Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang memiliki dataran

tinggi sehingga memungkinkan tumbuhnya berbagai jenis tanaman. Salah satu

pemanfaatan tanaman adalah sebagai obat tradisional. Saat ini penggunaan

tanaman sebagai alternatif pengobatan mengalami peningkatan. Hal ini

disebabkan oleh kecenderungan masyarakat yang menerapkan gaya hidup

back to nature atau kembali kealam. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh

adanya efek samping obat tradisional yang relatif kecil dibandingkan obat

kimia dan harganya yang lebih terjangkau oleh masyarakat luas (Djauhariya

dan Hermani, 2004).

Penggunaan obat tradisional di Indonesia pada hakikatnya merupakan

bagian kebudayaan bangsa Indonesia. Keuntungan nyata dari penggunaan obat

tradisional adalah efek samping yang relatif kecil dibandingkan obat modern,

juga dapat digunakan sebagai senyawa penuntun untuk penemuan obat-obat

baru. Meskipun secara empiris obat tradisional mampu menyembuhkan

berbagai macam penyakit, tetapi khasiat dan keamanannya belum terbukti

secara klinis, selain itu belum banyak diketahui senyawa apa yang

bertanggung jawab terhadap khasiat obat tradisional tersebut (Wijoyo, 2012).

Salah satu keanekargaman hayati yang memiliki potensi untuk

dikembangkan sebagai obat tradisional adalah kunyit (Curcuma Longa Linn).

1
2

Kunyit termasuk salah satu suku Zingiberacaceae. Kunyit tumbuh ditempat

terbuka, yang mendapat sinar matahari langsung dan hidup baik ditanah

lembab dan gembur. Kunyit banyak ditemukan tumbuh dihutan jati dan semak

belukar (Kuntorini, 2005).

Secara empiris kunyit di masyarakat telah dimanfaatkan sebagai penurun

panas. Penggunaan yang biasa digunakan sebanyak 1-6 gram dalam batuk

simplisia kering yang kemudian direbus dan diminum air sarinya. Hal ini

berkaitan dengan khasiat atau kegunaan rimpang kunyit yaitu untuk

melancarkan peredaran darah, antiinflamasi, melancarkan pengeluaran

empedu, antipiretik dan ikterik hepatitis (Syukur, 2005).

Rimpang kunyit memiliki kandungan senyawa aktif minyak atsiri yang

terdiri dari alpha beta tumerone yang menyebabkan bau khas pada kunyit, aril-

tumeron, artumerone, alpha dan beta atlantone, kurkumol, zingiberance. Selain

minyak atsiri ada kelompok senyawa kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin,

dimetoksi kurkumin, desmetoksikurkumin, trietil kurkumin, dan bisdemetoksi

(Rosa Adelina, 2010).

Demam adalah suatu tanda bahwa tubuh sedang melawan infeksi atau

bakteri yang berada didalam tubuh. Demam juga biasa menjadi pertanda

bahwa sistem imunitas berfungsi dengan baik, demam bukan merupakan

penyakit melainkan reaksi yang menggambarkan adanya suatu proses dalam

tubuh. Saat terjadi kenaikan suhu bisa jadi sedang memerangi infeksi sehingga

terjadi demam atau menunjukan adanya proses inflamasi yang menimbulkan

demam (Arifianto, 2012).


3

Pada keadaan demam umumnya diberikan obat antipiretik (Penurun

Panas). Antipiretik adalah obat penurun panas. Antipiretik juga menekan

gejala-gejala yang biasa menyertai demam seperti, myalgia, kedinginan, nyeri

kepala dan lain-lain. Antipiretik juga digunakan untuk membantu

mengembalikan suhu set point ke kondisi normal dengan cara menghambat

sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen

endogen pada hipotalamus (Sweetman, et al.2009).

Obat antipiretik yang biasa digunakan adalah paracetamol. Paracetamol

adalah analgesik antipiretik ringan yang banyak digunakan di masyarakat luas.

Paracetamol merupakan obat yang memiliki khasiat untuk meredakan rasa

nyeri (analgetik) dan menurukkan panas (antipiretik) (Sitompul, 2008).

Menurut Wahjoedi (2003), kunyit mempunyai aktivitas antipiretik.

Penelitian Wahjoedi (2003), bahwa perasan rimpang kunyit dapat menurunkan

demam pada tikus putih jantan yang telah didemamkan menggunakan vaksin

kotipa (Wahjoedi, 2003). Dan menurut peneliti lain, Ivana Jansen, Jane

Wuisan, Henoch Awaloei (2015) hewan uji dengan diinduksi vaksin DPT-Hb

untuk menimbulkan demam. Demam yang dihasilkan disebabkan oleh adanya

kandungan toksin mikroba Bordetella pertussis dalam vaksin.

Hal inilah yang menjadi latar belakang dilakukan penelitian mengenai uji

efek antipiretik ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma longa Linn) pada

mencit (Mus musculus) putih jantan yang diinduksi vaksin DPT-Hb.


4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah :

Apakah ada pengaruh konsentrasi ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma

longa Linn) terhadap efek antipiretik pada mencit (Mus musculus) putih jantan

yang diinduksi vaksin DPT-Hb dan pada konsentrasi berapakah ekstrak etanol

rimpang kunyit memiliki efek sama dengan antipiretik Paracetamol.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Apakah ada pengaruh konsentrasi ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma

longa Linn) terhadap efek antipiretik pada mencit (Mus musculus) putih

jantan yang diinduksi vaksin DPT-Hb?

2. Pada konsentrasi berapa ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma longa

Linn) memiliki efek yang sama dengan antipiretik Paracetamol?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak

rimpang kunyit (Curcuma longa Linn) terhadap efek antipiretik pada

mencit (Mus musculus) putih jantan yang telah diinduksi vaksin DPT-

Hb.
5

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui skrining fitokimia pada ekstrak etanol rimpang

kunyit (Curcuma Longa Linn)

2. Untuk mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak rimpang kunyit

(Curcuma longa Linn) yang paling efektif sebagai antipiretik pada

mencit (Mus musculus) putih jantan yang telah diinduksi vaksin

DPT-Hb.

3. Untuk mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak etanol rimpang

kunyit (Curcuma longa Linn) memiliki efek sama dengan antipiretik

Paracetamol.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat sebagai obat alternatif pengobatan antipiretik yang lebih

aman. Dapat dijadikan informasi bahan penelitian dan kajian untuk

penelitian selanjutnya, terutama yang berkaitan dengan efek antipiretik.

1.5.2 Manfaat Praktis

Memberikan informasi kepada mahasiswa ataupun masyarakat untuk

mengatasi masalah antipiretik menggunakan rimpang kunyit (Curcuma

longa Linn).
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kunyit (Curcuma longa Linn)

Kunyit merupakan tanaman rimpang, yang termasuk tanaman berumur

panjang, kunyit termasuk rimpang sebab batangnya bermodifikasi menjalar di

bawah permukaan tanah (Hariana, 2008).

