : linen (tekstil), plastik film, kertas, kombinasi plastik film dan
kertas (Pouches)
FUNGSI PENGEMASAN :
1. Menjaga sterilitas alat
yang dikemas sampai
dipergunakan
2. Menjaga mikroorganisme
masuk kedalam kemasan

• Bahan pengemas harus


bisa ditembus oleh agen
sterilisasi (mis. steam)
• Melindungi selama
transportasi dan
penyimpanan
• Diberi Label
PEMBERIAN LABEL

• Tgl produksi/ sterilisasi


• Nomor lot sterilisasi , nomor mesin
• Waktu kadaluarsa :
pengecekan waktu kadaluarsa dilakukan
setiap hari di ruang penyimpanan
barang steril
METODE STERILISASI
• Sterilisasi Uap Panas (Steam Sterilization) :
otoklaf 121° C selama 15 menit
• Sterilisasi Gas Etilen Oksid (Ethylene Oxide Sterilization)
• Sterilisasi Panas Kering (Dry Heat Sterilization) :
160-280° C selama 1-2 jam
 struktur material dapat berubah/
alat cepat rusak
• Sterilisasi Radiasi (Radiation Sterilization) : UV
• Sterilisasi Plasma (Plasma Sterilization)
AUTOCLAVE DOUBLE DOOR
MESIN STERILISASI PLASMA
STERILISASI

109
INDIKATOR STERILISASI
• Indikator mekanik ; bagian dari instrumen mesin sterilisasi.
Contoh : gauge, tabel dan indikator suhu/ tekanan

• Indikator kimia ; indikator yang menandai paparan sterilitas oleh uap


panas/gas eo bentuk : strip, tape, kartu, vial.
1. INTERNAL : complay (3M)
2. EKSTERNAL : autoclave tape (3M)

• Indikator biologi ; berisi populasi mikroorganisme spesifik dalam bentuk


spora yang non patogenik dan sangat resisten dalam jumlah tertentu
Contoh :
1. Bacillus stearothermophyllus untuk sterilisasi uap panas
2. Bacillus subtilis untuk sterilisasi gas EO dan panas kering
INDIKATOR EKSTERNAL
(kemasan linen & wrapping paper)
INDIKATOR EKSTERNAL
(kemasan linen & wrapping paper)
INDIKATOR INTERNAL
INDIKATOR BIOLOGI & INKUBATOR
4. PENYIMPANAN
• Suhu 18-22°c
• Kelembaban
35% - 75%
• Waktu kadaluarsa
• Pemantauan rutin
barang
kadaluarsa
KEMASAN TIDAK STERIL
1. Rusak atau terbuka
2. Keluar dari mesin sterilisasi steam basah atau
lembab
3. Kemasan jatuh atau diletakkan pada tempat
kotor
ALAT PELINDUNG DIRI
HAND HYGIENE
ALAT PELINDUNG DIRI

TUTUP
GOGGLES EAR MUFF
KEPALA

SARUNG
MASKER APRON TANGAN

SEPATU
BOOT
REFERENSI

• Pedoman Pelayanan Pusat Sterilisasi (CSSD)


di RS, 2001
• CSSR in Hospital Pharmacy, 1986
• Pedoman pengelolaan instalasi farmasi,
1990

119
SUMBER DAYA FRS :

I. SUMBER DAYA MANUSIA

II. FASILITAS
I. SUMBER DAYA MANUSIA
A. Pendahuluan
• Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga
teknis kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja
dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan
tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Ketersediaan
jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan
ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang
ditetapkan oleh Menteri.
• Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi
Farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan
peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun
sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit.
B. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
(SDM)
• Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi
SDM IFRS diklasifikasikan sbb :
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
1) Apoteker
2) Tenaga Teknis Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami
kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3) Pekarya/Pembantu pelaksana
C. Persyaratan
1) Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan
Pelayanan Kefarmasian harus di bawah supervisi
Apoteker.
2) Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. ( Kepala Instalasi
Farmasi ) diutamakan telah memiliki pengalaman
bekerja minimal 3 (tiga) tahun.
3) Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus
memenuhi persyaratan administrasi seperti yang
telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
4).Persyaratan Khusus Apoteker , harus
memiliki Kompetensi

o Kompetensi adalah intelegensia intelektual yang


merupakan integrasi dari pengetahuan
substansial,pengetahuan
kontekstual,keterampilan,pengalaman,
kemampuan fisik dan pergaulan. Kinerja
kompetensi diukur berdasarkan variasi atribut
kompetensi diatas . Perbedaan nilai pengukuran
merupakan variasi dari kualitas kompetensi
o Kompetensi Apoteker dalam Praktek
kefarmasian :

1. Mampu melakukan praktek kefarmasian secara


profesional dan etik
2. Mampu menyelesaikan masalah yang terkait
dengan sediaan farmasi
3. Mampu melakukan dispensing sediaan farmasi
dan alat kesehatan
4. Mampu menformulasi dan memproduksi sediaan
farmasi dan alat kesehatan
5. Mempunyai keterampilan dalam pemberian
informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
6. Mampu berkontribusi dalam upaya preventif dan
promotif kesehatan masyarakat
7. Mampu mengelola sediaan farmasi dan alat
kesehatan
8. Mampu mendesign,melakukan penyimpanan dan
pendistribusian sediaan farmasi dan alat kesehatan
9. Mempunyai keterampilan organisasi dan mampu
membangunan hubungan interpersonal dalam
menjalankan praktek kefarmasian
10. Mampu mengikuti perkembangan IPTEK yang
berhubungan dengan praktek kefarmasian
D. Kebutuhan SDM

• Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang


baik dan aman, maka dalam penentuan
kebutuhan SDM / tenaga harus
mempertimbangkan kompetensi yang
disesuaikan dengan :

o jenis pelayanan,
o tugas dan fungsi,
o wewenang
o tanggung jawab.
• Dalam perhitungan beban kerja perlu
diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh
pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:

1) kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate


(BOR);
2) jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan
(manajemen, klinik dan produksi);
3) jumlah Resep atau formulir permintaan Obat
(floor stock) per hari;
4) volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai
5) System pelayanan distribusi
• Penghitungan kebutuhan Apoteker
berdasarkan beban kerja pada :

1. Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang


meliputi pelayanan farmasi manajerial dan
pelayanan farmasi klinik, idealnya dibutuhkan
tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker
untuk 30 pasien.

2. Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang


meliputi pelayanan farmasi menajerial dan
pelayanan farmasi klinik idealnya dibutuhkan
tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker
untuk 50 resep.
3. Pelayanan Kefarmasian di ruang tertentu,
a) Unit Gawat Darurat;
b) Intensive Care Unit (ICU)
c) Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)
d) Neonatus Intensive Care Unit (NICU)
e) Pediatric Intensive Care Unit (PICU);
4. Pelayanan kefarmasian yang lain seperti
f) unit logistik medik/distribusi,
g) unit produksi steril/aseptic dispensing,
h) unit pelayanan informasi Obat
i) dan lain-lain tergantung pada jenis aktivitas dan
tingkat cakupan pelayanan yang dilakukan oleh
Instalasi Farmasi.
E.Pengembangan Staf dan Program
Pendidikan
• Setiap staf di Rumah Sakit harus diberi kesempatan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
• Peran Kepala Instalasi Farmasi dalam pengembangan
staf dan program pendidikan meliputi:
1) menyusun program orientasi staf baru, pendidikan
dan pelatihan berdasarkan kebutuhan
pengembangan kompetensi SDM.
2) menentukan dan mengirim staf sesuai dengan
spesifikasi pekerjaan (tugas dan tanggung jawabnya)
untuk meningkatkan kompetensi yang diperlukan.
3) menentukan staf sebagai narasumber / pelatih
/fasilitator sesuai dengan kompetensinya
II. FASILITAS
A.PENDAHULUAN
• Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah
sakit :
- harus didukung oleh fasilitas dan peralatan
yang memenuhi ketentuan dan perundang-
undangan kefarmasian yang berlaku.
- Lokasi harus menyatu dengan sistem
pelayanan rumah sakit, dipisahkan antara
fasilitas untuk penyelenggaraan
manajemen, pelayanan langsung kepada
pasien, peracikan, produksi dan laboratorium mutu
yang dilengkapi penanganan limbah.
- Fasilitas dan peralatan harus memadai dalam
hal kualitas dan kuantitas agar dapat
meningkatkan effisiensi waktu pelayanan,
respon pelayanan, pengambilan keputusan,
meminimalkan medication error terkait look a
like and sound a like (LASA) , identifikasi
pasien dengan memanfaatkan teknologi
berbasis Teknologi Informasi (misal melalui
barcode system) agar dapat menunjang fungsi
dan proses pelayanan kefarmasian, menjamin
lingkungan kerja yang aman untuk petugas,
dan memudahkan sistem komunikasi rumah
sakit.
- Pada Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit pasal 16 :

* Peralatan harus memenuhi persyaratan mutu,


keamanan, keselamatan, dan laik pakai.
* Peralatan yang memerlukan ketepatan
pengukuran harus dilakukan kalibrasi alat dan
peneraan secara berkala oleh balai pengujian
kesehatan dan/atau institusi yang berwenang.
* Peralatan harus dilakukan pemeliharaan,
didokumentasi, serta dievaluasi secara
berkala dan berkesinambungan.
B. FASILITAS :

Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang


menyangkut sarana, prasarana / alat(alat medik -
alat non medik) yang dibutuhkan oleh rumah sakit
dalam memberikan pelayanan bagi pasien baik
Fasilitas Utama maupun Fasilitas Penunjang
Sarana
adalah segala sesuatu benda fisik yang dapat
tervisualisasi oleh mata maupun teraba oleh
panca-indera dan dengan mudah dapat dikenali
oleh pasien dan (umumnya) merupakan bagian
dari suatu bangunan gedung ataupun bangunan
gedung itu sendiri.
Prasarana
adalah benda maupun jaringan / instalasi yang
membuat suatu sarana yang ada bisa berfungsi
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Sarana
1. Ruang kantor / administrasi dibagi atas :
• Ruang pimpinan
• Ruang staf
• Ruang kerja / administrasi tata usaha
• Ruang pertemuan

2. Ruang Penerimaan sediaan farmasi ,alat kesehatan


dan BMHP yaitu Ruangan untuk menerima dari
supplier dan dari unit produksi Farmasi.
Ruang penerimaan harus memiliki :
o Tempat pengecekan kualitas
o Meja Administrasi
3. Ruang Penyimpanan

• Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi


sanitasi, temperatur, sinar/cahaya, kelembaban,
ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk
dan keamanan petugas yang terdiri dari :
1). Ruangan penympanan sediaan Farmasi
2). Ruangan penyimpanan Alat Kesehatan
3). Ruangan penyimpanan BMHP
1) Ruang penyimpanan sediaan farmasi ,seperti :
o Obat jadi
o Obat produksi
o Obat termolabil
o Obat mudah terbakar
o Obat High Alert
o Obat narkotik dan psikotropik,
o Obat sitostatika
2). Ruangan penyimpanan Alat Kesehatan,seperti :
o Alkes steril
o Alkes non steril
3). Ruangan penyimpanan BMHP seperti :
o Reagensia
o Bahan kontras
4.Ruang distribusi
Ruang distribusi harus cukup untuk melayani seluruh
kebutuhan pasien di rumah sakit.
Ruang distribusi dibagi atas :
o Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan, ada
ruang khusus/terpisah untuk penerimaan resep,
peracikan dan penyerahan obat .
o Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap,
 Ruang distribusi untuk melayani system floor
stock
 Ruang distribusi untuk melayani Unit Dose
Dispensing System
5. Ruang Konsultasi / Konseling Obat

o Ruang konsultasi / konseling obat harus ada


sebagai sarana untuk apoteker memberikan
konsultasi / konseling pada pasien dalam
rangka meningkatkan pengetahuan dan
kepatuhan pasien.
o Ruang konsultasi / konseling harus jauh dari
hiruk pikuk kebisingan lingkungan rumah sakit
dan nyaman sehingga pasien maupun
konselor dapat berinteraksi dengan baik.
o Ruang konsultasi / konseling dapat berada di
instalasi farmasi rawat jalan maupun rawat
inap.
6.Ruang Pelayanan Informasi Obat

o Pelayanan informasi obat dilakukan di ruang


tersendiri
o Mempunyai ruangan kerja Pelayanan
o Mempunyai ruangan untuk perlengkapan
sumber informasi dan teknologi komunikasi,
berupa ruangan pustaka dll
7. Ruang Produksi non steril
Secara umum persyaratan bangunan untuk
ruangan produksi memenuhi kriteria :
a. Lokasi,
Lokasi jauh dari pencemaran lingkungan(udara,tanah
dan air tanah)
b. Konstruksi,
Ada sarana perlindungan terhadap :
o Cuaca
o Banjir
o Rembesan air
o kelembaban
o Binatang / serangga
c. Rancang bangun dan penataan gedung di
ruang produksi harus memenuhi kriteria :

– Disesuaikan dengan alur barang, alur kerja / proses,


alur orang / pekerja.
– Pengendalian lingkungan terhadap :
o Udara
o Permukaan langit - langit, dinding, lantai dan
peralatan / sarana lain
o Barang masuk
o Petugas yang di dalam
– Luas ruangan minimal 2 kali daerah kerja + peralatan,
dengan jarak setiap peralatan minimal 2,5 m
– Di luar ruang produksi ada fasilitas untuk lalu lintas
petugas dan barang

d. Pembagian ruangan
– Ruang terpisah antara obat jadi dan bahan baku
– Ruang terpisah untuk setiap proses produksi
– Ruang terpisah untuk produksi obat luar dan obat
dalam
– Gudang terpisah untuk produksi antibiotik (bila ada)
– Tersedia saringan udara, efisiensi minimal 98 %
– Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan
pintu harus :
o Kedap air
o Tidak terdapat sambungan
o Tidak merupakan media pertumbuhan untuk
mikroba
o Mudah dibersihkan dan tahan terhadap bahan
pembersih / desinfektan

