Anda di halaman 1dari 111

FORMULASI SEDIAAN MASKER CLAY YANG

MENGANDUNG EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH


(Hylocereus costaricensis (F.A.C WEBER))
SEBAGAI ANTI-AGING

SKRIPSI

OLEH:
RAMADHANI SIREGAR
NIM 151501032

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


FORMULASI SEDIAAN MASKER CLAY YANG
MENGANDUNG EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH
(Hylocereus costaricensis (F.A.C WEBER))
SEBAGAI ANTI-AGING

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:
RAMADHANI SIREGAR
NIM 151501032

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Sediaan Masker Clay yang

Mengandung Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C

Weber)) Sebagai Anti-Aging”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber))

mengandung senyawa flavonoid, vitamin C dan vitamin E yang dapat dijadikan

sebagai sumber antioksidan alami untuk mencegah penuaan dini. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk memformulasikan masker clay dari ekstrak kulit buah

naga merah dengan konsentrasi 2,5%; 5% dan 7,5% sebagai anti-aging. Dari hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa masker clay dengan konsentrasi 7,5% ekstrak

kulit buah naga merah memberikan hasil yang paling baik terhadap efektivitas

anti-aging pada kulit wajah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi yang berguna dalam bidang farmasi khususnya pada kosmetika.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah memberikan

bantuan dan fasilitas selama masa perkuliahan. Penulis juga menyampaikan

ucapan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan dan

motivasi hingga selesainya penulisan skripsi ini. Penulis juga berterimakasih

kepada Ibu Prof. Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., Bapak Drs. Surjanto, M.Si.,

Apt., dan Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., sebagai tim penguji yang

iv
Universitas Sumatera Utara
sangat banyak memberikan masukan dan saran atas skripsi ini, serta kepada

Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt., selaku dosen penasehat akademik, beserta

seluruh dosen pengajar di Fakultas Farmasi atas arahan, bimbingan dan ilmu yang

diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada

kedua orangtua, Ayahanda Ir. H. Baduaman Siregar, MM., Ibunda Hj. Deliana

Lubis, Abang Ardhiansyah Siregar, S.H., Kakak Rahmah Siregar, SKM, MKM,

dan Kakak dr. Habibah Hannum Siregar yang selalu memberikan dukungan baik

moral, nasehat, materi, kasih sayang, tenaga dan do’a yang tiada putus sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi.

Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada teman-teman sejawat

penulis terutama Olomarina, Rini, Putri, Alma, Bita, Ilmah dan Nisa yang telah

memberikan dukungan dan semangat agar terselesaikannya skripsi ini. Tak lupa

kepada teman seperdopingan Vincent, Siska, Rut, Wilda, Tiara dan teman-teman

angkatan 2015 lainnya atas kebersamaan, do’a, dorongan dan semangat yang

diberikan kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh

dari sempurna, maka dengan segenap hati penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 15 Agustus 2019


Penulis,

Ramadhani Siregar
NIM 151501032

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ramadhani Siregar

Nomor Induk Mahasiswa : 151501032

Program Studi : Sarjana Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi Sediaan Masker Clay yang

Mengandung Ekstrak Kulit Buah Naga Merah

(Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber))

Sebagai Anti-Aging

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya sendiri

dan bukan plagiat. Apabila di kemudian hari diketahui skripsi saya tersebut

terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun

oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam

keadaan sehat.

Medan, 15 Agustus 2019

Ramadhani Siregar
NIM 151501032

vi
Universitas Sumatera Utara
FORMULASI SEDIAAN MASKER CLAY YANG MENGANDUNG
EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH
(Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber)) SEBAGAI ANTI-AGING

ABSTRAK

Latar Belakang: Kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C


Weber)) mengandung senyawa flavonoid, vitamin C dan vitamin E yang dapat
dijadikan sebagai sumber antioksidan alami untuk mencegah penuaan dini pada
kulit. Masker clay banyak digunakan karena mampu membersihkan dan
mengangkat kotoran dari wajah.
Tujuan Penelitian: Memformulasi dan mengevaluasi masker clay ekstrak kulit
buah naga merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber)) sebagai anti-aging.
Metode: Kulit buah naga merah dikeringkan lalu dimaserasi dengan etanol 96%
selama 7 hari, disaring dan larutan di evaporasi dengan rotary evaporator pada
suhu 40°C hingga didapat ekstrak kental. Sediaan masker clay dibuat dengan
menambahkan ekstrak kulit buah naga merah dengan masing-masing konsentrasi
2,5% (FI); 5% (FII) dan 7,5% (FIII) dan sebagai blanko (F0) tanpa penambahan
ekstrak. Evaluasi sediaan masker clay yang mengandung ekstrak kulit buah naga
merah meliputi pengamatan organoleptis (bau, warna dan konsistensi),
homogenitas, pH selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar kemudian
dilakukan uji iritasi, waktu sediaan mengering dan evaluasi efektivitas anti-aging
menggunakan alat skin analyzer terhadap wajah sukarelawan.
Hasil: Sediaan masker clay dengan konsentrasi ekstrak 2,5% (FI); 5% (FII) dan
7,5% (FIII) berwarna putih kecoklatan, berbau khas, homogen, pH 5,9-6,2, stabil
selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar, waktu pengeringan 7,33-18
menit dan tidak mengiritasi kulit wajah sukarelawan. Hasil uji efektivitas anti-
aging paling baik dari masker clay 7,5 % ditunjukkan pada parameter kelembaban
(terjadi perubahan dari dehidrasi menjadi normal), kehalusan (terjadi perubahan
dari normal menjadi halus) dan keriput (terjadi perubahan dari berkeriput menjadi
tidak berkeriput) selama 4 minggu perawatan.
Kesimpulan: Ekstrak kulit buah naga merah dapat diformulasikan sebagai
sediaan masker clay dan stabil pada penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar,
masker clay ekstrak kulit buah naga merah dengan konsentrasi 7,5% (FIII)
memiliki efektivitas anti-aging yang lebih baik dibandingkan dengan formula
lainnya.

Kata kunci: Formulasi, masker clay, ekstrak kulit buah naga merah, anti-aging.

vii
Universitas Sumatera Utara
FORMULATION OF CLAY MASK WITH RED DRAGON FRUIT PEEL
EXTRACT (Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber))
AS ANTI-AGING

ABSTRACT

Background: Red dragon fruit peel (Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber))


contains flavonoids, vitamin C and vitamin E which can be used as a source of
natural antioxidants to prevent premature aging of the skin. Clay masks are widely
used because they can clean and remove dirt from the face.
Objective: Formulate and evaluate clay masks of red dragon fruit peel extract
(Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber)) as anti-aging.
Method: The peels of red dragon fruit were dried and macerated with 96%
ethanol for 7 days, filtered and the solution was evaporated at 40°C with a rotary
evaporator until thicker extract was obtained. Clay mask product were made by
adding red dragon fruit peel extract with each concentration of 2.5% (FI), 5%
(FII), and 7.5% (FIII) and as blank product (F0) without the addition of extract.
Evaluation of clay mask products included organoleptic observations (odor, color
and consistency), homogeneity, pH for 12 weeks storage at room temperature then
did an irritation test, drying time of products and evaluation of anti-aging
effectiveness using a skin analyzer to the faces of volunteers.
Results: Clay mask product with extract concentration of 2.5% (FI); 5% (FII) and
7.5% (FIII) were brownish white color, distinctive smell, homogeneous, pH 5.9-
6.2, stable for 12 weeks storage at room temperature, drying time 7.33-18 minutes
and did not irritate the facial skin of volunteers. The best result of anti-aging
effectiveness test was showed from clay mask 7.5% in the parameters of moisture
(change from dehydration to normal), evenness (change from normal to smooth)
and wrinkles (change from wrinkled to non-wrinkled) within 4 weeks of
treatment.
Conclusion: Red dragon fruit peel extract can be formulated as clay mask
products and stable at 12 weeks storage at room temperature, clay mask of red
dragon fruit peel extract with the concentration of 7.5% has better anti-aging
effectiveness compared to the other formulas.

Keywords: Formulation, clay mask, red dragon fruit peel extract, anti-aging.

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 5
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7
2.1 Uraian Tumbuhan ............................................................................................. 7
2.1.1 Sistematika tumbuhan buah naga merah ....................................................... 7
2.1.2 Morfologi tumbuhan buah naga merah ......................................................... 8
2.1.3 Habitat ........................................................................................................... 8
2.1.4 Kandungan kimia ....................................................................................................... 8
2.1.5 Manfaat buah naga merah ........................................................................... 10
2.2 Kulit ............................................................................................................... 11
2.2.1 Struktur kulit ............................................................................................... 11
2.2.2 Fungsi kulit ................................................................................................. 14
2.2.3 Jenis-jenis kulit wajah ................................................................................. 15
2.2.4 Penuaan pada kulit ...................................................................................... 16
2.2.5 Penuaan dini (premature aging) .................................................................. 17
2.2.6 Tanda-tanda penuaan .................................................................................. 18
2.3 Anti-Aging ...................................................................................................... 19
2.3.1 Fungsi anti-aging ........................................................................................ 19
2.3.2 Manfaat anti-aging ...................................................................................... 20
2.4 Antioksidan .................................................................................................... 20
2.5 Skin Analyzer .................................................................................................. 22
2.5.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer .......................................... 23
2.5.2 Parameter pengukuran ................................................................................. 24
2.6 Masker ............................................................................................................ 25
2.6.1 Mekanisme kerja masker ............................................................................. 25
2.6.2 Jenis-jenis masker ....................................................................................... 26
2.7 Masker Clay ................................................................................................... 27
2.8 Bahan Pembuatan Masker Clay ..................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 30
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................... 30

ix
Universitas Sumatera Utara
3.2 Alat-alat .......................................................................................................... 30
3.3 Bahan-bahan ................................................................................................... 30
3.4 Penyiapan Sampel .......................................................................................... 31
3.4.1 Pengambilan sampel .................................................................................... 31
3.4.2 Identifikasi sampel ...................................................................................... 31
3.4.3 Pengolahan simplisia ................................................................................... 31
3.4.4 Skrining fitokimia simplisia ........................................................................ 32
3.4.4.1 Pemeriksaan alkaloid ............................................................................... 32
3.4.4.2 Pemeriksaan flavonoid ............................................................................. 32
3.4.4.3 Pemeriksaan glikosida .............................................................................. 32
3.4.4.4 Pemeriksaan saponin ................................................................................ 33
3.4.4.5 Pemeriksaan tanin .................................................................................... 33
3.4.5 Pemeriksaan karakterisasi simplisia ............................................................ 34
3.4.5.1 Penetapan kadar air ................................................................................... 34
3.4.5.2 Penetapan kadar sari larut air ................................................................... 34
3.4.5.3 Penetapan kadar sari larut etanol .............................................................. 35
3.4.5.4 Penetapan kadar abu total ......................................................................... 35
3.4.5.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam ...................................................... 35
3.4.6 Pembuatan ekstrak kulit buah naga merah .................................................. 36
3.5 Sukarelawan ................................................................................................... 36
3.6 Formula Sediaan ............................................................................................. 37
3.6.1 Formula standar ........................................................................................... 37
3.6.2 Formula modifikasi masker clay blanko ..................................................... 37
3.7 Prosedur Kerja ................................................................................................ 38
3.7.1 Formulasi sediaan basis masker .................................................................. 38
3.7.2 Formulasi sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga merah .................. 38
3.8 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan .......................................................................... 39
3.8.1 Pemeriksaan homogenitas ........................................................................... 39
3.8.2 Pengamatan stabilitas sediaan ..................................................................... 40
3.8.3 Pengukuran pH sediaan ............................................................................... 40
3.8.4 Pengukuran lama pengeringan sediaan masker ........................................... 40
3.8.5 Uji iritasi pada sukarelawan ........................................................................ 40
3.8.6 Pengujian efektivitas anti-aging .................................................................. 41
3.8.7 Analisis data ................................................................................................ 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 43
4.1 Identitas Tumbuhan ........................................................................................ 43
4.2 Hasil Pembuatan Simplisia Kulit Buah Naga Merah ..................................... 43
4.3 Hasil Skrining Simplisia Kulit Buah Naga Merah ......................................... 43
4.4 Karakteristik Simplisia Kulit Buah Naga Merah ........................................... 44
4.5 Hasil Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah ........................................ 45
4.6 Hasil Pembuatan Sediaan Masker .................................................................. 45
4.7 Hasil Evaluasi Mutu Fisik Sediaan ................................................................ 46
4.7.1 Hasil pengujian homogenitas ...................................................................... 46
4.7.2 Hasil pengamatan stabilitas sediaan ............................................................ 47
4.7.3 Hasil pengukuran ph sediaan ...................................................................... 48
4.7.4 Hasil pengukuran lama pengeringan masker .............................................. 49
4.7.5 Hasil uji iritasi terhadap sukarelawan ......................................................... 50
4.7.6 Hasil pengujian efektivitas anti-aging ........................................................ 50
4.7.6.1 Kadar air (moisture) ................................................................................. 51

x
Universitas Sumatera Utara
4.7.6.2 Kehalusan (evenness) ............................................................................... 53
4.7.6.3 Pori (pore) ................................................................................................ 56
4.7.6.4 Noda (spot) ............................................................................................... 59
4.7.6.5 Keriput (wrinkle) ...................................................................................... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 65
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 65
5.2 Saran ............................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 66

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

2.1 Kandungan fitokimia dan nutrisi kulit buah naga merah ............................... 9
2.2 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ........................................ 24
3.1 Formula sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga merah ........................ 39
4.1 Hasil skrining fitokimia terhadap simplisia kulit buah naga merah ............... 43
4.2 Karakteristik simplisia kulit buah naga merah ............................................... 44
4.3 Hasil pengamatan stabilitas sediaan pada suhu kamar ................................... 47
4.4 Hasil pengukuran pH rata-rata sediaan selama 12 minggu ............................ 48
4.5 Hasil pengukuran lama pengeringan masker clay .......................................... 49
4.6 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan .................................................... 50
4.7 Data hasil pengukuran kadar air pada kulit sukarelawan ............................... 51
4.8 Data hasil pengukuran kehalusan pada kulit sukarelawan ............................. 54
4.9 Data hasil pengukuran pori pada kulit sukarelawan ...................................... 57
4.10 Data hasil pengukuran jumlah noda pada kulit sukarelawan ....................... 59
4.11 Data hasil pengukuran keriput pada kulit sukarelawan ................................ 62

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

2.1 Struktur Anatomi Kulit .................................................................................. 11


4.1 Grafik Pengaruh Perbedaan Formula terhadap Kadar Air (moisture)
pada Kulit Wajah Sukarelawan ..................................................................... 52
4.2 Grafik Pengaruh Perbedaan Formula terhadap Kehalusan Kulit (evenness)
pada Kulit Wajah Sukarelawan ..................................................................... 55
4.3 Grafik Pengaruh Perbedaan Formula terhadap Pori (pore)
pada Kulit Wajah Sukarelawan ..................................................................... 58
4.4 Grafik Pengaruh Perbedaan Formula terhadap Noda (spot)
pada Kulit Wajah Sukarelawan ..................................................................... 61
4.5 Grafik Pengaruh Perbedaan Formula terhadap Keriput (wrinkle)
pada Kulit Wajah Sukarelawan ..................................................................... 63

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil identifikasi tumbuhan kulit buah naga merah ......................................... 69


2. Gambar tumbuhan, simplisia dan ekstrak kulit buah naga merah ................... 70
3. Bagan pembuatan simplisia kulit buah naga merah ......................................... 71
4. Bagan pembuatan ekstrak kulit buah naga merah ............................................ 72
5. Bagan pembuatan sediaan masker clay ............................................................ 73
6. Perhitungan rendemen ekstrak kulit buah naga merah .................................... 74
7. Hasil karakterisasi simplisia kulit buah naga merah ........................................ 75
8. Surat pernyataan persetujuan (informed consent) ............................................ 78
9. Surat persetujuan komisi etik ........................................................................... 79
10. Gambar sediaan masker clay dan uji homogenitas ........................................ 80
11. Gambar pemakaian masker dan uji iritasi pada sukarelawan ........................ 81
12. Hasil uji efektivitas anti-aging ....................................................................... 82
13. Hasil analisis data ........................................................................................... 85
14. Gambar alat .................................................................................................... 97

xiv
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buah nag\a merah merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah beriklim

tropis kering. Habitat asli tumbuhan buah naga berasal dari Negara Meksiko,

Amerika Utara dan Amerika Selatan bagian utara. Buah naga telah dibudidayakan

di Indonesia seperti Jember, Malang, Pasuruan dan daerah lainnya. Di Indonesia,

buah naga populer sejak tahun 2000, dimana dalam satu tanaman buah naga akan

menghasilkan sekitar 6-7 ton buah naga sekali musim panen dan dapat mencapai

lebih dari 50 ton per tahun jika usaha budidaya buah naga berhasil. Persentase

kulit buah naga merah adalah 30% hingga 35% dari berat buahnya (Kristanto,

2003).

Menurut penelitian Wu, dkk., (2006) keunggulan dari kulit buah naga

yaitu kaya polifenol dan merupakan antioksidan, kulit buah naga juga

mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin A, alkaloid, terpenoid, flavonoid,

tiamin, niasin, piridoksin, kobalamin, fenolik, karoten dan fitoalbumin. Aktivitas

antioksidan pada kulit buah naga lebih besar dibandingkan aktivitas antioksidan

pada daging buahnya. Berdasarkan penelitian Putri, dkk. (2015) menunjukkan

bahwa persentase peredaman optimum sebesar 97,84% dengan nilai IC50 73,2772

mg/L, yang artinya ekstrak etanol kulit buah naga merah memiliki aktivitas

antioksidan yang kuat.

