Anda di halaman 1dari 42

ANALISIS KADAR KALSIUM PADA PAKAN TERNAK

AYAM PETELUR di PT. MABAR FEED INDONESIA


MENGGUNAKAN METODE KOMPLEKSOMETRI

KARYA ILMIAH

JENNY YOLANDA E K

162401014

PROGRAM STUDI D3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS KADAR KALSIUM PADA PAKAN TERNAK
AYAM PETELUR di PT. MABAR FEED INDONESIA
MENGGUNAKAN METODE KOMPLEKSOMETRI

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar

Ahli Madya

JENNY YOLANDA E K

162401014

PROGRAM STUDI D3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara


PENGESAEAN TUGAS AXEIB

Jrrdrrl : Analisis Kanar Kalsim Pada Pataa Temak Ayarn


Petelur di PT. Mabil Feed Indonesia Menggunakan
Metode Kompleksometri
Kategori : Karya Ilrniah
Nama : Jenny Yolanda E.K
Nomor Induk Mahasiswa :162401014
Program Studi : Diploma Tiga (D3) Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumaten Utaro

Dis€fi1iuidi
Medan, Juli 2019

Ketua Program Studi D'3 Kimia FMIPA USU Pembimbing

-#'%"r
Dr. MimpinGinting,MS
NIP. 19551013198601 1001

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

ANALISIS KADAR KALSIUM PADA PAKAN TERNAK


AYAM PETELUR di PT. MABAR FEED INDONESIA
MENGGUNAKAN METODE KOMPLEKSOMETRI

LAPORAN TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali
beberapa kutipann dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, Juli 2019

Jenny Yolanda E.K


162401014

ii
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS KADAR KALSIUM PADA PAKAN TERNAK
AYAM PETELUR di PT. MABAR FEED INDONESIA
MENGGUNAKAN METODE KOMPLEKSOMETRI

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian kadar logam kalsium (Ca) pada pakan ternak ayam
petelur dengan menggunakan metode titrasi kompleksometri di laboratorium PT.
Mabar Feed Indonesia. Kadar Ca dapat diukur dengan metode titrasi
kompleksometri menggunakan larutan EDTA dan indikator Murexide pada
pH 12. Dari hasil analisis pada pakan ternak ayam petelur didapat kadar Ca
dengan rata-rata 3,476% yang sesuai dengan kebutuhan ternak dan sesuai dengan
SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu 3,25-4,25%.

iii
Universitas Sumatera Utara
ANALYSIS OF CALCIUM LEVELS IN ANIMAL FEED
LAYING HENS at PT. MABAR FEED INDONESIA
USING COMPLEXOMETRY METHODS

ABSTRACT

The research on calcium (Ca) levels in animal feed laying hens by


using the complexometric titration method in the laboratory of PT.
Mabar Feed Indonesia. The level of Ca can be measured by the
complexometric titration method using EDTA solution and Murexide
indicator at a concentration of pH 12. From the results of analysis on
animal feed laying hens obtained Ca levels with an average of 3.476
according to livestock needs and in accordance with SNI (Indonesian
National Standard) namely 3.25-4.25%.

iv
Universitas Sumatera Utara
PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Kasih
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“ANALISIS KADAR KALSIUM (Ca) PADA PAKAN TERNAK AYAM
PETELUR DENGAN METODE TITRASI KOMPLEKSOMETRI” yang
dilaksanakan berdasarkan pengamatan dan perlakuan selama melaksanakan
Praktek Kerja Lapangan di PT.Mabar Feed Indonesia

Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan pada program studi Diploma-3 kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapat bantuan,


motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah


membimbing dan memberikan arahan selama proses penulisan tugas
akhir ini.
2. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra,S.Si.,M.Si selaku Ketua Depatemen Kimia
FMIPA USU.
3. Bapak Dr. Minto Supeno,MS selaku Ketua Program Studi D-3 Kimia
FMIPA USU.
4. Bapak Hamdan,SH, Ibu Veronika Manullang, Ibu Merti, Kak Yus, Kak
Aan, Bang Rudy selaku tim analisis dilaboratorium analisa PT.Mabar
Feed Indonesia.
5. Orangtua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan,arahan,dan
motivasi.
6. Teman-teman mahasiswa D-3 Kimia stambuk 2016 yang memberikan
semangat kepada penulis.
7. Seluruh adik-adik junior terkasih IMADIKA 2017 dan 2018 yang telah
memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah
ini.
8. Untuk partner praktek kerja lapangan sekaligus sahabat-sahabat penulis
yang terkasih, Tika Putri Sitorus, Widya Panjaitan dan Cintia Ester R.A

v
Universitas Sumatera Utara
Manik yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis
selama melakukan dan menyelesaikan praktek kerja lapangan

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan
dengan segala kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan dari karya ilmiah
ini.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi rekan-
rekan mahasiswa/mahasiswi dan pembaca sekaligus untuk menambah
pengetahuan.

Medan, Juli 2019

Jenny Yolanda E.K

vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN i
PENGESAHAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
PENGHARGAAN v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Hipotesis 2
1.4 Tujuan 3
1.5 Manfaat 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pakan Ayam Petelur 4
2.2 Bahan Baku Pakan Ayam 5
2.3 Kalsium 9
2.3.1 Sumber-Sumber Kalsium 10
2.3.2 Kalsium pada Pakan Ayam Petelur 10
2.4 Titrasi Kompleksometri 12
2.4.1 Teori Titrasi Kompleksometri 12
2.4.2 Penerapan Titrasi Kompleksometri 13
2.4.3 Indikator Metalokromat 15
2.4.4 Larutan Baku EDTA 16
2.4.5Sistem Penyangga yang Dipakai dalam Kompleksometri 16

vii
Universitas Sumatera Utara
2.4.6 Penentuan Kalsium 17
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan 19
3.1.1 Alat 19
3.1.2 Bahan 20
3.2 Prosedur Kerja 20
3.2.1 Analisis Kadar Abu 20
3.2.2 Analisis Kadar Kalsium 20
3.2.3 Pembuatan Reagen 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Percobaan 22
4.2 Perhitungan 23
4.3 Pembahasan 25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 28
5.2 Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 30

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi pada Pakan Ayam Ras Petelur 5

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kalsium pada Pakan Ayam Petelur 22

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur etilendiaminatetra-asetat (EDTA) 13

Gambar 2.2 Struktur Murexide 16

Gambar 4.1 Reaksi Titrasi Kompleksometri 27

x
Universitas Sumatera Utara
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan pakan (feedstuff) atau disebut juga bahan makanan ternak
adalah segala sesuatu yang dapat dimakan hewan atau ternak, dapat dicerna
sebagian atau seluruhnya agar dapat diabsorpsi sebagai zat makanan (gizi/nutrisi)
untuk fungsi hidupnya, bermanfaat bagi pemakannya, dan tidak beracun sehingga
tidak mengganggu kesehatan pemakannya atau bahkan menyebabkan kematian
bagi pemakannya. Berdasarkan asalnya, bahan pakan dapat berasal
dari tumbuhan, hewan, dan ikan. Besar atau kecilnya bagian yang dapat dicerna
dari suatu bahan pakan dijadikan tolak ukur untuk menentukan kualitas bahan
pakan, apakah bahan pakan itu termasuk kategori berkualitas rendah, sedang
atau tinggi (Utomo,2015).
Aspek nutrisi pakan ternak yang baik tidak hanya sekedar ditinjau dari
segi teknis semata, melainkan juga melibatkan, segi ekonomis. Pakan unggas
yang secara teknis semata mempunyai persyaratan, yang membutuhkan biaya
mahal, namun jika tidak sebanding dengan hasil produk ternak unggas
adalah tidak ekonomis. Juga berlaku sebaliknya jika dari segi nutrisi pakan ternak
dapat disusun sangat ekonomis, tetapi tidak dapat memberi imbalan produk ternak
unggas optimal, berarti secara teknis tidak memenuhi persyaratan. Oleh alasan ini
dalam penyusunan pakan ternak unggas yang baik adalah mengusahakan
penyusunan yang dari segi teknis dan ekonomis memenuhi persyaratan
(Murtidjo,1987).
Ayam tipe petelur memiliki karakteristik bersifat nervous atau mudah
terkejut, bentuk tubuh ramping, cuping telinga berwarna putih, dan kerabang telur
berwarna putih. Karakteristik lainnya yaitu produksi telur tinggi, efisien dalam
penggunaan ransum untuk membentuk telur dan tidak memiliki sifat mengeram.

Universitas Sumatera Utara


2

Pada ayam ras petelur periode produksi, kebutuhan energi dalam pakan
sama halnya seperti periode pertumbuhan, tingkat kebutuhan energi sulit
ditentukan secara pasti karena ayam mampu untuk menyesuaikan kebutuhannya.
Namun produksi telur yang maksimal tidak akan tercapai bila taraf energi pakan
kurang dari 2.600 kkal/kg. Pada periode produksi, kebutuhan energi digunakan
untuk laju metabolisme basal, aktivitas, dan disimpan dalam bentuk telur. Laju
metabolisme basal diperkirakan membutuhkan 68 kkal per kg berat badan dan
meningkat 0,75 kali setiap kenaikan berat badan. Aktivitas tubuh membutuhkan
50% dari metabolisme basal, sedangkan sebutir telur yang besar memerlukan
90 kkal (Suprijatna,2005).
Kalsium termasuk kelompok mineral makro yang sangat dibutuhkan ayam
petelur untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan menghasilkan produk (telur)
secara normal. Ayam petelur yang sedang berproduksi sangat membutuhkan
kalsium yang akan digunakannya terutama untuk proses transportasi energi dan
pembentukan kerabang telur (shell) (Kartadisastra,1994).
Pembuatan kulit telur membutuhkan persedian cukup ion-ion kalsium ke
kelenjar kulit telur. Disamping itu membutuhkan adanya ion-ion karbonat dalam
jumlah yang cukup dalam cairan kelenjar kulit telur untuk membentuk kalsium
karbonat kulit telur (Anggoredi,1985).
Dari uraian di atas, maka pada penelitian ini ingin diketahui kadar kalsium
yang terdapat dalam pakan ternak baik itu buatan industri kecil maupun industri
besar yang di jual di pasaran secara titrasi menggunakan metode kompleksometri.

1.2 Permasalahan

1. Berapakah kadar kalsium yang terdapat dalam pakan ternak ayam petelur
dengan metode titrasi kompleksometri ?
2. Apakah kadar kalsium yang terdapat dalam pakan ternak ayam petelur
memenuhi baku mutu yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) ?

1.3 Hipotesis
Pakan ternak pada ayam petelur untuk produk PT. Mabar Feed Indonesia
memenuhi standard persyaratan kualitas pakan ternak yang telah ditetapkan oleh
Standar Nasional indonesia: 8290.5-2016

Universitas Sumatera Utara


3

1.4 Tujuan

1. Untuk mengetahui kadar kalsium yang terdapat dalam pakan ternak ayam
petelur dengan metode titrasi kompleksometri
2. Untuk mengetahui apakah kadar kalsium yang terdapat dalam pakan
ternak ayam petelur memenuhi baku mutu yang ditetapkan Standar
Nasional Indonesia (SNI)

1.5Manfaat

1. Dapat mengetahui kadar kalsium yang terdapat dalam pakan ternak ayam
petelur dengan metode titrasi kompleksometri
2. Dapat mengetahui apakah kadar kalsium yang terdapat dalam pakan ternak
ayam petelur memenuhi baku mutu yang ditetapkan Standar Nasional
Indonesia (SNI)

Universitas Sumatera Utara


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pakan Ayam Petelur


Pakan dalam kegiatan pemeliharaan ayam petelur merupakan unsur
penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan dan suplai energi sehingga
proses metabolisme dapat berjalan dengan baik. Pakan memegang pengaruh yang
besar dalam keberhasilan usaha peternakan ayam petelur, karena hampir 70% dari
total biaya operasional digunakan untuk pakan. Pakan ayam petelur umumnya
merupakan campuran dari berbagai macam bahan pakan yang diformulasikan
dengan batasan tertentu untuk menghasilkan formula pakan yang mengandung
nilai gizi yang sesuai.
Pakan ayam petelur merupakan bahan makanan yang berasal dari
tumbuhan, hewan, atau bahan lainnya yang diberikan kepada ternak.
Pakan tersebut diberikan kepada ternak dalam bentuk ransum. Ransum dibuat dari
beberapa bahan baku makanan dari berbagai sumber, disusun dengan cara-cara
tertentu, kandungan nutrisinya disesuaikan dengan kebutuhan ayam. Kandungan
nutrisi ayam starter misalnya, berbeda dengan kandungan ransum ayam usia
remaja. Demikian pula ransum ayam remaja berbeda dengan ransum ayam pada
usia produksi (Alif,2017).
Jenis pakan yang digunakan selama periode pemanasan sampai umur
6 minggu merupakan pakan starter berbentuk butiran (crumble) atau butiran kecil
(fine crumble). Jumlah konsumsi pakan sekitar 1,15 kg per ekor dengan target
bobot badan sekitar 550 gram. Di lapangan, sehubungan sulitnya pencapaian
konsumsi pakan sesuai dengan standar, maka pada minggu-minggu pertama
(sampai umur 2-3 minggu) diberikan pakan jenis prestarter. Bahkan ada juga yang
menggunakan pakan broiler starter, kumulatif konsumsi sampai 3 minggu sekitar
380 – 400 gram per ekor.

Universitas Sumatera Utara


5

Tabel 2.1 Tabel kandungan nutrisi pada pakan ayam ras petelur

Unsur-unsur Mineral Kandungan Untuk Layer

Kalsium (%) 2,5 - 3,5

Fosfor (%) 0,5 – 0,6

NaCl (%) 0,4

Mangan (%) 70

Yodium (mg) 0,5

(Sudarmono,2003)

2.2 Bahan Baku Pakan Ayam


Bahan baku pakan ayam ras yang biasa digunakan untuk membentuk
ransum, dibedakan dalam berbagai kelompok.
1) Berdasarkan Kegunaan
Menurut kegunaannya bahan baku pakan ayam dibedakan menjadi bahan
pakan sebagai sumber protein, sumber energi, sumber vitamin, sumber
mineral, dan pelengkap.
a. Sumber Protein
Bahan baku pakan sumber protein, minimal mengandung protein kasar
sebesar 18%. Adapun bahan baku pakan yang termasuk dalam kelompok
ini adalah: tepung ikan, kadar proteinnya mencapai 50% - 70%; bungkil
kacang kedelai, 40% - 50%; bungkil kacang tanah, 45% - 55%; dan
bungkil kelapa 20%.
b. Sumber Energi
Bahan baku pakan sumber energi ini mengandung protein kurang dari
18% akan tetapi memberikan energi yang cukup tinggi. Bahan baku pakan
yang termasuk dalam kelompok bahan ini adalah jagung kuning,
dengan energi 3360 kcal/kg; sorghum, 3040 kakg; bungkil kacang kedelai
2850 kcal/kg.

Universitas Sumatera Utara


6

c. Sumber Vitamin
Bahan baku pakan sumber vitamin ini, umumnya memiliki kandungan
protein yang kurang, tetapi memiliki kandungan vitamin yang tinggi
d. Sumber Mineral
Bahan baku sumber mineral ini, memiliki kandungan protein dan energi
yang memang rendah, akan tetapi kadar mineralnya cukup tinggi, terutama
Ca dan P. Bahan baku pakan yang termasuk dalam kelompok ini adalah
tepung tulang, tepung kerang, dan grit.
e. Pelengkap
Ransum ayam ras petelur pada umumnya selalu ditambahkan dengan bahan
baku pelengkap. Bahan baku pelengkap ini dibuat oleh pabrik, dengan
maksud untuk melengkapi unsur-unsur makanan tertentu yang terkandung
di dalam ransum. Bahan baku pakan yang temasuk dalam kelompok ini
adalah: feed supplement vitamin atau multivitamin, feed supplement
mineral, dan lain sebagainya.
2) Berdasar Bentuk Fisik
Berdasarkan bentuk fisiknya, bahan baku pakan ayam dapat dibedakan
menjadi 3 jenis sebagai berikut.
a. Berbentuk Butiran
Bentuk bahan pakan semacam ini pada umumnya sangat disukai ayam.
Bahan baku pakan yang termasuk dalam jenis ini adalah jagung dan
sorghum.
b. Berbentuk Tepung
Bahan baku pakan ayam bertentuk tepung yang biasa digunakan ialah
tepung ikan, tepung tulang, tepung kerang, tepung rese, tepung daun
lamtoro atau turi, tepung susu, dan dedak atau bekatul.
c. Berbentuk Bungkil
Berbagai bahan baku berbentuk bungkil yang biasa digunakan dalam
komposisi ransum pakan ayam ialah: bungkil kacang kedelai, bungkil
kacang tanah, dan bungkil kelapa.

Universitas Sumatera Utara


7

3) Berdasarkan Asalnya
Bahan baku pakan yang biasa digunakan untuk membuat ransum menurut
asalnya dapat dibedakan menjadi 2 macam yakni, bahan baku asal tumbuh-
tumbuhan dengan hasil ikutannya dan bahan baku asal hewan dengan hasil
ikutannya.
a. Bahan baku asal tumbuh-tumbuhan
Bahan baku pakan asal tumbuh-tumbuhan dengan hasil ikutannya yang
biasa digunakan sebagai komposisi dalam membentuk ransum adalah
jagung kuning, bungil kacang kedelai, dedak
a.1 Jagung Kuning
Jagung kuning adalah bahan baku pakan asal tumbuh-tumbuhan
yang paling banyak digunakan sebagai unsur pembentuk ransum
ternak ayam. Jagung merupakan sumber energi yang cukup tinggi,
mencapai 3360 kcal/kg. Akan tetapi kadar protein jagung rendah
hanya sekitar 9% dan miskin asam amino terutama lysine dan
tryptophan. Oleh karena itu, jika penggunaannya berlebihan maka
kandungan asam amino di dalam ransum akan berkurang.
Pemakaian ideal jagung kuning dalam ransum adalah berkisar
30%- 45%.
a.2 Dedak Halus
Dedak halus terdiri atas pecehan kulit gabah dan kulit beras, tetapi
kulit berasnya lebih banyak dari pada dedak kasar. Bahan ini
memiliki kandungan serat sekitar 20%
a.3 Bungkil Kacang Kedelai
Kacang kedelai tidak pernah digunakan sebagai makanan ternak
dalam keadaan mentah, akan tetapi bahan ini baru dapat dipakai
sesudah dimasak terlebih dahulu dengan cara disangrai atau goreng
tanpa minyak. Bungkil kacang kedelai memiliki kandungan nutrisi
yang cukup bagus, terutama protein dan energinya, yang masing-
masing mencapai 40% - 50% dan 2850 kcal/kg. Sementara, serat
kasarnya relatif rendah yakni 6% sedangkan kandungan Ca dan P
cukup tinggi .

Universitas Sumatera Utara


8

a.4 Sorghum
Sebagai bahan baku pakan pembentuk ransum, sorghum lebih
unggul dari pada dedak dan bungkil kelapa. Bahan baku pakan ini
memiliki kandungan protein yang cukup tinggi mencapai 10%,
sedangkan serat kasarnya rendah yaitu 2,20% dan memberikan
energi yang tinggi yaitu 3040 kcal/kg. Pemakaian ideal dalam
ransum adalah 15%.
a.5 Dedak Padi
Dedak padi banyak digunakan sebagai salah satu unsur pembentuk
ransum ternak ayam karena harganya yang relatif murah dan
kandungan nutrisinya yang cukup tinggi, terutama kandungan
protein dan energinya.
a.6 Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa merupakan hasil ikutan dari proses pengolahan
minyak kopra. Bungkil kelapa digunakan sebagai unsur dalam
membentuk ransum ayam karena harganya relatif murah dan
kandungan nutrisinya pun cukup tinggi, terutama protein dan
energinya.
a.7 Bungkil Kacang Tanah
Bungkil kacang tanah merupakan hasil ikutan proses pengolahan
kacang tanah menjadi minyak. Bahan ini digunakan sebagai bahan
penyusun ransum ternak ayam karena protein dan energinya.
b. Bahan baku asal hewan
b.1 Tepung Ikan
Tepung ikan diperoleh dari bahan berupa ikan teri yang terdiri atas
kepala, kerangka, tubuh, dan ekor. Tepung ikan yang berkualitas
baik adalah tepung ikan yang berwarna putih, dengan kandungan
lemak dan garamnya yang rendah, masing-masing 4% dan 6% dan
protein yang tertinggi yakni 60%.

Universitas Sumatera Utara


9

b.2 Tepung Tulang


Tepung tulang diperoleh dengan cara mengumpulkan bahan dari
berbagai macam tulang, terutama tulang sapi, tulang kerbau, dan
tulang kambing. Kemudian, tulang direbus dan dijemur, dan
akhirnya digiling sampai halus.
b.3 Tepung Kerang
Bahan baku pakan berupa tepung kerang diperoleh dengan cara
menggiling kerang dari berbagai ukuran besar dan kecil. Tepung
kerang ini digunakan sebagai unsur campuran di dalam ransum
ayam karena kandungan kalsium dan fospor yang cukup tinggi.
b.4 Tepung Susu
Tepung susu atau susu bubuk adalah merupakan salah satu bahan
pakan sebagai sumber protein hewani, sumber vitamin dan mineral
yang memiliki nilai cerna yang tinggi (Sudarmono,2003.)
2.3 Kalsium
Kalsium merupakan salah satu senyawa alkali tanah yang banyak terdapat
di alam selain magnesium. Kalsium menghasilkan spektrum warna merah bata.
Kalsium sebagai penyusun tulang dan gigi terdapat juga pada batu kapur, pualam
(CaSO4.2H2O). Senyawa kalsium merupakan senyawa yang mudah didapat dan
melimpah di alam dapat digunakan sebagai bahan bangunan, seperti sebagai salah
satu bahan baku pembuatan semen. Selain itu, unsur alkai tanah kalsium, yang
membentuk senyawa Ca(CO)3 murni, dapat digunakan untuk pasta gigi dan kapur
tulis. Senyawa kalsium yang banyak digunakan adalah CaOH2 untuk pengolahan
air limbah, produksi gula, dan menghilangkan kesadahan air. Senyawa lain,
seperti kaporit desinfektan digunakan pada pembuatan gas asetilen (lestari,2004).
Di dalam tubuh manusia terdapat kira-kira 22 gram Ca per kilogram berat
jaringan tubuh bebas lemak dan dari jumlah ini 99% terdapat dalam tulang dan
gigi. Kalsium adalah unsur kelima terbanyak dalam tubuh dan merupakan kation
yang terbanyak. Kalsium ada di dalam tulang bersama-sama dengan pospor
dengan imbangan kira-kira 2:1. Mineral dalam tulang terdiri dari dua senyawa Ca
dan P, yaitu fase amorf atau non-kristalin dan fase kristalin. Kedua fase ini
berbeda secara kimiawi dan fisik, fase amorf adalah suatu hidrat trikalsiumfosfat

Universitas Sumatera Utara


10

sedangkan bentuk kristalnya berbentuk hidroksi apatit, Ca 10(PO4)6(OH)2. Pada


hewan muda dan masih dalan keadaan tumbuh tulangnya lebih banyak
mengandung bentuk-bentuk amori yang dideposisikan pertama-tama dalam
pembentukan tulang sehingga fase ini merupakan bahan pembentuk (precursor)
dari fase kristalin. Tulang dewasa mengandung apatit (Tillman,1991).
2.3.1 Sumber-Sumber Kalsium
Kandungan kalsium sebagian besar bahan makanan berasal tumbuh-
tumbuhan adalah rendah. Jadi tepung ikan, tepung daging, tepung tulang,
pelengkap kalsium fosfat dan kulit merupakan bahan makanan utama yang
menyediakan kebutuhan kalsium bagi ayam.
2.3.2 Kalsium Pada Pakan Ayam Petelur
Ayam petelur membutuhkan cukup kalsium untuk menghasilkan kulit telur
yang kuat yang diperlukan dalam pemasaran. Setiap telur yang besar mengandung
sekitar 2 sampai 2,2 gram kalsium. Penyerapan kalsium seluruh pencernaan ayam
tidak sempurna hanya sekitar 50-60 % kalsium yang dimakan, dapat digunakan
untuk pembentukan telur. Retensi kalsium agak tergantung dari kandungan
kalsium dalam ransum. Oleh karena itu ayam dewasa yang bertelur setiap hari
membutuhkan lebih dari 4 gram kalsium setiap hari guna pembentukan kulit telur
yang tahan pecah secara maksimum. Kebutuhan kalsium sehari-hari dari ayam
berdasarkan laju produksi telur yang berbeda. Meskipun telur pada waktu
dikeluarkan beratnya hanya sekitar 45 gram, dan dengan demikian hanya
mengandung sekitar 1,5 gram kalsium, maka besar telur pada akhir fase I ( sekitar
umur 40 minggu) diharapkan mencapai sekitar 56 gram, yang mengandung sekitar
2 gram kalsium. Bila seorang menyangka bahwa ayam muda selama fase I adalah
60% efisien dalam menggunakan kalsium untuk pembentukan telur, maka ayam
akan membutuhkan 3,3 gram kalsium per hari untuk produksi telur 100%. Setelah
umur 40 minggu besar telur bertambah sedemikian rupa sehingga sebagian besar
telur tersebut mengandung sekitar 2,2 gram kalsium. Karena banyak dari ayam-
ayam tersebut masih tetap bertelur pada laju hampir 100% produksi, maka
tingkatan kalsium bagi ayam setelah umur 40 minggu adalah 3,7%
(Anggorodi,1985).

a. Jumlah kalsium pada pakan petelur ditentukan oleh beberapa faktor yaitu:

Universitas Sumatera Utara


11

1) Kecepatan betelur
Semakin cepat laju bertelur, maka kebutuhan kalsium semakin tinggi.
2) Besar ayam
Ayam yang besar mengkonsumsi lebih banyak pakan oleh karena itu
kalsium dalam pakan harus diturunkan untuk memberikan level kalsium
yang sama yang dikonsumsi oleh ayam yang lebih keci. Level kalsium
dalam pakan harus berdasarkan konsumsi pakan dan produksi telur.
3) Umur ayam
Setelah umur 40 minggu, ayam membutuhkan kalsium lebih banyak.
4) Suhu kandang
Pada suhu tinggi ayam mengkonsumsi pakan lebih sedikit, oleh karena itu
kandungan kalsium harus ditingkatkan dalam pakan (Mulyantini,2014).
b. Gejala jika kekurangan kalsium
1) Pertumbuhan terlambat
2) Konsumsi ransum turun
3) Laju metabolik basal tinggi
4) Kepekaan dan aktivitas menurun
5) Osteoporosis
6) Sikap dan cara bercalan abnormal
7) Peka terhadap pedarahan di dalam
8) Suatu kenaikan dalam jumlah urine
9) Daya hidup berkurang kulit telur tipis dan produksi telur menurun
10) Tetanus
11) Nafsu makan buruk (Anggoredi,1985).
2.4 Titrasi Kompleksometri
2.4.1 Teori Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat yang berdasarkan atas
pembentukan senyawa kompleks yang larut, yang berawal dari reaksi antarion
logam/kation (komponen zat uji) dengan zat pembentukan kompleks sebagai ligan
(fintiker). Eriokrom Black T (EBT) merupakan asam lemah tidak stabil dalam air
karena senyawa organik ini merupakan gugus sulfonat yang mudah terdisosiasi

Universitas Sumatera Utara


12

sempurna dalam air dan mempunyai 2 gugus fenol yang terdisosiasi lambat dalam
air (Khopkar,2002).
Metode kompleksometri merupakan metode yang memiliki prinsip
menggunakan titrasi, dimana mineral atau ion logam dapat membentuk komplek
dengan etilendiaminatetra-asetat (EDTA). Contoh penggunaan metode ini adalah
pada penentuan kalsium (Kusuma,2017).
Reaksi–reaksi keseimbangan pembentukan kompleks banyak digunakan
dalam titrimetri. Cara titrimetri ini didasarkan pada kemampuan ion-ion logam
membentuk senyawa kompleks yang mantap dan dapat larut dalam air. Karena itu
cara ini sering disebut titrasi kompleksomtri. Atas dasar ini sejumlah cara titrasi
untuk menentukan kadar ion-ion logam dalam cuplikan telah dikembangkan oleh
para ahli. Pereaksi yang sering digunakan dalam titrasi kompleksometri, yaitu
asam etilendiaminatetra-asetat (EDTA), tetapi sebelum etilendiaminatetra-asetat
(EDTA) diperkenalkan dalam pemeriksaan kimia cara titrasi yang didasarkan
pada pembentukan kompleks sangat terbatas pemakaiannya. Satu-satunya ligan
yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adalah ion sianida,
CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion
perak dan ion nikel (Rivai,1995).
Kelebihan titrasi kompleksometri adalah etilendiaminatetra-asetat (EDTA)
stabil, mudah larut dan menunjukkan komposisi kimiawi yang tertentu.
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH misal pada
magnesium, krom, kalsium dapat di titrasi pada pH 11. Etilen diamin asetat
(EDTA) sebagai garam natrium sediri merupakan standar primer sehingga tidak
perlu standarisasi lebih lanjut. Kompleks yang mudah larut dalam air ditemukan.
Kesetabilan kompleks logam EDTA dapat diubah mengubah pH dan adanya zat-
zat pengompleks lain. Maka tetapan kestabilan kompleks EDTA akan berbeda
dari nilai yang dicatat pada suatu pH tertentu. Larutan air EDTA akan memiliki
nilai yang berbeda dari nilai yang telah dicatat. Kondisi baru ini dinamakan
tetapan kestabilan nampak atau tetapan kestabilan menurut kondisi ( Sodiq,2005).
Bahan-bahan pengkelat tertentu yang mengandung baik oksigen maupun
nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil
dengan berbagai macam logam. Dari sekian banyak yang palinga banyak adalah

Universitas Sumatera Utara


13

etilenadiaminatetraasetat, terkadang ditulis asam tetraasetat (etilenadinitrilo) dan


sering disingkat dengan EDTA

OH

OH

Gambar 2.1 Struktur etilendiaminatetra-asetat (EDTA)


Istilah kelon dari “chelon” diajukan bertahun-tahun yang lalu untuk kesekuruhan
spesies reagen
2.4.2 Penerapan Titrasi Kompleksometri
Titrasi etilendiaminatetra-asetat (EDTA) telah dilakukan secara sukses
hampir pada semua kation. Titrasi-tirasi ini secara maya telah menggantikan
analisis gravimetrik terdahulu yang membosankan untuk kebanyakan logam
dalam beragam sampel. Ada beberapa prosedur yang diperlukan (Day,2002).
1. Titrasi Langsung
Titrasi langsung merupakan metode yang paling sederhana dan sering
dipakai. Larutan ion yang akan ditetapkan ditambah dengan buffer,
misalnya buffer pH 10 lalu ditambah indikator logam yang sesuai dan
dititrasi langsung dengan larutan baku dinatrium edetat. Untuk mencegah
pengendapan logam hidroksida atau garam basa dengan buffer, dilakukan
dengan penambahan pembentuk kompleks pembantu misalnya tartrat,
sitrat, atau trietanol amin.
2. Titrasi Kembali
Cara ini penting untuk logam yang mengendap dengan hidroksida pada pH
yang dikehendaki untuk titrasi, untuk senyawa yang tidak larut misalnya
sulfat, kalsium oksalat, untuk senyawa yang membentuk kompleks yang
sangat lambat dan ion logam yang membentuk kompleks lebih stabil
dengan natrium edetat daripada dengan indikator. Pada keadaan demikian,
dapat ditambahkan larutan baku dinatrium edetat berlebihan kemudian
larutan ditambah buffer pada pH yang diinginkan, dan kelebihan dinatrium
edetat dititrasi kembali dengan larutan baku ion logam. Titik akhir
ditunjukkan dengan pertolongan indicator logam.

Universitas Sumatera Utara


14

3. Titrasi Substitusi
Cara ini dilakukan bila ion logam tersebut tidak memberikan titik akhir
yang jelas apabila dititrasi secara langsung atau dengan titrasi kembali.
Atau juga jika ion logam tersebut membentuk kompleks dengan dinatrium
edetat lebih stabil daripada logam lain seperti magnesium dan kalsium.
Kalsium, timbal dan raksa dapat ditetapkan dengan cara ini dengan
indicator hitam eriokrom dengan hasil yang memuaskan.
4. Titrasi Tidak Langsung
Cara titrasi tidak langsung (indirect titration) dapat digunakan untuk
menentukan kadar ion-ion seperti anion yang tidak bereaksi dengan
pengkelat. Sebagai contoh barbiturate tidak bereaksi dengan EDTA, akan
tetapi secara kuantitatif dapat diendapkan dengan ion merkuri dalam
keadaan basa sebagai ion kompleks 1:1. Setelah pengendapan kelebihan
Hg(II), kompleks dipindahkan dengan cara penyaringan dan dilarutkan
kembali dalam larutan baku EDTA berlebihan. Larutan baku Zn(II) dapat
digunakan untuk menitrasi kelebihan EDTA ini menggunakan indicator
yang sesuai untuk mendeteksi titik akhir.
5. Titrasi Alkalimetri
Larutan logam yang diendapkan dengan metode ini sebelum titrasi harus
dalam suasana netral terhadap indicator yang digunakan. Penetapan titik
akhir titrasi menggunakan indicator asam-basa atau secara potensiometri.
Dalam Farmakope Indonesia, titirasi kompleksometri digunakan untuk
menentukan kadar : bismuth subkarbonat, kalsium karbonat, kalsium
klorida, dan sediaan injeksinya; kalsium glukonat, kalsium hidrogen
fosfat, kalsium hidroksida dan larutan topical kalsium hidroksida; kalsium
laktat dan sediaan tabletnya; kalsium pantotenat; kalsium sulfat;
magnesium karbonat; magnesium stearat; magnesium sulfat, mangan
sulfat; zink klorida; dan zink sulfat (Rohman,2007).

Universitas Sumatera Utara


15

Kurva titrasi untuk titrasi kompleksometri dapat dibuat dengan kurva


titrasi asam basa. Kurva-kurva semacam ini terdiri dari plot logaritma negatif dari
konsentrasi ion logam pM versus mililite titran. Seperti titrasi asam basa, kurva ini
berguna untuk menilai kelayakan dari sebuah titrasi dan dalam melilih indikator
yang cocok. Contoh berikut ini menunjukkan perhitungan yang digunakan dalam
mendapatkan kurva titrasi untuk Ca2+ yang dititrasi dengan EDTA pada pH 10
(Day,2002).
2.4.3 Indikator Metalokromat
Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang
bertindak juga sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks mempunyai warna
yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut juga
dengan indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah : Eriochrome
Black T, Pyrotechol violet, Xylenol orange, Calmagit, Asam Salisilat, Zincon,
Murexid, PAN (1-2-Piridil Azonaftol), Metafalein,dan Calcein Blue
(Underwood,1990).
Struktur indikator Murexide dapat terlihat pada gambar berikut

H
H
O N N O
C O O C
C C

HN C C NH
C N C
O -
O N H4
+

Gambar 2.2 Struktur Murexide (pH 6,0 – 13,0)


Titrasi substitusu kompleks juga dapat dilakukan, misalnya penambahan
kompleks Mg(EDTA)2 terhadap garam Ca2+, akan diperoleh Ca(EDTA)2 dan
Mg2+ bebas, yang kemudian dapat membentuk kompleks berwarna dengan EBT
yang dititrasi dengan titran EDTA (Khopkar,2002).
2.4.4 Larutan Baku EDTA
Untuk pembuatan larutan baku EDTA digunakan garam natrium dari
EDTA yang susunan molekulnya sering ditulis seperti beriku: Na 2H2L.2H2O
(bobot rumus = 372,16). Berlawanan dengan cara titrasi lainnya, kepekatan
larutan yang dipakai dalam titrasi kompleksometri dinyatakan dalam istilah

Universitas Sumatera Utara


16

kemolaran, karena kompleks logam-EDTA selalu terbentuk dalam perbandingan


1:1. Garam natrium dari EDTA tidak memenuhi persyaratan sebagai baku utama.
Karena itu larutan EDTA tidak dapat langsung dipakai sebagai pentiter, tetapi
harus dibekukan terlebih dulu dengan zat baku utama. Zat baku utama yang lazim
digunakan untuk pembekuan larutan EDTA adalah logam murni atau garam-
garam logam seperti magnesium sulfat (MgSO4) atau seng sulfat (ZnSO4).
(Rivai,1995)
2.4.5 Sistem penyangga yang dipakai dalam kompeksometri
Untuk mengatur dan mencegah terjadinya perubahan pH dalam titrasi
kompleksometri diperlukan pemakaian sistem penyangga. Dalam beberapa hal
penyangga ini mempunyai kerja rangkap, pertama memelihara agar pH tetap dan
kedua mencegah terbentuknya endapan logam hidroksida. Dengan demikian
penyangga itu dapat bertindak sebagai zat pembentuk kompleks tambahan dimana
penyangga amonia mencegah pengendapan seng hidroksida. Beberapa sistem
penyangga yang sering dipakai dalam kompleksometri adalah

pH = 1-2 HNO3 atau HCL 0,1-0,01 M

pH = 4-6 CH3CO- / CH3COOH 0,05 M

pH = 4-6 heksametilentetramina 0,05 m

pH = 8-10 NH4+ / NH3 0,1-0,05 M

pH = 12 NaOH atau KOH 0,01 M

Beberapa ion logam yang membentuk kompleks yang sangat mantap dengan
EDTA dapat dititrasi dalam larutan yang bersifat asam, meskipun ada ion-ion
logam lain yang tidak membentuk kompleks yang mantap dengan EDTA. Titrasi
ini dapat dilakukan lantaran koefisien L(H) mempunyai pengaruh yang persis
sama pada ion logam tak peduli kemantapan kompleksnya. Ion kalsium sangat
baik dititrasi pada pH 12 karena daerah kesetaraannya cukup panjang. Sedangkan
pH 5 karena berkurangnya kemantapan kompleks Ca-EDTA, interaksi indikator
tidak dapat diamati (Rivai,1995).

Universitas Sumatera Utara


17

2.4.6 Penentuan Kalsium

2.4.6 Penentuan Kalsium


Analisa kadar kalsium dapat ditentukan dengan metode titrasi
kompleksometri. Sebagai zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam
titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilen diamina tetra asetat
(Na2+EDTA) (Depkes,1979).
Prinsip dari metode ini adalah bila EDTA ditambahkan kedalam sampel
yang mengandung kalsium, kemudian EDTA akan membentuk kompleks 1:1
yang stabil dengan kalsium yang ada. Penetapan kalsium dengan EDTA dapat
dilakukan pada pH rendah. Persamaan reaksi umum pada titrasi kompleksometri
(Gandjar,2007).
Untuk mendeteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna.
Indikator zat warna yang ditambahkan pada larutan logam pada saat awal sebelum
titrasi akan membentuk kompleks berwarna dengan sejumlah jenis logam. Pada
saat akhir titrasi ( kelebihan sedikit EDTA ) maka kompleks indikator logam akan
pecah menghasilkan warna yang berbeda. Indikator yang digunakan adalah
murexid yang pada titik akhir akan berubah warna dari merah menjadi
ungu.(Gandjar,2007).
Pada awal indikator murexid bereaksi dengan ion kalsium sehingga
larutan berwarna merah muda. Pada titik akhir titrasi denganEDTA, indikator
akan lepas kembali dan larutan menjadi berwarna ungu.

Universitas Sumatera Utara


18

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

Untuk mengetahui kadar kalsium (Ca) yang terdapat pada pakan ternak
maka diperlukan tahap penimbangan, setelah itu pengabuan, setelah itu dilakukan
analisis kadar kalsium
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan antara lain:
 Neraca analitik
 Gelas Erlenmeyer
 Gelas ukur
 Beaker glass 10 ml
 Pipet volume 10 ml
 Spatula
 Bola karet
 Kertas saring whatman No. 41
 Tissue gulung
 Cawan porselen
 Oven 105C
 Tanur600C
 Ladu ukur 500 ml
 Botol aquadest
 Statif
 Klem
 Buret 25 ml
 Desikator
 Gelas Elemeyer 250 ml

Universitas Sumatera Utara


19

3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan antara lain :
 Sampel L-18
 HCl pekat
 Aguadest
 Aguadest panas
 NaOH 4N
 Indikator Murexide
 Larutan standar EDTA 0,0100N

3.2 Prosedur kerja


3.2.1. Analisa kadar abu
Krusibel porselin yang telah bersih dipanaskan didalam oven pada suhu
105 C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 1
jam lalu ditimbang. Dimasukkan sampel ±2 gram setelah itu masukkan
kedalam tanur pada suhu 600 C selama 2 jam sampai sampel berwarna
putih semuanya. Setelah itu masukkan kedalam desikator selama 1 jam,
lalu ditimbang kembali.
3.2.2 Analisa kadar kalsium

Dari sampel penetapan abu, kedalam krusibel tambahkan HCl pekat 5 ml


dan dipanasakan diatas tungku hingga volumenya tinggal 1/3 bagian dan
kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman Pepar No. 41
kedalam labu ukur 500 ml. Kemudian dicuci dengan aquades panas
sampai filtrat terakhir bebas asam dan tambahkan aquades sampai tanda
batas labu. Setelah itu pipet 10 ml larutan dan dimaksukkan kedalam gelas
Erlenmeyer 250 ml, tambahkan aquades 50 ml dan 1,5 ml NaOH 4 N
supaya pH nya menjadi 12 agar dapat bereaksi dengan larutan standar
EDTA. Ditambahkan indikator Murexid 0,05 gram dan dititrasi dengan
larutan standar EDTA 0,0100 N sampai terjadi perubahan warna dari pink
menjadi ungu, lalu dicatat volume titrasi yang terpakai.

Universitas Sumatera Utara


20

3.2.3 Pembuatan Reagen

a) Larutan Standard EDTA


Sebanyak 1,88 gram EDTA dilarutkan didalam labu ukur 1 liter hingga
homogen, lalu diencerkan menjadi 1 liter.
b) Pembuatan ZnSO4 0,01 N
Sebanyak 14,5 gram ZnSO4.7H2O dilarutkan dengan aquadest hingga 1
liter.
c) Pembakuan EDTA
Sebanyak 25 ml ZnSO4 dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 c, lau
tambahkan aquadest 25 ml dan buffer solmiak 2-3 ml. Ditambahkan
indikator EBT 0,05 gram lalu dititrasi denagn larutan EDTA yang ingin
dibakukan sampai terjadi perubahan warna dari pink menjadi biru
d) Indikator Murexid
Timbang 200 mg murexid dan 100 g kristal NaCl dan dicampurkan. Gerus
campuran tersebut hingga mempunyai ukuran 40 mesh sampai dengan 50
mesh lalu simpan dalam botol dan ditutup rapat.

Universitas Sumatera Utara


21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Penetapan kadar kalsium pada pakan ternak dengan metode titrasi


kompleksometri diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.1 kandungan kalsim pada pakan ternak ayam petelur yang
dilakuakan dua kali percobaan pada lima tanggal yang berbeda di
PT.Mabar Feed Indonesia

% Kalsium

NO Tanggal Sampel Kode W ml


N EDTA % Ca
sampel EDTA

1 10-01-2019 L-18 A1 1,943 7,20 0,0100 3,713

2 17-01-2019 L-18 A3 2,174 7,10 0,0100 3,272

3 24-01-2019 L-18 L 2,038 6,85 0,0100 3,367

4 01-02-2019 L-18 C1 1,994 7,15 0,0100 3,592

5 07-02-2019 L-18 A5 2,055 7,05 0,0100 3,437

Rata-rata 3,476

Universitas Sumatera Utara


22

4.2 Perhitungan

1. Tanggal 10-01-2019
olume
erat ampel

2. Tanggal 17-01-2019
olume
erat ampel

3. Tanggal 24-01-2019
olume
erat ampel

Universitas Sumatera Utara


23

4. Tanggal 01-02-2019
olume
erat ampel

5. Tanggal 07-02-2019
olume
erat ampel

Rata-rata % Ca =

= 3,476%

Universitas Sumatera Utara


24

4.3 Pembahasan
Semua bahan makan yang diperlukan bagi ternak dinamakan dengan
pakan yang sumbernya dari pertanian dan perikanan yang juga merupakan sumber
pangan. Kandungan zat-zat gizi/nutrisi yang terdapat pada pakan tidak sama atau
berbeda menurut jenis dan penggunaannya.
Mineral kalsium merupakan unsur nutrisi yang sangat diperlukan dalam
proses fisiologis ternak sehingga hewan dalam kelompok ini merupakan unsur
nutrisi yang jika kekurangan dapat menyebabkan kelainan proses fisiologi yang
disebut defisiensi meneral yang sangat merugikan peternak antara lain
pertumbuhan menjadi terlambat, konsumsi ransum menjadi menurun, laju
metabolik basal tinggi, kepekaan dan aktivitas menurun, osteoporosis, sikap dan
cara berjalan abnormal, peka terhadap pendarahan didalam, suatu kenaikan
didalam jumlah urin, daya hidup berkurang, kulit telur menipis, dan produksi telur
menurun.
Untuk mengawasi masalah itu perlu ada kontrol yang tepat untuk
mengatur kandungan unsur nutrisi yang terdapat pada ternak sesuai dengan
kebutuhan ternak dan sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk
pakan ternak.
Dari hasil analisis kandungan kalsium pada pakan ternak ayam petelur
tersebut telah sesuai dengan kebutuhan ternak dan sesuai dengan SNI (Standar
Nasional Indonesia) untuk ternak dan hasil kandungan mineral kalsium tersebut
dapat disimpulakan jenis pakan yang dianalisa tersebut mempunyai kualitas yang
baik karena telah memenuhi salah satu persyaratan kualitas bahan pakan ternak
yang baik.
Pada analisa Ca digunakan larutan NaOH 4 N, yang bertujuan untuk
membuat pH ≥ menjadi 12 yang bertujuan untuk mengendapkan seluruh Mg yang
dapat bereaksi dengan EDTA, dan indikator yang cocok dengan pH ini adalah
indikator murexide. Besar kadar kalsium yang diperoleh telah sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan oleh SNI 8290.5-2016. SNI kadar kalsium pada
pakan ayam petelur adalah 3,25% - 4,25% sedangakan hasil yang diperoleh dari
sampel L-18 dari tanggal 10/01/2019, 17/01/2019, 24/01/2019, 01/02/2019, dan

Universitas Sumatera Utara


25

07/02/2019 adalah 3,476. Ini menunjukkan bahwa pakan ternak ayam petelur
tersebut telah sesuai dengan ketentuan SNI 8290.5-2016.

Ca2+ + Murexide Ca2+-Murexide (Merah muda)

H H
O N N O
C O O C
C C
Ca2+
HN
C
C
N
C
C
NH +
O O- N H4 +

Indikator Murexide

H H H
O N N O O H
O O N N O
C C C O O
C C C C
C
HN
C
C
N
C
C
NH HN
C
C C NH
+ 2NH4+

N C

O Ca O
Merah Muda
Ca2+-Murexide

Ca2+- Murexide + EDTA Ca2+- EDTA + Murexide (Ungu)


H H H
O N N O H
O O O N N O
C C C O O
C C C C
C
HN C C NH
C HN C C NH
N C C N C

O Ca O

Ca2+- Murexide

Universitas Sumatera Utara


26

O H2 O
HO C C CH 2 C OH
+ HO C H2 C
N CH 2 C H2 N
CH 2 C OH
O O

EDTA

H H
O O O N N O
H2 O O C
HO C C CH 2 C C C C

HO C H2 C
N CH 2 C H2 N
CH 2 C
Ca
+ HN C C NH
O O C N C
O O - NH 4+
2
Ungu
2+
Ca - EDTA Indikator Murexide

Universitas Sumatera Utara


27

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan karya ilmiah yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa
kesimpulan yang tertulis sebagai berikut :
1. Dari hasil analisi kandungan kalsium pada pakan ternak ayam petelur
dengan menggunakan metode titrasi kompleksometri yaitu sebesar 3,476%.
2. Dari hasil analisis kandungan kalsium pada pakan ternak ayam petelur,
dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan SNI (Standarrd Nasional
Indonesia) yaitu 3,25-4,25% jenis layer dan telah sesuai dengan kebutuhan
ternak untuk menghasilkan kualitas yang terbaik.

5.2 Saran
1. Bagi peternak ayam sebaiknya menggunakan pakan ternak yang sesuai
dengan kebutuhan ternak dan telah lulus uji laboratorium kandungan
nutrisinya dan sesuai dengan SNI untuk pakan ternak
2. Diharapkan pada perusahaan yang memproduksi pakan ternak terus
mencari alternatif lain untuk meningkatkan unsur nutrisi pada pakan
khususnya nutrisi mineral kalsium.
3. Bagi perusahaan agar standar kalsium pada pakan ayam petelur dapat
dipertahankan
4. Saat bekerja di dalam laboratorium hendaknya menggunakan peralatan
keselamatan laboratorium untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja.

Universitas Sumatera Utara


28

DAFTRA PUSTAKA

Anggorodi,R.,1985,Ilmu Makanan Ternak Unggas Kemajuan


Mutakhir,Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia ( UI Press)
Day,R.A.,2002,Analisis kimia Kuantitatif,jakarta:penerbit Erlangga
Depkes,RI.,1979,Farmakope Indonesia.Edisi ketiga,Jakarta:Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Gandjar,I.,2007,kimia Farma Analisis,Cetakan II,Yogyakarta:kanisius
Katadisastra,H.R.,1994,Pengelolaan Pakan Ayam Kiat Meningkatkan Keuntungan
dalam Agribisnis Unggas, Yogyakarta:Kanisius
Khopkar,S.M.,2002,Konsep Dasar Kimia Analitik,Jakarta:UI Press
Kusuma,T.S.,20017,Pengawasan Mutu Makanan,Malang:Universitas brawijaya
press
Lestari,s.,2004,Mengurai Susunan Periodik Unsur Kimia,Jakarta:PT Kawasan
Pustaka
Mulyantini,N.,2014,Ilmu Manajemen Ternak Unggas,Yogyakarta:Gajah Mada
University Press
Murtidjo,B.A.,1987,Pedoman Meramu Pakan Unggas, Yogyakarta:Kanisius
Rivai,H.,1995,Asas Pemeriksaan Kimia,Padang:UIP

Rohman.,2007.Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

S,M.Alif.,2017,Kiat Sukses BeternakAyam Petelur,Yogyakarta:Bio Genesis

Sodig,I.M.,2005,Kimia Analitik I,Malang:Universitas Negri Malang


Sudarmono,AS.,2003,Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur,Yogyakarta
:Kanisius
Suprijatna,E.,2005,Ilmu Dasar Ternak Unggas,Depok:Penebar Swadaya
Tillman,A.D.,1991,Ilmu Makanan Ternak Dasar,Yogyakarta:Gajah Mada
University Press
Underwood,A.L.,1990,Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi ke Empat,Jakarta
:Erlangga
Utomo,R.,2015,Konservasi Hijauan Pakan dan Peningkatan Kualitas Bahan Pakan
Berserta Tinggi,Yogyakarta:Gajah Mada University Press

Universitas Sumatera Utara


29

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


30

Lampiran 1. Pakan Ayam Ras Petelur Masa Produksi (Layer) SNI 8290.5-2016
No. Parameter Satuan Persyaratan
1. Kadar Air % Maks. 13,0
2. Protein Kasar % Min. 16,5
3. Asam Amino Total:
- Lisin % Min. 0,80
- Metionin % Min. 0,40
- Metionin + Sistin % Min. 0,67
- Triptofan % Min. 0,18
- Treonin % Min. 0,55
4. Lemak Kasar % Min. 3,0
5. Serat Kasar % Maks. 7,0
6. Abu % Maks. 14,0
7. Kalsium (Ca) % 3,25 – 4,25
8. Fosfor
- Total % Min. 0,45
- Tersedia % Min. 0,55
9. Energi Metabolis Kkal/kg Min. 2700
10. Aflaktosin Total ppb Maks. 50

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai