Anda di halaman 1dari 115

Laporan Akhir

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


Industri Farmasi PT. Imedco Djaja
Jl. Raya Serang Km 25 No. 8, Balaraja, Tangerang, Banten

DISUSUN OLEH

Idhadi Putra 2002016


Intan Arischa 2002017
Yoenda Octavina Putri 2002037

ANGKATAN IV
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
4-29 JANUARI 2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah Subhanawata’ala atas segala berkah, rahmat
dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Imedco Djaja. Kegiatan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) telah dilaksanakan dari tanggal 04 Januari–29 Januari 2021.
Shalawat serta salam tidak lupa kami limpahkan kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, ulama dan para pengikutnya yang
senantiasa istiqomah mengikuti risalah-Nya. Penulisan laporan akhir ini diajukan
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Profesi Apoteker
(PSPAKPA) di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau Yayasan Univ Riau.
Pada kesempatan ini kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu selama kegiatan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) dan penyusunan laporan ini berlangsung, diantaranya:
1. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan dan do’a
yang tiada hentinya selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) dan penyelesaian laporan.
2. Bapak Apt. Enda Mora, M. Farm sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Riau bersama Wakil Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau.
3. IbuBapak Dr. Apt. Adriani Susanty, M.Farm apt. sebagai Ketua Program
Studi Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau.
4. Bapak Aapt. Ferdy Firmansyah, M. Sc selaku Koordinator Program Studi
Pendidikan Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau (STIFAR-
Riau).
5. Bapak selaku Kepala PT. Imedco Djaja yang telah memberikan izin,
kesempatan dan fasilitas selama Praktek Profesi Apoteker (PKPA).
6. Bapak Apt. Dimas Bagus Pratomo, S.Farm selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan nasehat serta meluangkan waktu,
tenaga dan pikirannya untuk membimbing penulis dalam penulisan dan
juga penyelesaian Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Imedco
Djaja.

1
7. Ibu Apt. Rahmadona, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memimbing penulis selama kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA).
8. Seluruh personalia PT. Imedco Djaja yang yang telah berkenan
memberikan ilmunya selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA).
9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Angkatan IV
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau (STIFAR Riau) Yayasan Univ Riau
atas kerjasama selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA).
10. Rekan-rekan Mahasiswa Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berpraktek
di PT. Imedco Djaja periode Januari 2021.
Semoga ALLAH Subhanawata’ala memberikan balasan yang berlipat
ganda atas kebaikan yang telah diberikan. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan laporan akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan
selanjutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi
pembaca serta perkembangan ilmu pengetahuan masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Balaraja, Januari 2021

Penulis

2
3
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR 65

DAFTAR TABEL 76

DAFTAR LAMPIRAN 87

BAB I PENDAHULUAN 98

1.1 Latar Belakang......................................................................................98


1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)..................................109
1.3 Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)................................1110
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1312

2.1 Industri Farmasi....................................................................................1312


2.2 Landasan Hukum Industri Farmasi.......................................................1716
2.3 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)...........................................1817
2.3.1 Sistem Mutu Industri Farmasi..............................................1918
2.3.2 Personalia.............................................................................2120
2.3.3 Bangunan dan Fasilitas.........................................................2524
2.3.4 Peralatan...............................................................................3231
2.3.5 Produksi................................................................................3635
2.3.6 Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik...........4847
2.3.7 Pengawasan Mutu.................................................................5049
2.3.8 Inspeksi Diri.........................................................................5352
2.3.9 Keluhan dan Penarikan Produk............................................5554
2.3.10 Dokumentasi.........................................................................5857
2.3.11 Kegiatan Alih Daya..............................................................5958
2.3.12 Kualifikasi dan Validasi.......................................................6160
2.3.13 Sarana Penunjang.................................................................7069
2. Sistem Penunjang Kritis..............................................................7473
BAB III TINJAUAN KHUSUS 8281

4
RUANG LINGKUP INDUSTRI TEMPAT PKPA 8281

3.1 Sejarah PT. Imedco Djaja.....................................................................8281


3.2 Visi dan Misi PT. Imedco Djaja...........................................................8483
3.3 Nilai dan Budaya PT. Imedco Djaja.....................................................8483
3.4 Tugas Pokok dan Fungsi PT. Imedco Djaja..........................................8584
3.5 Lokasi dan Sasaran Penunjang di PT. Imedco Djaja............................8584
3.6 Struktur Organisasi...............................................................................8685
3.7 Logo PT. Imedco Djaja.........................................................................8786
3.8 Pembagian Departemen PT. Imedco Djaja...........................................8786
3.8.1 Departemen Produksi...........................................................8786
3.8.2 Departemen Quality Control (QC).......................................9695
3.8.3 Departemen Quality Assurance (QA)
102101
3.8.4 Departemen Research and Development (RND)
108107
3.8.1 Departemen Supply Chain (SPC)/ Production Planning and
Invetory Control (PPIC)
112111
3.8.2 Departemen Engineering (ENG)
119118
BAB IV 128127

KEGIATAN PKPA 128127

4.1 Hasil dan Pembahasan


128127
BAB V 144143

KESIMPULAN DAN SARAN 144143

5.1 Kesimpulan
144143
5.2 Saran
144143

5
DAFTAR PUSTAKA 146145

6
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Konsep Dasar dan Proses Desain Sistem Pengolahan Air...............7573


Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Imedco Djaja.............................................8684
Gambar 3. Logo PT. Imedco Djaja....................................................................8785
Gambar 4. Struktur Organisasi Departemen Produksi PT. Imedco Djaja.........8886
Gambar 5. Struktur Organisasi Departemen QC PT. Imedco Djaja..................9694
Gambar 6. Struktur Organisasi Departemen QA PT. Imedco Djaja..............102100
Gambar 7. Struktur Organisasi Departemen RND PT. Imedco Djaja...........109107
Gambar 8. Struktur Organisasi Departemen SPC PT. Imedco Djaja.............113111
Gambar 9. Struktur Organisasi Departemen Engineering PT. Imedco Djaja 119117
Gambar 10. Sistem Pengolahan Air PT. Imedco Djaja..................................121119
Gambar 11. Sistem Tata Udara PT. Imedco Djaja.........................................123121
Gambar 12. Sistem Udara Bertekanan PT. Imedco Djaja..............................126124
Gambar 13. Sistem Pengolahan Limbah PT. Imedco Djaja..........................127125

7
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Kebersihan Ruang Pembuatan Obat..................................9088

8
DAFTAR LAMPIRAN

9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan pada dasarnya merupakan salah satu indikator untuk
mengukur tingkat kesejahteraan suatu negara, salah satu bidang yang
berperan dalam kesehatan adalah bidang kefarmasian. Berdasarkan peraturan
pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 yang dimaksud dengan pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atau resep dokter, pelayanan informasi
obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Industri farmasi terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memiliki peran yang vital dalam pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Untuk menghasilkan sediaan farmasi yang sesuai
dengan persyaratan dan untuk menjamin efficacy, safety, quality dari sediaan
farmasi diperlukan standart operational procedure dan penerapan CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik) bagi setiap industri farmasi. Berdasarkan Peraturan
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 pasal 2 ayat 1
Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, pedoman CPOB wajib
menjadi acuan bagi industri farmasi dan sarana yang melakukan kegiatan
pembuatan Obat dan Bahan Obat.
Program Studi Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, sebagai
Lembaga Pendidikan memiliki tujuan sinergis dalam memberikan wawasan
tentang Industri Farmasi bagi calon Apoteker sehingga melakukan kerja sama
dengan Pt. Imedco Djaja yang merupakan salah satu Industri Farmasi di
Indonesia dalam bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA).
PT. Imedco Djaja merupakan perusahaan yang berdiri sejak 2014 untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan obat, obat tradisonal maupun kosmetik
yang berkualitas tinggi baik disekitar lingkungan imedco hingga keluar kota. PT.
Imedco Djaja memiliki visi untuk menjadi perusahaan terdepan yang terdepan

10
dalam melayani masyarakat luas dengan dukungan tim yang handal sehingga
dapat memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat menuju peningkatan kualitas
hidup. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) memberikan kesempatan bagi
calon Apoteker untuk mengenal lingkungan kerja dan memperluas pengetahuan
tentang industri farmasi. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan dapat dihasilkan
calon Apoteker yang memiliki wawasan dan pengalaman praktik Industri Farmasi
yang sesuai dengan ketentuan CPOB.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi
adalah:
1. Meningkatan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab Apoteker dalam industri farmasi.
2. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di industri farmasi.
3. Memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk melihat dan
mempelajari prinsip CPOB dan penerapannya dalam industri farmasi.
Sehingga calon Apoteker terbiasa memasuki dunia kerja sebagai tenaga
farmasi yang profesional serta memberi gambaran nyata tentang
permasalahan yang mungkin terjadi dalam pekerjaan kefarmasian di industri
farmasi.
1.3 Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
Manfaat dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Imedco Djaja
adalah:
1. Bagi Fakultas Farmasi
a. Meningkatkan kualitas para mahasiswa lulusan Program Studi Profesi
Apoteker STIFAR Riau yang memiliki kompetensi di bidangnya
sehingga dapat berdampak baik bagi almamater dan juga bagi
masyarakat.
b. Meningkatkan dan menjalin kerja sama dengan PT. Imedco Djaja
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang industri farmasi.

11
2. Bagi PT. Imedco Djaja :
a. Dapat lebih memperkenalkan PT. Imedco Djaja kepada masyarakat
khususnya para calon Apoteker.
b. Membantu dan mengembangkan pendidikan calon Apoteker diIndonesia.
3. Bagi calon Apoteker
a. Mendapatkan tambahan wawasan Industri Farmasi, terutama di PT.
Imedco Djaja.
b. Memberikan bekal pengalaman dan pengetahuan praktek profesi di
Industri Farmasi sebelum memasuki dunia kerja.
c. Mengetahui secara langsung seluruh kegiatan di suatu industri farmasi
baik tentang produksi maupun jalannya pengawasan mutu selama proses
produksi berlangsung.
d. Meningkatkan kompetensi calon Apoteker di bidang industri farmasi,
khususnya sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu, dan
pemastian mutu dan menerapkan CPOB di Industri secara langsung.

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010, industri farmasi adalah badan usaha yang
memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat
atau bahan obat meliputi seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat
mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan,
pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk
didistribusikan. Setiap industri farmasi wajib memiliki izin industri farmasi dari
Direktur Jenderal. Wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan harus memenuhi persyaratan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Persyaratan lain untuk memperoleh izin
industri farmasi terdiri atas (Menteri Kesehatan, 2010):
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi, dan pengawasan mutu.
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
f. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan
sertifikat CPOB.
g. Pengajuan permohonan persetujuan prinsip untuk pendirian usaha industri
farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal. Permohonan persetujuan prinsip
dilakukan oleh industri Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal
Dalam Negeri, harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari
instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan setelah

13
pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari
kepala BPOM.
h. Setiap industri farmasi wajib melakukan farmakovigilans. Bila industri
farmasi menemukan obat dan atau bahan obat hasil produksinya yang tidak
memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/keamanan dan
mutu, industri farmasi wajib melaporkan hal tersebut kepada Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan. Persyaratan pada poin (a) dan (b) tidak
diperlukan bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Menteri Kesehatan,
2010).
Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap
berproduksi sesuai persyaratan CPOB. Izin industri farmasi diberikan oleh
Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (Menteri Kesehatan, 2010). Setelah selesai
melaksanakan tahap persetujuan prinsip, industri farmasi dapat mengajukan
permohonan izin industri farmasi. Permohonan izin industri farmasi diajukan
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala
Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Surat permohonan izin industri farmasi harus
ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian
mutu dengan kelengkapan sebagai berikut:
a. Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi.
b. Surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka
Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri.
c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan.
d. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya.
e. Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan /Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
f. Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari kepala
dinas kesehatan provinsi.
g. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan.
h. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir.

14
i. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker
penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung
jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker
penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan.
k. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari
masingmasing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung
jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu.
l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung
atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Persyaratan registrasi obat dalam negeri menurut peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 sebagai berikut:
a. Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri farmasi
yang memiliki izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri.
b. Industri farmasi yang dimaksud tersebut harus memenuhi persyaratan CPOB.
c. Pemenuhan persyaratan CPOB yang dimaksud dibuktikan dengan sertifikat
CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.
Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi yang
bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan. Industri farmasi yang menghasilkan obat atau bahan obat dapat
mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang
besar farmasi, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat,
klinik, dan toko obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
(Menteri Kesehatan, 2010).
Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri kepada Direktorat
Jenderal BPOM mengenai kegiatan usahanya setiap 6 bulan, meliputi jumlah dan
nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan dan setiap 1 tahun
untuk laporan lengkapnya (Menteri Kesehatan, 2010). Jika industri farmasi
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan yang tercantum

15
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010, dapat dikenakan sanksi administratif berupa (Menteri
Kesehatan, 2010) :
a. Peringatan secara tertulis.
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk
penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan
obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan, atau mutu.
c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu. d. Penghentian
sementara kegiatan.
d. Pembekuan izin industri farmasi atau pencabutan izin industri farmasi.
2.2 Landasan Hukum Industri Farmasi
Landasan hukum yang mengatur mengenai Industri Farmasi adalah sebagai
berikut:
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
2. Permenkes RI 2010 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Industri Farmasi.
3. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No.34 Tahun 2018 Tentang
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
4. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2012 Tentang
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
2.3 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)
Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB, adalah
cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang 6
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB mencakup
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat,
pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjain bahwa konsumen
menerima obat bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan
bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau

16
memelihara kesehatan. Produk jadi yang dihasilakan tidak hanya sekedar lulus
dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus
dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan
pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang
dipakai dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya
mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah
dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat.
Pemerintah menetapkan berlakunya CPOB sebagai pedoman bagi semua
industri farmasi dengan dikeluarkannya SK Nomor 43/Menkes/SK/II/1988. Cara
Pembuatan Obat yang Baik bersifat dinamis dan selalu mengikuti
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi dengan kriteria kualifikasi yang
selalu diperbaharui. Cara Pembuatan Obat yang Baik yang terbaru saat ini adalah
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 13
tahun 2018 tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012.
Pemenuhan persyaratan Pedoman CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB.
2.3.1 Sistem Mutu Industri Farmasi
Sebuah Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai
dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.
Manajemen mutu bertanggung jawab untuk mencapai tujuan melalui suatu
“kebijakan mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua
jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para
distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan Manajemen Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan
secara benar serta menginkorporasi. Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk
Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah
didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Unsur dasar Manajemen Mutu
adalah:

17
1. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, mencakup struktur organisasi
prosedur, proses dan sumber daya.
2. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu. Pemastian Mutu
merupakan konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri
maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang
dihasilkan.
Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu.
Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua
fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan.
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu,
mengevaluasi, mengawasi dan menyimpan baku pembanding, memastikan
kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat
aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang
terkait dengan mutu produk dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan
lingkungan.
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal
ini dapat diaplikasikan secara prospektif maupun retrospektif. Manajemen
risiko mutu hendaklah memastikan bahwa:
1. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara
ilmiah pengalaman dengan proses dan akhirnya terkait pada perlindungan
pasien.
2. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko
mutu sepadan dengan tingkat risiko.
2.3.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam mewujudkan pelaksanaan
CPOB di Industri Farmasi. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab

18
untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai
untuk melaksanakan semua tugas. . Tiap personil hendaklah memahami
tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah
memahami prinsip dasar CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higienisitas yang berkaitan
dengan pekerjaan. Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang
terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap
personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk
menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Personil kunci yang harus ada di suatu
Industri Farmasi, mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan
Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam aspek personalia adalah:
A. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung Jawab
Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga
bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin
oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang
lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang
memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.
Hendaklah personil tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi
yang dapat menghambat atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan
tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau
finansial.jawab.
1. Kepala bagian Produksi
Kepala Bagian Produksi hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan
terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis
yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.
Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab
penuh dalam produksi obat, termasuk:
a. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.

19
b. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan
memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat.
c. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh
kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
d. Memastikan pelaksanaan kualifikasi dan pemeliharaan bangunan dan fasilitas
serta peralatan di bagian produksi.
e. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.
f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil
didepartemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
2. Kepala bagian Pengawasan Mutu
Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang Apoteker terkualifikasi
dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang
memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Pengawasan Mutu
hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan
mutu, termasuk:
a. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, instruksi pengambilan sampel,
metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.
b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan.
c. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak.
d. Memastikan pelaksanaan kualifikasi dan pemeliharaan bangunan fasilitas
serta peralatan di bagian produksi pengawasan mutu.
e. Memastikan bahwa validasi yang tepat telah dilaksanakan.
f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personel di
departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
g. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi sesuai hasil evaluasi.
3. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang
Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai,

20
memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.
Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan
dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan
Sistem Mutu/ Pemastian Mutu, termasuk:
a. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala
b. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu
c. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit
terhadap pemasok),
d. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi
e. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi,
f. Mengevaluasi/mengkaji catatan batch
g. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait.
h.
i. Memastikan bahwa setiap bets produksi jadi telah diproduksi dan diperiksa
sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut dan sesuai dengan
persyaratan izin edar
B. Pelatihan
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang
karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau
laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan) dan
bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk
disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru
hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan
berkesinambungan yang telah disetujui oleh kepala bagian masing-masing bidang
perlu dilakukan dan dinilai kemudian didokumentasikan.
Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang bekerja di area
dimana pencemaran merupakan bahaya, misalnya area bersih atau area
penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitif. Pengunjung

21
atau personil yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak masuk ke area
produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat dihindarkan,
hendaklah mereka diberi penjelasan lebih dahulu, terutama mengenai hygiene
perorangan dan pakaian pelindung yang dipersyaratkan serta diawasi dengan
ketat.

2.3.3 Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Ada beberapa
persyaratan, seperti:
1. Letak bangunan hendaklah diperhatikan untuk menghindari pencemaran
dari dan ke lingkungan di sekitarnya, seperti pencemaran dari udara, tanah
dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak
bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif
terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah
dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat dengan tepat, dibersihkan dan
didesinfeksi sesuai dengan prosedur yang tertulis, serta catatan pembersihan
dan desinfeksi hendaklah disimpan.
2. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan
dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap
pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang
serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah
tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama.
3.
4. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan
bila perlu didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan
disinfeksi hendaklah disimpan
5. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area
penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat

22
dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara
teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta perawatan bangunan
dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak
mempengaruhi mutu obat.
6. Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah
tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap produk selama proses
pembuatan dan penyimpanan atau terhadap ketepatan / ketelitian fungsi dari
peralatan. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :
a. Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan
didalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan.
b. Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi
personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau
produk selain yang sedang diproses.
7. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personil yang
tidak berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan dan area
pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi
personil yang tidak bekerja di area tersebut. Area yang diatur dalam CPOB,
meliputi:
a. Area penimbangan
Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara
penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang
didesain khusus. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau
area produksi.
b. Area produksi
Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadi
pencemaran silang, suatu sarana khusus dan self-contained harus disediakan
untuk produksi obat tertentu seperti:
 Produk antibiotika tertentu (misalnya Penisilin), produk hormon seks,
produk sitotoksik, produk dengan bahan aktif berpotensi tinggi

23
 Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk
memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling
berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan
tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan.
 Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang
dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan
peralatan dan bahan secara teratur dan sesuai dengan alur proses, sehingga
dapat memperkecil risiko terjadi kekeliruan antara produk obat atau
komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang dan
memperkecil risiko terlewat atau salah melaksanakan tahapan proses
produksi atau pengawasan.
 Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di mana
terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau
produk ruahan yang terpapar ke lingkungan hendaklah halus, bebas retak
dan sambungan terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta memungkinkan
pelaksanaan pembersihan (bila perlu desinfeksi) yang mudah dan efektif.
 Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap
air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan
efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di
area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan.
 Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada dinding
tetapi digantungkan dengan menggunakan siku-siku pada jarak cukup
untuk memudahkan pembersihan menyeluruh
 Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan
hendaklah dihindarkan. Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur dan
jadwal pembersihan instalasi tersebut hendaklah dibuat dan diikuti.
 Lubang udara masuk dan keluar serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah
dipasang sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran terhadap produk.
 Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar, didesain dan dilengkapi
bak kontrol untuk mencegah alir balik. Sedapat mungkin saluran terbuka

24
dicegah tetapi bila perlu hendaklah dangkal untuk memudahkan
pembersihan dan disinfeksi.
 Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan menggunakan
sistem pengendali udara termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi
yang dapat mencegah pencemaran dan pencemaran silang, serta
dilengkapi dengan sistem pengendalian suhu dan kelembaban udara sesuai
dengan kebutuhan produk yang diproses.
 Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida
dan herbisida tidak boleh dibuat di fasilitas pembuatan produk obat.
c. Area Penyimpanan
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk
menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti
bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi,
produk dalam status karantina, produk yang diluluskan, produk yang ditolak,
produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran. Area
penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi
penyimpanan yang baik, terutama area tersebut hendaklah bersih, kering dan
mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang
ditetapkan.
Bahan aktif berpotensi tinggi dan bahan radioaktif, narkotik, obat
berbahaya lain dan zat atau bahan yang mengandung risiko tinggi terhadap
penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan hendaklah disimpan di area yang
terjamin keamanannya. Obat narkotika dan obat berbahaya lain hendaklah
disimpan dalam tempat terkunci. Area penerimaan dan pengiriman barang
hendaklah dapat memberikan perlindungan bahan dan produk terhadap cuaca.
Area penerimaan hendaklah didesain dan dilengkapi dengan peralatan yang
sesuai untuk kebutuhan pembersihan wadah barang bila perlu sebelum
dipindahkan ke tempat penyimpanan. Apabila status karantina dipastikan dengan
cara penyimpanan di area terpisah, maka area tersebut hendaklah diberi
penandaan yang jelas. Prosedur pembersihan yang memadai bagi ruang
pengambilan sampel hendaklah tersedia. Area terpisah dan terkunci hendaklah

25
disediakan untuk penyimpanan bahan dan produk yang ditolak atau yang ditarik
kembali atau yang dikembalikan.
d. Area pengawasan mutu
Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area
pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu
dengan yang lain. Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai
dengan kegiatan yang dilakukan. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan
dengan luas yang memadai untuk sampel, baku pembanding (bila perlu dengan
kondisi suhu terkendali), pelarut, pereaksi dan catatan. Desain laboratorium
hendaklah memerhatikan kesesuaian bahan konstruksi yang dipakai, ventilasi
dan pencegahan terhadap asap. Pasokan udara ke laboratorium hendaklah
dipisahkan dari pasokan ke area produksi.
e. Sarana Pendukung
Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan
laboratorium pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja,
membersihkan diri dan toilet hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dan
mudah diakses. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi
atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung
dengan area produksi namun letaknya terpisah. Apabila suku cadang, asesori
mesin dan perkakas bengkel disimpan di area produksi, hendaklah disediakan
ruangan atau lemari khusus untuk penyimpanan alat tersebut.
2.3.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta pemeliharaan agar dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya
berdampak buruk pada mutu produk.
1) Desain dan Konstruksi
a. Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai
dengan tujuannya.

26
b. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara
atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang
dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang
ditentukan
c. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas
atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah
sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal,
produk ataupun jadi.
d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas
dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi
yang tidak tepat.
e. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah
dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur
tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.
f. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar
tidak menjadi sumber pencemaran.
g. Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada
produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan produk tidak boleh
bersifat reaktif, aditif atau absorbtif yang dapat mempengaruhi mutu dan
berakibat buruk pada produk.
h. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau
bahan kimia atau yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan mudah
terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap
eksplosi serta dibumikan dengan benar.
i. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian
yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan.
j. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat dan mengendalikan
hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan
metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut
hendaklah disimpan.

27
k. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak
melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak
boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter
khusus yang tidak melepaskan serat.
l. Pipa air suling, air deionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk produksi
hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah
berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan.
2) Pemasangan dan Penempatan
a. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko
kesalahan atau kontaminasi.
b. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk
menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan
kecampurbauran produk.
c. Semua sabuk (belt) dan pulley mekanis terbuka hendaklah dilengkapi
dengan pengaman.
d. Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain hendaklah
dipasang sedemikian rupa agar mudah diakses pada tiap tahap proses. Pipa
hendaklah diberi penandaan yang jelas untuk menunjukkan isi dan arah aliran
e. Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas yang
jelas. Nomor ini dicantumkan di dalam semua perintah dan catatan bets
untuk menunjukkan unit atau peralatan yang digunakan pada pembuatan bets
tersebut kecuali bila peralatan tersebut hanya digunakan untuk satu jenis
produk saja.
f. Peralatan yang rusak, jika memungkinkan, hendaklah dikeluarkan dari area
produksi dan pengawasan mutu atau setidaknya, diberi penandaan yang jelas.
3) Perawatan
a. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau
pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian
produk.
b. Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko
terhadap mutu produk.

28
c. Bahan pendingin, pelumas dan bahan kimia lain seperti cairan alat penguji
suhu hendaklah dievaluasi dan disetujui dengan proses formal.
d. Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan dipatuhi.
e. Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah
dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal, waktu, produk,
kekuatan dan nomor setiap bets atau lot yang diolah dengan alat tersebut.
Catatan untuk peralatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat
ditulis dalam catatan bets.
f. Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan dan bila perlu
disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau sisa bahan dari
proses sebelumnya yang akan mempengaruhi mutu produk termasuk produk
antara di luar spesifikasi resmi atau spesifikasi lain yang telah ditentukan.
g. Bila peralatan digunakan untuk produksi produk dan produk antara yang
sama secara berurutan atau secara kampanye, peralatan hendaklah
dibersihkan dalam tenggang waktu yang sesuai untuk mencegah
penumpukan dan sisa kontaminan (misal: hasil urai atau tingkat mikroba
yang melebihi batas).
h. Peralatan umum (tidak didedikasikan) hendaklah dibersihkan setelah
digunakan memproduksi produk yang berbeda untuk mencegah kontaminasi
silang.
i. Peralatan hendaklah diidentifikasi isi dan status kebersihannya dengan cara
yang baik.
j. Buku log untuk peralatan utama dan kritis hendaklah dibuat untuk
pencatatan validasi pembersihan dan pembersihan yang telah dilakukan
termasuk tanggal dan personil yang melakukan kegiatan tersebut.
2.3.5 Produksi
Dalam Industri Farmasi, produksi harus dilakukan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan serta sesuai dengan ketentuan dari CPOB untuk menjamin produk
yang bermutu, serta dilakukan dan diawasi oleh personel yang terlatih dan
terkualifikasi. Produksi dimulai dengan pemilihan bahan baku sampai proses

29
produksi yang akan menghasilkan produk antara, produk ruahan dan produk
jadi.
Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau
instruksi tertulis dan bila perlu dicatat atau di dokumentasikan. Selama proses
pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi
dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan
dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan dan nomor bets. Bila perlu,
penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan dalam setiap proses produksi.
Proses produksi antara lain:
a. Bahan Awal
Bahan awal atau bahan baku dimulai dari pembelian. Pembelian merupakan
suatu aktivitas dimana memerlukan personel yang memiliki pengetahuan
mengenai supplier/pemasok. Pembelian berawal dari pemasok yang disetujui
dan memenuhi spesifikasi yang relevan dan bila memungkinkan berasal dari
produsen langsung. Pembelian bahan awal yang menyangkut semua pemasukan,
pengeluaran dan sisa bahan harus dicatat.
Setiap bahan awal harus memenuhi spesifikasi dan diberi label sesuai
dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi sebelum dinyatakan lulus untuk
digunakan. Pada tiap penerimaan bahan awal, dilakukan permeriksaan secara
visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, kemungkinan
adanya kerusakan bahan, kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari
pemasok. Dilakukan pengambilan sampel bahan awal untuk pengujian apakah
sesuai dengan spesifikasinya oleh bagian Pengawasan Mutu. Kiriman bahan
awal harus dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk dipakai oleh Kepala
Bagian Pengawasan Mutu.
Bahan awal, khususnya yang dapat rusak karena paparan panas, hendaknya
proses penyimpanan dikendalikan suhunya secara ketat, untuk bahan yang peka
terhadap kelembabapan maupun cahaya, disimpan dengan kondisi yang tepat.
Penyerahan bahan awal dilakukan oleh personel yang berwenang dan catatan

30
mengenai persediaan bahan disimpan dengan baik agar rekonsilasi persediaan
dapat dilakukan. Setiap bahan dilakukan penimbangan dan diperiksa serta hasil
penimbangan tersebut dicatat kembali. Semua bahan awal yang ditolak diberi
penandaan, ditempatkan terpisah dan bisa dimusnahkan atau dikembalikan ke
pemasoknya.
b. Validasi Proses
Validasi proses dilakukan untuk memperkuat pelaksanaan CPOB dan
dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada. Hasil validasi dan kesimpulannya
dicatat sebagai dokumentasi. Untuk formula pembuatan atau metode preparasi
baru diterapkan hendaknya, mengambil langkah untuk membuktikan apakah
prosedur baru tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi yang rutin. Untuk
perubahan yang signifikan juga perlu divalidasi. Menurut CPOB, perlu dilakukan
re-validasi secara periodik untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap
(protap).
c. Pencegahan Pencemaran silang
Risiko pencemaran pasti bisa terjadi dan bisa didapat dari pencemaran
bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain dimana pencemaran ini
harus dihindarkan. Pencemaran silang ini diperoleh akibat tidak terkendalinya
debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang
diproses, dari sisa-sisa bahan yang tertinggal pada alat serta dari pakaian kerja
operator. Pencemaran yang berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan
sensitivitas kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon
tertentu, bahan sitotoksik dan bahan berpotensi tinggi.
Produk sediaan parenteral, sediaan dengan dosis besar, sediaan yang
diberikan dalam jangka waktu panjang berpotensi terpengaruh oleh
pencemaran. Dalam menghindarkan pencemaran silang ini, dapat dilakukan:
 Produksi di dalam gedung terpisah (bagi produk seperti β-laktam, non β-
laktam, hormon, vaksin hidup, sediaan yang mengandung bakteri hidup dan
produk biologi lainya serta produk darah).
 Tersedianya ruang penyangga udara dan penghisap udara.

31
 Memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan oleh udara yang
disirkulasi ulang atau masuknya udara yang tidak diolah atau udara yang
diolah secara tidak memadai.
 Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area dimana produk tersebut
berisiko tinggi terhadap pencemaran silang.
 Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti
efektif.
 Menggunakan sistem self-contained. Pengujian residu dan menggunakan
label status kebersihan pada alat.
 Tindakan pencegahan terhadap pencemaran silang dan efektivitasnya
diperiksa secara berkala sesuai prosedur yang ditetapkan.
d. Sistem Penomoran Bets/Lot
Sistem penomoran bertujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot
produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem
penomoran selanjutnya harus saling berkaitan. Sistem penomoran harus
menjamin bahwa nomor tidak digunakan secara berulang. Alokasi nomor bets/lot
segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut mencakup pemberian
nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan.
e. Penimbangan/Penyerahan
Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan dan
produk tercakup dalam prosedur tertulis. Semua pengeluaran bahan dan produk
didokumentasikan. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk
ruahan yang boleh diserahkan apabila telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu.
Untuk menghindarkan terjadinya kecampurbauran, pencemaran silang,
hilangnya identitas, maka bahan dan produk yang terkait dari satu bets/lot saja
yang boleh ditempatkan dalam area penyerahan.
Sebelum penimbangan dan penyerahan, tiap wadah bahan awal diperiksa
kebenaran dari penandaannya, termasuk label pelulusan dari Pengawasan Mutu.
Setelah penimbangan, penyerahan dan penandaan, bahan dan produk produk
tersebut diangkut dan disimpan dengan benar sehingga terjamin keutuhannya
sampai pengolahan berikutnya.

32
f. Pengembalian
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang
dikembalikan ke tempat penyimpanan harus didokumentasikan dengan baik dan
direkonsiliasi. Semua bahan yang diperlukan untuk proses produksi tidak boleh
dikembalikan ke gudang, kecuali bila tidak memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan.
g. Pengolahan Produk Antara dan Produk Ruahan
Semua bahan dan peralatan yang akan digunakan harus diperiksa terlebih
dahulu sebelum digunakan. Peralatan hendaknya dinyatakan bersih secara tertulis
sebelum digunakan. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan.
Semua kegiatan pengolahan harus mengikuti prosedur tertulis yang telah
ditentukan dan penyimpangan yang terjadi wajib dipertanggung jawabkan dan
dilaporkan.
Wadah dan penutup untuk bahan dan produk harus selalu bersih dan
terbuat dari bahan yang tepat, kemudian wadah dan peralatan yang berisi
bahan dan produk harus diberi label yang tepat. Semua produk diberi label yang
tepat yang menunjukkan tahap pengolahan. Seluruh pengawasan dalam proses
harus dicatat dengan akurat. Hasil sesungguhnya dari tahap pengolahan, harus
dicatat dan disesuaikan dengan hasil teoritis.
h. Bahan dan Produk Kering
Masalah debu dan pencemaran silang adalah masalah yang terjadi saat
proses produksi terjadi. Penggunaan sistem penghisap udara yang efektif
dipasang dengan letak pembuangan untuk mencegah penyebaran debu.
Pemakaian alat penghisap debu pada pembuatan tablet dan kapsul sangat
dianjurkan. Produk juga harus dilindungi dari pencemaran serpihan logam atau
gelas serta mencegah tablet atau kapsul tidak ada yang terselip atau tertinggal di
dalam mesin.
i. Pencampuran dan Granulasi
Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk dilengkapi dengan sistem
pengendalian debu. Parameter operasional yang kritis, seperti waktu, suhu,
kecepatan untuk tiap proses produksi, harus tercantum dalam Dokumen

33
Produksi Induk. Untuk bahan yang berisiko tinggi atau yang dapat menimbulkan
senstivitas tinggi, digunakan kantong filter khusus bagi masing-masing produk.
Pada pembuatan dan penggunaan larutan atau suspensi dicegah terjadinya
pencemaran atau pertumbuhan mikroba.
j. Pencetakan Tablet
Mesin pencetak tablet dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang
memadai, dilakukan pengendalian secara fisik, prosedural dan penandaan untuk
menghindari campur aduk antar produk. Untuk pemantauan bobot tablet selama
proses, diperlukan alat timbang yang telah distara. Tablet yang diambil untuk
diuji tidak boleh dikembalikan dan tablet yang ditolak atau disingkirkan harus
ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas serta dicatat pada
Catatan Pengolahan Bets. Sebelum digunakan, Punch and Dyes alat cetak harus
diperiksa kesesuaiannya terhadap spesifikasi.
k. Penyalutan
Udara yang dialirkan ke dalam panci penyalut untuk pengeringan, harus
disaring sehingga memiliki mutu yang tepat. Larutan penyalut digunakan dengan
cara yang tepat untuk mengurangi resiko pertumbuhan mikroba.
l. Pengisian Kapsul Keras
Kapsul kosong/cangkang kapsul diperlakukan sebagai bahan awal dan
disimpan dalam kondisi yang baik dimana dapat mencegah kekeringan dan
kerapuhan atau efek lain yang disebabkan oleh kelembaban.
m. Penandaan Tablet Salut dan Kapsul
Campur baur selama proses penandaan tablet salut dan kapsul, proses
pemeriksaan, penyortiran dan pemolesan kapsul dan tablet salut harus
dihindari. Tinta yang digunakan untuk penandaan harus tinta yang memenuhi
persyaratan untuk bahan makanan atau food grade.
n. Produk Cair, Salep dan Krim
Produk cair, krim dan salep mudah terkontaminasi, sehingga prosesnya harus
terlindung dari pencemaran. Untuk melindungi produk dari kontaminasi
disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer dimana area
produksi diberi ventilasi yang efektif dengan udara yang disaring. Kualitas

34
kimiawi dan mikrobiologi air harus dipantau. Pemeriksaan juga dilakukan
terhadap proses pencampuran dan proses akhir pengisian untuk memastikan
kualitas produk. Jika produk ruahan tidak segera dikemas maka waktu paling
lama produk boleh disimpan dan kondisi penyimpanan produk harus ditetapkan
dan dipatuhi.
o. Bahan Pengemas
Pengadaan, penanganan dan pengawasan terhadap bahan pengemas primer
dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain perlu tindakan yang sama
seperti pada bahan awal. Bahan cetak disimpan dan diawasi dengan ketat, label
lepas dan bahan cetak lepas lain disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup
untuk menghindarkan ketercampuran, serta bahan pengemas diserahkan pada
personel yang berwenang. Setiap penerimaan bahan pengemas primer diberi
nomor spesifik sebagai identitas. Bahan-bahan pengemas yang tidak berlaku
dimusnahkan dan didokumentasikan.
p. Kegiatan Pengemasan
Proses pengisian dan penutupan langsung diberi label agar terhindar dari
kecampurbauran. Kegiatan pengemasan untuk membagi dan mengemas produk
ruahan menjadi produk jadi dan dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat.
Sebelum kegiatan pengemasan, dilakukan pemeriksaan untuk memastikan
bahwa area kerja dan peralatan telah bersih. Semua penerimaan produk ruahan,
bahan pengemas dan bahan cetak lain diperiksa dan diverifikasi kebenarannya
terhadap Prosedur Pengemasan Induk. Label, karton dan bahan pengemas serta
bahan cetak lain memerlukan prakodifikasi dengan nomor bets/lot, tanggal
kadaluarsa, dan informasi lainnya.
Proses prakodifikasi bahan pengemas dan bahan cetak lain dilakukan di area
yang terpisah dari kegiatan pengemasan lain serta dilakukan pemeriksaan
sebelum ditransfer ke area pengemasan. Pemerikaan kesiapan jalur segera
sebelum menempatkan bahan pengemas dan bahan cetak lain oleh personel dari
bagian pengemasan dilakukan untuk memastikan bahwa semua bahan dan
produk yang sudah dikemas dari kegiatan pengemasan sebelumnya telah
disingkirkan dari jalur pengemasan dan area sekitarnya, memeriksa kebersihan

35
jalur dan area sekitarnya dan memastikan kebersihan peralatan yang akan
dipakai.
Wadah yang dipakai untuk menyimpan produk ruahan, produk yang baru
sebagian dikemas diberi label atau penandaan. Wadah yang akan diisi
hendaknya diserahkan pada jalur atau tempat pengemasan yang bersih. Area
pengemasan dibersihkan secara teratur. Risiko kesalahan yang terjadi dalam
pengemasan dapat diperkecil dengan cara:
 Menggunakan label
 Pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label
 Menggunakan alat pemindai dan penghitung label elektronis
 Desain label dan bahan cetak lain sedemikian rupa
 Pemeriksaan secara independen oleh Pengawasan Mutu selama dan pada
akhir proses pengemasan
Pengawasan pada jalur pengemasan selama proses pengawasan
meliputi:
 Tampilan kemasan secara umum
 Kelengkapan umum
 Kebenaran produk dan bahan pengemas yang dipakai
 Kebeneran prakodifikasi
 Monitoring pada jalur pengemasan yang berfungsi dengan benar Pada
tahap penyelesaian pengemasan, dilakukan pemeriksaan secara cermat agar
sesuai dengan Prosedur Pengemasan Induk. Hanya produk yang berasal
dari satu bets dari satu kegiatan pengemasan saja yang boleh ditempatkan
pada satu palet.
q. Pengawasan Selama Proses (In Process Control)
Dalam rangka memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur
tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan
yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk harus dilaksanakan
sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh Kepala Bagian Manajemen Mutu.
Selama proses pengolahan dan pengemasan, diambil sampel pada awal, selama

36
proses dan akhir proses serta hasil pengujiannya dicatat dan menjadi bagian dari
catatan bets. Spesifikasi pengawasan selama proses hendaknya konsisten dengan
spesifikasi produk, yang asalnya dari hasil rata-rata proses sebelumnya yang
diterima dan bila mungkin dari hasil estimasi variasi proses dan ditentukan
dengan metode statistik yang sesuai bila ada.
r. Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan dan Dikembalikan
Bahan dan produk yang ditolak diberi penandaan jelas dan disimpan
terpisah diarea terlarang (Restricted Area). Bahan dan produk yang ditolak
tersebut bisa dimusnahkan, dikembalikan ke pemasok atau diolah ulang
berdasarkan keputusan Pengawasan Mutu.
s. Karantina dan Penyerahan Produk Jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis hendaklah
mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina, cara
penyimpanan sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk
mempermudah pelulusan dan cara pemindahan selanjutnya ke gudang produk
jadi. Area karantina merupakan area terbatas hanya bagi personel yang diperlukan
dan memiliki wewenang pada area tersebut. Pelulusan akhir harus memenuhi
sebagai berikut:
 Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan
pengemasan
 Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang
mencukupi utuk pengujian di masa akan datang
 Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima
 Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil
pemeriksaan oleh Pengawasan Mutu
 Produk Jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang
tertera pada dokumen penyerahan barang. Setelah pelulusan suatu bets/lot
maka produk tersebut dipindahkan dari area karantina ke gudang produk
jadi. Sewaktu menerima produk jadi maka dilakukan pencatatan pemasukan
bets tersebut ke dalam kartu stok.

37
t. Penyimpanan Bahan, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk Rusuhan, dan
Poduk Jadi
Bahan Produk hendaklah tidak diletakkan langsung di lantai dan dengan
jarak yang cukup terhadap sekelilingnya, serta hendaklah disimpan dengan
kondisi lingkungan yang sesuai. Tiap bets bahan awal, bahan pengemas,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang disimpan di area gudang
hendaklah mempunyai kartu stok, yang secara periodik direkonsiliasi.
 Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemasan Pemisahan secara fisik atau
cara lain yang tervalidasi (misalnya cara elektronik) hendaklah disediakan
untuk penyimpanan bahan atau produk yang ditolak, kadaluarsa, ditarik
dari peredaran atau obat atau bahan kembalian. Semua bahan awal dan
bahan pengemas yang diserahkan ke area penyimpanan hendaklah diperiksa
kebenaran identitas, kondisi wadah dan tanda pelulusan oleh bagian
Pengawasan Mutu. Stok tertua bahan awal dan bahan pengemas dan yang
mempunyai tanggal kadaluarsa paling dekat hendaklah digunakan terlebih
dahulu sesuai dengan prinsip FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out).
 Penyiapan produk antara, produk ruahan, dan produk jadi Produk antara,
produk ruahan dan produk jadi hendaklah dikarantina selama menunggu hasil
uji mutu dan penentuan status.
2.3.6 Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik
Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan
dan manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen ini
menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan
tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan
penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan
dan pengiriman produk jadi dari pabrik ke distributor.
Pada saat dilakukan penerimaan, hendaklah dilakukan pemeriksaan jumlah
produk pada saat penerimaan untuk memastikan jumlah yang diterima sesuai
dengan jumlah yang tercantum dalam catatan penyerahan dari produksi. Obat
yang membutuhkan penyimpanan khusus (misal: produk narkotik, psikotropik,

38
prekursor dan produk dengan suhu penyimpanan tertentu) hendaklah segera
diidentifikasi dan segera ditempatkan sesuai prosedur tertulis. Pada saat
penerimaan bahan awal sebaiknya dilakukan beberapa hal diantaranya yaitu,
pencatatan (asal PBF), nomor bets/lot, tanggal penerimaan, dsb. Diperiksa
dokumen pemesanan mengenai macam, merk, jumlah dan ukuran. Jika perlu CoA
(Certificate of Analysis), MSDS (Material Safety Data Sheets).
a. Area Penyimpanan
Obat disimpan dengan cara yang sesuai untuk mencegah kontaminasi,
ketercampura bauran dan kontaminasi silang. Area penyimpanan hendaklah
diberikan pencahayaan yang memadai sehingga semua kegiatan dapat dilakukan
secara akurat dan aman. Pada proses penyimpanan bahan awal yang datang
disimpan dahulu di ruang karantina (diberi label kuning). Diperiksa/disampling
oleh QC agar memenuhi seluruh persyaratan spesifikasi.
Pada tiap pemeriksaan dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum,
keutuhan wadah dan segelnya, ceceran dan kemungkinan adanya kerusakan
bahan, kesesuaian catatan pengiriman dengan segel dari vendor. Bila
memenuhi persyaratan di beri release dengan lebel hijau. Jika ditolak diberi
labe l merah untuk barang yang ditolak diberi penandaan yang mencolok
seperti misalnya dengan pemberian label dengan warna merah, dalam
penempatannya diletakkan terpisah dengan bahan lainnya, dan dikembalikan
kepada pemasoknya. Bila bahan awal diterima/release dimasukkan ke gudang.
b. Rotasi dan Pengendalian Stock
Pengendalian stock hendaknya dilakukan pengecekan secara berkala
dengan membandingkan jumlah persediaan stock yang sebenarnya yang tercatat.
Semua perbedaan stock yang signifikan hendaklah diinvestigasi untuk
memastikan bahwa tidak ada kecampur bauran karena kelalaian, kesalahan
pengeluaraan dan atau penyalahgunaan obat.
2.3.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak

39
yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk
mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi
produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium,
tetapi juga mencakup semua keputusan yang berhubungan dengan mutu
produk.
Tiap pemegang izin poduksi harus mempunyai bagian pengawasan mutu.
Bagian ini harus terpisah dari bagian lain serta berada di bawah tanggung
jawab dan wewenang personil yang memiliki kualifikasi dan pengalaman yang
sesuai. Selain itu, sarana yang memadai haruslah tersedia untuk memastikan
bahwa segala kegiatan pengawasan mutu dilaksanakan dengan efektif.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan oleh bagian pengawasan
mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan
sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum
didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area
produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan. Tugas
pokok bagian pengawasan mutu, yaitu:
a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi: bahanbaku,
bahan kemas dan obat jadi
b. Melakukan pemeriksaan dan pengujian (testing):
 Bahan baku, bahan kemas, produk antara, produk ruahan, obat jadi, air,
dan limbah

 Kimia dan fisika , fisika, (Kualitatif dan Kuantitatif)
c. Sampling (pengambilan sampel)
d. IPC (In Process Control)
e. Penanganan sampel pertinggal dan sampel pembanding
f. Uji stabilitas untuk menetapkan masa edar dan kondisi penyimpanan
bahan baku atau obat jadi
g. Uji dalam rangka validasi
h. Ikut serta dalam rangka kegiatan inspeksi diri
i. Evaluasi produk kembalian (lulus, olah ulang, musnahkan)

40
j. Program pemantauan lingkungan produksi
k. Inspeksi ke ruang produksi
l. Rekomendasi giat toll in atau toll out
m. Dokumentasi
n. Pelatihan personil pengawasan mutu
o. Pemeliharaan alat, bangunan dan fasilitas di Instal Wastu
Di dalam Pengawasan Mutu hal-hal yang perlu diperhatikan adalah antara
lain:
a. Laboratorium
Laboratorium pengujian meliputi: bangunan dan alat-alat penunjang yang
lengkap dan memadai, personalia yang terlatih dan bertanggung jawab,
peralatan/instrument yang cocok untuk pengujian dan dikalibrasi secara berkala,
pereaksi dan media pembiakan yang sesuai, baku resmi yang sesuai dengan
monografi yang bersangkutan, spesifikasi dan prosedur pengujian yang divalidasi
dengan fasilitas yang digunakan, catatan pengujian yang mencakup seluruh aspek
yang diperlukan dan contoh pertinggal untuk disimpan yang dipergunakan dalam
pengujian selanjutnya.
b. Pengawasan pada bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah spesifikasi, cara
pengambilan contoh, pengujian terhadap bahan baku, pengemas, produk antara,
produk ruahan dan obat jadi, uji sterilitas untuk produk steril, uji pirogenitas serta
pengawasan lingkungan secara berkala terhadap mutu kimiawi dan mikrobiologi
air dan lingkungan produksi.
c. Proses produksi dan perubahannya
Bagian Pengawasan Mutu ikut serta dalam pembuatan prosedur pengolahan
induk dan prosedur pengemasan induk.
d. Peninjauan catatan produksi dan bets produk
Semua catatan produksi dan pengawasan tiap bets disimpan oleh bagian
Pengawasan Mutu dan bets yang menyimpang diselidiki secara tuntas.
e. Pemeriksaan stabilitas

41
Penelitian dirancang untuk mengetahui stabilitas dari produk, dan program ini
mencakup jumlah, kondisi penyimpanan dan metode pengujian. Penelitian
stabilitas dilakukan terhadap produk baru, kemasan baru, perubahan formula dan
bets yang telah diluluskan.
f. Laboratorium luar
Seluruh hasil pengujian yang dilakukan oleh laboratorium lain diluar
pabrik, tetap menjadi tanggung jawab pabrik yang besangkutan. Sifat dan luas
analisis harus disepakati dan persetujuan akhir merupakan wewenang pabrik
tersebut yang bersangkutan.
g. Penilaian terhadap pemasok
Bagian Pengawasan Mutu bertanggung jawab menentukan pemasok yang
dipercaya, yang sebelumnya dievaluasi dan diinspeksi bersamam oleh bagian
Pengawasan Mutu, bagian produksi dan bagian pembelian secara berkala.
2.3.8 Inspeksi Diri
Tujuan Inspeksi Diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi telah memenuhi ketentuan
CPOB. Program Inspeksi Diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi
kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan
perbaikan yang diperlukan. Aspek-aspek untuk Inspeksi Diri meliputi personalia,
bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan,
penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan,
pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi,
sanitasi dan higiene, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau sistem
pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan,
pengawasan label dan hasil inspeksi diri sebelumnya serta tindakan perbaikan.
Tim Inspeksi Diri paling sedikit terdiri dari tiga anggota yang
berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Anggota
tim dapat dibentuk dari dalam atau dari luar perusahaan. Tiap anggota
hendaklah independen dalam melakukan inspeksi dan evaluasi. Inspeksi diri
dapat dilakukan perbagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi
diri yang menyeluruh hendaklah dilakukan minimal satu kali dalam setahun.

42
Laporan inspeksi diri hendaklah dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan.
Laporan tersebut mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan dan
saran tindakan perbaikan.
Audit Mutu berguna sebagai pelengkap Inspeksi Diri. Audit Mutu meliputi
pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu
dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit Mutu umumnya
dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk
khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Kepala Bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu) bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait
untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan
awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
Dibuat daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal dan bahan
pengemas, daftar pemasok ditinjau ulang secara berkala dan evaluasi dilakukan
sebelum pemasok disetujui serta dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau
spesifikasi. Evaluasi hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat
bahan yang dipasok. Jika Audit diperlukan, Audit tersebut hendaklah menetapkan
kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB. Semua pemasok
sebaiknya dievaluasi secara teratur.
2.3.9 Keluhan dan Penarikan Produk
Keluhan dan informasi yang berkaitan dengan kemungkinan terja
dikerusakan obat, bersumber dari dalam maupun luar industri dan memerlukan
penanganan serta pengkajian secara teliti. Keluhan atau informasi yang
bersumber dari dalam industri antara lain dapat dari bagian produksi, bagian
pengawasan mutu, bagian gudang dan bagian pemasaran, sementara dari luar
industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah
sakit, apotek, distributor dan Badan POM.
Penarikan Kembali Produk adalah suatu proses penarikan dari satu atau
beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena
keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan. Keputusan ini
dapat bersumber dari Badan POM atau dari industri. Kepala bagian Pemastian
Mutu memiliki uraian tugas mencakup penanganan keluhan. Apabila penanganan

43
keluhan dicakup dalam uraian tugas personil yang bukan kepala bagian.
Pemastian Mutu, personil yang ditunjuk wajib telah mendapatkan pelatihan dan
dapat menunjukkan kemampuan untuk melakukan penanganan keluhan.
Tiap keluhan diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam
serta mencakup:
a. Pengkajian seluruh informasi mengenai laporan atau keluhan
b. Inspeksi atau pengujian sampel obat yang dikeluhkan dan diterima serta,bila
perlu, pengujian sampel pertinggal dari bets yang sama
c. Pengkajian semua data dan dokumentasi termasuk catatan bets, catatan
distribusi dan laporan pengujian dari produk yang dikeluhkan atau
dilaporkan.
Keluhan yang tidak terkait dengan aspek mutu dan teknis seperti
Farmakovigilans ditangani menurut Peraturan Kepala Badan POM tentang
Penerapan Farmakovigilans bagi Industri Farmasi. Tindak lanjut hasil evaluasi
dan penelitian dapat berupa tindakan perbaikan antara lain:
a. Perubahan formula (eksipien, komposisi, bentuk sediaan)
b. Perubahan prosedur pembuatan
c. Perubahan bahan pengemas
d. Perubahan kondisi
Pelaksanaan penarikan kembali produk diantaranya:
a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah
diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai
reaksi yang merugikan agar pesan tiba dengan cepat digunakan sistem
komunikasi yang efektif seperti telepon, surat elektronis (e-mail), fax, radio
dan TV.
b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah
dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali
segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen
c. Sistem dokumentasi penarikan kembali dilaksanakan secara cepat,efektif dan
tuntas

44
d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat
untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan
dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi
e.
f. Produk yang diterima dari hasil penarikan kembali hendaklah disimpan pada
area yang ditentukan dan dikunci selama menunggu keputusan hingga saat
pemusnahan atau proses ulang.
Pelaksanaan produk kembalian:
a. Produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut:
 Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dapat dikembalikan
kedalam persediaan

 Produk kembalian yang dapat diproses ulang

 Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses
ulang
b. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan.
Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah
disiapkan dan mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran
lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak
mempunyai wewenang.

1. Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian,


dilaporkan dan setiap pemusnahan dibuatkan berita acara yang
ditandatangani oleh pelaksana dan saksi.
2.3.10 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas merupakan dasar untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas yang jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko
terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul dari komunikasi

45
lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk atau formula pembuatan, prosedur,
metode dan instruksi, serta laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan
dan tersedia secara tertulis. Dua jenis utama dokumentasi yang digunakan
untuk pengelolaan dan pencatatan pemenuhan CPOB, yaitu: instruksi (perintah,
persyaratan) dan catatan dan/atau laporan. Pengendalian diterapkan untuk
memastikan keakuratan, keutuhan, ketersediaan dan keterbacaan dokumen.
Dokumen berisi instruksi hendaklah bebas dari kekeliruan dan tersedia dalam
bentuk tertulis. Makna dari tertulis adalah tercatat atau didokumentasi di dalam
bentuk yang dapat dibaca. Setiap protap cara menyiapkan suatu dokumen
sebaiknya meliputi proses penarikan kopi dari pemegangnya dan
pemusnahannya.
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang meliputi: spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan obat jadi, dokumen dalam produksi, dokumen
dalam Pengawasan Mutu, dokumen dalam penyimpanan dan distribusi,
dokumen dalam pemeliharaan, pembersihan dan pengendalian ruangan dan
peralatan, dokumen dalam penanganan keluhan obat yang ditarik kembali,
obat kembalian dan pemusnahan bahan baku obat dan obat jadi, dokumen
untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan tentang inspeksi diri, pedoman dan
catatan tentang pelatihan CPOB bagi personil.
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan selama pembuatan. Dokumen ini
merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk
melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian
lingkungan, pengambilan sampel,pengujian dan pengoperasian peralatan.
Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan
cermat. Dokumen disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang
sesuai dan diberi wewenang.
Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala, dan sebaiknya tidak ditulis
tangan. Namun, bila dokumen memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini
hendaklah ditulis tangan dengan jelas, terbaca dan tidak dapat dihapus. Semua

46
perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan dokumen hendaklah
ditandatangani dan diberi tanggal. Dokumen hendaknya dikaji ulang secara
berkala dan dijaga agarselalu up-todate. Bila suatu dokumen direvisi hendaknya
dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang
sudah tidak berlaku secara tidak sengaja. Catatan pembuatan hendaknya disimpan
minimal 1 tahun setelah tanggal daluwarsa produk jadi.
2.3.11 Kegiatan Alih Daya
Kegiatan alih daya hendaklah didenifisikan, disetujui dan dikendalikan
dengan benar untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menghasilkan
produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. hendaklah
dibuat kontrak t ertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak secara
jelas menentukan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak. Sistem mutu
industri farmasi dari Pemberi Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas
prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung
jawab penuh Kepala Pemastian mutu.
a. Pemberi kontrak
 Bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam
melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan
bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti.

 Memberikan informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk
melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar dan sesuai izin edar dan
persyaratan legal lain.

 Memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan
oleh penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang telah diluluskan oleh
bagian pemastian mutu
b. Penerima Kontrak
 Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri
farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas
Pengawasan Obat (OPO).

47

 Memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan
tujuan penggunaannya.

 Tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian apapun yang dipercayakan
kepadanya sesuai kontrak kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu
dievaluasi dan disetujui oleh pemberi kontrak.

 Membatasi diri dari segala aktifitas yang dapat berpengaruh buruk pada mutu
produk yang dibuat dan/atau dianalisis untuk pemberi kontrak.
2.3.12 Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan Industri Farmasi untuk mengidentifikasi validasi
yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari
kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan
proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan
ruang lingkup dan cakupan validasi.
a. Validasi
Dalam CPOB, diatur mengenai syarat Industri Farmasi untuk
mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian
terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan
terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu
produk hendaklah divalidasi. Bagian Pengawasan Mutu melakukan validasi
terhadap prosedur penetapan kadar dan penerapan alat-alat instrumen yang
ada, serta memberi bantuan dalam pelaksanaan validasi di bagian produksi.
Validasi proses produksi adalah suatu tindakan yang membuktikan bahwa
proses yang dilakukan dapat memberikan hasil konsisten yang sesuai dengan
spesifikasi yang ditentukan. Validasi Proses digunakan untuk pembuatan produk
baru, transfer process dan adanya perubahan proses yang dapat mempengaruhi
hasil misalnya perubahan alat, material dan ukuran bets. Tujuan Validasi proses,
sebagai berikut:

48
1. Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang
berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin (batch processing record),
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus-menerus
2. Mengidentifikasi dan mengurangi problem (masalah) yang terjadi selama
proses produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.
3. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses produksi
Ada beberapa macam validasi yang dapat digunakan untuk proses
produksi, yaitu:
a. Prospective Validation
Merupakan validasi proses produksi yang dilakukan untuk produk baru
(belum pernah diproduksi/dipasarkan sebelumnya). Validasi proses produksi
dilakukan setelah proses Scale Up dan optimalisasi prosedur oleh bagian
Research and Development (R&D) dilakukan dan bukan pada skala trial
(laboratorium) dan setelah dilakukan finalisasi prosedur produksi (batch
processing record) oleh Bagian R&D. Validasi Prospektif hendaklah mencakup,
tapi tidak terbatas pada hal berikut:
1. Uraian singkat suatu proses.
2. Ringkasan tahap kritis proses pembuatan yang harus diinvestigasi.
3. Daftar peralatan/fasilitas yang digunakan termasuk alat ukur, pemantaun dan
pencatat serta status kalibrasinya. 4.Spesifikasi produk jadi untuk diluluskan
5. Daftar metode analisis yang sesuai.
6. Usul pengawasan selama proses dan kriteria penerimaan.
7. Pengujian tambahan yang akan dilakukan termasuk kriteria penerimaan dan
validasi metode analisisnya, bila diperlukan.
8. Pola pengambilan sampel.
9. Metode pencatatan dan evaluasi hasil.
10. Fungsi dan tanggung jawab.
11. Jadwal yang diusulkan.
Dalam menggunakan prosedur (termasuk komponen) yang telah ditetapkan,
bets-bets berurutan dapat diproduksi dalam kondisi rutin. Secara teoritis, jumlah
proses produksi dan pengamatan yang dilakukan sudah cukup menggambarkan

49
variasi sehingga dapat memberikan data yang cukup untuk keperluan evaluasi.
Untuk Validasi Prospektif, 3 (tiga) bets berurutan yang memenuhi parameter
yang disetujui dapat diterima telah memenuhi persyaratan validasi proses. Ukuran
bets yang digunakan dalam proses validasi hendaklah sama dengan ukuran bets
produksi yang direncanakan. Jika bets validasi akan dipasarkan, kondisi
pembuatannya hendaklah memenuhi ketentuan CPOB, hasil validasi tersebut
hendaklah memenuhi spesifikasi dan sesuai izin edar (BPOM, 2012).
b. Concurrent Validation
Merupakan validasi yang dilakukan pada proses produksi yang sudah/tengah
berjalan dan diproduksi, yang mana oleh karena satu dan lain hal proses produksi
produk tersebut belum dilakukan Prospective Validation. Validasi prose s
produksi (Concurrent Validation) juga karena terdapat perubahan pada parameter
kritis yang dapat mempengaruhi mutu dan spesifikasi produk. Perubahan
parameter yang dapat mempengaruhi mutu dan spesifikasi produk tersebut,
antara lain perubahan spesifikasi bahan baku, peralatan utama, prosedur
pembuatan, metode pengujian dan lain-lain. Untuk validasi konkuren, produksi
rutin dapat dimulai tanpa lebih dahulu menyelesaikan program validasi.
Keputusan untuk melakukan validasi Konkuren hendaklah dijustifikasi,
didokumentasikan dan disetujui oleh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu). Persyaratan dokumentasi untuk validasi Konkuren sama seperti Validasi
Prospektif (BPOM, 2012). Berdasarkan data otentik yang diperoleh dan
dikumpulkan melalui proses yang sedang berlaku (contoh: produk yang sedang
beredar).
c. Retrospective Validation
Merupakan validasi yang dilakukan terhadap produk-produk yang sudah lama
diproduksi namun belum divalidasi. Validasi dilakukan dengan cara penelusuran
data produksi yang sedang berjalan dengan menggunakan data dari batch
record. Data yang dikumpulkan merupakan hasil pengujian terhadap parameter
kritis pada setiap tahap proses produksi.
Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk proses yang sudah mapan,
namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk, prosedur pembuatan

50
atau peralatan. Bets yang dipilih untuk Validasi retrospektif hendaklah mewakili
seluruh bets yang dibuat selama periode pengamatan, termasuk yang tidak
memenuhi spesifikasi, dan hendaklah dalam jumlah yang cukup untuk
menunjukkan konsistensi proses. Validasi retrospektif memerlukan data dari 10
(sepuluh) sampai 30 (tiga puluh) bets berurutan untuk menilai konsistensi proses,
tetapi jumlah bets yang lebih sedikit dimungkinkan bila dapat dijustifikasi
(BPOM, 2012).
Berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan dari proses yang
sudah (lama) berlaku dan dinilai melalui prinsip statistik (contoh: produk yang
sudah lama beredar). Selain adanya Validasi proses terdapat pula beberapa
cakupan, antara lain:
1. Validasi Pembersihan
Proses validasi untuk membuktikan efektifitas prosedur pembersihan yang
mencakup penentuan batas residu suatu produk, bahan pembersih dan
pencemaran mikroba
2. Validasi ulang
Pengulangan dari proses validasi terhadap perubahan yang signifikan dalam
status validasi
3. Validasi metode analisis
Dilakukan untuk mengetahui bahwa metode analisis sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Validasi metode analisis terdiri dari uji identifikasi, uji
kuantitatif kandungan impuritas, uji batas impuritas, uji kualitatif zat aktif
dalam sampel bahan atau obat komponen tertentu dalam obat.
b. Kualifikasi
Kualifikasi Desain adalah langkah pertama dalam melakukan validasi
terhadap fasilitas, sistem atau peralatan. Kualifikasi Instalasi hendaknya dilakukan
terhadap fasilitas dan peralatan baru atau yang dimodifikasi. Kualifikasi
Operasional merupakan kualifikasi yang dilakukan setelah Kualifikasi Instalasi
yang mencakup kalibrasi, prosedur pengoperasian dan pembersihan, pelatihan
operator dan ketentuan perawatan preventif. Penyelesaian Kualifikasi Operasional
fasilitas, sistem dan peralatan hendaklah dilengkapi dengan persetujuan tertulis.

51
Kualifikasi fasilitas, peralatan dan sistem terpasang yang telah operasional
hendaknya disertai bukti yang mendukung dan memverifikasi parameter
operasional dan batas variabel pengoperasian alat. Kualifikasi Kinerja, hendaklah
dilakukan setelah Kualifikasi Instalasi dan Kualifikasi Operasional selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui. (BPOM, 2012). Kualifikasi terdiri dari empat
tingkatan, yaitu:
1. Kualifikasi Desain/ Design Qualification (DQ)
Kualifikasi Desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap
fasilitas, sistem atau peralatan baru.
2. Kualifikasi Instalasi/ Instalation Qualification (IQ)
Kualifikasi hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau
yang dimodifikasi, mencakup:
a. Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang hendaklah sesuai dengan
spesifikasi dan gambar teknik yang didesain.
b. Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan
peralatan dari pemasok.
c. Ketentuan dan persyaratan kalibrasi.
d. Verifikasi bahan konstruksi.
Kualifikasi Instalasi yaitu untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa
sistem atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera
pada dokumen pembelian, manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya
dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualifikasi instalasi
dilakukan jika terja di pemasangan alat baru, modifikasi alat dan pemindahan
alat. Sasaran/target kualifikasi instalasi, yaitu:
a) Memastikan bahwa sistem atau peralatan telah dipasang sesuai rencana
desain yang telah ditentukan (GMP complience).
b) Memastikan bahwa bahan dan konstruksi peralatan telah sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan (jenis baja anti karat, kemudahan
pembersihan dan lain- lainnya)
c) Memastikan ketersediaan perlengkapan pengawasan (alat kontrol) dan
pemantauan (monitor) sesuai dengan penggunaannya.

52
d) Memastikan sistem atau peralatan aman dioperasikan serta tersedia sistem
atau peralatan pengaman yang sesuai
e) Memastikan bahwa sistem penunjang, misalnya listrik, air, udara, dan lain-
lainnya telah tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang memadai sesuai
dengan penggunaannya.
f) Memastikan bahwa kondisi instalasi dan sistem penunjang telah tersedia dan
terpasang dengan benar. macam-macam pengecekan kualifikasi instalasi,
yaitu:
 Spesifikasi/rancangan alat/sistem.
 .
 Identifikasi kemasan.

 Aksesoris mesin/peralatan.

 Daftar suku cadang (sparepart).

 Identifikasi bagian alat/mesin/sistem yang penting yang dapat
mempengaruhi proses dan kualitas produk.

 Daftar alat/instrumen yang perlu dikalibrasi.

 Kalibrasi (sertifikat kalibrasi).

 Prosedur (tata cara) Instalasi.

 Pemeriksaan Instalasi Terpasang dan Sarana Penunjang.
3. Kualifikasi Operasional/ Operational Qualification (OQ)
Kualifikasi Operasional hendaklah dilakukan setelah kualifikasi instalasi
selesai dilaksanakan, dikaji dan disetuji. IQ dilakukan jika terjadi pemasangan
alat baru, modifikasi alat dan pemindahan alat. Dalam pelaksanaan di lapangan,

53
biasanya IQ dan OQ dilakukan sekaligus sehingga dokumennya disebut
Dokumen IQ/OQ. Kualifikasi Operasional hendaklah mencakup:
a. Kalibrasi.
b. Prosedur pengoperasian dan pembersihan.
c. Pelatihan operator dan ketentuan perawatan preventif.
Kualifikasi Operasional yaitu untuk menjamin dan mendokumentasikan
bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan. Sasaran/target Kualifikasi Operasional,
yaitu:
a. Memastikan bahwa sistem atau peralatan bekerja sesuai rencana desain dan
spesifikasi.
b. Memastikan bahwa kapasitas mesin atau peralatan secara aktual dan
operasional telah sesuai dengan rencana design yang telah ditentukan
c. Memastikan bahwa parameter operasi yang berdampak terhadap kualitas
produk akhir telah bekerja sesuai dengan rancangan design yang telah
ditentukan.
d. Memastikan bahwa langkah operasi (urutan tata cara kerja) berdasarkan
petunjuk operasional, telah sesuai dengan waktu.
Macam-macam pengecekan Kualifikasi Operasional yaitu:
 Uji simulasi dengan kondisi operasi yang sesungguhnya (tanpa produk)

 Batas/limit yang masih dapat disetujui.

 Menetapkan parameter dan batas limit operasi yang dapat
mempengaruhi proses dan produk.

 Menetapkan kondisi operasional (SOP).

 Menentukan limit spesifikasi (perawatan, pergantian sparepart dan
lain-lainnya)

54
4. Kualifikasi Kinerja/ Performance Qualification (PQ)
Kualifikasi kinerja hendaklah dilakukan setelah Kualifikasi Operasional
selesai dilaksanakan, dikaji dan disetuji. Kualifikasi Kinerja hendaklah
mencakup:
a. Pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang
memenuhi spesifikasi atau produk stimulasi
b. Uji meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas operasional
(BPOM,2012).
Sasaran/target Kualifikasi Kinerja, yaitu:
a. Memastikan bahwa sistem atau peralatan yang digunakan bekerja sesuai
dengan yang diharapkan dan spesifikasi yang telah ditetapkan.
b. Pada umumnya pelaksanaan dilakukan dengan placebo
c. Selanjutnya dengan menggunakan produk (obat) dan pada kondisi produksi
normal
d. Dilakukan 3 kali secara berurutan
Macam-macam pengecekan Kualifikasi Kinerja, yaitu:
a. Keseimbangan operasi dan fungsinya
b. Dapat diulang kembali (repeatability)
c. Memastikan dalam kondisi yang sama, mutu produk danspesifikasi obat jadi
terwujud.
2.3.13 Sarana Penunjang
1. Pengolahan Limbah Dalam Industri
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan, sedangkan bahan
berbahaya dan beracun adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Limbah
bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disebut limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Industri Farmasi dalam
pembuatan produk-produk farmasi menggunakan proses dan teknologi yang

55
sangat kompleks. Ada beberapa bagian yang banyak menghasilkan limbah
dalam Industri Farmasi antara lain adalah:
1. Penelitian dan pengembangan
2. Laboratorium sintesis kimia
3. Ekstraksi bahan alami
4. Fermentasi
5. Formulasi
Dalam PP No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha
atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat,
konsentrasi dan jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup
serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Limbah Industri
Farmasi merupakan limbah B3 dari sumber yang spesifik.
Limbah ini berasal dari:
1. Hasil buangan dari fasilitas produksi.
2. Pelarut bekas.
3. Produk kadaluarsa dan sisa.
4. Hasil buangan dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah).
5. Peralatan dan kemasan
6. Yang termasuk limbah B3 adalah limbah yang mengandung arsen (senyawa
arsen), raksa dan senyawanya, kadmium, talium bekas.
7. Residu proses produksi dan formulasi.
8. Adsorben dari filter (karbon aktif).
9. Residu proses destilasi, evaporasi dan reaksi.
10. Limbah Laboratorium.
Residu dari proses insenerasi, berilium, senyawa krom (VI), timbal,
antimon, fenol dan senyawa fenol, sianida organik dan anorganik, isosianat,
senyawa organoklor, pelarut terklorinasi, pelarut organik, zat-zat biosida dan
fitofarmasi (pestisida) dan residu kilang minyak, senyawa obat, peroksida,
klorat, perklorat, eter, bahan kimia dari laboratorium, asbes, polisiklik aromatis

56
hidrokarbon (PAH), metal karbonil, senyawa tembaga yang larut asam dan basa
yang digunakan dalam proses pengolahan permukaan dan finishing logam.
Dalam rekomendasi UNIDO (United Nation Industrial Development
Organization) tentang penanganan limbah farmasi menerangkan bahwa
pengolahan air limbah meliputi 3 metode, antara lain:
a) Fisika
Tujuannya untuk memisahkan bahan pencemar yang tidak larut dalam air,
termasuk proses ini adalah:
1. Penyaringan Air limbah dialirkan melalui saringan yang akan menahan
padatan. Penyaringan ini dilakukan sesuai dengan situasi setempat padatan.
Penyaringan ini dilakukan sesuai dengan situasi setempat
2. Pemisah pasir Pasir dalam air limbah harus dipisahkan karena cenderung
untuk mengendap pada pipa-pipa yang dapat mengganggu kinerja.
3. Pemisahan minyak Minyak dan lemak-lemak yang tidak dapat diemulsikan
harus dipisahkan. Minyak dipisahkan dengan mengapungkannya pada
permukaan air limbah, sedangkan air dikeluarkan dari bagian bawah.
4. Sedimentasi, penganpungan dan koagulasi Proses ini untuk memisahkan
partikel padat berukuran 0,4 mm dari dalam air limbah yang berat dengan
sedimentasi sedang, yang ringan dengan pengapungan.
b) Biologi
Untuk memisahkan pencemaran organik yang dapat dipecahkan secara
biologis oleh mikroorganisme. Organisme mencerna bahan pencemar organik
dengan proses aerob ataupun anaerob.
c) Kimia
Tujuannya untuk memisahkan bahan pencemar yang tidak larut dalam air
tetapi tidakdapat didegradasi secara biologi, baik organik (bahan warna organik,
fenol dan sebagainya) maupun bahan anorganik seperti Cu, Hg, CN, PO4 dan
lain sebagainya.

Penanganan limbah dibedakan menjadi kategori B-lactam dan Non β-


Laktam. Pada kategori B-lactam, semua limbah harus di proses menjadi limbah

57
cair. Penanganan limbah cair menggunakan air washer yang dapat menarik
semua debu yang dihasilkan dari produksi. Jika terdapat endapan atau limbah
padat pada B-lactam makan dapat digunakan insenerator. Pada kategori Non
Blactam, dibedakan menjadi limbah cair dan limbah padat. Penanganan limbah
cair menggunakan air washer dan penanganan limbah padat menggunakan dust
collector. Limbah-limbah tersebut dimasukkan di dalam galian tanah. Jika tidak
terdapat lahan maka menggunakan bak sedimentasi awal.
Limbah cair dari B-lactam dan Non B-lactam dikumpulkan di pengolahan
limbah utama atau bak sedimentasi tempat semua limbah bertumpu yang dibuat
bersekat-sekat yang bertujuan untuk menahan laju air agar pergerakan air
maksimal. Limbah tersebut akan diuraikan dengan bakteri yang ada di bak atau
bakteri yang ada dilimbah. Parameter yang digunakan untuk membuktikan bahwa
limbah aman yaitu dengan melakukan tanam ikan, teratai dan media tanam.
Setiap tiga bulan sekali limbah yang ada di cek atau di periksa oleh pihak ketiga
yaitu Sucofindo.
2. Sistem Penunjang Kritis
Sarana penunjang kritis pada industri farmasi terdiri dari sistem pengolahan
air, sistem tata udara dan system udara bertekanan. Ketentuan sarana penunjang
kritis industri farmasi diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
pada Petunjuk Teknis Sarana Penunjang Kritis Industri Farmasi (BPOM,2013).
Masing-masing aspek dalam sarana penunjang kritis industri farmasi dijelaskan
pada masing-masing sub bab.
3. Sistem Pengolahan Air
Sistem pengolahan air (SPA) adalah suatu sistem pengolahan air sehingga
didapatkan kualitas air yang dibutuhkan oleh setiap jenis obat yang dibuat dan
memenuhi persyaratan monografi farmakope. Air merupakan bahan awal untuk
memastikan produksi obat bermutu dan aman bagi para pengguna, sehingga
menjadi suatu titik penting dan kritis dalam industri farmasi. SPA perlu ditunjang
sumber daya, teknologi dan pemantauan dengan memperhatikan Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB).

58
Gambar 1. Konsep Dasar dan Proses Desain Sistem Pengolahan Air

Prinsip umum terkait sistem pengolahan air berdasarkan Petunjuk Teknis


Sarana Penunjang Kritis Industri Farmasi meliputi:
a. Sistem produksi, penyimpanan dan distribusi air untuk produksi hendaklah
dirancang, dipasang, dilakukan commissioning, divalidasi, dan dirawat untuk
memastikan air yang dihasilkan dapat diandalkan sesuai kualitas yang
diinginkan. SPA tidak boleh dioperasikan di luar kapasitas yang dirancang.
b.
c. Air hendaklah diproduksi, disimpan dan didistribusikan dengan cara yang
dapat mencegah pertumbuhan mikroba, kontaminasi kimia atau fisika
(misal debu dan pengotor).
d.
e. Penggunaan sistem setelah instalasi, commissioning, validasi dan setiap
perawatan yang tidak direncanakan atau pekerjaan modifikasi hendaklah
mendapatkan persetujuan bagian pemastian mutu.
f.
g. Mutu sumber air dan air olahan hendaklah dipantai secara teratur, meliputi
parameter fisika, kimia, mikrobiologi dan bila perlu, kontaminasi endotoksin,
kinerja sistem pemurnian air, penyimpanan, dan distribusi juga hendaklah

59
dipantau. Catatan hasil pemantauan, analisis tren dan setiap tindakan yang
diambil hendaklah disimpan.
h.
i. Bila SPA disanitasi secara kimia sebagai bagian dari program pengendalian
kontaminasi biologi, hendaklah mengikuti prosedur yang telah divalidasi
untuk memastikan bahwa bahan sanitasi secara efektif telah hilang.
j.
k. Bila SPA disanitasi secara kimia sebagai bagian dari program pengendalian
kontaminasi biologi, hendaklah mengikuti prosedur yang telah divalidasi
untuk memastikan bahwa bahan sanitasi secara efektif telah hilang.
Sistem pengolahan air menggunakan teknologi WTP (Water Treatment
Proses). Produk akhir yang dihasilkan adalah air baku farmasi yang digunakan
untuk kegiatan di industri farmasi. Air di industri farmasi minimal menggunakan
purified water. Ada 3 jenis air yang digunakan yaitu:
a. Highly purified water: untuk suplai air ruang produksi sefalosporin.
b. Purified water: digunakan untuk ruang produksi non beta lactam dan
laboratorium mikorbiologi.
c. Air demineralisasi: digunakan untuk mesin autoklaf dan untuk mesin boiler.
Sistem penyambungan pipa yang digunakan adalah orbital welling yaitu sistem
pengelasan menggunakan komputerisasi, dimana sambungan pipa tidak boleh
ada hambatan atau cekungan. Air yang digunakan untuk ruang produksi dan QC
harus di looping selama 24 jam non stop tanpa berhenti. Looping untuk ruang
beta laktam tidak kembali ke ruang SPA. Sirkulasi hanya antara ruang beta laktam
dan tangki beta laktam. Sedangkan looping untuk ruang non beta laktam dan
laboratorium mikrobiologi kembali ke ruang SPA. Air baku farmasi terproses dari
air baku konsumsi dengan teknologi WTP dengan tahap sebagai berikut:
a. Pre treatment
Berfungsi untuk menyaring cemaran awal dengan kecepatan alir minimal
1400L/menit. Media yang digunakan adalah sand filter untuk menghilangkan
cemaran yaitu minimal 2 identitas awal hilang (warna dan rasa). Kemudian
melalui active carbon untuk menghilangkan bau lalu masuk ke softener filter

60
I untuk mensadahkan air dan mengurangi salah satu nilai TDS. Setelah
melalui softener I dilanjutkan dengan softener filter II yang berfungsi untuk
meghilangkan kesadahan yang belum tersadahkan pada softener filter I. Hasil
dari pre treatment adalah air konsumsi murni dengan ukuran partikel 0,5
mikron.

b. Reverse Osmosis (RO) system


Air konsumsi murni dari hasil pre treatment kemudian dilanjutkan pada RO
system. Ada 2 tahap reverse osmosis yaitu RO I dan RO II. Reverse osmosis yang
pertama dilakukan dengan cara diberi tekanan memasuki ukuran 1/10000 mikron
dengan hasil 40% dan 60% reject (masuk bak sedimentasi atau saluran limbah).
Hasil dari reverse osmosis I akan lanjut ke reverse osmosis II dengan diberi
tekanan sampai memasuki ukuran 1/100000 mikron. Hasil dari RO II 30% dan
70% reject (dikembalikan ke sumber awal).
c. EDI system
Hasil dari reverse osmosis selanjutkan akan melalui EDI sistem dengan
penukaran ion positif dan negative menjadi muatan listrik.
d. UV lamp system
UV lamp berfungsi merusak sebagian mikroba sehingga tumbuh kembang
mikroba terkendali.
e. Produk
Air hasil dari UV lamp akan masuk ke tangki penampung utama dan
mengalami pateurisasi dengan diberi uapa suhu 80-85ᵒC selama 12 jam. Hasil
akhir dari proses pengolahan air ini adalah air baku farmasi (Purified Water).
Apabila pipa pengalir air dari penampung utama ke atau dari ruang produksi
non beta laktam dan laboratorium mikrobiologi terpapar panas ekstrim (>29ᵒC)
maka akan dibuang secara otomatis oleh sistem.
Parameter air baku farmasi:
 Keasaman / pH (pH 5-7)
 TDS (<10 ppm)
 Conductivity (air baku farmasi tidak akan menghantaran listrik)

61
 Total organic carbon (TOC) mengidentifikasi jumlah bakteri yang hidup
rusak dan dibung.
4. Sistem Tata Udara
Sistem tata udara adalah suatu sistem yang mengondisikan lingkungan
melalui pengendalian suhu, kelembaban nisbi, arah pergerakan udara dan mutu
udara, termasuk pengendalian partikel dan pembuangan kontaminan yang ada
diudara, seperti vapors dan fumes (BPOM, 2013). Sistem tata udara merupakan
salah satu sarana penunjang kritis industri farmasi yang memegang peranan
penting untuk perlindungan terhadap lingkungan pembuatan produk, memastikan
produksi obat yang bermutu dan memberikan lingkungan kerja yang nyaman bagi
personil dan juga bagi lingkungan terhadap bahan berbahaya melalui sistem
perlindungan udara yang aman dan efektif.
Sistem tata udara menjadi satu sarana penunjang kritis dengan peran yang
penting sehingga perlu didesain, dibuat, di-commissioning, dikualifikasi dan
dioperasikan, serta dirawat dengan tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Dalam penggunaannya terdapat beberapa parameter kritis tata udara yang dapat
mempengaruhi produk, antara lain suhu, kelembaban, partikel udara (viable dan
nonviable), perbedaan tekanan antar ruang dan pola aliran udara, volume alir
udara dan pertukaran udara dan sistem filtrasi udara. Setiap parameter memiliki
standar yang ditoleransi masing-masing tergantung dengan kelas ruangan dari
industri farmasi seperti dijabarkan pada Petunjuk Teknis Sarana Penunjang Kritis
Industri Farmasi (BPOM, 2013). Terdapat beberapa tipe sistem dasar untuk sistem
tata udara, antara lain:
a. Sistem udara segar 100% (sekali lewat) atau full fresh-air (oncethrough),
sistem ini menyuplai udara luar yang sudah diolah hingga memenuhi
persyaratan kondisi ruangan, lalu diekstrak dan dibuang ke atmosfer. Sistem
ini biasanya digunakan pada fasilitas yang menangani produk atau pelarut
beracun untuk mencegah udara tercemar disirkulasikan kembali.
b. Sistem resirkulasi, pada penerapan sistem ini diharapkan tidak menyebabkan
resiko kontaminasi atau kontaminasi silang (termasuk uap dan bahan yang
mudah menguap) sehingga kemungkinan udara resikrkulasi dapat diterima.

62
Hal ini diantisipasi dengan adanya filter HEPA dipasang pada aliran udara
pasokan.
c. Sistem ekstraksi atau exhaust, bila dimungkinkan, debu atau cemaran uap
hendaklah dihilangkan dari sumbernya. Titik tempat ekstraksi hendaklah
sedekat mungkin dengan sumber keluarnya debu. Pada sistem ini dapat
digunakan ventilasi setempat atau tudung penangkap debu.
Bahan yang digunakan sebagai komponen sistem tata udara hendaklah dipilih
dengan hati-hati sehingga tidak menjadi sumber kontaminasi. Tiap komponen
yang berpotensi untuk membebaskan partikel atau kontaminasi mikroba ke dalam
aliran udara hendaklah diletakkan sebelum filter terakhir. Unit penanganan
udara atau air handling unit (AHU) merupakan peralatan yang menyalurkan udara
ke dalam sistem distribusi udara dan kemudian ke dalam ruangan.
d. Sistem Udara Bertekanan
Sistem udara bertekanan sama seperti sistem penunjang lain, berdampak
langsung pada kualitas produk sehingga menjadi salah satu kriteria kritis dalam
industri farmasi. Hal tersebut menjadikan sistem udara bertekanan sangat penting
untuk dikendalikan kualitasnya dalam pembuatan produk farmasi, terutama udara
bertekanan yang berkontak langsung dengan produk agar mutu obat tetap terjaga.
Penanganan udara bertekanan dan gas lain seperti nitrogen yang ditangani dengan
tidak tepat dapat mengontaminasi produk. Kualitas udara bertekanan yang
dihasilkan suatu sistem udara bertekanan bervariasi tergantung pada standar yang
digunakan yaitu ISO 8573 dan ISPE. Rancangan sistem udara bertekanan industri
farmasi berbeda dengan industri lain di mana spesifikasi udara bertekanan,
terutama yang kontak langsung dengan produk, berbeda dengan industri lain.
Terdapat 3 parameter utama dalam mendesain sistem udara bertekanan, antara
lain kualitas udara bertekanan, penggunaan udara bertekanan, dan volume udara
bertekanan yang dibutuhkan atau kapasitas. Udara bertekanan yang keluar dari
sebuah kompresor dan mengandung kontaminan seperti partikel debu, air dan uap
air, aerosol oli dan uap oli, partikel (akibat gesekan) dan mikroorganisme.
Sistem tata udara hendaknya didesain dapat menghilangkan kontaminan dan
dapat dikendalikan sampai ke hilir begitu udara bertekanan diahasilkan.

63
Pemantauan secara rutin harus dilakukan sebelum pendistribusian udara
bertekanan untuk memastikan kebersihan udara baik secara fisis maupun
mikrobiologi yang dapat mempengaruhi sifat produk dan memberikan bahaya
potensial terhadap konsumen.

64
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
RUANG LINGKUP INDUSTRI TEMPAT PKPA

3.1 Sejarah PT. Imedco Djaja


PT.Imedco Djaja merupakan industri farmasi dengan pemilik modal dalam
negeri (PMDN). Pada tahun 2014, PT.Imedco djaja mengalami peralihan
perusahaan ke management baru yang berkomitmen untuk melayani masyarakat
dengan produk produk yang berkualitas tinggi. Perusahaan dipimpin oleh senior
yang berpengalaman didunia farmasi dan didukung oleh personal baru yang
terkualifikasi dan handal dibidangnya. Perusahaan kemudian memutuskan untuk
melakukan renovasi menyeluruh dengan mempersiapkan sistem baru yang
terintegrasi dan komperhensif selama 3 bulan. Setelah perbaikan sarana dan
prasarana serta sistem dokumentasi selesai, PT. Imedco Djaja mengajukan
permohonan resertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk fasilitas
solid (tablet biasa, tablet salut, dan kapsul keras) serta fasilitas cairan oral dan
semisolid nonbeta laktam pada November 2015.
PT. Imedco Djaja mendapatkan sertifikat CPOB dari Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) untuk sediaan cairan oral nonbeta laktam, semisolid
non beta laktam, tablet dan tablet salut non beta laktam, dan kapsul keras non beta
laktam pada tanggal 11 april 2016. Dengan adanya sertifikat CPOB, PT. Imedco
Djaja berkomitmen untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan demi meningkatkan
kualitas hidup orang banyak serta berupaya sebaik-baiknya untuk memberikan
akses yang baik terhadap suplemen dan obat yang aman, efektif, berkualitas dan
terjangkau.
PT. Imedco Djaja tidak hanya memproduksi obat, melainkan juga obat
tradisional, suiplemen dan kosmetik. Untuk dapat memproduksi produk selain
obat, maka industri farmasi harus terlebih dahulu memiliki Ssurat Ppersetujuan
Penggunaan Fasilitas Bersama. Surat Persetujuan Penggunaan Fasilitas Bbersama
adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa industri farmasi telah
memperoleh izin untuk melakukan produksi obat dan/atau obat tradisional

65
dan/atau suplemen kesehatan dan/atau kossometik dan/atau obat kuasi pada
fasilitas produksi yang sudah memenuhi syarat CPOB (BPOM RI,2018). Untuk
dapat memperoleh surat persetujuan tersebut, terdapat beberapa persyaratan yang
wajib dipenuhi. Beberapa produk suplemen kesehatan dan kosmetik pada sudah
komersial PT. Imedco Djaja sudah memperoleh persetujuan fasilitas bersama
untuk suplemen kesehatan, obat tradisional, dan kosmetik.
Produk produk yang dihasilakan oleh PT. Imedco Djaja diantaranya yakni :
1. Golongan obat, contohnya : Alcet® tablet dan sirup, Bronkipect® sirup dan
tablet, Cydipin-10®, Ccyidipin-5®, Cymafort®, Cymalium-5®, Cymalium-
10®, Ipramid®, Ladenum®, Medcold®, Medcomol®, Medcotram®,
Mmedtyaphen500®, Predico®, Salbulin®, Prospep®, Asiful®, Medcold®,
Flamsy50®, Amlodipine5®, Amlodipine10®, Cetrizine® tablet dan sirup,
Hyloquin®, Neofol®, Medcofen® suspensi, Hi-D 1000® chewing tablet, Hi-
D 5000® chewing tablet, Lacnofer®, Pinetarsol® gel..
2. Suplemen Kesehatan, contohnya : DhaEpa®, Glubio®, K2- Bone®,
Naturoksi4®, Naturoksi6®, Vitomed®, CGF® tablet, Yusitu®, Glucola®.
3. Kosmetik, contohnya : Hairque®, Ego QV®.
Selain Itu sejak desember 2018, line liquid dan semisolid telah aktif
digunakan untuk produksi cairan oral non betalaktam. Saat ini, PT Imedco dalam
proyek launching produk copy baru setelah mendapatkan nomor izin edar, seperti
Predico tablet, Prospep, Cetrizine HCl, Alcet Tablet, dan lain lain. PT. Imedco
Djaja juga sudah mulai memproduksi produk kosmetik, sedangkan untuk
golongan obat tradisional masih dalam proses pengembangannya.
3.2 Visi dan Misi PT. Imedco Djaja
1. Visi
Menjadi perusahan yang terdepan dalam melayani masyarakat luas dengan
dukungan tim yang handal sehingga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan
masyarakat menuju peningkatan kualitas hidup.
2. Misi
Memberikan pelayanan kesehatan seluas- luasnya dengan menghasilkan
produk kesehatan yang :

66
 Berkualitas terbaik secara efesien dan efektif
 Peduli lingkungan
 Dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
 Inovatif dan mengikuti perkembangan keilmuan
3.3 Nilai dan Budaya PT. Imedco Djaja
PT. Imedco Djaja merupakan nilai dan budaya untuk warga Imedco, yaitu :
a) Solid
Seluruh warga Imedco adalah satu kesatuan, yang bahu membahu bersinergi
untuk mencapai visi-, misi Imedco
b) Dedicated
Seluruh warga Imedco selalu memberikan kemampuan terbaik sesuai tugas
dan kompetensinya yang terus dikembangkan
c) Excel
Seluruh warga Imedco memberikan persembahan yang terbaik bagi kesehatan
masyarakat Indonesia.
3.4 Tugas Pokok dan Fungsi PT. Imedco Djaja
Tugas pokok PT. Imedco Djaja adalah melakukan produksi, penelitian dan
pengembangan obat guna menghasilkan suatu sediaan farmasi yang berkualitas
dan dilakukan sesuai dengan CPOB. . Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut
PT. Imedco Djaja melakukan tugas- tugas sebagai berikut:
1. Fungsi Penelitian dan Pengembangan, yang meliputi segala usaha, pekerjaan
dan kegiatan dibidang penelitian dan bidang pengembangan produk, sistem
metoda dan personel dalam rangka penyelenggaraan produksi obat.
2. Fungsi Produksi, yang meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di
bidang produksi obat.
3.5 Lokasi dan Sasaran Penunjang di PT. Imedco Djaja
PT. Imedco Djaja berlokasi di kawasan industri Balaraja dengan dengan
alamat Jalan Raya Serang KM 25 No. 8 Balaraja, Ttangerang dengan luas area
industri 3.720 m2 dan luas bangunan 2.068,31 m2. Saat ini, produksi perusahan ini
menggunakan sumber air yang berasal dari Perusahaan Air Minum
(PAM)/AETRA yang diolah dengan sistem pengolahan air dan sumber udara yang

67
diatur dengan Air Handling Unit (AHU). Bangunan utama (main bulding) terdiri
dari dua lantai dengan rincian sebagai berikut :
1. Lantai satu terdiri dari lobby, kantin, laboratorium departemen Quality
Control (QC) dan Research and Developmen (RND), toilet, mushola, ruang
produksi grey area, ruang produksi black area, gudang, dan sistem
pengolahan air.
2. Lantai dua terdiri dari ruangan President Director, Managing Director, Plant
Manager, meeting room 1, Meeting room 2, pantry, ruang nursery, satu
ruangan besar yang merupakan ruang kerja Officer dan departemen herad,
ruang dokumen, perpustakaan, training Room, ruang retained sampel, ruang
batch record serta sistem penunjang kritis (AHU, compressed air).

Terdapat beberapa ruangan yang terpisah dari main building tersebut, yaitu
pos satpam, loker, gudang botol, gudang untuk bahan yang mudah meledak
(flammable material warehouse), tempat pembuangan limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) dan non B3, ruang trafo, ruang genset, ruang workshop, ground
tank, dan water waste Treatmen Plant (WWTP). Sedangkan Head Office PT.
Imedco Djaja berlokasi di Rukan Crown K 12 Green Like City, Jakarta Barat.
Deapaertemen yang berada di head office adalah Human Rresouurces and
Development Dept., Regulatory and Medical Affaris Dept, Business Development
Dept.,Marketing and Sales Deptt., Finance and Accounting Tax Dept, serta
Procurement Dept.

68
3.6 Struktur Organisasi

President Director

Managing Director

Business & Plan Manager Operation & Marketing Sales


Research Devision Support Devision Devision Head
Head Head

Human Resouce National Sales


Business Quality Assurance
and Devp. Dept Manager
Development Dept. Head
Head
Dept.Head

Regulation & Quality Control General Support Marketing


Medical Dept. Dept. Head Dept. Head Manager
Head

Finance
Supply Chain Accounting & Tox
RND Dept. Head
Dept. Head Dept

Productin Dept. Procurement


Head Dept. head

System Dev. IMP


Enginering Dept.
&Complance Dept.
Head
Head

Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Imedco Djaja

3.7 Logo PT. Imedco Djaja

Gambar 3. Logo PT. Imedco Djaja


Arti dari logo PT. Imedco Djaja pada Gambar 2 ialah:

69
1. Warna biru tua dan biru muda: menggambarkan mengalir seperti air
2. Bentuk rantai: melambangkan kokoh seperti rantai
3.8 Pembagian Departemen PT. Imedco Djaja
3.8.1 Departemen Produksi
Departemen Produksi di PT. Imedco Djaja terdiri dari satu orang
Production Department Head, dua orang Production Supervisor yang masing-
masing membawahi satu bagian, yaitu Production Line Head dan Leader
Packing. Production Line Head dibantu oleh operator dan helper, sementara
Leader Packing Packing dibantu Packaging Crew. Struktur organisasi
Departemen Produksi dapat dilihat pada gambar berikut :
Production Department Head

Production Supervisor

Production line Supervisorline Leader Line Packing


Head Supervisor

Operator Packing Crew

Helper

Gambar 4. Struktur Organisasi Departemen Produksi PT. Imedco Djaja

Tugas umum Departemen Produksi secara keseluruhan adalah melakukan


proses produksi dari raw material dan packing material menjadi produk jadi.
Tugas dan tanggung jawab di area produksi antara lain :
a. Mencapai target produksi (kuantitas, kualitas dan waktu yang tepat) yang
ditetapkan berdasarkan ketersediaan kapasitas mesin dan ketersediaan tenaga
kerja serta memonitor aktivitasnya.
b. Memastikan ketersediaan utilitas kerja, seperti Air Handling Unit (AHU),
pengendalian tekanan, Relative Humidity (RH), udara, dan suhu.
c. Memantau produktivitas kerja (orang dan mesin).
d. Mengefesienkan pemakaian kapasitas mesin dengan cara melakukan
penjadwalan yang efesien, penempatan operator yang tepat, dan perawatan
mesin.

70
e. Memeriksa, mengevaluasi, dan memberi approval dokumen- dokumen yang
dipakai dan dikirim ke QA.
f. Membandinglan supervaisor dan subordinat.
g. Memberikan masukan kepada atasan, untuk perencanaan jangka panjang
(misalnya perubahan lay out ruangan, penambahan mesin dan karyawan,
optimalisasi cara kerja).
h. Memastikan susunan kerja yang sehat dan memotivasi bawahan (misalnya
membantu masalah mereka dan memberi training).
Area produksi PT. Imedco Djaja termasuk pada area kelas E dan kelas F.
Kelas E digunakan untuk ruang pengolahan sediaan tablet, kapsul keras,
semisolid, cairan oral, ruang kemas primer (Strip dan Blister) serta ruang
sampling. Sedangkan kelas F terdiri dari ruang kemas skunder (inner box, Leflet,
Master box), laboratorium, dan gudang (warehouse). Hal tersebut sesuai dengan
klasifikasi kebersihan ruang pembuat obat dimana kelas E digunalkan untuk
produksi non steril, ruang pengemasan primer serta ruang sampling dan kelas F
digunakan untuk ruang kemas sekunder. Persyaratan jumlah partikel pada kelas
ED disesuaikan dengan CPOB yaitu termasuk klasifikasi partikulat udara ISO 8
(BPOM RI, 2018).
Tabel 1. Klasifikasi Kebersihan Ruang Pembuatan Obat
Ukuran Non Operasionaloprasional Operasional
Partikel
Jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan
Kelas ≥ 0,5µm ≥ 5 µm ≥ 0,5 µm ≥ 5 µm
A 3.520 20 3.520 20
B 3.520 29 352.000 2900
C 352.000 2.900 3.520.000 29000
Tidak Tidak
D 3.520.000 29.000
ditetapkan ditetapkan
Tidak Tidak
E 3.520.000 29.000
ditetapkan ditetapkan
Terdapat tiga alur proses yang terjadinya pada bagian produksi, yaitu :
1. Alur Barang

71
PT. Imedco Djaja memiliki empat jenis alur barang, yaitu alur bahan awal,
alur bahan pengemas primer, alur bahan pengemas sekunder, dan alur produk si
jadi. Alur bahan awal yang dilakukan oleh PT. Imedco Djaja yaitu dari bahan
yang datang dari gudang akan dimasukan ke stagging in kemudian dilakukan
penimbangankn, setelah bahan awal selesai ditimbang bahan awal akan diserah
terimakan ke produksi untuk digunakan atau akan disimpan di ruang stagging in
bahan baku untuk menunggu proses selanjutnya.
Alur bahan kemas primer sama dengan alur bahan baku, yang membedakan
adalah penyimpanan bahan tersebut. Untuk penyimpanan bahan kemas akan
disimpan di ruang stagging in bahan kemas untuk menunggu proses selanjutnya.
Untuk bahan kemas dalam bentuk botol akan disimpan terpisah dari penyimpanan
strip dan blister.
Alur bahan kemas sekunder adalah dari gudang bahan kemas masuk ke ruang
packing dan selanjutnya melakukan serah terima antara pihak gudang dan
packing, selanjutnya menunggu untuk proses penandaan (coding). Ruang packing
yang ada di PT. Imedco Djaja terbagi menjadi 2, yaitu packing 1 untuk proses
pengemasan produk solid dan packing 2 untuk proses pengemasan produk liquid
dan semi solid. Alur produk jadi adalah setelah selesai dikemas dan diberi label,
produk jadi akan dikirim ke gudang produk jadi untuk menunggu label “release”
dari bagian QC QA dan siap didistribusikan.
2. Alur Personil
Alur personil yang berada diruang produksi adalah dari personil masuk
melalaui ruang penyangga yang dilengkapai dengan fasilitas airlock yang
berfungsi untuk mencegah adanya kontaminasi dari ruangan yang memiliki
perbedaan tekanan. Sistem airlock diintegrasikan dengan sistem interlock yang
akan mengunci pintu secara otomatis ketika terjadi perbedaan tekanan dengan
ruang produksi, sehingga kedua pintu pada sisi berlawanan tidak dapat terbuka
secara bersamaan. Sela.njutnya masuk ke ruang gowning (ruang ganti baju)
selanjutnya masuk keruang antara yang terdapat airlock dan kemudiaan ke ruang
produksi.
3. Alur Proses Produksisi

72
Supply Chain (SPC) mengeluarkan Production Order (PO) untuk diserahkan
kepada bagian produksi agar dapat memulai proses produksi sesuai jadwal yang
telah disepakati. PO tersebut akan diverifikasi oleh QA untuk memperoleh izin
pengolahan bahan.Verifikasi yang dilakukan oleh bagian QA meliputi pemberian
expired date dan nomor bets. Dokumen akan diberikan kepada Departemen Head
Production yang akan melaksanakan proses produksi.
a. Dispensing (SPC)
Ruangan dipensing terdiri dari ruang dispensing dan ruang stagging RM
(Raw Material). Ruang dispensing memiliki alat timbang berupa timbangan
digital dengan skala terkecil hingga skala terbesar. Proses dispensing dilakukan
dibawah UDAF ( unidirectional airflow) dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi kedalam bahan baku. Sebelum melakukan penimbangan,
operator harus memastikan bahwa ruangan dispensing bersih dan timbangan
sudah terkalibrasi. Penimbangan material untuk keperluan produksi dilakukan
berdasarkan MI dan working Order Pick List (WOPL). Apabila dibutuhkan
material tambahan diluar WOPL, departemen produksi dapat menggunakan SIV
(Store Issue Voucher) dilengkapi alasan permintaan material. Sedangkan
permintaan penimbangan bahan untuk keperluan RND dilakukan dengan
mengajukan SIV. Staf Logistik harus memperhatikan sistem FIFO dan FEFO
dalam menyiapkan material yang akan ditimbang.
b. Mixing
Ruang pencampuran (mixing) sediaan solid terdiri dari alat pencampuran
kering, alat pencampuran basah, alat FBD (Fluid Bed Dryer), dan alat pengayakan
granul. Proses Mixing sediaan solid dimulai dari proses pencampuran semua
bahan sesuai dengan batch record, apabila terdapat bahan yang perlu dilakukan
pengayakan maka akan dilakukan pengayakan terlebih dahulu sebelum dilakukan
pencampuran.
Pembuatan sediaan tablet yang dilakukan oleh PT. Imedco Djaja
menggunakan 2 metode, Yaitu : kempa langsung dan granulasi basah. Alat yang
digunakan pada metode kempa langsung adalah super mixer dan drum, sedangkan
granulasi basah menggunakan alat yaitu super mixer, FBD dan drum.

73
Hasil dari granulasi basah biasanya berupa masa yang siap untuk proses
cetak. Sebelum dicetak akan dilakukan pengujaian IPC (In Process Control).
Setelah diberikan label pelulusan dari QC, masa siap cetak dapat dilanjutkan ke
proses tableting atau Capsule.

Ruang mixing sediaan liquid memiliki beberapa alat mixing yaitu mixing
double jacket dengan kapasitas 250 kg, pre mixing + mixing turax dengan
kapasitas 550 kg, dan holding tank dengan kapasitas 1000 kg. Proses mixing yang
dilakukan diruang mixing sediaan liquid adalah dengan mencampurkan bahan
tambahan dan bahan aktif dengan tank yang berbeda terlebih dahulu, kemudian
akan dimasukkan kedalam final mixing dan holding tank yang terhubung kedalam
ruang filling botol sirup. Tank yang digunakan adalah jenis tank yang memiliki
double jacket dengan kapasitas 1000 kg.
c. Tabletting
Mesin cetak tablet dan ruangan percetakan harus dalam kondisi bersih
sebelum proses percetakan dimulai. Selama proses percetakan, dilakukan IPC
setiap 60 menit yang meliputi pengukuran variasi bobot dan setiaaip 60 menit
yang meliputi kekerasan dan ketebalan tablet. Pada awal, tengah dan akhir
dilakukan pemeriksaan fisik, kekerasan dan waktu hancur oleh bagian QC. Bagian
QC akan melakukan uji keseragaman bobot dan kesesuaian zat aktif. Tablet yang
telah selesai dicetak akan disimpan untuk menunggu pelulusan dari bagian QC.
d. Capsulating
Sub unit yang bertugas untuk melakukan pengisian serbuk kedalam cangkang
kapsul. Pemeriksaan bobot kapsul dilakukan tiap 60 menit sebanyak 20 buah
kapsul. Setelah QC sudah memberikan label “Notification Release” maka kapsul
akan diproses selanjutnya yaitu stripping.
e. Coating
Proses penyalutan, PT. Imedco Djaja menggunakan Film Coated. Prosesnya
menggunakan larutan penyalut yang disemprot menggunakan pompa sambil
diputar dan dialiri udara panas. Suhu tidak boleh terlalu panas karena dapat

74
menyebabkan debu yang berlebihan, tetapi juga jangan terlalu dingin karena akan
mengakibatkan tablet menjadi lengket. Proses salut yang terjadi meliputi
subcoating, smoothing dan colouring. Tablet hasil salut akan disimpan didalam
ruang produk ruahan untuk menunggu pelulusan dari QC dan melanjutkan ke
tahap akhir yaitu stripping dan blistering.
f. Primary Packaging
Kemasan primer adalah kemasan produk ruahan solid dimana kemasan
langsung kontak dengan produk. Kemasan primer yang umum digunakan untuk
sediaan solid adalah strip dan blister. Stripping merupakan proses pengemasan
primer untuk sediaan berupa tablet atau kapsul. Pada saat proses stripping,
dilakukan tes kebocoran dengan memasukkan strip atau blister kedalam chamberr
yang berisi metilen blue, kemudiaan di vakum dan ditunggu selama 5 menit.
Setelah itu strip atau blister dilap kemudian strip atau blister dibuka untuk melihat
apakah cairan tersebut tersebut masuk atau tidak kedalam strip atau blister. Jika
strip atau blister bocor maka tablet akan terdapat bercak biru yang menunjukkan
bahwa strip atau blister tersebut bocor.
Blistering merupakan salah satu proses pengemasan sediaan solid. Bahan
blister yang biasa digunakan adalah menggunakan bahan aluminium foil, PVDC
dan PVC. Proses blister berlangsung biasanya IPC akan melakukan pengujian tes
kebocoran blister, daya lekat blister, dan bobot kemasan. Botol merupakan
kemasan primer untuk sediaan liquid seperti sirup, suspensi, emulsi, dan eliksier.
Botol yang digunakan untuk pengemasan primer sediaan liquid yang dilakuakan
oleh PT. Imedco Djaja menggunakan botol kaca berwarna coklat yang tujuannya
agar sirup dapat terlindung dari paparan cahaya secara langsung.
g. Filling Liquid
Peroses Filling sediaan sirup dilakukan dengan menjalankan mengsetting
mesin alat sebelum dilakukan filling sirup kedalam botol. Tujuan setting mesin
alat filling sirup adalah agar sirup yang dihasilakan nantinya memiliki volume
yang sama disetiap botol. PT. Imedco Djaja memproduksi sediaan sirup dengan
volueme 60 ml untuk tiap botolnya.
3.8.2 Departemen Quality Control (QC)

75
Departemen Quality Control (QC) di PT. Imedco Djaja dipimpin oleh satu
orang sebagai QC Departemen Head, dua orangsatu orang QC Specialist yang
membawahi 5 bagian analisa (IPC, Mikrobiologi, RMPM, Limgkungan, dan
produk jadi) yang membawahi 3 senior Analis (Kimia, Mikrobiologi, dan IPC).
dimana IPC terdiri dari 4 orang analis, mikrobiologi terdir dari 2 analis,
Lingkungan terdiri dari 1 analis, RMPM terdiri dari 3 analis dan produk jadi
terdiri dari 1 analis Senior Analis kimia membawahi dua analis yang dikhususkan
untuk sampling bahan baku dan bahan kemas dan dua analis yang dikhususkan
untuk analisa menggunakan HPLC. Senior IPC membawahi inspektor 1 dan 2,
serta satu orang helper yang membantu diHead
QC Dept. QC. Struktur organisasi Departemen
QC dapat dilihat pada gambar berikut.

QC Specialist

Senior Analis Senior Analis Mikro Senior Analis IPC


Kimia
HPLC Sampling Impektor 1 Impektor 2
Helper
Gambar 5. Struktur Organisasi Departemen QC PT. Imedco Djaja

Secara umum Laboratorium QC di PT. Imedco Djaja terdiri dDari satu


laboratorium kimia yang didalamnya terdapat laboratorium mikrobiologi.
1. Laboratorium Kimia
Tugas bagian laboratorium kimia QC PT.Imedco Djaja, antara lain:
a. Pengambilan sampel pengujian bahan baku (Raw Material) dan bahan kemas
(Packing Material) dan analisanya.

76
b. Pengujian produk ruahan dan produk jadi.
c. Pengujian sampel stabilita, standarisasi Working Standard dan rutin
monitoring sarana penunjang kritis.
2. Laboratorium Miukrobiologi
Tugas bagian laboratorium mikrobiologi QC PT.Imedco Djaja, antara lain:
a. Pengujian mikrobiologi bahan baku, produk ruahan dan produk jadi.
b. Pemantauan kualaitas lingkungan area produksi dan area laboratorium
mikrobiologi.
c. Regenerasi mikroba dan uji daya tumbuh media.
Departemen QC berperan dalam pemeriksaan bahan baku/ raw material dan
bahan kemas/packaging material, pemeriksaan selama proses produksi,
pemeriksaan produk antara, pemeriksaan produk ruahan, pemeriksaan produk jadi,
dan pemeriksaan produk stabilita. Pengujian bahan baku dan bahan kemas yang
dilakukan oleh departemen QC dimulai dengan penerimaan barang yang dikirim
oleh supplier akan diterima oleh Departemen Supply Chain (SPC), kemudian
barang akan diberi label “ karantina” berwarna kuning dan disimpan pada area
karantina. Selanjutnya dilakukan permintaan sampling bahan baku dan bahan
kemas ke Departemen QC.
Pengambilan sampel bahan baku oleh analis QC dilakukan diruang
sampling yang terdapat digudang. Pengambilan bahan baku dan bahan kemas
menggunakan pola pengambilan sampel n untuk setiap bets dan setiap kedatangan
bahan baku dan bahan kemas, dengan rumus n = 1 + √N, Dimana n = jumlah
wadah/kontainer yang dibuka dan N = jumlah wadah/kontainer yang diterima.
Setelah pengambilan sampel selesai, wadah yang telah dibuka unuk diambil
sebagai sampel ditutup kembali dan ditempel label “telah diambil sampel” yang
berwarna ungu, kemudian dilakukan serangkaian inspeksi dan pengujian. Hasil
dari analisis yang dilakukan oleh QC adalah produk dapat released dan rejected.
Apabila bahan tersebut telah memenuhi syarat hasil pengujian, bahan akan
ditempel label “RELEASED” berwarna hijau dan ditempatkan diarea release.
Sebaliknya, jika bahan tidak memenuhi syarat, bahan akan ditempel label
“REJECTED” berwarna merah dan disimpan di area reject.

77
Bagian QC memiliki wewenang khusus untuk meluluskan atau menolak atas
mutu bahan awal, bahan kemas, produk antara, dan produk ruahan atau pun hal
lain yang mempengaruhi mutu obat selama proses produksi. Pengujian ulang atau
retest dilakukan terhadap bahan aktif dan bahan tambahan yang telah dirilis.
Interval retest untuk bahan aktif obat dilakukan setiap akan produksi (sesuai
RMAR)setiap 6 bulan atau 1 tahun sekali, sedangkan untuk bahan tambahan/
exipient adalah setiap dua tahun sekali. Khusus untuk bahan baku benzyl alkohol
retest dilakukan tiap 6 bulan sekali.
Analis QC mealakukan pengujian retest terhadap bahan baku adalah
pengujian pemerian, pengujian kadar, pengujian susut pengeringan atau pengujian
kadar air, pengujian batas mikroba sesuai spesifikasi bahan baku dan pengujian
metode analisanya. Kemudian QC Specialist membuat form Released/ rejected
untuk retest bahan baku, bersamaan hasil pemeriksaan bahan baku kepada QC
Dept Head untuk diberikan disposisi status terhadap bahan baku tersebut.
Pengujian ulang/retest bertujuan untuk memastikan bahwa bahan yang ada masih
sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Sampelple pertinggal atau Retain
Sample di PT.Imedco Djaja berupa bahan baku awal, bahan kemas, dan produk
jadi disimpan sampai dengan satu tahun setelah tanggal kadaluarsa.
Departemen QC juga mel;akukan pengujaian rutin, diantaranya yaitu water
system, environment monitoring, dan sasaran penunjang kritis. Pengujian air di
area produksi dilakuakan setiap 2 minggu sekali oleh QC. Pemeriksaan dilakukan
yaitu pemeriksaan fisik, Ph, Konduktivitas, total organik karbon, klorida sulfat,
ammonia, kalsium, karbon dioksida, laogam berat, zat mudah teroksidasi, zat
padat total. Dilakukan juga uji batas mikrobiologi terhadap mikroba spesifik
seperti Eschericia coli, Salmonella enterica, Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus.
Departemen QC sebagai bagian yang bertugas dalam pengawasan mutu
melakukan pengujian yang berhubungan dengan mutu produk. Pengujian yang
dilakukan oleh QC, antara lain :
1. Bahan baku

78
Pengujian yang dilakukan yaitu, pemerian, identifikasi, kadar, mikroba dan
pengujian lain yang sesuai spesifikasi bahan baku yang telah ditetapkan
(Sesuai Farmakope Indonesia dan kompendial yang diacu).
2. Bahan Kemas
Pengujian yang dilakukan yaitu ketebalan, gramatur, panjang, lebar, tinggi,
warna, teks, dan pengujian lain sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
3. Pengujian mikrobiologi dan lingkungan
Sampel untuk penguijian ini biasanya adalah air baku (AERTA), air murni
(purifed water), bahan baku, produk jadi, bahan kemas primer. Pengujian
yang dilakukan antara lain :
a. Angka lempeng Total (ALT)
b. Penentuan PH
c. Suhu air
d. Angka Kapang dan Khamir (AKK)
e. Identifikasi mikroba spesifik (Eschericia coli, Salmonella enterica,
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus.
4. In Procces Control
Dalam melaksanakan tugasnya Departemen QC dibantu oleh personil bagian
In Process Control (IPC) yang bertugas mengikuti setiap tahap proses produksi,
melakukan pengawasan dan pengujian terhadap tahapan kritis proses produksi
obat. Pengujiaain yang dilakukan yaitu :
a. Pengujian yang dilakukan ketika proses pembuatan tablet diantaranya adalah
pada proses granulasi dilakukan pengujian LOD atau susut pengeringan.
Pencetakan: pemerian, diameter, ketebalan, kekerasan, waktu hancur,
kearapuhan, variasi bobot. Pada pengemasan primer dilakukan uji tes
kebocoran dan visual inspeksi.
b. Pembuatan kapsul, pengujian yang dilakukan selama proses pembuatan
kapsul yaitu pemerian dan keseragaman bobot.
c. Pembuatan produk semisolid dan liquid pengujian yang dilakukan yaitu
pemerian, volume/bobot, tes kebocoran, volume terpindahkan dan visual
inspeksi.

79
IPC berkoordinasi dengan QC dalam setiap proses pengujian pada tahapan-
tahapan kritis. Tugas dari IPC mengkontrolkontrol seluruh tahapan proses
produksi dan pengemas obat yaitu memastikan line clearance proses produksi dan
pengemasan berjalan dengan baik (tidak ada BR atau produk sebelumnya yang
masih tertinggal) sehingga dapat mencegah terjadinya pencampuran (mix up) serta
mencegah terjadinya barang yang ditolak (reject) atau tidak memenuhi
spesifikasi/standar yang telah ditetapkan. In Process Control Record merupakan
salah satu dokumen yang akan direview dalam menentukan apakah suatu produk
dapat dirilis atau tidak. Selama proses, IPC melakukan pengambilan sampel pada
3 titik yaitu beginning, middle dan end production untuk melihat keseragaman
hasil produksi. Apabila hasil pengambilan sampel sudah sesuai maka dapat
melanjutkan ketahap selanjutnya. Apabila terdapat masalah pada sampel produksi
maka harus langsung diinformasikan kebagian produksi untuk diidentifikasi
masalahnya yang kemudian akan dilaporkan ke Departemen Quality Assurance.
Departemen QC juga melakukan pengujian stabilita produk, antara lain
pemerian, kadar, disolusi dan pengujian lain sesuai spesifikasi produk. Uji
stabilita produk yang dilakukan yaitu :
a. Accelerated (Stabilita dipercepat) : dilakukan pada bulan ke 0, 3 dan 6 yang
dilakukan pada suhu 40 ± 20C dengan RH 75 ± 5% didalam tempat khusus.
b. Real Time ( stabilitas waktu sebenarnya) : dilakukan pada bulan ke 0, 3, 6, 9,
12, 18, 24, 36 dan 48 suhu 30 ± 20C dengan RH 75 ± 5% didalam ruang
khusus untuk stabilitas.
c. Post Market : dilakukan pada suhu 30 ± 2 0C dengan RH 75 ± 5% dengan
interval waktu tiap 6 bulan setiap tahun minimal satu batch produksi
komersial.
3.8.3 Departemen Quality Assurance (QA)
Quality Assurance (QA) adalah bagian yang melakukan penjaminan keseluruhan
sistem mutu yang telah berjalan dengan semestinya agar memenuhi hasil yang
diinginkan serta menghasilkan produk yang berkualitas dan konsisten.
Departemen QA di PT. Imedco Djaja di pimpin oleh QA Departemen Head dan
bertanggung jawab pada Plan Manager. QA terdiri dari empattiga orang QA

80
Specialist, dan tigadua orang QA Staff. Bagian struktur organisasi departemen QA
dapat dilihat pada gambar dibawah:

QA Staff QA Staff

Gambar 6. Struktur Organisasi Departemen QA PT. Imedco Djaja


Departemen QA memiliki kewenangan dan bertanggung jawab untuk
menyusun kebijakan mutu perusahaan yang dapat menjamin obat yang dihasilkan
agar sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan
bahwa seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat melaksanakan
kebijakan tersebut.
Departemen QA di PT. Imedco Djaja dibagi menjadi 3 bagian yaitu QA
Documentation, QA Validation, dan QA Compliance.
1. QA Documentation
Tugas dan tanggunga jawab dari QA Documentation ialah melakukan
pengendalian dokumen internal dan eksternal, membuat standar dalam pembuatan
dan penyusunan dokumen, prosedur, dan logbook, melakukan support registrasi,
melakukan registrasi Corrective Action Preventive Action (CAPA).
2. QA Validation
Di PT. Imedco Djaja validasi perlu dilakukan untuk setiap peralatan dan
proses produksi. Prosedur pembersihan juga harus di validasi untuk konfirmasi
efektivitas prosedur tersebut. Validasi juga perlu dilakukan jika terdapat
perubahan baik perubahan mayor atau minor, untuk memastikan bahwa perubahan

81
tersebut tidak mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan sehingga mutu produk
tetap sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan. Kegiatan validasi yang
dilakukan oleh subdepartemen ini antara lain:
a. Validasi
Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
bahwa setiap bahan, proses, prosedur , kegiatan, sistem, perlengkapan atau
mekanisme yang digunakan dalam prosedur dan pengawasan akan senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan. Validasi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Validasi proses, yaitu tindakan pembuktian bahwa prosedur yang diterapkan,
proses, bahan, dan peralatan yang ditentukan akan senantiasa menghasilkan
produk yang memenuhi persyaratan.
2. Validasi pembersihan, yaitu tindakan pembuktian bahwa prosedur
pembersihan mampu digunakan untuk proses produksi secara konsisten dan
hasilnya meyakinkan.
b. Kualifikasi
Kualifikasi merupakan suatu tindakan pembuktian yang di dokumentasikan
bahwa perlengkapan, fasilitas atau sistem yang digunakan dalam suatu proses
akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten.
Kualifikasi dibagi menjadi 5 yaitu:
1. Design Qualification, dokumen yang memverifikasikan bahwa desain sistem
sesuai dengan tujuannya.
2. Instalation Qualification, dokumen yang memverifikasikan bahwa kunci
instalasi telah terpasang sesuai tujuan.
3. Operational Qualification, dokumen yang memverifikasikan bahwa seluruh
sistem dan peralatan yang telah terinstalasi berfungsi sesuai dengan rentang
operasional yang telah dilakukan.
4. Performance Qualification, dokumen yang memverifikasikan bahwa fasilitas,
sistem dan peralatan yang telah terpasang dan telah berfungsi dapat bekerja
secara efektif dan memberikan hasil sesuai spesifikasi.
5. Temperature mapping adalah studi untuk mengetahui sebaran temperatur tiap
titik ruangan. Tujuannya adalah sebagai penentu titik kritis pemantauan

82
temperatur. Temperature mapping yang dilakukan oleh PT. Imedco Djaja
biasanya dilakukan di ruang penyimpanan dan autoclave yang ada di
laboratorium QC. Tujuannya untuk mengetahui titik yang akan di monitor
yang dapat mewakili titik terendah atau titik tertinggi ruangan.
c. Kalibrasi
Kalibrasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui
kebenaran konvensional nilai penunjukan suatu alat ukur dengan cara
membandingkan alat ukur tersebut dengan standarnya yang lebih tinggi. Kalibrasi
dibagi menjadi 2 yaitu:
 Internal, yaitu kalibrasi yang dilakukan sendiri oleh tim karena perusahaan
memiliki kemampuan dan alat kalibratornya sendiri.
 Eksternal, yaitu kalibrasi yang dilakukan oleh tim luar (pihak ketiga) karena
perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan kalibrasi internal.
3. QA Compliance
Tugas dan tanggung jawab QA Compliance adalah:
a. Pelulusan produk
QA memastikan semua aspek produk jadi yang diproduksi sesuai ketentuan
yang ditetapkan oleh CPOB terkini. QA dapat meluluskan (Released) atau
menolak (Rejected) produk ruahan, produk antara, dan produk jadi.
b. Pengelolaan perubahan
Pada pengelolaan perubahan tidak boleh dilakukan perubahan sebelum
adanya usulan perubahan, baik itu perubahan proses, fasilitas, mesin, sistem,
pergantian dokumen, bahan, maupun fasilitas penunjang lainnya.
c. Pengendalian penyimpangan
Pengendalian penyimpangan ada 2 yaitu:
 Planned Deviantion yaitu penyimpangan yang direncanakan dan
disetujui sebelumnya dari dokumen/sistem operasional saat ini,
mencakup yang ditentukan adalah periode dan jumlah batch.
Penyimpangan ini harus disetujui sebelum dieksekusi. Contoh dari
Planned Deviation yaitu perubahan desain kemasan.

83
 Unplanned Deviation yaitu penyimpangan yang tidak terencana dan tidak
terkontrol. Adanya ketidakpatuhan terhadap sistem yang telah dirancang.
Contoh dari Unplanned Deviation yaitu suhu alat stripping tidak sesuai
spesifikasi.
d. Penanganan keluhan
Alur penanganan keluhanonsumen yaitu adanya keluhan dari konsumen
masuk ke bagian marketing atau RNM, selanjutnya masuk ke QA dan dilakukan
evaluasi serta investigasi pemeriksaan laboratorium (QC) kemudian menghasilkan
jawaban keluhan.
e. Penanganan produk kembalian
Penarikan produk (recall) dibagi menjadi 3 yaitu:
 Voluntary recall, yaitu penarikan produk secara sukarela dari pihak
industri atas inisiatif sendiri.
 Mandatory recall, yaitu penarikan produk atas perintah dari BPOM.
 Mock recall, yaitu simulasi pelaksanaan recall untuk menilai efektivitas
dari sistem/metode recall.
Alur penanganan produk kembalian pada PT. Imedco Djaja yaitu produk
masuk ke gudang kemudian dilakukan pemeriksaan oleh QAD apakah masih
memenuhi syarat atau tidak, jika masih memenuhi syarat maka produk
dikembalikan ke dalam stock, sebaliknya jika produk tidak memenuhi syarat maka
produk masuk dalam area reject dan dilakukan pemusnahan.
f. Pemusnahan produk jadi
Produk jadi yang dapat dimusnahkan yaitu produk jadi yang berstatus
rejected dan produk recall. Pemusnahan dikoordinasi oleh QAD dengan
menyusun perencanaan untuk pemusnahan produk jadi, mengawasi pelaksanaan
proses pemusnahan obat (OOT, prekusor, dan psikotropik yang dilakukan
bersama APJ) dan melakukan pendokumentasian dalam bentuk Bberita Acara
Pemusnahan (BAP).
g. Audit dan isnpeksi diri
Audit yang dilakukan di PT. Imedco Djaja yaitu:
 Audit internal

84
Melakukan rapat koordinasi terkait hasil inspeksi diri tiap departemen.
Pada PT. Imedco Djaja ditunjuk 2 orang sebagai auditor (orang yang
melakukan audit/pemeriksaan) yang terdiri dari satu orang sebagai leader dan
satu orang sebagai anggota. Syarat untuk menjadi auditor yaitu harus
mengikuti pelatihan auditor, memiliki pengalaman sebagai auditor di industri
farmasi serta faham terhadap regulasi yang berlaku. Audit internal dilakukan
setiap satu tahun sekali.
 Audit eksternal
Kegiatan audit ke pihak eksternal seperti vendor, distributor,
manufacturer, mitra toll dan lain-lain. Audit eksternal dilakukan setiap tiga
tahun sekali.
h. Pengkajian mutu produk.
Pengkajian mutu produk dilakukan satu tahun sekali pada semua produk.
Tujuan PMP yaitu untuk memastikan kekonsistenan mutu suatu produk. PMP
dilakukan dengan pembuatan trend analisa terhadap parameter kritis produk.
3.8.4 Departemen Research and Development (RND)
Research and Development (RND) adalah bagian yang bertugas melakukan
penelitian dan pengembangan produk baru maupun lama yang masih atau perlu
disempurnakan. Berdasarkan tugasnya, Departmen RND di PT. Imedco Djaja
terdiri atas satu RND Departemen Head yang membawahi empat bagian meliputi
Formulation Development (FDV), Analaytical Development (ADV), Packaging
Development (PDV), dan Product Documentation Dossier. Bagan struktur

85
organisasi Departemen RND dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 7. Struktur Organisasi Departemen RND PT. Imedco Djaja

1. Formulation Development (FDV)


Studi pustaka formula produk baru di bagi menjadi dua yaitu pengembangan
produuk baru dan reformulasi produk lama.
a. Trial skala laboratorium dan pembuatan produk baru stabilita.
b. Pengujian stabilita produk baru (fisika).
c. Trial skala poilot.
d. Pendampingan validasi Proses.
e. Penyusunan dokument dossier.
f. Pembuatan spesifikasi produk jadi.
g. Pembuatan dokumen Manufacturing Instruction (MI) dan Trial skala pilot.
2. Analytical Development (ADV)
a. Studi pustaka metode analisa.

86
b. Trial dan verifikasi/validasi metode analisa untuk zat aktif, eksepien dan
produk jadi.
c. Pengujian stabilita prduk baru (kimia).
d. Simulasi dan pengerjaan uji disolusi terbanding.
e. Pengerjaan uji banding metode analisa.
f. Penurunana dan retest working standar.
g. Pengujian bahan baku baru/alternatif untuk pembuatan raw material
approval.
h. Transfer metode analisa ke Departemen QC.
i. Penyusunan dokumen dossier.
j.
k. Pembuatan metode pengujian bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi.
l. Pembuatan spesifikasi bahan baku.
3. Packaging Development (PDV)
a. Pembuatan spesifikasi bahan pengemas.
b. Pembuatan Packaging material approval
4. Product Documentation/Dossier
a. Penyiapan dokumen dossier dari departemen RND.
b. Pengiriman dokumen dossier ke departemen Regulatory and Medical (RNM).
Document Dossier adalah sekumpulan dokumen-dokumen yang isinya
sekumpulan riwayat pengembangan produk berupa spesifikasi zat aktif, zat
tambahan, alur prosesnya dan batch record. Dokumen ini nantinya akan
digunakan sebagai syarat registrasi dari BPOM.
Bagian FDV dan ADV bekerja secara pararel. Kedua bagian ini akan
mendapat proyek dari Devisi Bisnis, kemudian FDV melakukan visibility study
(uji kelayakan) untuk melihat kemampuan laboratorium dalam mengembangkan
suatu produk. Setelah lolos uji kelayakan, akan dilakukan trial skala laboratorium
untuk mengembangkan suatu formula yang nantinya akan diuji. Pada saat trial
skala laboratorium, perkembangan dilaporkan secara bearkala kepada RND
Departemen Head, diinformasikan ke Dievisi Bisnis serta dikoordinasikan kepada
ADV dan PDV. Sementara itu, ADV membuat metode analisa yang dapat

87
digunakan untuk uji stabilitas kimia terhadap Trial produk dari FDV. Trial skala
pilot dilakukan ketika hasil skala laboratorium telah memenuhi persyaratan
minimal dari kompedial serta persyaratan mutu lainnya dan perkiraan biaya bahan
baku dari formula trial telah diulas Divisi Bisnis dan disetujui oleh RND
Department Head.
Proses dilanjutkan dengan uji stabilitas pada pengembannagan produk oleh
FDV. Uji stabilita yang dilakukan berupa uji stabilitas dipercepat ( dengan suhu
40 ± 20C dan RH 75 ± 5% selama 6 bulan) dan uji stabilits jangka panjang
(dengan suhu 30 ± 20 C dan RH 75 ± 5% selama 3 tahun) atau sampai masa
produk tersebut maksimal 5 tahun. ADV juga akan melaksanakan validasi serta
verifikasi metode analisa. FDV akan melakukan transfer teknologi dan validasi ke
bagian produksi, sementara ADV akan melakukan transfer metode ke bagian QC
setelah produk diregistrasi ke BPOM. Parameter stabilita yang dilakukan oleh
RND adalah tergantung dengan bentuk sediaan. Tujuan pengujian stabilita di
RND adalah untuk menentukan savelife (masa simpan). Sebagai contoh RND
menguji stabilita T24 masih memenuhi syarat kemudian disubmit oleh BPOM dan
BPOM menyetujui bahwa masa simpan produk tersebut sampai 2 tahun,
kemudian QC akan memastikan bahwa produk tersebut masih memenuhi syarat
penyimpanan hingga 2 tahun.
RND berperan dalam proses registrasi produk dengan menyiapkan dokumen
dossier yang akan dikirim ke Departemen RNM untuk diajukan ke BPOM.
Dokumen dossier terdiri dari dokumen uji stabilita, laporan stabilita jangka
panjang dan dipercepat selama 6 bulan, spesifikasi produk jadi dan (Certificate of
Analysis) CoA produk jadi pada proses pra-registrasi. Setelah registrasi, dokumen
dossier yang disiapkan antara lain protokol validasi proses, laporan validasi
proses, dan analisa Batch record (dibandingkan dengan produk inovator).

3.8.1 Departemen Supply Chain (SPC)/ Production Planning and Invetory


Control (PPIC)
Supply chain adalah suatu sistem rantai produk yang berperan dalam aliran
barang, informasi, dana dan sumber daya lainnya yang saling terkait dalam
pergerakan suatu produk atau jasa dari pemasok ke pelanggan. Tujuan dari supply

88
chain adalah untuk memastikan proses produksi yang direncanakan memenuhi
permintaan konsumen tanpa menghasilkan stok yang berlebihan (overstock) atau
kekurangan (understock) (Rianda, 2011). Secara garis besar, supply chain di PT.
Imedco Djaja dikepalai oleh SPC Departemen Head dan membawahi dua bagian,
yaitu PPC (Production Planning Control) dan Logistik, kemudian PPC dan
Logistic membawahi operator.

Gambar 8. Struktur Organisasi Departemen SPC PT. Imedco Djaja

Kegiatan Departemen SPC meliputi :


1. Perencanaan
Perencanaan diawali oleh bagian marketing dan sales yang melakukan
peramalan penjualan (forecast), salah satunya diperoleh dari pendataan terhadap
produk yang permintaannya lebih tinggi dipasaran. PPC akan membuat target
produksi dari data tersebut sebagai acuan rencana produksi dan penyusunan
Master Production Schedule (MPS) tiap 3 bulan. MPS selanjutnya dijabarkan
oleh Departemen Produksi menjadi jadwal produksi mingguan weekly Production
Schedule (WPS).
Berdasakan analisis MPS dan ketersediaan material di gudang, PPC dapat
menyusun material Requirements Planning (MRP). MRP adalah sistem
perencanaan produksi, penjadwalan dan kontrol inventari yang digunakan untuk
mengelola proses manufaktur (Rangkuti, 2007). MRP di PT. Imedco Djaja
diantaranya digunakan untuk perencanaan kebutuhan material dalam satu tahun.

89
Data-data yang diperlukan dalam penyusunan MRP, antara lain Bill of Material
(BOM), data permintaan pasar/MPS, dan data stok aktual di gudang. BOM adalah
data formula, jumlah yang dibutuhkan serta jenis dan jumlah bahan pengemas dari
produk yang akan dibuat.
2. Pengadaan
Pengadaan di PT. Imedco Djaja dilakukan oleh departemen tersendiri, yaitu
Procurement. Departemen SPC hanya mengajukan Purchase Requeuisition (PR)
berdasarkan kebutuhan yang telah diketahui melalui MRP. Bagian procurement
akan melakukan pengadaan bahan baku dan bahan kemas kepada supplier dan
manufacturer yang telah terdaftar dalam Approved Vendor List (AVL). Material
yang datang akan diterima oleh bagian logistik.
3. Penerimaan
Alur masuk dan keluar barang di PT. Imedco Djaja dipisahkan supaya
mencegah ketecampurbauran dan kontaminasi silang. Sistem penerimaan
dilakukan dengan sistem satu pintu, sehingga semua barang hanya masuk melalui
gudang. Kegiatan yang dilakukan saat penerimaan bahan baku adalah pengecekan
kondisi fisik barang yang datang serta kelengkapan dan kesesuaian barang yang
diterima dengan dokumen yang dilampirkan meliputi Purchase Order (PO), surat
jalan, sertifikat analisis produk (CoA), Material Safety Data Sheet (MSDS)
terutama untuk bahan berbahaya, nomor pengemasan, nama Supplier, dan jumlah
barang yang datang. Jika terjadi ketidaksesuaian, maka dilaporkan kepada
Departemen Procurement untuk ditindaklanjuti.
Label karantina berwarna kuning ditempelkan apabila barang telah memenuhi
persyaratan kondisi fisik dan kelengkapan administrasi. Staf Logitik mencatat
barang yang datang dibuku penerimaan dan mengisi formulisr permintaan
sampling untuk diberikan kepada bagian QC, Departemen QC kemudian akan
menentukan status barang tersebut.
4. Penyimpanan
Penyimpanan di PT. Imedco Djaja dipisahkan berdasarkan jenisnya seperti
zat aktif, eksipien, prekursor, Obat-obat tertentu (OOT), bahan kemas primer,
sekunder dan tersier. Penyusunan juga berdasarkan alfabetis serta menggunakan

90
prinsip First In First Out (FIFO) untuk bahan kemas dan First Expired First Out
(FEFO) untuk bahan baku (zat aktif dan eksipien). Terdapat beberapa area di
gudang, yaitu area penerimaan, pengiriman, area karantina, area reject dan tempat
retur (pengembalian barang dari supplier). Selain itu, adapula lemari khusus yang
terkunci untuk penyimpananapanana OOT dan Prekursor, seperti tramadol dan
phenypropanolamine. L leaflet juga disimpan dilemari terkunci untuk mencegah
penyalahgunaan. Bahan-bahan yang mudah terbakar diletakkan di gudang terpisah
(gudang flammable).
Penyimpanan material disimpan pada suhu tertentu, yaitu suhu ruang
(ambient temperatur :≤ 300 C), sejuk (<250 C), dingin (< 100C ) atau sesuai
spesifikasi masing-masing material. Suhu di ruang penyimpanan dipantau tiga kali
dalam sehari (pagi, siang dan sore). Titik suhu di tentukan dengan temperature
mapping, penginstalan Datalogger ( temperatur dan Rh) diberbagai titik untuk
kemudian diambil temperatur yang memiliki suhu tertinggi dan terrendah guna
melakukan pengamatan dan pencatatan suhu setiap harinya. Jika suhu melebihi
spesifikasi yang ditetapkan , dibuat laporan penyimpangannagan dan dilaporkan
ke Departemen QA untuk di investigasi pengaruh penyimpanganagan terhadap
kualitas bahan atau material.
5. Pendistibusian
Pendistribusian dilakukan kepada Departemen produksi dan Distributor.
Distribusi bahan baku dan bahan kemas diperuntukkan bagi departemen produksi
untuk pengolahan lebih lanjut. Adapun distribusi produk jadi (finished goods)
yang telah diberi status released oleh QA dilakukan berdasarkan Purchase Order
(PO) dari distributor yang disetujui. Sebelum dilakukan statusr perilisan oleh QA,
obat jadi akan disimpan di area release dan disalurkan ke distributor.
Pendistribusian dilengkapi dengan surat jalan yang berisi identitas serta nama
pemesan dan pengendara yang membawa barang pesanan. Surat jalan dibawa
sebanyak 2 rangkap, 1 rangkap rangkap untuk distributor dan 1 rangkap untuk
SPC.
6. Pengendalian

91
Pengendalian salah satunya dilakukan melalui stock opname yang dilakukan
oleh SPC dan Departemen financial setiap 6 bulan sekali. Sedangkan untuk stock
opname internal dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh SPC. Stock Opname adalah
pengecekan kesesuaian material yang tercatat dikartu stok dengan yang ada
digudang, dengan demikian hasil akhir stock opname berupa laporan perbedaan
jumlah material dan penjelasannya. Material diarea penyimpanan harus
dikendalikan sedemikian rupa agar selalu siap apabila akan digunakan dan
mencegah terjadinya pencurian.
7. Pencatatan
Setiap transaksi material (kedatangan dan pengeluaran, mencangkup
penerimaan dan penyimapanan bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi
serta pengiriman produk jadi) dicatat untuk mencegah hilangnya material yang
tidak tertelusur. Hal tersebut diimplementasikan dengan pelaksanaan stock
opname.
8. Monitoring dan Evaluasi
Persediaan digudang harus selalu dipantau untuk menghindari
ketidaksesuaian antara jumlah pada kartu stok dengan stok aktual. Monitoring
dilakukan pula pada stok yang berada di distributor dengan metode pembelian
konsinyasi. Kesesuaian realisasi produksi terhadap jadwal produksi yang telah
disusun kemudian dievaluasi guna meningkatkan efektivitas dan efesiensi.

9. Pemusnahan
Departemen SPC juga terlibat dalam proses pemusnahan material
rusak/kadaluwarsa serta produk reject dan recall. Daftar inventaris yang perlu
dimusnahkan dibuat oleh SPC kemudian dikoordinasikan dengan bagian QA
untuk menyiapkan BAP. Proses pemusnahan dilakukan oleh Staf Logistik dengan
cara pelarutan. Hasil pelarutan kemudian diolah lewat Wwaste Water Treatment
Plant (WWTP) sehingga aman bagi lingkungan.
10. Penanganan Produk Kembalian
Produk kembalian (produk retur dan produk yang ditarik/recall) diterima
Oleh SPC, kemudian diletakkan diarea retur. SPC bertugas mengendalikan

92
produk tersebut selama QA belum menentukan statusnya. Departemen QA
diinformasikan mengenai adanya produk kembalian menggunakan email dan
menyerahkan formulir rekonsiliasi produk kembalian. Formulir diisi berdasarkan
catatan perhitungan kembalii jumlah produk yang dikembalikan sesuai dengan
surat jalan/note retur dan/atau dokumen lain yang dilampirkan.
Setelah diperoleh informasi kedatangan produk kembalian, QA melakukan
verifikasi terhadap produk kembalian. Apabila dibutuhkan pngujian, QC dapat
melakukan sampling dengan melakukan Store issue Voucher (SIV) kepada SPC,
yakni formulir yang digunakan untuk melakukan permintaan material atau produk
jadi dari dapertemen lain ke departemen SPC. Terhadap produk kembalian, QA
mengeluarkan keputusan (disposisi) dan label status berupa :
 Dikembalikan ke stok produk jadi disertai informasi no. bets dan jumlahnya.
 Pengemasan ulang.
 Pemprerosesan ulang setelah berkonsultasi dengan FDV RND.
 Rejected untuk dimusnahkan dan dibuatkan usulan pemusnahan
Keputusan tersebut hanya dilakukan setelah dilakukan pengujian kritis sifat
obat dan kondisi distribusi produk oleh APJ pemastian mutu yang kemudian di
buktikan oleh jaminan mutu obat berdasarkan pemeriksaan fisik produk
kembalaian dan pengujian laboratorium oleh QC Departemen. Khusus untuk
produk kembalian karena perintah penarikan oleh pihak berwenang (mandatory
recall), setelah SPC melengkapi formulir rekonsiliasi produk kembalian dan QA
melakukan verifikasi serta rekonsiliasi, produk tersebut selanjutnya dimusnahkan.
11. Penimbangan
Bagaian Logistik juga bertanggung jawab dalam penimbangan (Staging in)
bahan baku untuk produk obat atau pun kebutuhan RND. Penimbangan material
untuk keperluan produksi dilakukan berdasarkan MI dan Working Order Pick List
(WOPL). Apabila dibutuhkan material tambahan diluar WOPL, Departemen
produksi dapat menggunakan SIV dilengkapi alasan permintaan material.
Sedangkan permintaan penimbangan bahan untuk keperluan RND dilakukan
dengan mengajukan SIV. Staf Logistik harus memperhatikan sistem FIFO dan
FEFO dalam menyiapkan material yang akan ditimbang.

93
3.8.2 Departemen Engineering (ENG)
Peran utama dari Departemen Engineering, yaitu:
1) Melakukan operasional sarana penunjang produksi meliputi SPA, sistem
tata udara (HVAC/AHU), sistem udara bertekanan, dan pengelola limbah.
2) Melakukan perawatan dan perbaikan terhadap sarana penunjang produksi
dan melakukan pengecekan berkala terhadap mesin-mesin yang ada.
3) Melakukan proyek seperti renovasi gedung, penambahan mesin, dan
pembuatan mesin.

Berikut adalah struktur Departemen Engineering di PT. Imedco Djaja:

Engineering Dept. Head

Senior Teknisi

Teknisi

Gambar 9. Struktur Organisasi Departemen Engineering PT. Imedco Djaja

Bagian Engineering melakuakan operasional pada sarana penunjang


produksi, antara lain:
a. Sistem Pengolahan Air (SPA)
SPA merupakan suatu sistem untuk memperoleh purified water dengan
kualitas yang dibutuhkan dalam pembuatan obat dan memenuhi persyaratan
monografi farmakope. Bahan baku pembuatan purified water menggunakan air
perusahaan air minum (PAM). Air PAM dari tangki air yang diterima akan di
sampling terlebih dahulu oleh bagian QC, kemudian di tampung dalam ground
tank. Air dalam ground tank dipompa sehingga melewati beberapa filter dan
proses, antara lain:
 Sand filter untuk menyaring lumpur oksida.
 Manganese filter untuk menyaring mangan dan besi.
 Softener 1 dan softener 2 untuk menunrunkan tingkat kesadahan air.
 Activated carbon filter untuk menghilangkan zat organik, bau, polutan, dan
mikroorganisme.

94
 pH stabilizer untuk menormalhakan Ph
 Catridge filter untuk menyaring partikel berukuran mikron.
 Referse Osmosis 1 (RO-1) untuk menghilangkan senyawa karbon partikel
mikron.
 Break tank untuk penyimpanan sementara.
 RO-2 untuk menghilangkan senyawa karbon, partikel mikron, menurunkan
konduktivitas.
 Electrodeionization (EDI) untuk menurunkan konduktivitas air menjadi < 1,3
 Storage tank untuk penyimpanan purified water
 Lampu ultraviolet (UV) untuk menghambat pertumbuhan mikroba
 Loop system, yaitu sistem yang menggunakan pompa air agar air berputar
membentuk siklus terus-menerus selama 24 jam.

RO-2
RO-1
EDI

Pump 2
Sand Manganese Softener 1 Softener 2 Carbon Catridge

Pump 1

Pump 3
Breaktank

Groundtank

NBL tank Pump 4

UV lamp
POU-11

POU-10

POU-9

POU-8

POU-7

POU-6

POU-5

POU-4

POU-3

POU-2

POU-1

Gambar 10. Sistem Pengolahan Air PT. Imedco Djaja

Perawatan SPA dilakukan dengan menguras ground tank; melakukan


backwash (mengalirkan air ke arah berlawanan) pada sand filter, manganese filter,
softener 1, softener 2, dan carbon filter satu minggu sekali, melakukan regenerasi
pada manganese filter, softener 1, dan softener 2, melakukan sanitasi dengan
pemanasan air hingga 800 C pada carbon filter dan loopk sistem untuk
menghilangkan lendir, jamur dan mikroba, melakukan pembersihan pada
breaktank dan storage tank, untuk catridge filter dapat dilepas dan disterilkan

95
dengan autoclaf. Pemantauan SPA senantiasa dilakukan pada beroperasi dengan
mencatat setiap parameter yang ada pada sistem. Parameter yang dipantau
meliputi tekanan, suhu, aliran, konduktivitas, running hour, ampere, dan volt.
Tehnik pengendalian mikroba dilakukan dengan mempertahankan sirkulasi
air turbulen (looping system) dasn memasang lampu UV pada sistem. Pompa yang
bekerja 24 jam non stop akan menjaga air pada storage tank bersirkulasi melewati
lampu UV, memutar hingga ruang unit produksi maupun laboratorium, dan
kembali lagi ke storage tank sehingga meminimalkan pertumbuhan mikroba.
Selain itu, deadlegs pada instalasi pipa dibuat tiga kali lebih kecil dari diameter
pipa cabang, pengukur tekanan dipisahkan dari sistem dengan membran, dan
penggunaan katup diafragma yang higienis. Pengujian kesadahan air, kadar klorin,
pH dan cemaran mikroba pada titik sampel yang telah ditentukan dilakukan setiap
dua minggu sekali untuk memastikan kualitas air tetap terjaga.
b. Sistem Tata Udara (HVAC/AHU)
Sistem tata udara (HVAC/AHU) adalah suatu sistem yang mengkondisikan
lingkungan melalui pengendalian suhu, kelembapan, arah pergerakan udara, dan
mutu udara termasuk pengendalian partikel dan pembuangan kontaminan yang
ada di udara. Terdapat 9 unit AHU di PT. Imedco Djaja yang diletakkan pada
koridor ruang produksi solid, ruang produksi solid, koridor ruang produksi liquid,
ruang sampling, laboratorium mikrobiologi, ruang packaging solid, ruang
packaging liquid, dan stability room.

96
Gambar 11. Sistem Tata Udara PT. Imedco Djaja

Parameter kritis pada sistem tata udara yang perlu dilakukan pemantauan
antara lain:
a) Suhu dan kelembapan
 Cooling coil (evaporator) condensing unit : digunakan untuk mengontrol
suhu dan kelembapan udara yang didistribusikan ke ruang pengguna.
 Reheat coil: membatasi titik rendah temperatur yang berpengaruh langsung
terhadap kelembapan. Panas yang dihasilkan dimanfaatkan untuk menjaga
agar RH sesuai spesifikasi yang diinginkan.
b) Perbedaan tekanan antar ruang, pola aliran udara, dan volume alir udara
 Blower berfungsi untuk menggerakkan udara disepanjang sistem distribusi
udara yang terhubung, juga mengontrol tekanan dan pola aliran udara yang
masuk ke dalam ruang pengguna.
 Ducting sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya udara, terdiri dari
ducting supply dan return yang dilapisi insulator.
 Dumper berfungsi untuk mengatur jumlah debit udara yang dipindahkan ke
ruang pengguna.
 Perforated merupakan inlet udara ke dalam ruangan berbentuk titik-titik
lubang.
c) Partikel udara dan sistem filtrasi udara
Sistem ini berperan mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan
mikroorganisme di udara yang termasuk ke dalam ruang produksi. Jenis-jenis
filter, yaitu:
 Pre-filter sebagai penyaring udara pertama dengan efisiensi 30-35%.
 Medium filter sebagai penyaring udara kedua dapat menyaring sampai 0,3 µm
dengan efisiensi 90-95%.
 HEPA filter adalah penyaring udara akhir yang dapat menyaring udara
sampai 0,3 µm dengan efisiensi 95-99,997%.

97
Perawatan HVAC/AHU dilakukan dengan cara mencuci pre-filter setiap
bulan. Selain itu pre-filter juga perlu diganti setelah dilakukan pencucian
sebanyak 3 kali. Kondisi fisik dan perbedaan tekanan medium filter maupun
HEPA filter dicek secara berkala. Medium filter perlu diganti jika sudah mencapai
45 MM of water, sedangkan HEPA filter perlu diganti jika sudah mencapai 35
MM of water. Pemeriksaan koneksi elektrik, arus, kekencangan baut, dan kondisi
bearing pada blower serta pemeriksaan tekanan suction dan discharge, kebersihan
coil evaporator dan reheat coil pada condensing unit juga dilakukan. Parameter
monitoring HVAC/AHU, antara lain kecepatan motor blower, perbedaan tekanan
medium filter dan HEPA filter untuk mengetahui kualitas media filter yang
digunakan, aliran udara, suhu, kelembapan, dan ampere pada motor blower.
c. Sistem Udara Bertekanan (Compressed Air)
Udara bertekanan termasuk ke dalam kriteria kritis sehingga sangat penting
untuk mengendalikan kualitas udara bertekanan yang digunakan untuk pembuatan
obat, terutama udara yang kontak langsung dengan produk. Udara bertekanan
digunakan untuk mendukung pergerakan mesin dan pembersihan botol. Udara
yang dihasilkan dari kompresor mengandung debu, air, uap air, aerosol minyak,
partikel akibat gesekan, dan mikroorganisme. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
pengendalian sehingga udara bertekanan yang dihasilkan memenuhi persyaratan
antara lain partikel per m3 berukuran 1-5 µm < 10.000, kandungan air (titik
pengembunan) atau Pressure Dew Point (PDP) < 30 C dan kandungan minyak 5
mg/m3. Untuk menjadi udaran bertekanan 6-8 bar, udara akan melalui:
 Kompresor
 Tangki dan header
 Pre-filter yang berfungsi untuk menurunkan air, minyak dan partikel hingga
0,6 mg/m3 dan efisiensi 99,9o%
 Dryer
 After filter yang berfungsi untuk menurunkan air, minyak, dan partikel hingga
0,006 mg/m3 dan efisiensi 99,99998%

98
 Carbon filter yang berfungsi untuk menurunkan uap minyak, hidrokarbon,
dan bau. Kemudian udara akan ditampung di terminal-terminal di ruang
produksi.
Perawatan yang dilakukan pada sistem udara bertekanan berupa pengecekan
kadar minyak, pembersihan filter dan cooler serta melakukan pencatatan
parameter. Parameter yang perlu dimonitor antara lain tekanan, temperatur, hour
meter, pengering filter dan blow down.

Gambar 12. Sistem Udara Bertekanan PT. Imedco Djaja

d. Waste Water Treatment Plant (WWTP)


Waste Water Treatment Plant (WWTP) adalah proses pengoelolahan limbah
cair menjadi air bersih yang memenuhi standar yang telah ditentukan. Proses
WWTP, yaitu:

Gambar 13. Sistem Pengolahan Limbah PT. Imedco Djaja

99
Keterangan:
1. Bak SumP Pit/Ground tank: bak penampung limbah cair
2. Bak oil separation: terjadi proses pemisahan limbah dengan minyak
3. Bak oil collection: bak penampungan minyak hasil pemisahan
4. Bak sludge stabilization: bak penampung lumpur aktif
5. Bak contact tank: terjadi proses kontak limbah cair dengan lumpur aktif
6. Bak primary clarifier: terjadi proses pengendapan limbah padat
7. Bak aeration: bak pengolahan limbah cair dengan bakteri aerob
8. Secondary clarifier: pemisahan lumpur aktif dengan limbah cair
9. Bak break tank: penampungan sementara limbah cair
10. Sand filter: menyaring lumpur
11. Carbon filter: menyaring zat organik dan bau
12. Final tank: penampungan akhir limbah cair yang siap dibuang. Parameter
yang diuji pada air hasil pengolahan limbah cair yaitu Biological Oxygen
Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solids
(TTS), Total N, dan pH.

100
BAB IV
KEGIATAN PKPA

4.1 Hasil dan Pembahasan


Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan media yang sangat
penting bagi mahasiswa profesi apoteker untuk menerapkan dan mengembangkan
ilmu dalam pelaksanaan pekerjaan kefarmasian. Salah satu tempat
dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker adalah industi farmasi. menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1799/MENKES/PER/XII/2010, industri farmasi adalah badan usaha yang
memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat
atau bahan obat.
Industri farmasi memiliki tugas fungsi pembuatan obat dan/aa tau bahan
obat, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan. Industriy
farmasi yang memproduksi obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil
produksinya langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek, rumah sakit, klinik
dan toko obat sesuai peraturan perundang-undangan yang ada. Kegiatan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bidang industri farmasi di Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Riau salah satunya dilaksanakan di PT. Imedco Djaja jl. Raya Serang Km
25 No. 8, Balaraja, Tangerang, Banten selama lebih kurang 4 minggu yaitu mulai
dari tanggal 1-29 maret 2020 yang dilakukan oleh 3 orang mahasiswa perwakilan
dari Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau. PKPA ini dilakukan dengan tujuan agar
mahasiswa mengetahui serangkaian kegiatan yang berlangsung di industri,
struktur organisasi, memahami bagian-bagian serta tugas masing-masing bagian
yang ada di industri farmasi serta merealisasikan tugas-tugas tersebut sesuai
dengan peraturan yang berlaku (CPOB, CPOTB, dan CPKB).
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker dilakukan secara daring di minggu
pertama. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Imedco Djaja diawali
dengan pengenalan sejarah berdirinya PT. Imedco Djaja, fasilitas yang tersedia
serta struktur organisasi beserta tugasnya secara garis besar di PT. Imedco Djaja
yang disampaikan oleh bapak Apt. Dimas Bagus Pratomo, S.farm secara online

101
selaku Plant Manager di PT. Imedco Djaja. Pada hari kedua dilakukan
pengenalan dan fungsi RnD secara daring oleh RnD Departemen head . Pada hari
ketiga pengenalan dan fungsi dari Quality Assurance (QA) Dept. oleh Quality
Assurance Departemen Head. Pada hari keempat dilakukan pengenalan dan
fungsi dari tiga department yaitu Supply Chain Dept. oleh Supply Chain
Departemen Head. Pada hari kelima dilakukan pengenalan dan fungsi dari 3
departemen yaitu pengenalan dan fungsi dari bagian, Engineering Dept. oleh
Engineering Departemen Head, pengenalan dan fungsi dari bagian Produksi oleh
PRD Departemen Head, dan pengenalan dan fungsi Quality Control (QC) Dept.
oleh Quality Control Dept. Head. Pelaksanaan kegiatan ini dimaksudkan agar
mahasiswa dan mahasiswi dapat memilih bidang mana yang akan mereka pilih
untuk kegiatan PKPA selama lebih kurang satu bulan kedepan.
Adapun kegiatan yang dilakukan mahasiswi PKPA di Departemen QA
(QAD) PT. Imedco Djaja adalah mempelajari dan memahami tugas dan tanggung
jawab Departemen QA untuk menyusun kebijakan mutu perusahaan yang dapat
menjamin obat yang dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan mutu yang telah
ditetapkan dan memastikan bahwa seluruh kegiatan telah sesuai dengan pedoman
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Di PT. Imedco Djaja QAD terdiri dari
empattiga orang QA Specialist yaitu QA Documentation, QA Compliance, QA
Calibration & Qualification dan QA Validation yang dibantu oleh tigadua orang
QA Staff dan dipimpin langsung oleh QA Dept Head. Mahasiswi PKPA mula-
mula mempelajari tentang dokumentasi yang ada di QAD. QAD memiliki tugas
dan tanggung jawab melakukan pengendalian dokumen internal dan eksternal,
membuat standar dalam pembuatan dan penyusunan dokumen, prosedur, dan
logbook.
Pengendalian dokumen dilakukan dengan mencatat semua kegiatan
pendistribusian dokumen dengan mencantumkan tanggal, nomor dokumen,
jumlah, dan keterangan lain yang kemudian di tanda tangani oleh QA
Documentation. QA Documentation juga akan melakukan follow up ke
departemen-departemen lain terkait master dokumen yang telah melebihi batas
review dan menanyakan apakah master dokumen tersebut akan di perpanjang atau

102
di lakukan review ulang. Master dokumen adalah dokumen asli yang di cap
dengan stempel master dokumen dan disimpan oleh QAD. Setiap master dokumen
yang disimpan oleh QA Documentation, memliki waktu batas review yang haruss
lalu di lakukan review setiap 3 tahun sekali. Apabila dokumen tersebut sudah
tidak digunakan lagi maka dokumen tersebut akan dicap Obsolete setelah tersedia
dokumen yang baru.
QA Documentation juga bertugas menyiapkan dokumen penandaan seperti
label “KARANTINA” berwarna kuning, label “RELEASED” berwarna hijau,
label “REJECTED” berwarna merah, label “BERSIH” untuk alat dan ruangan
yang sudah dibersihkan setelah proses produksi dan label-label lain yang
dibutuhkan mulai dari proses penerimaan bahan baku sampai pengiriman produk
jadi. Setiap tahapan harus diberi penandaan secara jelas untuk menghindari
ketercampur-bauran dan kesalahan dalam setiap proses dengan menempelkan
label-label pada setiap produk, alat, mesin, maupun ruangan dan untuk
mengeatahui statusnya secara jelas.
QA Validation yang ada di PT. Imedco Djaja bertugas melakukan proses
validasi untuk setiap peralatan dan proses produksi. Selain itu validasi juga
dilakukan untuk prosedur pembersihan. Validasi juga dilakukan jika terdapat
perubahan untuk memastikan bahwa setiap perubahan tersebut tidak
mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan sehingga mutu produk tetap sesuai
dengan spesifikasi yang dipersyaratkan. Validasi yang dilakukan di PT. Imedco
Djaja terdiri dari dua yaitu validasi proses dan validasi pembersihan. Validasi
proses merupakan tindakan pembuktian bahwa prosedur yang diterapkan, proses,
bahan, dan peralatan yang digunakan akan senantiasa menghasilkan produk yang
memenuhi persyaratan. Sedangkan validasi pembersihan merupakan tindakan
pembuktian bahwa prosedur pembersihan mampu digunakan untuk proses
produksi secara konsisten dan hasilnya meyakinkan.
Selain validasi, QAD juga melakukan proses kualifikasi yang juga
merupakan tindakan pembuktian yang di dokumentasikan bahwa perlengkapan,
fasilitas, atau sistem yang digunakan dalam suatu proses akan selalu bekerja
sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Kegiatan kualifikasi yang

103
dilakukan di PT. Imedco Djaja antara lain yaitu terkait dokumentasi yang
memverifikasi bahwa desain sistem sesuai dengan tujuannya (Design
Qualification), kunci instalasi telah terpasang sesuai tujuan (Instalation
Qualification), sistem dan peralatan yang telah terinstalasi berfungsi sesuai
dengan rentang operasional yang telah dilakukan (Operational Qualification),
fasilitas, sistem dan peralatan yang telah terpasang berfungsi dan dapat bekerja
secara efektif dan memberikan hasil sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan (Performance Qualification).
PT. Imedco Djaja juga melakukan proses kalibrasi untuk mengetahui
kebenaran konvensional nilai penunjukan suatu alat ukur dengan cara
membandingkan alat ukur tersebut dengan standar yang lebih tinggi dan diakui.
Kalibrasi yang ada di PT. Imedco Djaja antara lain terdiri dari kalibrasi internal
yaitu kalibrasi yang dilakukan sendiri oleh QA staf karena PT. Imedco Djaja
memiliki alat kalibrator dan kemampuan utuk melakukan kalibrasi itu sendiri, dan
kalibrasi eksternal yaitu kalibrasi yang dilakukan oleh perusahaan lain (pihak
ketiga) karena PT. Imedco Djaja tidak memiliki alat kalibrator yang memadai dan
kemampuan untuk melakukan kalibrasi internal.
QA Compliance yang ada di PT. Imedco Djaja memiliki tugas dan tanggung
jawab yaitu pelulusan produk jadi dengan cara memastikan semua aspek produk
jadi yang diproduksi sesuai dengan ketentuan CPOB dan menetapkan produk
tersebut akan diluluskan (released) atau di tolak (rejected). QA Compliance juga
memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan perubahan, pengendalian
penyimpanan, penanganan keluhan, penanganan produk kembalian, pemusnahan
produk jadi, audit (audit internal atau audit eksternal), inspeksi diri, pengkajian
mutu produk dan manajemen mutu produk.
Departemen QC terdiri dari satu orang QC departemen head, dua orang QC
specialist (Supivisor) yaitu supervisor bahan baku dan pengemas dan supervisor
bahan jadi yang membawahi analis meliputi analis kimia, analis mikrobiologi dan
analis In Process Countrol (IPC), serta satu orang helper yang membantu
pekerjaan QC. Departemen QC berperan dalam pemeriksaan bahan awal (bahan
baku/raw materialis dan bahan kemas/packaging materials), pemeriksaan selama

104
proses produksi, pemeriksaan produk antara, pemeriksaan produk ruahan,
pemeriksaan produk jadi, dan pemeriksaan produk stabilita.
Bagian QC departemen head memiliki wewenang khusus untuk meluluskan
atau menolak atas mutu bahan awal (raw material), bahan kemas(packaging
material), produk antara, dan produk ruahan atau pun hal lain yang
mempengaruhi mutu obat selama proses produksi. Pengujian ulang atau retest
dilakukan terhadap bahan aktif dan bahan tambahan yang telah dirilis. Interval
retest untuk bahan aktif obat dilakukan setiap akan produksi (sesuai
RMAR),setiap 6 bulan atau 1 tahun sekali sedangkan untuk bahan tambahan/
exipient adalah setiap dua tahun sekali. Khusus untuk bahan baku benzyl alkohol
retest dilakukan tiap 6 bulan sekali.
Pemeriksaan bahan baku/raw materials dan bahan kemas/packaging
materialslis harus sesuai dengan Working Instruction yang telah ditentukan.
Alurnya adalah bahan baku atau bahan kemas yang dikirim oleh supplier akan
diterima oleh Departemen Supply Chain (SPC) sesuai dengan prosedur
penerimaan. Barang akan diberi label “KARANTINA” berwarna kuning dan
disimpan di area karantina. Kemudian dilakukan permintaan sampling bahan baku
atau bahan kemas ke Departemen QC. Pengambilan sampel bahan baku oleh QC
dilakukan diruang sampling yang terdapat di warehouse. Pengambilan sampling
bahan aktif dilakukan pada setiap wadah. Bahan tambahan ataupun bahan kemas

disampling dengan rumus n = 1+ , dengan n adalah jumlah wadah. Barang

yang telah diambil sebagai sampel akan diberi label “TELAH DIAMBIL
SAMPEL” berwarna ungu dan disimpan diarea karantina.
Departemen QC kemudian dilakukan serangkaian inspeksi dan pengujian
sesuai dengan spesifikasi bahan baku atau bahan kemas. Setelah pengujian,
apabila bahan tersebut telah memenuhi spesifikasi bahan akan ditempel label
“RELEASED” berwarna hijau dan ditempatkan di area rilis. Sebaliknya, jika
terdapat bahan yang tidak memenuhi spesifikasi, bahan yang akan ditempel label
“REJECTED” berwarna merah dan disimpan di area reject. Pengujiaain ulang
atau retest dilakukan terhadap bahan aktif dan bahan tambahan yang telah dirilis.

105
Pengujian ulang untuk bahan aktif dilakukan setaip akan produksi (sesuai
RMAP), sementara bahan tambahan tiap 2 tahun. Hal tersebut bertujuan untuk
memastikan bahwa bahan yang ada masih sesuai dengan spesifikasi yang
diharapkan. Pengujain ulang juga ada yang dilakukan sebelum bahan digunakan.
Hal ini dilakukan berdasarkan kajian risiko terhadap material tersebut. Mahasiswa
PKPA mengamati proses pengambilan sampling bahan baku dan bahan kemas.
Selain itu bagian penting dari QC adalah dokumentasi. Dokumentasi adalah
bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan
bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumen hendaklah dikaji secara
berkala dan dijaga agar selalu mutakhir oleh QC specialist (Supivisor). Bila satu
dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan
penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja. Mahasiswa
PKPA membantu dalam melakukan revisi dokumentasi diantaranya :
1. Revisi Working Instruction/PROTAP pembuatan dan pembakuan larutan
Standar.
Departemen QC menggunakan Farmakope dan USP sebagai standar/literatur
pembuatan Working Instruction. Sebelumnya masih menggunakan
Farmakope V dan USP 37 NF 32 kemudian dirubah berdasarkan Farmakope
VI dan USP 42 NF 37.
2. Revisi dokumentasi CPP (Catatan Pengujian Produk) dan pemeriksaan
dokumen CPP
Yaitu memuat Working Instruction (pembuatan larutan uji, pembuatan larutan
standar, pembuatan fase gerak, pembuatan larutan dapar, dan pengolahan
data).
3. Revisi dokumen PAR (Product Analysis Report) dan pemeriksaan dokumen
PAR
PAR memuat pemeriksaan produk jadi yang terdiri dari : Pemerian, bobot
rata-rata tablet, diameter tablet, kekerasan, ketebalan, friabilitas, waktu
hancur, uji disolusi, kadar obat, dan keseragaman kandungan.
4. Pengisian Dokumen stabilita produk

106
Departemen QC melakukan pengujian stabilita produk, antara lain pemerian,
kadar, disolusi dan pengujian lain sesuai spesifikasi produk. Stabilitas produk
dilakukan untuk produk yang disimpan di ruang stabilita (Stability ROOM)
selama 1 tahun setelah masa kadaluwarsa obat dengan waktu sebagai berikut :
 Accelerated : dilakukan pada bulan ke 0, 3 dan 6 yang dilakukan pada
suhu 40 ± 20C dengan RH 75 ± 5%.
 Real Time : dilakukan pada bulan ke 0,3,6,9,12,18,24,36 dan 48 suhu 30
±20C dengan RH 75 ± 5%
 Post Market : dilakukan pada suhu 30 ± 20C dengan RH 75± 5% dengan
interval waktu tiap 6 bulan setiap tahun minimal satu batch produksi
komrsial.
5. Melakukan Perhitungan HPP
HPP atau disebut Harga Pokok Produksi di departemen QC merupakan
laporan yang berikatan dengan perhitungan harga pokok setiap kali pengujian
produk yang terdiri dari jumlah dan biaya bahan baku (Reagen), waktu dan biaya
yang dibutuhkan analis untuk melakukan pengujian (ManHour) dan perhitungan
waktu yang dibutuhkan mesin bekerja (MechinceHour). Kemudian pekerjaan
yang dilakukan mahsiswa PKPA dilaboratorium bagian QC yaitu
a Melihat dan menganalisis dokumentasi yang dilakuakn oleh analis pada
laboratorium.
b Melakukan sampling bahan baku di ruang sampling yang berada digudang
serta bahan pengemas.
c Melakukan sampling air pada tempatn system pengolaan air dan sampling air
yang belum dilakukan penyulingan.
d Memisahkan bahan baku, bahan pengemas dan bahan jadi yang mau diuji dan
yang mau dimasukan kedalam retain room.
Kemudian tugas terakhir yang dilakukan oleh mahasiswa PKPA yaitu
menyelesaikan kasus yang telah diberikan oleh department QC. Kasus yang
diselesaikan yaitu menganalisis waktu pengujian bahan baku, bahan pengemas
dan produk jadi dimulai dari analisis pengujian bahan baku, pengujian pada IPC
dan pada produk jadi dari beberapa batch dari obat HI-D 5000. Dimana tersebut

107
dihitung berapa lama pengujiannnya dan kemudian dilakukan analisa bagaimana
cara untuk mempercepat analisa agar produksi lebih cepat pengerjaannya
Semua dokumen yang ada di imedco ditulis dengan menggunakan pulpen
berwarna biru untuk menghindari adanya kesalahan/kemiripan warna tinta dengan
dokumen asli. Selain itu sesuai dengan peraturan yang tertera pada CPOB, semua
dokumen hendaklah tidak ditulis tangan, namun bila dokumen memerlukan
pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulis tangan dengan jelas,
terbaca, dan tidak dapat dihapus. Jika terdapat perubahan yang dilakukan terhadap
pencatatan pada dokumen hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan
hendaklah memungkinkan pembaca informasi semula, bila perlu alasan perubahan
hendaklah dicatat. Pencatatan hendaklah dibuat dan dilengkapi pada tiap langkah
yang dilakukan dan sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang signifikan
mengenai obat dapat ditelusuri. Setiap dokumen perlu disetujui , ditandatangani
dan diberi tanggal oleh QC departemen head kemudian dilakukan pemeriksaan
oleh bagian QA (Quality Ansurance) Catatan pembuatan disimpan selama paling
sedikit satu tahun setelah tanggal kadaluwarsa produk jadi.
Departemen Supply Chain adalah suatu sistem rantai produk meliputi
kegiatan koordinasi, penjadwalan dan pengendalian terhadap pengadaan,
produksi, persediaan dan pengiriman produk ataupun layanan jasaa kepada
konsumen yang mencakup administrasi harian, operasi, logistic dan pengolahan
informasi mulai dari costumer hingga supplier. Secara garis besar, supply chain
di PT. Imedco Djaja dikepalai oleh SPC Departemen Head dan membawahi dua
bagian, yaitu PPC (Production Planning Control) dan Logistik, kemudian PPC
dan Logistic membawahi operator. Kegiatan Departemen SPC meliputi :

108
Perencanaan merupakan langkah awal dalam suatu produksi. Salah satu
department yang bertanggung jawab dalam perencanaan ini adalah Dept. Supply
Chain. Perencanaan dilakukan dengan menggunakan data produk yang diminta
dipasaran yang dilakukan oleh bagian marketing dan sales, kemudian bagian PPC
akan membuat target produksi dari data tersebut sebagai acuan rencana produksi
dan penyusunan Master Production Schedule (MPS) tiap 3 bulan. MPS
selanjutnya dijabarkan oleh Departemen Produksi menjadi jadwal produksi
mingguan weekly Production Schedule (WPS). Pada proses pengadaan,
department SPC hanya berperan mengajukan Purchase Requisition yang berisi
material, bahan baku, bahan tambahan maupun bahan kemas yang dibutuhkan
oleh pabrik.
Material yang datang akan diterima oleh bagian logistik dengan mengecek
kesesuaian dan kelengkapan barang yang diterima dengan dokumen yang
dilampirkan. Dokumen yang dilampirkan meliputi Purchase Order (PO), surat
jalan, sertifikat analisis produk (CoA), Material Safety Data Sheet (MSDS)
terutama untuk bahan berbahaya, nomor pengemasan, nama Supplier, dan jumlah
barang yang datang. Jika terjadi ketidaksesuaian, maka dilaporkan kepada
Departemen Procurement untuk ditindaklanjuti. Barang yang diterima digudang
selanjutnya ditempeli dengan sticker karantina berwarna kuning yang berguna
untuk menandai barang tersebut agar tidak terjadi campur baur antara produk yang

109
sudah release dan produk yang masih dikarantina. Staf Logitik mencatat barang
yang datang dibuku penerimaan dan mengisi formulir permintaan sampling
kepada bagian QC untuk mengecek mutu dari barang tersebut.
Penyimpanan di PT. Imedco Djaja dipisahkan berdasarkan jenisnya seperti
zat aktif, eksipien, prekursor, Obat-obat tertentu (OOT), bahan kemas primer,
sekunder dan tersier. Penyusunan juga berdasarkan alfabetis serta menggunakan
prinsi First In First Out (FIFO) untuk bahan kemas dan First Expired First Out
(FEFO) untuk bahan baku (zat aktif dan eksipien). Selain itu, adapula lemari
khusus yang terkunci untuk penyimpanan OOT dan Prekursor. leaflet juga
disimpan dilemari terkunci untuk mencegah penyalahgunaan. Bahan-bahan yang
mudah terbakar diletakkan di gudang terpisah (gudang flammable).
Penyimpanan material disimpan pada suhu tertentu, yaitu suhu ruang
(ambient temperatur :≤ 300 C), sejuk (<250 C), dingin (< 100C )atau sesuai
spesifikasi masing-masing material. Suhu di ruang penyimpanan dipantau tiga kali
dalam sehari (pagi, siang dan sore). Titik suhu di tentukan dengan temperature
mapping, pengistalan Datalogger ( temperatur dan Rh) diberbagai titik untuk
kemudian diambil temperatur yang memiliki suhu tertinggi dan terendah guna
melakukan pengamatan dan pencatatan suhu setiap harinya. Jika suhu melebihi
spesifikasi yang ditetapkan , dibuat laporan penyimpanagan dan dilaporkan ke
Departemen QA untuk di investigasi pengaruh penyimpangan terhadap kualitas
bahan atau material.
Pendistribusian produk jadi (finished goods) yang telah diberi status
released oleh QA dilakukan berdasarkan Purchase Order (PO) dari distributor
yang disetujui. Sebelum dilakukan status perilisan oleh QA, obat jadi akan
disimpan di area release dan disalurkan ke distributor. PO yang masuk ke bagian
SPC akan dicek terlebih dahulu untuk membandingkan permintaan dengan stock
yang ada digudang. Produk pesanan yang tersedia digudang kemudian di siapkan
untuk dikirim, sedangkan produk yang tidak tersedia akan di pending terlebih
dahulu dan dikirim kembali pada saat stock sudah ada. Jenis pembelian yang ada
di PT. Imedco Djaja ada dua, yaitu beli putus dan konsinyasi. Konsinyasi adalah
jenis pembelian dimana pabrik hanya menitipkan barang kepada distributor

110
kemudian apabila produk tidak laku, dapat dikembalikan ke pabrik sedangkan beli
putus adalah jenis pembelian dimana hubungan antara distributor dan pabrik
sudah terhenti saat produk sudah sampai ditangan distributor. Dokumen yang
digunakan untuk pendistribusian kepada distributor adalah Delivery Instruction
Note (DIN) yang digunakan untuk menyiapkan produk pesanan distributor oleh
operator bagian logistik, Delivery Order (DO) dan Surat Jalan yang berisi
identitas nama pemesan, pengendara yang membawa barang beserta produk yang
dipesan. DO dan Surat Jalan dikirim bersama dengan produk yang dipesan untuk
ditanda tangani oleh distributor sebagai bukti bahwa barang sudah diterima
kemudian 1 rangkap dikirim kembali ke PT. Imedco Djaja sebagai dokumen
pertinggal untuk perusahaan, sisanya untuk dokumentasi distributor.
Pengendalian produk di PT. Imedco Djaja dilakukan dengan banyak cara,
salah satunya dengan menggunakan Stock opname digunakan untuk melihat
kesesuaian barang yang ada di kartu stock dengan barang yang ada digudang.
Stock Opname dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh SPC dan 6 bulan sekali oleh
bagian financial. Stock Opname berfungsi untuk mengendalikan barang yang
disimpan digudang agar tidak terjadi kekosongan barang dan kehilangan barang.
Selain itu, Setiap transaksi material yang keluar maupun masuk gudang untuk
keperluan produksi maupun hasil produksi dicatat dalam suatu system yaitu PPIC
dan Imedco Cloud untuk tindakan preventif apabila ada barang hilang agar dapat
ditelusuri.
Cakupan tugas dan fungsi SPC yang lainnya yaitu tugas dan fungsi
pemusnahan material/produk yang rusak/ kadaluwarsa/reject/recall.
Material/produk yang akan dimusnahkan akan didata oleh SPC kemudian di
koordinasikan dengan QA untuk menyiapkan dokumen yang diperlukan.
Pemusnahan dilakukan oleh Staf Logistik dengan cara dilarutkan kemudian diolah
lewat Waste Water Treatmen Plant (WWTP) agar tidak merusak lingkungan.
Selain itu, SPC juga bertanggung jawab dalam menangani produk kembalian yaitu
produk retur dan produk yang ditarik/recall. Semua produk kembalian diterima
kemudian diletakkan dia area retur selama QA belum menentukan status dari
produk-produk kembalian tersebut. Khusus untuk produk kembalian karena

111
perintah penarikan oleh pihak berwenang (mandatory recall), setelah SPC
melengkapi formulir rekonsiliasi produk kembalian dan QA melakukan verifikasi
serta rekonsiliasi, produk tersebut selanjutnya dimusnahkan.
Bagian SPC juga bertanggung jawab dalam penimbangan (Staging in)
bahan baku untuk produk obat atau pun kebutuhan RND. Penimbangan material
untuk keperluan produksi dilakukan berdasarkan MI dan Working Order Pick
List (WOPL). Apabila dibutuhkan material tambahan diluar WOPL, Departemn
produksi dapat menggunakan SIV dilengkapi alasan permintaan material.
Sedangkan permintaan penimbangan bahan untuk keperluan RND dilakukan
dengan mengajukan SIV. Staf Logistik harus memperhatikan sistem FIFO dan
FEFO dalam menyiapkan material yang akan ditimbang dengan melihat stock
material maupun bahan baku yang ada di sistem PPIC.

112
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Kegiatan PKPA yang dilakukan mampu memberi gambaran pada
mahasiswa PKPA sebagai calon Apoteker untuk lebih mempersiapkan diri
menjadi Seorang Apoteker yang mampu mengimplementasikan pedoman
CPOB tahun 2018 dalam menjalankan perannya sebagai Apoteker di
Industri Farmasi.
2. Kegiatan PKPA yang dilakukan menjadikan mahasiswa calon Apoteker
untuk lebih mengetahui pengelolaan yang ada di PT. Imedco Djaja serta
tugas dan tanggung jawab dari setiap departemen.
3. PT. Imedco Djaja berpedoman dan telah mengimplementasikan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik (CPOTB) dan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB)
dalam seluruh rangkaian proses pembuatan obat yang dibuktikan dengan
kepemilikan sertifikat CPOB, CPOTB, dan CPKB terbaru dari BPOM untuk
produk-produk yang diproduksi oleh PT. Imedco Djaja.

5.2 Saran
1. Diharapkan kepada PT. Imedco Djaja agar membuat jadwal untuk
mahasiswa yang sedang melaksanakan praktek agar kedepannya semua
kegiatan yang akan dilakukan sudah terancang dan lebih kondusif.
2. Hendaknya pedoman CPOB yang digunakan untuk selalu di update agar
seluruh kegiatan yang dilaukan di industri dapat ditingkatkan secara terus
menerus sehingga dapat meningkatkan serta mempertahankan mutu produk
yang dihasilkan.

113
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Cara
Pembuatan Obat Yang Baik.Badan Pengawas Obat dan Makanan RI:
Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2018.Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor
HK.03.01.23.09.10.9030 tahun 2018 tentang Cara Pembuatan Obat yang
Baik. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI:Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Petunjuk Teknis
Sarana Penunjang Kritis Industri Farmasi. Badan Pengawasan Obat dan
Makanan RI: Jakarta
Depkes RI. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik Sektor Kesehatan. Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Depkes RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan RI: Jakarta
Depkes RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta
Menteri Kesehatan. 2010. Peraturan Menteri Kesehaan Republik Indonesia
Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta :
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

114

Anda mungkin juga menyukai