Penuaan merupakan proses fisiologi yang tak terhindarkan yang pasti

dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat irreversible yang meliputi seluruh

organ tubuh termasuk kulit. Kulit merupakan salah satu jaringan yang secara

1
Universitas Sumatera Utara
langsung akan memperlihatkan proses penuaan (Putro, 1997). Proses menua atau

aging merupakan proses biologis yang terjadi secara alami dan mengenai semua

makhluk hidup, meliputi seluruh organ tubuh seperti jantung, paru, otak, ginjal,

termasuk kulit (Yaar dan Gilchrest, 2007). Menjadi tua adalah suatu proses

menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki

atau mengganti diri dan mempertahankan struktur, serta fungsi normalnya

(Cunningham, 2003).

Masker merupakan salah satu pembersih kulit wajah yang efektif. Masker

termasuk kosmetik depth cleansing yaitu kosmetik yang bekerja secara mendalam

karena dapat mengangkat sel-sel kulit mati. Masker memiliki banyak kegunaan,

terutama untuk mengencangkan kulit, mengangkat sel-sel tanduk yang sudah siap

mengelupas, memberi kelembaban dan nutrisi pada kulit, memperbaiki tekstur

wajah, meremajakan kulit, mencerahkan warna kulit, mengecilkan pori-pori,

membersihkan pori-pori kulit wajah yang tersumbat kotoran, menyegarkan wajah

karena akan memberi efek rileks otot-otot wajah (Septiari, 2014).

Setiap manusia tentu ingin terlihat muda tetapi proses menua secara

perlahan-lahan berjalan terus dan kulit merupakan salah satu jaringan tubuh yang

secara langsung memperlihatkan terjadinya proses menua. Proses menua ini

antara lain tampak dari kerutan dan keriput pada kulit atau kemunduran lainnya

dibanding ketika masih muda (Tranggono dan Latifah, 2007).

Seluruh aspek dalam tubuh kita menunjukkan efek dari penuaan seiring

bertambahnya usia. Penuaan dini bisa terjadi pada siapa saja. Terutama di

Indonesia yang merupakan daerah beriklim tropis dengan sinar matahari yang

intensitasnya lebih tinggi. Proses degeneratif pada kulit yang terlalu sering

terpapar sinar ultraviolet berlangsung lebih cepat (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2
Universitas Sumatera Utara
Terapi anti-aging akan lebih baik dilakukan sedini mungkin di saat seluruh

fungsi sel-sel tubuh masih sehat dan berfungsi dengan baik. Dengan kemajuan

teknologi dan ilmu kosmetika, penurunan dan penghambatan penuaan dapat

dilakukan sehingga kulit dapat terlihat lebih muda (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

Masker wajah dengan tipe clay telah banyak digunakan karena

kemampuannya yang mampu meremajakan kulit. Perubahan kulit terasa ketika

masker mulai memberikan efek yang menarik lapisan kulit ketika masker

mengering. Sensasi ini menstimulasi sensasi penyegaran kulit dimana clay jenis

pasta mampu mengangkat kotoran dari wajah. Kotoran dan komedo terangkat

ketika sediaan dicuci dari kulit wajah. Efek setelah penggunaan masker adalah

kulit yang tampak cerah dan bersih (Harry, 2000).

Masker wajah sangat disukai dari sifatnya yang dapat mengencangkan

kulit dan efek pembersih kulit. Karakteristik khusus dari sediaan masker adalah

mudah digunakan dan dibersihkan serta waktu untuk pengeringan pada kulit

wajah yang sangat cepat. Salah satu sediaan masker wajah yang sangat populer

adalah tipe wash-off dengan basis clay, yang sering disebut dengan clay facial

masks (Gaffney, 1992).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan

penelitian tentang formulasi dan efektivitas ekstrak kulit buah naga merah

(Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber)) sebagai anti-aging dalam bentuk

masker clay.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

3
Universitas Sumatera Utara
a. Apakah kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber))

mengandung senyawa flavonoid sebagai antioksidan?

b. Apakah ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C

Weber)) dapat diformulasikan dalam sediaan masker clay?

c. Apakah perbedaan konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus

costaricensis (F.A.C Weber)) dalam sediaan masker clay mempengaruhi

efektivitas anti-aging?

d. Apakah penggunaan sediaan masker clay yang mengandung ekstrak kulit

buah naga merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber)) menunjukkan

peningkatan kondisi kulit menjadi lebih baik selama empat minggu

perawatan?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

a. Kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber))

mengandung senyawa flavonoid sebagai antioksidan.

b. Ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber))

dapat diformulasikan dalam sediaan masker clay.

c. Perbedaan konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus

costaricensis (F.A.C Weber)) dalam sediaan masker clay mempengaruhi

efektivitas anti-aging

d. Penggunaan sediaan masker clay yang mengandung ekstrak kulit buah

naga merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber)) menunjukkan

4
Universitas Sumatera Utara
peningkatan kondisi kulit menjadi lebih baik selama empat minggu

perawatan.

1.4 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis

(F.A.C Weber)) mengandung senyawa flavonoid sebagai antioksidan.

b. Untuk mengetahui ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus

costaricensis (F.A.C Weber)) dapat diformulasikan dalam sediaan masker

clay.

c. Untuk mengetahui perbedaan konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah

(Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber)) dalam sediaan masker clay

mempengaruhi efektivitas anti-aging.

d. Untuk mengetahui penggunaan sediaan masker clay yang mengandung

ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber))

menunjukkan peningkatan kondisi kulit menjadi lebih baik selama empat

minggu perawatan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan daya guna dari kulit buah

naga merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber)) dalam bidang kosmetik

yaitu sebagai masker clay anti-aging.

5
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kulit Buah
Naga Merah
(Hylocereus
costaricensis)

Simplisia Kulit
Buah Naga
Merah

Uji Skrining
Flavonoid pada
Kulit Buah
Naga Merah

Ekstrak Kulit
Buah Naga Merah

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Evaluasi -Homogenitas
Formulasi Stabilitas -Organoleptis
Masker Clay Sediaan -pH
Ekstrak Kulit Masker -Waktu Mengering
Buah Naga Clay -Uji Iritasi
Merah
(Hylocereus
Costaricensis) Uji Efek -Kadar Air (moisture)
Anti-Aging -Kehalusan (evenness)
dengan Skin -Pori (pore)
Analyzer -Noda (spot)
-Kerutan (wrinkle)

6
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Buah naga merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah beriklim tropis

kering. Pertumbuhan buah naga dapat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara,

keadaan tanah dan curah hujan. Habitat asli buah naga berasal dari Negara

Meksiko, Amerika Utara dan Amerika Selatan bagian utara. Namun buah naga

hingga saat ini telah dibudidayakan di Indonesia seperti di Jember, Malang,

Pasuruan dan daerah lainnya. Di Indonesia, buah naga mulai populer sejak tahun

2000, dimana dalam satu tanaman biasanya menghasilkan 1 kg buah. Dalam satu

hektar tanaman buah naga akan menghasilkan sekitar 6-7 ton buah naga sekali

musim panen bahkan dapat mencapai lebih dari 50 ton per tahun (Kristanto,

2003).

2.1.1 Sistematika tumbuhan buah naga merah

Sistematika tanaman buah naga merah menurut MEDA adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Cactaceae

Genus : Hylocereus

Species : Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber) Britton & Rose

Nama Lokal : Buah Naga Merah

7
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Morfologi tumbuhan buah naga merah

Secara morfologis tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena

tidak memiliki daun seperti tumbuhan lainnya. Meskipun demikian, tanaman buah

naga juga memiliki akar, batang, cabang, biji, dan juga bunga (Kristanto, 2003).

Buah berbentuk bulat panjang serta berdaging warna merah dan sangat

tebal. Letak buah pada umumnya mendekati ujung cabang atau batang. Pada

cabang atau batang dapat tumbuh buah lebih dari satu, terkadang bersamaan atau

berhimpitan. Bentuk buah bulat lonjong. Ketebalan kulit buah 2-3 cm. Permukaan

kulit buah terdapat jumbai atau jambul berukuran 1-2 cm. Berat buahnya sekitar

400-500 g. Persentase kulit buah naga merah adalah 30% hingga 35% dari berat

buahnya. Rasanya manis dengan kadar kemanisan mencapai 13-15 briks.

Tanamannya sangat menyukai daerah yang panas dengan ketinggian rendah

sampai sedang (Kristanto, 2003).

2.1.3 Habitat

Buah naga merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah beriklim tropis

kering. Pertumbuhan buah naga dapat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara,

keadaan tanah dan curah hujan. Habitat asli buah naga berasal dari Negara

Meksiko, Amerika Utara dan Amerika Selatan bagian utara. Namun buah naga

hingga saat ini telah dibudidayakan di Indonesia seperti di Jember, Malang,

Pasuruan dan daerah lainnya (Kristanto, 2003).

2.1.4 Kandungan kimia

Menurut penelitian Wu, dkk., (2006), keunggulan dari kulit buah naga

yaitu kaya polifenol dan merupakan antioksidan, kulit buah naga juga

mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin A, alkaloid, terpenoid, flavonoid,

tiamin, niasin, piridoksin, kobalamin, fenolik, karoten dan fitoalbumin. Selain itu

8
Universitas Sumatera Utara
aktivitas antioksidan pada kulit buah naga lebih besar dibandingkan aktivitas

antioksidan pada daging buahnya, sehingga berpotensi untuk dikembangkan

menjadi antioksidan alami yang dapat bermanfaat bagi kesehatan (Wu, dkk.,

2006).

Menurut Saneto (2008), terdapat beberapa senyawa dalam ekstrak kulit

buah naga merah yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan, yaitu betasianin,

flavonoid dan fenol. Tabel 2.1 menyatakan kadar dari beberapa senyawa

antioksidan (betasianin, flavonoid dan fenol) dalam kulit buah naga merah.

Tabel 2.1 Kandungan fitokimia dan nutrisi kulit buah naga merah
Kandungan Kadar dalam kulit buah naga merah
Betasianin (mg/100gr) 6,8 0,3
Flavonid (katekin/100gr) 9,0 1,4
Fenol (GAE/100gr) 19,8 1,2
Air (%) 4,9 0,2
Protein (%) 3,2 0,2
Karbohidrat (%) 72,1 0,2
Lemak (%) 0,7 0,2
Abu (%) 19,3 0,2
Sumber: Saneto, 2008.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurliyana, dkk. (2010)

diketahui bahwa kandungan fenolik total ekstrak etanol kulit buah naga lebih

tinggi daripada kandungan fenolik total yang terdapat pada daging buahnya.

Selain itu aktivitas antioksidan kulit buah naga (IC50 0,3mg/mL) juga lebih tinggi

daripada aktivitas antioksidan daging buahnya (IC50 > 1 mg/mL).

Berdasarkan penelitian Putri, dkk. (2015) menunjukkan bahwa persentase

peredaman optimum sebesar 97,84% dengan nilai IC50 73,2772 mg/L, yang

artinya ekstrak etanol kulit buah naga merah memiliki aktivitas antioksidan yang

kuat. Menurut Molyneux (2004) suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan

yang sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 ppm, aktivitas kuat apabila nilai

9
Universitas Sumatera Utara
IC50 antara 50-100 ppm, aktivitas sedang apabila nilai IC50 antara 100-150 ppm

dan lemah bila nilai IC50 antara 150-200 ppm.

2.1.5 Manfaat buah naga merah

Dalam dunia kesehatan buah naga memiliki cukup banyak manfaat.

Kandungan serat, kalsium, zat besi, fosfor yang tinggi bermanfaat untuk

mengatasi darah tinggi. Kandungan fitokimia didalam buah naga bermanfaat

dapat menurunkan risiko kanker. Sedangkan kandungan zat besi pada buah naga

berfungsi untuk menambah darah, vitamin B1 berperan mencegah demam badan,

vitamin B2 berperan menambah selera makan, vitamin B3 berperan menurunkan

kadar kolesterol dan vitamin C berperan dalam menghaluskan kulit dan mencegah

jerawat. Menurut AL Leong dan Johncola Pitaya Food R&D-Lembaga yang

meneliti khasiat buah naga merah menyimpulkan bahwa buah naga cukup kaya

dengan berbagai zat vitamin dan mineral yang sangat membantu meningkatkan

daya tahan tubuh dan bermanfaat untuk metabolisme dalam tubuh manusia (Emil

S., 2011).

Berdasarkan beberapa penelitian para ahli kandungan unsur-unsur pada

buah naga secara umum mempunyai khasiat antara lain sebagai pembersih darah,

pembersih ginjal, penyeimbang kadar gula darah, menyehatkan kulit, perawatan

kecantikan, meningkatkan ketajaman mata, mengurangi keluhan panas dalam dan

sariawan, menstabilkan tekanan darah, mengurangi keluhan keputihan,

mengurangi kolesterol, mencegah kanker usus serta mencegah sembelit dan

memperlancar feses (Emil S., 2011).

Buah naga banyak mengandung unsur-unsur antioksidan. Antioksidan

berfungsi untuk menahan serangan radikal bebas dan senyawa yang dapat

menyebabkan penyakit degeneratif. Senyawa didalam buah naga diyakini

10
Universitas Sumatera Utara
bermanfaat sebagai antioksidan antara lain vitamin C, karoten, asam fenol, fitat

dan fitoestrogen (Emil S., 2011).

2.2 Kulit

Kulit merupakan bagian paling luar dari tubuh dan merupakan organ yang

terluas, yaitu antara 1,5-2,0 m2 dengan berat kurang lebih 20kg (Putro, 1997).

Kulit merupakan organ yang esensial dan vital. Kulit juga sangat kompleks,

elastis dan sensitif (Wasitaatmadja, 1997). Kulit memiliki peran penting dalam

memproteksi bagian dalam tubuh dari kontak langsung dengan lingkungan luar,

baik secara fisik, mekanis, kimiawi, sinar UV (ultraviolet) dan mikroba

(Darmawan, 2013).

2.2.1 Struktur kulit

Kulit terdiri dari tiga lapisan, berturut-turut mulai dari yang paling luar

adalah lapisan epidermis, lapisan dermis, lapisan subkutan (Wasitaatmadja, 1997).

Gambar 2.1 Struktur Anatomi Kulit (Wasitaatmadja, 1997).

a. Epidermis

Menurut Mitsui (1997), lapisan epidermis tersusun dari 5 lapisan, yaitu:

11
Universitas Sumatera Utara
1) Lapisan tanduk (stratum korneum), stratum korneum merupakan lapisan

paling luar yang tersusun dari sel mati berkreatin dan memiliki sawar kulit

pokok terhadap kehilangan air. Apabila kandungan air pada lapisan ini

berkurang, maka kulit akan menjadi kering dan bersisik.

2) Lapisan lusidum (stratum lusidum), lapisan ini tersusun dari beberapa

lapisan transparan dan di atasnya terdapat lapisan tanduk dan bertindak

juga sebagai sawar, pada umumnya terdapat pada telapak tangan dan kaki.

3) Lapisan granulosum (stratum granulosum), lapisan ini terdiri dari 2 sampai

3 lapisan sel dan terletak di atas lapisan stratum spinosum dan berfungsi

untuk menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum korneum.

4) Lapisan spinosum (stratum spinosum), lapisan spinosum merupakan

lapisan yang paling tebal dari epidermis. Sel diferensiasi utama stratum

spinosum adalah keratinosit yang membentuk keratin.

5) Lapisan basal (stratum basale), lapisan basal merupakan bagian yang

paling dalam dari epidermis dan tempat pembentukan lapisan baru yang

menyusun epidermis. Lapisan ini terus membelah dan sel hasil

pembelahan ini bergerak ke atas membentuk lapisan spinosum. Melanosit

yang membentuk melanin untuk pigmentasi kulit terdapat dalam lapisan

ini.

b. Dermis

Lapisan dermis merupakan lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih

tebal dari pada epidermis. Penyusun utama lapisan dermis terdiri dari bahan dasar

serabut kolagen dan elastin. Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah

dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang

tumbuh (Tranggono dan Latifah, 2007).

12
Universitas Sumatera Utara
Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata

3-5 mm. Dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut

kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia tanpa lemak.

Pada dermis terdapat adneksa kulit, seperti folikel rambut, papila rambut, kelenjar

keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh

darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan

lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kolagen adalah zat pengisi kulit yang membuat kulit menjadi kencang.

Seiring bertambahnya usia, produksi kolagen semakin berkurang dan

mengakibatkan kulit menjadi kering dan berkerut. Selain dengan anti-aging,

kolagen dapat dipacu produksinya dengan olahraga dan nutrisi yang baik

(Tranggono dan Latifah, 2007).

Salah satu zat yang memiliki peranan penting dalam kulit, terutama wajah

adalah sebum. Sebum merupakan kandungan minyak yang melembabkan dan

melindungi kulit dari polusi. Sebum dibentuk oleh kelenjar palit yang terletak di

bagian atas kulit jangat, berdekatan dengan kandung rambut (folikel). Folikel

rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan

rambut (Bogadenta, 2012).

c. Subkutan

Lapisan subkutan adalah lapisan yang terletak di bawah dermis dan

mengandung sel-sel lemak yang dapat melindungi bagian dalam organ dari trauma

mekanik serta sebagai pengaturan suhu tubuh (Prianto, 2014).

Lapisan subkutan terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di

dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir

karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang

13
Universitas Sumatera Utara
dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel

lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di

lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah

bening. Tebal jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasi, di abdomen 3

cm, sedangkan di daerah kelopak mata dan penis sangat tipis. Lapisan lemak ini

juga berfungsi sebagai bantalan (Wasitaatmadja, 1997).

Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah dan sel-sel

penyimpanan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur

lainnya. Jumlah lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila makan berlebihan,

sebaliknya bila tubuh memerlukan energi yang banyak maka lapisan ini akan

memberikan energi dengan cara memecah simpanan lemaknya (Putro, 1997).

2.2.2 Fungsi kulit

Kulit mempunyai beberapa fungsi esensial yang penting bagi

keberlangsungan hidup manusia, yaitu :

1. Sebagai pelindung dan filter tubuh

Kulit memiliki kemampuan untuk mencegah bakteri/kuman penyakit dan

zat kimia yang masuk ke dalam tubuh. Kulit juga dapat melindungi tubuh dari

bahaya lingkungan, seperti panas sinar matahari, benturan fisik/trauma, dingin,

hujan dan angin dengan cara membentuk pelindung/mantel asam kulit secara

alamiah, juga berfungsi mengekskresikan (mengeluarkan zat-zat yang tak

berguna).

2. Mengatur suhu tubuh

Kulit berfungsi membantu menjaga agar suhu tubuh tetap optimal melalui

mekanisme dilatasi dan kontriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang

keduanya dipengaruhi saraf otonom. Terjadi pelepasan keringat ketika tubuh

14
Universitas Sumatera Utara
terasa panas, lalu keringat akan menguap dan tubuh merasa kedinginan maka

pembuluh darah dalam kulit akan menyempit (vasokontriksi) sehingga panas

tubuh akan tetap tertahan.

3. Menjaga kelembaban tubuh

Kelembaban dijaga dengan cara mencegah keluarnya cairan tubuh.

Lapisan kulit bersifat kenyal (padat dan kencang), terutama pada bagian lapisan

tanduk, sehingga air tidak mudah keluar dari dalam tubuh. Kulit juga mempunyai

daya mengikat air yang sangat kuat, yaitu mencapai empat kali beratnya sehingga

mampu mempertahankan tekstur dan bentuk kulit.

4. Kulit sebagai sistem syaraf yang sensitif

Kulit memiliki sistem syaraf yang sangat peka terhadap pengaruh atau

ancaman dari luar, seperti dingin, panas, sentuhan, tekanan dan sakit (Putro,

1997).

5. Fungsi Lain

Fungsi lain dari kulit adalah kulit dapat menggambarkan status emosional

seseorang dengan memerah, memucat, maupun kontraksi otot penegak rambut

(Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2.3 Jenis- jenis kulit wajah

Menurut Noormindhawati (2013), kulit dapat dibagi dalam beberapa jenis,

yaitu:

a. Kulit normal: memiliki pH normal; kadar air dan kadar minyak seimbang;

tekstur kulit kenyal, halus dan lembut; pori-pori kulit kecil.

b. Kulit berminyak: memiliki kadar minyak yang berlebihan, bahkan dapat

mencapai 60% sehingga permukaan kulit wajah tampak mengkilap;

memiliki pori-pori kulit yang besar; cenderung mudah berjerawat.

15
Universitas Sumatera Utara
c. Kulit kering: kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang

atau sedikit sehingga pada perabaan terasa kering, kulit menjadi kasar dan

kusam karena banyak lapisan kulit yang lepas dan retak, kaku atau tidak

elastis, mudah bersisik, pori-pori tidak kelihatan, dan mulai tampak

kerutan-kerutan.

d. Kulit kombinasi: merupakan kombinasi antara kulit wajah kering dan

berminyak, pada area T cenderung berminyak, sedangkan area pipi

berkulit kering.

e. Kulit sensitif: kulit yang peka terhadap aplikasi zat kimia diatasnya,

mudah iritasi, kulit wajah lebih tipis dan sangat sensitif.

2.2.4 Penuaan pada kulit

Penuaan merupakan proses fisiologi yang tak terhindarkan yang pasti

dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat irreversible yang meliputi seluruh

organ tubuh termasuk kulit. Kulit merupakan salah satu jaringan yang secara

langsung akan memperlihatkan proses penuaan (Putro, 1997). Proses menua atau

aging merupakan proses biologis yang terjadi secara alami dan mengenai semua

makhluk hidup, meliputi seluruh organ tubuh seperti jantung, paru, otak, ginjal,

termasuk kulit (Yaar dan Gilchrest, 2007). Menjadi tua adalah suatu proses

menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki

atau mengganti diri dan mempertahankan struktur, serta fungsi normalnya

(Cunninghann, 2003).

Setiap manusia tentu ingin terlihat muda tetapi proses menua secara

perlahan-lahan berjalan terus dan kulit merupakan salah satu jaringan tubuh yang

secara langsung memperlihatkan terjadinya proses menua. Proses menua ini

16
Universitas Sumatera Utara
antara lain tampak dari kerutan dan keriput pada kulit atau kemunduran lainnya

dibanding ketika masih muda (Tranggono dan Latifah, 2007).

Penuaan kulit terjadi karena dua proses yang saling berkaitan, yaitu:

a. Proses menua intrinsik (intrinsic aging; true aging; chronologic aging)

Proses menua intrinsik merupakan proses menua yang berlangsung secara

alamiah, disebabkan berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri seperti genetik,

hormonal dan rasial. Perubahan kulit terjadi secara menyeluruh dan perlahan-

lahan sejalan dengan bertambahnya usia dan proses ini tidak dapat dihindari (Yaar

dan Gilchrest, 2007).

b. Proses menua ekstrinsik (extrinsic aging; photoaging; premature aging)

Proses menua ekstrinsik merupakan proses menua yang terjadi akibat

berbagai faktor dari luar tubuh atau faktor lingkungan seperti kelembaban udara,

suhu, polusi, sinar UV dan berbagai faktor eksternal lain. Paparan sinar UV yang

berlebihan akan menyebabkan kerusakan kulit akibat munculnya enzim proteolitis

dari radikal bebas yang terbentuk. Selanjutnya enzim ini akan memecahkan

kolagen yang berada dibawah dermis (Zelfis, 2012).

2.2.5 Penuaan dini (premature aging)

Penuaan dini merupakan proses penuaan kulit yang lebih cepat dari

seharusnya (Bogadenta, 2012). Proses penuaan dini dapat terjadi saat memasuki

usia 20-30 tahun. Pada usia muda, regenerasi kulit terjadi setiap 28-30 hari.

Memasuki usia 50 tahun, regenerasi kulit terjadi setiap 37 hari. Regenerasi

semakin melambat seiring dengan bertambahnya usia dan dengan seiring

bertambahnya usia, proses penuaan akan terus terjadi (Noormindhawati, 2013).

Secara garis besar fase penuaan pada wanita dibagi menjadi 3 fase

kehidupan, yaitu fase subklinis, fase transisi, dan fase klinis. Ketiga fase tersebut

17
Universitas Sumatera Utara
terjadi seiring berjalannya usia. Fase subklinis terjadi pada usia 25-35 tahun, pada

fase ini produksi hormon mulai mengalami penurunan produksi hingga 14%. Sel-

sel tubuh mengalami kerusakan dan penyebabnya adalah stress, diet yang tidak

sehat dan adanya polusi udara. Fase transisi terjadi pada usia 35-45 tahun, dimana

produksi hormon sudah menurun sebanyak 25% dan tubuh mulai mengalami

tanda-tanda penuaan. Fase klinis merupakan fase terakhir dalam proses penuaan

pada wanita. Fase ini terjadi pada usia 45 tahun ke atas. Tanda-tandanya adalah

berkurangnya produksi hormon dan akhirnya berhenti sama sekali (Darmawan,

2013).

2.2.6 Tanda- tanda penuaan

Proses menua menyebabkan perubahan fisiologi kulit yang dapat terlihat

tandanya terutama pada wajah, ini dapat dipakai sebagai tanda klinis penuaan:

a. Kulit kasar dan bersisik

Permukaan kulit yang kasar dan kusam terjadi karena berkurangnya

kemampuan kulit untuk melepaskan sel kulit mati untuk diganti dengan sel kulit

baru. Terjadi kelainan proses kreatinisasi dan perubahan ukuran serta bentuk sel

lapisan tanduk, sebagian berkelompok dan mudah lepas sehingga terlihat sebagai

sisik yang kasar (Yaar dan Gilchrest, 2007).

b. Keriput

Kulit kendur, timbul kerutan, dan lipatan kulit disebabkan oleh perubahan

serabut kolagen dan serabut elastin yang menjaga kelenturan kulit menjadi kaku,

tidak lentur sehingga kehilangan elastisitasnya, selain itu terjadi atrofi tulang dan

otot, jaringan lemak subkutan berkurang disertai lapisan kulit yang tipis,

menyokong terbentuknya kerutan-kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang nyata

(Yaar dan Gilchrest, 2007).

18
Universitas Sumatera Utara
c. Kulit Kering

Kulit menjadi kering disebabkan berkurangnya kadar air di dalam lapisan

atas kulit dan menurunnya fungsi kelenjar minyak dan kelenjar keringat, serta

terjadinya penguapan air yang berlebihan (Yaar dan Gilchrest, 2007).

d. Bercak pigmentasi

Noda hitam (hiperpigmentasi) bisa muncul pada kulit yang mulai menua

maupun kulit yang belum menua oleh karena berbagai penyebab, salah satu

penyebab timbulnya bercak pada kulit akibat berkurangnya daya pigmentasi sel

melanosit dan daya distribusi melanin ke seluruh lapisan kulit (Wasitaatmadja,

1997).

2.3 Anti-Aging

Kulit aging adalah kulit yang telah menampakkan garis kerutan dan

ketuaan, untuk perawatannya perlu produk kosmetik anti-aging yang bertekstur

ringan dan lembut, yang dapat membersihkan dan mengangkat sel-sel kulit mati

serta membantu memberikan perlindungan, mempertahankan kelembaban dan

elastisitas kulit, juga merangsang pertumbuhan kulit baru (Putro, 1997). Produk-

produk yang populer digunakan untuk menghambat proses penuaan dini adalah

produk anti-aging. Anti-aging atau anti penuaan adalah sediaan yang berfungsi

menghambat proses kerusakan pada kulit sehingga mampu menghamabat

timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit (Mulyawan dan Suriana, 2013).

2.3.1 Fungsi anti-aging

Fungsi dari produk anti-aging, yaitu:

a. Menyuplai antioksidan bagi jaringan kulit

b. Menstimulasi proses regenerasi sel-sel kulit

19
Universitas Sumatera Utara
c. Menjaga kelembaban dan elastisitas kulit

d. Merangsang produksi kolagen

e. Melindungi kulit dari radiasi ultraviolet (Mulyawan dan Suriana, 2013).

2.3.2 Manfaat anti-aging

Manfaat dari produk anti-aging, yaitu:

a. Mencegah kulit dari kerusakan degeneratif yang menyebabkan kulit

terlihat kusam dan keriput.

b. Kulit tampak lebih sehat, cerah, dan awet muda.

c. Kulit tampak kenyal, elastis, dan jauh dari tanda-tanda penuaan dini

(Mulyawan dan Suriana, 2013).

2.4 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa penting yang sangat bermanfaat bagi

kesehatan kulit. Zat ini berfungsi untuk menangkal radikal bebas yang dapat

merusak jaringan kulit. Radikal bebas adalah molekul atau atom yang sifat

kimianya sangat tidak stabil (Mulyawan dan Suriana, 2013).

Senyawa radikal bebas memiliki satu atau lebih elektron yang tidak

berpasangan, sehingga senyawa ini cenderung reaktif menyerang molekul lain

untuk mendapatkan elektron guna menstabilkan atom atau molekulnya sendiri.

Serangan ini menyebabkan timbulnya senyawa abnormal yang memicu terjadinya

reaksi berantai sehingga merusak sel dan jaringan-jaringan tubuh (Mulyawan dan

Suriana, 2013).

Radikal bebas dapat terbentuk dalam sel tubuh dengan berbagai cara, dapat

karena radiasi sinar UV, sinar- X maupun sinar gamma dari bahan radioaktif.

Radikal bebas juga dapat terbentuk dari aktivitas lingkungan, seperti: polusi

20
Universitas Sumatera Utara
udara, asap rokok, makanan, minuman, ozon dan pestisida (Rohmatussolihat,

2009). Radikal bebas disinyalir sebagai penyebab penuaan dini pada kulit, karena

serangan radikal bebas pada jaringan dapat merusak asam lemak dan

menghilangkan elastisitas, sehingga kulit menjadi kering dan keriput (Mulyawan

dan Suriana, 2013).

Antioksidan berperan aktif menetralkan radikal bebas, dimana pada

jaringan senyawa antioksidan ini mengorbankan dirinya teroksidasi menstabilkan

atom atau molekul radikal bebas, sehingga sel-sel pada jaringan kulit terhindar

dari serangan radikal bebas, oleh karena itu, produk-produk perawatan kulit selalu

mengandung senyawa antioksidan sebagai salah satu bahan aktif. Termasuk

produk-produk anti-aging, yang juga mengandalkan antioksidan untuk melindungi

kulit dari pengaruh radikal bebas yang menjadi salah satu faktor penyebab

penuaan dini (Mulyawan dan Suriana, 2013). Tubuh manusia tidak mempunyai

cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal

bebas yang berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan dari luar. Berdasarkan

sumber perolehannnya, antioksidan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

antioksidan alami dan antioksidan sintetik (Panjaitan, dkk., 2014).

Asupan antioksidan bisa didapatkan pada berbagai jenis buah, sayuran dan

biji-bijian. Berbagai jenis bahan makanan nabati tersebut banyak mengandung

antioksidan seperti: vitamin E, vitamin C, betakaroten, dan antioksidan dari

kelompok flavonoid, salah satunya kuarsetin yang memiliki aktivitas antioksidan

kuat (Ide, 2008).

Antioksidan alami lebih banyak diamati dibandingkan dengan antioksidan

sintetik, karena antioksidan sintetik dikhawatirkan memiliki efek samping,

sehingga antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Panjaitan,

21
Universitas Sumatera Utara
dkk., 2014). Antioksidan bekerja untuk menghambat terbentuknya senyawa

radikal bebas dengan cara menangkap radikal bebas (free radical scavenger)

kemudian mencegah reaktivitas amplikasinya, sehingga reaksi radikal bebas tidak

akan berlanjut pada komponen seluler (Winarsi, 2007).

Aktivitas antioksidan dapat diketahui dengan nilai IC50, semakin rendah

nilai IC50 maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Suatu senyawa dikatakan

sebagai antioksidan yang sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 ppm,

aktivitas kuat apabila nilai IC50 antara 50-100 ppm, aktivitas sedang apabila nilai

IC50 antara 100-150 ppm dan lemah bila nilai IC50 antara 150-200 ppm

(Molyneux, 2004).

Flavonoid sebagai antioksidan dapat menghambat reaksi peroksidasi lipid

dan senyawa pereduksi yang baik. Flavonoid berlaku sebagai penghambat yang

baik untuk radikal hidroksil dan superoksida yang dengan demikian melindungi

membran lipid yang dapat menyebabkan berkurangnya ukuran pori-pori dan

meningkatkan tekstur kulit (Tapas, dkk., 2008).

2.5 Skin Analyzer

Perawatan kulit sedini mungkin dapat mencegah efek penuaan, pada

analisa konvensional diagnose dilakukan dengan mengandalkan kemampuan

pengamatan semata. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi

analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan

yang mudah dipahami (Aramo, 2012).

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

mendiagnosa keadaan pada kulit. Skin analyzer dapat mendukung diagnosa dokter

yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas namun mampu memperlihatkan sisi

22
Universitas Sumatera Utara
lebih dalam dari lapisan kulit, dapat menggunakan mode pengukuran normal dan

polarisasi, dilengkapi dengan rangkaian sensor kamera pada skin analyzer

menyebabkan alat ini dapat menampilkan hasil lebih cepat dan akurat (Aramo,

2012). Pengukuran yang dapat dilakukan menggunakan skin analyzer yaitu

moisture (kadar air), evenness (kehalusan), pore (pori), spot (noda), wrinkle

(keriput), dan kedalaman keriput (Aramo, 2012).

2.5.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan

dengan menggunakan skin analyzer, yaitu:

a. Kadar air (moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture

checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Caranya dengan

menekan tombol power dan diletakkan pada permukaan kulit. Angka yang

ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.

b. Kehalusan (evenness)

Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat skin analyzer

pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera

diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol

capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit

yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

c. Pori (pore)

Pengukuran perbesaran pori pada kulit secara otomatis akan muncul pada

saat melakukan pengukuran pada kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto pada

pengukuran kehalusan kulit juga akan muncul pada kotak bagian pori-pori kulit.

23
Universitas Sumatera Utara
Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori akan secara otomatis keluar pada

layar komputer.

d. Noda (spot)

Pengukuran banyaknya noda dilakukan dengan perangkat skin analyzer

pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga (terpolarisasi).

Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur, kemudian tekan

tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan

penentuan banyaknya noda yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

e. Keriput (wrinkle)

Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa

perbesaran 10x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan

pada permukaan kulit yang diukur kemudian tekan tombol capture untuk

memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang

didapatkan akan tampil pada layar komputer.

2.5.2 Parameter pengukuran

Parameter hasil pengukuran dengan menggunakan skin analyzer dapat

dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer


Parameter Interpretasi Hasil
Moisture Dehidrasi Normal Hidrasi
(kadar air) 0-29 30-50 51-100
Evenness Halus Normal Kasar
(Kehalusan) 0-31 32-51 52-100
Pore Kecil Beberapa besar Sangat besar
(Pori) 0-19 20-39 40-100
Spot Sedikit Beberapa noda Banyak noda
(Noda) 0-19 20-39 40-100
Wrinkle Tidak berkeriput Berkeriput Banyak keriput
(Keriput) 0-19 20-52 53-100
Sumber: Aramo, 2012.

