Anda di halaman 1dari 25

TUGAS FARMASI INDUSTRI

PRODUKSI SEDIAAN KAPSUL

Oleh

DEBY TRI ANUGRAH P. A.


ENFA JEANNE PUTRI
FAUZIA NURLENI
META MEILISA
MIRANTI
MUHAMMAD THAFIF F.
NUR WAHIDAH
RAMAYANA

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Produksi farmasi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk dan
mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan
pasar (konsumen). Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB. Selain itu, produksi baiknya
dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Produksi sediaan farmasi
dilakukan oleh industri farmasi yang telah mendapat izin pemerintah, produk yang
dihasilkan berkualitas, aman dan berkhasiat serta produksi sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan BPOM yaitu CPOB.
Setelah mendapat izin edar dan beredar di pasaran sampai digunakan oleh
konsumenpun, produk farmasi ini selalu diawasi dan dijaga peredarannya dan
penggunaannya. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap
produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses
produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia,
bangunan, peralatan, kebersihan dan hygiene sampai dengan pengemasan. Sehingga
penting sekali bagi industri farmasi untuk memperhatikan segala aspek yang
berhubungan dengan produksi farmasi.
Produksi farmasi merupakan tahap pengolahan produk obat baik sediaan cair,
semi solid, padat, steril atau non steril dari bahan awal sampai produk jadi yang siap
edar. Segala tahap sebelum dan sesudah produksi harus tervalidasi dan terjamin mutu,
khasiat dan keamanannya. Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk mengetahui
aspek-aspek yang perlu dipahami dalam proses produksi khususnya sediaan padat.

1.2. Tujuan
Mengetahui dan memahami segala aspek produksi yang perlu diperhatikan
dalam produksi sediaan padat berupa kapsul.
BAB II
ISI

2.1. Produksi Industri Farmasi


2.1.1. Prinsip Umum
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB. Industri farmasi menjamin
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan
izin pembuatan dan izin edar. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh
personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi harus dilakukan sesuai
prosedur yang telah ditetapkan dan divalidasi oleh bagian QA (BPOM, 2012).
Semua bahan yang diterima dan produk jadi harus diperiksa kesesuaiannya,
diberi label dengan jelas serta disimpan pada kondisi yang telah ditetapkan. Semua
bahan dan produk jadi harus dikarantina sebelum dinyatakan lulus oleh bagian
pengawasan mutu. Jika terjadi kerusakan atau kesalahan segera dipisahkan,
dilaporkan ke bagian QA untuk selanjutnya di selidiki dan di dokumentasikan
(BPOM, 2012).
Suatu indsutri farmasi tidak hanya memproduksi satu jenis produk saja.
Namun, dapat lebih dari satu jenis obat. Misalnya suatu industri memproduksi tablet
aspirin, bisa juga industri tersebut memproduksi tablet ibuprofen atau memproduksi
yang berbeda bentuk sediaannya misal industri tersebut memproduksi sediaan tablet
aspirin, sirup antasid, kapsul cefixime dan sebagainya. Sehingga pengolahan produk
yang berbeda-beda bentuk sediaan dan zat aktifnya tidak boleh dilakukan secara
bersamaan atau bergantian dalam ruang kerja yang sama. Hal ini dilakukan untuk
mencegah kontaminasi silang antar produk. Maka, produksi sediaan tablet, sediaan
sirup, sediaan salep dan lain-lain dipisah ruangannya. Begitu pula dengan
pembuatan produk non obat dilakukan di area terpisah.
Bahan awal dan produk jadi harus terlindung dari mikroba, adanya sistem
aliran udara yang baik untuk mencegah debu terutama pada bahan yang sangat aktif
atau menyebabkan sensitisasi. Penyimpangan selama proses produksi sebaiknya
dihindari, jika terjadi langsung melapor bagian pemastian mutu dan melibatkan
bagian pengawasan mutu (BPOM, 2012).
Produksi dalam industri farmasi harus mengikuti pedoman yang tertera dalam
CPOB sehingga menghasilkan produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam proses produksi meliputi pengadaan bahan awal, validasi proses,
pencegahan pencemaran silang, sistem bets, penimbangan dan penyerahan,
pengolahan produk, pengemasan, pengawasan selama proses produksi (IPC), bahan
atau produk yang ditolak dan di karantina, bahan atau produk kembalian,
penyimpanan bahan (BPOM, 2012).
CPOB atau Cara Pembuatan Obat yang Baik merupakan bagian dari sistem
pemastian mutu (Quality Asurance) yang mengatur dan memastikan obat diproduksi
dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan, sesuai dengan tujuan penggunaan
serta memenuhi persyaratan izin edar. Sehingga produk tersebut aman dikonsumsi
dan dapat diterima oleh masyarakat. Penerapan CPOB di industri farmasi
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam proses produksi obat
sehingga tidak membahayakan konsumen. Untuk menjaga mutu obat yang dihasilkan,
maka setiap tahap dalam proses produksi selalu dilakukan pengawasan mutu In
Process Control (IPC) (Priyambodo, 2007).
2.1.2. Pembagian produksi
Bagian produksi dipimpin oleh seorang Manajer Produksi yang membawahi 4
Asisten Manajer yaitu Produksi I, Produksi II, Produksi III dan Pengemasan. Alur
proses produksi pada tiap bagian produksi ini dimulai dari Bagian PPIC memberikan
Surat Perintah Kerja (SPK) kepada masing-masing bagian produksi untuk produksi,
yang disertai dengan Bon Penyerahan Bahan Baku (BPBB), Bon Penyerahan Bahan
Kemas (BPBK), Man Hour (MH), Machine Hour (MCH), dan Berita Acara Produksi
(BAP). Pengembangan produk akan memberikan Catatan Pengolahan Bets (CPB) dan
Catatan Pengemasan Bets (CPSB). BPBK akan diteruskan ke gudang kemas,
sedangkan BPBB serta CPB akan dikirimkan ke penimbangan sentral. Kemudian
bahan baku yang telah ditimbang akan dikirim ke masing-masing bagian produksi
untuk melakukan kegiatan produksi. Adapun pembagian produksi dalam industri
farmasi yaitu :
a. Produksi I
Penanggung jawabnya adalah seorang apoteker. Produksi I memproduksi
tablet non betalaktam dan Anti Retro Viral (ARV). Tablet non betalaktam memiliki
ruangan khusus untuk produksi mulai dari proses mixing sampai akhir pencetakan,
sedangkan produksi ARV dilakukan di gedung terpisah dari produksi I. Setiap
tahapan pengolahan di awasi oleh petugas yang kompeten yakni pada tahap granulasi,
pencetakan dan penyalutan tablet, serta tahap produksi dan pengemasan.
b. Produksi II
Produksi II berada di bawah tanggung jawab Asisten Manajer Produksi II
yakni seorangn apoteker untuk menangani produk kapsul, krim, cairan dan sirup
kering non betalaktam dan produk steril (injeksi). Asisten manajer dibantu oleh empat
supervisor, yaitu: Spv. Kapsul, Spv. Krim, Spv. Cairan dan sirup kering non
betalaktam, Spv. Sediaan steril (injeksi).
Pengolahan air yang akan digunakan oleh bagian produksi berada di bawah
tanggung jawab Produksi II. Air yang dihasilkan dari proses pengolahan ini akan
digunakan untuk pembuatan sediaan cairan, pembuatan injeksi dan pencucian wadah.
c. Produksi III
Produksi III khusus memproduksi antibiotik beta laktam baik turunan
penisilin dan non penisilin. Gedung betalaktam menurut CPOB harus dipisahkan
dengan gedung yang lain karena sifat kontaminasi dari produk betalaktam terhadap
sediaan obat lain (berhubungan dengan reaksi alergi/anafilaksis) sangat tinggi. Bahan
antibiotik beta laktam sangat tinggi sensitivitasnya sehingga perlu aliran udara yang
baik agar mencegah terjadinya kontaminasi silang. Produk betalaktam ini diformulasi
menjadi tiga bentuk sediaan yaitu tablet, kapsul dan sirup kering. Proses produksi
betalaktam pada dasarnya sama dengan produksi sediaan non betalaktam, proses
pembuatan tablet dilakukan dengan granulasi kering.

2.2. Produksi Sediaan Padat


2.2.1. Hal-hal Yang Harus Diperhatikan
a. Bahan Awal
Setiap penerimaan bahan awal baik bahan baku dan bahan kemas terlebih
dahulu diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasinya. Bahan-bahan tersebut harus
selalu disertai dengan Certificate of Analisis (CA) yang dapat disesuaikan dengan
hasil pemeriksaan. Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah
disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan.
Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat
keterangan mengenai nomor bets/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan
tanggal daluarsa, selalu dilakukan pemeriksaan visual dan spesifikasi pada bahan
awal yang baru diterima, bahan awal sebelum digunakan harus dikarantina terlebih
dahulu untuk diperiksa kualitasnya oleh bagian pengawasan mutu (QC). Setelah itu
diluluskan oleh bagian pemastian mutu (QA) yang selanjutnya dapat digunakan untuk
produksi (BPOM, 2012).
Bahan awal selalu dikendalikan persediaannya agar mencegah menumpuknya
persediaan dan mencegah kekosongan bahan awal yang berakibat terhambatnya
proses produksi. Pengendalian persediaan akan menunjukkan kapan kita dapat
memulai pemesanan bahan awal kembali. Selama penyimpanan bahan awal harus
diberi label status dan label identifikasi bahan. Penyimpanan bahan awal dilakukan
sesuai dengan kondisi yang telah ditetapkan dan sesuai dengan sifat bahan tersebut.
Apabila terdapat bahan yang tidak memenuhi syarat atau diluar spesifikasi industri
maka bahan tersebut segera dipisahkan/dikarantina dan diberi label ditolak untuk
selanjutnya dapat diproses pereturan ke pemasok (BPOM, 2012).
b. Validasi proses
Semua prosedur yang digunakan dalam proses produksi sediaan padat harus
divalidasi dengan tepat. Proses validasi dilakukan oleh orang yang kompeten, bagian
yang bertanggung jawab untuk validasi proses baik validasi prosedur maupun validasi
alat adalah bagian QA. Apabila terdapat perubahan prosedur maka perlu dilakukan
validasi ulang. Tujuannya agar tetap didapatkan produk yang sesuai mutunya.
(BPOM, 2012)
Selain itu, untuk memastikan segala proses dan prosedur produksi berjalan
dengan baik dan sesuai maka perlu adanya evaluasi serta revalidasi periodik.
Revalidasi periodik merupakan validasi secara berkala baik terencana maupun
dadakan. Sehingga segala personil yang terlibat dalam proses produksi siap bila
dilakukan validasi dadakan (BPOM, 2012)
Personil harus dibekali dengan pengetahuan khusus mengenai proses produksi
sediaan padat mulai dari bagaimana cara penanganan bahan dan produk, bagaimana
memproduksi produk, mengemas sampai pada tahap penyimpanannya. Oleh karena
itu, personil diberi pelatihan-pelatihan khususnya untuk menangani produk bahan
obat berbahaya.
c. Pencegahan Pencemaran Silang
Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat
timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau
produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja
operator. Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau
pengaturan yang tepat (BPOM, 2012). Tidak boleh memproduksi produk obat yang
berbeda dalam satu tempat dan satu waktu. Produk obat yang lain dapat diproduksi
setelah ruangan dan mesin yang digunakan sebelumnya telah dibersihkan dengan
sempurna.
d. Penomoran bets/lot
Diberikan penomoran bets/lot pada setiap produk baik produk antara, ruahan
dan produk jadi. Nomor bets/lot pada proses pengolahan dan pengemasan sampai
diedarkan harus sama. Setiap produk dalam 1 bets/lot hanya memiliki satu nomor bets
yang sama dan tidak ada pengulangan/berbeda untuk produk lain. Setiap diberikan
penomoran pada bahan dan produk jadi harus dicatat/didokumentasikan.
(BPOM, 2012)
Cara penomoran yaitu digit pertama menunjukkan tahun produksi yang diberi
kode sebagai berikut: 0 berarti tahun 2000 atau 2010 dan seterusnya. 1 berarti tahun
2001 atau 2011 dan seterusnya. Digit kedua dan ketiga menunjukkan jenis sediaan
misal 01 untuk tablet, 02 untuk tablet salut, 03 untuk kapsul, 04 untuk sirup kering,
05 untuk sediaan cair, 06 untuk salep / krim, 07 untuk supositoria, 08 untuk injeksi
cair, 09 untuk tetes mata, 10 untuk injeksi kering dalam bentuk serbuk, dan
seterusnya. Digit keempat, kelima dan keenam menunjukkan urutan produksi 001,
002, s/d 999, dalam tahun yang sama. Digit ketujuh menunjukkan urutan lot dari
suatu bets, misal 003142 A, 003142 B, 003142 C dan sebagainya. Dalam hal contoh
di atas, nomor bets 003142 A berarti bets tersebut adalah kapsul yang dibuat dalam
tahun 2000 atau 2010 dan seterusnya serta merupakan bets yang ke 142 dalam tahun
tersebut dan merupakan lot yang pertama dari nomor bets tersebut.
(CPOB, 2012)
e. Penimbangan, penyerahan dan pengembalian
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi yang lengkap. Selalu dilakukan pengecekan saat menimbang yang dicek
oleh orang lain. Segala proses dilakukan sesuai SOP yang tervalidasi. Hanya bahan
awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh
pengawasan mutu dan belum kadaluarsa yang boleh digunakan.
Penyimpanan dilakukan dengan kondisi yang sesuai, alat timbang
berspesifikasi dan tervalidasi, ruang dan alat harus bersih. Bahan yang berlebih dan
ingin dikembalikan tidak boleh langsung dikembalikan ke gudang kecuali telah
memenuhi spesifikasi. Bahan tersebut akan diperiksa kembali oleh bagian QC untuk
dipastikan kelayakannya. Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan
ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar (BPOM, 2012).
f. Pengolahan
Semua bahan yang dipakai didalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum
dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa dan
dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan
hendaklah dilaksanakan mengikusi prosedur yang tertulis, tiap penyimpangan
hendaklah dilaporkan, dan semua produk antara hendaklah diberi label yang benar
dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu. Segala hasil
pengolahan dan penyimpangan yang terjadi di catat dan di evaluasi. Selalu dilakukan
prosedur dengan benar untuk mencegah kontaminasi silang (BPOM, 2012).
Peralatan lainnya yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan adalah
ayakan atau mesin lainnya harus selalu diperiksa sebelum digunakan dan dibersihkan
baik sebelum dan setelah pemakaian. Diharapkan setelah proses pengolahan tidak
ada tablet yang tertinggal di mesin atau alat lainnya (BPOM, 2012)

Gambar 1. Alur Proses produksi


g. Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk
jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk
menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas sehingga tidak
terjadi kesalahan packaging. Pengemasan dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang
diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur
pengemasan.
Bahan pengemas diberi nomor yang spesifik sehingga mudah untuk
membedakannya, bahan pengemas baik pengemas primer dan pengemas sekunder
yang tidak sesuai atau tidak berlaku lagi di musnahkan kemudian didokumentasikan.
Dalam jalur pengemasan harus ditetapkan prosedur tetap/SOP yang tepat. Dalam
ruang pengemasan selalu dijaga kebersihannya. Pengemasan sebaiknya dilakukan
terpisah dengan produk lain agar mencegah terjadinya kesalahan identitas obat.
Terakhir, setelah selesai pengemasan maka dilakukan pemeriksaan akhir untuk
memastikan produk yang dikemas sesuai (BPOM, 2012).
h. Pengawasan Selama Proses Produksi (In Process Control/IPC)
Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :
1) Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat
awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan.
2) Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu
yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan
semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan.
IPC dilakukan untuk memastikan keseragaman bets, menjaga keutuhan obat
serta menjaga mutu dari produk. IPC dilaksanakan sesuai dengan parameter kritis dari
sediaan yang dibuat mulai dari tahap penimbangan sampai tahap pengemasan
dilakukan IPC. Dimana sampel diambil pada tahap awal, tengah akhir proses. Hal ini
dilakukan untuk memastikan selama proses produk selalu terjaga mutunya. Proses
IPC dilakukan oleh personil yang berwenang dan memiliki keahlian. Perlu diingat,
bahwa segala proses IPC yang dilakukan harus selalu di dokumentasikan dan
dilaporkan.
(BPOM, 2012)
i. Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan
Bahan yang ditolak atau yang berlebih dapat diolah ulang dengan memenuhi
syarat spesifikasi tertentu. Sisa produk dapat diolah kembali ke bets berikutnya
asalkan tetap memenuhi persyaratan spesifikasi produk tersebut. Jika, tidak
memenuhi syarat maka langsung diberi label “ditolak” dan dipisahkan.
Produk yang dikembalikan harus mengikuti prosedur yang ditetapkan sesuai
CPOB atau SOP industri tersebut. Produk yang dikembalikan sebaiknya langsung
dimusnahkan jika terbukti tidak memenuhi spesifikasi setelah dilakukan pengujian
sebelumnya. Dilakukan dokumentasi produk kembalian dan pemusnahannya.
(BPOM, 2012)
j. Karantina, penyerahan produk jadi dan pengiriman obat
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Adanya SOP yang jelas
mengenai SOP penyerahan, penyimpanan dan pemindahan poduk jadi. Sebelum
diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah
dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets memenuhi
semua spesifikasi yang ditentukan. Sistem distribusi menggunakan sistem FIFO dan
FEFO, setiap tahap yang dilakukan sesuai SOP distribusi, selain itu perlunya
dokumentasi setiap tahapan yang dilakukan (BPOM, 2012).
k. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi
Segala penyimpanan dilakukan secara rapi dan teratur untuk mencegah
terjadinya pencemaran atau tertukarnya produk serta memudahkan saat melakukan
pemeriksaan. Penyimpanan dilakukan sesuai dengan kondisi produk, setiap bahan dan
produk di gudang penyimpanan selalu punya kartu stok untuk mengetahui berapa
produk yang tersisa dan berapa yang telah terdistribusikan.
Bahan awal dan pengemas selalu diperiksa identitas dan kondisinya sesuai tau
tidak dengan spesifikasi yang ditetapkan. Jika ditolak atau tidak sesuai maka harus
disimpan terpisah dan diberi label “ditolak”. Senantiasa bahan awal diuji ulang
selama penyimpanan untuk memastikan tidak adanya penurunan mutu selama
penyimpanan (BPOM, 2012).
Produk antara dan ruahan disimpan terpisah dari produk jadi. Hal ini
dilakukan karena produk antara dan ruahan masih membutuhkan tahapan lain untuk
menjadi produk jadi. Sehingga dapat mencegah terjadinya kesalahan. Selain itu,
selama penyimpanan selalu dilakukan pemeriksaan produk meliputi identitas yang
tertera jelas atau tidak, wadah terjadi kerusakan atau tidak dan terjadi perubahan
warna atau tidak, dan sebagainya. Jika ada produk yang sebelum diedarkan ternyata
terbukti tidak sesuai spesifikasi/ditolak maka diberi label “ditolak” dan di tempatkan
terpisah. Sementara untuk semua bahan dan produk yang diluluskan dan boleh
digunakan atau diedarkan maka akan diberi label “diluluskan”. Sedangkan untuk
bahan dan produk yang masih dalam tahap pengujian dan belum diluluskan oleh
bagian pemastian mutu maka diberi label “dikarantina” (BPOM, 2012).
Gambar 2. Label status bahan
dan produk

Pengujian produk antara atau produk ruahan dan persetujuan untuk


pemeriksaan setelah produksi kritis atau produk tersimpan lama dapat dilakukan
secara pararel dengan proses pengemasan asalkan proses tersebut sudah divalidasi
termasuk lama penyimpanan produk ruahan. Parameter pengujian tertentu untuk
produk jadi yang telah disetujui pada saat pemberian izin edar dapat dikurangi bila
hasil tren seluruh parameter yang diuji telah memenuhi syarat, minimal 10 bets yang
diproduksi berurutan dan memenuhi kriteria berikut ini: proses pembuatan sudah
divalidasi; uji stabilitas memenuhi syarat; telah dilakukan pengkajian mutu produk;
dan telah dilakukan analisis risiko. Parameter pengujian yang tidak boleh dikurangi
(berdasarkan analisis risiko yang dilakukan oleh masing-masing industri) adalah:
pemerian; uji disolusi (untuk tablet, kapsul dan serbuk); kadar bahan aktif obat; dan
uji sterilitas (untuk produk steril); namun minimal 1 kali setahun hendaklah tetap
dilakukan uji lengkap. Bila terjadi kegagalan pemenuhan spesifikasi hendaklah
dilakukan pengujian lengkap tiap bets produk jadi hingga diperoleh keyakinan
terhadap proses produksi melalui pengkajian tren hasil parameter uji.
(CPOB, 2012).

2.2.2. Kapsul
a. Definisi Kapsul
Kapsul adalah bentuk sediaan padat yang terbungkus dalam suatu cangkang
keras atau lunak yang dapat larut.. Kebanyakan kapsul-kapsul yang diedarkan di
pasaran adalah kapsul yang semuanya mudah ditelan oleh pasien hal ini salah satu
keuntungan kapsul. Begitu pula, kapsul dapat dibuat untuk disisipkan ke dalam
rectum sehingga obat dilepaskan dan diabsorpsi ditempat tersebut, atau isi kapsul
dapat dipindahkan dari cangkang gelatin.
Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi mudah
mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembap atau bila disimpan dalam
larutan berair. Oleh karena itu kapsul gelatin yang lunak, mengandung lebih banyak
uap air daripada kapsul keras, pada pembuatannya ditambahkan bahan pengawet
untuk mencegah timbulnya jamur dalam cangkang kapsul. Biasanya kapsul keras
gelatin mengandung uap air antara 9-12%. Bilamana disimpan dalam lingkungan
dengan kelembapan yang tinggi, penambahan uap air akan diabsorbsi oleh kapsul dan
kapsul keras ini akan rusak dari bentuk kekerasannya. Sebaliknya dalam lingkungan
udara yang sangat kering, sebagian dari uap air yang terdapat dalam kapsul gelatin
mungkin akan hilang, dan kapsul ini menjadi rapuh serta mungkin akan remuk bila
dipegang (Ansel, 1989).
Cangkang kapsul umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga dibuat dari
pati atau bahan lain yang sesuai. Cangkang kapsul berbentuk silindris dengan ukuran
000 (hewan), 00, 0, 1, 2, 3, 4, 5. Penanganan dan penyimpanan cangkang kapsul
dilakukan seperti bahan awal, cangkang disimpan dalamruangan dengan suhu 15-25
°C dengan kelembapan nisbi 40-65% (Ansel, 1989).
b. Produksi Sediaan Kapsul
Proses produksi kapsul meliputi pengolahan bahan awal sampai terbentuknya
obat jadi. Produksi harus dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
sehingga menjamin obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan. Sebelum melaksanakan suatu produksi dilakukan perencanaan produksi
yang dibuat sesuai dengan kebutuhan obat yang akan didistribusikan dari bagian
pemasaran. Perencanaan produksi bertujuan untuk menghindari kegagalan
pelaksanaan produksi yang terjadi karena sesuatu hambatan yang dapat diantisipasi
sebelumnya, misalnya jumlah bahan baku yang dibutuhkan, jumlah bahan pengemas,
serta kesiapan peralatan dan hal-hal penunjang lainnya.
Gambar 3. Alur proses pengolahan
Proses pembuatan kapsul yang di lakukan dengan metode granulasi. Granul
yang terbentuk dibawa untuk dilakukan pemeriksaan IPC. Setelah memenuhi syarat
dibawa kembali ke ruangan produksi kapsul untuk dilakukan filling kapsul
menggunakan mesin bosch dengan metode punches and dies. Kapsul yang terbentuk
dilakukan polishing, kemudian dibawa kembali untuk pengujian IPC.

Gambar 4. Alur proses produksi kapsul


2.3. Bahan Pengemas
1. Strip packaging (Kemasan Strip)

Gambar 7. Kemasan Strip


Strip packaging merupakan teknik pengemasan yang sudah berlangsung lebih
dari seperempat abad. Semua solid form dibidang farmasi termasuk pil, tablet, kapsul,
lozenges, dikemas dengan system ini. Tetapi yang paling umum menggunakan cara
ini adalah tablet dan kapsul. Metodenya adalah mengemas dengan dua lapisan atas/
bawah, dan kemudian di seal dan di cut. Pemilihan dari material harus tepat, agar
tidak ada migrasi dari produk keluar. Produk akan jatuh kedalam mold yang panas,
kemudian dibentuk kemasan dan mewadahi produk tersebut. Ukuran dan kedalaman
dari mold tersebut harus cukup untuk menampung produk dan membentuk kantong,
dan jangan sampai produk tertekan. Perlu dicek bahwa heat seal cukup efektif.
(Ansel, 1989)

Gambar 8. Mesin strip


2. Blister pack (Kemasan Blister)

Gambar 9. Kemasan Blister


Bentuk kemasan ini mampu menyediakan perlindungan yang sangat baik
terhadap keadaan sekitarnya, disertai dengan penampilan yang menyenangkan dan
efisien. Juga memberikan kemudahan pemakaian, aman terhadap anak-anak dan
tahan terhadap usaha pemalsuan. Kemasan blister dibentuk dengan melunakkan suatu
lembaran resin termoplastik dengan pemanasan, dan menarik (dalam vakum)
lembaran plastik yang lembek itu kedalam suatu cetakan. Sesudah dingin lembaran
dilepas dari cetakan dan berlanjut ke berbagai pengisian dari mesin kemasan. Blister
setengah keras yang sebelumnya diisi dengan produk, ditutup bagian belakangnya
yang disegel dengan pemanasan. Bahan untuk bagian belakangnya, atau tutupnya,
dapat digunakan dari jenis yang bisa didorong atau jenis yang dapat dikelupas.
bagian belakangnya biasanya aluminium foil yang diberi lapisan yang dapat disegel
(Lachman, et al, 1986).
2.4. Mesin
1. Fluid Bed Dryer Spray Granulator

Gambar 10. Fluid Bed Dryer Spray Granulator

Prinsip kerja Fluid Bed Dryer Spray granulator ini didasarkan pada bahan
(serbuk atau granul) yang masuk mangkuk container mesin. Udara dingin ditarik ke
container mesin melalui ruang kerja fluid bed dryer, udara sebelum memasuki ruang
kerja mesin fluid bed dryer di saring melalui pre filter dan HEPA filter dan melewati
ruang pemanasan di belakang mesin utama (Heat Exchanger), dipanaskan ke suhu
yang diinginkan oleh pemanas. Materi yang terfluidisasi fluida di container mesin
secara teratur. Kelembaban produk ditarik keluar oleh kipas sehingga produk menjadi
kering dan menjadi rata di setiap butiran dengan kadar kekeringan yang sama di
bawah 1%.
Kontainer dan ruang kerja Fluid Bed Dryer Spray mempunyai struktur bulat
tabung, sehingga menghindari sudut mati. Di dalam container fluid bed dryer di
berikan penambahan pengaduk / stirrer. Stirrer berfungsi untuk menghindari
aglomerasi bahan basah dan aliran saluran membentuk selama pengeringan. Pada
bagian filter di atas terbuat dari serat khusus anti lengket. Dioperasikan pada tekanan
negatif disegel dan dirancang sesuai standard GMP. Mesin ini juga dapat dirancang
untuk mengisi dan mengurangi secara otomatis sesuai dengan kebutuhan. Proses
pengeringan sangat cepat dan suhu stabil . Secara umum, waktu pengeringan setiap
kontainer memerlukan waktu sekitar 20 ~ 30 menit.
2. Filling kapsul otomatis
Bekerja dengan sistem otomatis penuh untuk mengisi hard gelatin kapsul, hard
gelatin kapsul yang bisa di aplikasikan ke mesin otomatis mulai ukuran 00 - 4. Mesin
pengisi kapsul otomatis model SPT-FH150, mengisi kapsul dengan bahan obat dalam
bentuk bubuk, butiran atau bentuk tablet, dan kemudian menutup/menyegel kapsul
secara otomatis pula. Mesin pengisi kapsul ini telah memperoleh pengakuan kualitas
yang sangat baik dan untuk membuat kontribusi yang penting khususnya untuk
kebutuhan industri farmasi dan jamu herbal. Seri ini telah diakui sebagai mesin yang
presisi, produktivitas tinggi, dan perawatan yang mudah, dan di buat berdasarkan
standard GMP.

Gambar 11. Filling kapsul otomatis


3. Blister Pack

Gambar 12. Mesin Blister Pack

Desain mesin dibantu komputer dengan program AUTOCAD, CAD, CAM


CAD, SOLID WORKS untuk mengoptimalkan efisiensi dalam hal biaya, namun
tetap berkualitas. Kekuatan tinggi, tingkat presisi, dan kehandalan mesin terjamin.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Produksi sediaan padat di Industri farmasi dilakukan di produksi I dan II.
Produksi II untuk sediaan kapsul dan serbuk. Produksi sediaan kapsul dan
serbuk yang berbeda harus dilakukan terpisah dan tidak boleh dikerjakan
dalam waktu yang bersamaan. Produksi sediaan padat perlu dilakukan
pencegahan kontaminasi silang karena resiko debu yang lebih tinggi.
2. Produksi sediaan padat harus sesuai dengan CPOB dan SOP yang tervalidasi
agar terjamin mutu, khasiat dan keamanannya. Dalam proses pengolahannya
perlu diperhatikan segala aspek yang mempengaruhi dan penuh pengawasan.
IPC dilakukan mulai dari bahan awal sampai bahan dikemas. Bahan dan
produk tidak boleh digunakan atau diedarkan sebelum diluluskan oleh QA.
3. Pengemasan dilakukan dengan pengawasan ketat agar tak terjadi kesalahan
identitas packaging. Bahan atau produk yang dipulihkan harus memenuhi
syarat tertentu. Produk yang dikembalikan harus diidentifikasi dan
dimusnahkan. Penyimpanan harus sesuai dengan kondisi yang telah
ditetapkan dan diberi label status “ditolak”, “diluluskan” atau “dikarantina”

3.2. Saran
Perlu dipelajari pula bagaimana produksi sediaan farmasi bentuk cair, semi
solid, patch dan steril.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat


yang Baik 2012 Jilid I. Badan Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta.
UI Press.

Bhatt B., and Agrawal, 2007. Pharmaceuticals Engineering : Mixing. New Delhi.
Delhi Institute of Pharmaceutical Science and Research, p. 12-18.

BPOM, 2012, Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, No.
HK.03.1.33.12.12.8195. BPOM: Jakarta.

Daizo Kunii and Octave Levenspiel, 1991. Fludization Engineering, 2nd ed. John
Wiley & Sons. New York, NY.

DepKes, 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. DepKes RI: Jakarta.

Lachman, Leon., et al, 1986. Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi III. UI-Press:
Jakarta.

Niazi, 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulation, Uncompress


Solid Product. Volume 2, CRC Press, Boca Raton London. New York
Washington, D.C.

Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri Edisi 1, Yogyakarta: Global


Pustaka Utama.

The United States Pharmacopeia Convention, 2007. United State Pharmacopeia 30


NF 25. Washington D. C. United Stated Pharmacopeia Convention, Inc.

Anda mungkin juga menyukai