Anda di halaman 1dari 90

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MIKROKRISTALIN SELULOSA

DARI LIMBAH BONGGOL PISANG KEPOK (Musa paradisiaca L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih


Gelar Sarjana Farmasi Pada Jurusan Farmasi
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

YURI ERIKA ARIFIN


NIM: 70100114058

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA-GOWA
2019

v
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MIKROKRISTALIN SELULOSA

DARI LIMBAH BONGGOL PISANG KEPOK (Musa paradisiaca L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih


Gelar Sarjana Farmasi Pada Jurusan Farmasi
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

YURI ERIKA ARIFIN


NIM: 70100114058

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA-GOWA
2019

i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Yuri Erika Arifin

NIM : 70100114058

Tempat/Tgl. Lahir : Makassar, 20 Juli 1997

Jurusan : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Alamat : Jl. Prof. Dr. Ir. Soetami-Salodong Lr. 1 No. 3 D

Judul : Pembuatan dan Karakterisasi Mikrokristalin Selulosa dari

Limbah Bonggol Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi

ini benar merupakan hasil karya saya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa

skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain,

sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal

demi hukum.

Samata-Gowa, 25 Februari 2019

Penulis,

Yuri Erika Arifin


NIM: 70100114058

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Pembuatan dan Karakterisasi Mikrokristalin


Selulosa Dari Limbah Bonggol Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) yang
disusun oleh Yuri Erika Arifin, NIM: 70100114058, Mahasiswa Jurusan Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan
dipertahankan dalam sidang munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Jum’at,
tanggal 25 Februari 2019 M yang bertepatan dengan tanggal 20 Jumadil Akhir
1440 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Jurusan Farmasi.
Gowa, 25 Februari 2019 M
20 Jumaidil Akhir 1440 H

DEWAN PENGUJI:

Ketua : Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin, M.Sc (......................)

Sekretaris : Mukhriani, S.Si., M.Si., Apt (......................)

Pembimbing I : Surya Ningsi, S.Si., M.Si., Apt (......................)

Pembimbing II : Nurshalati Tahar, S.Farm., M.Si., Apt (......................)

Penguji I : Haeria, S.Si., M.Si (......................)

Penguji II : Dra. Audah Mannan, M. Ag (......................)

Diketahui oleh:
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin, M. Sc.


NIP. 19550203 198312 1 001

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur senantiasa kita hanturkan atas

kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan rahmatNya sehingga kami masih

diberikan kesehatan dan kesempatan serta petunjuk kepada penulis untuk dapat

meneyelesaikan skripsi ini dengan sebagaimana mestinya. Tak lupa pula salam

dan shalawat senantiasa kami curahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw

karena telah menjadi panutan bagi kami ummat Muslim di seluruh dunia yang

telah banyak membawa kami dalam zaman kegelapan hingga pada zaman yang

terang-benderang seperti sekarang ini.

Skripsi dengan judul “Pembuatan dan Karakterisasi Mikrokristalin

Selulosa dari Limbah Bonggol Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)” ini disusun

oleh penulis untuk menjadi salah satu syarat dalam memeperoleh gelar Sarjani

Farmasi dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan di Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar.

Dengan diselesaikannya skripsi ini, tentunya tak luput dari dukungan dan

bimbingan dari banyak pihak. Yang menjadi salah satu dorongan dan semangat

penulis dalam menyusun skripsi ini. Maka dari itu, ucapan kasih sayang, ucapan

terima kasih dan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya teruntuk kedua orang

tua tercinta, Ayahanda Muh. Arifin dan Ibunda St. Suarni yang selama ini

senentiasa mendukung baik dukungan moral maupun moril dan banyak

iv
pengorbanan lainnya. Serta kepada kedua saudara-saudariku Rifan Risaldi Arifin

dan Sri Diah Gusdiani Arifin dan keluarga besar lainnya yang memotivasi dan

menyemangati dalam menyelesaikan skripsi ini, tak lupa pula penulis

mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dan Saudara(i) lainnya:

1. Bapak Prof. Dr. Musafir Pababbari, M. Si., selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar,

2. Bapak Prof. Dr. Mardan. M.Ag., Selaku Wakil Rektor I Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar,

3. Bapak Prof. H. Lomba Sultan, M.A, Selaku Wakil Rektor II Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar,

4. Ibu Prof. Siti Aisyah, M.A., Ph.D, Selaku Wakil Rektor III Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar,

5. Bapak Prof. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D, Selaku Wakil Rektor IV

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,

6. Bapak Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin, M.Sc., sebagai Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan(FKIK) UIN Alauddin Makassar.

7. Ibu Dr. Nur Hidayah, S.Kep., Ns., M.Kes., Wakil Dekan I (bidang akademik)

FKIK UIN Alauddin Makassar.

8. Ibu Dr. Andi Susilawaty, S.Si., M.Kes., Wakil Dekan II (bidang keuangan)

FKIK UIN Alauddin Makassar.

9. BapakProf. Dr. Mukhtar Lutfi, M.Pd., Wakil Dekan III (bidang

kemahasiswaan) FKIK UIN Alauddin Makassar.

v
10. Ibu Haeria, S.Si., M.Si. selaku Ketua Jurusan Farmasi dan selaku Penguji

Kompetensi yang telah banyak memberikan bantuan dan arahannya kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Ibu Mukhriani, S.Si., M.Si., Apt. selaku Sekretaris Jurusan Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

12. Ibu Surya Ningsi, S.Si., M.Si., Apt. selaku Pembimbing I dan Ibu Nurshalati

Tahar, S. Farm., M.Si., Apt. selaku Pembimbing II yang telah banyak

memberikan waktu, arahan dan masukannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Ibu Dra. Audah Mannan, M.Ag. selaku Penguji Agama yang telah banyak

memberikan bantuan dan pengarahan serta meluangkan waktu dan pikirannya

dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Bapak, Ibu Dosen, serta seluruh Staf Jurusan Farmasi atas waktu dan ilmu

pengetahuannya serta segala bantuannya terhadap penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

15. Kepada seluruh saudara(i)ku Farmasi 2014 GALENICA yang seperjuangan

dengan penulis dan selalu memberikan dukungan dan semangat kepada

penulis untuk meneyelesaikan skripsi ini.

Sejauh ini, penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata

sempurna karena adanya kekurangan dan keterbatasan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Namun kedepannya penulis akan terus mengasah dan

mengembangkan ilmunya agar setidaknya dapat mengurangi kesalahan-

kesalahannya agar dapat bermanfaat bagi orang lain sehingga dapat bernilai

vi
ibadah dihadapan Allah swt, karena sebaik-naiknya manusia adalah yang

bermanfaat bagi orang lain. Amin Ya Robbal’alamin.

Assalammu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Samata-Gowa, 25 Februari 2019

Penyusun

Yuri Erika Arifin

NIM. 70100114058

vii
viii

DAFTAR ISI

JUDUL ..................................................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................................. ii

PENGESAHAN ..................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii

ABSTRAK ........................................................................................................... xiii

ABSTRACT ......................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................1

B. Rumusan Masalah ............................................................................3

C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian .......................3

D. Kajian Pustaka ..................................................................................4

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman ...............................................................................8

B. Serat Makanan ................................................................................14

C. Selulosa ..........................................................................................15

D. Mikrokristalin Selulosa ..................................................................18

viii
ix

E. Karakterisasi Mikrokristalin Selulosa ............................................22

F. Tinjauan Islam terhadap Pemanfaatan Limbah ..............................27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis, Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................33

B. Pendekatan Penelitian ....................................................................33

C. Alat dan Bahan ...............................................................................33

D. Prosedur Kerja ................................................................................34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ..............................................................................39

B. Pembahasan ....................................................................................40

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................56

B. Saran ...............................................................................................56

KEPUSTAKAAN ..................................................................................................57

LAMPIRAN-LAMPIRAN.....................................................................................63

RIWAYAT HIDUP ................................................................................................76

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi Serat Makanan.................................................................................15

2. Istilah Kelarutan ................................................................................................23

3. Serapan yang Khas dari beberapa Gugus Fungsi ..............................................26

4. Hasil Delignifikasi .............................................................................................39

5. Hasil Penentuan Kadar Selulosa........................................................................39

6. Hasil Pengujian Karakteristik ............................................................................39

7. Hasil Pengujian Organoleptik ..........................................................................40

x
x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) ...............................................8

2. Bonggol Pisang Kepok .......................................................................................... 11

3. Buah Pisang Kepok ................................................................................................ 13

4. Struktur Selulosa..................................................................................................... 41

5. Kurva Penentuan Kadar Selulosa ......................................................................... 44

6. FTIR Mikrokristalin Selulosa Bonggol Pisang Kepok ...................................... 49

7. FTIR Avicel Komersial ......................................................................................... 50

8. Bonggol Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) .................................................. 71

9. Serbuk Bonggol Pisang.......................................................................................... 71

10. Hasil Delignifikasi .................................................................................................. 72

11. Hasil Bleaching ....................................................................................................... 73

12. Hasil Hidrolisis ....................................................................................................... 73

13. Pengujian Organoleptik (Warna, Bentuk, Bau dan Rasa) ................................. 74

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Kerja Pembuatan dan Pengujian Mikrokristalin Selulosa .....................63

2. Perhitungan Bahan .................................................................................................... 64

3. Gambar Hasil Penelitian........................................................................................... 71

4. Hasil Identifikasi Tanaman ...................................................................................... 77

xii
ABSTRAK

NAMA : YURI ERIKA ARIFIN

NIM : 70100114058

JUDUL : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MIKROKRISTALIN


SELULOSA DARI LIMBAH BONGGOL PISANG KEPOK
(Musa paradisiaca L.)

Pisang merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara seperti


Indonesia yang hasil produksi pertaniannya melimpah, sehingga tak dapat
dipungkiri masih meninggalkan limbah (daun, batang, kulit buah dan bonggolnya)
seperti jenis pisang kepok (Musa paradisiaca L.) yang masih belum mendapatkan
penanganan.
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah bonggol pisang
kepok (Musa paradisiaca L.) sebagai bahan baku dalam pembuatan mikrokristalin
selulosa dengan menggunakan dua tahap utama yaitu tahap delignifikasi dengan
NaOH dan tahap hidrolisis asam dengan HCl 2,5 N. Pada tahap delignifikasi
dilakukan penentuan konsentrasi optimum NaOH antara 5%; 7,5%; 10%; 12,5%
dan 15% dengan adanya penentuan kadar α-selulosa pada tiap konsentrasi, dimana
disiapkan 100 gram serbuk dilarutkan dengan NaOH selama 24 jam sebelum
disaring dan dibilas dengan aquadest hingga pH netral. Pada tahap ini hasil yang
optimum diperoleh dari konsentrasi NaOH 10%. Hasil ini kemudian di bleaching
(pemutihan) dengan NaCIO 5% lalu dilanjutkan dalam tahap hidrolisis asam
menggunakan HCl 2,5 N dengan cara diaduk selama 10 menit lalu disaring dan
dibilas dengan aquadest hingga pH netral dan diperoleh hasil sebesar 5,95 gram
mikrokristalin selulosa.
Selanjutnya dilakukan karakteristik organoleptik, kelarutan, pH, daya alir
dan sudut diam serta FTIR yang hasilnya menunjukkan hasil yang sesuai dengan
mikrokristalin selulosa sebagai standar baku pembanding yang terdapat pada
Farmakope Indonesia Edisi V dan Handbooks of Pharmaceutical Excipients Edisi
6.

Kata kunci: Bonggol Pisang kepok, Mikrokristalin selulosa, FTIR

xiii
ABSTRACT

NAME : YURI ERIKA ARIFIN

NIM : 70100114058

TITLE : DEVELOPMENT AND CHARACTERIZATION OF WASTE


CELLULOSE MICROCRYSTALLINE KEPOK BANANA
HUMP (Musa paradisiaca L.)

Bananas are plants originating from Southeast Asia such as Indonesia,


where their agricultural production is abundant, so it cannot be denied that they
still leave waste (leaves, stems, fruit peels and humps) like the type of kepok
banana (Musa paradisiaca L.) that still has not received treatment.
This study aims to utilize kepok banana hump (Musa paradisiaca L.) as
raw material in making microcrystalline cellulose using two main stages, namely
delignification with NaOH and acid hydrolysis stage with 2.5 N HCl. In the
delignification stage the optimum concentration is determined. NaOH between
5%; 7.5%; 10%; 12.5% and 15% with the determination of α-cellulose levels in
each concentration, where 100 grams of powder prepared dissolved with NaOH
for 24 hours before filtering and rinsing with aquadest to pH neutral. At this stage
the optimum results were obtained from 10% NaOH concentration.These results
are then bleaching with NaCIO 5% and then continued in the stage of acid
hydrolysis using HCl 2,5 N in a way stirred for 10 minutes then filtered and rinsed
with aquadest until neutral pH and the results of 5.95 grams of
microcrystalline cellulose.
Furthermore, organoleptic characteristics, solubility, pH, flow power and
stationary angle and FTIR, the results of which showed results in accordance with
microcrystalline cellulose as a standard standard comparison found in Indonesian
Pharmacopoeia Edition V and Handbooks of Pharmaceutical Excipients Issue 6.

Keywords: Kepok Banana Hump, Microcrystalline cellulose, FTIR

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Potensi produksi buah pisang di Indonesia memiliki daerah sebaran buah

pisang yang luas, hampir diseluruh wilayah merupakan daerah penghasil pisang.

Sentra produksi pisang di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan,

Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Perkembangan produktivitas pisang di

Indonesia dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2013 cenderung mengalami

peningkatan. Jika pada tahun 1980 produktivitas pisang sebesar 12,53 ton/ha,

maka pada tahun 2013 telah mencapai 60,70 ton/ha. Sedangkan pustaka lainnya

menyebutkan produksi pisang di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 6.279.290 ton

atau mengalami peningkatan sebesar 90238 ton atau sekitar 1,45% dibandingkan

tahun 2012 (Prabawati., dkk. 2008; Ambarita., dkk. 2015).

Di Sulawesi Selatan sendiri persentase pohon pisang yang dibudidayakan

menduduki 5 urutan terbesar di Indonesia, sedangkan persentase produktivitas

buahnya menduduki 10 urutan terbesar (Prabawati., dkk. 2008; Kementrian

Pertanian. 2014; BPS-Statistic Indonesian. 2015). Sehingga tidak dapat dipungkiri

bahwa jumlah limbah yang dihasilkan sama besarnya dengan jumlah hasil

panennya.

Peningkatan hasil panen buah pisang tersebut seharusnya diimbangi

dengan pemanfaatan yang optimal dari limbah yang dihasilkan seperti kulit,

batang, daun dan bonggolnya yang selama ini kebanyakan hanya menjadi pakan

1
2

ternak. Padahal limbah tersebut dapat ditingkatkan kualitasnya menjadi suatu

bahan baku kimia yang penting. Limbah pisang masih belum mendapatkan

penanganan yang cukup karena pada limbah pisang masih mengandung pati,

protein, dan serat yang cukup tinggi (Dewati. 2008).

Pada limbah bonggol pisang yang berupa umbi batang (batang aslinya)

atau bagian bawah batang yang menggembul dengan persentase kadar serat yang

tinggi adalah pada pisang dengan varietas kepok yaitu sebesar 29, 62%. Serat

pangan merupakan sisa dinding sel tumbuhan yang tidak terhidrolisis atau

tercerna oleh enzim pencernaan manusia, termasuk zat dinding sel tanaman seperti

selulosa (Saragih. 2013., Widyaningsih. 2017).

Selulosa dapat dibedakan menjadi lima jenis berdasarkan kelarutan dan

derajat polimerisasi dalam NaOH 17, 5%, yaitu alfa selulosa, beta selulosa,

gamma selulosa, hemiselulosa, dan holoselulosa. Alfa selulosa merupakan

kualitas selulosa yang paling tinggi (murni), besarnya kandungan alfa selulosa

menunjukkan tingkat kemurnian selulosa (Sumada. 2011). Mikrokristalin selulosa

adalah selulosa murni yang diisolasi dari alfa selulosa sebagai pulp dengan asam

mineral yang berasal dari bahan tanaman berserat (Thoorens.,dkk. 2014).

Saat ini mikrokristalin selulosa merupakan bahan pembantu yang paling

banyak digunakan dalam pembuatan tablet seperti cetak langsung dan granulasi

basah, serta sebagai pengikat atau pengencer, pelumas dan desintegran dalam

tablet oral dan formulasi kapsul yang masih relatif mahal karena masih di impor.

Mikrokristalin selulosa diperdagangan dikenal dengan merek dagang Avicel yang

merupakan salah satu jenis mikrokristalin selulosa yang banyak digunakan dalam
3

industri farmasi (Arry. 2003; Setyawan., dkk. 2005; Rowe., dkk. 2009). Oleh

karena itu, hal ini yang mendasari dilakukannya penelitian “Pembuatan dan

Karakterisasi Mikrokristalin Selulosa dari Limbah Bonggol Pisang Kepok (Musa

paradisiacaL.)”.

B. Rumusan Masalah

1. Berapakah konsentrasi optimal NaOH yang digunakan pada proses

delignifikasi untuk memperoleh alfa selulosa pada limbah bonggol pisang

kepok (Musa paradisiaca L. Var. Kepok)?

2. Apakah mikrokristalin selulosa dari limbah bonggol pisang kepok (Musa

paradisiaca L. Var. Kepok) memenuhi syarat dalam uji karakterisasi

sebagai mikrokristalin selulosa?

C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup

1. Definisi Operasional

Terdapat berbagai macam istilah pada judul skripsi ini, diantaranya :

a. Pembuatan

Pembuatan adalah sutu proses atau cara yang dilakukan untuk membuat

atau memperoleh sesuatu.

b. Karakteristik

Karakterstik adalah ciri atau kualitas tertentu yang menonjol atau dapat

dikenali.

c. Mikrokristalin Selulosa

Mikrokristalin selulosa adalah bagian kristal dari bahan selulosa dengan

ukuran bahan yang mikro.


4

d. Limbah

Limbah adalah suatu bagian atau sisa pemanfaatan bahan yang telah

digunakan.

e. Delignifikasi

Delignifikasi merupakan salah satu tahapan dalam pembuatan

mikrokristalin selulosa yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan lignin

yang terdapat dalam bahan berselulosa.

f. Bleaching

Bleaching merupakan tahapan lanjutan yang bertujuan untuk membantu

mencerahkan “memutihkan” penampilan fisik dari mikrokristalin selulosa karena

adanya kandungan lignin.

g. Hidrolisis

Hidrolisis merupakan tahapan akhir dalam pembuatan mikrokristalin

selulosa yang bertujuan untuk memisahkan selulosa dengan komponen lainnya

agar diperoleh mikrokristalin selulosa.

h. Spektrum

Rentetan warna kontinu yang diperoleh apabila cahaya diuraikan ke dalam

komponennya.

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Kimia, Fitokimia dan

Farmasetika.
5

D. Kajian Pustaka

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bernatal Saragih (2013)

“Analisis Mutu Tepung Bonggol Pisang dari berbagai Varietas dan Umur Panen

yang berbeda” menyatakan bahwa pisang dengan varietas kepok memiliki

kandungan serat yang lebih besar dibandingkan dengan varietas lainnya. Sehingga

ini yang mendasari peneliti dalam pemilihan sampel.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Prasetia., dkk (2015)

dalam penelitiannya yang berjudul “Studi Karakteristik Farmasetis Mikrokristalin

Selulosa dari Jerami Padi Varietas Lokal Bali” bertujuan untuk meningkatkan

pemanfaatan limbah padi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan

dalam formulasi sediaan farmasi. Pembuatan MCC dilakukan dengan 2 tahapan

yaitu proses delignifikasi dan hidrolisis asam. Dalam proses delignifikasi,

digunakan larutan NaOH pada berbagai konsentrasi (5%; 7,5%; 10%; 12,5%; dan

15% ) selama 24 jam. Tahap hidrolisis asam dilakukan dengan menggunakan

larutan HCl 2,5 N. Dimana 7,5% merupakan konsentrasi yang menunjukkan

terbukanya pori-pori selulosa untuk di ekstraksi serta hasil persentase kadar

selulosa yang diperoleh lebih tinggi dari konsentrasi lainnya. Hal ini yang

mendasari peneliti dalam pemilihan pelarut dan konsentrasinya dalam proses

delignifikasi dan hidrolisis. Serta pada tahap evaluasi karakterisasi farmasetis

pengamatan organoleptis, kelarutan dalam air, pH, dan fourier transform infrared

atau FTIR.

Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Ismanto dan Baharuddin.

(2011) tentang “Analisis Kadar Pati, Lignin, dan Selulosa pada Bambu Ampel
6

(Bambusa vulgaris Schrad.)yang direndam dalam Lumpur”. Dimana proses

penentuan kadar selulosa digunakan metode Chesson dimana 1 gram sampel

ditimbang (berat a) dan ditambahkan 80 ml H2SO4 1 N, lalu dipanaskan selama 1

jam di atas hot plate. Kemudian sampel didinginkan dan disaring lalu di cuci

dengan air panas ± 300 ml. residu yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada

suhu 1050 C dan ditimbang hingga berat konstan (berat b).

Selanjutnya, residu yang telah dikeringkan ditambahkan 75 ml H2SO4 72%

dan didiamkan pada suhu kamar (250 C) selama 4 jam sebelum ditambahkan 50

ml aquadest dan dipanaskan diatas waterbath suhu 1000 C selama 1 jam. Lalu

residu disaring dan di cuci kembali dengan aquadset hingga pH netral, dan

dikeringkan lagi dalam oven suhu 1050 C serta ditimbang hingga berat konstan

(berat c). Terakhir residu diabukan dan ditimbang berat konstan (berat d). Kadar

selulosa dapat dihitung dengan persamaan berikut: (Ismanto., Baharuddin. 2011).

(c−d)
Kadar selulosa = x 100%
a

Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Sumada., dkk. (2011) tentang

“Isolation Sudy of Efficient α-Cellulose from Waste Plant Stem Manihot

Esculenta Crantz atau Kajian Proses Isolasi α-Selulosa dari Limbah Batang

Tanaman Manihot Esculenta Crantz yang Efisien”. Dimana pada proses bleaching

atau pemutihan sampel dilakukan dengan menggunakan pelarut NaCIO 5%

sebanyak 500 ml dengan suhu 60o selama 2 jam. Berdasarkan penelitian ini

peneliti memilih pelarut untuk proses bleaching.


7

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui berapakah konsentrasi optimal NaOH yang

digunakan pada proses delignifikasi untuk memperoleh alfa selulosa

pada limbah bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca L.)

2. Untuk mengetahui apakah mikrokristalin selulosa dari limbah bonggol

pisang (Musa paradisiaca L.) memenuhi syarat dalam uji karakteristik

sebagai mikrokristalin seluosa

b. Manfaat Penelitian

Untuk memberikan dan menambah informasi tentang pemanfaatan limbah

bonggol pisang, utamanya varietas kepok (Musa paradisiaca L.) sebagai bahan

tambahan dalam bidang industri farmasi yang dimana keberadaannya seringkali

terabaikan karena dianggap sebagai limbah buangan saja. Terlebih lagi, sejauh ini

potensi panen tiap tahunnya sering mengalami peningkatan serta pemanfaatan

terhadap limbah bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca L.) ini masih terbilang

sedikit. Dalam bidang ilmu Farmasi yang berperan besar dalam produktivitas

sediaan obat diketahui bahwa sebagian besar baik berupa zat aktif maupun zat

tambahan sebagai bahan baku pembuatan obat di Indonesia masih diperoleh

dengan cara impor. Maka dari itu penelitian ini diharapkan mampu mengurangi

jumlah limbah sekaligus mengurangi jumlah pasokan bahan impor di Indonesia.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Uraian Tanaman

Gambar 1. Tanaman Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)

1. Klasifikasi

Berdasarkan hasil varietas tanaman yang dilakukan di Laboratorium

Botani Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Makassar diperoleh hasil:

Regnum : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Liliopsida

Ordo : Musales

Familia : Musaceae

Genus : Musa

Species : Musa paradisiaca L.Var. Kepok

2. Nama Tanaman (Dalimartha. 2007)

a. Nama Indonesia : Pisang Kepok

b. Nama Daerah : Cau, gedang, pisang, kisang, ghedhang, kedhang, pesang,

pisah (Jawa), pisang, galuh, gaol, punti, puntik, puti, pusi,

galo, awal pisang, gae (Sumatra), harias, peti, pisang,

8
9

punsi, pute, puti, rahias (Kalimantan), biu, pisang, kalo,

mutu, punti, kalu, muu, muku, muko, busaa, busa, wusa,

huni, hundi, uki (Nusa Tenggara), tagin, see, lambi, lutu,

loka, unti, pepe, sagin, punti, uti (Sulawesi), fudir, pitah,

uki, temai, seram, kula, uru, temae, empulu, fust, fiat, tela,

tele, luke (Maluku), dan nando, rumaya, pipi, mayu

(Irian).

c. Nama Asing : Xiang jiao (China), kluai namwaa (Thailand), banana,

plantain (Inggris).

3. Morfologi Tanaman

Tanaman pisang telah ada sejak manusia ada. Namun, saat itu pisang

masih merupakan tanaman liar yang tidak dibudidayakan. Hal itu, karena manusia

di awal kebudayaan hanya berperan sebagai pengumpul (food gathering) tanpa

merasa perlu untuk menanamnya kembali. Namun, pada saat kebudayaan

pertanian menetap dimulai, pisang termasuk dalam golongan tanaman pertama

yang dipelihara.Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia

Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman buah ini kemudian menyebar luar ke

kawasan Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah.

Penyebaran tanaman ini selanjutnya hampir merata ke seluruh dunia, yakni

meliputi daerah tropik atau subtropik, dimulai dari Asia Tenggara ke timur

melalui Lautan Teduh ke Hawai. Selain itu, tanaman pisang menyebar ke barat

melalui Samudra Atlantik, Kepulauan Kanari sampai Benua Amerika. Di

kalangan masyarakat Asia Tenggara, diduga pisang telah lama dimanfaatkan,


10

terutama tunas dan pelepahnya yang diolah menjadi sayuran. Saat ini, bagian-

bagian lain dari tanaman pisang pun juga telah dimanfaatkan (Suyanti dan

Supriyadi. 2008).

Pisang merupakan buah-buahan tropis yang banyak dihasilkan dan

digunakan oleh masyarakat Indonesia, khususnya jenis pisang kepok (Musa

paradisiaca L.) (Hariani., dkk. 2016). Adapun bagian-bagian tanaman pisang,

diantaranya: (Suyanti dan Supriyadi. 2008).

a. Akar

Pohon pisang berakar rimpang dan tidak mempunyai akar tunggang yang

berpangkal pada umbi batang. Akar terbanyak berada di bagian bawah tanah.

Akar ini tumbuh menuju bawah sampai kedalaman 75-150 cm. sedang akar yang

berada di bagian samping umbi batang tumbuh ke samping atau mendatar. Dalam

perkembangannya, akar samping bisa mencapai ukuran 4-5 m (Suyanti dan

Supriyadi. 2008).

Tanaman pisang berakar serabut dan tidak memiliki akar tunggang. Akar-

akar serabut tersebut tumbuh di bagian bawah batang, terutama pada bagian

bawah. Akar-akar yang tumbuh di bagian bawah akan tumbuh lurus menuju pusat

bumi (tumbuh vertikal) hingga kedalaman 75-150 cm tergantung pada

varietasnya. Sementara, perakaran yang tumbuh di bagian atas, tumbuh menyebar

kearah samping (tumbuh horizontal) hingga 4 m atau lebih (Cahyono. 2009).

Bagian lain yang sering dihubungkan dengan akar pada tanaman pisang

yaitu umbi batang (batang aslinya) atau yang lebih dikenal dengan sebutan

bonggol pisang.
11

Gambar 2. Bonggol Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)

Dimana bagian ini terdapat antara akar dan batang yang banyak digunakan

sebagai obat disentri dan pendarahan usus besar (Suyanti dan Supriyadi. 2008).

Bagian ini merupakan bagian yang sangat jarang dimanfaatkan dari semua bagian

tanaman pisang dan hanya berakhir sebagai limbah tanaman (Cahyono. 2009).

b. Batang

Batang pisang sebenarnya terletak di dalam tanah, yakni berupa umbi

batang. Di bagian atas umbi batang terdapat titik tumbuh yang menghasilkan daun

dan suatu saat akan tumbuh bunga pisang (jantung). Sedangkan yang berdiri tegak

di atas tanah dan sering dianggap sebagai batang merupakan batang semu. Batang

semu ini terbentuk dari pelepah daun panjang yang saling menutupi dengan kuat

dan kompak sehingga bisa berdiri tegak layaknya batang tanaman. Oleh karena

itu, batang semu kerap dianggap batang tanaman pisang yang sesungguhnya.

Tinggi batang semu berkisar 3,5-7,5 m tergantung dari jenisnya (Suyanti dan

Supriyadi. 2008).

c. Daun

Helaian daun pisang berbentuk langset memanjang yang letaknya tersebar

dengan bagian bawah daun tampak berlilin. Daun ini diperkuat oleh tangkai daun

yang panjangnya antara 30-40 cm. Oleh karena tidak memiliki tulang-tulang pada
12

bagian tepinya, daun pisang mudah sekali terkoyak oleh hembusan angin yang

kencang (Suyanti dan Supriyadi. 2008).

d. Bunga

Bunga pisang disebut juga dengan jantung pisang karena bentuknya yang

menyerupai jantung. Bunga pisang tergolong berkelamin satu, yakni berumah satu

dalam satu tandan. Daun penumpu bunga biasanya berjejal rapat dan tersususn

secara spiral.Daun pelindung yang berwarna merah tua, berlilin, dan mudah

rontok berukuran panjang 10-25 cm. Bunga tersebut tersusun dalam dua baris

melintang, yakni bunga betina berada di bawah bunga jantan (jika ada).Lima daun

tenda bunga melekat sampai tinggi dengan panjang 6-7 cm. Benang sari yang

berjumlah 5 buah pada bunga betina terbentuk tidak sempurna. Pada bunga

terdapat bakal buah yang berbentuk persegi, sedangkan pada bunga jantan tidak

terdapat bakal buah (Suyanti dan Supriyadi. 2008). Selain itu, bagian bunga

pisang ini mengandung lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin yang tinggi

(Cahyono. 2009).

e. Buah

Biasanya, setelah bunga keluar, akan terbentuk satu kesatuan bakal buah

yang disebut sebagai sisir. Sisir pertama yang terbentuk akan terus memanjang

membentuk sisir kedua, ketiga, dan seterusnya. Pada kondisi ini, sebaiknya

jantung pisang dipotong karena sudah tidak bisa menghasilkan sisir lagi (Suyanti

dan Supriyadi. 2008).

Buah pisang memiliki bentuk, ukuran, warna kulit, warna daging, rasa, dan

aroma yang beragam, tergantung pada varietasnya. Bentuk buah pisang beragam,
13

ada yang bulat panjang, bulat pendek, bulat agak persegi, dan sebagainya

(Cahyono. 2009).

Gambar 3. Buah Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)

4. Kandungan Kimia

Akar mengandung serotonin, norepinefrin, tanin, hidroksitriptamin,

dopamin, vitamin A, B dan C. Buah mengandung flavonoid, glukosa, fruktosa,

sukrosa, tepung, protein, lemak, minyak menguap (atsiri), kaya akan vitamin (A,

B, C, dan E), mineral (kalium, kalsium, fosfor, dan Fe), pektin, serotonin, 5-

hidroksitriptamin, dopamin, dan noradrenalin. Kandungan kalium pada buah

pisang cukup tinggi yang kadarnya bervariasi tergantung jenis pisangnya.

Sedangkan pada buah yang muda banyak mengandung tanin (Dalimartha. 2007).

Kandungan gizi yang terdapat dalam setiap 100 g buah pisang matang

adalah: kalori 99 kal; protein 1,2 g; lemak 0,2 g; karbohidrat 25,8 mg; serat 0,7 g;

kalsium 8 mg; fosfor 28 mg; besi 0,5 mg; vitamain A 44 RE; vitamin B 0,08 mg;

vitamin C 3 mg; dan air 72 g (Cahyono. 2009).

Persentase kadar serat tertinggi diperoleh dari bonggol pisang kepok lebih

besar dibandingkan dengan pisang lain seperti pisang raja, mahuli, susu, dan

ambon (Saragih. 2014). Anik Herminingsih (2010), mendefinisikan serat pangan

adalah sisa dinding sel tumbuhan yang tidak terhidrolisis atau tercerna oleh enzim
14

pencernaan manusia meliputi hemiselulosa, selulosa, lignin, pektin, gum, dan

lapisan lilin (Santoso, 2011).

Selulosa adalah polimer linier yang diperoleh dari tumbuhan, merupakan

struktur polisakarida dan polimer alam yang paling melimpah. Diantaranya

polimer hidrofilik yang sangat kristal dengan massa molekul tinggi (Kuuti.2013).

5. Khasiat Tanaman

Air yang terkandung dalam pisang utamanya pisang klutuk dan kepok

berkhasiat sebagai obat berbagai macam penyakit, misalnya pendarahan dalam

usus, amandel, disentri, memperbaiki pertumbuhan rambut, dan cairan kumur.

Pada bagian batangnya banyak digunakan sebagai obat penyakit kencing yang

panas dan penawar racun warangan. Pada bagian bunga memiliki kandungan

lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin yang tinggi sehingga sangat baik

digunakan sebagai bahan sayuran (Cahyono. 2009).

B. Serat Makanan

Serat makanan dapat dengan mudah dijumpai pada tumbuhan seperti

nenas, pisang, kelapa, dan lain sebagainya (Widia dan Nasrul. 2017;

Widyaningsih., dkk. 2017).

Serat makanan merupakan istilah umum untuk campuran heterogen

komponen pangan yang tidak dicerna dalam usus halus. Selain itu, juga digunakan

untuk menggambarkan struktur pendukung dari dinding sel tanaman seperti

selulosa, hemiselulosa dan lignin (Widyaningsih., dkk. 2017).

Serat adalah bagian dari tanaman yang tidak dapat diserap oleh tubuh.

Namun, akhir-akhir ini serat mengalami perkembangan dengan pengertian yang


15

lebih tepat sehubungan dengan perannya di dalam tubuh. Dalam ilmu gizi,

pengertiannya dijelaskan sebagai all structural materials of the plants cell taken

in our diet which are resistant ti digestive tract. Sedangkan dalam kepustakaan

terakhir disebut sebagai unavailable carbohydrates dan bagian tanaman yang

disebut lignin, yang tidak dapat diserap tubuh sebagai crude fiber adalah non

karbohidrat (Kusharto. 2006)

Tabel 1. Klasifikasi Serat Makanan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selulosa merupakan salah satu

komponen serat yang tidak dapat larut dalam sistem pencernaan manusia.

C. Selulosa

Selulosa merupakan salah satu karbohidrat komplek jenis polisakarida non

pati yang menjadi penyusun utama dinding sel tanaman selain hemiselulosa dan

lignin (Widyaningsih., dkk. 2017; Riswiyanto. 2009).

Perbandingan penyusun serat tanaman secara umum antara selulosa,

hemiselulosa dan lignin yaitu sebesar 4:3:3. Molekul selulosa sendiri tersusun

sangat teratur dan menjadi kumpulan yang kemudian membentuk kerangka

dinding sel pada tanaman yang juga diisi oleh lignin dan hemiselulosa sehingga
16

struktur tanaman menjadi sangat kompak atau kuat. Ketiga komponen penyusun

dinding sel ini terhubung karena adanya ikatan glikosidik yang terjadi pada gugus

hidroksil komponen tersebut (Granstrom. 2009).

Selulosa disebut biopolimer alam yang dianggap sebagai salah satu

senyawa organik terpenting yang dapat disintesis dari organisme tingkat rendah

(tumbuhan) hingga tingkat yang lebih tinggi (hewan laut, bakteri dan jamur). Pada

tanaman, selulosa dapat ditemukan pada kayu, kapas, tanaman musiman ataupun

residu atau limbah pertaniannya lainnya (Trache., dkk. 2016).

Selulosa merupakan yang bahan paling melimpah, dan merupakan sumber

daya polimer terbarukan yang tersedia saat ini di seluruh dunia. Diperkirakan

bahwa dengan fotosintesis, 1011-1012 ton disintesis setiap tahun dalam bentuk

yang cukup murni, misalnya dalam bulu biji dari tanaman kapas, tetapi sebagian

besar dikombinasikan dengan lignin dan polisakarida lain (yang disebut

hemiselulosa) di dalam dinding sel tanaman berkayu atau berserat. Selama

berabad-abad terbanyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan konstruksi,

terutama dalam bentuk kayu utuh dan serat tekstil seperti kapas atau rami, atau

dalam bentuk kertas dan papan. Di sisi lain, selulosa adalah bahan awal yang

serbaguna untuk konversi kimia, yang bertujuan untuk memproduksi benang dan

film berbasis selulosa buatan, serta berbagai turunan selulosa stabil yang

digunakan di banyak bidang industri salah satunya industri farmasi dalam

pembuatan obat-obatan dan kehidupan rumah tangga. (Klemm., dkk. 1998).

Selulosa membentuk sekitar 45% dari berat kering kayu. Polimer lineal ini

terdiri dari subunit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan glikosidik β-1,4 yang
17

membentuk molekul selobiosa. Serta membentuk rantai panjang (disebut fibril

elemental) dihubungkan bersama oleh ikatan hidrogen dan gaya van der Waals.

Sedangkan hemiselulosa dan penutup lignin mikrofibril (yang dibentuk oleh unsur

fibril) orientasi mikrofibril yang berbeda pada tingkat dinding yang berbeda pula.

Kelompok mikrofibril bersama-sama untuk membentuk serat selulosa. Selulosa

dapat muncul dalam bentuk kristal, disebut selulosa kristal. Selain itu, ada yang

kecil persentase rantai selulosa yang tidak terorganisir, yang membentuk selulosa

amorf (Perez., dkk. 2002).

Urutan makromolekul dalam serat selulosa tidak seragam di seluruh

struktur. Ada daerah-daerah dengan orde rendah (yang disebut daerah amorf) dan

juga dari tatanan kristal yang sangat tinggi. Bukti eksperimental yang tersedia saat

ini cukup ditafsirkan oleh model dua fase yaitu model fibril fringed, dengan

asumsi orde rendah (amorf) dan orde tinggi (kristal). Tingkat kristalinitas selulosa

(biasanya dalam kisaran 40% hingga 60%) mencakup rentang yang luas dan

tergantung pada asal dan perlakuan awal dari sampel (Klemm., dkk. 1998).

Selulosa mikrokristal adalah selulosa murni yang diisolasi dari alfa

selulosa sebagai pulp dengan asam mineral yang berasal dari bahan tanaman

berserat (Thoorens., dkk. 2014). Selulosa mikrokristal merupakan serbuk yang

terdiri dari partikel berpori. Zat ini bersifat higroskopis, tidak larut dalam air,

namun mengembang ketika kontak dengan air. Molekul glukosa yang

dihubungkan melalui obligasi beta-glukosida. Ikatan hidrogen antarmolekul

terbentuk dari polimer selulosa dan rantai agregat glukan yang berbentuk serat.
18

Dengan demikian, struktur selulosa tersebut memiliki sifat mikrokristalin

(Westermarck. 2000).

D. Mikrokristalin Selulosa

Mikrokristalin selulosa atau MCC telah banyak digunakan terutama dalam

industri makanan, kosmetik dan medis sebagai penahan air, penstabil pada

suspensi, pengontrol karakteristik aliran dalam sistem yang digunakan untuk

produk akhir, dan sebagai agen penguat pengendapan untuk produk akhir seperti

tablet. Mikrokristalin selulosa diperoleh pada skala industri melalui hidrolisis

kayu dan selulosa kapas menggunakan asam mineral encer. Selulosa dari berbagai

sumber berbeda dalam sifat (kristalinitas, kadar air, luas permukaan dan struktur

berpori, berat molekul, dll.) Kondisi hidrolisis juga mempengaruhi sifat-sifat

mikrokristalin selulosa yang diperoleh. Penyiapan mikrokristalin selulosa dari

bahan selain kayu dan kapas seperti enceng gondok, batok kelapa, ampas tebu,

jerami gandum dan padi, rami, serat rami dan rami jerami, dan kedelai sekam

telah banyak dilakukan. Namun, untuk yang terbaiknya, sifat mekanik tabel

mikrokristalin selulosa terbuat dari limbah pertanian dan pengaruh jenis asam

yang digunakan pada sifat-sifat ini belum dipelajari secara rinci (Adel., dkk.

2011).

Mikrokristalin selulosa merupakan zat alami yang diperoleh dan

dimurnikan dari selulosa, yang secara konvensional diperoleh dari -selulosa.

Mikrofibril yang membentuk -selulosa terdiri dari area parakristalin dan kristal

pada kisaran nanometer. Area parakristalin adalah massa amorf dari rantai

selulosa, sedangkan area kristal terdiri dari bundel mikrokristal yang rapat dalam
19

susunan linear yang kaku. Area kristal disebut dengan kristal selulosa yang

dibentuk oleh rantai selulosa karena adanya interaksi antar ikatan van der waals

dengan ikatan hidrogen. Area amorf siap dihidrolisis ketika mengalami hidrolisis

asam dengan menghasilkan fragmen kristal yang lebih pendek dan lebih banyak

yang disebut sebagai mikrokristalin selulosa (Trache.,dkk. 2016).

Mikrokristalin selulosa atau MCC adalah bentuk selulosa yang tidak

diserap sebagian dan telah mengalami depolimerisasi. MCC berwarna putih, tidak

berbau, tidak berasa dan terdiri dari partikel-partikel berpori. Tanaman dan serat

kapas merupakan sumber utama MCC, namun dapat pula dibuat dari selulosa

apapun mulai dari selulosa murni sampai komersial untuk bahan lignoselulosa

(Adel.,dkk. 2011).

Dengan melarutkan selulosa dalam larutan alkali kuat maka akan diperoleh

selulosa yang hampir murni yang disebut -selulosa. Kadar - selulosa yang

tinggi menunjukkan kemurnian dari mikrokristalin selulosa yang dihasilkan.

Pelarutan dengan senyawa alkali ini juga menyebabkan perusakan struktur lignin.

Proses ini disebut dengan delignifikasi, proses delignifikasi dalam pembuatan

produk mikrokristalin selulosa dapat dilakukan dengan menggunakan larutan

basa, salah satunya NaOH (Prasetia., dkk, 2015).

Proses ekstraksi selulosa dilakukan dengan jalan memisahkan komponen

selulosa dari komponen lainnya pada bahan melalui proses ekstraksi asam dan

ekstraksi basa maupun kombinasi keduanya yang melibatkan proses delignifikasi.

Proses ekstraksi basa biasa menggunakan larutan NaOH dalam proses

delignifikasi (Widodo., dkk. 2013).


20

Pada proses ini terbentuk pulp atau bubur selulosa dimana α- selulosa

terisolasi sebagai residu. α-selulosa merupakan senyawa yang tidak larut dalam

NaOH atau basa kuat, hal ini digunakan untuk mendegradasi polimer lignin yang

kemudian akan larut ke dalam air, maka dari itu nama lain dari tahap ini adalah

tahap delignifikasi. Larutnya lignin disebabkan oleh terjadinya transfer ion

hidrogen dari gugus hidroksil pada lignin ke ion hidroksil (Gilligan. 1974).

Pulp adalah hasil dari serat-serat selulosa dari kayu atau non kayu yang

diproses dengan cara melarutkan lignin semaksimal mungkin. Tujuan utama dari

proses pulp adalah mendapatkan serat sebanyak mungkin yang diindikasikan

dengan nilai rendamen yang tinggi dengan kandungan lignin seminimal mungkin,

Pada saat proses pulp, lignin akan terdegradasi oleh larutan pemasak menjadi

molekul yang lebih kecil yang dapat larut dalam lindi hitam. Peristiwa ini disebut

delignifikasi (Saenah. 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses delignifikasi adalah: (Sumada.,

dkk, 2011)

1. Waktu pemasakan, dipengaruhi oleh lignin semakin besar konsentrasi

lignin semakin lama waktu pemasakan, kisaran waktu pemasakan antara 1-

4 jam.

2. Konsentrasi larutan pemasak, jika kadar lignin besar maka konsentrasi

larutan pemasak juga harus besar.

3. Pencampuran bahan, dipengaruhi oleh pengadukan. Dengan pengadukan,

akan dapat meratakan larutan dengan bahan baku yang akan dipisahkan

ligninnya.
21

4. Perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku, didasarkan pada

perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku. Semakin kecil

perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku maka lignin yang

didegradasi akan kecil juga.

5. Ukuran bahan, semakin besar ukuran bahan maka semakin lama waktu

prosesnya.

6. Suhu dan Tekanan, semakin besar suhu dan tekanan maka semakin cepat

waktu prosesnya, kisaran suhunya antara 100o C-110o C dan untuk

tekanannya 1 atm.

Dalam tahap pembuatan mikrokristalin selulosa dilakukan 2 tahap utama

yakni delignifikasi dan hidrolisis. Dimana pada tahap delignifikasi yang

merupakan tahap utama yang dilakukan untuk memutus ikatan antar selulosa,

hemiselulosa dan lignin. Tahap ini disebut juga sebagai tahap untuk

menghilangkan lignin agar bahan baku atau sampel dapat menghasilkan selulosa

yang memadai (Manurung., dkk. 2018).

Dalam penelitian Widia dan Wathoni pada tahun 2017, tahap delignifikasi

ditandai dengan proses pembentukan pulp hingga terjadi perubahan warna

menjadi coklat pekat yang mengendap di dalam larutan natrium hidroksida.

Larutan berwarna coklat pekat ini merupakan indikasi dari terlarutnya senyawa-

senyawa yang memiliki gugus kromofor yaitu gugus yang memiliki ikatan

rangkap terkonjugasi yang menyebabkan suatu senyawa memiliki warna.

Kemudian serat tanaman dipisahkan kembali dari pelarutnya dengan cara

penyaringan dan pemerasan, serat tanaman dibilas sampai pH Kembali netral.


22

Pulp yang diperoleh dicuci berulang hingga pH 6-7. Tahap berikutnya yaitu

bleaching.

Tujuan dari tahap ini adalah untuk menghilangkan sisa lignin dan

karbohidrat yang tidak terpisah sempurna dalam pulp. Proses bleaching akan

membuat warna pulp menjadi lebih cerah atau putih. Proses ini dilakukan dengan

cara merendam serat tanaman dalam larutan NaClO dengan perbandingan sampel

dan pelarut 1:8 selama 15-20 menit (Haafiz., dkk. 2013).

Tahap selajutnya yaitu hirolisis, hidrolisis merupakan reaksi pemutusan

ikatan dalam molekul dengan menggunakan air. Dalam pembuatan mikrokristalin

selulosa dilakukan hidrolisis dengan asam agar daerah kristalin yang ada pada

selulosa dapat diisolasi untuk memproduksi mikrokristalin selulosa (Wastermarck.

2000).

E. Karakterisasi Mikrokristalin Selulosa

1. Pengamatan organoleptik

Pengujian organoleptik atau uji sensori merupakan pengujian yang biasa

dilakukan pada beberapa produk pangan dengan menggunakan indera manusia

sebagai alat pengukurnya. Hal ini mempunyai tujuan untuk mengetahui sifat

sensorik dari pangan tersebut. Beberapa sifat bahan pangan, seperti rasa dan

aroma yang akan lebih tepat hasil pengujiannya apabila diuji menggunakan

biological detector atau indera manusia (Utomo dan Prabakusuma. 2009).

Menurut Kemenkes RI (1974) dalam buku Farmakope Indonesia Edisi III,

organoleptik yaitu bagian dari pemerian zat yang memuat paparan mengenai sifat

zat yang diuraikan secara umum terutama meliputi wujud, rupa, rasa, baud an
23

untuk beberapa hal dilengkapi dengan sifat kimia atau sifat fisiknya, dimaksudkan

untuk dijadikan petunjuk dalam pembuatan, peracikan dan penggunaan,

disamping juga berguna untuk membantu pemeriksaan pendahuluan dan

pengujian (Kemenkes RI. 1974).

2. Uji Kelarutan

Menurut Kemenkes RI (1974) dalam buku Farmakope Indonesia Edisi III,

kelarutan untuk menyatakan kelarutan zat kimia. Istilah kelarutan dalam

pengertian umum kadang-kadang perlu digunakan tanpa mengindahkan perubahan

kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan kelarutan zat pada

bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20o dan kecuali dinyatakan lain

menunjukkan bahwa, 1 bagian volume tertentu pelarut. Pernyataan kelarutan yang

tidak disertai angka adalah kelarutan pada suhu kamar. Kecuali dinyatakan lain

zat jika dilarutkan boleh menunjukkan sedikit kotoran mekanik seperti bagian

kertas saring, serat atau debu. Pernyataaan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1

g zat padat atau 1 ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut. Jika kelarutan suatu zat

tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah

berikut: (Kemenkes RI. 1974)

Tabel 2. Istilah kelarutan

Jumlah bagian pelarut diperlukan


Istilah Kelarutan
untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 10

Mudah larut 1 sampai 10

Larut 10 sampai 30
24

Agak sukar larut 30 sampai 100

Sukar larut 100 sampai 1.000

Sangat sukar larut 1.000 sampai 10.000

Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

Uji kelarutan pada mikrokristalin selulosa dilakukan terhadap empat

pelarut yaitu air, etanol 95%, HCl 2 N, natrium hidroksida 1N dan eter. Kelarutan

selulosa mikrokristal yang baik yaitu tidak larut dalam air, tidak dalam dalam

alkohol 95%, tidak larut dalam HCl 2N, sukar larut dalam NaOH 1N, dan tidak

larut dalam eter (Karim. 2014). Sedangkan dalam buku “Handbook of

Pharmaceutical Excipients” disebuktakn bahwa mikrokristalin selulosa memiliki

sifat yang sedikit larut dalam natium hidroksida, dan praktis tidak larut dalam air,

asam encer serta sebagian besar pelarut organic (Rowe., dkk. 2009).

Mikrokristalin selulosa sulit untuk terlarut dalam pelarut karena adanya ikatan

hidrogen yang kuat antar gugus hidroksil pada rantai ikatan yang berdekatan pada

struktur kristalin penyusun selulosa mikrokristal (Cowd, 1991).

3. Uji pH

Pengukuran pH digunakan untuk menyatakan derajat keasaman atau

kebasaan yang dimiliki oleh suatu zat. Selulosa mikrokristal yang baik memiliki

rentang pH 5- 7,5 (Rowe., dkk. 2009). Nilai kurang dari 5 dan lebih dari 7,5 dapat

menyebabakan terjadinya over reaction apabila mikrokristalin selulosa tersebut

diformulasikan dengan zat aktif dalam suatu formula sediaan farmasi (Ejikeme.

2008).
25

4. Uji Daya Alir dan Sudut Diam

Sudut diam merupakan karakteristik fluiditas yang berhubungan erat

dengan kohesifitas antarpartikel penyusun granul. Sudut diam sebuk yang

digunakan sebagai eksipien tablet harus bersifat mudah mengalir (freeflowing),

dilihat dari besar sudut diam yangdibentuk saat uji sifat alir serbuk (Yugatama.

2015).

Sudut diam merupakan salah satu parameter lain dari sifat alir. Dengan

cara menghitung kotangen dari tinggi kerucut yang di bentuk serbuk atau granul

maka akan di dapat besar sudut yang membentuknya. Sudut diam antara 28o

sampai 42o menunjukkan sifat alir yang baik atau kualitas granul baik. Rumusnya

yaitu: (Fadlil dan Chandra. 2017).

2ℎ
Tg ɑ=
d

Keterangan:

ɑ: Sudut Diam

b: Diameter Kerucut (cm)

h: Tinggi Kerucut (cm)

5. Fourier Transform Infrared (FTIR)

Spektrofotometri Inframerah merupakan instrumen yang menggunakan

radiasi sinar inframerah untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada

senyawa organik. Prinsip kerja spektrofotometri IR adalah adanya interaksi energi

dengan materi. Misalkan dalam percobaan berupa molekul senyawa kompleks

yang ditembak dengan energi dari sumber sinar yang akan menyebabkan molekul

mengalami vibrasi. Sumber sinar adalah keramik, yang apabila dialiri arus listrik
26

maka keramik ini dapat memancarkan inframerah. Vibrasi dapat terjadi karena

energi yang berasal dari sinar inframerah tidak cukup kuat untuk menyebabkan

terjadinya atomisasi pada molekul senyawa yang ditembak dimana besarnya

energi vibrasi tiap atom berbeda tergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan

yang menghubungkan sehingga dihasilkan frekuensi yang berbeda pula

(Bandiyah. 2012).

Tabel 3. Serapan yang khas dari beberapa gugus fungsi.

No. Gugus Jenis senyawa Daerah serapan (cm-1)

1. C-H Alkana 2850-2960, 1350-1470

2. C-H Alkena 3020-3080, 675-870

3. C-H Aromatik 3000-3100, 675-870

4. C-H Alkuna 3300

5. C=C Alkena 1640-1680

6. C=C Aromatik (Cincin) 1500-1600

Alkohol, eter, asam


7. C-O 1080-1300
karboksilat, ester

Aldehida, keton, asam


8. C=O 1690-1760
karboksilat, ester

9. O-H Alkohol, fenol (Monomer) 3610-3640

10. O-H Alkohol, Fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar)

11. O-H Asam karboksilat 3000-3600 (Lebar)

12. N-H Amina 3310-3500

13. C-H Amina 1180-1360


27

14. -NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385

Cahaya tampak terdiri dari beberapa range frekuensi elektromagnetik yang

berbeda, dimana setiap frekuensi bisa dilihat sebagi warna yang berbeda. Radiasi

inframerah juga mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat

oleh mata. Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya

inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5-50 µm atau

bilangan gelombang 4000-200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan

menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorbsi inframerah sangat

khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Metode ini

sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik dan orgametalik

(Dachriyanus. 2004).

Spektrofotometer FTIR didasarkan pada ide adanya interferensi radiasi

antara dua berkas sinar untuk menghasilkan suatu interferogram. Interferogram

merupakan sinyal yang dihasilkan sebagai fungsi perubahan pathlength antara dua

berkas sinar. Dua domain (jarak dan frekuensi) dapat ditukarbalikkan dengan

metode matematik yang disebut dengan transformasi fourier (Gandjar dan

Rohman. 2013).

F. Tinjauan Islam tentang Pemanfaatan Limbah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengambil peran

penting dalam peradaban material umat manusia. Alangkah lebih baiknya jika

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dilaksanakan

berlandaskan aqidah dan syariah Islam sebagaimana yang telah ada pada masa
28

Rasulullah saw. Maka dari itu, dapat dipastikan bahwa Islam adalah satu-satunya

agama yang mendetail sehingga menjadikannya sempurna.

Dalam Al-Qur’an Surah Asy-Syu’araa’ (26) ayat 7:

Terjemahnya:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, betapa banyak Kami
tumbuhkan di bumi itu berbagai macam pasangan (tumbuh-tumbuhan)
yang baik? (7)”. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda
(kebesaran Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman (8)”
(Kemenag RI. 2007).

Menurut Shihab. 2002 dalam bukunya yang berjudul Tafsir Al-Misbah:

Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, disebutkan bahwa apakah mereka tidak

melihat ke bumi, yakni mengarahkan pandangan, sepanjang, seluas dan seantero

bumi. Berapa banyak telah kami tumbuhkan dari setiap pasang tumbuhan dengan

berbagai jenis yang kesemuanya tumbuh subur lagi bermanfaat? Sesungguhnya

pada demikian itu terdapat tanda yang membuktikan adanya pencipta Yang Maha

Esa.Tetapi mereka tidak memperhatikan sehingga mereka tidak menemukan

tanda-tanda itu (Shihab. 2002).

ِ ْ‫)أَ َولَ ْم يَ َروْ ا إِلَى األر‬


Kata (‫ )إِلَى‬ilά/ ke pada firmanNya di awal ayatini: (‫ض‬

awalam yarά ilά al-ardh/ apakah mereka tidak melihat ke bumi, merupakan kata

yang mengandung makna batas akhir. Ia berfungsi memperluas arah pandangan

hingga batas akhir, dengan demikian ayat ini mengundang manusia unutk

mengarahkan pandangan hingga batas kemampuannya memandang sampai


29

mencakup seantero bumi, dengan aneka tanah dan tumbuhan dan aneka

keaajaiban yang terhampar pada tumbuhan-tumbuhannya.

Dimana dari penjelasan ayat diatas dijelaskan bahwa Allah swtsebagai

satu-satunya pencipta di muka bumi ini telah memperlihatkan tanda-tanda

keberadaanNya serta mempertegas kepada umat manusia agar senantia

memperhatikan dengan baik bila perlu seantero atau segala penjuru bumi akan

adanya tumbuhan ataupun tanaman yang telah diciptakanNya dengan masing-

masing manfaatnya, ayat di atas juga menyerukan kepada umat manusia agar

senantiasa berusaha agar dapat menemukan manfaat dari apa yang telah Allah swt

ciptakan di muka bumi ini, sebagai salah satunya dengan adanya pemanfaatan

yang berasal dari limbah tumbuhan.

Ayat diatas juga menyerukan ummat manusia sebagai ciptaanNya yang

berakal dan berilmu agar dapat berusaha dan berfikir semaksimal mungkin dalam

keberlangsungan hidupnya di bumi. Contoh yang disebutkan dalam ayat diatas

yaitu adanya penciptaan tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang perlu diyakini

bahwasanya Allah swt sebagai pencipta menciptakan dan menetapkan sesuatu

sesuai dengan takarannya, sama halnya dengan limbah yang akan digunakan

sebagai sampel dalam penelitian ini yang diharapkan dapat bermanfaat

kedepannya.

Allah swt telah menjelaskan dalam firmanNya di Surah Thaahaa (20): 53

yang berbunyi sebagai berikut:


30

Terjemahnya:
“Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air
hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam” (Kemenag RI. 2007).

Redaksi firmanNya: (‫شتَّى‬


َ ‫)أَ ْز َواجًا ِم ْن نَبَات‬ akhrajnά bihίazwajάn min

nabάtin syattά/ maka Kami tumbuhkan dengannya berjenis-jenis tumbuh-

tumbuhan yang bermacam-macam beralih menjadi persona pertama (Kami)

sedang sebelumnya adalah persona ketiga (Dia) dimana di dalam firmanNya:

ْ ‫َم‬
(‫هدًا‬ َ ْ‫ )الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم ْاألَر‬alladzi ja’ala lakum al-ardh mahdan/ Dia yang
‫ض‬

tidak menjadikan bagi kamu bumi sebagai hamparan. Pengalihan bentuk redaksi

tersebut bertujuan mengisyaratkan bahwa penumbuhan aneka tumbuhan dengan

bermacam-macam jenis dan bentuk dan rasanya itu merupakan hal-hal yang

sungguh menakjubkan lagi membuktikan betapa agung Penciptanya.Pengalihan

redaksi itu juga bertujuan mengundang perhatian pendengan dan mitra bicara agar

mengarahkan pandangan dan pikirannya kepada hal-hal yang disebut itu. Gaya

Bahasa semacam ini banyakditemukan dalam al-Qur’an dan dalam kontek uraian

yang sama (Shihab. 2002).

ً ‫ )أَ ْز َوا‬azwάj yang menguraikan aneka tumbuhan dapat dipahami


Kata (‫جا‬

dalam arti jenis-jenis tumbuhan, katakanlah seperti tumbuhan berkeping dua

(dikotil) semacam kacang-kacangan, atau tumbuhan berkeping satu (monokotil)

seperti pisang, nanas, palem dan lain-lain (Shihab. 2002)


31

Menurut Abdurahman. 2008 dalam bukunya yang berjudul Lubaabut

Tafsir Min Ibni Katsiir: Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7 Terjemahan Abdul Ghoffar dan

Abu Ihsan Al-atsari. Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah swt, telah menjadikan

bagimu bumi sebagai hamparan yang kalian tinggali, berdiri dan tidur diatasnya,

serta menumbuhkan berbagai macam tumbuhan berupa tanam-tanaman dan buah-

buahan, ada yang rasanya masam, pahit, manis serta berbagai jenis lainnya dari

hasil tanam-tanaman dan buah-buahan (Abdurrahman. 2008).

Dari penjelasan ayat diatas telah ditegaskan bahwa di muka bumi yang kita

tinggali ini telah diciptakan berbagai macam tumbuhan berupa tanaman dengan

berbagai jenis rasa, salah satunya yaitu tumbuhan dengan rasa yang manis seperti

pisang. Dimana telah ditemui berbagai macam jenis olahan dari pisang dengan

berbagai varietas pula, hal ini menandakan akan meningkatnya jumlah limbah

yang dihasilkan seiring dengan jumlah produktivitasnya. Sehingga diharapkan

pemanfaatan terhadap tumbuhan ini tak hanya dilakukan pada buahnya saja

melainkan dapat juga dilakukan pada bagian limbahnya.

Pemanfaatan limbah pisang sendiri dapat memengaruhi beberapa aspek

dalam kehidupan masyarakat, seperti: mengurangi pencemaran lingkungan dan

meningkatkan produktivitas penangan limbah seperti yang akan kami lakukan

dalam penelitian kami yaitu pemanfaatan limbah bonggol pisang sebagai bahan

baku pembuatan mikrokristalin selulosa. Dimana mikrokristalin selulosa

merupakan salah satu jenis bahan tambahan dalam pembuatan obat seperti jenis

sediaan tablet yang banyak digunakan di dunia, yang sejauh ini masih seringkali

di impor sehingga menambah beban negara.


32

Dalam sebuah hadist oleh Nabi Muhammad saw tentang pengobatan yang

bersabda:

Artinya :
Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit melainkan Allah menurunkan
obatnya pula (H.R. Bukhari )

Ungkapan “setiap penyakit pasti ada obatnya”, artinya bisa bersifat umum,

sehingga termasuk di dalamnya penyakit-penyakit mematikan dan berbagai

penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh para dokter. Allah swt sendiri telah

menjadikan untuk penyakit tersebut obat-obatan yang dapat menyembuhkannya.

Akan tetapi ilmu tersebut tidak ditampakkan Allah swt untuk menggapainya.

Karena ilmu pengetahuan yang dimilki oleh manusia hanyalah sebatas yang

diajarkan oleh Allah swt. Oleh sebab itu, kesembuhan terhadap penyakit dikaitkan

oleh rasulullah dengan proses kesesuaian obat dengan penyakit yang diobati.

Karena setiap ciptaan Allah swt.Itu pasti ada penawarnya (Ar-Rumaikhon. 2008).

Hadist diatas juga menjelaskan bahwa sebagai seorang hamba, manusia hanya

dapat berikhtiar, berusaha, berdoa, dan bertawakkal kepada Allah swt sebaik

mungkin agar apa yang hendak diperoleh dapat diwujudkan. Namun tetap

berserah diri dan mengembalikan hasil akhirnya pada Allah swt. Maka dari itu,

pada saat seorang hamba diterpa musibah berupa penyakit. Itu merupakan

penggugur dosa baginya, sedang kita dapat pula menggunakan obat sebagai

penawar atau perantara kita dalam memperoleh kesembuhan terhadap penyakit

tersebut. Adanya suatu penyakit dapat pula di kita syukuri sebagai penanda

nikmatnya kesehatan yang tak luput dari kuasa Allah swt.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis, Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian ekperimental.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitianini dilakukan di Laboratorium Farmasetika dan Laboratorium

Fitokimia Farmasi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Laboratorium Kimia Anorganik dan

Kimia RisetJurusan Kimia Fakutas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar, serta Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar. Waktu

penelitian dimulai pada tanggal 1 September 2018 sampai dengan 21 Desember

2018.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian secara kuantitatif dan kualitatif

C. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu batang

pengaduk, blender, cawan porselen, corong, gegep, gelas kimia, gelas ukur,

gunting, hot plate, instrument Fourier Transform Infrared (FTIR), kertas

perkamen, kurs porselen, labu tentukur, neraca analitik (Kern®),, oven

(Memmert®), pH meter, pipet tetes, sendok besi, sendok tanduk, shieve shaker

33
34

(mesh no. 40 dan 100), tabung reaksi (Pirex®), tanur, toples kaca, dan water bath

(Memmert®).

2. Bahan yang digunakan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain

aluminium foil, asam klorida (HCl), aquadest, etanol 95%, eter, kertas saring,

natrium hidroksida (NaOH), dan natrium hipoklorit (NaOCl).

D. Prosedur Kerja
1. Varietas Sampel

Varietas sampel berupa tanaman pisang kepok dilakukan untu memastikan

varietas sampel tanaman yang digunakan dalam penelitian ini, untuk melakukan

pengujiannya dapat dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar.

2. Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa limbah bonggol

pisang kepok (Musa paradisiaca L.) sebanyak 10 kg (sampel basah) yang di

ambil dari Kelurahan Bulurokeng, Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar.

3. Pengolahan Sampel

Sampel limbah bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca L.) di sortasi

terlebih dahulu, kemudian dicuci dengan air mengalir, dilakukan perajangan lalu

dikeringkan dan di sortasi kering. Kemudian dihaluskan dan siap untuk dilakukan

proses delignifikasi, analisis α-selulosa, bleaching, hidrolisis, dan pengujian atau

evaluasi.
35

4. Proses Delignifikasi

Serbuk yang telah kering dan diayak sebanyak 100 gram diektraksi dengan

Natrium Hidroksida dengan perbandingan sampel:pelarut (1:10) dalam masing-

masing konsentrasi 5; 7,5; 10; 12,5; dan 15% selama 24 jam. Kemudian dilakukan

penyaringan dan rendamen dicuci dengan aquadest hingga pH air cucian berkisar

antara 6-7 (netral) (Prasetia., dkk. 2015).

5. Proses Analisis α-selulosa

Pada tahap ini dilakukan dengan metode Chesson dimana 1 gram sampel

ditimbang (berat a) dan ditambahkan 80 ml H2SO4 1 N, lalu dipanaskan selama 1

jam di atas hot plate. Kemudian sampel didinginkan dan disaring lalu di cuci

dengan air panas ± 300 ml. residu yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada

suhu 1050 C dan ditimbang hingga berat konstan (berat b).

Selanjutnya, residu yang telah dikeringkan ditambahkan 75ml H2SO4 72%

dan didiamkan pada suhu kamar (250 C) selama 4 jam sebelum ditambahkan 50

ml aquadest dan dipanaskan diatas waterbath suhu 1000 C selama 1 jam. Lalu

residu disaring dan di cuci kembali dengan aquadest hingga pH netral, dan

dikeringkan lagi dalam oven suhu 1050 C serta ditimbang hingga berat konstan

(berat c). Terakhir residu diabukan dan ditimbang berat konstan (berat d). Kadar

selulosa dapat dihitung dengan persamaan berikut: (Ismanto., Baharuddin. 2011).

(c−d)
Kadar selulosa = x 100%
a

Keterangan:

a: Bobot sampel (serbuk)

b: Bobot penimbangan residu 1


36

c: Bobot penimbangan residu 2

d: Bobot abu

6. Proses Bleaching

Tahap berikutnya yaitu bleaching, dimana residu yang diperoleh larutkan

ke dalam 2 L pelarut campuran air dan Natrium hipoklorit 5% w/v (1:1).

Kemudian campuran dididihkan selama 10 menit dan disaring lalu di cuci (Putra.,

dkk. 2011).

7. Proses Hidrolisis

α-selulosa yang diperoleh dihidrolisis dengan HCl 2,5N sebanyak 600 ml

dan dihomogenkan selama 10 menit. Kemudian didihkan selama 15 menit dalam

gelas ukur dan disaring serta di cuci dengan aquadest hingga pH air cucian

berkisar 6-7 (netral). Selanjutnya rendamen yang diperoleh dikeringkan pada suhu

500 C dan diayak dengan mesh no. 60 (Prasetia., dkk. 2015).

8. Prosedur Pengujian Karakteristik Mikrokristalin Selulosa

a. Uji Organoleptik

Karakteristik bentuk yaitu sampel diletakan diatas dasar yang berwarna

putih, diamati bentuk atau rupa, warna, rasa, bau (Zulharmita. 2012). Selulosa

mikrokrisral yang baik memiliki organoleptik serbuk hablur, berwarna putih, tidak

berbau, tidak berasa (Ohwoavworhua., dkk. 2005). Uji ini dilakukan dengan

menggunakan indra manusia untuk menilai standar penerimaan suatu produk oleh

masyarakat. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi bahwa suatu

produk mengalami kerusakan.


37

b. Uji Kelarutan

Uji kelarutan dilakukan terhadap empat pelarut yaitu air, etanol 95%, HCl

2 N, natrium hidroksida 1N dan eter. Kelarutan selulosa mikrokristal yang baik

yaitu tidak larut dalam air, tidak dalam dalam alkohol 95%, tidak larut dalam HCl

2N, sukar larut dalam NaOH 1N, dan tidak larut dalam eter (Karim. 2014., Rowe.,

dkk. 2009).

c. Uji pH

Sebanyak 2 gram serbuk diaduk dengan 100 ml air suling selama 5 menit

dan diukur pHnya dengan pH meter (Ohwoavworhua., dkk. 2009). Selulosa

mikrokristal yang baik memiliki rentang pH 5- 7, 5 (Rowe., dkk. 2009). pH

digunakan untuk menyatakan derajat keasaman atau kebasaan yang dimilik oleh

suatu zat.

d. Uji Daya Alir dan Sudut Diam

Penentuan daya alir suatu sampel dapat dilakukan dengan menggunakan

alat berupa corong flow tester dengan bantuan stopwatch sebagai akumulasi waktu

alir sampel. Sampel yang hendak di uji dimasukkan ke dalam alat dan menyiapkan

stopwatch. Setelah itu katup penutup corong pada bagian bawahnya dibuka untuk

mengalirkan sampel bersamaan dengan akumulasi waktu pada stopwatch. Syarat

mikrokristal yang baik menurut (Haque. 2010) menyatakan bahwa daya alir yang

baik yaitu 10 gram/detik.

Sudut diam merupakan salah satu parameter lain dari sifat alir, sudut diam.

Dengan cara menghitung kotangen dari tinggi kerucut yang di bentuk serbuk atau

granul maka akan di dapat besar sudut yang memebentuknya. Sudut diam antara
38

28o sampai 42o menunjukkan sifat alir yang baik atau kualitas granul baik.

Rumusnya yaitu: (Fadlil dan Chandra. 2017).

2ℎ
Tg ɑ=
d

Keterangan:

ɑ: Sudut Diam

b: Diameter Kerucut (cm)

h: Tinggi Kerucut (cm)

e. Pengamatan pada Fourier Transform Infrared (FTIR)

Pelet dibuat dari sampel selulosa mikrokristal (2-5 mg) digerus bersama

dengan KBr (200-250 mg). Spektrum infra merah pellet diukur dengan

menggunakan FTIR pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1 (Yanuar., dkk.

2003). Pada pengujian ini digunakan pembanding yaitu Avicel PH-102. Selulosa

mikrokristal yang baik akan menunjukkan adanya serapan utama pada bilangan

gelombang 3344, 2884, 1426, 1316, dan 1024 cm-1 yang menunjukkan adanya

gugus OH, ikatan hidgrogen, C-H alkana, ikatan C-O eter, dan alkohol (Yanuar.,

dkk. 2003).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Tahap Delignifikasi

Tabel 4. Hasil Rendamen pada Tahap Delignifikasi

No. Konsentrasi (%) Berat Awal Berat Akhir % Rendamen


1 5 19, 87 gram 19,87 %
2 7,5 12,99 gram 12, 99 %
3 10 100 gram 11,08 gram 11,08 %
4 12,5 16,74 gram 16,74 %
5 15 13,52 gram 13,52 %

2. Penentuan Kadar α-Selulosa

Tabel 5. Hasil Penentuan Kadar Selulosa

Berat
Konsen- Berat Awal Berat H2SO4 Abu Kadar
No. H2SO4 1 N
trasi (%) (berat a) 72% (berat c) (berat d) Selulosa
(berat b)

1 5 0,584 0,387 g 0,262 g 12,5 %


2 7,5 0,712 0,179 g 0,02 g 15,9 %
3 10 1 gram 0,714 0,676 g 0,027 g 64,9 %
4 12,5 0,629 0,630 g 0,023 g 60,7 %
5 15 0,623 0,430 g 0,017 g 41,9 %

3. Pengujian Karakteristik

Tabel 6. Hasil Pengujian Organoleptik

No. Jenis Uji Parameter Hasil Pengamatan


1. Warna Mirip dengan
1 Organoleptik
2. Bentuk avicel komersial

39
40

3. Bau
4. Rasa
1. Air (Praktis tidak larut) (10 mg /10
ml)
2. Etanol 95% (Sangat sukar larut) (10
mg/1 ml)
2 Kelarutan Sesuai dengan
3. NaOH (Sukar larut) (1 mg/1 ml)
parameter uji
4. HCl (Agak sukar larut) (340 mg/1
ml)
5. Eter (Agak sukar larut) (340 mg/1
ml)
3 pH 6-7 (Netral) 7 (Netral)
Daya alir dan 10 g/detik 9,91 g/detik
4
Sudut diam 28-42o 57o
FTIR
Ikatan O-H (3500-3250 cm-1)
(Fourier Sesuai dengan
5 Ikatan C-H (2905-2901 cm-1)
Transform parameter uji
Ikatan β-Glikosida (1000-890 cm-1)
Infrared)

4. Pengujian Organoleptik

Tabel 7. Hasil Pengujian Organoleptik

No. Parameter Hasil Pengamatan


1 Warna Putih Kekuningan
2 Bentuk Serbuk Hablur
3 Bau Tidak berbau
4 Rasa Tidak berasa

B. Pembahasan

Karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar seperti

karbohidrat sederhana (monosakarida) dan karbohidrat kompleks (diskarida dan


41

polisakarida). Karbohidrat sederhana merupakan karbohidrat yang tidak dapat

terhidrolisis menjadi molekul yang lebih sederhana lagi (glukosa dan fruktosa),

sedangkan karbohirdat kompleks merupakan karbohidrat yang terbentuk dari dua

atau lebih monosakarida (selulosa). Selulosa merupakan polisakarida karena

terbentuk dari beberapa ribu molekul glukosa yang berikatan bersama-sam yang

jika dihidrolisis akan terurai menjadi molekul-molekul monosakaridanya

(Riswiyanto. 2009).

Gambar 4. Struktur Selulosa

Selulosa merupakan komponen utama kayu dan serat tanaman yang tidak

dapat larut dalam air dan jika dihidrolisis dalam suasana akan menghasilkan

banyak molekul D-glukosa. Selulosa mempunyai ikatan β pada unit-unit

monosakaridanya, dan merupakan poli β-D-glukopiranosida yang di antara

monomer-monomernya berikatan secara 1-β→4-β-glikosida. Selulosa umumnya

terdiri dari sekitar 300.000 satuan monomer dan mempunyai berat molekul

berkisar 250.000 sampai lebih 1.000.000 g/mol, dengan rumus molekul

(C5H10O5). Di dalam molekul selulosa, monomer-monomernya tersususn secara

linear, sedangkan di antara pita-pita satuan polimernya tersusun secara paralel.

Oleh karena iotu, di antara pita-pita polimer tersebut terdapat banyak jembatan

hidrogen intermolekul dan intramolekuler yang menyebabkan selulosa


42

mempunyai struktur yang masif/kompak dan merupakan struktur dasar sel

tumbuh-tumbuhan (Riswiyanto. 2009).

Pada selulosa monomer D–glukosa terhubung antara satu dengan yang

lainnya secara β–glikosida (Riswiyanto. 2009). Ikatan hidrogen antarmolekul

terbentuk dari polimer selulosa dan rantai agregat glukan yang berbentuk serat.

Dengan demikian, struktur selulosa tersebut memiliki sifat mikrokristalin

(Wastermarck. 2000).

Selulosa merupakan biopolimer alam yang dianggap sebagai salah satu

senyawa organik terpenting yang dapat disintesis dari organisme tingkat rendah

(tumbuhan) hingga pada organisme tingkat tinggi (hewan, biota laut, bakteri dan

jamur). Pada tanaman atau tumbuhan selulosa dapat ditemukan pada kayu, kapas,

tanaman musiman, residu atau limbah pertanian lainnya (Widyaningsih., 2017 dan

Trache., dkk. 2016).

Mikrokristalin selulosa merupakan salah satu bahan tambahan obat yang

paling banyak digunakan dalam dunia farmasi, mikrokristalin selulosa sendiri

diperoleh dari turunan selulosa yaitu α-selulosa (alfa selulosa) murni yang banyak

terdapat pada tanaman berserat maupun berkayu. Isolasi α-selulosa dapat

dilakukan dengan cara melarutkan dalam senyawa alkali (misalnya NaOH)

sehingga terjadi perusakan lignin (delignifikasi) dan proses hidrolisis dengan

larutan asam.

Dalam tahap pembuatan mikrokristalin selulosa dilakukan 2 tahap utama

yakni delignifikasi dan hidrolisis. Dimana pada tahap delignifikasi yang

merupakan tahap utama yang dilakukan untuk memutus ikatan antar selulosa,
43

hemiselulosa dan lignin. Tahap ini disebut juga sebagai tahap untuk

menghilangkan lignin agar bahan baku atau sampel dapat menghasilkan selulosa

yang memadai (Manurung., dkk. 2018).

Penggunaan NaOH sebagai pelarut dalam tahap delignifikasi dapat

merusak struktur lignin yang terdapat pada bagian kristalin dan amorf serta

memisahkan sebagian hemiselulosa (Zely, Feki.D., 2014). Dalam proses

delignifikasi penghilangan lignin sangat penting karena lignin merupakan zat atau

komponen utama penyusun tumbuhan, lignin pada tumbuhan bertindah

membungkus selulosa dan hemiselulosa untuk membentuk dinding sel tanaman

atau tumbuhan, sehingga lignin dikatakan sebagai penghambat utama dalam

proses isolasi selulosa. Rika, Julfana (2012) menyatakan bahwa untuk

mengekstraksi hemiselilosa dapat digunakan pelarut seperti KOH, NH2OH, dan

NaOH. Diantara ketiga pelarut tersebut NaOH merupakan pelarut yang paling

baik untuk digunakan karena dapat menghilangkan lignin dan hemiselulosa secara

bersamaan.

Penggunaan pelarut NaOH menyebabkan ion OH- dari NaOH akan

memutuskan ikatan-ikatan dari struktur dasar lignin sedangkan ion Na+ akan

berikatan dengan lignin membentuk natrium fenolat. Garam fenolat ini bersifat

mudah larut. Lignin yang terlarut ditandai dengan warna hitam pada larutan yang

disebut lindi hitam (blackliquor). Setelah proses perendaman, sampel disaring

untuk membuang lignin yang terlarut dalam larutan tersebut kemudian sampel ini

dicuci menggunakan air untuk membersihkan larutan yang masih menempel pada

sampel. Sampel yang sudah dicuci ini dikeringkan untuk mengurangi kadar air
44

yang terdapat dalam sampel. Hasil yang diperoleh yaitu berkuranganya berat

sampel dan terjadinya perubahan fisik serta berubahnya warna sampel yang

sebelumnya sangat gelap. Hal ini dapat diasumsikan bahwa perubahan tersebut

telah menandakan hilangnya kandungan lignin dari sampel, dimana lignin sendiri

memiliki kandungan gugus kromofor sehingga dapat memberikan warna pada

sampel.

Adapun hasil yang diperoleh pada tahap delignifikasi dengan

menggunakan pelarut NaOH 5%; 7,5%; 10%; 12,5%; dan 15% adalah masing-

masing sebesar hasil 19,87%; 12,99%; 11,08%; 16,74%; dan 13,52%. Dimana

persentase rendamen terbesar yaitu pada konsentrasi NaOH 5% dengan hasil

19,87%.

Sedangkan pada tahap penentuan kadar selulosa sebagai tahap yang

berkaitan dengan penentuan konsentrasi optimum penggunaan NaOH yaitu

diperoleh hasil pada masing-masing konsentrasi 5%; 7,5%; 10%; 12,5%; dan 15%

dimana berat b sebesar 0,584 g; 0,712 g; 0,714 g; 0,629 g; dan 0,623 g sedangkan

berat c sebesar 0,387 g; 0,179 g; 0,676 g; 0,630 g; dan 0,430 g. Hasil dari berat b

diperoleh dari hasil penimbangan konstan residu setelah penambahan 80 ml

H2SO4 1 N dan berat c hasil dari penimbangan konstan residu setelah

penambahan H2SO472%. Hasil dari penimbangan berat abu atau berat d pada

masing-masing konsentrasi 5%; 7,5%; 10%; 12,5%; dan 15% yaitu 0,017 g; 0,02

g; 0,027 g; 0,023 g; dan 0,017 g yang diperoleh setelah pemijaran dalam tanur

pada suhu 600o C selama 3 jam. Dan adapun hasil persentase kadar selulosa untuk

masing-masing konsentrasi 5%; 7,5%; 10%; 12,5%; dan 15% diperoleh hasil
45

12,5%; 15,9%; 64,9%; 60,7%; dan 41,9%. Dimana hasil terbesar diperoleh dari

NaOH konsetrasi 10% dengan jumlah sebesar 64,9% kadar selulosa.

Kadar Selulosa
70
60
50
40
Kadar
30
Selulosa
20
10
0
5% 7,5% 10% 12,5% 15%

Gambar 5. Kurva Penentuan Kadar Selulosa

α-selulosa merupakan selulosa berantai panjang yang tidak dapat larut

dalam NaOH 9,45% dan 17,5% atau dalam larutan basa kuat dengan DP (Derajat

Polimerasi) sekitar 600-15.000 yang dapat digunakan sebagai penduga tingkat

kemurnian selulosa (Sumada., dkk. 2011). Kadar selulosa dapat dihitung dengan

persamaan berikut:

c−d
Kadar α-selulosa = x 100%
a

Keterangan:

a: Bobot sampel (serbuk)

b: Bobot penimbangan residu 1

c: Bobot penimbangan residu 2

d: Bobot abu

Dari hasil penentuan kadar selulosa diperoleh hasil yang paling tinggi

pada konsentrasi 10% yaitu 64,9% yang apabila dibandingkan dengan literatur

sebelumnya dikatakan bahwa α-selulosa merupakan jenis selulosa yang tidak


46

dapat larut pada NaOH 9,45% dan 17,5% dimana konsentrasi 10% lebih

mendekati konsentrasi 9,45%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi

10% merupakan konsentrasi optimum untuk memperoleh α-selulosa dari sampel

limbah bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca L.). Konsentrasi pelarut

optimum dapat berbeda pada setiap sampel, hal ini juga dapat dipengaruhi oleh

suhu, waktu maupun tekanan yang dilakukan dalam proses delignifikasi.

Konsentrasi optimum pelarut dapat disimpulkan bahwa pada tahap tersebut

konsentrasi tertentu dapat memutuskan ikatan hidrogen yang terdapat pada

selulosa dengan lignin dan hemiselulosa.

Penggunaan konsentrasi pada tahap delignifikasi juga mempengaruhi hasil

isolasi α-selulosa. Jika melihat kembali kurva yang dihasilkan, peningkatan

signifikan ditunjukkan pada NaOH konsentrasi 10% sedangkan 2 konsentrasi

dibawahnya yaitu 5% dan 7,5% menghasilkan α-selulosa yang sangat sedikit. Hal

ini dapat terjadi oleh beberapa faktor, diantaraya waktu perendaman, waktu

pemanasan atau pengeringan dan waktu pembilasan. Berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan oleh Permatasari., dkk. 2014 tentang “Pengaruh Konsentrasi

H2SO4 dan NaOH terhadap Delignifikasi Bambu (Gigintochloa apus)” dinyatakan

bahwa konsentrasi NaOH dengan hasil kadar lignin terendah yaitu pada NaOH

konsentrasi 10%. Dimana dalam Nurul, Tazkiya. 2016 tentang “Pengaruh

Konsentrasi NaOH pada Karakterisasi α-selulosa dari Tandan Kosong Sawit

(TKS)” dinyatakan bahwa isolasi α-selulosa terbaik diperoleh dari konsentrasi

dengan kadar lignin terendah. Rendahnya kandungan lignin pada α-selulosa

menandakan tingkat kemurnian α-selulosa yang dihasilkan.


47

Selanjutnya hasil yang diperoleh dari penentuan kadar selulosa dilanjutkan

ke tahap hidrolisis sebagai sampel utama dalam pembuatan mikrokristalin

selulosa. Namun sebelum itu, perlu dilakukan tahap bleaching. Adapun langkah-

langkah yang dilakukan pada tahap ini yaitu sisa serbuk yang ada kemudian di

bleaching dengan menggunakan 2 L pelarut NaOCl (Natrium Hipoklorit) 5%

dengan perbandingan sampel dengan pelarut sebesar 1:1. Dimana pada proses

bleaching serbuk yang diperoleh belum memenuhi standar yang terdapat pada

Farmakope Indonesia Edisi V (2014) karena hasilnya masih berwarna putih

kekuningan sedangkan bila dibandingkan dengan Avicel atau mikrokristalin

selulosa yang beredar memiliki warna putih bersih.

Tahap bleaching banyak dilakukan terhadap sampel yang kecokelatan atau

sedikit gelap. Hal ini menandakan adanya kandungan lignin dalam sampel, meski

telah dilakukan delignifikasi. Namun, pada beberapa jenis sampel masih perlu

adanya tahap bleaching. Bleaching bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin

dalam pulp, tahap ini akan membuat warnna pulp menjadi lebih cerah atau putih

(Widia, Ina., dkk. 2018). Sampel limbah bonggol pisang kepok (Musa

paradisiaca L.) yang telah melalui tahap delignifikasi tetapi masih menunjukkan

warna pulp yang gelap, maka dari itu tahap bleaching perlu dilakukan.

Pada tahap ini, NaCIO yang merupakan bahan pemutih yang banyak

digunakan dalam pemutihan selulosa tidak akan merusak secara dekstruktif

bahkan jika dilakukan dengan pemanasan 100o C selama beberapa jam. Pelarut ini

akan menurunkan pH sampel, setelah itu ion kloritnya akan berubah menjadi asam

klorous (HCIO2). Asam lemah ini tidak akan terdisosiasi dalam larutan asam, akan
48

tetapi saat pH dibawah 6 akan terbentuk CIO2 yang merupakan senyawa korosif.

Senyawa inilah yang bertanggung jawab atas proses pemutihan substrat selulosa

(Rahmidar., dkk. 2018).

Selanjunya yaitu tahap hidrolisis yang merupakan reaksi pemutusan ikatan

dalam molekul dengan menggunakan air. Dalam pembuatan mikrokristalin

selulosa dilakukan hidrolisis dengan asam agar daerah kristalin yang ada pada

selulosa dapat diisolasi untuk memproduksi mikrokristalin selulosa (Wastermarck.

2000). Hidrolisis asam dapat dilakukan dengan beberapa jenis asam organik,

belerang, fosfat, nitrat, dan lain sebagainya (Hernanadez., dkk. 2012).

Pada tahap ini digunakan larutan asam kuat yaitu HCl 2,5 N, dimana pulp

kering berupa α-selulosa dilarutkan ke dalam pelarut HCl 2,5 N dan diperoleh

hasil akhir berat mikrokristalin selulosa sebesar 5,93%.

Sehingga dapat dinyatakan bahwa dari 100 g serbuk sampel limbah

bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca L.) yang diisolasi hanya dapat

menghasilkan 5,93 g mikrokristalin selulosa.

Tahap terakhir yaitu evaluasi atau pengujian serbuk mikrokristalin

selulosa. Adapun evaluasi yang akan dilakukan yaitu uji organoleptik meliputi

pengamatan terhadap warna, bentuk, bau dan rasa. Dimana hasil yang diperoleh

kemudian dibandingkan dengan mikrokristalin selulosa komersial seperti Avicel.

Hasil yang diperoleh pada pengujian ini yaitu warna yang dihasilkan putih

kekuningan, bentuk menyerupai serbuk hablur, tidak berbau dan tidak berasa. Jika

hasil ini dibandingkan dengan literatur yang ada terdapat perbedaan pada warna
49

yang dihasilkan, dimana pada avicel komersial warna yang ditunjukkan yaitu

putih bersih.

Penetapan kadar selulosa, tahap ini dilakukan untuk mengetahui jumlah

kadar selulosa yang ada dalam sampel limbah bonggol pisang kepok. Hasil yang

diperoleh sebesar 64,9% α-selulosa (Musa paradisiaca L.). Pada tahap ini metode

yang digunakan yaitu metode Chesson yang merupakan metode dalam penentuan

kadar selulosa.

Uji kelarutan terhadap beberapa jenis pelarut diantaranya aquadest, eter,

etanol 95%, HCl (asam klorida) 2 N, NaOH (natrium hidroksia) 1 N. Menurut

literatur yang ada (Karim. 2014), mikrokristal yang baik tidak dapat larut dalam

aquadest, eter, etanol 95%, HCl (asam klorida) 2 N dan sukar larut dalam NaOH

(natrium hidroksida) 1 N. Adapun jumlah zat terlarut untuk masing-masing

pelarut uji yaitu 10 mg/10 ml untuk aquadest, 10 mg/1 ml untuk etanol 95%, 1

mg/1 ml untuk NaOH, dan 340 mg/1 ml untuk HCl dan Eter. Sedangkan hasil

pengujian menunjukkan dari kelima jenis pelarut yang digunakan sebagai

parameter tidak terdapat saatupun pelarut yang dapat melarutkan mikrokristalin

selulosa yang telah di buat dari limbah bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca

L.) atau dengan kata lain sesuai dengan parameter uji.

pH yang baik untuk mikrokristalin selulosa menurut Buku Handbooks of

Pharmaceutical Excipients Sixth Edition (Rowe., dkk. 2009) berkisar antara 6-7

atau pH netral dan pH yang dihasilkan pada pengujian menunjukkan angka 7,0

pada pH meter. Adapun pustaka lainnya yaitu menurut British Pharmacopeia


50

2009 menyebutkan bahwa pH untuk mikrokristalin selulosa adalah pH netral (pH

7) sehingga hasil pengujian dinyatakan sesuai dengan literatur yang ada.

Uji daya alir dan sudut diam, menurut literatur (Haque. 2010) menyatakan

bahwa pengujian daya alir dan sudut diam dapat dikatakan cukup baik apabila

dalam 10 gram sampel hanya jatuh atau seluruhnya mengalir pada corong flow

tester selama 1 detik dan (Voight. 1994; Lachman., dkk. 2012) menyatakan bahwa

dalam penentuan sudut diam jika sudutnya ≤ 30o maka laju alirnya baik dan jika

sudutnya ≥ 40o maka laju alirnya kurang baik. Adapun literatur lain yaitu menurut

Fadlil dan Chandra. 2017 menyatakan bahwa mikrokristalin selulosa yang baik

memiliki sudut diam sebesar 28-42o. Sedangkan pada pengujian yang telah

dilakukan terhadap 100 gram mikrokristalin selulosa diperoleh hasil yaitu 9,91

g/detik dengan sudut diam 57o sehingga dapat dikatakan bahwa mikrokristalin

selulosa yang diperoleh memiliki daya alir yang baik namun sudut diam yang

buruk.

Pengamatan pada FTIR (Fourier Transform Infrared) menunjukkan

adanya gugus O-H yang menunjukkan adanya ikatan hidrogen pada spektrum

3448,58 cm-1, β-glikosida pada spektrum 895,90 cm-1. Sedangkan pada spektrum

3448,58 cm-1 dan 2905,53cm-1 yang menunjukkan adanya penurunan ikatan yang

kuat pada O-H dan C-H sehingga mengindikasikan semakin banyaknya daerah

kristalin.

Hasil FTIR avicel diatas menunjukkan adanya gugus O-H yang

menunjukkan adanya ikatan hidrogen pada spektrum 3411.05 cm-1 dan β-

glikosida pada spektrum 896.61 cm-1. Sedangkan pada spektrum 3411 cm-1 dan
51

2900.61 cm-1 yang menunjukkan adanya penurunan ikatan yang kuat pada O-H

dan C-H sehingga mengindikasikan semakin adanya struktur kristal

(Ohwoavworhua., dkk. 2009).

Gambar 6. FTIR Mikrokristalin Selulosa Bonggol Pisang Kepok

Gambar 7. FTIR Avicel komersial

Berdasarkan buku “Analisis Struktur Senyawa Organik secara

Spektroskopi” tahun 2004 oleh Prof. Dr. Dachriyanus, dikatakan bahwa ikatan

hidrogen menyerap pada daerah antara 2853-2962 cm-1 dimana ikatan ini hampir

ada pada semua senyawa organik. Ikatan O-H pada alkohol meyerap pada

bilangan gelombang yang lebih besar dari suatu asam yaitu 3230-3550 cm-1
52

Pada hasil penelitian Sinurat, Hotmaida L. 2018 tentang “Karakterisasi

Selulosa Mikrokristal dari Pelepah Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Kelapa

Sawit” diperoleh hasil spektrum infrared dengan pembanding Avicel komersil PH

102 memiliki pola spektrum yang mirip dengan pita serapan selulosa pada

panjang gelombang 3500-3250 cm-1 yang mengindikasikan adanya ikatan –OH

dari α-selulosa. Pada pita serapan 2905-2901 cm-1 menunjukkan adanya C-H

alifatik yang menguatkan adanya α-selulosa. Kemudian pada pita serapan 1644-

1640 cm-1 menunjukkan adanya interaksi kuat antara selulosa dan air. Pada pita

serapan 1300-1000cm-1 menunjukkan adanya ikatan C-O-C yaitu ikatan

glikosidik. Sedangkan pada pita serapan 1730-1720 cm-1 C=O yaitu aldehid,

ester, dan asam karboksilat yang menandakan tidak adanya hemiselulosa.

Dari beberapa hasil penelitian dan hasil FTIR avicel komersial dapat

dikatakan bahwa hasil penelitian mengandung gugus fungsi yang

mengindikasikan mikrokristalin selulosa. Sedangkan jika dilihat dari penampakan

gambar hasil FTIR antara sampel mikrokristalin selulosa dari limbah bonggol

pisang dengan avicel komersial Nampak mirip satu sama lain.

Allah swt telah menjelaskan dalam firmanNya di Surah Thaahaa (20): 53

yang berbunyi sebagai berikut:

Terjemahnya:
“Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air
hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam” (Kemenag RI. 2007).
53

Redaksi firmanNya: (‫شتَّى‬


َ ‫)أَ ْز َواجًا ِم ْن نَبَات‬ akhrajnά bihίazwajάn min

nabάtin syattά/ maka Kami tumbuhkan dengannya berjenis-jenis tumbuh-

tumbuhan yang bermacam-macam beralih menjadi persona pertama (Kami)

sedang sebelumnya adalah persona ketiga (Dia) dimana di dalam firmanNya:

ْ ‫َم‬
(‫هدًا‬ َ ْ‫ )الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم ْاألَر‬alladzi ja’ala lakum al-ardh mahdan/ Dia yang
‫ض‬

tidak menjadikan bagi kamu bumi sebagai hamparan. Pengalihan bentuk redaksi

tersebut bertujuan mengisyaratkan bahwa penumbuhan aneka tumbuhan dengan

bermacam-macam jenis dan bentuk dan rasanya itu merupakan hal-hal yang

sungguh menakjubkan lagi membuktikan betapa agung Penciptanya.Pengalihan

redaksi itu juga bertujuan mengundang perhatian pendengan dan mitra bicara agar

mengarahkan pandangan dan pikirannya kepada hal-hal yang disebut itu. Gaya

Bahasa semacam ini banyakditemukan dalam al-Qur’an dan dalam kontek uraian

yang sama (Shihab. 2002).

ً ‫ )أَ ْز َوا‬azwάj yang menguraikan aneka tumbuhan dapat dipahami


Kata (‫جا‬

dalam arti jenis-jenis tumbuhan, katakanlah seperti tumbuhan berkeping dua

(dikotil) semacam kacang-kacangan, atau tumbuhan berkeping satu (monokotil)

seperti pisang, nanas, palem dan lain-lain (Shihab. 2002)

Menurut Abdurahman. 2008 dalam bukunya yang berjudul Lubaabut

Tafsir Min Ibni Katsiir: Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7 Terjemahan Abdul Ghoffar dan

Abu Ihsan Al-atsari. Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah swt, telah menjadikan

bagimu bumi sebagai hamparan yang kalian tinggali, berdiri dan tidur diatasnya,

serta menumbuhkan berbagai macam tumbuhan berupa tanam-tanaman dan buah-


54

buahan, ada yang rasanya masam, pahit, manis serta berbagai jenis lainnya dari

hasil tanam-tanaman dan buah-buahan (Abdurrahman. 2008).

Dari penjelasan ayat diatas telah ditegaskan bahwa di muka bumi yang kita

tinggali ini telah diciptakan berbagai macam tumbuhan berupa tanaman dengan

berbagai jenis rasa, salah satunya yaitu tumbuhan dengan rasa yang manis seperti

pisang. Dimana telah ditemui berbagai macam jenis olahan dari pisang dengan

berbagai varietas pula, hal ini menandakan akan meningkatnya jumlah limbah

yang dihasilkan seiring dengan jumlah produktivitasnya. Sehingga diharapkan

pemanfaatan terhadap tumbuhan ini tak hanya dilakukan pada buahnya saja

melainkan dapat juga dilakukan pada bagian limbahnya.

Pemanfaatan limbah pisang sendiri dapat memengaruhi beberapa aspek

dalam kehidupan masyarakat, seperti: mengurangi pencemaran lingkungan dan

meningkatkan produktivitas penangan limbah seperti yang akan kami lakukan

dalam penelitian kami yaitu pemanfaatan limbah bonggol pisang sebagai bahan

baku pembuatan mikrokristalin selulosa. Dimana mikrokristalin selulosa

merupakan salah satu jenis bahan tambahan dalam pembuatan obat seperti jenis

sediaan tablet yang banyak digunakan di dunia, yang sejauh ini masih seringkali

di impor sehingga menambah beban negara.

Dalam sebuah hadist oleh Nabi Muhammad saw tentang pengobatan yang

bersabda:

Artinya :

Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit melainkan Allah menurunkan


obatnya pula (H.R. Bukhari )
55

Ungkapan “setiap penyakit pasti ada obatnya”, artinya bisa bersifat umum,

sehingga termasuk di dalamnya penyakit-penyakit mematikan dan berbagai

penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh para dokter. Allah sendiri telah

menjadikan untuk penyakit tersebut obat-obatan yang dapat menyembuhkannya.

Akan tetapi ilmu tersebut tidak ditampakkan Allah swtuntuk menggapainya.

Karena ilmu pengetahuan yang dimilki oleh manusia hanyalah sebatas yang

diajarkan oleh Allah swt. Oleh sebab itu, kesembuhan terhadap penyakit dikaitkan

oleh rasulullah dengan proses kesesuaian obat dengan penyakit yang diobati.

Karena setiap ciptaan Allah swt.Itu pasti ada penawarnya (Ar-Rumaikhon. 2008).

Hadist diatas juga menjelaskan bahwa sebagai seorang hamba, manusia

hanya dapat berikhtiar, berusaha, berdoa, dan bertawakkal kepada Allah swt

sebaik mungkin agar apa yang hendak diperoleh dapat diwujudkan. Namun tetap

berserah diri dan mengembalikan hasil akhirnya pada Allah swt. Maka dari itu,

pada saat seorang hamba diterpa musibah berupa penyakit.Itu merupakan

penggugur dosa baginya, sedang kita dapat pula menggunakan obat sebagai

penawar atau perantara kita dalam memperoleh kesembuhan terhadap penyakit

tersebut. Adanya suatu penyakit dapat pula di kita syukuri sebagai penanda

nikmatnya kesehatan yang tak luput dari kuasa Allah swt.kesehatan yang tak luput

dari kuasa Allah swt.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Konsentrasi optimal NaOH yang digunakan yaitu pada konsentrasi 10%

dengan hasil sebesar 64,9% α-selulosa yang diperoleh dari 100 gram serbuk

limbah bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca L.).

2. Sedangkan pada hasil karakteristik seperti organoleptic, kelarutan, pH,

daya alir dan sudut diam dan FTIR (Fourier Transform Infrared) dari

mikrokristalin selulosa diperoleh hasil yang memenuhi standar baku sesuai yang

terdapat pada Farmakope Indonesia Edisi V dan Handbooks of Pharmaceutical

Excipients Edisi 6.

B. Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menghindari pencucian

sampel terlalu lamakarena dapat menyaring atau menghilangkan selulosa yang

telah diperoleh dan untuk sampel yang memerlukan perlakuan bleaching

sebaiknya dilakukan dengan waktu yang cukup lama agar memperoleh hasil yang

maksimal. Serta sebaiknya melukukan variasi konsentrasi pada tahap hidrolisis

asam.

56
KEPUSTAKAAN

Abdurrahman, A. b. (2008). Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir: Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 7 Terjemahan Abdul Ghoffar dan Abu Ihsan Al-atsari. Jakarta:
Pustaka Imam Syafi'i.

Adel M. Abeer., dkk. (2011). Characterization of Microcrystalline Cellulose


Prepared from Lignocellulosic Materials. Part II: Physichochemical
Properties. Amsterdam: Elsevier Publisher.

Ambarita, Monica D. Y., dkk. (2015). Identifikasi Karakter Morfologis Pisang


(Musa spp.) di Kabupaten Deli Serdang. Medan: Universitas Sumatra
Utara.

Ar-Rumaikhon. (2008). Fiqih Pengobatan Islam. Solo: Al-Qowam Press.

Arry, Yanuar., dkk. (2003). Preparasi dan Karakterisasi Selulosa Mikrokristal


dari Nata De Coco untuk Bahan Pembantu Pembuatan Tablet. Depok:
Universitas Indonesia .

Baharudin,.Ismanto. A. (2011). Analisis Kadar Pati, Lignin, dan Selulosa pada


Bambu Ampel (Bambusa vulgaris Schrad.) yang Terendam dalam Lumpur.
Bogor: Universitas Nusa Bangsa.

Bandiyah, Sri. (2012). Spektrofotometer IR. Surabaya: Universitas Airlangga


Press.

British Pharmacopoeia.(2009). British Pharmacopoeia.Volume 1 & 2. London:


The British Pharmacopoeia Commission.

Cahyono, B. (2009). Pisang. Yogyakarta: Kanisius.

Dachriyanus. (2004). Anaisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi.


Padang: LPTIK (Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi).

Dalimartha, S. (2007). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta: Puspa


swara.

Dewati, R. (2008). Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Bahan Baku Pembuatan
Etanol. Surabaya: UPN Veteran Jatim.

Dirjen POM. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Depkes RI.

57
58

Ejikeme, P.M. (2008). Investigation of the Physicochemical Properties of


Microcrystalline Cellulose from Agricultural Waste I: Orange Mesocarp.
Nigeria: Journal Science.

Fadlil, A., Chandra. (2017). Sistem Penentuan Sudut Diam Granul Menggunakan
Metode Pengolahan Citra Berbasis Android. Yogyakarta: Universitas
Ahmad Dahlan Publisher.

Gilligan, J. J. (1974)‘‘The Organic Chemicals Industries. Dalam J.L. Pyle.


Chemistry and the Technological Backlash’, in. New Jersey: Prentice-Hall.

Granstrom, Mari. (2009). Cellulose Derivates: Synthesis, Properties and


Applications. Finlandia: University of Helsinki.

Hariani., dkk. (2016). Extraction of Cellulose from Kepok Banana Peel (Musa
paradisiaca L.) for Adsorpsion Procion Dye. Palembang: Universitas
Sriwijaya.

Haque, Mahjabin. (2010).Variation of flow Property of Different Set of Formulas


of Excipients Against Variable Ratio of Different Diluents. Bangladesh :
East West University.

Hernandez., dkk. (2012). Chemical Hydrolysis of the Polysaccharides of the


Tamarind Seed. Michoacan, Mexico: Sociedad Quimica.

Indonesia, B. P. (2015). Statistik Tanaman, Buah-buahan dan Sayuran Tahunan


(Statistic of Annual Fruit and Vegetable Plants) Indonesia. Jakarta: BPS
Statistics Indonesia.

Ismanto, Agus dan Baharuddin, Hardi. (2011). Analisis Kadar Selulosa pada
Bambu Ampel (Bambusa vulgaris Schrd) yang direndam dalam
Lumpur.Bogor: Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan
Hasil Hutan.

Karim, R. (2014). Pengaruh Variasi Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap


Pembuatan Selulosa Mikrokristal dari Tanaman Rami (Boehmeria nivea,
L. Gaud.) Sebagai Eksipien Sediaan Farmasi. Bandung: Jatinangor
(Universitas Padjadjaran).

Kedubes RI. (2011). 78th International Agriculture Fair.Serbia: Kedubes RI


Publish.

Kemenper. (2014). Outlook Komoditi Pisang. Jakarta: Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian.
59

Kemenag RI. (2007). Alqur’an dan Terjemahan. Jakarta: Toha Putra.

Klemm, Dieter., dkk. (1998). Cellulose. Germany: Friedrich Schiller University.

Kuuti, L. (2013). Cellulose, Starch and their Derivatives for Industrial


Applications (Structure-Property Studies). Finlandia: Julkaisija Utgivare
Publisher.

Lachman, L. d. (2012). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: Universitas


Indonenesia Press.

M. K Mohammad Haafiz., dkk. (2013). Isolation and Characterization of


Microcrystalline Cellulose from Oil Palm Biomass Residue. Amsterdam:
Elsevier Publisher.

Manurung, R. d. (2018). Delignification and Hydrolysis Lignocellulosic of


Bagasse in Choline Chloride System. Medan: Universitas Sumatra Utara.

Ohwoavworhua, O Frank., dkk. (2005). ‘‘Processing Pharmaceutical Grade


Microcrystalline Cellulose from Groundnut Husk: Extraction Methods and
Characterization. Nigeria: University of Benin.

Perez., dkk. (2002). Biodegradation and Biological Treatments of Cellulose,


Hemicellulose and Lignin: an Overview. Berlin: Springer Publisher.

Prabawati., d. (2008). Teknologi Pasca Panen dan Teknik Pengolahan Buah


Pisang. Jakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian.

Prasetia., dkk. (2015). Studi Karakteristik Farmasetis Mikrokristalin Selulosa dari


Jerami Padi Varietas Lokal Bali. Bali: Universitas Udayana.

Putra Gusrianto., dkk. (2011). Preparasi dan Karakterisasi Mikrokristalin


Selulosa dari Limbah Serbuk Kayu Penggergajian. Padang: Universitas
Andalas Padang Publisher.

Rahmidar., dkk. (2018). Karakterisasi Metil Selulosa yang Disintesis


dari Kulit Jagung (Zea Mays). Bandung: PendIPA Journal of Science
Education.

Raymon Rowe., dkk. (2009). Handbooks of Pharmaceutical Excipients Sixth


Edition. United Kingdom: Pharmaceutical Press.
60

Rika, J. (2012). Hidrolisis Enzimatik Selulosa Dari Ampas Sagu Menggunakan


Campuran Selulase Dari Trichoderma Reesei Dan Aspergillus Niger.
Jakarta: Universitas Indonesia.

Riswiyanto. (2009). Kimia Organik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Santoso, A. (2011). Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya bagi


Kesehatan. Klaten: Unwidha Klaten.

Saragih, B. (2014). Analisis Mutu Tepung Bonggol Pisang dari berbagai Varietas
dan Umur Panen yang berbeda. Samarinda: Universitas Mulawarman.

Saenah, E (2002). Pengaruh Dosisi Soda terhadap Karakteristik Bubur kertas


Abaca dan Bubur Kenaf Kertasing Sosa- Antaquinon.Skripsi. Jurusan
Kimia. FMIPA.Malang: Universitas Brawijaya.
Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Misbah: Pesan-Kesan dan Keserasian Al-Qur'an.
Jakarta: Lentera Hati Press.

Sinurat, H. L. (2018). Karakterisasi Selulosa Mikrokristal dari Pelepah Kelapa


Sawit dan Tandan Kosong Kelapa Sawit. Medan: Universitas Sumatra
Utara.

Supriyadi., Suyanti. D. (2008). Pisang: Budi Daya, Pengolahan dan Prospek


Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sumada, K., dkk. (2011). Isolation Study Of Efficient α - Cellulose From Waste
Plant Stem Manihot Esculenta Crantz. Surabaya: UPN "Veteran" Jatim.

The Departement of Health. (2009). British Pharmacopoeia. London: The


Pharmaceuticals Press.

Trache, Djalal., et al. (2016). Microcrystalline cellulose: Isolation,


characterization and Biocomposites Application a Review. Amsterdam:
Elsevier Publisher.

Thoorens, Gregory., et al. (2014). Microcrystalline Cellulose, a Direct


Compression Binder in a Quality by Design Environment a review. Belgia:
Elsevier Publisher.

Utomo, M. T.S., Prabakusuma,. A. S. (2009). Formulasi Pembuatan Tablet Hisap


Berbahan Dasar Mikroalga Spirulina Plantesis sebagai Sumber
Antioksidan Alami. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
61

Voight, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Universitas


Gajah Mada.

Westermarck, S. (2000). Use of Mercury Porosimetryand Adsorption in


Characterisation of the Pore Structure of Mannitol and Microcrystalline
Cellulose Powders, Granuls and Tablets. Helsinki: Helsinki University
Press.

Widia, Ina., Wathoni, Nasrul. Review Atikel Selulosa Mikrokristal Selulosa


Mikrokristal: Isolasi, Karakterisasi, dan Aplikasi dalam Bidang Farmasetik.
Bandung: Universitas Padjajaran.

Widjaja, D. S. (2005). Pemanfaatan Tepung Ketela (Amylum Manihot) sebagai


Bahan Pembawa Kempa Langsung Sefiaan Tablet dengan Teknologi
Fluidized Bed. Surabaya: Universitas Airlangga.

Widodo, L., dkk. (2013). Pemisahan Alpha-Selulosa dari Limbah Batang Ubi
Kayu Menggunakan Larutan Natrium Hidroksida. Surabaya: UPN
“Veteran” Jawa Timur.

Widyaningsih, Tri D., dkk. (2017). Pangan Fungsional: Aspek Kesehatan,


Evaluasi dan Regulasi. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Yugatama, A., dkk. (2015). Uji Karakteristik Mikrokristalin Selulosa Nata De


Soya Sebagai Eksipien Tablet. Purwokerto: Farmasains UMP.

Zely, F. D. (2014). Pengaruh Waktu dan Kadar Saccharomyces cerevisiae


terhadap Produksi Etanol dari Serabut Kelapa pada Proses Sakarifikasi
dan Fermentasi Simultan dengan Enzim Selulase. Bengkulu: Universitas
Bengkulu.
Lampiran 1. Skema Kerja

Limbah bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca L.)

Disortasi basah, dicuci, dan dirajang

Penyiapan sampel

Disortasi kering

Sampel kering
Diayak dengan mesh no. 40

Delignifikasi
Dengan pelarut NaOH 5%; 75%;
10%; 12,5%; dan 15%

Kadar α-selulosa

Dengan metode Chesson

Hidrolisis
Dengan pelarut HCl 2,5 N

Mikrokristalin selulosa

Dilakukan uji karakteristik

Uji Uji Kadar Uji Daya Alir dan Uji Uji FTIR (Fourier
Organoleptik Selulosa Sudut Diam Uji pH Kelarutan Transform IR)
Infrared)

62
Lampiran 2. Perhitungan

A. Persentase Rendamen

berat akhir
% Rendamen = x 100 %
berat awal

1. Konsentrasi NaOH 5%
19,87 g
% Rendamen = x 100 %= 19,87 %
100 g

2. Konsetrasi NaOH 7,5%


12,99 g
% Rendamen = x 100 %= 12,99 %
100 g

3. Konsetrasi NaOH 10 %
11,08
% Rendamen = 100 g x 100 %= 11,08 %

4. Konsentrasi NaOH 12,5 %


16,74 g
% Rendamen = x 100 %= 16,74 %
100 g

5. Konsentrasi NaOH 15 %

13,52 g
% Rendamen = x 100 %= 13,52 %
100 g

B. Persentase Kadar α-selulosa

c−d
% Kadar selulosa = x 100 %
a

1. Konsentrasi NaOH 5%
0,387−0,017
% Kadar selulosa = x 100 %= 37 %
1g

2. Konsetrasi NaOH 7,5%


0,179−0,02
% Kadar selulosa = x 100 %= 15,9 %
1g

3. Konsetrasi NaOH 10 %

63
64

0,676−0,027
% Kadar selulosa = x 100 %= 64,9 %
1g

4. Konsentrasi NaOH 12,5 %


0,630−0,023
% Kadar selulosa = x 100 %= 60,7 %
1g

5. Konsentrasi NaOH 15 %
0,436−0,017
% Kadarp selulosa = x 100 %= 41,9 %
1g

C. Perhitungan pelarut

1. Pembuatan larutan H2SO4 1 N dari H2SO4 97%

g x 1000
Normalitas = xa
Mr x V

Ket: g : Berat zat terlarut

Dik: Mr : Massa atom relatif

Dik: V : Volume larutan

Dik: a : Nilai valensi

(97x 1,84) x 1000


Normalitas = xa
98 x 1000

(97x 1,84) x 1000


Normalitas = x2
98 x 1000

178,48 x 1000
Normalitas = x2
9800

356,960
Normalitas = = 36
9800

Maka pengenceran ,

N1. V1 = N2. V2
65

Ket: N1 : Normalitas awal larutan

Dik:V1 : Volume awal larutan

Dik: N2 : Normalitas akhir larutan

Dik:V2 : Volume akhir larutan

N1. V1 = N2. V2

36. V1 = 1. 1000

1000
V1 = = 27,8 ml
36

2. Pengenceran H2SO4 97% menjadi H2SO4 72%

N1. V1 = N2. V2

Ket: N1 : Konsentrasi awal larutan

Dik:V1 : Volume awal larutan

Dik: N2 : Konsentrasi akhir larutan

Dik: V2 : Volume akhir larutan

N1. V1 = N2. V2

97. V1 = 72. 485

34920
V1 = = 360 ml
97

3. Pembuatan larutan HCl 2,5 N dari HCl 37%

g x 1000
Normalitas = xa
Mr x V

Ket: g : Berat zat terlarut


66

Dik: Mr : Massa atom relatif

Dik: V : Volume larutan

Dik: a : Nilai valensi

(37x 1,19) x 1000


Normalitas = xa
36,5 x 100

(37x 1,19) x 1000


Normalitas = x1
36,5 x 100

44,03 x 1000
Normalitas = x1
3650

44030
Normalitas = = 12,06
3650

Maka pengenceran ,

N1. V1 = N2. V2

Ket: N1 : Normalitas awal larutan

V1 : Volume awal larutan

Dik: N2 : Normalitas akhir larutan

Dik:V2 : Volume akhir larutan

N1. V1 = N2. V2

12,06. V1 = 2,5. 1000

2500
V1 = = 207,3 ml
12,06
67

4. Pembuatan larutan HCl 2 N dari HCl 37%

g x 1000
Normalitas = xa
Mr x V

Ket: g : Berat zat terlarut

Dik: Mr : Massa atom relatif

Dik: V : Volume larutan

Dik: a : Nilai valensi

(37x 1,19) x 1000


Normalitas = xa
36,5 x 100

(37x 1,19) x 1000


Normalitas = x1
36,5 x 100

44,03 x 1000
Normalitas = x1
3650

44030
Normalitas = = 12,06
3650

Maka pengenceran ,

N1. V1 = N2. V2

Ket: N1 : Normalitas awal larutan

Dik:V1 : Volume awal larutan

Dik: N2 : Normalitas akhir larutan

Dik:V2 : Volume akhir larutan


68

N1. V1 = N2. V2

12,06. V1 = 2. 500

1000
V1 = = 83 ml
12,06

5. Pembuatan larutan NaOH 1 N dari NaOH 10%

g x 1000
Normalitas = xa
Mr x V

Ket: g : Berat zat terlarut

Dik: Mr : Massa atom relatif

Dik: V : Volume larutan

Dik: a : Nilai valensi

(10 x 1,84) x 1000


Normalitas = xa
40 x 100

(10 x 1,84) x 1000


Normalitas = x1
40 x 100

18,4 x 1000
Normalitas = x1
4000

18400
Normalitas = = 4,6
400

Maka pengenceran ,

N1. V1 = N2. V2

Ket: N1 : Normalitas awal larutan

Dik:V1 : Volume awal larutan


69

Dik: N2 : Normalitas akhir larutan

Dik:V2 : Volume akhir larutan

N1. V1 = N2. V2

4,6. V1 = 1. 138

138
V1 = = 30 ml
4,6
Lampiran 3. Gambar Penelitian

A. Pembuatan Mikrokristalin Selulosa

Gambar 8. Bonggol pisang kepok Gambar 9. Serbuk bonggol pisang


(Musa paradisiaca L.)

Gambar 10. Hasil delignifikasi Gambar 11. Hasil bleaching

Gambar 12. Hasil hidrolisis

B. Pengujian Mikrokristalin Selulosa

Gambar 13. Pengujian Organoleptik (warna, bentuk, bau dan rasa)

70
71

Gambar 17. Pengujian Fourier Transform Infrared atau FTIR

Hasil pengamatan sampel pada fourier transform infrared atau FTIR

Hasil pengamatan Avicel komersial pada fourier transform infrared atau FTIR
72
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Yuri Erika Arifin

yang akrab disapa Yuri, lahir di Makassar tepatnya 20

Juli 1997 serta tumbuh besar di Kota yang sama.

Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari

pasangan Bapak Muh. Arifin dan Ibu St. Suarni.

Penulis memulai jenjang pendidikannya pada

tahun 2002-2008 di Sekolah Dasar Inpres Pagandongan II Makassar, dan 2008-

2011 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 31 Makassar kemudian

melanjutkannya ke tingkat atas pada tahun 2011-2014 di Sekolah Menengah Atas

Negeri 6 Makassar. Semasa sekolah penulis aktif mengikuti kegiatan OSIS dan

Pramuka.

Di tahun yang sama yaitu 2014 penulis langsung melanjutkan

pendidikannya di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar tepatnya di

Jurusan Farmasi yang berada di Fakultas Ilmu Kesehatan yang sekarang menjadi

Fakultas Kedoktern dan Ilmu Kesehatan dan menjadi angkatan yang ke-10

Farmasi di kampus tersebut.

73
74

Anda mungkin juga menyukai