24
Universitas Sumatera Utara
2.6 Masker

Masker merupakan salah satu pembersih kulit wajah yang efektif. Masker

termasuk kosmetik depth cleansing yaitu kosmetik yang bekerja secara mendalam

karena dapat mengangkat sel-sel kulit mati. Masker memiliki banyak kegunaan,

terutama untuk mengencangkan kulit, mengangkat sel-sel tanduk yang sudah siap

mengelupas, memberi kelembaban dan nutrisi pada kulit, memperbaiki tekstur

wajah, meremajakan kulit, mencerahkan warna kulit, mengecilkan pori-pori,

membersihkan pori-pori kulit wajah yang tersumbat kotoran, menyegarkan wajah

karena akan memberi efek rileks otot-otot wajah (Septiari, 2014). Sebaiknya,

penggunaan masker dilakukan 1 minggu sekali (Wirakusumah, 2007).

Penggunaan masker dapat meningkatkan penyerapan zat aktif 5-50 kali dibanding

produk kosmetik lainnya (Lee, 2013).

2.6.1 Mekanisme kerja masker

Mekanisme kerja masker wajah adalah peningkatan suhu kulit wajah

sehingga peredaran darah pada kulit meningkat, mempercepat pembuangan sisa

metabolisme kulit maka pori-pori secara perlahan membuka dan membantu

penetrasi zat aktif ke dalam kulit wajah. Akibat dari terjadi peningkatan suhu dan

peredaran darah yang menjadi lebih lancar maka fungsi kelenjar kulit meningkat,

kotoran dan sisa-sisa metabolisme dikeluarkan ke permukaan kulit kemudian

diserap oleh lapisan masker yang mengering. Cairan yang berasal dari keringat

dan sebagian cairan masker diserap oleh lapisan tanduk, meskipun lapisan masker

mengering tetapi lapisan tanduk tetap kenyal, bahkan sifat ini menjadi lebih baik

ketika lapisan masker dilepaskan yaitu terlihat keriput pada kulit menjadi

berkurang dan kulit wajah tidak saja menjadi lebih halus tetapi juga menjadi lebih

kencang. (Lee, 2013).

25
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Jenis- jenis masker

Menurut Lee (2013) dan Mitsui (1997), jenis-jenis masker adalah sebagai

berikut:

a. Tipe peel-off

Prinsip masker gel peel-off yaitu dengan memanfaatkan filming agent yang

melekat pada kulit sehingga saat masker kering akan terbentuk lapisan film tipis.

Ketika dilepaskan, sel-sel kulit mati dan kotoran pada pori akan ikut terlepas

bersama dengan lapisan film tersebut.

Bahan yang digunakan: polivinil alcohol (PVA), carboxy methyl cellulose

(CMC), dan sebagainya. Masker jenis ini dapat dengan cepat membersihkan pori-

pori, dan membersihkan komedo. Masker ini juga dapat mengembalikan

kesegaran dan kelembutan kulit, bahkan dengan pemakaian teratur dapat

mengurangi kerutan halus pada kulit wajah. Kerugian: penggunaan yang terlalu

sering menyebabkan kulit menjadi tipis.

b. Tipe wash-off

1) Tipe mud pack, kegunaan utama tipe ini adalah membersihkan dan

melembabkan. Bahan yang digunakan adalah kaolin, bentonite, lumpur alami,

serbuk kacang-kacangan, dan sebagainya. Keuntungan: mengandung surfaktan

dan air sehingga mampu melunakkan dan membersihkan sebum kulit yang telah

mengeras. Kerugian: dapat terkontaminasi bakteri dan sulit untuk dibersihkan.

2) Tipe krim. Merupakan tipe krim emulsi minyak dalam air. Kegunaan

utamanya adalah untuk melembabkan kulit karena kandungan minyak tumbuhan

serta mampu melunakkan sel kulit mati dan komedo. Keuntungan: dapat

digunakan pada semua bagian kulit dan cocok digunakan untuk kulit yang

berkeriput. Kerugian: penggunaan kurang praktis, perlu dicuci dan penggunaan

26
Universitas Sumatera Utara
yang kurang tepat dapat menimbulkan masalah jerawat karena menimbulkan

minyak pada kulit.

c. Tipe sheet

Umumnya menggunakan bahan non woven yang diresapi dengan losion

atau essence. Keuntungan dari tipe sheet yaitu memberikan efek dingin,

melembabkan, merevitalisasi, memutihkan, sebagai anti-aging dan nyaman

digunakan serta pemakaiannya praktis, tetapi kurang mampu membersihkan dan

mengangkat sel kulit mati.

2.7 Masker Clay

Masker wajah adalah masker kecantikan yang berwujud sediaan gel, pasta

dan serbuk yang dioleskan untuk membersihkan dan mengencangkan kulit,

terutama kulit wajah. Masker wajah juga berfungsi sebagai pembawa bahan aktif

yang berguna bagi kesehatan kulit, seperti ekstrak tumbuhan, minyak esensial,

atau bahan yang diserap oleh permukaan kulit untuk dibawa ke dalam sirkulasi

darah (Novita, 2009).

Masker wajah sangat disukai dari sifatnya yang dapat mengencangkan

kulit dan efek pembersih kulit. Karakteristik khusus dari sediaan masker adalah

mudah digunakan dan dibersihkan, waktu untuk pengeringan yang sangat cepat.

Salah satu sediaan masker wajah yang sangat populer adalah tipe wash-off dengan

basis clay, yang sering disebut dengan clay facial masks (Gaffney, 1992).

Masker wajah dengan tipe clay telah banyak digunakan karena

kemampuannya yang mampu meremajakan kulit. Perubahan kulit terasa ketika

masker mulai memberikan efek yang menarik lapisan kulit ketika masker

mengering. Sensasi ini menstimulasi sensasi penyegaran kulit dimana clay jenis

27
Universitas Sumatera Utara
pasta mampu mengangkat kotoran dari wajah. Kotoran dan komedo terangkat

ketika sediaan dicuci dari kulit wajah. Efek setelah penggunaan masker adalah

kulit yang tampak cerah dan bersih (Harry, 2000).

Kegunaan utama masker tipe clay ini adalah membersihkan dan

melembabkan. Bahan yang digunakan adalah kaolin, bentonit dan sebagainya.

Masker ini mengandung surfaktan dan air sehingga mampu melunakkan dan

membersihkan sebum kulit yang telah mengeras (Mitsui, 1997).

2.8 Bahan Pembuatan Masker Clay

1. Bentonit

Bentonit merupakan lempung yang mempunyai sifat plastin dan koloidal

tinggi dengan kandungan utama mineral smektit (mon-morillonit). Bentonit

adalah bahan pelembut yang dapat menyerap kotoran yang menyumbat pori-pori

kulit wajah (Fauziah, 2017).

2. Kaolin

Kaolin merupakan masa batuan yang tersusun dari material lempung

dengan kandungan besi yang rendah dan umumnya berwarna putih atau agak

keputihan. Kaolin merupakan bahan pengental pada sediaan masker yang

berfungsi menyerap kotoran pada pori-pori, memperhalus kulit wajah, mencegah

timbulnya jerawat serta memperlancar peredaran darah (Fauziah, 2017).

3. Natrium Metabisulfit

Natrium metabisulfit merupakan zat yang umumnya digunakan sebagai

antioksidan pada sediaan topikal (0,01-1,0%). Natrium metabisulfit merupakan

antioksidan yang larut air yang digunakan untuk mengatasi kerusakan bahan

akibat adanya oksidasi (Rowe, dkk., 2009).

28
Universitas Sumatera Utara
4. Nipagin

Nipagin berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih, tidak

berbau atau hampir tidak berbau dan berasa sedikit terbakar. Nipagin umumnya

digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi

farmasetik (Rowe, dkk., 2009).

5. Gliserin

Gliserin tidak berwarna, tidak berbau, cairan kental bersifat higroskopis

yang berasa manis (Rowe, dkk., 2009). Gliserin adalah humektan karena gliserin

merupakan salah satu bahan yang dapat mengikat air pada sediaan agar tidak

menguap, menstabilkan sediaan dan sebagai pelembab (Hendradi, dkk., 2013).

6. Xanthan Gum

Xanthan gum berupa bubuk berwarna krem yang cepat larut dalam air

panas atau dingin membentuk larutan kental. Xanthan gum adalah bahan

pengental yang berfungsi meningkatkan viskositas sediaan (Aryani dan Widjaja,

2015).

7. Titanium Dioksida

Titanium dioksida berupa kristal padat, putih, tidak berbau, tidak berasa.

Titanium dioksida merupakan pigmen sintesis yang berwarna putih dan termasuk

ke dalam zat pemburaman warna kosmetik. Pencampuran titanium dioksida dan

bentonite menghasilkan sediaan berwarna putih (Wibowo, 2017).

8. Sodium Lauril Sulfat

Sodium lauril sulfat adalah surfaktan anionik yang digunakan dalam

sediaan farmasetik dan kosmetik yang berfungsi sebagai pembersih dan zat

pembasah (Rowe, dkk., 2009). Sodium lauril sulfat berfungsi dengan baik dan

kuat dalam membersihkan kotoran dan minyak (Faisal, 2017).

29
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

eksperimental. Penelitian meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, pembuatan

simplisia, pembuatan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis),

pembuatan sediaan masker clay, evaluasi terhadap mutu fisik sediaan seperti: uji

homogenitas sediaan, uji stabilitas sediaan berupa perubahan bau, warna dan

konsistensi sediaan, uji pH, uji waktu sediaan mengering, uji iritasi kulit dan uji

efektivitas sediaan anti-aging terhadap perawatan kulit sukarelawan. Penelitian

dilaksanakan di Laboratorium Biologi, Laboratorium Kosmetologi dan

Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.2 Alat-alat

Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat- alat gelas, alu,

aluminium foil, batang pengaduk, blender, cawan porselen, corong, kertas

perkamen, kertas saring, lemari pengering, lumpang, moisture checker (Aramo

Huvis), neraca analitik (Boeco Germany), penangas air, pH meter (Hanna

Instrument), pipet tetes, pot, rotary evaporator, spatula, sudip dan skin analyzer

(Aramo-SG).

3.3 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades,

bentonit, ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis), etanol 96%,

30
Universitas Sumatera Utara
gliserin, kaolin, larutan dapar pH asam (4,01), larutan dapar pH netral (7,01),

natrium metabisulfit, nipagin, pewangi, sodium lauril sulfat, titanium dioksida dan

xanthan gum.

3.4 Penyiapan Sampel

3.4.1 Pengambilan sampel

Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa

membandingkan dengan daerah lain. Bahan tumbuhan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kulit buah naga merah, buah yang telah matang dibeli dan

diperoleh secara langsung dari seorang pedagang buah di Pasar Tradisional Jalan

Cahaya, Kecamatan Durian, Kabupaten Medan Timur, Medan Kota, Provinsi

Sumatera Utara.

3.4.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanense

(MEDA) Departemen Biologi FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.4.3 Pengolahan simplisia

Buah naga merah dibersihkan terlebih dahulu, setelah itu kulitnya

dipisahkan dari buahnya, kulit yang telah dikupas lalu dikeruk bagian dalamnya

untuk memastikan tidak ada lagi sisa buah yang masih melekat pada kulit, lalu

kulit yang telah bersih dipotong dengan ukuran ± 3cm x 3cm untuk memudahkan

dan mempercepat pengeringan kulit. Kemudian kulit buah naga merah yang telah

dipotong-potong dikeringkan dalam lemari pengering dengan suhu 40-50

selama 7 hari. Setelah kering kulit buah naga merah ditimbang sebagai berat

kering kemudian diserbukkan dengan menggunakan blender dan ditimbang

sebagai berat serbuk simplisia kulit buah naga merah.

31
Universitas Sumatera Utara
3.4.4 Skrining fitokimia simplisia

Skrining fitokimia dilakukan menurut Depkes RI (1995) untuk mengetahui

golongan senyawa alkaloida, flavonoid, glikosida, saponin dan tanin.

3.4.4.1 Pemeriksaan alkaloid

Ditimbang simplisia kulit buah naga merah 0,5 g lalu ditambahkan

sebanyak 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air suling, dipanaskan diatas penangas

air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk

tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 mL filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi:

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer

b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga

percobaan diatas (Depkes RI, 1995).

3.4.4.2 Pemeriksaan flavonoid

Ditimbang simplisia kulit buah naga merah sebanyak 0,5 g dan

ditambahkan 20 mL air panas, dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam

keadaan panas, kedalam 5 mL filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1

mL asam klorida pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah.

Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil

alkohol (Farnsworth, 1996).

3.4.4.3 Pemeriksaan glikosida

Ditimbang simplisia kulit buah naga merah sebanyak 3 g, lalu disari

dengan 30 mL campuran etanol 96% dengan air (7:3) dan 10 mL asam klorida 2N,

direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 mL filtrat

32
Universitas Sumatera Utara
ditambahkan 25 mL air suling dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok,

didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 mL campuran

isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air

dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50 . Sisanya

dilarutkan dalam 2 mL methanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan

berikut: 0,1 mL larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan

diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 mL air dan 5 tetes pereaksi Molisch.

Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat melalui

dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan

menunjukkan ikatan gula (Depkes RI, 1995).

3.4.4.4 Pemeriksaan saponin

Ditimbang simplisia kulit buah naga merah sebanyak 0,5 g dan

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 mL air panas,

didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa

setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang

dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin

(Depkes RI, 1995).

3.4.4.5 Pemeriksaan tanin

Ditimbang simplisia kulit buah naga merah 0,5 g, disari dengan 10 mL air

suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna.

Larutan diambil sebanyak 2 mL dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III)

klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya

tannin (Farnsworth, 1966).

33
Universitas Sumatera Utara
3.4.5 Pemeriksaan karakterisasi simplisia

Karakterisasi simplisia meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar sari

larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan

penetapan kadar abu tidak larut asam (Depkes RI, 1995).

3.4.5.1 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).

Cara penetapan:

1. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 mL toluen dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, didestilasi selama 2 jam kemudian toluen didinginkan selama

30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian

0,05 mL (Depkes RI, 1995).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g simplisia kulit buah naga merah yang telah ditimbang

seksama dimasukkan ke dalam labu alas bulat berisi toluen tersebut, lalu

dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih kecepatan

tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik sampai bagian air terdestilasi.

Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan

selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu

kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca sesuai

dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar

air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

3.4.5.2 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia kulit buah naga merah dimaserasi selama

24 jam dalam 100 mL air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam aquadest sampai 1

34
Universitas Sumatera Utara
liter) dengan menggunakan botol bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6

jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 mL

filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan

dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh

bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4.5.3 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia kulit buah naga merah masing-masing

dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL etanol 96% dengan menggunakan botol

bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan

selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam

cawan berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam

oven pada suhu 105°C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam

etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4.5.4 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 5 g serbuk simplisia kulit buah naga merah yang telah digerus

dan ditimbang seksama dimasukkan ke dalam kurs porselen yang telah dipijar dan

ditara, kemudian diratakan. Kurs porselen bersama isinya dipijarkan perlahan-

lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot tetap.

Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4.5.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25

mL asam klorida 2N selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, lalu dicuci dengan air

panas, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar

35
Universitas Sumatera Utara
abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(Depkes RI, 1995).

3.4.6 Pembuatan ekstrak kulit buah naga merah

Pembuatan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis

(F.A.C Weber)) dilakukan secara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol

96%. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979) caranya adalah sebagai

berikut:

Sebanyak 500 gram serbuk simplisia dimasukkan kedalam sebuah bejana,

dituangi dengan 75 bagian (3750 mL) etanol 96%, ditutup, dibiarkan selama 5

hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, kemudian diserkai dan diperas.

Dicuci ampas dengan 25 bagian (1250 mL) etanol 96% pada bejana tertutup

hingga diperoleh 5L etanol 96%. Biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya

selama 2 hari. Setelah 2 hari diserkai, disaring. Maserat lalu diuapkankan dengan

alat rotary-evaporator pada suhu 40-50 sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen

POM, 1979).

3.5 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panelis adalah 12 orang mahasiswi Fakultas

Farmasi USU dengan kriteria sebagai berikut:

1. Wanita berbadan sehat;

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi

4. Bersedia menjadi sukarelawan (Ditjen POM, 1985).

36
Universitas Sumatera Utara
3.6 Formula Sediaan

3.6.1 Formula standar

Formula standar masker clay yang digunakan (Harry, 2000)

R/ Bentonite 1 to 8%

Xanthan Gum 0.1 to 1.0%

Kaolin 5 to 40 %

Gliserin 2 to 10%

Sodium Lauril Sulfat 2 to 20%

TiO2 < 1%

Nipagin < 1%

Parfum q.s

Aquadest ad 100%

3.6.2 Formula modifikasi masker clay blanko

R/ Bentonite 1%

Xanthan Gum 0.8%

Kaolin 32%

Gliserin 2%

Sodium Lauril Sulfat 2%

TiO2 0.5%

Nipagin 0.1%

Natrium metabisulfit 0.2%

Parfum q.s

Aquadest ad 100%

37
Universitas Sumatera Utara
3.7 Prosedur Kerja

3.7.1 Formulasi sediaan basis masker

Cara pembuatan untuk formula basis masker clay yaitu akuades

dituangkan dalam lumpang dan ditambahkan bentonit. Bentonit dibiarkan

terbasahi lalu ditambahkan xanthan gum dan digerus cepat sampai seluruh gum

melarut. Kaolin ditambahkan sedikit demi sedikit dalam lumpang sambil digerus

dan ditambahkan TiO2 dan gliserin dalam lumpang. Disamping itu, dilarutkan

natrium metabisulfit dengan nipagin dalam air panas (Larutan A) dan juga sodium

lauril sulfat dilarutkan dalam akuades (Larutan B). Larutan A dituangkan

kemudian digerus pelan setelah itu tuangkan perlahan-lahan larutan B dan gerus

perlahan sampai terbentuk masker clay homogen.

3.7.2 Formulasi sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga merah

Masker clay dibuat dalam 4 formula yang dibedakan oleh konsentrasi

ekstrak kulit buah naga merah. Sediaan masker clay dibuat berdasarkan formulasi

standar masker clay (Harry, 2000). Ekstrak kulit buah naga merah digunakan

sebagai bahan aktif. Konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk membantu masker

clay anti-aging adalah 2,5%, 5% dan 7,5% dalam komposisi basis yang sama.

Sebagai blanko (F0) digunakan masker clay tanpa esktrak kulit buah naga merah.

Cara pembuatan untuk formula yang mengandung ekstrak kulit buah naga

merah adalah basis masker yang telah dibuat lalu ditambahkan ekstrak kulit buah

naga merah sesuai dengan berat yang ditentukan dalam formula. Formula sediaan

masker clay dapat dilihat pada Tabel 3.1 halaman 39.

38
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Formula sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga merah
Konsentrasi (% b/b)
No. Bahan
F0 FI FII FIII
Ekstrak kulit buah naga
1. 0 2,5 5 7,5
merah
2. Bentonite 1 1 1 1
3. Xanthan gum 0,8 0,8 0,8 0,8
4. Kaolin 32 32 32 32
5. Gliserin 2 2 2 2
6. Sodium lauril sulfat 2 2 2 2
7. TiO2 0,5 0,5 0,5 0,5
8. Nipagin 0,1 0,1 0,1 0,1
9. Natrium metabisulfit 0,2 0,2 0,2 0,2
10. Parfum 2 tetes 2 tetes 2 tetes 2 tetes
11. Aquadest ad 100 100 100 100
Keterangan: F0 : Masker clay tanpa ekstrak (blanko)
FI : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 2,5%
FII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 5%
FIII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 7,5%

3. 8 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan

Pemeriksaan mutu fisik sediaan dilakukan terhadap masing-masing

sediaan masker wajah. Pemeriksaan mutu fisik meliputi: pemeriksaan

homogenitas, pengamatan stabilitas sediaan, pengukuran pH sediaan, pengukuran

lama pengeringan sediaan masker, pengujian iritasi kulit dan pengujian efektivitas

anti-aging.

3.8.1 Pemeriksaan homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas. Sejumlah

tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang

cocok, sediaan harus menunjukkan suasana yang homogen dan tidak terlihat

adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

39
Universitas Sumatera Utara
3.8.2 Pengamatan stabilitas sediaan

Masing-masing formula sediaan dimasukkan ke dalam pot plastik dengan

masing-masing konsentrasi seberat 50g, disimpan pada suhu kamar dan diukur

parameter-parameter kestabilan meliputi bau, warna dan konsistensi sediaan

masker clay. Pengamatan stabilitas sediaan masker clay dievaluasi setiap minggu

selama penyimpanan 12 minggu (Sembiring, 2016).

3.8.3 Pengukuran pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat

terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan pH netral (pH 7.01) dan

larutan dapar pH asam (pH 4.01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut.

Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu.

Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% (b/v) yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan

dilarutkan dalam akuades hingga 100 mL. Kemudian elektroda dicelupkan dalam

larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka

yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2012).

3.8.4 Pengukuran lama pengeringan sediaan masker

Pengukuran lama pengeringan dilakukan pada suhu kamar ±25 dengan

mengambil sediaan masker clay 1g dan dioleskan pada daerah wajah lalu diukur

waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering. Dilakukan 3 kali pengukuran

lama pengeringan dengan sukarelawan yang berbeda-beda (Ditjen POM, 1985).

3.8.5 Uji iritasi pada sukarelawan

Percobaan ini dilakukan pada 12 orang sukarelawan. Sediaan sebanyak

500mg dioleskan dibelakang telinga dengan diameter 3 cm, kemudian dibiarkan

selama 24 jam dan dilihat perubahan yang terjadi berupa kemerahan, gatal dan

pembengkakan pada kulit (Wasitaatmadja, 1997).

40
Universitas Sumatera Utara
3.8.6 Pengujian efektivitas anti-aging

Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap sukarelawan wanita

sebanyak 12 orang. Pengujian dilakukan pada daerah kulit wajah. Pengelompokan

dibagi menjadi:

a. Kelompok I : 3 pengujian terhadap formula masker clay F0 (blanko)

b. Kelompok II : 3 pengujian terhadap formula masker clay FI (2,5%)

c. Kelompok III : 3 pengujian terhadap formula masker clay FII (5%)

d. Kelompok IV : 3 pengujian terhadap formula masker clay FIII (7,5%)

Semua sukarelawan diukur terlebih dahulu kondisi kulit awal/ sebelum

perlakuan dengan menggunakan perangkat skin analyzer. Parameter pengukuran

meliputi:

1. Kadar air (moisture), dengan menggunakan alat moisture checker yang

terdapat dalam perangkat skin analyzer

2. Kehalusan (evenness), menggunakan lensa perbesaran 60x (normal

lens) dengan sensor warna biru

3. Pori wajah (pore), menggunakan lensa perbesaran 60x (normal lens)

dengan sensor warna biru

4. Noda (spot), menggunakan lensa perbesaran 60x (polarizing lens)

dengan sensor warna jingga

5. Keriput (wrinkle), menggunakan lensa perbesaran 10x (normal lens)

dengan sensor warna biru

3.8.7 Analisis data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS (Statistical

Product and Service Solution) 19. Data terlebih dahulu dianalisis kenormalannya

menggunakan Shapiro-Wilk Test untuk menentukan normalitasnya. Selanjutnya

41
Universitas Sumatera Utara
data dianalisis menggunakan Kruskal Wallis Test untuk mengetahui efektivitas

anti-aging pada kulit diantara semua formula. Selanjutnya untuk menganalisis

pengaruh formula terhadap kondisi kulit selama empat minggu perawatan

digunakan Mann-Whitney Test.

42
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identitas Tumbuhan

Identifikasi sampel tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense

(MEDA) Departemen Biologi FMIPA, Universitas Sumatera Utara menunjukkan

bahwa sampel adalah buah naga merah spesies Hylocereus costaricensis (F.A.C

Weber) Britton & Rose, family Cactaceae. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 1,

halaman 69.

4.2 Hasil Pembuatan Simplisia Kulit Buah Naga Merah

Pada pembuatan simplisia kulit buah naga merah diperoleh hasil berat

simplisia sebesar 1250 gram dari 15300 gram berat kulit buah naga merah basah

yang telah dikeringkan pada lemari pengering dengan suhu 40-50 selama 7

hari.

4.3 Hasil Skrining Simplisia Kulit Buah Naga Merah

Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia terhadap simplisia kulit buah naga merah
No Golongan Senyawa Hasil
1. Alkaloid +
2. Flavonoid +
3. Glikosida +
4. Saponin +
5. Tanin -

UJi skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia

yang terkandung pada simplisia kulit buah naga merah. Flavonoid sebagai

antioksidan dapat menghambat reaksi peroksidasi lipid dan senyawa pereduksi

43
Universitas Sumatera Utara
yang baik. Flavonoid berlaku sebagai penghambat yang baik untuk radikal

hidroksil dan superoksida yang dengan demikian melindungi membran lipid yang

dapat menyebabkan berkurangnya ukuran pori-pori dan meningkatkan tekstur

kulit (Tapas, dkk., 2008).

4.4 Karakteristik Simplisia Kulit Buah Naga Merah

Karakteristik dari simplisia kulit buah naga merah dapat dilihat pada Tabel

4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik simplisia kulit buah naga merah


Karakterstik Hasil Pemeriksaan (%)
Kadar air 5,996
Kadar sari larut air 42,30
Kadar sari larut etanol 33,74
Kadar abu total 7,74
Kadar abu tidak larut asam 1,663

Hasil penetapan kadar air yang terkandung dalam simplisia kulit buah

naga merah yaitu 5,996% dan memenuhi persyaratan dari buku Farmakope Herbal

Indonesia yaitu tidak lebih dari 10%. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan

bahan menjadi rusak ketika disimpan karena adanya pertumbuhan mikroba dan

hidrolisis senyawa kimia. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan etanol

dilakukan untuk mengetahui adanya zat berkhasiat yang dapat terlarut dalam

pelarut yang digunakan. Semakin tinggi kadar yang dihasilkan berarti semakin

tinggi kandungan zat berkhasiatnya (Gaman dan Sherington, 1992). Senyawa-

senyawa yang dapat larut air adalah glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat

warna dan asam organik. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah

glikosida, antrakinon, steroid terikat, klorofil, flavonoid dan dalam jumlah sedikit

yang larut yaitu lemak dan saponin (Ditjen POM, 1979).

44
Universitas Sumatera Utara
Penetapan kadar abu total untuk mengetahui kadar zat anorganik yang

terdapat pada simplisia, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut asam untuk

mengetahui kadar zat anorganik yang tidak larut dalam asam (Ditjen POM, 1979).

4.5 Hasil Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah

Hasil penyarian 1100 gram serbuk simplisia kulit buah naga merah dengan

pelarut etanol 96% secara maserasi. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan

alat rotary-evaporator (suhu ±40 ). Ekstrak kental diperoleh sebesar 68 gram,

sehingga rendemen yang diperoleh 6,18%. Ekstrak kulit buah naga merah

memiliki bau khas asam dan warna coklat kehitaman.

4.6 Hasil Pembuatan Sediaan Masker

Sediaan masker clay anti-aging dibuat dengan menggunakan formula

standar clay face mask neutral pH (Harry, 2000). Formula standar ini dimodifikasi

agar sesuai dengan bentuk masker clay dengan penambahan ekstrak kulit buah

naga merah sebagai anti-aging. Konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah yang

digunakan adalah konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5%. Bentuk akhir dari sediaan ini

adalah pasta. Warna sediaan masker adalah putih hingga putih kecoklatan dengan

aroma stroberi. Formula blanko berwarna putih, sedangkan konsentrasi 2,5%, 5%

dan 7,5% berwarna putih kecoklatan. Formulasi sediaan masker clay terdiri dari

ekstrak kulit buah naga merah, bentonite, xanthan gum, kaolin, gliserin, nipagin,

natrium metabisulfit, titanium dioksida, sodium lauril sulfat, akuades dan parfum

dengan aroma stroberi.

Kaolin merupakan bahan pengental pada sediaan masker yang berfungsi

menyerap kotoran pada pori-pori, memperhalus kulit wajah, mencegah timbulnya

45
Universitas Sumatera Utara
jerawat serta memperlancar peredaran darah. Bentonite berfungsi sebagai

pelembut dengan menyerap kotoran yang menyumbat pori-pori kulit wajah.

Dilihat dari fungsi kedua bahan yang hampir sama maka dapat dikombinasikan

sebagai basis masker lumpur (Fauziah, 2017).

Natrium metabisulfit merupakan antioksidan untuk mengatasi kerusakan

bahan akibat adanya oksidasi. Untuk mengatasi kerusakan yang ditimbulkan oleh

jamur/ mikroba dapat ditambahkan nipagin sebagai pengawet (Sembiring, 2016).

Gliserin digunakan sebagai humektan karena gliserin merupakan salah

satu bahan yang dapat mengikat air pada sediaan agar tidak menguap,

menstabillkan sediaan dan sebagai pelembab (Hendradi, dkk., 2013).

Xanthan gum adalah bahan pengental yang berfungsi meningkatkan

viskositas sediaan (Aryani dan Widjaja, 2015).

Titanium dioksida merupakan pigmen sintesis yang berwarna putih dan

termasuk ke dalam zat pewarna kosmetik. Pencampuran titanium dioksida dan

bentonite menghasilkan sediaan berwarna putih (Wibowo, 2017).

Sodium lauril sulfat merupakan surfaktan yang larut dalam air dan

berfungsi dengan baik dan kuat dalam membersihkan kotoran dan minyak (Faisal,

2017).

4.7 Hasil Evaluasi Mutu Fisik Sediaan

4.7.1 Hasil pengujian homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada objek gelas.

Lalu diratakan, jika tidak ada butiran-butiran maka sediaan dikatakan homogen

(Ditjen POM, 1979). Dari keempat sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga

merah yang diformulasikan tidak ditemukan adanya butiran kasar dari berbagai

46
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sediaan masker clay

ekstrak kulit buah naga merah adalah homogen. Hasil homogenitas dapat dilihat

pada Lampiran 10. halaman 80.

4.7.2 Hasil pengamatan stabilitas sediaan

Evaluasi stabilitas sediaan dilakukan selama penyimpanan 12 minggu

dengan interval pengamatan sediaan setiap minggu. Sediaan masker clay disimpan

pada suhu kamar, diamati bau, warna dan konsistensinya.

Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 4.3 menunjukkan tidak ada

perubahan bau, warna dan konsistensi pada semua formula sediaan. Sediaan

dalam berbagai formulasi stabil saat penyimpanan pada suhu kamar.

Tabel 4.3 Hasil pengamatan stabilitas sediaan pada suhu kamar


SUHU KAMAR
M F0 FI FII FIII
B W K B W K B W K B W K
0 - - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - - -
3 - - - - - - - - - - - -
4 - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - -
6 - - - - - - - - - - - -
7 - - - - - - - - - - - -
8 - - - - - - - - - - - -
9 - - - - - - - - - - - -
10 - - - - - - - - - - - -
11 - - - - - - - - - - - -
12 - - - - - - - - - - - -
Keterangan: F0 : Masker clay tanpa ekstrak (blanko)
FI : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 2,5%
FII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 5%
FIII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 7,5%
- : Tidak terjadi perubahan
+ : Terjadi perubahan
B : Perubahan bau
W : Perubahan warna
K : Perubahan konsistensi
M : Minggu

47
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil pengamatan stabilitas sediaan masker clay ekstrak kulit buah

naga merah menunjukkan bahwa masing-masing formula yang telah diamati

selama 12 minggu penyimpanan memberikan hasil yang baik yaitu tidak

mengalami perubahan warna, bau dan konsistensi. Hal ini menunjukkan bahwa

sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga merah stabil dalam 12 minggu

penyimpanan pada suhu kamar.

Berdasarkan hasil pengamatan stabilitas diatas, dapat disimpulkan bahwa

penambahan natrium metabilsulfit 0,2% dan nipagin 0,1% cukup untuk

menstabilkan sediaan.

Rusak atau tidaknya suatu sediaan dapat diamati dengan adanya perubahan

bau dan perubahan warna. Untuk mengatasi kerusakan bahan akibat adanya

oksidasi dapat ditambahkan antioksidan dan untuk mengatasi kerusakan yang

ditimbulkan oleh jamur atau mikroba dapat ditambahkan pengawet (Sembiring,

2016).

4.7.3 Hasil pengukuran pH sediaan

Pengukuran pH sediaan diukur dengan pH meter dengan pengulangan

sebanyak tiga kali dan diukur setiap minggu selama tiga bulan. Hasil pengukuran

pH dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Hasil pengukuran pH rata-rata sediaan selama 12 minggu


Waktu (Minggu)
Formula
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
F0 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1
FI 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1
FII 6,2 6,2 6,2 6,2 6,1 6,1 6,1 6,1 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
FIII 6,2 6,2 6,2 6,2 6,1 6,1 6,1 6,0 6,0 5,9 5,9 5,9 5,9
Keterangan: F0 : Masker clay tanpa ekstrak (blanko)
FI : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 2,5%
FII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 5%
FIII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 7,5%

48
Universitas Sumatera Utara
Pada pemeriksaan pH sediaan masker clay, didapatkan pH berkisar antara

5,9-6,2. Persyaratan pH yang diizinkan adalah 5-8 (Harry, 2000). Dengan

demikian, pH sediaan masker clay yang diformulasi masih memenuhi persyaratan

yang diizinkan. Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa dengan meningkatnya

konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah, maka pH sediaan semakin rendah

disebabkan pH ekstrak yang lebih rendah dari pH sediaan masker blanko, yaitu

4,6. Setelah penyimpanan sediaan selama 12 minggu tidak terjadi perubahan pH

yang signifikan.

Kestabilan pH merupakan salah satu parameter penting menentukan stabil

atau tidaknya suatu sediaan. Derajat keasaman (pH) merupakan pengukuran

aktivitas hidrogen dalam lingkungan air. Nilai pH tidak boleh terlalu asam karena

dapat menyebabkan iritasi pada kulit sedangkan jika pH terlalu basa dapat

menyebabkan kulit bersisik (Sembiring, 2016).

4.7.4 Hasil pengukuran lama pengeringan masker

Pengukuran lama pengeringan dilakukan pada suhu kamar dengan cara

mengoleskan sediaan masker pada wajah lalu diukur waktu hingga sediaan

mengering. Dilakukan tiga kali pengukuran dengan sukarelawan yang berbeda-

beda. Hasil pengukuran lama pengeringan dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Hasil pengukuran lama pengeringan masker clay


Pengukuran F0 (menit) FI (menit) FII (menit) FIII (menit)
1 7 11 12 17
2 7 9 14 17
3 8 10 15 20
Rata-rata 7,33 10 13,67 18
Keterangan: F0 : Masker clay tanpa ekstrak (blanko)
FI : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 2,5%
FII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 5%
FIII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 7,5%

49
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil pengukuran lama pengeringan pada Tabel 4.3 diperoleh

hasil berkisar 7,33-18 menit. Hasil pengukuran lama waktu sediaan mengering

menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan, maka semakin

lama waktu yang dibutuhkan sediaan masker clay untuk mengering.

4.7.5 Hasil uji iritasi terhadap sukarelawan

Berdasarkan hasil uji iritasi sediaan yang dilakukan terhadap 12 orang

sukarelawan dengan cara mengoleskan sediaan masker clay pada kulit belakang

telinga, menunjukkan bahwa semua sukarelawan memberikan hasil yang negatif

terhadap parameter reaksi iritasi yaitu adanya kulit merah, gatal dan pengkasaran

kulit. Dari hasil uji iritasi dapat disimpulkan bahwa sediaan masker clay ekstrak

kulit buah naga merah yang dibuat aman untuk digunakan (Tranggono dan

Latifah, 2007). Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dapat dilihat pada Tabel

4.6.

Tabel 4.6 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan


Sukarelawan
Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kemerahan - - - - - - - - - - - -
Gatal - - - - - - - - - - - -
Pengkasaran
- - - - - - - - - - - -
Kulit
Keterangan : (-) : tidak mengiritasi
(+) : kemerahan
(++) : gatal
(+++) : pengkasaran kulit

4.7.6 Hasil pengujian efektivitas anti-aging

Pengukuran efektivitas anti-aging dilakukan dengan mengukur kondisi

kulit sukarelawan. Hal ini bertujuan agar bisa melihat seberapa besar pengaruh

sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga merah yang digunakan dalam

perawatan kulit yang mengalami penuaan dini. Berdasarkan uji normalitas dengan

50
Universitas Sumatera Utara
Shapiro-Wilk Test, diperoleh nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data

tidak terdistribusi normal, sehingga selanjutnya dilakukan uji Kruskal Wallis

kemudian dilanjutkan dengan Mann-Whitney Test.

4.7.6.1 Kadar air (moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture

checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Data hasil

pengukuran kadar air pada semua kelompok sukarelawan dapat dilihat pada tabel

4.7.

Tabel 4.7 Data hasil pengukuran kadar air pada kulit sukarelawan
S Kadar Air (%)
%
F K Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Pemulihan
R 0 1 2 3 4
1 28 28 28 28 29 3,5%
F0 2 29 29 29 29 30 3,4%
3 29 29 30 30 30 3,4%
Rata-
28,67 28,67 29 29 29,67 3,4%
rata
1 28 29 30 31 31 10,7%
FI 2 29 30 31 31 32 10,3%
3 29 29 30 31 32 10,3%
Rata-
28,67 29,34 30,34 31 31,67 10,4%
rata
1 29 30 32 33 34 17,2%
FII 2 30 31 32 33 34 13,3%
3 29 30 31 32 33 13,7%
Rata-
29,34 30,34 31,67 32,67 33,67 14,7%
rata
1 29 30 32 34 35 20,6%
FIII 2 28 29 31 34 35 25%
3 28 30 31 32 34 21,4%
Rata-
28,34 29,67 31,34 33,34 34,67 22,3%
rata
Keterangan: Dehidrasi : 0-29; Normal: 30-50; Hidrasi: 51-100 (Aramo, 2012).
F : Formula
SKR : Sukarelawan
F0 : Masker clay tanpa ekstrak (blanko)
FI : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 2,5%
FII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 5%
FIII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 7,5%

51
Universitas Sumatera Utara
Dari data pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa kadar air kulit wajah semua

kelompok sukarelawan sebelum pemakaian masker clay ekstrak kulit buah naga

merah adalah rata-rata dehidrasi (28-30). Setelah pemakaian masker clay ekstrak

kulit buah naga merah selama empat minggu perawatan, formula F0 memberikan

efek dalam peningkatan kadar air dengan persen pemulihan yang rendah yaitu

sebesar 3,4%. Pada formula FI, FII dan FIII menunjukkan adanya efek

peningkatan kadar air kulit sukarelawan dengan masing-masing persen pemulihan

sebesar 10,4%, 14,7% dan 22,3%. Dan terjadi peningkatan kadar air pada wajah

sukarelawan dari dehidrasi (parameter dehidrasi: 0-29) menjadi normal (parameter

normal: 30-50). Grafik pengaruh pemakaian masker clay terhadap kadar air kulit

sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

35
34
33
32
Kadar Air

31
30 F0
29
28 FI
27 FII
26 FIII
25
0 1 2 3 4
Waktu (Minggu)
Keterangan: Dehidrasi: 0-29; Normal: 30-50; Hidrasi: 51-100 (Aramo, 2012)

Gambar 4.1 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap kadar air (moisture)
pada kulit wajah sukarelawan.
Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kadar air kulit

sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05 pada penggunaan minggu kedua, ketiga

dan keempat yang menunjukkan bahwa perubahan kadar air pada kulit signifikan.

52
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengetahui perbedaan tiap konsentrasi formula mempengaruhi

peningkatan kadar air pada kulit maka dilakukan uji Mann-Whitney. Dari hasil uji

Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kadar

air yang signifikan antara F0 dengan FI, FII, dan FIII, FI dengan FII dan FIII, dan

FII dengan FIII (nilai p<0,05).

Untuk fungsi fisiologisnya, kulit memerlukan lemak dan air. Lapisan

lemak di permukaan kulit dan bahan-bahan dalam stratum korneum yang bersifat

higroskopis dapat menyerap air dan berada dalam hubungan yang fungsional

disebut Natura Moisturizing Factor. Kemampuan stratum korneum untuk

mengikat air sangat penting bagi fleksibilitas dan kelenturan kulit (Tranggono dan

Latifah, 2007).

Kulit menjadi kering akibat berkurangnya aktivitas kelenjar minyak dan

keringat kulit serta penurunan kemampuan kulit untuk menahan air ke dalam sel

kulit atau sawar kulit (Wasitaatmadja, 1997).

4.7.6.2 Kehalusan (evenness)

Pengukuran kehalusan kulit (evenness) dilakukan dengan menggunakan

perangkat skin analyzer Aramo lensa perbesan 60x (normal lens) dengan sensor

biru.

Kehalusan kulit berpengaruh terhadap penurunan permukaan kulit kasar

dan kusam. Permukaan kulit yang kasar dan kusam terjadi karena berkurangnya

kemampuan kulit untuk melepaskan sel kulit mati untuk diganti dengan sel kulit

baru. Terjadi kelainan proses kreatinisasi dan perubahan ukuran serta bentuk sel

lapisan tanduk, sebagian berkelompok dan mudah lepas sehingga terlihat sebagai

sisik yang kasar (Yaar dan Gilchrest, 2007).

53
Universitas Sumatera Utara
Kulit kasar merupakan tanda umum yang dialami saat kulit mengalami

penuaan dini, ketika kulit sering terpapar sinar matahari dan kolagen dan elastin

yang berada di dalam lapisan kulit akan rusak sehingga sel-sel mati yang

bertumpuk pada stratum korneum menyebabkan permukaan kulit menjadi kurang

halus yang mengakibatkan kulit tampak lebih kasar (Bogadenta, 2012).

Data hasil pengukuran kehalusan kulit pada semua kelompok sukarelawan

dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Data hasil pengukuran kehalusan pada kulit sukarelawan


S Kehalusan
%
F K Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Pemulihan
R 0 1 2 3 4
1 38 37 37 36 36 5,2%
F0 2 40 39 38 38 38 5%
3 38 38 37 37 36 5,2%
Rata-
38,67 38 37,34 37 36,67 5,1%
rata
1 38 37 37 36 34 10,5%
FI 2 38 37 36 36 35 7,9%
3 38 36 35 34 33 13,1%
Rata-
38 36,67 36 35,34 34 10,5%
rata
1 38 37 35 33 31 18,4%
FII 2 38 37 36 33 31 18,4%
3 39 37 34 32 32 17,9%
Rata-
38,34 37 35 32,67 31,34 18,2%
rata
1 39 37 36 33 30 23,0%
FIII 2 38 37 35 33 29 23,6%
3 37 36 33 32 28 24,3%
Rata-
38 36,67 34,67 32,34 29 23,6%
rata
Keterangan: Halus: 0-31; Normal: 32-51; Kasar: 52-100 (Aramo, 2012).
F : Formula
SKR : Sukarelawan
F0 : Masker clay tanpa ekstrak (blanko)
FI : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 2,5%
FII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 5%
FIII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 7,5%

54
Universitas Sumatera Utara
Dari data pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa kehalusan kulit wajah

sukarelawan sebelum pemakaian masker clay ekstrak kulit buah naga merah

adalah rata-rata normal (37-40). Setelah pemakaian masker clay ekstrak kulit buah

naga merah selama empat minggu perawatan menunjukkan adanya efek

peningkatan kehalusan kulit. Formula F0 memberikan efek peningkatan kehalusan

kulit dengan persen pemulihan paling rendah yaitu 5,1%. Pada formula FI, FII dan

FIII menunjukkan efek peningkatan kehalusan kulit sukarelawan dengan masing-

masing persen pemulihan sebesar 10,5%, 18,2% dan 23,6%. Dan kehalusan kulit

meningkat pada wajah sukarelawan dari normal (parameter normal: 32-51)

menjadi halus (parameter halus: 0-31) pada minggu keempat dengan konsentrasi

yang paling baik yaitu formula FIII (7,5%). Grafik pengaruh pemakaian masker

clay terhadap kehalusan kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat

dilihat pada Gambar 4.2.

40

38
Kehalusan

36

34 F0
FI
32
FII
30 FIII

28
0 1 2 3 4
Waktu (Minggu)
Keterangan: Halus: 0-31; Normal: 32-51; Kasar: 52-100 (Aramo, 2012)

Gambar 4.2 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap kehalusan kulit


(evenness) pada kulit wajah sukarelawan.

55
Universitas Sumatera Utara
Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik

Kruskal Wallis untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kehalusan kulit

sukarelawan dan diperoleh nilai p<0,05 pada penggunaan minggu ketiga dan

keempat yang menunjukkan bahwa peningkatan kehalusan pada kulit signifikan.

Untuk mengetahui perbedaan tiap konsentrasi formula mempengaruhi

peningkatan kehalusan pada kulit maka dilakukan uji Mann-Whitney. Dari hasil

uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan

kehalusan yang signifikan antara F0 dengan FII, dan FIII, FI dengan FII dan FIII,

dan FII dengan FIII (nilai p<0,05).

Kulit kering dan kasar merupakan tanda umum yang dialami saat kulit

mengalami penuaan dini. Ketika kulit terlalu sering terpapar matahari, kolagen

dan elastin yang berada dalam lapisan akan rusak, sehingga sel-sel mati

bertumpuk pada stratum korneum menyebabkan permukaan kulit menjadi tampak

lebih kasar. Selain itu, kulit juga akan terasa kasar, kusam dan bersisik akibat

menurunnya kemampuan kulit untuk melepaskan sel kulit mati yang lama untuk

diganti dengan sel kulit yang baru (Wasitaatmadja, 1997). Flavonoid mampu

merangsang pembentukan dan meningkatkan produksi kolagen kulit, sehingga

menjaga kekenyalan, kelenturan serta kehalusan kulit (Khan, dkk., 2010).

4.7.6.3 Pori (pore)

Pengukuran pori menggunakan perangkat skin analyzer yaitu dengan lensa

perbesaran 60x dengan warna lampu sensor berwarna biru. Data hasil pengukuran

besar pori pada semua kelompok sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.9

halaman 57.

Masker memiliki banyak kegunaan, terutama untuk mengencangkan kulit,

mengangkat sel-sel tanduk yang sudah siap mengelupas, memberi kelembaban

56
Universitas Sumatera Utara
dan nutrisi pada kulit, memperbaiki tekstur wajah, meremajakan kulit,

mencerahkan warna kulit, mengecilkan pori-pori, membersihkan pori-pori kulit

wajah yang tersumbat kotoran, menyegarkan wajah karena akan memberi efek

rileks otot-otot wajah (Septiari, 2014).

Tabel 4.9 Data hasil pengukuran pori pada kulit wajah sukarelawan
S Ukuran Pori
%
F K Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Pemulihan
R 0 1 2 3 4
1 38 38 38 37 37 2,6%
F0 2 39 39 37 37 37 5,1%
3 39 39 39 37 37 5,1%
Rata-
38,67 38,67 38 37 37 4,3%
rata
1 36 34 33 33 32 11,1%
FI 2 37 35 35 34 33 10,8%
3 38 37 37 34 34 10,5%
Rata-
37 35,34 35 33,67 33 10,8%
rata
1 37 34 33 31 31 16,2%
FII 2 36 35 34 32 30 16,6%
3 37 36 35 31 30 18,9%
Rata-
36,67 35 34 31,34 30,34 17,2%
rata
1 38 36 35 32 30 21,0%
FIII 2 37 35 33 30 28 24,3%
3 35 32 30 29 27 22,8%
Rata-
36,67 34,34 32,67 30,34 28,34 22,7%
rata
Keterangan: Kecil: 0-19; Beberapa besar: 20-39; Sangat besar: 40-100 (Aramo,
2012).
F : Formula
SKR : Sukarelawan
F0 : Masker clay tanpa ekstrak (blanko)
FI : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 2,5%
FII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 5%
FIII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 7,5%

Dari data pada Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa ukuran pori pada wajah

sukarelawan sebelum pemakaian masker clay ekstrak kulit buah naga merah

adalah beberapa besar (35-39). Setelah pemakaian masker clay ekstrak kulit buah

naga merah selama empat minggu perawatan, menunjukkan adanya efek

57
Universitas Sumatera Utara
pengecilan ukuran pori pada kulit sukarelawan. Formula F0 memberikan efek

dalam peningkatan pemulihan pori dengan persen pemulihan yang paling rendah

yaitu sebesar 4,3%. Pada FI, FII dan FIII menunjukkan adanya efek peningkatan

pemulihan pori dengan masing-masing persen pemulihan sebesar 10,8%, 17,2%

dan 22,7%. Grafik pengaruh pemakaian masker clay terhadap ukuran pori kulit

sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.3.

39

37
Ukuran Pori

35

33 F0
31 FI
29 FII

27 FIII

25
0 1 2 3 4
Waktu (Minggu)
Keterangan: Kecil: 0-19; Beberapa besar: 20-39; Sangat besar: 40-100

Gambar 4.3 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap pori (pore) pada kulit
wajah sukarelawan.

Data selanjutnya dianalisis dengan uji Kruskal Wallis dan diperoleh nilai

p<0,05 pada minggu ketiga dan keempat yang menunjukkan adanya perbedaan

yang signifikan antar formula dalam mengecilkan ukuran pori kulit sukarelawan.

Data selanjutnya diuji menggunakan Mann-Whitney untuk mengetahui formula

mana yang berbeda. Dari hasil dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara F0 dengan FI, FII, dan FIII, FI dengan FII dan FIII, dan FII

dengan FIII.

Pembesaran pori-pori dapat dikurangi dengan pengelupasan kulit secara

teratur. Selain disebabkan oleh bertambahnya usia, pori-pori menjadi lebih besar

58
Universitas Sumatera Utara
karena berkurangnya elastisitas kulit juga dikarenakan seringnya terkena sinar

matahari secara terus menerus sehingga sel kulit mati menumpuk. Flavonoid

mampu merangsang pembentukan dan produksi kolagen kulit (Khan, dkk., 2010).

Kolagen dalam meningkatkan elastisitas dan kekuatan kulit, sehingga ukuran pori

dapat mengecil (Susana, 2011).

4.7.6.4 Noda (spot)

Pengukuran banyak noda dengan menggunakan perangkat skin analyzer

dengan lensa perbesaran 60x dengan warna lampu sensor jingga.

Tabel 4.10 Data hasil pengukuran jumlah noda pada kulit wajah sukarelawan
S Banyak Noda
%
F K Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Pemulihan
R 0 1 2 3 4
1 33 32 32 31 31 6,0%
F0 2 32 32 32 31 31 3,1%
3 34 33 33 33 33 2,9%
Rata-
33 32,34 32,34 31,67 31,67 4%
rata
1 32 31 31 29 28 12,5%
FI 2 31 30 30 28 27 12,9%
3 33 32 31 30 29 12,1%
Rata-
32 31 30,67 29 28 12,5%
rata
1 33 31 30 27 26 21,2%
FII 2 33 32 30 29 26 21,2%
3 32 31 29 27 25 21,8%
Rata-
32,67 31,34 29,67 27,67 25,67 21,4%
rata
1 30 27 25 24 21 30%
FII
2 32 30 27 25 23 28,1%
I
3 32 30 29 27 24 25%
Rata-
31,34 29 27 25,34 22,67 27,6%
rata
Keterangan: Sedikit noda: 0-19; Beberapa noda: 20-39; Sangat banyak noda: 40-
100 (Aramo, 2012).
F : Formula
SKR : Sukarelawan
F0 : Masker clay tanpa ekstrak (blanko)
FI : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 2,5%
FII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 5%
FIII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 7,5%

59
Universitas Sumatera Utara
Pada Tabel 4.10 halaman 59 dapat dilihat bahwa perawatan yang

dilakukan menunjukkan adanya efek penurunan jumlah noda pada kulit wajah

sukarelawan setelah pemakaian masker clay ekstrak kulit buah naga merah secara

rutin setiap minggu selama empat minggu pemakaian. Dari data hasil diperoleh

formula FI, FII dan FIII menunjukan adanya peningkatan pengurangan noda

dengan persen pemulihan sebesar 12,5%, 21,4% dan 27,6%. Sedangkan pada

kelompok blanko (F0) tidak menunjukkan pengurangan noda pada kulit wajah

sukarelawan yang signifikan yaitu sebesar 4%.

Grafik pengaruh pemakaian masker clay terhadap penurunan jumlah noda

pada kulit wajah sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada

Gambar 4.4.

34

32
Banyak Noda

30

28
F0
26
FI
24
FII
22 FIII
20
0 1 2 3 4
Waktu (Minggu)
Keterangan: Sedikit noda: 0-19; Beberapa noda: 20-39; Sangat banyak noda:
40-100 (Aramo, 2012).

Gambar 4.4 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap noda (spot) pada kulit
wajah sukarelawan.

Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisa statistik menggunakan

uji Kruskal Wallis dan diperoleh nilai p<0,05 yang menunjukkan adanya

perbedaan yang signifikan antar formula dalam mengurangi noda pada kulit

60
Universitas Sumatera Utara
sukarelawan pada penggunaan minggu kesatu, kedua, ketiga dan keempat.

Kemudian data diuji menggunakan Mann-Whitney untuk mengetahui formula

mana yang berbeda. Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan banyaknya noda pada kulit sukarelawan antara

F0 dengan FI, FII, dan FIII, FI dengan FII dan FIII, FII dengan FIII (nilai p<0,05).

Mulyawan dan Suriana (2013) menyebutkan bahwa noda hitam

(hiperpigmentasi) muncul pada kulit yang mulai menua maupun kulit yang belum

menua oleh karena berbagai penyebab. Hiperpigmentasi disebabkan oleh karena

berkurangnya enzim katalisator dopa yang berguna untuk proses pembentukan

melanin (Putro, 1997). Timbulnya bercak pada kulit akibat berkurangnya daya

pigmentasi sel melanosit dan daya distribusi melanin ke seluruh lapisan kulit

(Wasitaatmadja, 1997).

4.7.6.5 Keriput (wrinkle)

Pengukuran keriput pada kulit sukarelawan menggunakan perangkat skin

analyzer dengan lensa perbesaran 10x dengan warna lampu sensor biru. Hasil

pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat pada

Tabel 4.11 halaman 62.

Proses menua antara lain tampak dari kerutan dan keriput pada kulit atau

kemunduran lainnya dibanding ketika masih muda (Tranggono dan Latifah,

2007). Sinar ultraviolet dalam waktu panjang akan menimbulkan efek kerusakan

kulit, kulit mulai mengendur, merenggang dan kehilangan kemampuannya untuk

kembali ke tempatnya setelah peregangan (Darmawan, 2013). Kondisi ini

disebabkan oleh perubahan serabut kolagen dan serabut elastin yang menjaga

kelenturan kulit menjadi kaku, tidak lentur sehingga kehilangan elastisitasnya.

Pada proses menua, tulang dan otot mengalami atropi (pengecilan), jaringan

61
Universitas Sumatera Utara
lemak subkutan berkurang, lapisan kulit tipis disertai kehilangan daya kenyalnya

sehingga membuat terbentuknya kerutan-kerutan dan lipatan-lipatan kulit (Putro,

1997).

Tabel 4.11 Data hasil pengukuran keriput pada kulit wajah sukarelawan
S Keriput
%
F K Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Pemulihan
R 0 1 2 3 4
1 26 26 26 25 25 3,8%
F0 2 28 28 28 26 26 7,1%
3 26 26 26 24 24 7,7%
Rata-
26,67 26,67 26,67 25 25 6,2%
rata
1 29 29 26 25 24 17,2%
FI 2 29 28 27 25 24 17,2%
3 29 29 27 26 25 13,7%
Rata-
29 28,67 26,67 25,34 24,34 16,0%
rata
1 28 26 25 24 23 17,8%
FII 2 29 26 26 24 23 20,7%
3 29 27 25 23 22 24,1%
Rata-
28,67 26,34 25,34 23,67 22,67 20,9%
rata
1 26 24 23 21 19 26,9%
FIII 2 29 27 25 24 21 27,6%
3 28 26 24 21 20 28,6%
Rata-
27,67 25,67 24 22 20 27,7%
rata
Keterangan: Tidak berkeriput: 0-19; Berkeriput: 20-52; Berkeriput parah: 53-100
(Aramo, 2012).
F : Formula
SKR : Sukarelawan
F0 : Masker clay tanpa ekstrak (blanko)
FI : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga 2,5%
FII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga 5%
FIII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga 7,5%

Dari hasil yang diperoleh dalam pengujian jumlah keriput wajah

menunjukkan bahwa perawatan yang dilakukan menunjukkan adanya efek

penurunan jumlah keriput pada kulit wajah sukarelawan setelah pemakaian

masker clay ekstrak kulit buah naga merah secara rutin setiap minggu selama

62
Universitas Sumatera Utara
empat minggu pemakaian. Setelah penggunaan masker, dapat dilihat bahwa

formula blanko memberikan efek dalam peningkatan pengurangan jumlah keriput

dengan persen pemulihan yang rendah yaitu sebesar 6,2%. Pada kelompok FI, FII

dan FIII menunjukkan adanya efek peningkatan terhadap pengurangan jumlah

keriput dengan persen pemulihan sebesar 16,0%, 20,9% dan 27,7%. Grafik

pengaruh pemakaian masker clay terhadap penurunan jumlah keriput pada kulit

wajah sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar

4.5.

29
27
25
Keriput

23
F0
21
FI
19
FII
17 FIII
15
0 1 2 3 4
Waktu (Minggu)
Keterangan: Tidak berkeriput: 0-19; Berkeriput: 20-52; Berkeriput parah: 53-
100 (Aramo, 2012).

Gambar 4.5 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap keriput (wrinkle) pada
kulit wajah sukarelawan.

Dari data yang diperoleh setelah perawatan selama empat minggu

selanjutnya dianalisis dengan uji Kruskal Wallis dan diperoleh nilai p<0,05 pada

minggu kedua, ketiga dan keempat yang menunjukkan adanya perbedaan yang

signifikan antar formula dalam menurunkan jumlah keriput pada kulit

sukarelawan. Data selanjutnya diuji menggunakan Mann-Whitney untuk

mengetahui formula mana yang berbeda. Dari hasil dapat disimpulkan bahwa

63
Universitas Sumatera Utara
terdapat perbedaan yang signifikan antara F0 dengan FI, FII dan FIII, kemudian

antara FI dengan FII dan FIII dan FII dengan FIII.

Kulit menjadi kendor dan tidak elastis akibat menurunnya kemampuan

serat kulit terutama kolagen, sehingga menimbulkan kerut dan gelambir

(Wasitaatmadja, 1997). Radikal bebas juga disinyalir sebagai penyebab penuaan

dini pada kulit, karena serangan radikal bebas pada jaringan dapat merusak asam

lemak dan menghilangkan elastisitas, sehingga kulit menjadi kering dan keriput

(Mulyawan dan Suriana, 2013). Paparan sinar UV yang berlebihan dalam jangka

waktu lama dapat menimbulkan efek yang merugikan. Sinar matahari dapat

menimbulkan kerusakan struktur kulit pada lapisan kolagen dan elastin (Prianto,

2014). Flavonoid sebagai antioksidan dapat menghambat reaksi peroksidasi lipid

dan senyawa pereduksi yang baik. Flavonoid berlaku sebagai penghambat yang

baik untuk radikal hidroksil dan superoksida yang dengan demikian melindungi

membran lipid yang dapat menyebabkan berkurangnya ukuran pori-pori dan

meningkatkan tekstur kulit (Tapas, dkk., 2008). Aktivitas antioksidan pada kulit

buah naga lebih besar dibandingkan aktivitas antioksidan pada daging buahnya,

sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi antioksidan alami yang dapat

bermanfaat bagi kesehatan (Wu, dkk., 2006).

64
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan:

a. Kulit buah naga merah mengandung senyawa flavonoid yang dapat berfungsi

sebagai antioksidan pada kulit wajah.

b. Ekstrak kulit buah naga merah dapat diformulasikan dalam sediaan masker

clay menghasilkan sediaan yang homogen, pH memenuhi syarat, waktu kering

memenuhi syarat, tidak mengiritasi dan stabil dalam penyimpanan.

c. Perbedaan konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah dalam sediaan masker

clay mempengaruhi efektivitas anti-aging pada ketiga konsentrasi yaitu 2,5%,

5% dan 7,5%. Masker clay ekstrak kulit buah naga merah 7,5% menunjukkan

hasil yang paling baik dengan meningkatnya kadar air sebesar 22,3%,

meningkatnya kehalusan sebesar 23,6%, meningkatnya pemulihan pori sebesar

22,7%, meningkatnya pengurangan noda sebesar 27,6% dan meningkatnya

pengurangan jumlah keriput sebesar 27,7% selama 4 minggu perawatan.

d. Penggunaan sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga merah menunjukkan

peningkatan kondisi kulit menjadi lebih baik selama empat minggu perawatan.

5.2 Saran

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat membandingkan efektvitas anti-aging

sediaan masker clay dengan sediaan masker peel-off ekstrak kulit buah naga

merah dengan metode freeze drying.

65
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Aramo. 2012. Skin and Hair Diagnosis System. Sungnam: Aram Huvis. Korea
Ltd. Hal. 1-10.
Aryani, N.L.D. dan Widjaja, F.N. 2015. Peningkatan Mutu dan Variasi Produk
Bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) Industri Kosmetik. Prosiding
Seminar Nasional Penelitian dan PKM Kesehatan. 1(1). Halaman 275-
280.
Bogadenta, A. 2012. Antisipasi Gejala Penuaan Dini dengan Kesaktian Ramuan
Herbal. Jogjakarta: Buku Biru. Hal. 15.
Cunningham, W. 2003. Aging and Photoaging. Dalam: Baran R, Maibach HI,
editor. Textbook of Cosmetic Dermatology, ed 2. London: Martin Dunitz
Ltd. Hal. 455-467.
Darmawan, A.B. 2013. Anti-Aging Rahasia Tampil Muda di Segala Usia.
Yogyakarta: Media Pressindo. Hal. 18, 31.
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 1, 3-6.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 33.
Ditjen POM. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 6-9, 22, 32, 235.
Faisal, M. 2017. Karakterisasi Sifat Fisik dan Permeabilitas Krim Gamma-
oryzanol dengan Variasi Natrium Lauril Sulfat. Skripsi. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah.
Fauziah, D.W. 2017. Pengaruh Basis Kaolin dan Bentonit Terhadap Sifat Fisika
Masker Lumpur Kombinasi Minyak Zaitun (Olive Oil) dan Teh Hijau
(Camelia sinensis). Jurnal Farmasi, Sains dan Kesehatan. 3(2): 9-13.
Fauzi, A.R. dan Nurmalina, R. 2012. Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo. Hal 60, 171-173.
Farnsworth, N.R. 1996. Biologycal and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Science. 55(3) :262-264.
Gaman, P.M., dan Sherington, K.B. 1992. Pengatar Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press. Halaman 43.
Gaffney, M.D. 1992. Cosmetics, Science and Technolgy. Florida: Krieger
Publishing Company. Halaman 308-310.
Harry, R.G. 2000. Harry’s Cosmeticology. Edisi VIII. Newyork: Chemical
Publishing Company. Halaman 308-310.
Hendradi, E., Chasanah, U., Indriani, T., Fionnayuristy, F. 2013. Pengaruh
Gliserin dan Propilenglikol terhadap Karakterisasi Fisik, Kimia, dan Spf
Sediaan Krim Tipe O/W Ekstrak Biji Kakao (Theobroma cacao L.)
(Kadar Ekstrak Kakao 10%, 15% dan 20%). Pharmascientia. 2(1): 31-
41.
Ide, Pangkalan. 2008. Gaya Hidup Penghambat Alzheimer. Jakarta: PT. Elex
Komputindo.
Khan, H.M.S. Akhtar, N., Rasool, F., Khan, B.A, Mahmood, T., Khan, M. S.
2010. In Vitro Evaluation of Stable Cream Containing Flavonoids on
Hydration and TEWL of Human Skin. International Journal of
Pharmacological and Pharmaceutical Sciences. 4(11): 22-25.

66
Universitas Sumatera Utara
Kristanto, D. 2003. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Surabaya:
Penebar Swadaya.
Lee, C. K. 2013. Assesments of the Facial Mask Material in Skin Care. Thesis.
Department of Cosmetics Science, Taiwan. Chia-Nan University of
Pharmacy and Science. Halaman 14-19.
Mitsui, T. 1997. New Cosmetics Science. Edisi Pertama. Asterdam: Elsevier
Science. Halaman 354-355.
Mulyawan, D. dan Suriana, N. 2013. A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: Elex Media
Komputindo. Halaman 16-17.
Molyneux, P. 2004. The Use of Stable Free Radical Diphenilpicrylhidraxyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci.
Technol. 26(3): 211-219.
Noormindhawati, L. 2013. Jurus Ampuh Melawan Penuaan Dini. Jakarta:
Kompas Gramedia. Halaman 2-5.
Novita, W. 2009. Buku Pintar Merawat Kecantikan Dirumah- Kumpulan Tips
Praktis dan Murah Merawat Kecantikan dari Ujung Rambut Hingga
Ujung Kaki. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Nurliyana, R., Zahir, I.S., Suleiman, K.M., Aisyah, M.R. dan Rahim, K.K. 2010.
Antioxidant Study of Pulps and Peels of Dragon Fruits: a Comparative
Study . International Food Research Journal. 17: 365-367.
Panjaitan, D.T., Budi, P., dan Leenawaty, L, 2014. Peranan Karotenoid Alami
Dalam Menangkal Radikal Bebas di Dalam Tubuh. e-USU Repository.
Prianto, J. 2014. Cantik: Panduan Lengkap Merawat Kulit dan Wajah. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Hal. 117-119, 129-130, 146-147.
Putri, N.K.M., Gunawan, I.W.G dan Suarsa, I.W. 2015. Aktivitas Antioksidan
Antosianin dalam Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Super Merah
(Hylocereus costaricensis) dan Analisis Kadar Totalnya. Jurnal Kimia.
9(2): 243-251.
Putro, D.S. 1997. Agar Awet Muda. Purwodadi: Trubus Agrisarana. Halaman 8-
10, 16-18.
Rawlins, E.A. 2012. Bentley’s textbook of Pharmaceutics. Edisi XVIII. London:
Bailierre Tindall. Halaman 22, 355.
Rohmatussolihat. 2009. Antioksidan, Penyelamat Sel-sel Tubuh Manusia.
BioTrends. 4(1): 5-9.
Rowe, R.C., Sheskey, P., dan Owen, S.C. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Edisi Kelima. London: Pharmaceutical Press. Halaman 110,
283, 441-442, 564, 651, 679-680.
Saneto, B. 2008.. Karakterisasi Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus).
AGRIKA. 2(2): 143-149.
Sembiring, M.H. 2016. Formulasi dan Uji Efek Anti Aging dari Masker Wajah
yang Mengandung Minyak Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.).
Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara
S. Emil. 2011. Untung Berlipat dari Bisnis Buah Naga Unggul. Yogyakarta. LILI
PUBLISHER. Halaman 9-10, 17-18.
Septiari, N.W.S. 2014. Pengaruh Proporsi Puree Stroberi (Fragaria vesca L.) dan
Tapioka Terhadap Kualitas Masker Wajah Tradisional. E- Journal.
Universitas Negeri Surabaya.
Susana, T. 2011. Pemberian Ekstrak Air Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas)
Menghambat Penuaan Dini Kulit dengan Menghambat Peningkatan

67
Universitas Sumatera Utara
Kadar MMP-1 pada Tikus yang Dipajan Sinar UVB. Tesis. Denpasar:
Universitas Udayana.
Tapas, A.R., Sakarkar, D.M., Kakde, R.B. 2008. Flavonoid as Nutraceuticals: A
Review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 7(3): 1089-1099.
Tranggono, R.I., dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 11-32, 167.
Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetika Medik. Jakarta: UI Press.
Halaman 154-155, 199.
Wibowo, E.A.P. 2017. Sintesis Komposit N-TiO2/ Bentonit dan Karakterisasi
Menggunakan FTIR. Jurnal Teknologi Terpadu. 5(1): 96-98.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas: Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius Media.
Wirakusumah, E.S. 2007. Cantik dan Awet Muda dengan Buah, Sayur dan
Herbal. Jakarta: Penebar Plus. Halaman 33-34.
Wu, L.C., Hsu, H.W., Chen, Y., Chiiu, C.C. and Ho, Y.I. 2006. Antioxidant and
Antiproliferative Activities of Red Pitaya. Food Chemistry. Volume 95:
319-321.
Yaar, M., and Gilchrest, B.A. 2007. Photoaging: Mechanism, Prevention and
Therapy. British Journal of Dermatology. 157: 874-887.
Zelfis, F. 2012. Kunci Awet Muda. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Laksana.
Halaman 23.

68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan kulit buah naga merah

69
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Gambar tumbuhan, simplisia dan ekstrak kulit buah naga merah

(A) (B)

(C) (D)

Keterangan :
A. Buah naga merah
B. Simplisia kulit buah naga merah
C. Serbuk simplisia kulit buah naga merah
D. Ekstrak kental kulit buah naga merah

70
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Bagan pembuatan simpisia kulit buah naga merah

Buah Naga Merah

Dipisahkan daging buahnya


Dicuci, ditiriskan dan ditimbang
berat basah
Dikeringkan dalam lemari
pengering pada suhu 40
Ditimbang sebagai berat kering

Simplisia

Dihaluskan menggunakan
blender
Serbuk simplisia

Skrining Fitokimia Ekstrak Kulit


Simplisia Kulit Buah Naga Merah
Buah Naga Merah

71
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Bagan pembuatan ekstrak kulit buah naga merah

1100 gram simplisia


kulit buah naga merah
Dimasukkan kedalam bejana tertutup
Direndam dengan etanol 96% 8250mL selama 5 hari
terlindung dari cahaya
Dilakukan pengadukan setiap hari
Diserkai

Maserat Ampas

Diremaserasi dengan 2750 mL


etanol 96%
Disaring

Maserat Ampas
Didiamkan selama 2 hari terlindung
cahaya

Diuapkan dengan Rotary epavorator pada


suhu 40
Ekstrak Kental Kulit
Buah Naga Merah

72
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Bagan pembuatan sediaan masker clay

Bentonite Xanthan gum


Dibasahi aquadest

Digerus cepat
Homogen
Natrium Ditambahkan kaolin
metabisulfit + sedikit demi sedikit
Nipagin sambil digerus
Ditambahkan TiO2
Dilarutkan dalam air panas dan gliserin sambil
digerus

Larutan A Homogen

Sodium Lauril Sulfat Larutan A dituangkan sambil


digerus pelan
Dilarutkan dalam
aquadest
Larutan B Homogen

Larutan B dituangkan pelan-pelan sambil


digerus perlahan
Ditambahkan parfum

Tanpa Ditambahkan Ditambahkan Ditambahkan


penambahan 2,5% ekstrak 5% ekstrak 7,5% ektrak
ekstrak kulit buah kulit buah kulit buah
naga merah naga merah naga merah

Masker clay Masker clay Masker clay Masker clay


blanko ekstrak kulit ekstrak kulit ekstrak kulit
homogen buah naga buah naga buah naga
merah 2,5% merah 5% merah 7,5%
homogen homogen homogen

73
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Perhitungan rendemen ekstrak kulit buah naga merah

% Rendemen = x 100%

Berat serbuk simplisia yang diekstrak = 1100 gram


Berat ekstrak yang diperoleh = 68 gram
% Rendemen = x 100% = 6,18 %

74
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Hasil karakterisasi simplisia kulit buah naga merah

1. Perhitungan kadar air serbuk simplisia

% Kadar air simplisia = x 100%

No, Berat sampel (g) Volume air (ml)


1, 5,002 0,2 ml
2, 5,003 0,4 ml
3, 5,003 0,3 ml

1. Kadar air = x 100% = 3,998%

2. Kadar air = x 100% = 7,995%

3. Kadar air = x 100% = 5,996%

% Rata-rata kadar air = = 5,996%

2. Perhitungan kadar sari larut dalam air

% Kadar sari larut dalam Air = 100%

No, Berat sampel (g) Berat sari (g)


1, 5,002 0,4446
2, 5,002 0,3969
3, 5,003 0,4283

1. Kadar sari larut dalam Air = 100% = 44,44%

2. Kadar sari larut dalam Air = 100% = 39,67%

3. Kadar sari larut dalam Air = 100% = 42,80%

% Rata-rata kadar sari larut dalam Air = = 42,30%

75
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

3. Perhitungan kadar sari larut dalam Etanol

% Kadar sari larut dalam Etanol = 100%

No, Berat sampel (g) Berat sari (g)


1, 5,003 0,2775
2, 5,002 0,3729
3, 5,003 0,3625

1. Kadar sari larut dalam Etanol = 100% = 27,73%

2. Kadar sari larut dalam Etanol = 100% = 37,27%

3. Kadar sari larut dalam Etanol = 100% = 36,22%

% Rata-rata kadar sari larut dalam Etanol = = 33,74%

4. Perhitungan kadar abu total

% Kadar abu total = 100%

No, Berat sampel (g) Berat abu (g)


1, 2,001 0,0904
2, 2,002 0,2913
3, 2,002 0,0832

1. Kadar abu total = 100% = 4,517%

2. Kadar abu total = 100% = 14,550%

3. Kadar abu total = 100% = 4,155%

% Rata-rata kadar abu total = = 7,74%

76
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

5. Perhitungan kadar abu simplisia tidak larut dalam asam

% Kadar abu tidak larut dalam asam = x 100%

No, Berat sampel (g) Berat abu (g)


1, 2,001 0,0437
2, 2,002 0,0324
3, 2,002 0,0238

1. Kadar abu tidak larut dalam asam = x100% = 2,183%

2. Kadar abu tidak larut dalam asam = x 100% = 1,618%

3. Kadar abu tidak larut dalam asam = x 100% = 1,188%

% Rata-rata kadar abu tidak larut dalam asam = = 1,663%

77
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Surat pernyataan persetujuan (informed consent)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUKARELAWAN PENELITIAN

(Informed Consent)

Saya yang bertandatangan di bawah ini,


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No.Telp/HP :
Telah mendapat penjelasan dari peneliti (Ramadhani Siregar) secara jelas
tentang penelitian “Formulasi Sediaan Masker Clay Yang Mengandung Ekstrak
Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis) Sebagai Anti-Aging”, maka
dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia untuk
diikutsertakan dalam penelitian tersebut.

Demikian surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, April 2019


Sukarelawan

( )

78
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Surat persetujuan komisi etik

79
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Gambar sediaan masker clay dan uji homogenitas

F0 FI FII FIII

F0 FI FII FIII

Keterangan:
F0 : Masker clay tanpa ekstrak kulit buah naga merah (blanko)
FI : Masker clay ekstrak kulit buah naga merah 2,5%
FII : Masker clay ekstrak kulit buah naga merah 5%
FIII : Masker clay ekstrak kulit buah naga merah 7,5%

80
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Gambar pemakaian masker dan uji iritasi pada sukarelawan

81
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Hasil uji efektivitas anti-aging

Kondisi kulit sebelum pemakaian masker


1. Kadar air (moisture)

2. Kehalusan (evenness)

3. Pori (pore)

4. Noda (spot)

82
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. (Lanjutan)
5. Keriput (wrinkle)

Kondisi kulit setelah 4 minggu pemakaian masker


1. Kadar air (moisture)

2. Kehalusan (evenness)

3. Pori (pore)

83
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. (Lanjutan)
4. Noda (spot)

5. Keriput (wrinkle)

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Hasil analisis data

1. Kadar Air
- Uji Normalitas
b
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Minggu_0 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .385 3 . .750 3 .000
Minggu_1 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .385 3 . .750 3 .000
Minggu_2 F0 .175 3 . 1.000 3 1.000
FI .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .385 3 . .750 3 .000
Minggu_3 F0 .175 3 . 1.000 3 1.000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .385 3 . .750 3 .000
Minggu_4 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .385 3 . .750 3 .000
a. Lilliefors Significance Correction
b. Minggu_3 is constant when Formula = FI. It has been omitted.
- Uji Kruskal Wallis
a,b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Chi-Square 3.883 6.946 8.606 9.791 10.225
df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .274 .074 .035 .020 .017
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
- Uji Mann Whitney
F0 dengan FI
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 4.500 2.000 1.000 .000 .000
Wilcoxon W 10.500 8.000 7.000 6.000 6.000
Z .000 -1.291 -1.623 -2.087 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 .197 .105 .037 .043
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000 .400 .200 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
F0 dengan FII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 2.000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 8.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -1.291 -2.023 -1.993 -1.993 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .197 .043 .046 .046 .043
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .400 .100 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula

F0 dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 3.000 1.000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 9.000 7.000 6.000 6.000 6.000
Z -.745 -1.650 -1.993 -1.993 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .456 .099 .046 .046 .043
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700 .200 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
FI dengan FII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 2.000 1.000 .500 .000 .000
Wilcoxon W 8.000 7.000 6.500 6.000 6.000
Z -1.291 -1.650 -1.826 -2.121 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .197 .099 .068 .034 .043
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .400 .200 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
FI dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 3.000 3.000 1.000 .000 .000
Wilcoxon W 9.000 9.000 7.000 6.000 6.000
Z -.745 -.745 -1.650 -2.121 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .456 .456 .099 .034 .043
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700 .700 .200 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula

86
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
FII dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 1.000 2.000 3.000 2.500 1.000
Wilcoxon W 7.000 8.000 9.000 8.500 7.000
Z -1.650 -1.291 -.745 -.913 -1.650
Asymp. Sig. (2-tailed) .099 .197 .456 .361 .099
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200 .400 .700 .400 .200
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
2. Kehalusan
- Uji Normalitas
b,c
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Minggu_0 F0 .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .175 3 . 1.000 3 1.000
Minggu_1 F0 .175 3 . 1.000 3 1.000
FI .385 3 . .750 3 .000
FIII .385 3 . .750 3 .000
Minggu_2 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .175 3 . 1.000 3 1.000
FII .175 3 . 1.000 3 1.000
FIII .253 3 . .964 3 .637
Minggu_3 F0 .175 3 . 1.000 3 1.000
FI .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .385 3 . .750 3 .000
Minggu_4 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .175 3 . 1.000 3 1.000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .175 3 . 1.000 3 1.000
a. Lilliefors Significance Correction
b. Minggu_0 is constant when Formula = FI. It has been omitted.
c. Minggu_1 is constant when Formula = FII. It has been omitted.

- Uji Kruskal Wallis


a,b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Chi-Square 1.149 5.473 6.878 9.448 10.458
df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .765 .140 .076 .024 .015
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula

87
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
- Uji Mann Whitney
F0 dengan FI
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 3.000 1.000 1.000 1.000 .000
Wilcoxon W 9.000 7.000 7.000 7.000 6.000
Z -1.000 -1.623 -1.623 -1.623 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .317 .105 .105 .105 .046
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700 .200 .200 .200 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan FII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 4.000 1.500 .000 .000 .000
Wilcoxon W 10.000 7.500 6.000 6.000 6.000
Z -.258 -1.549 -1.993 -1.993 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .796 .121 .046 .046 .043
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000 .200 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 3.000 1.000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 9.000 7.000 6.000 6.000 6.000
Z -.696 -1.623 -1.993 -1.993 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .487 .105 .046 .046 .046
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700 .200 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
FI dengan FII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 3.000 3.000 2.000 .000 .000
Wilcoxon W 9.000 9.000 8.000 6.000 6.000
Z -1.000 -1.000 -1.124 -2.023 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .317 .317 .261 .043 .046
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700 .700 .400 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula

88
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
FI dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 4.500 4.500 2.000 .000 .000
Wilcoxon W 10.500 10.500 8.000 6.000 6.000
Z .000 .000 -1.124 -2.023 -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 1.000 .261 .043 .050
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000 1.000 .400 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
FII dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 3.500 3.000 4.000 3.000 .000
Wilcoxon W 9.500 9.000 10.000 9.000 6.000
Z -.471 -1.000 -.225 -.745 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .637 .317 .822 .456 .046
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700 .700 1.000 .700 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
3. Pori
- Uji Normalitas
b,c
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Minggu_0 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .175 3 . 1.000 3 1.000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .253 3 . .964 3 .637
Minggu_1 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .253 3 . .964 3 .637
FII .175 3 . 1.000 3 1.000
FIII .292 3 . .923 3 .463
Minggu_2 F0 .175 3 . 1.000 3 1.000
FI .175 3 . 1.000 3 1.000
FII .175 3 . 1.000 3 1.000
FIII .219 3 . .987 3 .780
Minggu_3 FI .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .253 3 . .964 3 .637
Minggu_4 FI .175 3 . 1.000 3 1.000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .253 3 . .964 3 .637
a. Lilliefors Significance Correction
b. Minggu_3 is constant when Formula = F0. It has been omitted.
c. Minggu_4 is constant when Formula = F0. It has been omitted.

89
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
- Uji Kruskal Wallis
a,b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Chi-Square 5.826 6.505 6.923 9.791 10.261
df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .120 .089 .074 .020 .016
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
- Uji Mann Whitney
F0 dengan FI
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U .500 .000 .500 .000 .000
Wilcoxon W 6.500 6.000 6.500 6.000 6.000
Z -1.798 -1.993 -1.771 -2.121 -2.087
Asymp. Sig. (2-tailed) .072 .046 .077 .034 .037
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100 .100 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan FII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -2.023 -1.993 -1.964 -2.121 -2.121
Asymp. Sig. (2-tailed) .043 .046 .050 .034 .034
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100 .100 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula

F0 dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U .500 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 6.500 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -1.798 -1.993 -1.964 -2.087 -2.087
Asymp. Sig. (2-tailed) .072 .046 .050 .037 .037
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100 .100 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula

90
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
FI dengan FII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 3.500 4.000 3.000 .000 .000
Wilcoxon W 9.500 10.000 9.000 6.000 6.000
Z -.471 -.225 -.674 -2.023 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .637 .822 .500 .043 .046
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700 1.000 .700 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
FI dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 4.000 3.500 2.000 .000 .000
Wilcoxon W 10.000 9.500 8.000 6.000 6.000
Z -.225 -.443 -1.124 -1.993 -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .822 .658 .261 .046 .050
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000 .700 .400 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
FII dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 4.000 4.000 3.000 2.500 1.000
Wilcoxon W 10.000 10.000 9.000 8.500 7.000
Z -.232 -.225 -.674 -.899 -1.623
Asymp. Sig. (2-tailed) .817 .822 .500 .369 .105
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000 1.000 .700 .400 .200
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula

91
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
4. Noda
- Uji Normalitas
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Minggu_0 F0 .175 3 . 1.000 3 1.000
FI .175 3 . 1.000 3 1.000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .385 3 . .750 3 .000
Minggu_1 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .175 3 . 1.000 3 1.000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .385 3 . .750 3 .000
Minggu_2 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .175 3 . 1.000 3 1.000
Minggu_3 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .175 3 . 1.000 3 1.000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .253 3 . .964 3 .637
MInggu_4 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .175 3 . 1.000 3 1.000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .253 3 . .964 3 .637
a. Lilliefors Significance Correction

- Uji Kruskal Wallis


a,b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 MInggu_4


Chi-Square 4.311 8.031 9.975 9.520 10.458
df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .230 .045 .019 .023 .015
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
- Uji Mann Whitney
F0 dengan FI
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 MInggu_4


Mann-Whitney U 2.000 1.000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 8.000 7.000 6.000 6.000 6.000
Z -1.124 -1.623 -2.023 -1.993 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .261 .105 .043 .046 .046
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .400 .200 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula

92
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
F0 dengan FII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 MInggu_4


Mann-Whitney U 3.500 1.000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 9.500 7.000 6.000 6.000 6.000
Z -.471 -1.650 -2.023 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .637 .099 .043 .043 .043
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700 .200 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 MInggu_4


Mann-Whitney U 1.000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 7.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -1.623 -2.023 -1.993 -1.993 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .105 .043 .046 .046 .046
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200 .100 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
FI dengan FII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 MInggu_4


Mann-Whitney U 2.500 3.500 1.000 1.500 .000
Wilcoxon W 8.500 9.500 7.000 7.500 6.000
Z -.943 -.471 -1.650 -1.348 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .346 .637 .099 .178 .046
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .400 .700 .200 .200 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
FI dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 MInggu_4


Mann-Whitney U 3.000 1.000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 9.000 7.000 6.000 6.000 6.000
Z -.696 -1.623 -1.993 -1.964 -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .487 .105 .046 .050 .050
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700 .200 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula

93
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
FII dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 MInggu_4


Mann-Whitney U 1.000 .000 .500 1.000 .000
Wilcoxon W 7.000 6.000 6.500 7.000 6.000
Z -1.650 -2.023 -1.798 -1.623 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .099 .043 .072 .105 .046
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200 .100 .100 .200 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
5. Keriput
- Uji Normalitas
b
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Minggu_0 F0 .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .253 3 . .964 3 .637
Minggu_1 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .253 3 . .964 3 .637
Minggu_2 F0 .385 3 . .750 3 .000
FI .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .175 3 . 1.000 3 1.000
Minggu_3 F0 .175 3 . 1.000 3 1.000
FI .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .385 3 . .750 3 .000
Minggu_4 F0 .175 3 . 1.000 3 1.000
FI .385 3 . .750 3 .000
FII .385 3 . .750 3 .000
FIII .175 3 . 1.000 3 1.000
a. Lilliefors Significance Correction
b. Minggu_0 is constant when Formula = FI. It has been omitted.

- Uji Kruskal Wallis


a,b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Chi-Square 6.654 6.636 8.375 7.972 9.756
df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .084 .084 .039 .047 .021
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula

94
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
- Uji Mann Whitney
F0 dengan FI
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U .000 .500 4.000 3.500 2.500
Wilcoxon W 6.000 6.500 10.000 9.500 8.500
Z -2.121 -1.826 -.236 -.471 -.943
Asymp. Sig. (2-tailed) .034 .068 .814 .637 .346
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100 .100 1.000 .700 .400
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula

F0 dengan FII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U .500 4.000 1.000 1.000 .000
Wilcoxon W 6.500 10.000 7.000 7.000 6.000
Z -1.826 -.258 -1.650 -1.623 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .068 .796 .099 .105 .046
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100 1.000 .200 .200 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 2.500 3.000 .000 .500 .000
Wilcoxon W 8.500 9.000 6.000 6.500 6.000
Z -.943 -.696 -1.993 -1.798 -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .346 .487 .046 .072 .050
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .400 .700 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
FI dengan FII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 3.000 .000 .500 .000 .000
Wilcoxon W 9.000 6.000 6.500 6.000 6.000
Z -1.000 -2.023 -1.826 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .317 .043 .068 .043 .043
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700 .100 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula

95
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
FI dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 1.500 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 7.500 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -1.549 -1.993 -1.993 -2.023 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .121 .046 .046 .043 .046
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200 .100 .100 .100 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
FII dengan FIII
b
Test Statistics

Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4


Mann-Whitney U 2.500 3.500 1.000 2.000 .000
Wilcoxon W 8.500 9.500 7.000 8.000 6.000
Z -.943 -.471 -1.623 -1.179 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .346 .637 .105 .239 .046
a a a a a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .400 .700 .200 .400 .100
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula

96
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Gambar alat

Alat-alat gelas Neraca Analitik

Rotary evaporator pH meter

Skin Analyzer Moisture checker

97
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai