MUTAKIN
WIWIEK INDRIYATI
IDA MUSFIROH
ALIYA NUR HASANAH
DRIYANTI RAHAYU
MUCHTARIDI
SANDRA MEGANTARA
FEBRINA AMELIA SAPUTRI
RIMADANI PRATIWI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
MODUL 1
Prinsip
Fosfor anorganik dalam filtrat bebas protein direaksikan dengan amonium molibdat
(Mo (VI)) membentuk amonium fosfomolibdat. Senyawa ini direduksi dengan agen
pereduksi membentuk “molibdenum biru” sebuah jenis molibdenum heteropoli.
Molibdat tidak direduksi pada kondisi ini. Warna biru yang terbentuk diukur secara
spektrofotometri.
Reaksi
Prosedur
Tujuan
Menentukan konsentrasi natrium dan kalium dalam urin menggunakan Flame
Atomic-Emission Spectroscopy
Pendahuluan
Spektroskopi nyala emisi atom merupakan metode analisis instrument yang cepat,
mudah, dan sensitive untuk penentuan “trace metal element” dalam larutan. Metode
ini relative bebas dari gangguan unsur lain karena mempunyai karakteristik emisi
line yang sempit (0,1 nm). Metode ini juga mempunyai akurasi dan presisi yang
baik dengan limit deteksi yang rendah yaitu antara 1 ng/ml and 1 µg/ml.
Metode ini cocok untuk analisis berbagai macam logam terutama logam yang
mudah tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi seperti Li, Na, K, Rb, Cs, Ca,
Cu, Sr, and Ba. Secara umum, golongan metaloid dan nonlogam tidak akan
menghasilkan atom netral pada nyala tetapi kebanyakan menghasilkan ion dan
polyatomic radikal. Oleh karena itu golongan nonlogam tidak dapat ditentukan
dengan spektroskopi emisi nyala kecuali dalam penanganan dan kondisi khusus.
Flame photometry adalah metode analisis empiris, tidak mutlak, seperti gravimetri,
sehingga metode ini harus dikalibrasi secara berkala. Banyak variable
eksperimental yang berbeda mempengaruhi intensitas cahaya yang dipancarkan
dari nyala api untuk sampai ke detector. Oleh karena itu perlu dilakukan kalibrasi
secara hati-hati agar dapat memperoleh hasil yang baik.
Flame photometer adalah photometer nyala emisi atom pada suhu rendah
(udara/gas alami) yang dirancang untuk analisis rutin natrium dan kalium dalam
larutan, yang merupakan unsur penting dalam system fisiologis tubuh. Kadar
normal Na+ and K+ dalam plasma adalah 136-145 mM dan 3.5-5.0 Mm yang setara
dengan 3200 dan 170 µg/mL. Sebelum dianalisis, plasma tersebut diencerkan
terlebih dahulu100-200 kali lipat. Pada intrumen ini tersedia filter tambahan untuk
analisis litium, kalsium, dan barium.
Detektornya adalah fotodioda p-i-n yang relatif murah dan kokoh. Perangkat solid-
state ini memiliki lapisan intrinsik (non-doped) yang berada di antara lapisan p dan
n-doped yang berada dalam dioda - asal dari sebutan p-i-n. Pengaturan ini membuat
detector mempunyai sensitivitas yang lebih besar dan kecepatan operasi lebih cepat
dari pada fotodioda standar. [http://www.rp-
photonics.com/p_i_n_photodiodes.html]
Instrument ini memiliki batas deteksi 0.2, 0.2, 0.25, 15, and 30 µg/mL untuk Na, K,
Li, Ca, and Ba. Reproduksibilitasnya dikatakan lebih baik dari 1% standar deviasi
relatif untuk 20 sampel berturut-turut menggunakan Na 10 ppm untuk membaca
50,0 pada meteran.
Bahan:
1. Air deionisasi
2. NaCl
Penyiapan Larutan
Larutan sampel
Sampel urin
Prosedur
Ikuti instruksi di bawah ini untuk penggunaan instrument dan mengukur intensitas
emisi untuk blanko (air deionisasi), standard, dan sampel.
1. Nyalakan flame pada instrument dan biarkan selama 15 menit agar nyala flame
stabil.
2. Pastikan semua alat yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu. Pertama
dengan aquadest kemudian dengan air deionisasi.
3. Isi vial polietilen (25 ml) dengan blanko (air deionisasi), 5 larutan standar
natrium (1, 2, 4, 8, dan 16 ppm) dan larutan sampel, kemudian tempatkan vial-
vial tersebut secara berurutan dalam holder.
4. Alirkan air deionisasi hingga pembacaannya stabil. Proses ini memerlukan
waktu 30-90 detik. Gunakan tombol blank untuk mensetting meter reading
menjadi 0.00. Kemudian, uji lrutan standar dengan konsentrasi tertinggi (16
ppm) hingga meter reading stabil. Gunakan tombol fine sensitivity untuk
mensetting meter reading menjadi 50. [saklar sensitivity harus berada dalam
setting yang benar dan tidak perlu di tukar-tukar].
5. Ulangi 2 tahapan prosedur kalibrasi tersebut dengan air deionisasi dan standar
5 ppm beberapa kali hingga keduanya stabil berturut-turut pada 0.00 dan 50.
6. Alirkan larutan blanko, 5 larutan standar, dan sampel. Lakukan pengukuran
sebanyak tiga kali untuk masing-masing larutan. Akan ada beberapa gangguan
dalam pembacaan terutama pada larutan konsentrasi tinggi.
7. Untuk kalibrasi kedua, tempatkan larutan sampel diantara dua standar yang
pembacaanya tidak diketahui, sehingga konsentrasi larutan yang dialirkan
meningkat. Instrument emisi atom akan bekerja dengan baik dari konsentrasi
rendah ke konsentrasi tinggi.
8. Ulangi seluruh proses kalibrasi dan lakukan pembacaan hingga tiga kali
pengulangan. Lakukan paling tidak 1 atau lebih dari dua kali. Semakin banyak
data yang diperoleh akan semakin baik untuk mengeliminasi eror dan inakurasi
data.
9. INSTRUMENT ALERT. Kompartemen aspirator terkadang tidak sesuai.
Hal-hal yang harus diperhatikan: alirkan beberapa larutan hingga pembacaan
di mulai, kemudian air deionisasi dialirkan, hingga pembacaan masih berjalan
dan muncul sinyal yang kuat untuk Na. Jika jendela kecil di cerobong nyala
terlihat warna kekuningan yang merupakan emisi dari Na, kompartemen
aspirator tersebut perlu di cuci.
10. Ketika percobaannya selesai, alirkan air deionisasi untuk membersihkan
aspirator kemudian maktikan instrument
11. Cuci dan bilas semua alat gelas dan plastic dengan air deionisasi
Pengolahan Data
1. Siapkan data kurva kalibrasi antara intensitas emisi sebagai fungsi dari
konsentrasi Na.
2. Tentukan konsentrasi Na pada sampel berdasarkan hasil kurva kalibrasi
3. Tergantung dari instrument dan factor lainnya, lebih baik untuk merata-ratakan
tiga data yang diperoleh untuk setiap larutan.
PUSTAKA
Tujuan
Prinsip
Reaksi Sandell-Kolthoff :
Larutan
1. Larutan asam klorat (3,3 mol/L). Kalium klorat (500 g) dilarutkan dalam 1000 mL air
dalam erlenmeyer 2000 mL dengan pemanasan selama 60 menit dalam water bath,
setelah sebanyak 375 mL asam perklorat ditambahkan secara perlahan. Larutan
kemudian disimpan pada suhu -25oC selama semalam. Suspensi difilter dengan mesh
5-10 µm. Filtrat disimpan di kulkas (4oC) hingga digunakan.
2. Larutan amonium persulfat (1,31 mol/L). Amonium persulfat (30 g) dilarutkan dalam
air hingga 100 mL. Larutan disiapkan segar sebelum digunakan.
3. Larutan asam arsenat 90,05 mol/L). Arsen trioksida (5 g) dilarutkan dalam 100 mL
larutan natrium hidroksida 0,875 mol/L. Asam sulfat pekat (16 mL) ditambahkan
perlahan, dan campuran diencerkan hingga 500 mL dengan air dingin dan disaring.
4. Larutan ceric amonium sulfat (0,019 mol/L). Tetraamonium cerium (IV) sulfat dihidrat
(6 g) dilarutkan dalam 1,75 mol/L asam sulfat dan ditambahkan dengan larutan asam
yang sama hingga 500 mL.
5. Kalibrator iodin. Dalam labu ukur 100 mL, sebanyak 168,6 mg kalium iodat dilarutkan
dalam air hingga terbentuk larutan stok 7,88 mmol/L (1000 mg/L iodin). Larutan
diencerkan 100 dan 10000 kali. Larutan kerja dengan konsentrasi 0,039 – 4,73 μmol/L
(5-600 μg/L iodin) disiapkan.
6. Larutan sampel urin disiapkan secara segar.
Prosedur
Kalibrator dan sampel dipipet ke dalam plate polipropilen, diikuti dengan penambahan 100 μL
larutan amonium persulfat (konsentrasi akhir 0,87 mol/L). Plate ditutup rapat dan disimpan
selama 60 menit suhu 110oC dalam oven. Setelah digesti, plate didinginkan kemudian sebanyak
50 μL alikuot hasil digesti dipindahkan ke dalam plate polistiren 96-well. Larutan asam arsenat
(100 μL) ditambahkan ke dalam well; 50 μL larutan ceric amonium sulfat ditambahkan secara
cepat (1 menit) menggunakan pipet multichannel. Reaksi dibiarkan berjalan selama 30 menit
pada suhu 25oC dan absorbansinya diukur pada 405 nm dengan microplate reader.
Evaluasi Pengukuran
Kurva kalibrasi dan perhitungan. Kurva kalibrasi disiapkan dengan memplotkan absorbansi
dari logaritma konsentrasi pada 405 nm pada sumbu y terhadap konsentrasi iodin [0.20, 0.39,
0.79, 1.57, 2.36, 3.15 µmol/L (25, 50, 100, 200, 300 and 400 µg/L iodin) pada sumbu x.
Konsentrasi iodin dihitung melalui persamaan garis linier. Air digunakan sebagai zero
kalibrator.
Batas deteksi. Batas deteksi didefinisikan sebagai 2 SD dari zero kalibrator (10 replikasi),
dikarakterisasi dari 5 analisis
Presisi. Spike sampel dengan konsentrasi iodin rendah, medium dan tinggi digunakan untuk
menghitung KV intra- dan interassay. Percobaan intraassay dilakukan dengan mengukur
sampel sebanyak delapan replikasi. Dengan percobaan yang sama, interassay diukur dalam 30
hari berbeda.
Perolehan kembali. Perolehan kembali dari iodin diperoleh dengan mengukur 12 sampel
berbeda yang dispike larutan kalium iodat sebanyak tiga replikasi, dan dibandingkan dengan
sampel yang dispike air. Larutan kalium iodat (3,94 μmol/L) dan air yang ditambahkan ke
sampel adalah 1/10 volume sampel. Persen perolehan kembali dihitung dengan rumus:
Linieritas. Sampel yang dispike iodin pada konsentrasi rendah, medium, dan tinggi diencerkan
dengan air kemudian diukur sebanyak tiga replikasi.