Kelompok 4 :
2. PRINSIP
3. DASAR TEORI
Sejarah SSA berkaitan erat dengan observasi sinar matahari. Pada tahun
1802 Wollaston menemukan garis hitam pada spektrum cahaya matahari yang
kemudian diselidiki lebih lanjut oleh Fraunhofer pada tahun Brewster
mengemukakan pandangan bahwa garis Fraunhofer ini diakibatkan oleh proses
absorpsi pada atmoser matahari. Prinsip absorpsi ini kemudian mendasari Kirchhoff
dan Bunsen untuk melakukan penelitian yang sistematis mengenai spektrum dari
logam alkali dan alkali tanah. Kemudian Planck mengemukakan hukum kuantum
dari absorpsi dan emisi suatu cahaya. Menurutnya, suatu atom hanya akan
menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu (frekuensi), atau dengan kata
lain ia hanya akan mengambil dan melepas suatu jumlah energi tertentu, (ε = hv =
hcλ ). Kelahiran SSA sendiri pada tahun 1955, ketika publikasi yang
ditulis oleh Walsh dan Alkemade & Milatz muncul. Dalam publikasi ini SSA
direkomendasikan sebagai metode analisis yang dapat diaplikasikan secara umum.
(WELTZ, 1976)
1. Hukum Lambert
Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium transparan, maka
intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan
medium yang mengasorbsi.
2. Hukum Beer
Intensitas sinar yang diteruskan berkurang eksponensial dengan bertambahnya
konsentrasi spesi yang menyerap sinar.
Dari kedua hukum tersebut, diperoleh suatu persamaan
2. Pemilah (Chopper),
3. Sumber atomisasi,
4. Monokromator,
5. Detektor,
6. Amplifier,
7. Meter atau rekorder.
b.
Pemilah (Chopper)
Dimuka lampu katoda rongga terdapat komponen yang disebut baling
baling (chopper), yang berfungsi mengatur frekuensi radiasi resonansi yang 4
dipancarkan dari lampu, sehingga energi radiasi ini oleh photomultiplier diubah
menjadi energi listrik.
c. Sumber atomisasi
Dalam metode SSA, sebagaimana dalam metode spektrometri atomik yang
lain, contoh harus diubah ke dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini
dikenal dengan istilah atomisasi, pada proses ini contoh diuapkan dan
didekomposisi untuk membentuk atom dalam bentuk uap.
Secara umum pembentukan atom bebas dalam keadaan gas melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a) Pengisatan pelarut. Pada tahap ini, pelarut akan teruapkan dan
meninggalkan residu padat.
b) Penguapan zat padat. Zat padat akan terdisasosiasi menjadi atom-atom
penyusunnya yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar.
c) Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang lebih
tinggi dan akan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut mampu
memancarkan energi.
Terdapat dua tahap utama yang terjadi dalam sel atom pada alat AAS
dengan sistem atomisasi nyala, yaitu nebulisasi untuk menghasilkan suatu
bentuk aerosol yang halus dari larutan contoh, dan disasosiasi analit menjadi
atom-atom bebas dalam keadaan gas.
Berdasarkan sumber panas yang digunakan maka terdapat dua metode
atomisasi yang dapat digunakan dalam spektrometer serapan atom, yaitu:
1) Atomisasi menggunakan nyala, digunakan gas pembakar untuk
memperoleh energi kalor sehingga didapatkan atom bebas dalam
keadaan gas.
2) Atomisasi tanpa nyala, digunakan energi listrik pada atomisasi tungku
grafit.
Untuk AAS dengan sistem atomisasi nyala digunakan campuran gas asetilen
dengan gas N2O serta campuran gas asetilen dengan udara.
d. Monokromator
Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui cahaya
sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.
Monokromator dalam alat AAS akan memisahkan, mengisolasi dan
mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator yang
biasa digunakan ialah monokromator difraksi grating (JAMALUDIN AL. A,
2005).
e. Detektor
Energi yang diteruskan dari sel atom harus diubah dalam bentuk sinyal
listrik kemudian diperkuat dan diukur oleh suatu sistem pemproses data.
Proses pengubahan ini dalam alat AAS dilakukan oleh detektor. Energi yang
diteruskan dari sel atom harus diubah ke dalam bentuk sinyal listrik untuk
kemudian diperkuat dan diukur oleh suatu sistem pemproses data. Proses
pengubahan ini dalam alat SSA dilakukan oleh detektor. Detektor yang biasa
digunakan ialah tabung pengganda foton (photomultiplier tube), terdiri dari
katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang
mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka
elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan
anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga
intensitas elektron yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca
sebagai sinyal listrik. Untuk menambah kinerja alat maka digunakan suatu
mikroprosesor, baik pada instrumen utama maupun pada alat bantu lain seperti
autosampler (JAMALUDIN AL. A, 2005)
f. Amplifier
Berfungsi untuk mengolah kuat arus dari detektor menjadi besaran daya
serap atom transmisi yang selanjutnya diubah menjadi data dalam sistem
pembacaan.
Ca 10 mg/L
Labu takar 50 mL
+ 2,5 mL La 4%
Standar Eksternal
4.4. Preparasi Sampel
Pipet 1 mL sampel
Labu Takar 50 mL
+ 2,5 mL La 4%
0,4 0,1644
0,6 0,2047
1,0 0,3557
Slope 0,3239
Intercept 0,0260
R 0,9976
b. Metode Standar Adisi
Konsentrasi Ca
Konsentrasi Ca
Ulangan Absorbansi fp dalam Sampel
Terukur (mg/L)
(mg/L)
1 0,4454 200 1,2951 259,02
2 0,4487 200 1,3053 261,06
Rerata 260,04
%RPD 0,76%
6. PERHITUNGAN
1. Pembuatan Larutan Induk Ca 100 mg/L
Kadar CaCO3 = Mr CaCO3Ar Ca x Kadar Ca
0,02590,3239 0,02590,3239
= 1,2951 mg/L = 1,3053 mg/L
Cx = ||-ab
= ||-0,07700,3738
= 0,2035 mg/L
7. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini yaitu penetapan kadar Ca dalam minuman isotonik
menggunakan metode standard dan metode adisi. Penetapan Ca dalam contoh
dengan metode instrument dapat dilakukan secara ermsi flame photometri, atomic
absorpsi spectrophotometrt. Kadar Ca dalam contoh beragam kisaran
konsentrasinya, dari konsentrasi persen sampai mg/L. Dalam hal ini perlu dipilih
metode yang tepat, agar hasil uji yang diperoleh benar sesuai dengan nilai
sebenarnya. Untuk kadar Ca dengan konsentrasi satuan persen (%) dapat
digunakan metode konvensional, sedangkan untuk konsentrasi mg/L (ppm)
digunakan metode instrument. adanya ion fosfat dalam contoh dapat menggangu
pada penetapan Ca secara SSA. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan
unsur lain dalam jumlah berlebihan agar bereaksi dengan komponen pengganggu,
sehingga tidak berpengaruh terhadap penetapan kadar Ca tersebut. Lantan telah
direkomendasikan dan digunakan sebagai releasing agent untuk mengatasi adanya
gangguan fosfat dalam sampel pada penetapan Ca secara SSA. Hal ini karena
lantan bereaksi dengan fosfat, sehingga atomisasi Ca dapat optimum (S. John
Wilson and Peter M. Marquis, 1999). Metoda standar eksternal (Standart
Reference Material / SRM) adalah suatu metoda standar yang digunakan dengan
kadar unsur matriks sarna dengan contoh, sehingga unsur dalam contoh dan
standar mempunyai daya serap sama terhadap intensitas cahaya sumber, maka
pengaruh unsur matriks dapat diabaikan. Sedangkan metoda standar adisi adalah
suatu standar mumi (single elemen) yang digunakan sebagai pembanding melalui
penambahan langsung dalam contoh dengan konsentrasi tertentu.
Berdasarkan percobaan dengan metode standar eksternal, didapatkan
konsentrasi Ca terukur dalam standar sebesar 1,2951 mg/L pada ulangan 1 dan
1,3503 mg/L pada ulangan 2. Sehingga konsentrasi Ca dalam sampel didapatkan
sebesar 259,02 mg/L pada ulangan 1 dan 261,06 mg/L pada ulangan 2. Sedangkan
pada penetapan kadar Ca metode adisi, didapatkan konsentrasi Ca terukur sebesar
0,2035 mg/L dan Konsentrasi Ca dalam sampel sebesar 40,71 mg/L.
8. KESIMPULAN
Kadar Ca dalam sampel dengan metode adisi sebesar 40,71 mg/L
Kadar Ca dalam sampel metode eksternal sebesar 259,02 mg/L dan 261,06
mg/L
9. DAFTAR PUSTAKA
Astuti Juli dan Herawati.2009.Penambahan Lantan Pada Penetapan
Kalsium Secara Spektroskopi Serapan Atom (SSA):Studi
Pendahuluan.WARTA AKAB. No 22
Djuhariningrum, Tyas.2005. Uji Validasi Unsur Cu Dalam Standar
Referensi Material Menggunakan Metoda Adisi Dengan Spektroskopi
Serapan Atom. Pusat Pengembangan Geologi Nuklir-Batan.
ISBN.978-979-99141-2-5