Anda di halaman 1dari 13

PENETAPAN KADAR Ca DALAM SAMPEL MINUMAN

ISOTONIK SECARA FLAME SPEKTROFOTOMETER


SERAPAN ATOM

Kelompok 4 :

Irhandy Maulana Saputra (1820215)

Irma Siti Marhamah (1820216)

Julieta Maulida (1820217)

Luqman Firmansyah (1820218)

Mangiring Siagian (1820219)

Mochamad Fany Alfarizi (1820220)

Mohammad Rizal Assyfiya (1820221)

Muhammad Arindam (1820222)


1. TUJUAN

Dapat menetapkan kadar Ca yang terkandung dalam sampel minuman


isotonic secara flame spektrofotometer serapan atom.

2. PRINSIP

Partikel-partikel halus berwujud cairan dibakar di burner sehingga ion


logam yang dikandungnya berubah menjadi atom dan tereksitasi setelah dilalui
sumber radiasi lampu katoda. Besarnya pengurangan intensitas radiasi lampu
katoda yang melintasi sampel sebanding dengan konsentrasi logam yang
terkandung dalam sampel tersebut.

3. DASAR TEORI

3.1. Spektrofotometer Serapan Atom

3.1.1. Pengertian Spektrofotometer Serapan Atom

Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang


pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap
oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah
Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara
kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. (SKOOG, et. al. ,
2000)

Sejarah SSA berkaitan erat dengan observasi sinar matahari. Pada tahun
1802 Wollaston menemukan garis hitam pada spektrum cahaya matahari yang
kemudian diselidiki lebih lanjut oleh Fraunhofer pada tahun Brewster
mengemukakan pandangan bahwa garis Fraunhofer ini diakibatkan oleh proses
absorpsi pada atmoser matahari. Prinsip absorpsi ini kemudian mendasari Kirchhoff
dan Bunsen untuk melakukan penelitian yang sistematis mengenai spektrum dari
logam alkali dan alkali tanah. Kemudian Planck mengemukakan hukum kuantum
dari absorpsi dan emisi suatu cahaya. Menurutnya, suatu atom hanya akan
menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu (frekuensi), atau dengan kata
lain ia hanya akan mengambil dan melepas suatu jumlah energi tertentu, (ε = hv =

hcλ ). Kelahiran SSA sendiri pada tahun 1955, ketika publikasi yang
ditulis oleh Walsh dan Alkemade & Milatz muncul. Dalam publikasi ini SSA
direkomendasikan sebagai metode analisis yang dapat diaplikasikan secara umum.
(WELTZ, 1976)

Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu


sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya
tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan
banyaknya atom bebas logam yang berada dalam sel. Hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi diturunkan dari:

1. Hukum Lambert
Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium transparan, maka
intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan
medium yang mengasorbsi.

2. Hukum Beer
Intensitas sinar yang diteruskan berkurang eksponensial dengan bertambahnya
konsentrasi spesi yang menyerap sinar.
Dari kedua hukum tersebut, diperoleh suatu persamaan

It=Io×e-(ε�c) atau A=-logItIo=εbc

dimana: Io = Intensitas sumber sinar,


It = Intensitas sinar yang diteruskan,
ε = Absortivitas molar,
b = Panjang Medium,
c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar,
A = Absorbansi.
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya
berbanding lurus dengan konsentrasi atom. (DAY & UNDERWOOD, 1989)

3.1.2. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom

Alat yang terdapat di dalam spektrofotometer serapan atom terdiri dari


rangkaian beberapa alat sesuai dengan diagram skematik berikut:
Keterangan: 1. Sumber sinar,

2. Pemilah (Chopper),
3. Sumber atomisasi,
4. Monokromator,
5. Detektor,
6. Amplifier,
7. Meter atau rekorder.

Alat yang terdapat di dalam rangkaian instrumentasi spektrofotometer


serapan atom adalah:
a. Sumber sinar
Sumber cahaya yang digunakan dalam AAS ialah lampu katoda berongga
(Hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri dari suatu katoda dan anoda yang
terletak dalam suatu silinder gelas berongga yang terbuat dari kwarsa.
(JAMALUDIN AL. A, 2005).

b.

Pemilah (Chopper)
Dimuka lampu katoda rongga terdapat komponen yang disebut baling
baling (chopper), yang berfungsi mengatur frekuensi radiasi resonansi yang 4
dipancarkan dari lampu, sehingga energi radiasi ini oleh photomultiplier diubah
menjadi energi listrik.

c. Sumber atomisasi
Dalam metode SSA, sebagaimana dalam metode spektrometri atomik yang
lain, contoh harus diubah ke dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini
dikenal dengan istilah atomisasi, pada proses ini contoh diuapkan dan
didekomposisi untuk membentuk atom dalam bentuk uap.
Secara umum pembentukan atom bebas dalam keadaan gas melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a) Pengisatan pelarut. Pada tahap ini, pelarut akan teruapkan dan
meninggalkan residu padat.
b) Penguapan zat padat. Zat padat akan terdisasosiasi menjadi atom-atom
penyusunnya yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar.
c) Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang lebih
tinggi dan akan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut mampu
memancarkan energi.
Terdapat dua tahap utama yang terjadi dalam sel atom pada alat AAS
dengan sistem atomisasi nyala, yaitu nebulisasi untuk menghasilkan suatu
bentuk aerosol yang halus dari larutan contoh, dan disasosiasi analit menjadi
atom-atom bebas dalam keadaan gas.
Berdasarkan sumber panas yang digunakan maka terdapat dua metode
atomisasi yang dapat digunakan dalam spektrometer serapan atom, yaitu:
1) Atomisasi menggunakan nyala, digunakan gas pembakar untuk
memperoleh energi kalor sehingga didapatkan atom bebas dalam
keadaan gas.
2) Atomisasi tanpa nyala, digunakan energi listrik pada atomisasi tungku
grafit.
Untuk AAS dengan sistem atomisasi nyala digunakan campuran gas asetilen
dengan gas N2O serta campuran gas asetilen dengan udara.

d. Monokromator
Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui cahaya
sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.
Monokromator dalam alat AAS akan memisahkan, mengisolasi dan
mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator yang
biasa digunakan ialah monokromator difraksi grating (JAMALUDIN AL. A,
2005).
e. Detektor
Energi yang diteruskan dari sel atom harus diubah dalam bentuk sinyal
listrik kemudian diperkuat dan diukur oleh suatu sistem pemproses data.
Proses pengubahan ini dalam alat AAS dilakukan oleh detektor. Energi yang
diteruskan dari sel atom harus diubah ke dalam bentuk sinyal listrik untuk
kemudian diperkuat dan diukur oleh suatu sistem pemproses data. Proses
pengubahan ini dalam alat SSA dilakukan oleh detektor. Detektor yang biasa
digunakan ialah tabung pengganda foton (photomultiplier tube), terdiri dari
katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang
mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka
elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan
anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga
intensitas elektron yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca
sebagai sinyal listrik. Untuk menambah kinerja alat maka digunakan suatu
mikroprosesor, baik pada instrumen utama maupun pada alat bantu lain seperti
autosampler (JAMALUDIN AL. A, 2005)

f. Amplifier
Berfungsi untuk mengolah kuat arus dari detektor menjadi besaran daya
serap atom transmisi yang selanjutnya diubah menjadi data dalam sistem
pembacaan.

g. Meter atau rekorder


Meter atau rekorder merupakan bagian yang menampilkan suatu angka
atau gambar yang dapat dibaca oleh mata.

3.2. Minuman Isotonik

Minuman Isotonik dikelompokkan kedalam minuman ringan yang tidak


mengandung CO2. Menurut Australian Beverages Council, minuman isotonik atau
biasa disebut minuman elektrolit adalah minuman formulasi yang digunakan untuk
menggantikan cairan, karbohidrat, elektrolit dan mineral secara cepat. Minuman
isotonik harus mengandung natrium tidak kuran dari 10 mmol/L. Selain itu
minuman isotonik juga harus mengandung karbohidrat (dextrosa, fruktosa, sirup
glukosa, maltodextrin, sukrosa) tidak kurang dari 50g/L dan tidak lebih dari
100g/L.
Pada minuman isotonik diizinkan menggunakan mineral natrium (Na),
kalium (K), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Untuk mendapatkan mineral-
mineral tersebut bisa digunakan senyawa natrium klorida, natrium sitrat, kalium
sitrat, kalium phospat, kalium karbonat, kalsium phospat, kalsium sitrat, kalsium
klorida, kalsium laktat, magnesium sulfat dan magnesium laktat. Untuk pelabelan
minuman isotonik harus dicantumkan total dan jenis karbohidrat yang digunakan
serta jumlah penambahan elektrolit dan mineral dalam miligram dan milimol.
Secara umum, proses produksinya adalah gula dilarutkan dalam air yang
kemudian dipanaskan pada suhu pasteurisasi, yang kemudian dijernihkan. Pada
larutan tersebut ditambahkan mineral dan perisa yang kemudian menghasilkan
sirup. Sirup kemudian diencerkan dengan air, dan diisikan ke dalam botol/kaleng
dalam kondisi panas (hot filling, kemudian botol ditutup (capping)).
4. CARA KERJA

4.1. Larutan Standar Induk Ca 100 mg/L

CaCO3 Dilarutka Labu Ditera aqadest


4.2. Metode
0,0250 gStandar Adisi
n HCL 4 Takar 100 dan
N
4.3.
Metode

Ca 10 mg/L

0,0 mg/L 0,4 mg/L 0,6 mg/L 1,0 mg/L

Labu takar 50 mL

+ 2,5 mL La 4%

Tera HCl 0,02 N

Standar Eksternal
4.4. Preparasi Sampel

Pipet 1 mL sampel

Labu Takar 50 mL

+ 2,5 mL La 4%

Tera HCl 0,02 N

Tera HCl 0,02 N


5. DATA PENGAMATAN
a. Metode Standar Eksternal

Konsentrasi (ppm) Absorbansi


0,0 0,0269

0,4 0,1644

0,6 0,2047

1,0 0,3557

Slope 0,3239

Intercept 0,0260
R 0,9976
b. Metode Standar Adisi

Konsentrasi (ppm) Absorbansi


0,0 0,0651
0,2 0,1644
0,4 0,2350
0,6 0,3030
0,8 0,3741
Slope 0,3783
Intercept 0,0770
r 0,9969
1. Pengukuran Sampel

Konsentrasi Ca
Konsentrasi Ca
Ulangan Absorbansi fp dalam Sampel
Terukur (mg/L)
(mg/L)
1 0,4454 200 1,2951 259,02
2 0,4487 200 1,3053 261,06
Rerata 260,04
%RPD 0,76%
6. PERHITUNGAN
1. Pembuatan Larutan Induk Ca 100 mg/L
Kadar CaCO3 = Mr CaCO3Ar Ca x Kadar Ca

= 100 g/mol40 g/mol x 100 mg/L


= 250 mg/L
Bobot CaCO3 = 250 mg/L x 0,1 L
= 25 mg = 0,0250 g

2. Pembuatan Deret Standar


V1 x C1 = V2 x C2

 0 ppm  0,6 ppm


V1 x 10 ppm = 50 mL x 0 ppm V1 x 10 ppm = 50 mL x 0,6 ppm
V1 = 0 mL V1 = 3 mL
 0,2 ppm  0,8 ppm
V1 x 10 ppm = 50 mL x 0,2 ppm V1 x 10 ppm = 50 mL x 0,8 ppm
V1 = 1 mL V1 = 4 mL
 0,4 ppm  1,0 ppm
V1 x 10 ppm = 50 mL x 0,4 ppm V1 x 10 ppm = 50 mL x 1,0 ppm
V1 = 2 mL V1 = 5 mL

3. Berdasarkan Metode Standar Eksternal


 Konsentrasi Ca Terukur (mg/L)

Ulangan 1 = y-ab Ulangan 2 = y-ab


= 0,4454- = 0,4487-

0,02590,3239 0,02590,3239
= 1,2951 mg/L = 1,3053 mg/L

 Konsentrasi Ca dalam sampel (mg/L)

Ulangan 1 = 1,2951 mg/L x 200 Ulangan 2 = 1,3053 mg/L x 200


= 259,02 mg/L = 261,06 mg/L
4. Berdasarkan Metode Standar Adisi
 Konsentrasi Ca Terukur (mg/L)

Cx = ||-ab

= ||-0,07700,3738
= 0,2035 mg/L

 Konsentrasi Ca dalam Sampel (mg/L)

Csx = 0,2035 mg/L x 200


= 40,71 mg/L

7. PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini yaitu penetapan kadar Ca dalam minuman isotonik
menggunakan metode standard dan metode adisi. Penetapan Ca dalam contoh
dengan metode instrument dapat dilakukan secara ermsi flame photometri, atomic
absorpsi spectrophotometrt. Kadar Ca dalam contoh beragam kisaran
konsentrasinya, dari konsentrasi persen sampai mg/L. Dalam hal ini perlu dipilih
metode yang tepat, agar hasil uji yang diperoleh benar sesuai dengan nilai
sebenarnya. Untuk kadar Ca dengan konsentrasi satuan persen (%) dapat
digunakan metode konvensional, sedangkan untuk konsentrasi mg/L (ppm)
digunakan metode instrument. adanya ion fosfat dalam contoh dapat menggangu
pada penetapan Ca secara SSA. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan
unsur lain dalam jumlah berlebihan agar bereaksi dengan komponen pengganggu,
sehingga tidak berpengaruh terhadap penetapan kadar Ca tersebut. Lantan telah
direkomendasikan dan digunakan sebagai releasing agent untuk mengatasi adanya
gangguan fosfat dalam sampel pada penetapan Ca secara SSA. Hal ini karena
lantan bereaksi dengan fosfat, sehingga atomisasi Ca dapat optimum (S. John
Wilson and Peter M. Marquis, 1999). Metoda standar eksternal (Standart
Reference Material / SRM) adalah suatu metoda standar yang digunakan dengan
kadar unsur matriks sarna dengan contoh, sehingga unsur dalam contoh dan
standar mempunyai daya serap sama terhadap intensitas cahaya sumber, maka
pengaruh unsur matriks dapat diabaikan. Sedangkan metoda standar adisi adalah
suatu standar mumi (single elemen) yang digunakan sebagai pembanding melalui
penambahan langsung dalam contoh dengan konsentrasi tertentu.
Berdasarkan percobaan dengan metode standar eksternal, didapatkan
konsentrasi Ca terukur dalam standar sebesar 1,2951 mg/L pada ulangan 1 dan
1,3503 mg/L pada ulangan 2. Sehingga konsentrasi Ca dalam sampel didapatkan
sebesar 259,02 mg/L pada ulangan 1 dan 261,06 mg/L pada ulangan 2. Sedangkan
pada penetapan kadar Ca metode adisi, didapatkan konsentrasi Ca terukur sebesar
0,2035 mg/L dan Konsentrasi Ca dalam sampel sebesar 40,71 mg/L.

8. KESIMPULAN
 Kadar Ca dalam sampel dengan metode adisi sebesar 40,71 mg/L
 Kadar Ca dalam sampel metode eksternal sebesar 259,02 mg/L dan 261,06
mg/L
9. DAFTAR PUSTAKA
 Astuti Juli dan Herawati.2009.Penambahan Lantan Pada Penetapan
Kalsium Secara Spektroskopi Serapan Atom (SSA):Studi
Pendahuluan.WARTA AKAB. No 22
 Djuhariningrum, Tyas.2005. Uji Validasi Unsur Cu Dalam Standar
Referensi Material Menggunakan Metoda Adisi Dengan Spektroskopi
Serapan Atom. Pusat Pengembangan Geologi Nuklir-Batan.
ISBN.978-979-99141-2-5

Anda mungkin juga menyukai