2.1.1. Klasifikasi Tanaman Kunyit

Taksonomi dari kunyit (Curcuma longa Linn), kedudukan tanaman

kunyit diklarifikasi sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kunyit (Curcuma longa Linn)

Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Vieidiplantae
Divisi : Tracheophyta
Sub Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Zingiberales
Sub Ordo : Lilianae
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma Linn
Spesies : Curcuma longa Linn
7

2.1.2 Morfologi Tanaman Kunyit

Tanaman kunyit merupakan tanaman jangka panjang atau

tahunan dengan daun besar berbentuk elips. Di setiap tanaman

kunyit terdapat kira-kira 5-15 helai daun dengan panjang hingga

85cm dan lebar 25cm. Pangkal dan ujung daun meruncing hijau

muda sampai hijau tua. Bagian tepi daun kunyit merata. Batang

tanaman kunyit adalah batang semu dan berwarna hijau, tinggi

batangnya bisa mencapai 70-100cm.Arah tumbuh batang tegak lurus

ke atas, berbentuk membulat, membentuk rimpang dan tersusun dari

pelepah daun yang agak lunak. Kulit luar rimpang berwarna jingga

kecoklatan, daging buahnya bewarna merah kekuning-kuningan.

Perbungaan tanaman ini muncul dari rimpang yang letaknya

dibagian batang. Ibu tangkai bunga berambut kasar dan rapat. Saat

kering, bunga memiliki ketebalan mencapai 2-5mm, panjang 4-8cm.

Bentuk bunga tanaman ini merupakan tanaman majemuk dan

mahkotanya berwarna putih. Bunga kunyit memiliki rambut dan

sisik dari pucuk batang semu yang panjangnya 10-15cm dengan

mahkota yang mempunyai ukuran 3x1,5cm dan berwarna putih

kekuningan. Adapun akar kunyit memiliki bau aromatik yang khas

dan rasanya agak pahit. Jika dilarutkan dalam air, maka akar kunyit

akan memberikan zat curcuminoid yang berwarna kuning. Akar

kunyit ini sudah lama dimanfaatkan sebagai komponen pewarna

makanan dan bumbu masakan. Selain itu, akar kunyit juga


8

mempunyai khasiat untuk melancarkan peredaran darah, menjadi

anti bakteri dan melancarkan pengeluaran empedu. Rimpang kunyit

bercabang-cabang sehingga membentuk rimpang. Rimpang

berbentuk bulat panjang dan membentuk cabang rimpang berupa

batang yang berada didalam tanah. Rimpang kunyit terdiri dari

rimpang induk atau umbi kunyit dari tunas atau cabang rimpang.

Rimpang utama ini biasanya ditumbuhi tunas yang tumbuh kearah

samping, mendatar, atau melengkung. Tunas berbuku-buku pendek,

lurus atau melengkung. Jumlah tunas umumnya banyak. Tinggi

anakan mencapai 10,85cm (Agoes Azwar, 2010).

Warna kulit rimpang jingga kecokelatan atau berwarna terang

agak kuning kehitaman. Warna daging rimpangnya jingga

kekuningan dilengkapi dengan bau khas yang rasanya agak pahit.

Rimpang cabang tanaman kunyit akan berkembang secara terus

menerus membentuk cabang-cabang baru dan batang semu, sehingga

berbentuk sebuah rumpun. Lebar rumpun mencapai 24, 10cm.

Panjang rimpang bisa mencapai 22,5cm, tebal rimpang yang tua

4,06cm dan rimpang muda 1,61cm, rimpang kunyit yang sudah besar

dan tua merupakan bagian yang dominan sebagai obat(Agoes Azwar,

2010).

2.1.3 Nama Daerah

Nama daerah dari rimpang kunyit adalah sebagai berikut :

Kunyet (Aceh), hunik (Batak), undre (Nias), kunir (Lampung),


9

konceng (Sunda), temu kuning (Jawa), konye (Madura), cahang

(Dayak), kunyit (Tidung), huni (Bima), guni (Flores), kuni, hamu

(Sangir), kunyit (Makassar), kumino (Ambon).

2.1.4 Kandungan Kimia Kunyit

Senyawa kimia utama yang terkandung dalam kunyit adalah

kurkuminoid atau zat warna, yakni sebanyak 2,5-6%. Pigmen

kurkumin inilah yang memberi warna kuning orange pada rimpang

(Agoes Azwar, 2010). Salah satu fraksi yang terdapat dalam

kurkuminoid adalah kurkumin. Komponen kimia yang terdapat

didalam rimpang kunyit diantaranya minyak atsiri, pati, zat pahit,

resin, selulosa dan beberapa mineral. Kandungan minyak atsiri

kunyit sekitar 3-5. Disamping itu, kunyit juga mengandung zat

warna lain, seperti monodesmetoksikurkumin dan

biodesmetoksikurkumin, setiap timpang segar kunyit mengandung

ketiga senyawa ini sebesar 0,8% (Agoes Azwar, 2010).

2.1.5 Kegunaan Rimpang Kunyit

Rimpang kunyit berkhasiat untuk antipiretik, membersihkan,

mempengaruhi bagian perut khususnya pada lambung, merangsang,

melepaskan lebihan gas di usus, menghentikan pendarahan dan

mencegah penggumpalan darah, mempunyai peranan sebagai

antioksidan, antitumor, antikanker, antipikun, menurunkan kadar

lemak dan kolesterol dalam darah dan hati, antimikroba, antiseptik,

dan antiinflamasi (Hartati dan Balittro, 2013).


10

2.1.6 Penggunaan Empiris

Tanaman rimpang kunyit secara tradisional sudah banyak

digunakan dalam mengobati berbagai penyakit. Daun kunyit

berfungsi sebagai antiinflamasi bagi penderita penyakit sendi

seperti osteoarthritis dan rheumatoid. Selain antiinflamasi kunyit

berfungsi sebagai antibakteri, antivirus, antikembung, antidiare dan

diet. Biasanya yang paling sering digunakan bagian rimpangnya.

2.2 Metode Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan

dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan (Maria Aloisia, 2017).

Ekstrak yang diperoleh berdasarkan sifatnya dapat dibagi menjadi :

a. Ekstrak encer (Extractum tenue), sediaan ini masih dapat dituang

b. Ekstrak kental (Extractum spissum), sediaan ini tidak dapat dituang dan

memiliki kadar air sampai 30%.

c. Ekstrak kering (Extractum siccum), sediaan ini berbentuk serbuk,

dibuat dari ekstrak tumbuhan yang diperoleh dari penguapan bahan

pelarut.

d. Ekstrak cair (Extractum fluidum), mengandung simplisia nabati yang

mengandung etanol sebagai bahan pengawet.


11

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan

penyari simplisia menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya

matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk

(Ditjen POM, 2000).

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan ekstrak

dengan metode ektraksi menurut Ditjen POM (2000), yaitu: dengan cara

dingin (seperti: maserasi, perkolasi) dan cara pemanasan (seperti: refluks,

sokletasi, infusa, dekokta).

a. Cara Dingin

1) Maserasi

Maserasi adalah proses penyaringan sederhana dengan jalan

merendam bahan alam atau tumbuhan dalam pelarut dan waktu tertentu,

sehingga bahan akan jadi lunak dan larut. Bahan simplisia dihaluskan

dengan derajat kehalusan yang sesuai dan masukkan kedalam bejana, lalu

rendam simplisia dengan cairan penyari yang sesuai lalu tutup dan biarkan

selama 3-5 hari pada tempat yang terlindung dari cahaya langsung

(mencegah reaksi yang dikatalisis oleh cahaya atau perubahan warna) dari

dikocok berulang-ulang. Setelah itu, simplisia diperas dan dicuci ampas

dengan larutan penyari secukupnya sehingga didapat hasil maserasi.

Kemudian ekstrak hasil maserasi dipindahkan kedalam bejana tertutup

biarkan ditempat sejuk yang terlindung dari cahaya (Djamal, 2010).


12

2) Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian dengan jalan menggunakan pelarut

yang sesuai secara kontinu dari atas dan akan mengalir turun secara lambat

melintasi simplisia dalam wadah silinder atau kerucut (percolator) yang

memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai, biarkan cairan menetes

(Djamal, 2010).

b. Cara Panas

1) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

konstan dengan adanya pendinginan balik. Umumnya dilakukan

pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat

termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).

2) Sokletasi

Sokletasi merupakan ekstraksi dimana sampel yang akan diekstraksi

ditempatkan dalam tabung sifon dan diletakkan diatas tabung destilasi,

didihkan dan dikondensasikan diatas sampel. Proses sokletasi berlangsung

dimana pelarut mengalami penguapan dan pendinginan secara berulang-

ulang. Pelarut masuk kedalam wadah tempat sampel, membasahi dan

merendam evapor yang dibungkus dalam suatu kantong kertas. Setelah

pelarut memenuhi batas secara keseluruhan akibat adanya gravitasi pada

sistem pipa kapiler dan pengaruh tekanan dari permukaan sampel, sampel
13

pelarut kedalam labu dibawahnya sambil mengosongkan wadah evapor.

Wadah evapor akan terisi kembali secara kontinu akibat penguapan dari

labu penampung (Djamal, 2010).

3) Infusa

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati

dengan air pada suhu 90⁰C selama 15. Caranya simplisia dengan derajat

kehalusan tertentu dimasukkan kedalam panci dan ditambahkan air

secukupnya panaskan diatas penangas air selama 15 menit terhitung suhu

mencapai 90⁰C (Djamal, 2010).

4) Dekokta

Dekokta adalah suatu proses penyarian yang hamper sama dengan

infusa, hanya disini dekokta dipanaskan selama 30 menit, terhitung suhu

mencapai 90⁰C. cara ini dapat dilakukan untuk simplisia yang tidak

mengandung minyak atsiri atau simplisia yang mengandung bahan yang

tidak tahan terhadap pemanasan (Djamal, 2010).

2.3 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia adalah penelitian pendahulu yang mempunyai tujuan

mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman,

biasanya punya aktivitas biologis secara tepat dan teliti. Metode yang

digunakan dalam skrining fitokima harus memiliki persyaratan yaitu

sederhana, cepat, dan dan selektif dalam mengidentifikasi golongan senyawa

kimia tertentu. Golongan senyawa kimia dapat ditentukan dengan cara reaksi
14

warna, reaksi pengendapan (Fong, Tinwa, dan Franswort 1990).Uji fitokimia

terdiri dari alkaloid, flavonoid, tannin, saponin dan steroid/terpenoid.

1. Alkaloid

Sebagai senyawa yang bersifat basa, mengandung atom nitrogen yang

berasal dari tumbuhan dan hewan. Alkaloid sering kali beracun bagi

manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jika

digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Wiryowidagdo,

2008).

2. Triterpenoid dan Steroid

Triterpenoid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan

pengelompokan ini berdasarkan pada efek fisiologis yang diberikan

oleh masing-masing senyawa. Kelompok-kelompok itu adalah sterol,

asam-asam empedu, hormone seks, hormone adrenokortikortikoid,

aglikon kardiak dan sapogenin. Tripena tertentu terkenal karena

rasaanya, terutama kepahitannya. Contoh limolin, suatu senyawa pahit

yang larut dalam lemak dan terdapat dalam buah jeruk, citrus

(Harborne, 2006).

3. Saponin

Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam

tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi

pada bagian-bagian tertentu dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan

tahap pertumbuhan. Sifat-sifat saponin adalah sebagai berikut:

mempunyai rasa pahit, dalam larutan air membentuk busa yang stabil,
15

menghemolisa eritrosit, sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi

(Harborne, 2006).

4. Tannin

Tannin merupakan suatu substansi yang banyak dan tersebar, sehingga

sering ditemukan dalam tanaman. Tannin diketahui mempunyai

beberapa khasiat yaitu sebagai astrinen, antibakteri dan antioksidan.

Istilah tannin sendiri berasal dari prancis, yaitu “tanning” pada

mulanya senyawa tannin lebih dikenal sebagai “tanning substance”

dalam proses penyamaan kulit hewan untuk dibuat sebagai kerajinan

tangan. Pada umumnya tannin merupakan senyawa polifenol yang

memiliki berat molekul (BM) yang cukup tinggi (lebih besar dari 1000)

dan dapat membentuk kompleks dengan protein (Harborne, 2006).

5. Flavonoid

Senyawa-senyawa ini bertanggung jawab terhadap zat warna ungu,

merah, biru dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan, senyawa

ini terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincin benzene, hydrogen

dan oksigen dalam struktur kimianya. Senyawa golongan fenol adalah

golongan senyawa dengan struktur aromatic dengan mengandung OH

pada rantai aromatic. Jadi pada fenol gugus OH langsung terikat pada

inti benzene. Contohnya asam fenolat, kumarina, lignin, flavonoid, dan

tannin.
16

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekstrak

Menurut Hartini, (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi ekstrak yaitu

faktor biologi dan faktor kimia. Faktor biologi meliputi spesies tumbuhan,

lokasi tumbuh, waktu pemanenan, penyimpanan bahan tumbuhan, umur

tumbuhan dan bagian yang digunakan (Saskia, 2017). Sedangkan faktor kimia

yaitu faktor internal (jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif

senyawa aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata

senyawa aktif) dan faktor eksternal (metode ekstraksi, perbandingan ukuran

alat ekstraksi, ukuran kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang

digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, kandungan pestisida),

serta dosis atau konsentrasi (Depkes RI, 2000).

Selain faktor yang mepengaruhi ekstrak, ada faktor penentu mutu ekstrak

yang terdiri dari beberapa aspek, yaitu kesahihan tanaman, genetic,

lingkungan tempat tumbuh, penambahan bahan pendukung pertumbuhan,

waktu panen, penanganan pasca panen, teknologi ekstraksi, teknologi

pengentalan dan pengeringan ekstrak serta penyimpanan ekstrak (Saifudin, et

al., 2011).
17

2.4 Demam

2.4.1 Pengertian Demam

Demam merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan suhu di

atas normal. Bila diukur pada rectal suhunya mencapai >38ᵒC, jika di

ukur pada oral, suhunya di atas 37,8ᵒC dan jika diukur melalui aksila

suhunya di atas 37,2ᵒC (99 F). Sedangkan menurut NAPN (National

Association of Pediatrics Nurse) disebutkan bahwa demam terjadi bila

bayi yang berumur kurang dari 3 bulan memiliki suhu rectal melebihi

38ᵒC, pada anak dengan umur lebih dari 3 bulan suhu aksila dan oralnya

lebih dari 38,3ᵒC (Sherwood, 2001).

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan

langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk

mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri,

peradangan, dan rangsangan pirogenik lain. Bila produksi sitoksin

pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka

efeknya akan menguntungkan tubih secara keseluruhan, tetapi bila telah

melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh

(Sherwood, 2001).

2.4.2 Mekanisme Demam

Demam terjadi sebagai bentuk respon terhadap rangsangan

pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan

suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-I (Interleukin

I), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (Interleukin 6). INF
18

(Interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk

meningkatkan patokan thermostat. Hipotalamus mempertahankan suhu

di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh,

pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,3ᵒC,

hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37ᵒC sudah

terlalu dingin untuk suhu tubuh, sehingga organ ini memicu

mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh

(Wilmana dan Gan, 2007).

2.4.3 Penyebab Demam

Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah

respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan

masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut

dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam

disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh

paparan panas yang berlebihan (Overhating), dehidrasi atau kekurangan

cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan system imun (Lubis,

2009).

2.4.4 Penerapan Klinis

Demam dapat diukur dengan menempatkan thermometer ke dalam

rektal, mulut, telinga, serta dapat juga di ketiak segera setelah air raksa

diturunkan, selama satu menit dan diekluarkan untuk segera dibaca

(Soedjatmiko, 2005). Pengukuran suhu tubuh melalui rektal cukup

akurat karena lebih mendekati suhu tubuh yang sebenarnya dan paling
19

sedikit terpengaruh oleh suhu lingkungan, namun pemeriksaannya tidak

nyaman.

Adapun kisaran nilai normal suhu tubuh adalah:

1. Suhu oral, antara 35,5ᵒC -37,5ᵒC

2. Suhu aksia, 34,7ᵒC – 37,3ᵒC

3. Suhu rectal, antara 36ᵒC – 37,9ᵒC

4. Suhu infrared tympanic, antara 35,7ᵒC-37,5ᵒC

2.4.5 Macam-macam Demam

Menurut Lubis (2009), terdapat beberapa tipe demam yang

mungkin dijumpai, antara lain:

a. Demam Septik

Pada demam septik, suhu tubuh berangsur naik ketingkat yang

tinggi sekali pada malam hari dan kembali turun ketingkat diatas

normal pada pagi hari. Demam sering disertai menggigil dan

berkeringat.

b. Demam Remiten

Pada tipe demam remiten, suhu tubuh dapat turun setiap hari

tetapi tidak pernah mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yang

mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar

perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.

c. Demam Intermiten

Pada demam intermiten, suhu tubuh turun ketingkat yang normal

selama bekerja beberapa jam dalam sehari. Bila demam seperti ini
20

terjadi dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas

demam diantara dua serangan demam tersebut disebut kuartana.

d. Demam Kontinyu

Pada demam tipe ini variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda

lebih dari satu derajat.

2.4.6 Patofisiologi Demam

Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh.

Pirogen sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan

endogen. Pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh

seperti mikroorganisme dan toksin. Sedangkan pirogen endogen

merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh meliputi interleukin-

1(IL-1), interleukin-6(IL-6), dan tumor necrosing factor-alfa(TNF-

A).Sumber utama dari zat pirogen endogen adalah monosit, limfosit dan

neutrophil (Tjay, 2007).


21

Endotoksin, peradangan, rangsangan pirogenin

Monosit, makrofag, Sel Kupfer

Sitokin
Daerah praoptik hipotalamus

Prostaglandin

Peningkatan titik penyetelan suhu

Demam
Gambar 2.2 Patofisiologi Demam (Ermawati, 2010)

2.5 Antipiretik

Antipiretik digunakan untuk membantu mengembalikan suhu set point ke

kondisi normal dengan cara mengahambat sintesa dan pelepasan

prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus

(Sweetman, et al, 2008).

Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun

pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin karena

bersifat toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan setelah penggunaan

antipiretik adalah respon hemodinamik seperti hipotensi, gangguan fungsi

hepar daan ginjal, oliguria, serta retensi garam dan air (Hammond and Boyle,

2011).

2.5.1 Mekanisme Antipiretik


22

Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan

hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus ada

bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali

pelepasan suatu zat pirogen, edogen atau sitokin yang memacu PG yang

berlebihan di daerah preoptik hipotalamus. Demam yang timbul akibat

pemberian PG tidak dipengaruhi demikian pula peningkatan suhu oleh

sebab lain misalnya latihan fisik. Pada keadaan demam keseimbangan

terganggu tetapi dapat di kembalikan ke normal oleh obat mirip aspirin

atau obat antipiretik (Hammond and Boyle, 2011).

2.6 Paracetamol

Paracetamol atau asetaminofen merupakan senyawa turunan pada asam

amino, paracetamol atau asetaminofen merupakan metabolit fenasetin dengan

efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak 1893. Rumus struktur

paracetamol dilihat pada gambar.

Gambar 2.3 Paracetamol structure


23

Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di

Indonesia lebih dikenal sebagai parasetamol. Parasetamol bersifat antipiretik

dan analgesic tetapi sifat anti inflamasinya lemah sekali (Tjay, 2007).

1. Farmakodinamik

Paracetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.

Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan

masa paruh plasma antara 1-3 jam (Freddy, 2007). Paracetamol sedikit

terikat dengan protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim

mikrosom hati dan diubah menjadi asetaminofen sulfat dan glukuronida,

yang secara farmakologi tidak aktif. Obat ini tersebar keseluruh cairan

tubuh. Dalam plasma, 25% paracetamol terikat protein plasma. Obat ini

dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati, sebagian kecil lainnya dengan

asam sulfat. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi.

Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia

dan hemolysis eritrosit. Obat ini diereksikan melalui ginjal, sebagian

kecil sebagai paracetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk

terkonjugasi (Tanu, 2012).

2. Farmakodinamik

Paracetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga

juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek analgetiknya serupa

salisislat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai

sedang. Paracetamol merupakan penghambat biosintesa PG yang lemah.

Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat dengan obat
24

ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa

(Freddy, 2007).

3. Efek Samping

Reaksi alergi terhadap paracetamol jarang terjadi, manifestasinya berupa

eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi

pada mukosa (Freddy, 2007). Pada dosis terapi, kadang-kadang timbul

peningkatan ringan enzim hati dalam darah tanpa disertai icterus;

keadaan ini reversible bila obat dihentikan. Pada penggunaan kronis dari

3-4g sehari dapat terjadi kerrusakan hati, pada dosis di atas 6 g

mengakibatkan nekrose hati yang tidak reversible.

4. Dosis

Oral : dewasa tiap 3-4 jam 325-650 mg, maksimum 4 g sehari. Untuk

anak : 10-20 mg/kgBB/dosis per oral/1x pemberian, maksimal 5x

pemberian/ hari atau 80 mg/KgBB/hari (Chan dan Gennrich, 2004).

Penggunaan paracetamol sebagai kontol positif karena paracetamol

merupakan antipiretik yang secara umum dipakai di masyarakat dan

mudah didapat selain itu paracetamol sedikit merusak mukosa lambung.

2.7 Vaksin DPT-Hb (Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B)

Vaksin DPT-Hb adalah kombinsi dari vaksin DPT dan Vaksin Hepatitis

B, vaksin kombinasi DPT-Hb memiliki beberapa keuntungan disamping lebih

efektif dan efisien vaksin kombinasi DPT-Hb ini menghasilkan antibody

terhadap Hepatitis B (anti-HBs) hampir lima kali lebih tinggi disbanding


25

pemberian vaksin DPT dan Hb secara terpisah. Vaksin DPT-Hb ini

diindikasikan untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,

tetanus, pertussis, dan Hepatitis B (A, H Markum, 2002).

Sedangkan untuk vaksin DPT-Hb sendiri adalah vaksin difteri terbuat

dari toksin kuman difteri yang dilemahkan (toksoid). Biasanya diolah dan

dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dan pertussis dalam bentuk

vaksin DT atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT.

Reaksi imunisasi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan,

pembengkakan dan rasa nyeri ditempat suntikan selama 1-2 hari. Kadang-

kadang terjadi efek samping yang lebih berat, seperti demam tinggi atau

kejang, yang biasanya disebabkan oleh unsur pertusisnya. Bila hanya

diberikan DP (Difteri dan Tetanus) tidak akan menimbulkan efek samping

demikian (A, H Markum, 2002).

Sedangkan untuk vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus rekombinan

yang telah diinaktivasikan dan bersifat non infeksi, berasal dari HbsAg yang

dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) teknologi DNA

rekombinasi (A,H Markum, 2002)


26

2.8 Tinjauan Hewan Uji

2.8.1 Taksonomi Mencit (Mus musculus) Jantan

Gambar 2.4 Mencit (Mus musculus)

Kingdom : Animal

Pylum : Chordota

Class : Mammalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Subfamily : Murinae

Genus : Mus

Species : Mus musculus

2.8.2 Morfologi Umum Mencit Putih

Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah

mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalam

kingdom animalia, phylum chordate. Hewan ini termasuk hewan yang

berulang belakang dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam


27

subphylum vertebrata dan kelas mamalia. Selain itu hewan ini juga

memilki kebiasaan mengerat (ordo rodentia), dan merupakan family

muridae, dengan nama genus Mus serta memiliki nama spesies Mus

musculus L (Priyambodo, 2013).

Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut

berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih

pucat. Mencit merupakan hewan nocturnal yang sering melakukan

aktivitasnya pada malam hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya faktor internal seperti seks, perbedaan

umur, hormone, kehamilan, dan penyakit; faktor eksternal seperti

makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan

Mangkoewidjojo,1998).

Mencit memiliki berat badan yang bervariasi. Berat badan ketika

lahir berkisar antara 2-4gram, berat badan mencit dewasa berkisar

antara 20-40 gram untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit

betina dewasa. Sebagai hewan pengerat mencit memiliki gigi seri yang

kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit adalah indicisivus ½, caninus

0/0, dan molar 3/3 (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).

Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga

mencapai umur 3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur

untuk siap dikawinkan 8 minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat

mencit betina mengalami estrus. Satu induk dapat menhasilkan 6-15

ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).


28

Mencit termasuk kedalam golongan hewan omnivora, sehingga

mencit dapat memakan smua jenis makanan. Mencit juga termasuk

hewan nocturnal. Kualitas makanan merupakan salah satu factor

lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap penampilan mencit,

sehingga status makanan yang diberikan dalam percobaan biomedis

mempunyai pengaruh nyata terhadap hasil percobaan. Mencit

membutuhkan makanan berkadar protein diatas 14%, karena inilah

kebutuhan zat makanan mencit dapat dipenuhi dari makanan ayam

komersial yang kandungan proteinnya adalah 17% (Andri, 2007).

2.8.3 Cara Memperlakukan Mencit

Cara memperlakukan hewan coba mencit, yaitu : (Andri,2007)

a. Pegang ujung ekornya dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu

jari pada tangan sebelah kanan.

b. Dengan tangan kiri, kulit tengkuknya dijepit diantara ibu jari dan

keempat jari yang lain, hingga mencit cukup erat dipegang dan

pemberian obat dapat dimulai.


29

2.8.4 Volume Pemberian Obat

Volume cairan yang diberikan pada hewan percobaan harus

diperhatikan tidak melebihi jumlah tertentu.

Tabel I. Contoh volume yang dapat diberikan pada hewn percobaan

Hewan Batas volume maksimal (ml) per ekor untuk cara pemberian

i.v i.m i.p s.k p.o


Percobaan

Mencit 0,5 0,05 1 0,5 1

Tikus 0,5 0,05 1 0,5 5

Kelinci 3,10 0,5 10 3 20

Marmut 2 0,2 3 3 20

Diambil dari : M, Boucard, etal, pharmacodynamics, quid de travaux partiques,.

Senyawa yang tidak larut dalam bentuk sediaan suspense dalam gom dan diberikan

dengan cara oral.

2.8.6 Aplikasi Dosis Secara Kuantitatif Pada Spesies Lain

Untuk dapat memperoleh efek farmakologi yang sama dari suatu

obat pada setiap spesies hewan percobaan, diperlukan data mengenai

aplikasi dosis secara kuantitatif. Keterangan demikian akan diperlukan

bila obat akan dipakai pada manusia dan pendekatan terbaik adalah

menggunakan perbandingan luas permukaan tubuh. Beberapa spesies

percobaan yang sering digunakan dipolakan pembandingan luas

permukaan tubuhnya secara matrik. Sedangkan tambahan ditentukan

pula perbandingan terhadap luas permukaan tubuh manusia.


30

Tabel II. Contoh aplikasi dosis secara kualitatif pada spesies lain

Dicari 20g 200g 400g 1,5 kg 2,0 4,0 12,0 70,0 kg

Diketahui Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia

20 g mencit 1,0 7,0 12,29 27,8 29,7 64,1 387,9 387,9

200 g 0,14 1,0 1,74 3,3 4,2 9,2 17,8 56,0

tikus

400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5

marmot

1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2

kelinci

2,0 kg 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 0,24 13,0

kucing

4,0 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1

kera

2,0 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1

anjing

70,0 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,13 0,16 0,32 1,0

manusia

Diambil dari : D.R Lourence dan Bacharach, Evaluation Of Drug Activities Farmacomeetric 1986.
31

2.9 Kerangka Teori

Berdasarkan latar belakang dan segala tinjauan pustaka diatas maka

diperoleh kerangka teori pembentukan antipiretik pada mencit (Mus

musculus), sebagai berikut :

Bagian Tanaman
Rimpang Kunyit
(Curcuma longa Linn)

Metode Ekstraksi
Cara dingin : Maserasi, Efek Antipiretik Ekstrak Etanol
Perkolasi Rimpang Kunyit (Curcuma longa
Cara Panas : Refluks, Linn) Pada Mencit (Mus musculus)
Soxhletasi, Infusa Putih Jantan Yang Diinduksi Vaksin
DPT-Hb

Konsentrasi
a. 4 %
b. 8 % Sumber: (Agung, 2017)
c. 10 %
Ket: =TidakDiteliti

=Diteliti
Skrining Fitokimia
1. Uji Flavonoid
2. Uji Alkaloid
3. Uji Tanin
4. Uji Terpenoid atau
Steroid
5. Uji Saponin

Bagan 2.1. Kerangka Teori


32

2.10 Penelitian Terkait

Penelitian yang telah dilakukan sebagai berikut :

a. Ivana Jansen, Jane Wuisan, Henoch Awaloei (2015) meneliti tentang uji

efek antipiretik ekstrak meniran (Phyllantus niruri L.) pada tikus wistar

(Rattus norvegicus) jantan yang diinduksi vaksin DPT-Hb. Penelitian

ini bertujuan untuk menguji antipiretik ekstrak meniran pada tikus

wistar yang diinduksi vaksin DPT-Hb. Hasil penelitian ekstrak meniran

memiliki efek antipiretik pada tikus wistar.

b. Feny Veronika (2018) meneliti tentang uji efek antipiretik ekstrak

rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) pada mencit

(mus musculus) jantan yang diinduksi vaksin DPT-Hb. Penelitian ini

bertujuan untuk menguji antipiretik ekstrak rimpang lengkuas merah

pada mencit putih jantan yang diinduksi vaksin DPT-Hb. Hasil

penelitian ekstrak rimpang lengkuas merah memiliki efek antipiretik

pada mencit putih jantan.

c. Stefany Kalay, Widdhi Budhi, Paulina V.Y.Yamlean (2014) meneliti

tentang uji efek antipiretik ekstrak etanol daun prasman (Eupatorium

triplinerve Vahl) pada tikus jantan galur wistar (Rattus Norvegicus L.)

yang diinduksi vaksin DPT HB. Penelitian ini bertujuan untuk menguji

antipiretik ekstrak rimpang lengkuas merah pada mencit putih jantan

yang diinduksi vaksin DPT-Hb. Hasil penelitian ekstrak etanol daun

prasman memiliki efek antipiretik pada mencit putih jantan.


33

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen atau

percobaan yang mencoba menganalisa efek antipiretik ekstrak etanol rimpang

kunyit (Curcuma longa L.) pada mencit putih (Mus musculus) Jantan,

dilakukan di Laboratorium Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Siti Khadijah

Palembang.

3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka, dimana antipiretik rimpang kunyit

(Curcuma longa Linn) sebagai variabel dependen dan konsentrasi yang

digunakan sebagai variabel independen.

Variabel Independen Variabel Dependen

Efek Antipiretik Ekstrak Etanol


Konsentrasi Ekstrak Etanol Rimpang Rimpang Kunyit (Curcuma
Kunyit (Curcuma longa Linn)
longa Linn) Pada Mencit
4%, 8%, 10%
(Mus musculus) Putih Jantan

Bagan 3.1 Kerangka Konsep


34

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan

yang kita lakukan (Sabri, 2009). Populasi yang digunakan adalah

tanaman kunyit (Curcuma longa Linn) yang berada di Sumatera

Selatan.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang

nilai/karakteristiknya kita ukur dan yang nantinya kita pakai untuk

menduga karakteristik dari populasi (Sabri, 2009). Sampel yang

digunakan adalah ekstrak rimpang kunyit (Curcuma Longa Linn) di

Kebun PKK Kec. Batung yang terletak di Kabupaten Banyuasin 3.

3.4 Perhitungan Jumlah Mencit

Rumus Federer = (n-1) (t-1) ≥ 15

Dimana :

t = Jumlah kelompok = 5

n = Jumlah sampel

(n-1) (t-1) ≥ 15

(n-1) (5-1) ≥ 15
15
(n-1) ≥ 4
35

(n-1) ≥ 3,75

n-1 ≥ 3

n ≥ 3,75 + 1

n ≥ 4,75 (dibulatkan menjadi 5)

Diperoleh jumlah ulangan tiap perlakuan adalah sebanyak 5 kali. Untuk

mengantisipasi kejadian drop out, jumlah sampel ditambahkan 10-15%

sehingga menjadi 5 sampel pada tiap kelompok. Jadi, total sampel yang

diperlukan adalah 25 sampel.

Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling. Dalam teknik

ini, setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk

diambil sebagai sampel. Diambil 25 mencit putih jantan secara acak

sederhana (simple random sampling) dengan teknik pengundian.

Pengelompokan sampel dilakukan secara randomisasi atau dapat

disebut dengan random alokasi mutasi. Semua mencit diberi nomor 1

sampai 25. Nomor ini diundi dan setiap mencit memiliki kesempatan yang

sama untuk dapat dimasukkan dalam masing-masing kelompok.

Pengambilan pertama dimasukkan kedalam kelompok 1, pengambilan

kedua dimasukkan kedalam kelompok 2, begitu seterusnya, sampai mencit

terbagi rata menjadi 5 kelompok.


36

3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Dependen

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah efek antipiretik

ekstrak rimpang kunyit (Curcuma longa Linn) pada mencit putih (Mus

musculus) jantan yang diinduksi vaksin DPT-Hb.

3.5.2 Variabel Independen

Variabel bebas yang mempengaruhi timbulnya efek antipiretik

adalah konsentrasi ekstrak rimpang kunyit (Curcuma longa Linn).

3.6 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dilaboratorium STIK Siti khadijah

Palembang dan dilaksanakan pada bulan Desember hingga Juni 2019.

3.7 Etika Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan etika sebagai berikut (Ardana,2015):

1. Etika memelihara terhadap hewan percobaan

Dengan cara membuatkan kandang tikus dengan ukuran yang sesuai,

kandang ditempatkan di ruangan laboratorium farmakologi STIK Siti

Khadijah Palembang dengan lingkungan yang nyaman sebagai tempat

tinggal seperti, ventilasi, lampu, penerangan, kebersihan kandang, suhu,

kelembaban,dll.
37

2. Etika menangani hewan percobaan

Pada saat penelitian, peneliti tidak boleh membuat percobaan mengalami

depresi/stress, karena hewan tersebut akan lebih agresif dan dapat

memberontak bila merasa terganggu. Peneliti harus membuat hewan

tersebut merasa nyaman dengan cara mengelusnya sehingga peneliti

lebih mudah untuk melakukan pengamatan.

3. Memberikan masa adaptasi sebelum diberi perlakuan

Hewan percobaan diadaptasikan selama beberapa hari dan diberikan

standar sebanyak 12-20g/hari dan air minum secukupnya.

4. Tanggung jawab peneliti dan kerugian yang ditimbulkan

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna

mendapatkan hasil yang bermanfaat semaaksimal mungkin. Peneliti

meminimalisasi dampak yang merugikan sebagai subyek.

3.8 Instrumen Penelitian

3.8.1 Alat dan Bahan Penelitian

a. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah bak plastic

sebagai kendang percobaan, injeksi spuit 1 cc dan 3 cc, sonde oral,

digital thermometer untuk mengukur suhu, jam sebagai penanda

waktu, tempat makan dan minum mencit, kertas saring, aluminium

foil, bekker glass, tissue, mortar dan stemper, blender, Erlenmeyer,


38

gelas ukur, corong kaca, batang pengaduk, pisau, pinset, timbangan

hewan uji, neraca analitik.

b. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa rimpang kunyit

(Curcuma Longa Linn), mencit (Mus musculus) putih jantan, alcohol

96%, paracetamol murni, vaksin DPT-HB, aquadest, CMC-Na

c. Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan dengan

berat 20-30 gram umur 2-3 bulan.

3.9 Metode Pengumpulan Data

Data-data yang digunakan di penelitian ini adalah data primer yaitu

data yang langsung diperoleh dari hasil penelitian di Laboratorium STIK

Siti Khadijah Palembang.

3.10 Prosedur Penelitian

3.10.1 Prosedur Kerja

Langkah kerja dalam penelitian ini diawali dengan penyiapan

bahan, penyiapan simplisia, selanjutnya dilakukan pembuatan

ekstrak. Masing-masing tahapan tersebut akan dijelaskan sebagai

berikut: (Andri, 2007)

a. Pembuatan Simplisia
39

Rimpang kunyit (Curcuma longa Linn) sebanyak 3kg

dikumpulkan, dan dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel

dengan cara di cuci bawah air menglalir dikupas kulit, lalu di potong

kecil-kecil agar mempermudah pengeringan. Pengeringan dilakukan

dibawah sinar matahari tidak langsung dengan ditutup kain hitam

rimpang kunyit (Curcuma longa Linn) yang sudah kering

diserbukkan dengan blender.

b. Pembuatan Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa

Linn)

Pembuatan ekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn)

dibuat dengan metode ekstraksi yaitu maserasi. Metode ini dipilih

untuk mencegah kerusakan senyawa-senyawa yang terdapat rimpang

kunyit oleh suhu tinggi. Pelarut yang digunakan adalah etanol 96%

karena etanol 96% merupakan pelarut yang umum digunakan untuk

menarik senyawa polar dan non polar. Maserasi dilakukan dengan

cara 10 bagian simplisia rimpang kunyit (250g) dimasukkan dalam

maserator, kemudian dituangi dengan 75 bagian pelarut etanol 96%

750 ml. serbuk simplisia rimpang kunyit direndam dengan

menggunakan pelarut selama 3x24 jam dalam maserator,

penggantian pelarut dilakukan setiap 24 jam. Ekstrak ditampung

dalam botol, kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator

pada suhu <50ᵒC sampai didapat ekstrak kental.

c. Skrining Fitokimia
40

1. Alkaloid

Ditimbang 500mg serbuk simplisia, ditambahkan 1 ml asam

klorida 2 N dan 9 ml air, dipanaskan diatas penangas air selama 2

menit, didinginkan dan disaring, pindahkan 3 ml filtrate pada kaca

arloji kemudian di tambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorf, jika

terjadi endapan cokelat maka simplisia tersebut mengandung

alkaloid. Jika dengan pereaksi Mayer terbentuk endapan

menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam

methanol maka kemungkinan terjadi endapan alkaloid.

a) Flavonoid

1 ml larutan diuapkan, sisa dilarutkan dalam 1-2 ml etanol

96%, ditambahkan 500mg serbuk kering dan 2 ml asam klorida 2N

didiamkan selama 1 menit ditambahkan 10 tetes asam klorida

pekat, jika dalam 2-5 menit terbentuk warna merah berarti

mengandung flavonoid.

b) Tanin

Ditimbang 500mg serbuk simplisia ditambahkan 50 ml

aquadest dididihkan selama 15 menit lalu didinginkan.

Dipindahkan 5 ml filtrate pada tabung reaksi diteteskan pereaksi

besi (III) klorida, bila terjadi warna hitam kehijauan menunjukan

adanya golongan senyawa tannin.

c) Saponin
41

Ditimbang 1 gr serbuk lalu dimasukan kedalam tabunng reaksi,

ditambahkan 10 ml air panas didinginkan dan kemudian dikocok

kuat-kuat selama 10 detik terbentuk buih putih yang stabil selama

tidak kurang 10 menit setinggi 1-10 cm, pada penambahan 1 tetes

asam klorida 2 N buih tidak hilang, menunjukan bahwa dalam

simplisia tersebut mengandung saponin.

d) Terpenoid

Sebanyak 1 gram simplisia digerus 5 ml eter, setelah itu dipipet

sambil disaring menggunakan pipet yang disumbat dengan kapas.

Filtrat yang dihasilkan ditempatkan dalam cawan penguap dan

dibiarkan menguap hingga kering. Kemudian diteteskan 2 hingga 3

tetes pereaksi Lieberman Burchard terbentuknya warna biru hijau

yang menunjukkan adanya senyawa golongan steroid.

3.10.3 Perhitungan Bahan

a. Paracetamol

Konversi dosis manusia 70 kg mencit 20 gr = 0,0026

Dosis untuk mencit 20 gr = 0,0026 x 500 mg = = 1,3 mg/20 gr BB

Volume lambung mencit peroral = 1 ml

b. Pembuatan Suspensi CMC Na 0,5 %

Sebanyak 500 mg CMC-Na ditimbang, kemudian dilarutkan dalam

sebagian aquadest hangat, diaduk dan ditambah aquadest sambal

terus diaduk. Setelah larut, sisa aquadest ditambahkan sampai

didapatkan volume larutan CMC-Na 100 ml.


42

c. Vaksin DPT-Hb

Diinduksikan 0,05 ml secara intramuscular pada bagian paha.

d. Konsentrasi Ekstrak Rimpang Kunyit

Pemberian konsentrasi didasarkan pada penelitian Stefany Kalay,

Widdhi Bodhi, dan Paulina V.Y.Yamlean pada tahun 2014 di

Universitas Sam Ratulangi, efek ekstrak rimpang kunyit terhadap

penurunan suhu pada mencit dengan konsentrasi 3%, 6%, dan 12%

sudah menimbulkan efek antipiretik.

Kelompok K1 4%: 0,4 ml ekstrak diencerkan ad 1ml (volume

pemberian obat pada mencit peroral)

Kelompok K2 8%: 0,8 mg ekstrak diencerkan ad 1ml (volume

pemberian obat pada mencit peroral)

Kelompok K3 10%: 1,2 mg ekstrak diencerkan ad 1ml (volume

pemberian obat pada mencit peroral)

3.10.5 Tahap Perlakuan

Uji Antipiretik Pada Mencit Jantan

a. Mencit diaklimatisasi selama 7 hari di Laboratorium

b. Mencit ditimbang dan dikelompokkan: kelompok kontrol

negatif, kelompok control positif, dan kelompok uji ekstrak

rimpang kunyit (Curcuma longa Linn)

c. Mencit dipuasakan 6 jam sebelum perlakuan

d. Semua hewan uji dilakukan pengukuran suhu rektal awal

sebelum penyuntikan vaksin DPT-Hb.


43

e. Setelah didapatkan suhu awal normal pada hewan uji

selanjutnya hewan uji disuntik vaksin DPT-Hb 0,05ml secara

intramuscular.

f. Setelah didapatkan suhu demam, seluruh hewan uji diberikan

bahan uji sesuai dengan kelompok yaitu kelompok control

negatif diberi aquadest 0,5 ml dan kelompok control positif

diberi parasetamol 1,3mg/20grBB. kelompok perlakuan diberi

ekstrak rimpang kunyit dengan konsentrasi K1 (4%), K2 (8%),

K3 (10%) peroral dengan menggunakan sonde oral.

g. Pengukuran suhu rektal tikus 30 menit setelah di induksi

vaksin DPT-HB, dan 30 menit setelah pemberian masing-

masing kelompok perlakuan dan diulangi lagi setiap 30 menit

sampai 180 menit.

h. Setelah itu dicatat hasil pengukuran suhu rektal mencit dan

perubahan suhu pada setiap kelompok perlakuan.

3.11 Hipotesa

Hipotesa yang diajukan pada penelitian ini adalah :

Ada pengaruh konsentrasi ekstrak rimpang kunyit (Curcuma Longa Linn)

terhadap efek antipiretik pada mencit (Mus musculus) putih jantan.


44

3.12 Definisi Operasional

Tabel III. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur Ukur

Dependen Efek yang Visual Termometer Perubahan Rasio


Efektivitas ditimbulkan pada digital dan suhu, diukur
antipiretik mencit setelah diberi menggunakan per rectum
perlakuan skala derajat 30’ selama
Celcius 180’

Independen Jumlah konsentrasi Visual Termometer Konsentrasi Rasio


Konsentrasi dari ekstrak rimpang digital 4%, 8%,
kunyit (Curcuma 10%
longa Linn) yang
digunakan untuk
penelitian
45

3.13 Alur Penelitian

Mencit diaklimitasi selama 7 hari di


Laboratorium Farmakologi dan dipuasakan 6
jam sebelum perlakuan

Pembagian kelompok mencit


Ditimbang berat badan masing-masing mencit, di ukur
suhu rektal mencit terlebih dahulu

K (-) K (+) K1 K2 K3
5 ekor 5 ekor 5 ekor 5 ekor 5 ekor
mencit mencit mencit mencit mencit

Diinduksi Vaksin DPT-Hb 0,05ml secara Intramuscular setelah 30 menit suhu rektal diukur
kembali

Suspense Suspense Suspense


Aquadest Suspense Eksrtak Ekstrak Ekstrak
Parasetamol Rimpang Rimpang Rimpang
Kunyit 4% Kunyit 8% Kunyit 10%

Pengukuran suhu rektal mencit 30 menit setelah perlakuan, diulangi setiap 30 menit sampai menit
ke-180. Dicatat hasil pengukuran suhu rektal mencit dan perubahan suhu pada setiap kelompok
perlakuan

Analisis sidik ragam (ANOVA) one way dan SPSS

Bagan 3.3 Perlakuan Hewan Uji


46

3.14 Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah uji statistik one way ANOVA. Uji

statistik one way ANOVA digunakan untuk mengetahui adanya uji efek

antipiretik ekstrak rimpang kunyit (Curcuma longa Linn) pada mencit (Mus

musculus) putih jantan yang diinduksi vaksin DPT-Hb. Analisis data

menggunakan program SPSS (Statistical Product of Service Solution) for

Windows.
47

DAFTAR PUSTAKA

A, H Markum, 2002. Imunisasi, Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Adelina Rosa, 2012. Kajian Tanaman Obat Indonesia yang Berpotensi Sebagai
Antidepresan. Vol 3.1.2013:9-18:Jurnal Kefarmasian Indonesia

Agoes Azwar, 2010. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta : Salemba Medika

Agung Nugroho, 2017. Teknologi Bahan Alam. Banjarmasin: Lampung Mangkurat


University

Andri, 2007. Produksi Mencit Putih (Mus musculus) Dengan Substitusi Bawang
Putih (Allium Sativum) Dalam Ransum. Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
Ardana, Ida, B. K.2015. Etika Menggunakan Hewan Percobaan Dalam Penelitian
Kesehatan. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Arifianto, 2012. Orang Tua Cermat, Anak Sehat. Jakarta: Gagas Media

Departemen Kesehatan RI, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat
Pengawasan Obat Tradisional. Jakarta, 17, 31-32

Djauhariya, E dan Hermani, 2004. Gulman Berkhasiat Obat. Penerbit: Swadaya.


Jakarta

Ermawati, E, F., 2010. Efek Antipiretik Ekstrak Daun Pare (Momordica Charantia L)
Pada Tikus Putih Jantan.[Skripsi] Fakultas Kedokteran UNS

Feny Veronika, 2018. Uji Efek Antipiretik Ekstrak Rimpang Lengkuas Merah
(Alpinia Purpurata K.Schum) Pada Mencit (Mus musculus) Jantan yang
Diinduksi Vaksin DPT-HB,[Skripsi]. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Siti
Khadijah Palembang

Fong, H., M, Tin-Wa, and N Fransworth. Phytochemical Screening. Chicago:


Departement of pharmacognosy of illions Ascriptove Medical Center, 1990

Hammon RN and M. Boyle RN, 2011. Pharmacological versus non pharmacological


antypiretic treatment in febrile critically ill adult patient: Asystematic
review and meta-analysis, Australian Critical Care (2011) 24,4-17

Harborne, 2009. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan (Ahli Bahasa : Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro).
Bandung Penerbit ITB
48

Hariana, H.Arief, 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 2 cetak 5 Jakarta
Penebar Swadaya
Harborne, J.B. 2006. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan (Ahli Bahasa: Kosasi Pdadmawinata & Iwang Soediro).
Bandung: Penerbit ITB

Hartati dan Balittro, 2013. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Cetakan Pertama.
Jakarta: Penebar Swadaya

Ivana Jansen, Jane Wuisan, Henoch Awaloei, 2015. Uji Efek Antipiretik Ekstrak
Meniran (Phyllantus Niruri L) Pada Tikus Wistar Jantan Yang Diinduksi
Vaksin DPT-Hb.[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado.

Kuntorini, E, M. 2005. Botani Ekonomi Suku Zingiberaceae Sebagai Obat


Tradisional Oleh Masyarakat Kotamadya Banjarbaru. Bioscientiae.
Banjarbaru: fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat. 2(1): 25-36

Lubis, Namora Lumongga, 2009. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Maria Aloisia Uron Leba, 2017. Ekstraksi dan Kromatografi. Cetakan Pertama
Penerbit Deepublish

Oktavia Diyah Kusumaningrum, 2008. Uji Aktivitas Antipiretik Infusa Rimpang


Kunyit (Curcuma longa L) Pada Kelinci Putih Jantan Galur New Zealand.
[Skripsi]. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Priyambodo, 2013. The Laboratory Mouse. National University of Singapore:


Laboratory Animals Centre.

Ratna Budia Ningsih, 2008. Uji Aktivitas Antipiretik Infusa Rimpang Lengkuas
(Alpinia Galanga L) Pada Kelinci Putih Jantan Galur New Zealand,
[Skripsi]. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

R. Herni Kusriani dan Shofia Az Zahra, 2015. Skrining Fitokimia dan penetapan
kadar senyawa fanolik total ekstrak rimpang lengkuas merah dan rimpang
lengkuas putih (Alpinia galangal L). Sekolah Tinggi Farmasi Bandung

Sabri, Luknis, 2009. Statistik Kesehatan. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Smith, J.B dan S. Mangkoewidjojo, 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan


Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta, hlm.
37-57
49

Stefany Kalay, Widdhi Bodhi, Paulina V.Y.Yamlean, 2014. Uji Efek Antipiretik
Ekstrak Etanol Daun Prasman (Eupatorium Trilinerve Vahl.) Pada Tikus
Jantan Galur Wistar (Rattus Norvegicus L.) Yang Diinduksi Vaksin DPT
HB.[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.

Syamsuni, 2006. Cara Pemberian Obat Pada Mencit. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta 29-31

Tjay T.H, 2010. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, Dan Efek-Efek


Sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT Elex
Media Komputindo Kelompok Kompas Gramedia

Wijoyo, P.M. 2012. Budidaya Obat Tradisional Yang Lebih Menguntungkan.


Jakarta: PT. Pustaka Agro Indonesia. Hal 69

Wilmana, P.F. & Gan, S., 2007. Analgesik-Antipiretik Anti-inflamasi Non Steroid
Dan Obat Gangguan Sendi Lainnya Dalam Farmakologi Dan Terapi Edisi
5. Jakarta: Departement Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Wiryowidagdo, S., 2008. Kimia dan farmakologi Bahan Alam. Edisi 2, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai