Untuk keperluan praktis, kadar air berbasis basah Ka (db) sering digunakan
karena dengan kisaran yang mudah dipahami (0 < Ka < 1), sedangkan untuk
keperluan perhitungan matematis cenderung menggunakan Ka (dk) karena bilangan
penyebut (pembagi yang konstan). Untuk kadar air berdasarkan berat basah Ka
(db), sering tanpa diberi keterangan (db) sedangkan untuk kadar air berdasarkan
berat kering Ka (dk), keterangan (dk) harus selalu disertakan (Anonim, 2005).
2. Warna
Warna merupakan salah satu kriteria dari kualitas tanaman obat, karena
akan berhubungan dengan penilaian konsumen. Salah satu hal terpenting secara
visual yang dilihat adalah warna, khususnya warna hijau untuk herbal dari daun,
14
kuning kecoklatan pada jenis rimpang. Adanya perubahan warna, menunjukkan
kontrol yang kurang baik pada proses pengeringan (Hernani dan Nurjanah, 2009).
D. Pengering Rumah Kaca
Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua, dan
hingga saat ini termasuk cara pengeringan yang populer di kalangan petani terutama
di daerah tropis. Sekarang sistem ini sudah diperbaharui dengan cara pembuatan
rumah kaca agar terhindar dari kontaminasi. Teknik pengeringan dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung (dikeringanginkan), dengan rak-rak maupun lantai
semen atau tanah serta penampung bahan lainnya, namun dalam keadaan tertutup
(http://software-komputer.blogspot.com/2008/04/pengawetan-dengan-cara-
pengeringan.html). Suhu udara pengering rata-rata berkisar antara 39 50
o
C
untuk berbagai lokasi, dengan waktu pengeringan berkisar antara 4 5 jam
bergantung dari jenis produk yang dikeringkan
(http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/8259/1/30Leopold.pdf ).
Pengering rumah kaca beroperasi dengan prinsip kerja mengumpulkan sinar
matahari yang datang menembus kaca atau lapisan transparan di dalam suatu
ruangan. Panas yang terkumpul itu digunakan untuk mengeringkan bahan. Melalui
efek rumah kaca, sinar matahari yang masuk akan meningkatkan suhu ruang
pengering sehigga mempercepat pengeringan. Suhu dalam rumah kaca dapat
mencapai lebih dari 50 C (Victor, 2001).
Panas yang terjadi didalam pengering ERK (efek rumah kaca) sebagai
akibat dari energi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari, diserap
benda yang ada didalamnya, sebagian energi ini diserap dan dipantulkan dalam
bentuk gelombang panjang yang tidak tembus penutup transparan. Lapisan penutup
transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk dan
menyekat radiasi gelombang panjang
(http://yefrichan.wordpress.com/2011/01/29/efek-rumah-kaca-pada-
pengering-surya/).
Jika matahari mengenai bahan tembus cahaya, maka sebagian sinar itu
diteruskan selain di serap dan dipantulkan kembali. Oleh karena itu penutup
transparan memerlukan bahan yang memiliki daya tembus (transmissivity) yang
15
tinggi dengan daya serap (absortivity) dan daya pantul (reflectivity) yang rendah
agar dapat memerangkap gelombang pendek sebanyak mungkin
(http://yefrichan.wordpress.com/2011/01/29/efek-rumah-kaca-pada-
pengering-surya/).
(http://yefrichan.wordpress.com/2011/01/29/efek-rumah-kaca-
pada-pengering-surya/).
Untuk menjaga agar pengeringan tetap berlangsung, RH ruang pengering
harus dijaga pada tingkat yang memadai. Hal ini dapat dilakukan dengan menarik
keluar udara yang sudah jenuh dengan uap air keluar ruang pengering dengan
menggunakan kipas bertenaga listrik atau ventilator udara. Penggunaan ventilator
udara untuk membantu sirkulasi udara dalam proses pengeringan telah dilakukan.
Namun demikian pemakaian ventilator ini belum memberikan efek yang signifikan
dalam membantu proses pengeringan mengingat aliran udara masih terlalu kecil
(Amanah, 2008)
Perbandingan antara besarnya intensitas radiasi di dalam dan di luar rumah
kaca dari waktu ke waktu. Untuk lama pengeringan 5,5 jam dihasilkan intensitas
radiasi rata-rata yang masuk ke dalam rumah kaca sebesar 266,92 W/m2. Intensitas
radiasi sebesar ini digunakan untuk memanaskan udara di dalam rumah kaca.
Sedangkan intensitas radiasi rata-rata di luar rumah kaca mencapai 403,42 W/m2.
Hal ini berarti bahwa tidak semua radiasi matahari ditransmisikan masuk ke dalam
rumah kaca, tetapi hanya sebesar 66,16% saja masuk ke dalam rumah kaca.
Sedangkan sisanya 33,84% dari intensitas radiasi matahari sebagian diserap
(absorpsi) dan sebagian dipantulkan (refleksi) oleh kaca.
16
E. Pengering Vakuum
Pengering vacuum adalah perangkat yang digunakan untuk proses
pengeringan dengan mengurangi tekanan di dalam ruang terisolasi. Pemisahan
dalam proses pengeringan adalah suatu kegiatan mengubah bahand ari fase awal
sebagai produk mentah yang solid, semipadat atau cair menjadi padat dengan
mengambil air yang dikandung produk keluar dari produk ke sekitarnya
(http://www.ccitonline.com/mekanikal/tiki-read_article.php?
%20articleId=35)..
Penggunaan tekanan hampa untuk proses pengeringan akan memperkecil
kerusakan bahan karena suhu yang tinggi. Kelebihan pengeringan vakum
berdasarkan kenyataan bahwa pengeringan terjadi lebih cepat bila pada tekanan
yang lebih rendah. Pengeringan vakum adalah suatu unit operasi dalam proses
kimia dimana bahan yang mengandung uap air dikeringkan di bawah tekanan
atmosfer. Tekanan rendah menjadikan suhu pengeringan menjadi lebih rendah, akan
tetap tetap mempertahankan kualitas bahan (Pramudono (1986) dalam Fadillah
(2009)).
Pengeringan vakum merupakan pengeringan yang mampu mempercepat laju
pengeringan dengan memperbesar beda tekanan antara dalam dan luar bahan.
) 2 . 2 .......( .......... .......... .......... .......... .......... )......... exp(
) 1 . 2 ( .......... .......... .......... .......... .......... .......... )......... (
kt
Me Mo
Me Mt
Me Mt k
dt
dM
Kedua persamaan di atas merupakan persamaan pengeringan dan k merupakan
konstanta laju pengeringan yang memiliki satuan s-1 (Bakker-Arkema (1992) dalam
Fadillah (2009)).
Bila kita lihat dari persamaan (2.1) dan (2.2) di atas terdapat variabel k yang
merupakan konstanta laju pengeringan. Semakin besar perbedaan kadar air dan
waktu yang diperlukan semakin sedikit, maka variabel k akan semakin besar. Pada
pengering vakum, tekanan yang ada pada ruang vakum akan dikurangi sehingga
perbedaan tekanan antara ruang vakum dengan tekanan di dalam bahan semakin
besar. Perbedaan tekanan ini akan mempercepat laju perpindahan air dari dalam
bahan keluar bahan.
17
Chiralt et al. (1999) dalam Castello et al. (2008) mengatakan bahwa dehidrasi
dari suatu aplikasi tekanan vakum dapat meningkatkan prsoes produksi yang
dikarenakan pengurangan massa yang lebih besar jika dibandingkan dengan
perlakuan dengan memanfaatkan tekanan atmosfer.
Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan
bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan
tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada umumnya
secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran
(http://naynienay.wordpress.com/2007/12/01/pengeringan-cabinet-
dryer/).
F. Cabinet Dryer
Menurut Suharto (1991), pengering tipe rak digunakan untuk mengeringkan
bahan hasil pertanian berupa biji-bijian. Bahan ditempatkan di dalam bak yang pada
bagian dasarnya berlobang untuk melewatkan udara panas.
Pengering kabinet memiliki sistem penghembusan udara panas dan kering.
Cara ini banyak digunakan di daerah yang mempunyai curah hujan dan kelembapan
yang cukup tinggi sehingga membutuhkan bantuan alat dalam melakukan
pengeringan.Alat pengering dibuat sedemikian rupa sehingga suhu dan aliran udara
dapat diatur. Keuntungannya adalah pengurangan kadar air dalam jumlah besar
dalam waktu yang relatif singkat. Pengaruh oksigen di udara menyebabkan bahan
mudah teroksidasi, perubahan yang sangat jelas adalah perubahan warna dan bau
dari simplisia tersebut (Hernani dan Nurjanah, 2009).
Cabinet drier terdiri dari suatu ruangan dimana rigen-rigen untuk produk
yang dikeringkan dapat diletakkan di dalamnya. Pengering kabinet biasanya
merupakan alat pengering yang paling murah pembuatannya, mudah dirawat, dan
sangat fleksibel dalam penggunaannya (Desrosier, 1988).
Dalam pengering kabinet, bahan tersebut ditaruh dalam wadah yang
tergantung pada jumlah bahan yang diperlukan untuk diproses karenanya
disesuaikan dengan ruang pengeringan. Udara masuk melalui saluran inlet
atau daur ulang saluran udara lalu dipanaskan pada suhu yang diperlukan,
kemudian didistribusikan ke setiap sisi (cross-flow) atau bawah ke atas dalam
18
gerakan melingkar, sesuai dengan kebutuhan pengeringan tertentu
(http://www.process-
heating.com/Articles/Drying_Files/2d307a801c268010VgnVCM100000f932a8c
0____) .
G. Temulawak
Temulawak memiliki nama ilmiahnya Curcuma xanthorrhiza ROXB sudah
tak asing bagi kita, baik sebagai bumbu dapur maupun obat-obatan. Begitu
akrabnya kita, sehingga tiap daerah di Indonesia mempunyai sebutan sendiri-sendiri
bagi temulawak . Nama-nama daerah bagi temulawaktersebut antara lain halia
(Aceh), bahing (Batak karo), sipadeh atau sipodeh (Sumatera Barat), Jahi
(Lampung), jae (Jawa), Temulawak(sunda), jhai (Madura), pese (Bugis) lali (Irian).
Klasifikasinya ialah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.
Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang
semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di
Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat
dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di
Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang,
Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa negara Eropa ( Sembiring,2007).
Tanaman ini berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi
kurang dari 2m,merupakan metamorfosis dari daun tanaman berwarna hijau atau
coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat,
berukuran besar, bercabang-cabang, dan berwarna cokelat kemerahan, kuning tua
atau berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 9 helai dengan bentuk
bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan
19
terang sampai gelap, panjang daun 31 84 cm dan lebar 10 18 cm, panjang
tangkai daun termasuk helaian 43 80 cm, pada setiap helaian dihubungkan dengan
pelepah dan tangkai daun agak panjang,. sedangkan bunganya berwarna kuning tua,
berbentuk unik dan bergerombol yakni perbungaan lateral. tangkai ramping dan
sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 23cm dan lebar 4 6cm, berdaun
pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota
bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 13mm, mahkota bunga
berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk
bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau
merah, panjang 1,25 2cm dan lebar 1cm, sedangkan daging rimpangnya berwarna
jingga tua atau kecokelatan, beraroma tajam yang menyengat dan rasanya pahit
( Sembiring,2007).
Temulawak tergolong tanaman herba, tegak, dapat mencapai ketinggian 40
100 cm dan dapat berumur tahunan. Batangnya berupa batang semu yang tersusun
dari helaian daun yang pipih memanjang dengan ujung lancip. Bunganya terdiri dari
tandan bunga yang berbentuk kerucut dengan kelopak berwarna putih kekuningan.
Standar mutu temulawak untuk pasaran luar negeri adalah sebagai berikut ini
(Sembiring,2007):
1. Warna : kuning jingga sampai coklat kuning jingga
2. Aroma : khas wangi aromatis
3. Rasa : mirip rempah dan agak pahit
4. Kadar air maksimum : 12 %
5. Kadar abu : 3-7 %
6. Kadar pasir (kotoran) : 1 %
7. Kadar minyak atsiri (minimal) : 5 %
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Alat dan Bahan
a. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengering
mekanis cabinet dryer, alat pengering rumah kaca, oven, pengering vakuum,
gelas ukur, cawan, alat pengecil ukuran, eksikator, dan plastik hitam untuk alas
bahan secara langsung pada pengeringan dengan menggunakan sinar matahari.
Alat ukur yang digunakan adalah timbangan analitik, termokopel. Colormeter,
alat uji tekan (Lyoid instrument test), Caliper, slicer, Penggaris, Komputer, ADC
(Analog Digital Converter), dan mistar.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah temulawak dengan
kadar air umur 80-90% (varietas, asal, jumlah).
2. Proses Penelitian
a. Persiapan/Orientasi
Sebelum penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan orientasi. Orientasi
bertujun untuk pengenalan alat secara lebih mendalam serta mempelajari
kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi selama berlangsungnya penelitian.
Dengan Orientasi, diharapkan penelitian dapat berjalan dengan lancar dan selesai
pada waktu yang telah direncanakan.
b. Pelaksanaan Penelitian
Dalam penelitian ini, akan dilakukan berbagai metode pengeringan dalam
proses mendapatkan mocah dengan mutu paling baik. Metode pengeringan yang
dilakukan adalah dengan menggunakan alat pengering mekanis cabinet dryer,
pengeringan dengan menggunakan alat pengering rumah kaca termodifikasi, dan
pengeringan langsung di bawah sinar matahari.
Secara umum, prosedur penelitian yang dilakukan meliputi:
21
1) Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari
kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang
jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk
pencucian.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan
air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor
lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu
lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut
dalam air.
Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah
tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah
pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa
air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam
wadah plastik/ember.
2) Pengupasan Kulit
Pengupasan kulit dilakukan secara manual menggunakan pisau.
Setelah dikupas kulitnya, dipotong menjadi dua sampai empat bagian untuk
memudahkan perajangan.
3) Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan
alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan
melintang dengan ketebalan kira-kira 7 mm 8 mm (Sembiring,2007).
Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember.
Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
4) Pengeringan
Sebelum pengeringan, terlebih dahulu dilakukan penirisan terhadap air
rendaman. Dalam pengeringan, data yang diambil salah satunya adalah data
berat untuk mendapatkan data penurunan kadar air dan berat bahan. Data
penurunan kadar air ini, kemudian digunakan sebagai perhitungan untuk
22
menentukan laju pengeringan untuk masing-masing kondisi pengeringan yang
diberikan.
Pengeringan dilakukan dengan empat cara, yaitu dengan sinar
matahari, pengering rumah kaca, cabinet dryer, dan pengering vakum.
Pengeringan rimpang dilakukan selama 2 - 3 hari, atau setelah kadar airnya
dibawah 8%. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
3. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan dengan empat
variasi metode pengeringan terhadap perubahan kualitas simplicia temulawak.
Variarsi metode pengeringan ini, yaitu jenur langsung, pengering rumah kaca,
pengering vakuum, dan cabinet dryer. Bahan dikeringkan adalah temulawak dari
kadar air 85-90% menjadi 8-10%. Data yang diukur, yaitu kadar air tiap waktu
selama pengeringan, suhu tiap waktu selama pengeringan, perubahan tekstur
temulawak tiap waktu selama pengeringan, dan penyusutan tebal dan volume
temulawak tiap waktu selama pengeringan. Pengukuran dilakukan dengan tiga
kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara kinetika perubahan
kualitas dan analisis statistik menggunakan analisis varian one way (Anova)
untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan.
4. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium SATOP, Laboratorium TLBP,
Laboratorium TPP lantai 5, dan lantai jemur lantai 4 di Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
5. Waktu Penelitian
Penelitian akan mulai dilaksanakan bulan Februari 2011 sampai dengan bulan
April 2011.
B. Cara Analisa Data
1. Kinetika perubahan mutu
a) Uji perubahan kadar air simplisia temulawak tiap waktu selama
pengeringan dari empat metode pengeringan
Untuk analisis perubahan kadar air pada bahan yang memiliki kadar
air tinggi digunakan dua metode, yaitu pada periode laju menurun dan periode
23
laju konstan. Untuk mengetahui titik terjadinya laju menurun dan laju konstan
dibuat grafik hubungan antara kadar air dan waktu sehingga akan
tergambarkan perubahan periode laju pengeringan.
Metode pertama, yiatu perhitungan perubahan kadar air pada laju
konstan didasarkan dari persamaan k
dt
dM
. Untuk mendapatkan kadar air
prediksi digunakan rumus Mpred = -kt + Mo. Nilai k didapat dari nilai slope
grafik hubungan waktu (menit) vs (Mt-Mo).
Metode kedua, yaitu perhitungan perubahan kadar air pada periode
laju konstan dilakukan dengan cara mencari nilai Me dahulu. Untuk mencari
nilai Me dilakukan dengan diambil tiga titik pengambilan data terakhir, yaitu
saat kadar air telah mengalami sedikit penurunan atau mulai konstan.
Untuk mencari nlai konstanta laju pengeringan (k) dibuat grafik
hubungan ln
1
]
1
Me Mo
Me Mt
atau ln MR vs lama pengeringan (menit) yang
kemudian nilai slope dari grafik tersebut adalah nilai k. Nilai k dapat
didapatkan dari rumus berikut.
ln
1
]
1
Me Mo
Me Mt
= -kt
Untuk menentukan nilai kadar air prediksi digunakan persamaan berikut ini.
1
]
1
Me Mo
Me Mt
= e
-kt
Mpred= [(e
-kt
)(Mo-Me)]+Me
b) Uji perubahan suhu simplisia temulawak tiap waktu selama
pengeringan dari empat metode pengeringan
) ( Tl T hA
dt
dT
CpV Q
,
_
CpV
hAdt
Tl T
dT
,
_
24
t
CpV
hA
Tl To
Tl t T
,
_
) (
ln
Tpred= Ns (To-Tl)+Tl dimana
Tl To
Tl Tt
Ns
8) Menentukan nilai modulus elastisitas (E), dengan persamaan:
E
Pengambilan data dilakukan selama proses pengeringan dengan persamaan
ln
1
]
1
e o
e t
= -kt
d) Uji penyusutan tebal dan volume simplisia temulawak dari empat
metode pengeringan
1) Sampel contoh uji penyusutan tebal dan volume simplisia temulawak
dilakukan dengan 3 ulangan dengan ukuran 1 x 1 x 0,7 cm.
25
2) Contoh uji diukur dimensi awal (panjang, lebar, tinggi) lalu
dikeringkan dan diukur dimensi akhir.
3) Penyusutan dihitung dengan rumus
% 100
_
_ _
tan x
awal volume
akhir volume awal volume
penyusu
le lo
le lt
= -kt
ln
1
]
1
Ve Vo
Ve Vt
= -kt
2. SPSS
a) Analisis Data Kadar Air
Perubahan kadar air dianalisis pada titik pengambilan, yaitu pada titik pusat.
Data ini selanjutnya dievaluasi dengan SPSS 15 menggunakan metode one
way anova. Metode ini untuk melihat ada tidaknya perbedaan yang nyata
pada data sehingga apabila tidak ditemukan perbedaan yang nyata maka nilai
kadar air dapat dirata-rata menjadi satu nilai saja. Kadar air bahan hasil
obserbai ini selanjutnya diplot dalam grafik KA vs t sehingga akan terlihat
laju konstan dan laju menurun selama pengeringan bahan. Konstanta laju
pengeirngan (k) dianalisis dengna menggunakan persamaan
dM/dt = k(M-Me)
yang dapat diubah menjadi model persamaan
(M-Me)/Mo-Me) = e
-kt
Dari persamaan tersebut akan didapatkan nilai k yang bisa didapat dari
perhitungan Microsof Excel.
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat validitas antara kadar air obesrvasi
dengan prediksi, maka keduanya diplotkan dalam grafik dan ditentukan nilai
R
2
yang menunjukkan koefisien determinasi serta menggunakan SPSS 15
dengan pengujian regression.
b) Analisis Data Perubahan Suhu
26
Perubahan suhu bahan dianalisis pada titik pengambilan, yaitu pada titik
pusat. Data ini selanjutnya dievaluasi dengan SPSS 15 menggunakan metode
one way anova. Metode ini untuk melihat ada tidaknya perbedaan yang nyata
pada data sehingga apabila tidak ditemukan perbedaan yang nyata maka nilai
suhu bahan dapat dirata-rata menjadi satu nilai saja.
Konstanta perpindahan panas (h) didapat dengan grafik plot rasio perubahan
suhu dan persamaan berikut.
) ( Tl T hA
dt
dT
CpV Q
,
_
CpV
hAdt
Tl T
dT
,
_
CpV
hAt
Tl To
Tl t T
,
_
) (
ln
,
_
Tl To
Tl t T ) (
e
-kt
Persamaan ini digunakan karena perpindahan pada slice temulawak sebagai
biji tunggal dimana suhu di semua titik dianggap seragam.
Jika nilai h diketahui maka dapat digunakan untuk menentukan suhu prediksi
tiap interval waktu pengeringan. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat
validitas antara suhu obesrvasi dnegan prediksi, maka keduanya diplotkna
dalam grafik dan ditentukan nilai R
2
yang menunjukkan koefisien
determinasi.
27