Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

Mata Kuliah : PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMENTASI

PENETAPAN KADAR TIMBAL (Pb) DENGAN METODE ATOMIC ABSORPTION


SPECTROPHOTOMETER (AAS)

OLEH :
KELOMPOK 1 :
1. ASTRI DEVI BR PAKPAHAN (4193210017)
2. DEA GRACELLA SIAGIAN (4193210013)
3. FEBY ERNA BR GINTING (4193210010)
4. KRISTIAN ADINATA PRATAMA SIMATUPANG (4193210016)
5. NADIA AGNES CANTIKA NADEAK (4192510003)
6. NIA VERONIKA (4192510006)
7. NURUL ARISTA (4193210008)
8. NURUL RAHMADANIYAH (4192510005)
9. SAUD SALOMO (4192510001)
JURUSAN : KIMIA
PROGRAM : S1-NON KEPENDIDIKAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
I. JUDUL PERCOBAAN : Penentuan Kadar Timbal (Pb) Dengan Metode Atomic
Absorption Spectrophotometer (AAS)
II. TUJUAN PERCOBAAN :
1. Untuk mengetahui berapa kosentrasi dan absorbansi dari larutan sampel dan larutan
spike
2. Untuk mengetahui grafik hubungan antara kosentrasi (mg/L) dan absorbansi
3. Untuk mengetahui tenik penggunaan instrumen Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS)

III. TINJAUAN TEORITIS :


Air merupakan salah satu kebutuhan primer bagi setiap makhluk hidup yang harus tersedia
dalam kuantitas dan kualitas yang memenuhi syarat. Seluruh aktivitas manusia tidak pernah
lepas dari air mulai masak, mandi, membersihkan rumah dan aktivitas lainnya. (Andriansyah,
dkk., 2019).
Aktivitas manusia yang semakin meningkat dalam memanfaatkan perairan seperti
adanya pemukiman, industri, dan pertanian menyebabkan meningkatnya sumbangan manusia
terhadap pencemaran lingkungan. Polutan yang masuk ke perairan dapat berbentuk limbah
dalam negeri,pemakaian pestisida, pemupukan, serta industry (limbah cair), transportasi
serta pengendapan dari udara. Logam berat merupakan bahan pencemar
lingkungan yang berbahaya. Pencemaran lingkungan tanah, udara dan air, oleh logam
berat menyebabkan kerugian pada kehidupan organisme (Kusnadi, 2016).
Logam berat merupakan unsur kimia yang memiliki bobot jenis lebih besar dari 5 g/cm3dan
memiliki nomor atom antara 22 sampai 92. Logam berat dapat berpengaruh
negatif terhadap tubuh manusia apabila konsentrasinya melebihi batas ambang yang
bisaditolerir oleh tubuh. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui makanan,kulit dan respirasi (Khairuddin et al., 2018).
Logam berat tidak terdegradasi, tetap stabil di alam dalam waktu yang cukup lama dan
bersifat meracun untuk organisme hidup walaupun pada konsentrasi yang rendah. Sebagai
contoh, waktu tinggal Fe dalam tanah 75-380 tahun, Hg 500-1000 tahun dan untuk logam berat
seperti Pb, As, Ni dan Zn memiliki waktu tinggal 1000-3000 tahun. Jadi polusi logam berat
dalam tanah memberikan pengaruh yang cukup lama (Sarifuddin, 2011).
Timbal (Pb) merupakan logam toksik yang mudah terakumulasi dalam organ manusia dan
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan berupa anemia, gangguan fungsi ginjal,
gangguan sistem syaraf, otak dan kulit. Logam Pb yang masuk ke dalam tubuh dapat dalam

1
bentuk Pb-organik seperti tetra etil Pb dan Pb anorganik seperti oksida Pb. Toksisitas Pb baru
akan terlihat bila orang mengkomsumsi Pb lebih dari 2 mg perhari, ambang batas dari Pb yang
boleh dikonsumsi adalah 0,2-2,0 mg per hari (Fahruddin dkk, 2019).
Diantara beberapa jenis logam yang telah ditemukan beberapa logam yang sangat berbahaya
dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan keracunan fatal. Toksisitas logam pada manusia
menyebabkan beberapa akibat negatif tetapi yang terutama adalah timbulnya kerusakan pada
jaringan, terutama jaringan ekskresi (hati dan ginjal) (Darmono. 1995).
Beberapa cara analisis logam yang telah banyak dilakukan baik untuk keperluan diagnosis
saja yaitu sistem kualitatif maupun penelitian yang lebih mendetail yaitu sistem kuantitatif.
Sistem kualitatif untuk mengetahui jenis logam, yang ada tetapi tidak dalam jumlahnya.
Sedangkan sistem kuantitatif dilakukan untuk mengetahui secara detail berapa ppm logam
tersebut. Biasanya sistem ini penting dilakukan unutk keperluan penelitian yang memerlukan
sensetivitas yang tinggi (Darmono, 1995).
Analisis menggunakan alat Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) memiliki keuntungan
dari hasil analisisnya yang sangat peka (batas deteksi kurang dari 1 ppm), interferensinya
sedikit, efektif dan efisien, selektif, spesifik, biaya analisis relative murah, dapat dengan mudah
membuat matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisa yang sangat cepat dan mudah
dilakukan. Pengerjaanya sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Khopkar,
1990).
Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada atom-atom pada suatu unsur dapat
mengabsorpsi energi sinar pada panjang gelombang tertentu. Banyaknya energi sinar yang
diabsorpsi ini berbanding lurus dengan jumlah atom-atom unsur yang mengabsorpsi. Atom
terdiri atas inti atom yang mengandung proton bermuatan positif dan neutron berupa partikel
netral, dimana inti atom dikelilingi oleh elektronelektron bermuatan negatif pada tingkat energi
yang berbeda-beda (Khopkar, 2003). Jika energi diabsorpsi oleh atom, maka elektron yang
berada di kulit terluar (elektron valensi) akan tereksitasi dan bergerak dari keadaan dasar atau
tingkat energi yang terendah (ground state) ke keadaan tereksitasi dengan tingkat energi yang
lebih tinggi (excited state). Jumlah energi yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron ke
tingkat energi tertentu dikenal sebagai potensial eksitasi untuk tingkat energi tersebut. Pada
waktu kembali ke keadaan dasar, elektron melepaskan energi sebagai energi panas ataupun
energi sinar. (Clark, D. 1979)

2
VI. ALAT DAN BAHAN :
4.1 ALAT
No. Nama Alat Ukuran Jumlah
1. Labu ukur 25 mL, 50 mL 12 buah
2. Gelas Kimia 50 mL 2 buah
3. Kaca Arloji - 1 buah
4. Pipet Volume 1 mL, 5 mL 2 buah
5. Bola Karet - 1 buah
6. Spatula - 1 buah
7. Pipet Tetes - 2 buah
8. Batang Pengaduk - 1 buah
Atomic Absorption
9. - 1 set
Spectrophotometer (AAS)

4.2 BAHAN
Rumus
No. Nama Bahan [] Warna Wujud Jumlah
Kimia
1. Asam Nitrat H3NO 1M Bening Cair ± 245 mL
2. Sampel Uji Pb - - Bening Cair 2 mL
Timbal (II)
3. Pb(NO3)2 - Putih Padat 0,08 g
Nitrat
4. Akuades H2O - Bening Cair Secukupnya

3
V. PROSEDUR KERJA :
5.1 PEMBUATAN LARUTAN Pb 1000 mg/L
Pb(NO3)2
→Ditimbang Pb(NO3)2 sebanyak 0,08 gr
→Dilarutkan dengan HNO3 1 M pada gelas beaker
→Dimasukkan larutan ke dalam labu ukur 50 mL setelah itu gelas beaker di bilas
dengan HNO3 agar tidak ada larutan Pb yang tersisa dalam gelas Diencerken larutan
dengan HNO3 hingga tanda batas pada labu ukur dan ditetapkan menggunakan
pipet tetes
→Diseka dan digojok hingga homogen

5.2 PEMBUATAN LARUTAN Pb 100 mg/L


larutan Pb 1000 mg/L
→Diambil larutan Pb 1000 mg/L sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur
50 mL menggunakan pipet volume
→Diencerkan dengan HNO3 1M hingga tanda batas
→Diseka lalu digojok hingga homogen

5.3 PEMBUATAN DERET STANDAR DENGAN KONSENTRASI 0 mg/L SAMPAI 20


mg/L
Larutan Pb 100 mg/L

→Dipipet 0 mL larutan Pb 100 mg/L dan ditempatkan pada labu ukur


Pembuatan deret standar 0 mg/L
→ Dipipet 1 mL larutan Pb 100 mg/L dan ditempatkan pada labu ukur
Pembuatan deret standar 1 mg/L
→ Dipipet 5, mL larutan Pb 100 mg/L dan ditempatkan pada labu ukur
Pembuatan deret standar 5 mg/L
→ Dipipet 10 mL larutan Pb 100 mg/L dan ditempatkan pada labu ukur
Pembuatan deret standar 10 mg/L
→ Dipipet 15 mL larutan Pb 100 mg/L dan ditempatkan pada labu ukur
Pembuatan deret standar 15 mg/L
→ Dipipet 0, mL larutan Pb 100 mg/L dan ditempatkan pada labu ukur
Pembuatan deret standar 20 mg/L

4
→ Dipipet 20 mL larutan Pb 100 mg/L dan ditempatkan pada labu ukur
Pembuatan deret standar 20 mg/L

5.4 PEMBUATAN LARUTAN SPIKE


larutan Pb 100 mg/L

→Diambil 1 mL larutan sampel Pb dan ditambahkan dengan 1 mL larutan Pb 100


mg/L
→Dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL menggunakan pipet volume
→Diencerkan menggunakan sampel Pb hingga tanda batas
→Diseka dan digojok hingga homogen

5.5 PENGUJIAN DENGAN AAS

Analisis menggunakan instrumen AAS

→Dibuka program WinLab analisis hingga muncul centang warna hijau


→Dilanjutkan dengan mengklik tombol use a costum desain workspace
→Dipilih auto FLM lalu klik oke
→Dipilih lampu sesuai parameter uji yaitu Pb atau timbal lalu klik lampu 3 yaitu
Pb/timbal dan selanjutnya di close
→Dipilih method kemudian dipilih parameter uji yaitu pb/timbal tulis nama method
nya “analisis pb” lalu di klik oke
→Ditulis metode deskripsinya yaitu verifikasi analisis pb
→Dibagian menu timing read time di isi 1,00 dan pada bagian timing read delay diisi
1,00
→Dibagian menu flame di buat dengan perbandingan 2 : 10
→Dilanjutkan dengan memilih calibration linear/non linear atau edition
→Dipilih satuan pengukuran yaitu mg/L
→Dipilih replicationnya yaitu fixed dengan standar concentration diisi id dan
concentration
→Diklik file lalu save as method lalu close
→Selanjutnya membuat sampel info dengan mengisi jumlah sampel id laku save as
sample info lalu close
→Lalu membuat workspace, klik manual, result data set name, isi nama file sampel
“analisis Pb”
→Klik oke selanjutnya dihidupkan flame pada alat AAS

5
→Dimulai pengujian dari konsentrasi dari 0 mg/L hingga 20 mg/L dilanjutkan
menguji sampel dan dilanjutkan menguji sampel dan larutan spike

6
VI. HASIL PERCOBAAN / REAKSI-REAKSI / PEMBAHASAN :
6.1 DATA HASIL PERCOBAAN
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Pada Percobaan
No Percobaan Hasil Pengamatan
1. Pembuatan larutan baku Pb 1000 mg/L Dihasilkan larutan baku Pb 1000 mg/L

0,08 gram Pb(NO3)2 + HNO3 1 M Berwarna bening


sampai tanda batas labu ukur 50 ml
2. Pembuatan larutan Pb 100 mg/L Dihasilkan larutan baku Pb 100 mg/L

5 ml larutan baku Pb 1000 mg/L + Berwarna bening


HNO3 1 M sampai tanda batas labu ukur
50 ml
3. Pembuatan deret standar
1. 0 mg/L : HNO3 sampai tanda 1. Dihasilkan larutan Standar Pb 0
batas pada labu ukur 25 ml mg/L. Berwarna bening.
2. 1 mg/L: 1 ml larutan Pb 100 2. Dihasilkan larutan Standar Pb 1
mg/L + HNO3 1M sampai tanda mg/L. Berwarna bening.
batas pada labu ukur 25 ml 3. Dihasilkan larutan Standar Pb 5
3. 5 mg/L: 5 ml Pb 100 mg/L + mg/L. Berwarna bening.
HNO3 1M sampai tanda batas 4. Dihasilkan larutan Standar Pb 10
pada labu ukur 25 ml mg/L. Berwarna bening.
4. 10 mg/L: 10 Pb 100 mg/L + 5. Dihasilkan larutan Standar Pb 15
HNO3 1M sampai tanda batas mg/L. Berwarna bening.
pada labu ukur 25 ml 6. Dihasilkan larutan Standar Pb 20
5. 15 mg/L: 15 Pb 100 mg/L + mg/L. Berwarna bening.
HNO3 1M sampai tanda batas
pada labu ukur 25 ml
6. 20 mg/L : 20 Pb 100 mg/L +
HNO3 1M sampai tanda batas
pada labu ukur 25 ml

4. Pembuatan larutan spike 1 dan 2 Larutan berwarna bening

7
1 ml sampel Pb + 1 ml Pb 100 mg/ L +
larutan sampel Pb sampai tanda batas
labu ukur 25 ml

Pengaturan alat yang digunakan

• Panjang Gelombang : 283,3 nm


• Kuat Arus : 22 Ma
• Lebar Split : 0,7nm
• Fuel : Oksidan : 2 :10
• Lama Pembacaan : 1 detik
• Pengulangan Pembacaan : 3 kali

Tabel 2. Data Hasil Penentuan Absorbansi Larutan Standar

No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi


1 0 0,000
2 1 0,014
3 5 0,061
4 10 0,114
5 15 0,169
6 20 0,217
Tabel 3. Data hasil Penentuan konsentrasi (mg/L) dan Absorbansi larutan sampel dan
larutan Spike

No Jenis Larutan Konsentrasi (mg/L) Absorbansi


1 Sampel 1 1,774 0,20
2 Sampel 2 1,705 0,19
3 Spike 1 5,889 0,65
4 Spike 2 4,433 0,49

6.2 REAKSI-REAKSI
• 2Pb(NO3)2 + 2HNO3 → 2Pb(NO3)3 + H2

8
9
6.3 PERHITUNGAN
Perhitungan Pengenceran Solusi Standar :
• Konsentrasi 0 mg/L dalam labu ukur 100 mL :
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100 mg/L = 100 mL x 0 mg/L
V1 = 0 Ml
• Konsentrasi 1 mg/L dalam labu ukur 100 mL :
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100 mg/L = 100 mL x 1 mg/L
V1 = 1 mL
• Konsentrasi 5 mg/L dalam labu ukur 100 mL :
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100 mg/L = 100 mL x 5 mg/L
V1 = 5 mL
• Konsentrasi 10 mg/L dalam labu ukur 100 mL :
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100 mg/L = 100 ml x 10 mg/L
V1 = 10 mL
• Konsentrasi 15 mg/L dalam labu ukur 100 mL :
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100 mg/L = 100 mL x 15 mg/L
V1 = 15 mL
• Konsentrasi 20 mg/L dalam labu ukur 100 mL :
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100 mg/L = 100 mL x 20 mg/L
V1 = 20 mL
Tabel 4. Data Hasil Penentuan Absorbansi Larutan Standar
No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi
1 0 0,000
2 1 0,014
3 5 0,061
4 10 0,114
5 15 0,169
6 20 0,217

10
Gambar 1. Grafik Hubungan Konsentrasi dan Absorbansi

Grafik Hubungan Konsentrasi Dan


Absorbansi
0.25
y = 0.0109x + 0.0036
0.2 R² = 0.9988
ABSORBANSI

0.15

0.1

0.05

0
0 5 10 15 20 25
KONSENTRASI

Absorbansi Linear (Absorbansi )

Perhitungan Kadar Pb pada Sampel Uji:


Faktor pengenceran (FP)
• FP = V1/V2
= (25 mL)/(2 mL)
= 12,5

• Sampel 1
Dik : y = 0,020
a = 0,0109
b = 0,0036
FP = 12,5
Dit : x?
Penyelesaian:
(y = ax + b) FP
(0,020 = 0,0109x + 0,0036) 12,5
(x = (0,020-0,0036)/0,0109) 12,5
x = 18,80 mg/L

• Sampel 2
Dik : y = 0,019
a = 0,0109

11
b = 0,0036
FP = 12,5
Dit : x?
Penyelesaian:
(y = ax + b) 12,5
(0,019 = 0,0109x + 0,0036) 12,5
(x = (0,019-0,0036)/0,0109) 12,5
x = 17,66 mg/L

12
6.4 PEMBAHASAN
Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom-atom. Atom-atom
menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm, sedang kalium pada 766,5
nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat
elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi
energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan
tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Kita
dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spektrum yang tajam
dengan intensitas maksimum. Inilah yang dikenal dengan garis resonansi. Spektrum atomik
unsutk masing-masing unsur terdiri atas garis-garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan
resonansi dapat berupa spektrum yang berasosiasi dengan tingkat energy molekul, biasanya
berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan
proses atomisasinya.

Pada percobaan ini dilakukan pengujian kadar timbal (Pb) dalam sampel air, dengan
metode spektrofotometer serapan atom. Dalam percobaan ini digunakan alat spektrofotometer
serapan atom karena mampu menganalisis berbagai macam logam dengan konsentrasi yang
rendah.. Fungsi penambahan asam nitrat (HNO3) yaitu untuk mencegah pengendapan dan
melarutkan semua logam-logam yang ada dalam larutan.

Timbal adalah logam yang berwarna abu-abu kebiruan yang mudah melarut dalam
asam nitrat yang sedang pekatnya dan terbentuk juga nitrogen oksida :

3Pb + 8HNO3 → 3Pb2+ + 6NO-3 + 2NO + 4H2O

Gas nitrogen (II) oksida yang tak berwarna itu, bila bercampur dengan udara, akan
teroksidasi menjadi nitrogen dioksida yang merah :

2NO (tak berwarna) + O2 → 2NO2 (merah)

Dari larutan standar tersebut digunakan untuk membuat larutan baku dengan
konsentrasi 10 ppm. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi dengan menggunakan SSA
dalam enam variasi konsentrasi, yaitu 0; 1; 5; 10; 15 dan 20 ppm. Berdasarkan hasil pengukuran
diperoleh nilai absorbansi untuk masing-masing variasi volume berturut-turut adalah 0,000;
0,014; 0,061; 0,114; 0,169 dan 0.217 ppm.

13
Data pada Tabel 4 disajikan dalam bentuk grafik untuk melihat hubungan antara
konsentrasi dan absorbansi larutan standar terhadap kadar sampel pada gambar 1.

Grafik Hubungan Konsentrasi Dan


Absorbansi
0.25
y = 0.0109x + 0.0036
0.2 R² = 0.9988
ABSORBANSI

0.15

0.1

0.05

0
0 5 10 15 20 25
KONSENTRASI

Absorbansi Linear (Absorbansi )

Gambar 1. Grafik Hubungan Konsentrasi dan Absorbansi

Berdasarkan grafik tersebut, terlihat garis lurus yang menujukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi larutan, maka semakin besar pula besar absoransi larutan, sehingga dapat
dikatakan bahwa konsentrasi larutan berbanding lurus dengan besar absorbansi. Hal ini
disebabkan karena pada konsentrasi yang tinggi, jarak antar partikel zat menjadi sangat rapat,
yang akan mempengaruhi distribusi muatan, dan mengubah cara molekul melakukan serapan.

Daru grafik tersebut dan perhitungan persamaan regresi diperoleh nilai persamaan
garis yaitu y = 0,0109x + 0,0036 dengan R² = 0,9988. Persamaan garis tersebut digunakan
untuk menghitung kadar timbal dalam sample. Dari persamaan garis tersebut y menyatakan
absorbansi sampel, sedangkan x menyatakan konsentrasi larutan. Berdasarkan hasil
perhitungan menggunakan persaaman garis tersebut, maka didapatkan hasil bahwa besarnya
kadar Pb pada sampel uji berturut-turut sebesar 18,80 mg/L dan 17,66 mg/L. Timbal yang
berlebihan dapat merusak fungsi organ dan sistem tubuh manusia, terutama anak-anak. Timbal
dapat masuk ke dalam tubuh jika terserap melalui kulit, tertelan, atau terhirup. Tidak ada batas
aman untuk kadar timbal dalam tubuh, bahkan kadar timbal yang rendah tetap dapat
menyebabkan gangguan kesehatan.

14
VII. KESIMPULAN :
1. Data hasil penentuan kosentrasi (mg/L) dan Absorbansi larutan sampel dan larutan
spike:
No Jenis Larutan Kosentrasi (mg/L) Absorbansi
1 Sampel 1 1.806 0.020
2 Sampel 2 1.654 0.018
3 Spike 1 5.948 0.066
4 Spike 2 4.407 0.044

2. Data hasil penentuan Kosentrasi (mg/L) dan Absorbansi larutan :


No Kosentrasi (mg/L) Absorbansi
1 1 mg/L 0.014
2 5 mg/L 0.062
3 10 mg/L 0.115
4 15 mg/L 0.169
5 20 mg/L 0.220

Grafik hubungan yang terbentuk :

Grafik Hubungan Konsentrasi Dan


Absorbansi
0.3
ABSORBANSI

y = 0.0109x + 0.0036
0.2 R² = 0.9988
0.1

0
0 5 10 15 20 25
KONSENTRASI

Absorbansi Linear (Absorbansi )

3. Adapun cara penggunaan instrument AAS adalah dengan menghidupkan alat


instrument AAS terlebih dahulu lalu mengoperasikan dan mempersiapkan softwarenya
terlebih dahulu. Hidupkan flame pada alat AAS. Larutsn Blanko diuji terlebih dahulu
dengan menggunakan aquades, setelah itu baru mulai pengujian dengan larutan standar,
dan kemudian uji larutan sampel dan spike. Kemudian amati data yang muncul. Setelah
selesai matikan flame. Lalu matikan lampu dengan cara dijadikan 0.

15
VIII. DAFTAR PUSTAKA :
Andrianyah, I., Yuliantini, A., dan Yunita, A. R. (2019). Analisis Cemaran Logam
BeratTembaga (Cu) Pada Amdk Di Daerah Panyileukan Dengan Menggunakan SSA.
Jurnal Kimia Riset. 4(1): 89-93.
Clark, D. V. (1979). Approach To Atomic Absorption Spectroscopy. Australia: Chem
Consultant Pty Ltd.
Darmono. 1995.2001. Logam Dalam Sistem Biologi Mahkluk Hidup. Jakarta: penerbit UI.
Fahruddin, Haedar, N., Santosa, S., dan Wahyuni, S. (2019). Uji Kemampuan Tumbuh Isolat
Bakteri dari Air dan Sedimen Sungai Tallo Terhadap Logam Timbal (Pb). Jurnal Ilmu
Alam dan Lingkungan. 10(2): 58-64.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Kusnadi. (2016). Analisa Kadar Logam Timbal (Pb) Dalam Tanaman Lidah Mertua (Sansiviera
Sp.) di Kota Tegal Dengan Metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kesehatan. 1(9): 12–17.
Sarifuddin, 2011. Kimia Tanah Teori Dan Aplikasi. Medan: USU Press.

16
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
Mata Kuliah : PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMENTASI

ANALISIS GUGUS FUNGSI SENYAWA KAFEIN PADA SAMPEL KOPI SECARA


FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR)

OLEH :
KELOMPOK 1 :
1. ASTRI DEVI BR PAKPAHAN (4193210017)
2. DEA GRACELLA SIAGIAN (4193210013)
3. FEBY ERNA BR GINTING (4193210010)
4. KRISTIAN ADINATA PRATAMA SIMATUPANG (4193210016)
5. NADIA AGNES CANTIKA NADEAK (4192510003)
6. NIA VERONIKA (4192510006)
7. NURUL ARISTA (4193210008)
8. NURUL RAHMADANIYAH (4192510005)
9. SAUD SALOMO (4192510001)
JURUSAN : KIMIA
PROGRAM : S1-NON KEPENDIDIKAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
I. JUDUL PERCOBAAN : ANALISIS GUGUS FUNGSI SENYAWA KAFEIN
PADA SAMPEL KOPI SECARA FOURIER
TRANSFORM INFRA RED (FTIR)
II. TUJUAN PERCOBAAN :
1. Mengetahui cara pembacaan grafik instrument FTIR (Fourier Transform Infra Red)
2. Mengetahui gugus fungsi yang terkandung dalam sampel kafein pada kopi
III. TINJAUAN TEORITIS :
Kafein merupakan komponen alami yang banyak terdapat pada tanaman kopi, cola dan
teh. Konsumsi kafein dapat menimbulkan resiko yang berlebih dalam tubuh sehingga
mengetahui kadar kafein dalam produk tertentu sangat penting. Efek negatif mengkonsumsi
kafein dalam tubuh dapat menyebabkan insomnia, mual, gelisah, hipertensi dan kejang.
Menurut Keputusan BPOM RI tentang ketentuan pokok pengawasan suplemen makanan, batas
maksimum dalam mengkonsumsi kafein yakni sebesar 150 mg/hari. Oleh karena itu,
kandungan kafein di dalam beberapa produk minuman perlu adanya kontrol (Rahmayani
dkk.2021).
Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke
minuman. Efek berlebihan (over dosis) mengonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup,
gelisah,tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang. Dosis kafein yang diizinkan 100-
200mg/hari, sedangkan menurut SNI 01-7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan
dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian. Kafein sebagai stimulan tingkat sedang
(mild stimulant) memang seringkali diduga sebagai penyebab kecanduan. Kafein hanya dapat
menimbulkan kecanduan jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan rutin. Namun
kecanduan kafein berbeda dengan kecanduan obat psikotropika, karena gejalanya akan hilang
hanya dalam satu dua hari setelah konsumsi (Maramis dkk. 2018).
Spektroskopi inframerah merupakan salah satu alat yang banyak dipakai untuk
mengidentifikasi senyawa, baik alami maupun buatan. Dalam bidang fisika bahan, seperti
bahan-bahan polimer, inframerah juga dipakai untuk mengkarakterisasi sampel. Suatu kendala
yang menyulitkan dalam mengidentifikasi senyawa dengan inframerah adalah tidak adanya
aturan yang baku untuk melakukan interpretasi spektrum. Karena kompleksnya interaksi dalam
vibrasi molekul dalam suatu senyawa dan efek-efek eksternal yang sulit dikontrol seringkali
prediksi teoretik tidak lagi sesuai. Pengetahuan dalam hal ini sebagian besar diperoleh secara
empiris dan pengalaman (Basset, 1994).
Secara keseluruhan, analisis menggunakan Spektrofotometer FTIR memiliki dua
kelebihan utama dibandingkan metode konvensional lainnya, yaitu :

1
1. Dapat digunakan pada semua frekwensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga
analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau
scanning.
2. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar daripada cara dispersi,
sebab radiasi yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui
celah (slitless).
Sistem optik Spektrofotometer FTIR dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak
lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi infra merah akan menimbulkan
perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak (M) dan jarak cermin yang diam
(F). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai
retardasi (δ). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi
disebut sebagai interferogram. Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang
didasarkan atas bekerjanya interferometer disebut sebagai sistem optik Fourier Transform Infra
Red. Sistem optik FTIR digunakan radiasi LASER (Light Amplification by Stimulated
Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi
infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih
baik. Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine
Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan
karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon
yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi
oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah
(Rustina, 2006).
Gelombang dapat digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah frekuensi. Perubahan
gambaran intensitas gelombang radiasi elektromagnetik dari daerah waktu ke daerah frekuensi
atau sebaliknya disebut Transformasi Fourier (Fourier Transform). Selanjutnya pada sistim
optik peralatan instrumen FTIR dipakai dasar daerah waktu yang non dispersif. Sebagai contoh
aplikasi pemakaian gelombang radiasi elektromagnetik yang berdasarkan daerah waktu adalah
interferometer yang dikemukakan oleh Albert Abraham Michelson (Harjadi, 1993).

2
VI. ALAT DAN BAHAN :
4.1 ALAT
No Nama Alat Spesifikasi Jumlah
1. Spatula - 1 buah
2. Neraca Analitik - 1 set
3. Pipet Ukur - 1 buah
4. Pipet Tetes - 2 buah
5. Gelas Kimia 100 ml 2 buah
6. Labu Erlemeyer 100 mL 1 buah
7. Instrumen FTIR - 1 set
8. Corong kaca - 1 buah
9. Labu Ukur 5 mL 7 buah
10. Ball Filler - 1 buah
11. Kertas Saring - 1 buah
12. Batang Pengaduk - 1 buah
4.2 BAHAN
Nama Rumus
No. Konsentrasi Wujud Warna Jumlah
Bahan Kimia
Bubuk
1. - - Padat Hitam 10 gram
Kopi
1%, 2,5%, 5%,
Kafein
2. C8H10N4O2 7,5%, 10%, Padat Putih 2,75 gram
Standard
12,5%, 15%
3. Kloroform CHCl3 - Cair Bening 60 ml

3
V. PROSEDUR KERJA :
5.1 PREPARASI SAMPEL
KOPI HITAM

 Ditimbang kopi hitam sebanyak 10 gram menggunakan neraca analitit


dengan wadah gelas beaker 100 mL.
 Dilarutkan 10 gram kopi hitam dengan 25 mL kloroform di dalam gelas
beaker yang sudah berisi 10 gram kopi hitam. Pelarutan dilakukan di
dalam lemari asam.
 Ditutup gelas beaker berisi sampel menggunakan plastic wrap dengan
rapat
 Didiamkan larutan selama 15 menit
 Disaring sampel menggunakan kertas saring dan ditampung
menggunakan erlenmeyer 100 mL
 Diperoleh endapan dan filtrat, filtrat digunakan untuk analisis FTIR

HASIL

5.2 PEMBUATAN LARUTAN STANDAR KAFEIN


LARUTAN STANDAR

 Dihitung massa yang dibutuhkan pada masing-masing persentase (1%,


2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5%, dan 15%)
 Ditimbang standar kafein pada masing-masing persentase (1%, 2,5%,
5%, 7,5%, 10%, 12,5%, dan 15%) dengan wadah gelas beaker 100 mL
 Dilarutkan masing-masing persentase (1%, 2,5%, 5%, 7,5%, 10%,
12,5%, dan 15%) ke dalam 5 mL kloroform di dalam gelas beaker
terlebih dahulu
 Dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL untuk semua larutan standar
hingga tanda batas dengan pemberian label di setiap labu ukur 5 mL (1%,
2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5%, dan 15%)
 Digojok labu ukur secara perlahan untuk setiap larutan standar (1%,
2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5%, dan 15%)
HASIL

5.3 ANALISIS MENGGUNAKAN INSTRUMEN FTIR


ANALISIS FTIR

 Dilakukan preparasi software yang akan digunakan untuk membaca data


FTIR dengan cara dibackground
 Ditunggu hingga 100% yang artinya alat FTIR sudah siap untuk
digunakan

4
 Dianalisis larutan standar dengan meneteskan 1-2 tetes larutan standar
menggunakan pipet tetes ke dalam tempat sampel cair FTIR-UATR
(diletakkan tepat di atas diamond) dari larutan dengan konsentrasi yang
paling rendah (1%) dan dilanjutkan hingga konsentrasi yang lebih tinggi
(15%) dengan cara yang sama
 Diperoleh data larutan standar berupa spektrum dari IR
 Dibersihkan tempat sampel (bagian luar) menggunakan tissue yang telah
dibasahkan dengan pelarut kloroform
 Dibersihkan tempat sampel (diamond) dengan meneteskan pelarut
kloroform ke dalam diamond
 Dikeringkan diamond menggunakan tissue
 Dilakukan hal yang sama sebelum melakukan analisis terhadap masing-
masing konsentrasi larutan standar
 Dianalisis larutan sampel dari kafein, yakni filtrat hasil saringan kopi
 Dimasukkan filtrat 1-2 tetes ke dalam tempat sampel
 Diperoleh data larutan standar berupa spectra yaitu spektra IR kopi
 Diprint hasil yang diperoleh
 Dibersihkan kembali tempat sampel dan alat instrument setelah selesai
menganalisis larutan standar dan sampel
 Diolah data yang diperoleh untuk mengetahui gugus fungsi dari data
yang dianalisis

HASIL

5
VI. HASIL PERCOBAAN / REAKSI-REAKSI / PEMBAHASAN :
6.1 DATA HASIL PENGAMATAN
Tabel 1 Hasil Pengamatan
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
Preparasi sampel
Kopi hitam ditimbang 10 gr +
1. dilarutkan dalam 25 mL Dihasilkan filtrat berwarna hitam
kloroform + didiamkan selama
15 menit + disaring
Preparasi pembuatan larutan
standar kafein
Ditimbang standar kafein
2. dengan berbagai presentase + Dihasilkan larutan berwarna bening
dilarutkan dengan
menggunakan kloroform +
digojok hingga homogen
Analisis menggunakan
instrumen FTIR
Dibackground dan ditunggu
hingga 100 % + klik sampel id
+ analisis sampel dengan Diperoleh data spektrum IR
3.
meneteskan larutan standar
dengan pipet tetes sebanyak 1
hingga 2 tetes ke tempat sampel
+ dilanjutkan hingga
konsentrasi yang paling tinggi

Tabel 2 Hasil Krakteristik Spektrum FTIR Kafein Standar dan Sampel Kopi
Peak amatan Peak literature
No Jenis Ikatan Gugus Fungsi
(cm-1) (cm-1)
1 748,38 900-675 C-H out of plane Aromatik
2 864,11 910-665 Vibrasi tekuk N-H Amina
(Wagging)
3 972,12 1000-650 Vibrasi ulur C-N Amina Alifatik
4 1026,13 1350-1000 Vibrasi ulur C Amina Alifatik
5 1072,42 1350-1000 Vibrasi ulur C Amina Alifatik
6 1134,14 1350-1000 Vibrasi ulur C Amina Alifatik
7 1188,15 1350-1000 Vibrasi ulur C Amina Alifatik
8 1234,44 1350-1000 Vibrasi ulur C Amina Alifatik

6
9 1357,89 1370-1350 Vibrasi tekuk C-H Alkana
(Rocking)
10 1458,18 1470-1450 Vibrasi tekuk C-H Alkana
11 1481,33 1600 dan Vibrasi ulur C=C Aromatik
1475 pada cincin aromatik
12 1550,77 1600-1585 Vibrasi ulur C-C Aromatik
dalam cincin
aromatik
13 1666,5 1680-1630 Vibrasi ulur C=O Amida
pada Amida
14 1697,36 1690-1640 Vibrasi ulur C=N Imina
pada Imina
15 2669,48 2830-2695 Vibrasi ulur H-C=O, Aldehida
C-H
16 2723,49 2830-2695 Vibrasi ulur H-C=O, Aldehida
C-H
17 2893,22 3000-2850 Vibrasi ulur C-H Alkana
18 2954,95 3000-2850 Vibrasi ulur C-H Alkana
19 3109,25 3100-3000 Vibrasi ulur C-H Alkena
20 3248,13 3500-3100 Vibrasi ulur N-H Amina
21 3294,42 3200-3500 Vibrasi ulur O-H Alkohol, Fenol
22 3332,99 3400-3250 Vibrasi ulur N-H Amida
6.2 PEMBAHASAN
Kopi merupakan sumber kafein. Kafeinmerupakan senyawa alkaloid yang
bersifatmerangsang. Kafein banyak memilikimanfaat dan telah banyak digunakan dalamdunia
medis. Kafein dapat dibuat dariekstrak kopi, teh dan cokelat. Kafein berfungsi untuk
merangsang aktivitassusunan saraf dan meningkatkan kerja jantung, sehingga jika dikonsumsi
dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun dengan menghambat mekanisme susunan saraf
manusia. Rumus kimia untuk kafein yaitu C8H10N4O2, kafein murni berbentuk kristal
panjang, berwarna putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Didalam bijikopi kafein berfungsi
sebagai unsur rasa dan aroma. Kafein murni memiliki beratmolekul 194.19 gr, titik leleh 236°C
dan titik didih 178°C (Aisyah, 2013).

Kafein yang merupakan bagian dari kelompok senyawa metilsantin, sedangkan bagian lain
dari senyawa ini dikenal sebagai trofilin dan teobromin yang salah satu sumber utamanya
7
adalah dari kopi. Kafein dalam kopi mampu memberikan sinyal pada otak untuk lebih cepat
merespon dan dengan cepat mengolah memori pada otak. Hal ini senada dengan apa yang
dikatakan oleh Intisari bahwa Kafein ternyata dapat menimbulkan perangsangan terhadap
susunan saraf pusat (otak), sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Sebab
itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar,
bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau pun mengantuk. Dampak positif ini
menyebabkan orang sulit terlepas dari kebiasaan minum kopi. Karena khasiat kafein seperti
itulah, maka substansi ini juga terdapat pada pil-pil diet dan obat-obat pereda sakit (painkillers).
Kendati tergolong sebagai perangsang tertua dunia, kafein itu sendiri baru dikenal sekitar 200
tahun lalu. Sebelumnya yang diketahui hanyalah bahwa pelbagai tanaman itu masing-masing
memiliki khasiatnya sendiri-sendiri. Pada 1820 kimiawan Friedrieb Ferdinand Runge dari
Jerman berhasil mengisolasi unsur kafein pada bijikopi (Fulder, 2004).

Analisis FTIR digunakan untuk menganalisis gugus fungsi yang terdapat dalam kafein
standar dan sampel kopi. Hasil analisis FTIR kafein ditunjukkan pada gambar 1 dan interpretasi
pola serapan ditampilkan pada Tabel 1 titik setiap gugus fungsi memiliki daerah serapan yang
berbeda-beda titik struktur molekul kafein ditunjukkan pada gambar 2. Setiap jenis ikatan dan
gugus fungsi yang ada di struktur molekul kafein memiliki serapan pada bilangan gelombang
infrared yang berbeda-beda sesuai perubahan momen dipole nya yang menyebabkan molekul
tersebut bervibrasi.

Gambar 1. Spektrum FTIR kafein standar dan sampel kopi

8
Gambar 2. Struktur molekul kafein

Karakterisasi dengan FTIR dilakukan pada rentang balangan gelombang 500-4500 cm-
1. Pita serapan di bilangan gelombang 748,38 cm-1 menunjukkan ikatan C-H out of plane dari
struktur aromatic dan 864,11 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk N0H tipe wagging pada gugus
fungsi amina. Vibrasi tekuk =C-H dari alkena pada bilangan gelombang 972,12 cm-1, 1026,13
cm-1 dan 1072,42 cm-1. Bilangan gelombang 1134,14 cm-1, 118,15 cm-1 ¬¬dan 1234,44 cm-
1 merupakan indikasi keberadaan gugus C-N dari ikatan amina alifatik. Gelombang bilangan
1357,89 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk C-H tipe rocking dan 1458,18 cm-1 menunjukkan
vibrasi tekuk C-H dari gugus fungsi alkana. Pita serapan pada bilangan gelombang 1481,33
cm-1 merupakan karakterisasi dari vibrasi ulur C=C dari cincin aromatic, sedangkan 1550,77
cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C-C dalam cincin aromatic.Vibrasi ulur C=O pada amida
berada pada bilangan gelombang 1666,5 cm-1, sedangkan vibrasi ulur C=N pada imina di
1697,36 cm-1. Vibrasi ulur H-C=O, C-H pada gugus fungsi berada pada bilangan gelombang
2669,48 cm-1 dan 2723,49 cm-1. Vibrasi ulur C-H alkana berada pada bilangan gelombang
2893,22 cm-1, 2954,95 cm-1, dan 3109,25 cm-1. Vibrasi ulur N-H pada gugus fungsi amina
berada pada bilangan gelombang 3248,13 cm-1, sednagkan Vibrasi ulur N-H pada gugus fungsi
amida di 3332,99 cm-1. Pita serapan di bilangan gelombang 3294,42 cm-1 menunjukkan
vibrasi ulur O-H pada alcohol, fenol dan gugus H2O yang diserap.

9
VII. KESIMPULAN :
1. Cara pembacaan grafik instrument FTIR yaitu :
• Tentukan sumbu X dan sumbu Y dari spektrum. Sumbu X dari spektrum IR
diberi label sebagai “bilangan gelombang” dan jumlahnya berkisar dari 400
dipaling kanan untuk 4.000 di paling kiri. Sumbu X menyediakan nomor
penyerapan. Sumbu Y diberi label sebagai “transmitansi persen” dan jumlahnya
berkisar dari 0 pada bagian bawah dan 100 diatas.
• Tentukan karakteristik puncak dalam spektrum IR. Semua spektrum IR
mengandung banyak puncak. Selanjutnya melihat data daerah gugus fungsi
yang diperlukan untuk membaca spektrum.
• Tentukan daerah spektrum dimana puncak karakteristik ada. Spektrum IR dapat
dipisahkan menjadi empat wilayah. Rentang wilayah pertama dari 4.000 ke
2.500. Rentang wilayah kedua dari 2.500 sampai 2.000. Ketiga wilayah berkisar
dari 2.000 sampai 1.500. Rentang wilayah keempat dari 1.500 ke 400.
• Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah pertama. Jika spektrum
memiliki karakteristik puncak dikisaran 4.000 hingga 2.500, puncak sesuai
dengan penyerapan yang disebabkan oleh NH, CH, dan obligasi OH tunggal.
• Tentukan kelompok fungsional diserap diwilayah kedua. Jika spektrum
memiliki karakteristik puncak di kisaran 2.500 hingga 2.000, puncak sesuai
dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap tiga.
• Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah ketiga. Jika spektrum
memiliki karakteristik puncak dikisaran 2.000 sampai 1.500, puncak sesuai
dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap seperti C=O, C=N,
dan C=C.
• Bandingkan puncak diwilayah keempat ke puncak diwilayah keempat spektrum
IR lain. Yang keempat dikenal sebagai daerah sidik jari dari spektrum IR dan
mengandung sejumlah besar puncak serapan yang account untuk berbagai
macam ikatan tunggal. Jika semua puncak dalam spektrum IR, termasuk
diwilayah keempat, adalah identic dengan puncak spektrum lain, maka Anda
dapat yakin bahwa dua senyawa adalah identic.
2. Gugus fungsi yang terkandung dalam sampel kafein pada kopi adalah sebagai berikut :

10
Pita serapan di bilangan gelombang 748,38 cm-1 menunjukkan ikatan C-H out of
plane dari struktur aromatic dan 864,11 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk N0H tipe
wagging pada gugus fungsi amina. Vibrasi tekuk =C-H dari alkena pada bilangan
gelombang 972,12 cm-1, 1026,13 cm-1 dan 1072,42 cm-1. Bilangan gelombang
1134,14 cm-1, 118,15 cm-1 dan 1234,44 cm-1 merupakan indikasi keberadaan gugus
C-N dari ikatan amina alifatik. Gelombang bilangan 1357,89 cm-1 menunjukkan
vibrasi tekuk C-H tipe rocking dan 1458,18 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk C-H dari
gugus fungsi alkana. Pita serapan pada bilangan gelombang 1481,33 cm-1 merupakan
karakterisasi dari vibrasi ulur C=C dari cincin aromatic, sedangkan 1550,77 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur C-C dalam cincin aromatic.Vibrasi ulur C=O pada amida
berada pada bilangan gelombang 1666,5 cm-1, sedangkan vibrasi ulur C=N pada imina
di 1697,36 cm-1. Vibrasi ulur H-C=O, C-H pada gugus fungsi berada pada bilangan
gelombang 2669,48 cm-1 dan 2723,49 cm-1. Vibrasi ulur C-H alkana berada pada
bilangan gelombang 2893,22 cm-1, 2954,95 cm-1, dan 3109,25 cm-1. Vibrasi ulur N-H
pada gugus fungsi amina berada pada bilangan gelombang 3248,13 cm-1, sednagkan
Vibrasi ulur N-H pada gugus fungsi amida di 3332,99 cm-1. Pita serapan di bilangan
gelombang 3294,42 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur O-H pada alcohol, fenol dan gugus
H2O yang diserap.

11
VIII. DAFTAR PUSTAKA :
Aisyah, M., Fuferti, Z. S., dan Ratnawulan. (2013). PerbandinganKarakteristik Fisis Kopi
Lwak (CivetCoffee) Dan Kopi Biasa Jenis Arabica. Pillar Of Physics. 2: 68-75.

Basset, J. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.

Fulder. (2004). Khasiat Teh Hijau. Prestasi Pustaka: Jakarta.

Harjadi,W. (1993). Ilmu Kimia Dasar Analitik. Erlangga: Jakarta.

Maramis, R. K., Citraningtiyas, G., Wehantouw, F. (2018). Analisis Kafein Dalam Kopi Bubuk
di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri UV-VIS. Jurnal Ilmiah Farmasi. 2
(4): 122- 128

Rahmayani, J., Maimuna., Jorena., Royani, I. (2021). Analisis Proses Ekstraksi pada Nano
Kafein Terhadap Konsentrasi Kafein Terbuang pada Molecularly Imprinted Polymer
(MIP) dan Rongga Tercipta. Indonesian Journal of Applied Physics. 11(1): 51-58

Ristina, M. (2006). Petunjuk Praktikum Instrumen Kimia. STTN – Batan: Yogyakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai