DESA KARANGSARI”
PROPOSAL
Di susun Oleh :
MUHAMAD PIKI
NIM : 33178K1728
2019/2020
LEMBAR PERSETUJUAN
Proposal Karya Tulis Ilmiah Ini Dengan Judul “Studi etnofarmasi tumbuhan yang
berkhasiat obat desa Karangsari” telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk
diseminarkan.
NIM : 33178K1728
Menyetujui,
Pembimbing
NIDN. 040611180003
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya
penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini yang berjudul “Studi etnofarmasi tumbuhan
yang berkhasiat obat di desa Karangsari” dapat tersusun atas dorongan pembimbing dan
semua pihak.
Adapun penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dimaksudkan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi (A.Md.Far) pada
Program D3 Farmasi. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini cukup mengalami
kesulitan dan hambatan, namun berkat dorongan dan arahan dari pembimbing akhirnya saya
dapat menyelesaikannya, untuk itu sudah selayakanya saya ucapkan terimakasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Wawang Anwarudin, M.Sc., Apt selaku Direktur Akademi Farmasi
Muhammadiyah Kuningan,
2. Ibu Nur Azizah, M.Farm.,Apt selaku Dosen Pembimbing Karya Tulis Ilmiah (KTI),
3. Seluruh Dosen, Staf Tata Usaha Akademi Farmasi Muhammdiyah Kuningan yang telah
membantu saya selama ini,
4. Kedua Orang Tua yang senantiasa membantu dalam do’a dan memberikan motivasi
kepada saya dalam segala hal,
5. Teman-teman angkatan 2016 yang telah membantu serta memberikan semangatnya selama
menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kuningan,
6. Dan seluruh pihak yang telah terlibat dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik di masa yang akan
datang.
Saya berharap penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan khususnya bagi saya sendiri.
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan …………………………………………………. i
Kata Pengantar ………………………………………………………. ii
Daftar Isi …………………………………………………………….. iii
Daftar tabel .......................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………….
1.2 Perumusan Masalah …………………………………….
1.3 Batasan Masalah …………………………………………
1.4 Tujuan Penelitian ……………………………………….
1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………...
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Obat …………………………………………
2.2 Etnofarmasi ……………………………………………..
2.2.1 Definisi Etnofarmasi ………………………….
2.2.2 Sejarah Etnofarmasi ………………………….
2.2.3 Etnofarmasi Masyarakat Etnik Sunda ……….
2.3 Karangsari ...…………………………………………….
PENDAHULUAN
Sudah menjadi kebiasaan dari sejak dahulu manusia memanfaatkan tumbuhan untuk
memenuhi kebutuhan hidup, tidak sesdikit manusia memanfaatkan tumbuhan untuk bahan
makanan, kosmetik bahkan pengobatan. Negara indonesia memiliki kekayaan alam yang
sangat melimpah termasuk tumbuhan dan tanaman berkhasiat obat, oleh karena itu indonesia
sering memanfaatkan tumbuhan obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah
Di indonesia penggunaan obat herbal sudah di lakukan sejak dahulu dan di lestarikan
secara turun-temurun. Konsep mengenai sakit, sehat dan keragaman jenis tumbuhan yang di
gunakan sebagai obat tradisional terbentuk melalui proses sosialisai dan di yakinin
Langkah awal yang sangat membantu untuk mengetahui dan mengenali tradisi
pengobatan tradisional tumbuhan obat suatu daerah yaitu dengan cara melakukan pendekatan
secara ilmiah (kuntorini 2005). Salah satu pendekatan tersebut yaitu etnofarmasi, maka dari
itu salah satu daerah yang akan di lakukan pendekatan ilmiah tersebut yaitu di desa
karangsari, desa ini terletak dekat dengan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC)
kecamatan Darma-Kuningan , desa ini terletak lebih dekat dengan alam di bandingkan
sebelum menggunakan obat modern, banyak masyarakat desa karangsari yang memanfaatkan
tumbuhan untuk pengobatan berbagai penyakit, selain untuk meneruskan tradisi nenek
moyang akses yang cukup jauh untuk pergi ke pusat pelayanan kesehatan menjadi alasan
warga desa karangsari untuk lebih memilih obat herbal atau tradisional di bandingkan
pengobatan modern.
Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian studi etnofarmasi
pengetahuan dan tradisi yang sudah ada tetap terjaga dan dapat di gunakan sebagai referensi
1. Apa saja tumbuhan berkhasiat obat yang digunakan oleh masyarakat desa
Karangsari ?
Hanya mengetahui tentang jenis tumbuhan obat yang ada di masyarakat desa
Karangsari dengan bagian tumbuhan yang digunakan, cara penggunaan, serta khasiat yang
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis tumbuhan yang ada di
masyarakat desa Karangsari sebagai obat serta mengetahui bagian tanaman yang digunakan,
b. Mengetahui jenis tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, cara penggunaan serta
Sebagai masukan dalam upaya pengembangan dalam pemanfaatan tumbuhan obat di desa
Karangsari.
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu kajian dasar untuk
TINJAUAN PUSTAKA
dahulu dan di lestarikan secara turun-temurun. Konsep mengenai sakit, sehat dan keragaman
jenis tumbuhan yang di gunakan sebagai obat herbal terbentuk melalui proses sosialisai
Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang salah satu atau seluruh bagian pada tumbuhan tersebut
mengandung zat aktif yang berkhasiat bagi kesehatan yang dapat dimanfaatkan sebagai
tumbuhan obat merupakan salah satu hasil hutan yang bermanfaat dari segi ekologi, sosial
budaya, maupun ekonomi yang harus dikelola dengan memperhatikan kebutuhan generasi
Bagian tumbuhan yang digunakan adalah daun, buah, bunga, akar, rimpang, batang
(kulit) dan getah (resin). Ada dua cara membuat ramuan obat dari tumbuhan yaitu dengan
cara direbus dan ditumbuk. Sementara itu, penggunaan ramuan obat ada tiga cara yaitu
diminum, ditempelkan, atau dibasuhkan dengan air pencuci. Penggunaan dengan cara
diminum biasanya untuk pengobatan organ tubuh bagian dalam, sedangkan dua cara lainnya
2004).
obat dan cara pengobatan yang dilakukan oleh etnik atau suku bangsa tertentu, ruang
lingkup etnofarmasi meliputi obat serta cara pengobatan menggunakan bahan alam.
Komunitas etnik suatu daerah mempunyai kebudayaan dan kerifan lokal yang khas
obat dan pengobatan tradisionalnya. Berbagai etnik atau suku bangsa di indonesia
kesehatan. Pengetahuan empirik etnis berbeda pada setiap wilayah tergantung pada
sifat khas dan keaifan budaya (cultural wisdom) masing-masing. Masyarakat etnik
obat dan cara pengobatan juga diperoleh secara turun temurun, terbatas dalam
dengan alam dan keyakinan bahwa dirinya merupakan bagian dari alam
Etnofarmasi mempelajari penggunaan obat dan cara pengobatan yang dilakukan oleh
etnik atau suku bangsa tertentu. Ruang lingkup enofarmasi meliputi obat serta cara
pengobatan menggunakan bahan alam. Penggunaan bahan alam untuk obata-obatan sudah
berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, para ahli kesehatan bangsa Mesir kuno pada 2500
sebelum masehi telahmenggunakan tumbuhan obat. Hal itu terdokumentasi dalam Code of
Hammurabi, sejumlah besar resep penggunaan produk tumbuhan untuk pengobatan berbagai
penyakit, gejala- gejala penyakit dan diagnosisnya tercantum dalam Papyrus Ebers. Bangsa
yunani kuno juga banyak menyimpan catatan mengenai penggunaan tanaman obat yaiut
Hyppocrates (466 sebelum masehi), Theophratus (372 sebelum masehi) dan Pedanios
Dioscorides (100 tahun sebelum masehi) membuat himpunan keteragan terinci mengenai
tumbuhan obat dalam De Meteria Medica, berisi uraian sekitar 600 jenis tumbuhan obat yang
digunakan obat oleh meysarakat etnik Yunani dan Mediterranean. Pada tahun 1542, seorang
dokter masa Reinaissance yang bernama Leonhart fuchs menulis De Historia Stirpium yang
memuat tentang 400 jenis tumbuhan yang digunakan oleh bangsa Jermasn dan Austria. Jhon
ray (1686-1704) dalam Historia Plantarum, memperkenalkan sebutan spesies bagi tumbuhan
yang digunakan sebagai obat oleh masyarakat. Pengetahuan sistematika tumbuhan makin
berkembang hingga pada tahun 1753 Carl linnaeus dalam Spesies Plantarum mengenal
sistem penanaman binomial untuk tumbuhan. Sejak saat itu jenis tumbuhan yang digunakan
sebagai obat menjadi lebih jelas dan spesifik sehingga pada tahun 1895 Jhon w. Harsberger
baru. Obat tradisional sebagai produk pengetahuan etnis tentang obat-obatan seringkali
merupakan cikal bakal penemuan obat baru. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat, secara
tradisional telah lama dilakukan oleh berbagai suku di seluruh Indonesia, perbedaan adat dan
kebiasaan antar suku di Indonesia merupakan kekayaan budaya bangsa yang tak ternilai.
Kondisi yang demikian juga dapat dirincikan dari keragaman jenis tumbuhan yang
etnomedisin masyarakat antar suku dari ekologiyang berbeda serta keragaman jenis
tumbuhan yang digunakan oleh masing-masing suku menarik untuk dikaji sehingga perlu
obat oleh masyarakat atau suku asli setempat sangat penting untuk perkembangan obat
karena banyak ekstrak tumbuhan untuk obat modern ditemukan melalui pendekatan ini
Pengetahuan etnofarmasi juga tidak terlepas dari budaya khas dan lingkungan
etniknya, sehingga tidaklah mengherankan untuk mengatasi gangguan penyakit yang sama
etnik yang berbeda menggunakan tumbuhan yang bebeda pula. Kelompok etnik tradisional
mempunyai ciri dan jati diri yang sudah jelas sehingga kemungkinan besar presepsi dan
konsepsi masyarakat terhadap sumber daya alam, khususnya sumber daya alam nabati akan
berbeda tiap kawasan termasuk presepsi dan konsepsi pemanfaatan tumbuhan sebagai obat.
perkembangan budaya manusia. Dampak terhadap budaya terlihat dengan jelas melalui
perubahan budaya tradisional yang berpegang teguh pada ajaran dan adat istiadat leluhur
menjadi budaya yang lebih dinamis dengan pola pikir yang lebih praktis. Masyarakat pada
segmen ini berpendapat bahwa obat alam selayaknya juga memperhatikan nilai-nilai
keamanan dan kemanfaatan. Sejalan dengan itu, lahirlah konsep pengembangan obat
tradisional yaitu konsep herbalisme. Dalam konsep herbalisme, pengguaan obat alam tidak
lagi berdasarkan empiris, turun-temurun dan menggunakan bahan baku simplisia, tetapi telah
menggunakan bahan baku ekstrak tumbuhan. Dengan menggunakan bahan bauk ekstrak,
maka keamanan dan kemanfaatan sediaan herbal dapat lebih terjamin karena dosis sediaan
dapat diperhitungkan dengan akurat serta pada ekstrak dapat dilakukan standarisasi
(Moelyono, 2017)
Selain biodiversitas, Indonesia juga ditinggal oleh ratusan suku bangsa. Dua suku
terbesar Indonesia, yaitu Jawa dan Sunda, memiliki sistem pengobatan tradisional yang
khas. Tradisi pengobatan Jawa yang terpusat di keraton bersifat top- down, sementara
Sunda yang tidak memiliki sistem pengobatan tradisional terpusat bersifat bottom-
al., 2014; Stevensen, 1999). Etnomedisin Sunda dikenal dengan istilah ubar
semakin berkembang, seperti penelitian yang dilakukan oleh Roosita et al. (2008).
2.2.3 Etnofarmasi masyarakat etnik sunda
Tat ar Sun da m em il iki bel asan kampung adat (Disparbud Jabar, 2009;
Kusumahdilaga, 2011). Setiap kampung adat memiliki kesamaan dalam aspek tradisi
secara umum, yaitu mengakarkan budayanya pada falsafah Sunda Wiwitan dan ajaran Ki
representasi falsafah Sunda Wiwitan dan agama Islam (Indrawardana, 2014; Prawiro,
2013; Saefullah, 2013). Walaupun demikian, perbedaan geografis dan berbagai faktor
lainnya menjadikan masing-masing kampung adat memiliki ciri khas yang membedakan
meliputi pengetahuan obat dan cara pengobatan tradisional masyarakat adat etninsunda.
Masyarakat adat etnik Sunda terdiri atas beberapa kelompok masyarakat adat yang masing-
masing masih memegang teguh tradisi kehidupan dan keagamaan. Beberapa kelompok
masyarakat adat etnik sunda antara lain masyarakat adat Baduy, masyarakat adat Sunda
Kasepuhan, masyarakat adat Kampung naga, dan beberapa kelompok masyarakat adat
lainnya yang berada diwilayah Tatar sunda. Tatar sunda merupakan bekar wilayah kerajaan
Sunda yang berdiri pada tahun 669 hingga 1579 Masehi, sebuah kerajaan yang menggantikan
kerajaan Tarumanagara yang kemudian terpecah menjadi dua yaitu kerjaan Sunda dan
kerajaan Galuh. Kedua kerajaan tersebut dipisahkan oleh sungai citarum, kerajaan Sunda
berada di bagian barat sungai sedangkan kerajaan Galuh berada di sebelah timur sungai
citarum. Kemudian pada waktu kerajaan Sunda berada dibawah pimpinan raja Sanjaya ,
kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh berhasil di satukan kembali, berdasarkan sejarah wilayah
yang dikenal sebagai Tatar sunda ialah wilayah bekas kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh.
Dalam geografi dikenal nama Dataran Sunda yaitu dataran pada masa lampau yang
terbentang dari barat ke timur antara lembah brahmanadapura di Myanmar sekarang hingga
Maluku (Moelyono, 2017).
Konsep etnofarmasi etnik Sunda berbeda dengan konsep obat dan pengobatan etnik
Jawa, perbedaannya etnik Jawa menggunakan tumbuhan oleh kelompok penguasa atau
penghuni keraton dengan adat istiadat keraton yang kemudian diikuti oleh rakyatnya sehingga
dapat dikatakan bahwa konsep penggunaan obat dan cara pengobatannya adalah top down.
Sedangkan pada etnik Sunda konsep penggunaan obat dan cara pengobatan bersumber dari
kearifan lokal masyarakat setempat yang kemudia naik kepermukaan diikuti oleh masyarakat
lain di luar komunitas adatnya. Karena berasal dari masyarakat adat yang umumnya tinggal di
kampung, maka etnofarmasi masyarakat etnik Sunda disebut ubar kampung dengan konsep
top up. Ubar kampung merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Tatar Sunda untuk
mendeskripsikan pengertian obat tradisional dalam bahasa Sunda. Ubar berarti obat,
sedangkan kampung berarti tempat bermukimnya masyarakat Tatar Sunda dalam lingkungan
yang tradisional. Dengan demikian ubar kampung dapat diartikan sebagai obat yang
digunakan oleh masyarakat Tatar Sunda di tempat bermukim tradisionalnya. Ubar kampung
yang digunakan umumnya berasal dari tumbuhan yang digunakan turun-temurun berdasarkan
jumawa dengan falsafah ubar kampungnya, masyarakat etnik Sunda dengan latar belakang
budaya khasnya sepakat bahwa rasa sakit dan tidak sehat adalah gangguan yang harus diatasi.
Masyarakat etnik Sunda sangat akrab dengan alam dan lingkungannya, sehingga untuk
mengatasi sakit dan gangguan kesehatan mereka begitu percaya menyerahkan penyembuhan
Kuningan. Luas wilayahnya yaitu 279,90 km2 dan mempunyai 3 dusun yaitu : dusun pahing,
dusun manis dan dusun segog serta 12 rt dan 3 rw. Mata pecarian di desa ini yaitu
meyoritasnya sebagi petani dan minoritas sebagai tenaga pendidik dan wirausahawan.
BAB 3
METODE PENELITIAN
metode kualitatif yang dimaksudkan untuk mengetahui penggunaan tumbuhan obat di desa
responden melalui wawancara, sehingga memungkinkan untuk bertanya secara lebih rinci
Penelitian ini di lakukan pada bulan Juni- Juli 2020 di desa Karangsari kecamatan
Darma-kuningan.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat desa Karangsari, kecamatan
Darma, kabupaten Kuningan, provinsi Jawa barat. Dalam penelitian ini dilakukan di desa
Karangsari didasarkan beberapa pertimbangan, yaitu : (1) desa terletak dekat dengan Taman
Nasional Gunung Ciremai (TNGC) dan lokasinya mudah untuk dijangkau. (2) masyarakat
desa Karangsari masih memanfaatkan tumbuhan sebagai obat secara tradisional. (3) memiliki
potensi budidaya tumbuhan yang berkhasiat obat untuk dikembangkan menjadi obat baru.
Penentuan responden dilakukan dengan teknik purposive sampling yang terdiri dari
masyarakat yang mengerti akan penggunaan tumbuhan yang berkhasiat obat dengan batasan
tentang jenis tumbuhan dan kegunaannya sebagai obat serta cara pengggunaanya, kemudian
dilanjutkan dengan teknik snowball sampling. Adapun responden yang diwawancarai pada
penelitian ini melibatkan informan kunci yaitu Ema Rukinah sebagai sesepuh desa
Karangsari, Abah Bahri sebagai tabib yang pengobatannya menggunakan tumbuhan herbal
sebagai obat, Bapa Aen sebagai pelestari tumbuhan yang berkhasiat di desa Karangsari. Serta
informan non kunci meliputi masyarakat desa Karangsari yang menggunakan tumbuhan obat.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei dan wawacara, bahasa yang
digunakan adalah bahasa indonesia dan bahasa sunda disesuaikan dengan bahasa yang
digunakan di desa Karangsari. Instrumen tabel perekaman data pemanfaatan tumbuhan yang
berkhasiat obat di desa Karangsari kecamatan Darma - Kuningan adalah sebagai berikut :
digunakan penggunaan
1
2
3
Tahap observasi
Tahap observasi ini diperoleh informasi dari masyarakat desa Karangsari terhadap
Tahap wawancara
Tahap ini dilakukan melalui tanya jawab dengan informan secara tatap muka
langsung untuk mengetahui lebih jelas tentang penggunaan tumbuhan yang berkhasiat obat di
Tahap dokumentasi
Pada tahap ini dilakukan proses pemotretan tumbuhan obat menggunakan kamera
Tahap keputustakaan
Tahap ini dilakukan pemotretan terhadap data tumbuhan dan observasi tentang
penggunaan tumbuhan yang berkhasiat obat di desa Karangsari . Selain itu juga menyelidiki
Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif. Analisis ini
tumbuhan yang berkhasiat obat. Data yang diperoleh berdasarkan wawancara dikelompokkan
berdasarkan jenis tumbuhan, bagian yang digunakan, cara penggunaan serta khasiatnya untuk
mengobati penyakit.