Anda di halaman 1dari 19

Laboratorium Spektrofotometri Atomik

Semester IV 2020/2021

LAPORAN PRAKTIKUM

PENENTUAN KADAR Pb SUSU KENTAL MANIS DENGAN

METODE SPEKTOFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Pembimbing : M. Yasser, S.Si., M.Si.


Kelompok : I (satu)
Tgl.Praktikum : 14 Juni 2021

Nama : Muhammad Nursam


NIM : 33219010
Kelas : 2 D3 Analisis Kimia

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2021
PENENTUAN KADAR Pb PADA SAMPEL SUSU KENTAL MANIS

DENGAN METODE ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY


(AAS)

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah melakukan praktikum ini, maka diharapkan dapat :
1. Menggunakan alat spektrofotometer serapan atom;
2. Menganalisis cuplikan secara spektrofotometer.

II. PERINCIAN KERJA


1. Melakukan preparasi sampel gorengan dengan destruksi basah;
2. Membuat larutan standar Pb(NO3)2 dengan interval ppm yang
berbeda.
3. Menganalisis cuplikan secara spektrofotonetri.

III. ALAT YANG DIGUNAKAN

No. Nama Alat Spesifikasi Jumlah

1 Gelas kimia ( 100 + 50 ) ml ( 1 + 1 ) buah


2 Corong kaca - 1 buah
3 Batang pengaduk - 1 buah
4 Pipet ukur ( 10 + 5 ) ml ( 1 + 1 ) buah
5 Bola Hisap - 1 buah
6 Buret 25 ml 1 buah
7 Hot plate - 1 buah
8 Lemari asam - 1 buah
Spektrofotometer
9 - 1 buah
serapan atom (AAS)
10 Labu ukur 50 ml 6 buah
11 Labu ukur 100 ml 1 buah

IV. BAHAN YANG DIGUNAKAN

Jumlah
No. Nama Bahan
(konsentrasi atau gram)
1 Serbuk Pb(NO3)2 0.016 gram
2 Larutan HNO3 pekat 98%
3 Sampel Susu Kental Manis 5 gram
4 Aquabides ±1000 ml

V. DASAR TEORI
Penelitian terhadap gorengan yang disajikan dipinggir jalan diduga
mengandung timbal (Pb). Timbal (Pb) berasal dari polutan diudara
(Triwitarsih, 2010). Ini diperkirakan berasal dari asap kendaraan bermotor
(Mukono, 2006). Salah satu makanan yang tercemar logam timbal (Pb)
adalah gorengan. Gorengan yang disajikan di pinggir jalan ramai biasanya
tidak ditempatkan dalam wadah tertutup. Sehingga debu, asap kendaraan
dan kotoran menempel dimakanan berminyak dan masuk ke dalam tubuh
(Rikhal dan Syahdam, 2011). Menurut Yuliarti (2007), makanan gorengan
yang dibungkus rapat dan dijual di tempat yang tidak banyak dilewati
kendaraan bermotor, akan lebih aman dikonsumsi.
Salah satu polutan diudara akibat polusi adalah timbal (Pb). Logam
timbal (Pb) mendapat perhatian khusus karena sifatnya beracun terhadap
manusia. Timbal (Pb) masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan,
minuman, udara, air, serta debu tercemar timbal (Pb). Batas kandungan
logam timbal (Pb) yang direkomendasikan untuk konsumsi menurut Badan
Pengawas Obat dan Makananan (BPOM) adalah 2ppm.
Berbagai produk seperti susu bubuk, susu kental manis, sarden,
biskuit, sayur, maupun buah kini telah banyak yang dikemas menggunakan
metode pengemasan kaleng. Ketika memilih makanan kemasan kaleng
sebaiknya memperhatikan sifat korosif kaleng, sifat keasaman makanan,
kekuatan kaleng dan ukuran kaleng karena makanan yang mengandung
protein dan dikemas menggunakan kaleng tidak boleh dipanaskan sampai
merusak zat gizi yang terdapat di dalamnya, jika zat gizi rusak, maka
makanan tersebut sudah tidak lagi berfungsi secara optimal bagi
kesehatan. Selain komposisi dan masa kedaluwarsa, bentuk kalengpun
harus diperhatikan. Hasil penelitian The National Food Processors
Association menyatakan bahwa adanya kontaminasi logam seperti timbal
dan kadmium di dalam produk makanan atau minuman yang dikemas
menggunakan kaleng (Inayati, 2003).
Beberapa logam yang biasa ditemukan dalam makanan kaleng
adalah kadmium, timbal, timah dan besi, logam-logam tersebut dapat
ditemukan dalam jumlah yang berbeda. Disamping itu Fe dan Sn yang
mempunyai nilai potensial reduksi sebesar Fe = -0,44V dan Sn = -0,14V
menyebabkan sangat mudah teroksidasi terhadap makanan, sedangkan
untuk kemasan plastik juga ditemukan Sn, hal ini kemungkinan dapat terjadi
karena sampel sudah terkontaminan selama proses pengolahan dan
pengemasan. Berdasarkan uraian di atas, maka penting untuk mengetahui
jumlah kandungan logam besi (Fe) dan timah (Sn) dalam produk susu
kental manis kemasan kaleng dan plastik yang beredar di pasaran,
pengaruh lama waktu penyimpanan terhadap konsentrasi logam serta
kadar logam dalam sampel bila dibandingkan dengan persyaratan yang
ditetapkan oleh SK. Dirjen BPOM No.HK.00.06.1.52.4011 Standar
Nasional Indonesia (SNI) 7387:2009 tentang batas maksimum cemaran
logam berat dalam pangan.

Spektrofotometri serapan atom (AAS)


Spektrofotometer serapan atom merupakan salah satu metode analisis
yang dapat digunakan untuk menentukan unsur-unsur di dalam suatu
bahan dengan kepekaan, ketelitian serta selektivitas tinggi. Pada
perkembangan terakhir, cara analisis spektrofotometri serapan atom selain
atomisasi dengan nyala (AAFS = Atomic Absorption Flame
Spectrophotometry), dapat juga dilakukan atomisasi tanpa nyala yaitu
dengan penguapan, misalnya pada analisa Hg. Proses atomisasi dengan
energy listrik pada batang karbon dapat mengurangi gangguan spekrum
nyala dan besarnya suhu dapat diatur dengan mudah dengan mengatur
arus listrik yang digunakan. Spektrofotometri serapan atom adalah suatu
metode analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energy radiasi
oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state).
Penyerapan energy tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron pada
tingkat energy yang lebih tinggi (excited state). Pengukuran intensitas
radiasi yang diberikan sebanding dengan jumlah atom atom pada tingkat
energi dasar yang menyerap energy radiasi tersebut. Dengan mengukur
intensitas radiasi yang diserap (absorbansi), maka konsentrasi unsur dalam
cuplikan dapat ditentukan (Endang Widiastuti dkk.,1996 : 51).
Metode analisis ini sangat selektif karena frekuensi radiasi yang
diserap adalah karakteristik untuk setiap unsur. Radiasi yang diserap ini
adalah radiasi resonansi, yaitu radiasi yang berasal dari de-eksitasi atom
dari tingkat energy eksitasi ke tingkat energy dasar. Dalam spektrofotometri
serapan atom, lampu katoda berongga (Hollow cathode lamp) digunakan
sebagai sumber radiasi resonansi yang diberikan. Lampu ini sesuai unsur
yang akan dianalisis. Radiasi resonansi ini mempunyai panjang gelombang
atau frekuensi yang karakteristik untuk setiap unsur (Endang Widiastuti
dkk.,1996 : 52).
Bila seberkas sinar radiasi dengan intensitas I 0 dilewatkan melalui
medium yang panjangnya b dan mengandung atom-atom pada tingkat
energi dasar dengan konsentrasi c, maka radiasi akan diserap sebagian
dan intensitas radiasi akan berkurang menjadi I, sehingga berlaku
persamaan :

I = I0 e-kbc ………………………………………………...…… (1)


Atau
Log I0/I = a.b.c
A = a.b.c …………………………………....………….. (2)
Dengan,
a = k/2,303 = koefisien serapan (serapan molar)

A = Log I0/I = absorbansi

k = konstanta pembanding

I0/I = transmitansi (T)

Persamaan 2 dikenal dengan hokum Lambert-Beer, yang digunakan


sebagai dasar analisis kuantitatif dalam spektrofotometri serapan atom
(SSA). Dari persamaan tersebut di atas menunjukkan bahwa absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi atom pada tingkat energi dasar dalam
nyala (atau dalam sel absorpsi). Besarnya konsentrasi atom-atom ini
sebanding dengan konsentrasi unsur di dalam cuplikan, sehingga dengan
membuat kurva absorbansi terhadap konsentrasi unsur di dalam larutan
standar akan diperoleh kurva garis lurus, dan kurva ini disebut sebagai
kurva kalibrasi standar(Endang Widiastuti dkk.,1996 : 53).
Dengan menginterpolarisasikan absorbansi larutan cuplikan pada
kurva kalibrasi, maka konsentrasi unsur dalam cuplikan dapat ditentukan.
Pada spektrofotometer serapan atom, cuplikan disediakan dalam bentuk
larutan dan atomisasi dilakukan dengan memasukkan larutan cuplikan ke
dalam nyala gas bakar. Besarnya suhu nyala yang diperlukan untuk
atomisasi setiap unsur tidak sama. Campuran gas bahan bakar
(combustible gas) dan gas oksidan (support gas) beserta suhu dan unsu-
unsur yang dapat diatomisasikan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Daftar unsur dengan panjang gelombang dan bahan bakar dan
oksidan.

Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah propana, butana, hidrogen


dan asetilen sedangkan oksidatomya adalah udara, oksigen, N2O. Tabel di
bawah ini memberikan temperatur nyala sebagai fungsi pembakar dan
oksidator yang digunakan (Cholid Djunaidi, 2018).
Tabel 2. Daftar bahan bakar dan oksidan dan temperatur nyala yang
dihasilkan.

Logam-logam yang mudah diuapkan seperti Ca, Pb, Zn, Cd umumnya


ditentukan pada suhu rendah sedangkan untuk unsur-unsur yang tidak
mudah diatomisasi diperlukan suhu tinggi. Suhu tinggi dapat dicapai
dengan menggunakan suatu oksidator bersama dengan gas pembawa,
contohnya, atomisasi unsur seperti Al, Ti, Be jarang perlu menggunakan
nyala oksiasetilena atau nyala nitrogen oksida asetilena,sedangkan untuk
atomisasi unsur alkali yang membentuk refraktori harus menggunakan
campuran asetilena- udara (Cholid Djunaidi, 2018).

Susunan alat spektrofotometri serapan atom dapat dilihat pada gambar di


bawah ini. Bagian-bagian yang penting adalah sumber resonansi, atomizer,
monokromator, dan detector.
(sumber : https://gusnil45mind.wordpress.com/2010/12/07/atomic-absorption-
spektroscopy-aas)

Gambar 1. Susunan alat spektrofotometer serapan atom

Sumber radiasi dan resonansi


Sebagai sumber radiasi resonansi digunakan lampu katoda berongga
(hollow cathode lamp) yang mengeluarkan radiasi resonansi dari unsur
yang dianalisis. Biasanya, elektroda terdiri atas wolfram dan katoda rongga
dilapisi dengan unsur yang murni atau campuran unsur yang akan dianalisi.
Tabung lampu dan jendela terbuat silica atau kuarsa, diisi dengan gas
pengisiyang dapat menghasilkan proses ionisasi. Gas-gas pengisi yang
biasa digunakan adalah Ne, Ar, dan He. Pemancaran radiasi resonansi
terjadi bila kedua elektroda diberi tegangan, dan arus listrik yang terjadi
menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion gas yang bermuatan positif
menembaki atom-atom yang tereksitasi ini tidak stabil dan kembali ke
tingkat energy dasar dengan melepaskan energy eksitasinya dalam bentuk
radiasi. Radiasi ini yang dilewatkan melalui populasi atom yang berada di
dalam nyala (Endang Widiastuti dkk.,1996 : 56).
Atomizer
Atomizer terdiri atas Nebulizer (sistem pengabut), spray chamber dan
burner (system pembakar) :
• Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir
kabut dengan ukuran partikel 15 – 20 µm) dengan cara menarik larutan
melalui kapiler (akibat efek dari aliran udara) dengan pengisapan gas
bahan bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-
partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas
bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar
dialirkan melalui saluran pembuangan.
• Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen
antara gas oksidan, bahan bakar dan aerosol yang mengandung contoh
sebelum memasuki burner.
• Burner merupakan sistem tepat terjadi atomisasi yaitu pengubahan
kabut/uap garam unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal
dalam nyala.

Monokromator dan detector


Salah satu radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi
atom di dalam nyala, energy radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi
diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lain.
Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator
yang terdiri dari sistem optik, yaitu cermin dan grating. Intensitas radiasi
yang diteruskan ini kemudian diubah menjadi energi listrik oleh
photomultiplier dan selanjutnya diukur dengan detector dan dicatat oleh alat
pencatat yang biasa berupa rekorder, printer atau pengamatan angka
(Endang Widiastuti dkk.,1996 : 57).
VI. PROSEDUR KERJA
A. Pembuatan larutan standar FeSO4.7H2O
B. Preparasi sampel dengan destruksi basah
VII. DATA PENGAMATAN

No. Larutan Konsentrasi (ppm) Absorbansi

1 Blanko 0 0
2 Standar 1 2 0.1178
3 Standar 2 4 0.2446
4 Standar 3 6 0.3433
5 Standar 4 8 0.4256
6 Sampel 0.0212 ?

VIII. PERHITUNGAN
Pembuatan larutan standar Pb(NO3)2

A. Berat Pb(NO3)2
= mg/L Pb(NO3)2 x L Pb(NO3)2
= 100 mg/L x 0.1 L
= 10 mg
Mr Pb(NO3 )2
gram Pb(NO3)2 = 10 mg x x 1/1000
Ar Pb

331.2 g/mol
= 10mg x x 1/1000
207 g/mol

= 0.016 gram

B. Volume pengenceran :
 Larutan standar 2 ppm Pb(NO3)2
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 2 ppm x 50 ml
V1 = 1 ml
 Larutan standar 4 ppm Pb(NO3)2
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 4 ppm x 50 ml
V1 = 2 ml

 Larutan standar 6 ppm Pb(NO3)2


M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 6 ppm x 50 ml
V1 = 3 ml

 Larutan standar 8 ppm Pb(NO3)2 = 10 ml


M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 8 ppm x 50 ml
V1 = 4 ml

Kurva kalibrasi standar Pb(NO3)2

KURVA KALIBRASI STANDAR Pb(NO3)2


0.5
0.45
0.4
0.35 y = 0.0538x + 0.0109
ABSORBANSI

0.3 R² = 0.9931
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
KONSENTRASI (PPM)
Menghitung nilai absorbansi sampel berdasarkan kurva standar :

(y = absorbansi dan x = konsentrasi (ppm))

Diketahui nilai x dari sampel berdasarkan hasil AAS = 0.032 ppm


sehingga dapat disubstitusikan ke persamaan di bawah:

y = 0.0538x + 0.0109

y = 0.0538 (-0.0212) + 0.0109

y = 0.009759

Jadi, diperoleh nilai absorbansi sampel SKM, yaitu 0.009759.

Menghitung konsentrasi Pb dengan rumus :

Kadar Pb = ABS x (gram/ml) sampel

= 0.009759 x (5 g / 50 ml)

= 0.0009759 g/ml

IX. PEMBAHASAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, yaitu penentuan kadar Fe


dalam suatu sampel susu kental manis kemasan sachet dengan
menggunakan metode AAS. Ada beberapa langkah-langkah yang
dilakukan, yaitu:

Langkah awal yang dilakukan yaitu membuat larutan induk Pb(NO3)2 100
ppm dengan menimbang sebanyak 0.016 gram untuk pembuatan larutan
standar dilakukan dengan cara mengencerkan larutan induk dengan
menggunakan labu takar dengan 5 varian konsentrasi yaitu (0; 2; 4; 6; 8)
ppm. Tujuan dari pembuatan larutan standar ini untuk mendapatkan
perbandingan antara nilai absorbansi dan konsentrasi tiap larutan standar
sehingga dengan menginterpolarisasikan absorbansi larutan cuplikan pada
kurva kalibrasi, maka konsentrasi unsur dalam cuplikan dapat ditentukan.
Adapun pelarut yang digunakan yaitu pelarut air (aquabides ph 2 ). Air
digunakan sebagai pelarut karena tidak mengganggu nyala gas asetilen
sebagai gas pembakar.
Langkah kedua yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu melakukan
preparasi sampel. Agar sampel dapat dianalisa dengan AAS, sampel harus
berupa larutan yang jernih dan homogen. Karena sampel sudah berbentuk
cairan maka dilakukan destruksi basah dengan penambahan HNO 3 pekat.
Penambahan HNO3 pekat bertujuan untuk merombak senyawa organik
sampel dengan melakukan pemanasan. Sebagaimana diketahui bahwa
senyawa organik mempunyai titik didih yang lebih rendah dibanding dengan
logam anorganik sehingga larutan organik dalam sampel terevaporasi lebih
dulu menjadi gas (berwarna kemerahan) sehingga hanya tersisa larutan
anorganiknya saja. Kemudian dilakukan pengenceran dengan air
(aquabides) di dalam labu ukur hingga tanda batas dengan volume sampel
50 ml.
Langkah terakhir yaitu menganalisa kadar Pb dalam sampel susu kental
manis dengan menggunakan AAS. Hasil pemeriksaan kadar timbal (Pb)
pada sampel gorengan berdasarkan alat AAS yaitu sebesar -0.0212 ppm.
Nilai minus yang diperoleh menunjukkan bahwa sampel tersebut tidak
memiliki atau mengandung kadar Pb di dalamnya. Nilai kadar Pb dalam
sampel yang diketahui dari data AAS sebesar -0.0212 ppm dapat digunakan
untuk menentukan absorbansi sampel tersebut berdasarkan persamaan
Lambert-Beer. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi atom pada tingkat energi dasar dalam
nyala (atau dalam sel absorpsi). Besarnya konsentrasi atom-atom ini
sebanding dengan konsentrasi unsur di dalam cuplikan, sehingga dengan
membuat kurva absorbansi terhadap konsentrasi unsur di dalam larutan
standar akan diperoleh sebagai kurva kalibrasi standar. Dari kurva kalibrasi
dapat dihitung nilai absorbansi diperoleh sebesar 0.009759. nilai absorbansi
ini menunjukkan kenaikan transmitansi (log I 0/I), transmitansi ini
menunjukkan perbandingan antara cahaya yang ditransmisikan dengan
cahaya yang datang.

X. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh kesimpulan bahwa :
1. Pembuatan larutan standar perlu dilakukan dalam penentuan kadar Pb
yang terkandung dalam sampel dengan AAS.
2. Preparasi sampel dilakukan dengan dengan destruksi basah menjadi
larutan yang homogen dan jernih sehingga sampel tersebut dapat dianalisa
dengan AAS.
3. Pemilihan pelarut yang sesuai yang tidak mengganggu nyala gas
pembakar pada alat AAS dimana dalam praktikum ini digunakan pelarut
asam nitrat.
4. Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kandungan
Pb dalam sampel gorengan (jalankote) mengandung kadar Pb dengan hasil
kadar yang diperoleh yaitu 0.0212 ppm.

XI. DAFTAR PUSTAKA


 Inayati, D. W. 2003. analisis kandungan logam berat Pb dan Zn dalam
ikan kaleng sebelum tanggal kadaluarsa. Skripsi. Universitas Negeri
Malang, Malang.
 Palar, H. 2008.Pencemaran dan Toksikologi Pencemaran Logam
Berat. Rineka Cipta.
 Endang Widiastuti dkk., “Petunjuk Praktikum Kimia Analitik
Instrumen”. Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Bandung. 1996.
 Cholid Djunaidi, “Studi Interferensi Pada AAS (Atomic Absorption
Spectroscopy)”. Jurnal AAS. 2018.
 https://tonimpa.wordpress.com/2013/04/25/makalah-atomic-
absorption-spectroscopy-aas/

Anda mungkin juga menyukai