– Daerah pengolahan dan pengemasan hindari


bahan dari kayu, kecuali dilapisi cat epoxy/
enamel.
– Persyaratan ruangan steril dan nonsteril
harus memenuhi kriteria Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) untuk :
o Ventilasi ruangan
o Suhu
o Kelembaban
o Intensitas cahaya
– Pemasangan instalasi harus sesuai kriteria
CPOB untuk :
o Pipa saluran udara
o Lampu
o kabel dan peralatan listrik
8. Ruang Produksi Steril /aseptic
dispensing harus memenuhi spesifikasi:
a. Lantai :
Permukaan datar dan halus, tanpa sambungan,
keras, resisten terhadap zat kimia dan fungi, serta
tidak mudah rusak
b. Dinding :
o Permukaan rata dan halus, terbuat dari bahan
yang keras, tanpa sambungan, resisten
terhadap zat kimia dan fungi, serta tidak
mudah rusak.
• -
o Sudut-sudut pertemuan lantai dengan dinding dan
langit-langit dengan dinding dibuat melengkung
dengan radius 20 – 30 mm
o Colokan listrik datar dengan permukaan dan kedap
air dan dapat dibersihkan

c. Plafon :
o Penerangan, saluran dan kabel dibuat di atas
plafon.
o Lampu rata dengan langit-langit / plafon dan diberi
lapisan untuk mencegah kebocoran udara
d. Pintu
Rangka terbuat dari stainles steel . Pintu membuka
ke arah ruangan yang bertekanan lebih tinggi.

e. Aliran udara
Aliran udara menuju ruang bersih, ruang
penyiapan, ruang ganti pakaian dan ruang antara
harus melalui HEPA filter dan memenuhi
persyaratan kelas 10.000. Pertukaran udara
minimal 120 kali per jam.
f. Tekanan udara
Tekanan udara di dalam ruang bersih adalah 15
Pascal lebih rendah dari ruang lainnya sedangkan
tekanan udara dalam ruang penyiapan, ganti
pakaian dan antara harus 45 Pascal lebih tinggi
dari tekanan udara luar.

g. Temperatur
Suhu udara diruang bersih dan ruang steril,
dipelihara pada suhu 16 – 25° C
h. Kelembaban
o Kelembaban relatif 45 – 55%.
o Ruang bersih, ruang penyangga, ruang ganti
pakaian steril dan ruang ganti pakaian
kerja hendaknya mempunyai perbedaan
tekanan udara 10-15 pascal.
o Tekanan udara dalam ruangan yang
mengandung risiko lebih tinggi terhadap produk
hendaknya selalu lebih tinggi dibandingkan
ruang sekitarnya. Sedangkan ruang bersih
penanganan sitostatika harus bertekanan lebih
rendah dibandingkan ruang sekitarnya.
9. Laboratorium Farmasi
Dalam hal instalasi farmasi melakukan kegiatan
penelitian dan pengembangan yang membutuhkan
ruang laboratorium farmasi, maka harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
Persyaratan laboratorium farmasi:
o Lokasi ,Lokasi terpisah dari ruang produksi. Konstruksi
bangunan dan peralatan tahan asam, alkali, zat kimia
dan pereaksi lain (harus inert) ; aliran udara, suhu dan
kelembaban sesuai persyaratan.
o Tata ruang disesuaikan dengan kegiatan dan alur kerja
o Perlengkapan instalasi (air, listrik) sesuai persyaratan
Prasarana

• Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang


ditetapkan terutama untuk perlengkapan peracikan
dan penyiapan baik untuk sediaan steril, non steril,
maupun cair untuk obat luar atau dalam.

• Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada


pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan
dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun.
Peralatan minimal yang harus tersedia :
a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan
pembuatan obat baik steril maupun nonsteril.
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip
c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan
pelayanan informasi obat
d. Lemari penyimpanan khusus untuk sitostatika dan
narkotika
e. Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk obat
yang termolabil
f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem
pembuangan limbah yang baik
g. Alarm
1. Peralatan Kantor
o Mebeulair ( meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet
dan lain-lain), Alat tulis kantor
o Telepon dan faksimili
o Komputer, Sistem komputerisasi harus diadakan dan
difungsikan secara optimal untuk kegiatan sekretariat,
pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
habis pakai serta pelayanan farmasi klinik. Sistem
informasi farmasi harus terintegrasi dengan sistem
informasi rumah sakit untuk meningkatkan efisiensi
fungsi manajerial dan agar data klinik pasien mudah
diperoleh untuk monitoring terapi pengobatan dan
fungsi klinik lainnya. Sistem komputerisasi meliputi
Jaringan , Perangkat keras Perangkat lunak (program
aplikasi)
2. Peralatan Produksi

• Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan


dan pembuatan obat, baik nonsteril maupun
steril/ aseptik

• Peralatan harus dapat menunjang persyaratan


keamanan cara pembuatan obat yang baik
3. Peralatan Aseptic Dispensing:

o Biological Safety Cabinet / Vertical Laminar Air


Flow Cabinet (untuk pelayanan sitostatik)
o Horizontal Laminar Air Flow Cabinet (untuk
pelayanan pencampuran obat suntik dan nutrisi
parenteral)
o Pass-box dengan pintu berganda (air-lock)
o Barometer
o Termometer
o Wireless intercom
4. Peralatan Penyimpanan
a. Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum
o lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu,
kelembaban dan cahaya yang berlebihan
o Lantai dilengkapi dengan palet
b. Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus :
o Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
o Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus
divalidasi secara berkala
o Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat
psikotropika
o Peralatan untuk penyimpanan obat, penanganan dan
pembuangan limbah sitotoksik dan obat berbahaya
harus dibuat secara khusus untuk menjamin
keamanan petugas, pasien dan pengunjung
•  
5. Peralatan Pendistribusian/Pelayanan
• Pelayanan rawat jalan (Apotik)
• Pelayanan rawat inap (satelit farmasi)
6. Peralatan Konsultasi
o Buku kepustakaan bahan-bahan leaflet,dan brosur dan
lain-lain
o Meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari
untuk menyimpan profil pengobatan pasien
o Komputer, Telpon
o Lemari arsip , Kartu arsip
7. Peralatan Ruang Informasi Obat
o Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan
pelayanan informasi obat
o Peralatan meja, kursi, rak buku, kotak
o Komputer, Telpon – Faxcimile
o Lemari arsip , Kartu arsip
o TV dan VCD player

8. Peralatan Ruang Arsip


o Kartu Arsip
o Lemari/Rak Arsip
ADMINISTRASI INSTALASI
FARMASI RUMAH SAKIT
DATA KEBUTUHAN IFRS
 Rata-Rata Kunjungan/ Hari =

Jumlah Kunjungan
Hari Buka Klinik

 BOR (Bed Occupancy Rate) =

Angka (presentase) penggunaan tempat tidur

Data BOR dan Jumlah Kunjungan diperlukan untuk menghitung


anggaran pengadaan barang farmasi
Pemeriksaan Penunjang Medik Farmasi

1. Prosentase R/ yg R/ yg Dilayani x 100%


Dilayani RS thd R/ RS 
R / RS

2.
Prosentase Item
Obat yg Tersedia thd 
Item Obat dlm
Formularium Item Obat Trsd x 100%
Item Obat
NILAI INI AKAN DILAPORKAN RS KE Formularium
KEMENKES
Persediaan Maksimum
Jumlah persediaan terbesar yang telah tersedia. Jika kita
telah mencapai nilai persediaan maksimum ini, maka kita
tidak perlu lagi melakukan pemesanan untuk menghindari
terjadinya stok mati yang dapat menyebabkan kerugian.

Persediaan Minimum
Jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila
persediaan telah mencapai nilai minimum ini, maka langsung
dilakukan pemesanan agar kontinuitas usaha dapat
berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya kurang dari
persediaan minimum, maka dapat terjadi stok kosong.
STOK MINIMUM BARANG
• Data jumlah pemakaian barang pada apotik
dalam satu waktu tertentu
• Hitung rata-ratanya (membagi jumlah data
pemakaian dengan jumlah bulan)
• Jumlah rata-rata tersebut menjadi batas
minimum jumlah barang dalam satu bulan
STOK MAKSIMUM BARANG
Menghitung batas maksimum jumlah barang
yakni dengan mengalikan batas minimum
barang tersebut dengan variabel pengali (1,2-
1,6)

a. Untuk barang yang pergerakannya cepat, jumlah


minimum dikalikan dengan variabel pengali 1,6.
b. Untuk barang yang pergerakannya sedang, jumlah
minimum dikalikan dengan variabel pengali 1,4.
c. Untuk barang yang pergerakannya lambat, jumlah
minimum dikalikan dengan variabel pengali 1,2.
• NILAI STOK MINIMUM DAN
MAKSIMUM DIBUTUHKAN UNTUK
PERSEDIAAN BARANG FARMASI
INDIKATOR PENGELOLAAN
PENDAHULUAN

• Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan


salah satu manajemen rumah sakit yang
penting.
Jika pengelolaan tidak efisien akan berdampak
negatif terhadap rumah sakit baik secara
medis maupun ekonomi (Quick et al, 1997).
TAHAP PENGELOLAAN OBAT
• Untuk menganalisis kualitas
pengelolaan obat→ perlu
indikator dari tiap tahap
pengelolaan obat.
TAHAP PENGELOLAAN
SELEKSI

PENGGUNAAN PERENCANAAN

DISTRIBUSI PENGADAAN

PENYIMPANA
N
1. SELEKSI
PROSES KEGIATAN SEJAK DARI :
meninjau masalah kesehatan di RS

identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis

menentukan kriteria pemilihan dengan
memprioritaskan obat esensial

Standarisasi, menjaga, dan memperbaharui
standar obat
Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat

1. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis


dan statistik yang memberikan efek terapi
jauh lebih baik dibandingkan dengan risiko
efek samping yang ditimbulkan.
2. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin
untuk menghindari duplikasi dan kesamaan
jenis.
3. Apabila jenis obat dengan indikasi sama
dalam jumlah banyak, maka kita memilih
berdasarkan “drug of choice” dari penyakit
yang prevalensinya tinggi.

4. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang


spesifik untuk terapi yang lebih baik.
5. Menghindari penggunaan obat kombinasi,
kecuali jika obat kombinasi tersebut
mempunyai efek yang lebih baik dibanding
obat tunggal.

Indikator seleksi obat : kesesuaian item obat


yang tersedia dengan DOEN/ FORNAS
2. PERENCANAAN
• Tujuan perencanaan: untuk mendapatkan
jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan pola
penyakit dan kebutuhan pelayanan,
menghindari terjadinya stock out dan
meningkatkan penggunaan obat secara
rasional.
Indikator perencanaan obat (Pudjaningsih,
1996)
1. Persentase Dana
→ persentase dana yang tersedia pada IFRS
dibanding kebutuhan dana yang sesungguhnya.
Nilai standar persentase dana yang tersedia
adalah 100%.
2. Penyimpangan perencanaan
→ jumlah item obat dalam perencanaan dan
jumlah item obat dalam kenyataan pakai.
Nilai standar batas penyimpangan perencanaan
adalah 20-30%.
3. PENGADAAN
• Pengadaan merupakan proses untuk
memperoleh barang. Menurut Quick et al (2012),
pengadaan yang efektif menjamin ketersediaan
obat dalam jenis dan jumlah yang tepat, harga
yang rasional, dan kualitas obat yang terjamin.
• Tiga sumber pengadaan barang:
1.Pembelian
2.Sumbangan
3.Pembuatan
Indikator pengadaan obat
Frekuensi pengadaan tiap item obat setiap
tahunnya

• digolongkan menjadi 3 kategori: rendah (<12),


sedang (12-24), tinggi (>24)
• Banyaknya obat dengan frekuensi sedang dan
tinggi → kemampuan IFRS dalam merespon
perubahan kebutuhan obat dan melakukan
pembelian obat dalam jumlah sesuai dengan
kebutuhan saat itu.
• Pengadaan obat yang berulang menunjukkan
bahwa yang tersedia di IFRS merupakan obat
dengan perputaran cepat (fast moving).

• Banyaknya obat yang masuk kedalam


jenis slow moving → kerugian bagi rumah
sakit.
Frekuensi kesalahan faktur

• Kriteria kesalahan faktur: adanya


ketidakcocokan jenis obat, jumlah obat dalam
suatu item, atau jenis obat dalam faktur
terhadap surat pesanan yang bersesuaian
• Penyebab:
– Tidak ada stok, atau barang habis di PBF
– Stok barang yang tidak sesuai
– Reorder atau frekuensi pemesanan terlalu
banyak
Frekuensi tertundanya pembayaran oleh RS
terhadap waktu yang disepakati

• Tingginya frekuensi tertundanya pembayaran


menunjukkan kurang baiknya manajemen
keuangan pihak RS

• Hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan


pihak pemasok kepada RS sehingga potensial
menyebabkan ketidaklancaran suplai obat di
kemudian hari.
4. PENYIMPANAN
• Penyimpanan merupakan proses kegiatan
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima
pada tempat yang memenuhi syarat dan aman,
sehingga obat berada dalam keadaan aman, dan
dapat dihindari kemungkinan obat rusak.

• Semakin besar persediaan berarti resiko


penyimpanan, fasilitas yang harus dibangun dan
pemeliharaan yang dibutuhkan menjadi lebih
besar.
Indikator penyimpanan obat
(Pudjaningsih, 1996)

1.Persentase kecocokan antara barang dan stok


komputer atau kartu stok

- pencocokan harus dilakukan pada waktu


yang sama karena adanya transaksi

- Ketidakcocokan akan menyebabkan


terganggunya perencanaan pembelian barang
dan pelayanan terhadap pasien.
2.Turn Over Ratio (TOR)

Harga Pokok Penjualan (HPP) dalam 1 tahun


nilai rata – rata persediaan pada akhir tahun

TOR digunakan untuk mengetahui berapa kali


perputaran modal dalam 1 tahun, menghitung
efisiensi dalam pengelolaan obat.
Apabila TOR rendah, berarti masih banyak stok
obat yang belum terjual sehingga
mengakibatkan obat menumpuk dan
berpengaruh terhadap keuntungan (Jati,
2010).
3. Sistem penataan gudang.

Sistem penataan gudang bertujuan untuk


menilai sistem penataan obat di gudang
Standar sistem penataan obat adalah FIFO
(First In First Out) dan FEFO (First Expired First
Out).
4.Persentase nilai obat yang kadaluarsa dan atau
rusak

Mencerminkan ketidaktepatan perencanaan dan


atau kurang baiknya sistem distribusi dan atau
kurangnya pengawasan mutu dalam penyimpanan
obat dan atau terjadinya perubahan pola penyakit
atau pola peresepan oleh dokter. Persentase nilai
obat yang kadaluarsa dan atau rusak masih dapat
diterima jika nilainya dibawah 1%.
5.  Persentase stok mati

Stok mati = stok obat yang tidak digunakan selama 3


bulan atau selama 3 bulan tidak terdapat transaksi.
Penyebabnya :

• Tidak diresepkannya obat oleh dokter karena


dokter memilih obat lain.
• Perubahan pola penyakit.
• Dokter tidak taat terhadap formularium.
• Kurang tepatnya perencanaan pengadaan obat.
Kerugian yang ditimbulkan akibat stok mati:

perputaran uang yang tidak lancar, kerusakan


obat akibat terlalu lama disimpan sehingga
menyebabkan obat kadaluarsa.

Cara mengatasi untuk mengurangi kerugian:


mengembalikan beberapa item obat kepada PBF.
• Persentase nilai stok akhir obat

Untuk menilai stok akhir obat, yaitu sebagai


berikut :

- Stok berlebih

Stok berlebih → meningkatkan pemborosan


& kemungkinan obat ED atau rusak dalam
penyimpanan.
Untuk mengantisipasi adanya obat yang
melampaui batas ED:

a. Memberlakukan sistem FIFO dan atau FEFO


b. Mengembalikan obat kepada PBF atau
menukar obat yang hampir tiba waktu
kadaluarsanya dengan obat baru
- Stok kosong

Stok kosong adalah jumlah stok akhir obat


sama dengan nol; stok obat di gudang
mengalami kekosongan dalam persediaannya

sehingga bila ada permintaan tidak bisa


terpenuhi.
Faktor-faktor penyebab terjadinya stok kosong:

a.Tidak terdeteksinya obat yang hampir habis.


b.Hanya ada persediaan yang sedikit untuk
obat – obat tertentu (slow moving).
c.Barang yang dipesan belum datang.
d.PBF mengalami kekosongan
e.Pemesanannya ditunda oleh PBF
5. DISTRIBUSI
• Merupakan proses yang dimulai dari permintaan
sampai penyerahan ke penggunaan perbekalan
farmasi di RS yaitu pasien dan petugas kesehatan.

• Tujuan distribusi: untuk menjamin ketersediaan obat,


memelihara mutu obat, menghindari penggunaan
yang tidak bertanggungjawab, menjaga kelangsungan
persediaan, memperpendek waktu tunggu,
pengendalian persediaan, dan memudahkan
pencarian dan pengawasan.
• Sistem distribusi obat di rumah sakit sangat
bervariasi tergantung dari kebijakan yang
diterapkan rumah sakit, kondisi serta fasilitas
fisik, sumber daya manusia serta tata ruang
rumah sakit tersebut. Macam sistem distribusi
obat di RS: sistem floor stock, individual
prescription, dan unit dose dispensing
Syarat distribusi yang baik
1. Ketersediaan obat tetap terpelihara
2.Mutu dan kondisi sediaan obat tetap stabil
dalam seluruh proses distribusi
3.Kesalahan obat minimal dan keamanannya
maksimum pada penderita
4.Obat yang rusak dan kadaluarsa sangat minimal
5.Efisiensi dalam penggunaan sumber terutama
personel
6. Meminimalkan pencurian, kehilangan,
pemborosan, dan penyalah gunaan obat
7.IFRS  mempunyai  akses  dalam  semua  tahap 
produksi  untuk  pengendalian,  pemantauan 
dan  penerapan pelayanan farmasi klinik
8.Terjadinya interaksi antara dokter-apoteker-
perawat-penderita
9.Harga terkendali
10.Meningkatnya penggunaan obat yang rasional
Indikator distribusi obat
1. Rata-rata waktu yang digunakan untuk
melayani resep sampai ke tangan pasien

- untuk mengetahui tingkat kecepatan


pelayanan apotek rumah sakit
- Perhitungan :
waktu sejak pasien menyerahkan resep
sampai pasien menerima obat
2. Persentase obat yang diserahkan

- untuk mengetahui sejauh mana


kemampuan IFRS menyediakan obat yang
diresepkan

- Perhitungan :
Jumlah obat yang diserahkan x 100 %
Jumlah total obat dalam resep
3. Persentase obat yang diberi label dengan
benar

- untuk mengetahui penguasaan peracik


(dispenser) tentang informasi pokok yang
harus ditulis dalam etiket
- Perhitungan :
Jumlah obat dg label benar x 100 %
Jumlah total obat
6. PENGGUNAAN

• Penggunaan obat adalah proses yang meliputi


peresepan oleh dokter, pelayanan obat oleh
farmasi serta penggunaan obat oleh pasien.

• Indikator dalam penggunaan obat antara lain


sebagai berikut (WHO, 2003) :
1. Jumlah rata – rata obat tiap resep

- mengukur derajat polifarmasi


- kombinasi obat dihitung sebagai 1 obat
- Perhitungan :

jumlah total obat yang diresepkan


jumlah resep yang disurvei
2. Persentase obat generik yang diresepkan

- mengukur kecenderungan peresepan obat


generik
- Perhitungan :

jumlah obat generik yang diresepkan x 100 %


jumlah total obat yang disurvei
3. Persentase antibiotik yang diresepkan

- mengukur penggunaan antibiotik yang


berlebihan bentuk ketidakrasionalan
peresepan
- Perhitungan :

Jumlah antibiotik dalam resep x 100 %


Jumlah total obat dalam resep
4. Persentase injeksi yang diresepkan

- mengukur penggunaan injeksi yang


berlebihan
- Perhitungan :

Jumlah sediaan injeksi dalam resep x 100 %


Jumlah total obat dalam resep
5. Persentase obat yang diresepkan dari
formularium

- mengukur derajat kesesuaian resep dengan


formularium
- Perhitungan :

Jumlah obat dalam resep sesuai Form x 100 %


Jumlah total obat dalam resep
PENGELOLAAN LIMBAH
DI RUMAH SAKIT
LIMBAH

 Bahan sisa pada suatu kegiatan dan atau


proses produksi
 Limbah gas

 Limbah cair

 Limbah padat = sampah


LIMBAH PADAT
PENGELOLAAN SAMPAH
PERENCANAAN SDM
 PERLU KESADARAN DAN TANGGUNG JAWAB

 PELATIHAN SECARA BERKALA DAN EVALUASI

 MENINGKATKAN POLA KERJASAMA ANTAR


SELURUH PERSONIL

 SARANA DAN PRASARANA DENGAN DUKUNGAN


PIHAK MANAJEMEN
TUJUAN
 MELINDUNGI PETUGAS PEMBUANGAN SAMPAH DARI
LUKA

 MELINDUNGI PETUGAS PEMBUANGAN SAMPAH DARI


PENYEBARAN PENYAKIT

 MENCEGAH PENULARAN PENYAKIT PADA MASYARAKAT


SEKITAR

 MEMBUANG BAHAN-BAHAN BERBAHAYA DENGAN AMAN

 MENCEGAH TEMPAT BERKEMBANG BIAK SERANGGA


 SEMUA KARYAWAN YANG MENANGANI SAMPAH DIBERI PELATIHAN

 DILENGKAPI PELINDUNG SEPERTI : PAKAIAN TAHAN AIR, SARUNG


TANGAN DAN ALAS KAKI

 SETIAP KECELAKAAN / KEJADIAN MERUGIKAN HARUS DITANGANI


DENGAN PERATURAN ATAU PETUNJUK YANG BERLAKU ATAU KEBIJAKAN
YANG ADA
SAMPAH TERBUKA
 SASARAN PEMULUNG YANG MEMANFAATKAN
SAMPAH TERKONTAMINASI

 MENYEBABKAN LUKA

 MENIMBULKAN BAU BUSUK

 MENGUNDANG LALAT DAN HEWAN LAINNYA

 CITRA RUMAH SAKIT


SAMPAH RUMAH SAKIT
1. SAMPAH NON MEDIS/ DOMESTIK

2. SAMPAH MEDIS/ INFEKSIUS


SAMPAH KLINIS
SAMPAH LABORATORIUM

3. SAMPAH BERBAHAYA
SAMPAH RADIO AKTIF
SAMPAH OBAT KANKER
SAMPAH PRODUK PEMBERSIH, DISINFEKTAN
1. SAMPAH NON MEDIS (DOMESTIK)

 SAMPAH RUMAH TANGGA


 TIDAK TERKENA DARAH ATAU CAIRAN TUBUH
 TIDAK BERACUN, TIDAK MENIMBULKAN INFEKSI
DAN TIDAK MENIMBULKAN MASALAH KESEHATAN
 CONTOH : kertas, kotak, botol, wadah plastik, sisa
makanan, sisa pembungkus obat, sampah kebun,
dll
2. SAMPAH MEDIS/ INFEKSIUS
SAMPAH KLINIS
 Bahan yang mengalami kontak dengan darah atau cairan

tubuh
 Berisiko tinggi menularkan penyakit karena berisi

bakteri,jamur,virus atau parasit


 Perban/kasa/pembalut luka atau benda-benda dari

kamar operasi
 Bahan autopsi,potongan tubuh, plasenta

 Benda tajam bekas pakai seperti jarum suntik, pisau

bedah, jarum jahit, tabung darah, dll


SAMPAH MEDIS/ INFEKSIUS

SAMPAH LABORATORIUM

• Berupa sampah dari laboratorium seperti : darah,


tinja, dahak, nanah, urin, biakan mikrobiologi
• Sebelum keluar dari Lab disterilisasi dulu dengan
autoklaf
• Berupa sampah dari patologi : organ tubuh, jaringan
• Berisiko tinggi menularkan penyakit
PENYAKIT YANG DITULARKAN

 HEPATITIS B
 HEPATITIS C

 HIV AIDS

 TBC

 TIFUS

 DLL
3. SAMPAH BERBAHAYA

• Tidak menularkan penyakit


• Tetapi berbahaya karena beracun
• Sampah zat radioaktif dari Radiologi
• Sampah obat kanker dari Farmasi
• Bahan-bahan kimia atau farmasi seperti wadah obat
kadaluarsa, vaksin, reagen, disinfektan
• Sampah logam berat seperti air raksa termometer
• Wadah berisi gas seperti aerosol
PENGELOLAAN SAMPAH
1. PEMILAHAN SAMPAH

2. PENANGANAN SAMPAH

3. PENAMPUNGAN SAMPAH SEMENTARA

4. PEMBUANGAN / PEMUSNAHAN SAMPAH


1. PEMILAHAN SAMPAH

• MENYEDIAKAN BAK PENAMPUNG SAMPAH DILAPISI


KANTONG PLASTIK KUAT DAN TDK MUDAH ROBEK

• SAMPAH NON MEDIS : KANTONG HITAM


• SAMPAH MEDIS : KANTONG KUNING
• SAMPAH OBAT KANKER : KANTONG UNGU
• SAMPAH BAHAN BERACUN : KANTONG COKLAT
• SAMPAH RADIOAKTIF : KANTONG MERAH
• BERI LABEL YANG MUDAH DIBACA
• TERSEDIA SALURAN AIR UNTUK LIMBAH CAIR
2. PENANGANAN SAMPAH
 Tidak boleh penuh, terisi 2/3 bawa ke tpa
 Wadah kantong plastik diikat rapat dengan tali, diberi label dan dibuang
berikut wadahnya
 Label bertulis tempat penghasil limbah
 Jangan mengeluarkan sampah dari wadahnya ke gerobak sampah
 Sampah diangkat dengan memegang leher kantong plastik.
 Kereta sampah dibedakan antara sampah medis dan sampah non medis
 Mudah dibersihkan dan didisinfeksi secara rutin
 Petugas yang menangani harus memakai sarung tangan dan sepatu
boot ( alat pelindung diri ).
 Petugas harus mencuci tangan dengan sabun selesai menangani
sampah
3. PENAMPUNGAN SEMENTARA

 Pada daerah yang mudah dijangkau petugas,


pasien dan pengunjung
 Harus bertutup, kedap air, tidak mudah bocor agar
terhindar dari jangkauan serangga, tikus dan
hewan lain
 Hanya bersifat sementara dan tidak boleh lebih
dari satu hari, limbah lab tdk blh lbh dari 24 jam
 Selesai dibuang isinya, dicuci dan dikeringkan.
4. PEMBUANGAN/ PEMUSNAHAN

 SAMPAH NON MEDIS/DOMESTIK : TPA

 SAMPAH MEDIS/INFEKSIUS :

1. PEMBAKARAN DENGAN INSINERATOR:


- Membunuh kuman-kuman
- Mengurangi volume sampah sampai 90%

2. MENGUBUR SAMPAH / KAPURISASI

 SAMPAH FARMASI DIKEMBALIKAN KE DISTRIBUTOR

 SAMPAH RADIOLOGI KE BATAN


PERHATIKAN
 Apakah kantong sudah terikat sebelum dibawa
dan tidak akan putus ?

 Pegang kantong pada leher saja

 Bagaimana prosedur apabila terjadi tumpahan ?

 Gunakan alat pelindung diri !


3. LIMBAH CAIR

Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai


dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan
prosedur penanganan dan penyimpanannya.
a. Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem
saluran tertutup, kedap air, dan limbah harus mengalir
dengan lancar, serta terpisah dengan saluran air hujan.
b. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair
sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan
disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila
belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air
limbah perkotaan.
c. Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk
mengetahui debit harian limbah yang dihasilkan.
d. Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan
saluran air limbah harus dilengkapi/ ditutup dengan grill.
e. Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai
IPAL harus dikelola sesuai kebutuhan yang berlaku melalui
kerjasama dengan pihak lain atau pihak yang berwenang.
f. Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent)
dilakukan setiap bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3
bulan sekali uji petik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g. Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang
mengandung atau terkena zat radioaktif, pengelolaannya
dilakukan sesuai ketentuan BATAN.
h. Parameter radioaktif diberlakukan bagi rumah sakit sesuai
dengan bahan radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit
yang bersangkutan.(4)
TPS
BAK SEDIMENTASI
BAK EQUALISASI
BAK AERASI
KARBON FILTER
BAK KLORINASI
Manajemen Pengolahan Limbah Rumah
Sakit
Insinerator
Limbah
Infeksius
TPA
Limbah
Rumah
tangga
Batan
Radioaktif

Insinerator
Sitostatik
PENANGANAN SAMPAH

PETUGAS HARUS
MENCUCI TANGAN
DENGAN SABUN SELESAI
MENANGANI SAMPAH
6 LANGKAH CUCI TANGAN

1 2 3 4
Telapak dengan telapak. Telapak kanan diatas punggung Telapak dengan telapak dan Letakkan punggung jari
tangan kiri dan telapak kiri jari saling terkait. pada telapak satunya
diatas punggung tangan kanan. dengan jari saling
mengunci.

CUCI TANGAN MERUPAKAN


TINDAKAN UTAMA DALAM
MENCEGAH TERJADINYA
INFEKSI SILANG ANTARA
PETUGAS KESEHATAN
DENGAN PASIEN ATAU
DARI PASIEN KE
5 6 PETUGAS KESEHATAN

Jempol kanan digosok Jari kanan menguncup, Pegang pergelangan tangan


memutar oleh telapak kiri gosok, memutar kekanan kanan dengan tangan kiri
dan sebaliknya. dan ke kiri pada telapak dan sebaliknya, gerakan
tangan kiri, kemudian memutar. Bilas dengan
sebaliknya. air mengalir sampai bersih.
SELESAI
PENGENDALIAN,
PENGHAPUSAN/PEMUSNAHAN, PENARIKAN
1. PENGENDALIAN

• Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan


jumlah persediaan, penggunaan perbekalan
farmasi dan pengawasan/ pelayanan

• Pengendalian penggunaan perbekalan farmasi


dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus
bersama dengan KFT di Rumah Sakit.
a. PENGENDALIAN PERSEDIAAN

• Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional


suatu perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory
control)
• Finance menghendaki tingkat persediaan yang rendah, sedangkan
Marketing dan operasi menginginkan tingkat persediaan yang tinggi
agar kebutuhan konsumen dan kebutuhan produksi dapat dipenuhi.
• Berkaitan dengan kondisi diatas, maka perlu ada pengaturan terhadap
jumlah persediaan, baik bahan-bahan maupun produk jadi, sehingga
kebutuhan proses produksi maupun kebutuhan pelanggan dapat
dipenuhi.
Tujuan pengendalian persediaan perbekalan
farmasi
 Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan/ kekosongan,
kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, AlKes dan BMHP

 Agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam


jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam
spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga
kontinuitas usaha dapat terjamin (tidak terganggu).
• Persediaan yang terlalu banyak,
maupun terlalu sedikit akan
minimbulkan membengkaknya
biaya persediaan.
Tugas KFT sehubungan dengan pengendalian
Cara untuk mengendalikan persediaan

a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang


digunakan (slow moving)
b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak
digunakan dalam waktu tiga bulan berturut- turut
(dead stock)
c. Menentukan Stok optimum yaitu stok obat yang
diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak
mengalami kelurangan/ kekosongan
d. Menentukan Nilai stok minimum
* Data jumlah pemakaian barang dalam satu
waktu tertentu
* Hitung rata-ratanya (membagi jumlah data
pemakaian dengan jumlah bulan)
* Jumlah rata-rata tersebut menjadi batas
minimum jumlah barang dalam satu bulan
e. Menentukan Nilai stok maksimum
Menghitung batas maksimum jumlah barang yakni
dengan
mengalikan batas minimum barang tersebut
dengan variabel pengali (1,2-1,6)
* Untuk barang yang pergerakannya cepat, jumlah
minimum dikalikan dengan variabel pengali 1,6.
* Untuk barang yang pergerakannya sedang, jumlah
minimum dikalikan dengan variabel pengali 1,4.
* Untuk barang yang pergerakannya lambat, jumlah
minimum dikalikan dengan variabel pengali 1,2.
f. Menentukan waktu tunggu (lead time) yaitu
waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan
sampai obat diterima
g. Stok opname yang dilakukan secara periodik
setiap bulan, 3 bulan, 6 bulan, setahun
Jika persediaan terlalu banyak carrying cost

yaitu biaya-biaya yang terjadi karena  perusahaan memiliki persediaan yang


banyak, seperti :

biaya yang tertanam dalam persediaan,


biaya modal (termasuk biaya kesempatan pendapatan atas dana yang
tertanam dalam persediaan),
sewa gudang, 
biaya administrasi pergudangan,
gaji pegawai pergudangan,
biaya asuransi,
biaya pemeliharaan persediaan,
biaya kerusakan/ kehilangan,
Jika persediaan terlalu sedikit  stock out cost

Yaitu menimbulkan biaya akibat kekurangan


persediaan yang biasa disebut seperti :

• mahalnya harga karena membeli dalam partai kecil,


• terganggunya proses produksi, sehingga tidak
tersedianya produk jadi untuk konsumen.
Jika tidak memiliki persediaan

Akan terdapat 3 kemungkinan, yaitu :

• Konsumen menangguhkan pembelian (jika kebutuhannya tidak


mendesak). Hal ini akan mengakibatkan tertundanya kesempatan
memperoleh keuntungan.
• Konsumen membeli dari pesaing, dan kembali ke perusahaan (jika
kebutuhan mendesak dan masih setia). Hal ini akan menimbulkan
kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan selama
persediaan tidak ada.
• Yang terparah jika pelanggan membeli dari pesaing dan terus pindah
menjadi pelanggan pesaing, artinya kita kehilangan konsumen.
Biaya pemesanan (ordering cost)

yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan


pemesanan sejak penempatan pesanan sampai tersedianya bahan/
barang di gudang.

• Biaya-biaya tersebut antara lain :


• biaya telepon,
• biaya surat menyurat,
• biaya adminisrasi dan penempatan pesanan,
• biaya pemilihan pemasok,
• biaya pengangkutan dan bongkar muat,
• biaya penerimaan dan pemeriksaan bahan/ barang.
Analisis ABC

Seringkali suatu organisasi/ perusahaan dihadapkan kepada masalah


:

• penyimpanan dan pemeliharaan persediaan yang berbeda-beda,


baik itu bahan baku, komponen, maupun barang jadi.
• Dalam kondisi seperti ini manajemen harus memberikan prioritas
pengendalian yang ketat kepada jenis persediaan yang nilainya
tinggi,
• Untuk persediaan yang nilainya rendah pengendalian dapat
dilakukan dengan agak longgar, sebab terlalu ketat pengendalian
terhadap jenis ini bisa jadi biaya pengendalian menjadi lebih tinggi
dari nilai persediaannya
1. Klasifikasi A
item yang memiliki jumlah fisik yang relatif sedikit (sekitar 20 persen)
memiliki nilai rupiah tahunan yang tinggi (mencapai sekitar 70 persen)
dari seluruh investasi persediaan.
 perhatian yang serius karena berdampak biaya tinggi dalam
persediaan.
2. Klasifikasi B
persediaan yang memiliki volume fisik sekitar 30 persen item dan
sekitar 20 persen dari nilai investai tahunan.
 pengendalian dilakukan secara moderat.
3. Klasifikasi C
secara fisik mencapai sekitar 50 persen item dan
sekitar 10 persen nilai investasi tahunan.
 pengendalian yang sederhana, dan pemeriksaan dilakukan sekali-kali.
Nilai-nilai % tsb bukan merupakan nilai yang mutlak,  sangat tergantung
kepada kebijakan perusahaan, juga klasifikasinya tidak mutlak harus tiga
klasifikasi.
b. PENGENDALIAN PENGGUNAAN

• Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium RS


• Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan
terapi
• Penggunaan Obat sesuai dengan Fornas
• Penggunaan Obat Generik
c. PENGENDALIAN PELAYANAN

Cara untuk mengendalikan pengawasan & pelayanan farmasi :


• Penataan penyimpanan obat dan alkes pada depo, apakah
sesuai alfabet dan tertata rapi  pemeriksaan insidentil dan
periodik
2. Keberadaan pelayanan konseling obat
3. Peracikan yang kurang higienis
4. Pasien belum menerima obat yang diresepkan
- pelayanan lama  SPM Farmasi
- stempel “TAP/ Tidak Ada Persediaan”
5. Penilaian letak, lokasi dan tampilan depo
6. Rekaman pemberian obat
* Pada formulir ini perawat memeriksa obat yang diberikan
sewaktu perawat berpindah dari pasien satu ke pasien lain
dengan kereta obat.
* Dengan formulir ini perawat dapat langsung merekam/ mencatat
waktu pemberian dan aturan yang sebenarnya sesuai petunjuk
7. Pengembalian obat yang tidak digunakan
* Semua perbekalan farmasi yang belum diberikan kepada pasien
rawat inap harus tetap berada dalam kereta obat
* Hanya perbekalan farmasi dalam kemasan tersegel yang dapat
dikembalikan ke IFRS.
* Perbekalan farmasi yang dikembalikan pasien rawat jalan tidak
boleh digunakan kembali.
* Prosedur tentang pengembalian perbekalan farmasi ini perlu
dibuat oleh KFT bersama IFRS, perawat dan administrasi RS
8. Pengendalian obat dalam ruang bedah dan ruang
pemulihan untuk memastikan bahwa semua obat
yang digunakan dalam bagian ini tepat order,
disimpan, disiapkan, dan dipertanggungjawabkan
sehingga pencatatan perlu dilakukan seperti
pencatatan di IFRS
Kegiatan administrasi
1. Pencatatan dan pelaporan
terhadap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alkes dan
BMHP yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan,
pengembalian, pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi,
alkes dan BMHP. Pelaporan dibuat secara periodik yang
dilakukan instalasi farmasi dalam periode waktu tertentu
(bulanan, triwulan, semester atau pertahun).
Pencatatan dilakukan untuk :

a. Dasar akreditasi Rumah Sakit


b. Dasar audit Rumah Sakit; dan
c. Dokumentasi farmasi
Pelaporan dilakukan sebagai :

a. Persyaratan kementerian kesehatan/ BPOM


b. Komunikasi antara level manajemen;
c. Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai
kegiatan di instalasi farmasi; dan
d. Laporan tahunan
2. Administrasi Keuangan

•pengaturan anggaran,
•pengendalian dan analisa biaya,
•pengumpulan informasi keuangan,
•penyiapan laporan penggunaan
•laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan
pelayanan kefarmasian secara rutin atau tidak
rutin dalam periode bulanan , triwulan, semesteran
atau tahunan.
3. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan
penyelesaian terhadap sedian farmasi, alkes, dan
BMHP yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak,
mutu tidak memenuhi standar dengan cara
membuat usulan penghapusan sediaan farmasi,
alkes, dan BMHP kepada pihak terkait sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
2. PEMUSNAHAN

Pemusnahan dilakukan untuk perbekalan farmasi bila:


(PP RI no.72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan )

a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu


b. Telah kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan
d. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan
a. Membuat daftar perbekalan farmasi yang akan
dimusnahkan
b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
c. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat
pemusnahan kepada pihak terkait
d. Menyiapkan tempat pemusnahan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan
bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku.
Contoh di RS
• Pemusnahan dapat berupa hasil donasi yang telah
kadaluarsa.
• Pemusnahan selain sediaan obat narkotik dan
psikotropik dilaksanakan dengan membuat berita
acara ke Panitia Penghapusan lalu panitia memanggil
pihak ketiga yang telah bekerja sama dengan RS.
• Berita acara ditanda tangani oleh kepala IFRS, panitia
penghapusan dan pihak ketiga.
ARSIP FARMASI : (Laporan, Resep, Surat)

• Arsip Resep, Laporan, Surat masuk/ keluar disimpan per


bulan, diurut dari tanggal termuda dan dibundel per tahun.
• Arsip Resep dan Laporan disimpan selama 5 tahun, setelah
itu dimusnahkan.
• Arsip Surat Masuk dan Surat Keluar disimpan selama 5
tahun, setelah itu dimusnahkan.
PEMUSNAHAN RESEP

• Untuk resep yang sudah disimpan ≥ 5 thn


• Prosedur :
*Resep narkotika dihitung jumlah lembarnya
*Resep non narkotika ditimbang beratnya
*Dibuat Laporan / Berita Acara Pemusnahan
Resep sesuai format yang ada
• Resep dihancurkan, dikubur atau dibakar
Contoh PANITIA PENGHAPUSAN BARANG
MILIK/ KEKAYAAN NEGARA
Ketua : Kepala Bidang Umum
Sekretaris : Kepala Seksi Perlengkapan
Anggota :
1. Kepala Instalasi Pemeliharaan Sarana RS
2. Kepala Seksi Akuntansi Keuangan
3. Kepala Seksi Perbendaharaan
4. Kasub Bag. Inventaris Biro Keu & Perlengkapan
5. Kasub Bag. RT Bag. Umum & Kepeg Ditjen. Yanmed
6. Koordinator Inventaris
7. Staf Instalasi Farmasi
3. PENARIKAN
Penarikan obat/ Recall di RS :

• merupakan upaya, pekerjaan dan kegiatan yang


dilakukan untuk menarik obat dari persediaan diruang
perawatan/ unit pelayanan yang disebabkan karena
rusak, kadaluarsa, tidak memenuhi syarat,
• ditarik dari peredaran oleh pemerintah dan berdasarkan
monitoring membahayakan keselamatan pasien.
• Unit yang terkait yaitu Kepala Instalasi Farmasi, Rawat
Inap dan Rawat Jalan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar/ ketentuan peraturan perundang-undangan
dilakukan oleh :

• pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan


oleh BPOM (mandatory recall)
• berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar
(voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
• Penarikan AlKes dan BMHP dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

• Rumah Sakit harus mempunyai sistem pencatatan


terhadap kegiatan penarikan.

Anda mungkin juga menyukai