Anda di halaman 1dari 3

7.

Pembahasan dan Diskusi


Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan absorbsi in situ paracetamol
peroral. Percobaan ini dilakukan untuk mengamati pengaruh pH terhadap absorbsi
parasetamol dilakukan secara in situ. Metode in situ merupakan suatu metode uji yang
dilakukan dalam organ target tertentu yang masih berada dalam sistem organisme
hidup. Bedanya dengan uji in vivo, ialah karena pada uji in situ organ target
diusahakan tidak dipengaruhi oleh organ lain sehingga profil obat yang diamati hanya
berdasarkan pada proses yang terjadi pada organ tersebut tanpa dipengaruhi oleh
proses yang terjadi pada organ lain. Sedangkan bedanya dengan uji in vitro ialah
organ pada uji in situ masih menyatu dengan sistem organisme hidup, masih
mendapat suplai darah dan suplai oksigen.
Metode in-situ memiliki kelebihan dibandingkan metode in-vitro. Walaupun
hewan percobaan sudah dianastesi dan dimanipulasi dengan pembedahan, suplai
darah mesentris, neural, endokrin, dan limpatik masih utuh sehingga mekanisme
transpor seperti yang terdapat pada mahluk hidup masih fungsional. Sebagai hasilnya,
laju dari metode ini lebih realistik dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan
metode in-vitro.
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui absorbsi obat per oral secara in
situ. Percobaan dilakukan dalam dua kondisi uji yaitu pada kondisi asam
menggunakan cairan lambung buatan (CLB) tanpa enzim pH 1,2 dan pada kondisi
basa menggunakan cairan usus buatan (CUB) tanpa enzim pH 7,4. Kadar paracetamol
diukur menggunakan metode spektrofotometri.
Proses yang dilakukan pada paktikum ini umumnya sama, yang membedakan
hanyalah kondisi uji yang digunakan dengan menyesuaikan kondisi saluran cerna asli
tempat dimana obat diabsorbsi. Kondisi uji berupa cairan lambung buatan (CLB)
tanpa enzim dengan pH 1,2 dan cairan usus buatan (CUB) tanpa enzim dengan pH
7,4. Cairan lambung buatan (CLB) tanpa enzim pH 1,2 dibuat dengan mencampurkan
2 gram natrium klorida (NaCl) dengan 7 mL asam klorida (HCl) pekat, kemudian
ditambahkan aquadest ad 1000 mL. Sedangkan untuk cairan usus buatan (CUB) tanpa
enzim pH 7,4 dibuat dengan melarutkan 6,8 gram kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4)
dalam 250 mL air, ditambah 190 mL natrium hidroksida (NaOH) 0,2 N, kemudian
ditambah aquadest ad 400 mL lalu pH diatur sampai 7,5 ± 0,1. Kemudian ditambah
aqua dest ad 1000 mL. (Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995)
Yang pertama dilakukan yaitu membuat kurva baku dari larutan baku
paracetamol dalam CLB dan CUB tanpa enzim dengan kadar 0,2 mg/ml; 0,4 mg/ml;
0,6 mg/ml; 0,8 mg/ml dan 1 mg/ml. Kemudian masing-masing larutan baku diukur
nilai serapannya menggunakan spektrofotometri UV dengan panjang gelombang 243
nm. Kemudian dilakukan perhitungan dari kurva baku sehingga didapatkan
persamaan regresi sebagi berikut :
CLB  y = (-0,0008) + 85,15x
CUB  y = 0,167 + 43,208x

Kedua, melarutkan 500 mg paracetamol dalam larutan CLB dan CUB tanpa
enzim 500 ml. Ditetapkan kadar paracetamol dalam CLB dan CUB sebagai
konsentrasi awal (C0) dengan memipet 2 ml larutan paracetamol dalam larutan CLB
dan CUB tanpa enzim, lalu mengukur absorbansinya dengan menggunakan panjang
gelombang maksimum dan menghitung kadar paraetamol menggunakan persamaan
kurva kalibrasi. Menghitung kadar parasetamol pada C0 menggunakan persamaan
kurva kalibrasi yang telah didapatkan, sebagai berikut :
CLB  C0  x = 0,1
CUB  C0  x = 0,104

Ketiga, mempersiapkan tikus yang akan dijadikan subjek percobaan.


Dipersiapkan tikus putih jantan dengan berat badan antara 100-150 gram dan tikus
tersebut dipuasakan selama 24 jam dan hanya diberi minum. Langkah pertama yang
dilakukan adalah menimbang berat tikus. Tikus diberi anestesi dengan eter yang
dosisnya telah disesuaikan dengan berat badannya. Kemudian menunggu hingga
injeksi anastesi bekerja sehingga tikus menjadi tidak sadar. Lalu, membedah bagian
perut tikus hingga terlihat jelas bagian ususnya. Dicari bagian lambung, diukur 15 cm
dari lambung ke arah anal menggunakan benang, dengan hati-hati dibuat lubang dan
kanul dimasukkan serta ditali dengan benang. Pemasangan kanul sedemikian rupa
sehingga ujungnya mengarah ke bagian anal dan kanul dihubungkan dengan selang
infus menuju labu berisi labu infus berisi CLB dan CUB. Dari ujung kanul ini usus
diukur kembali dengan bantuan benang kearah anal sepanjang 20 cm, dilakukan
pelubangan kedua dan dipasang juga kanul kedua dengan ujung kanul mengarah ke
bagian oral serta ditali dengan benang. Kanul kedua dihubungkan dengan selang infus
menuju gelas kimia. Mengalirkan cairan CLB dan CUB melewati usus untuk
membilas isi usus hingga cairan yang keluar jernih.
Keempat, mengganti labu infus dengan CLB dan CUB tanpa enzim yang
mengandung paracetamol dan mengalirkan melalui usus selama 30 menit. Dicatat
volume dari CLB dan CUB yg tertampung dalam gelas kimia dan ditentukan
kecepatan alirnya (Q) (dengan rumus Q = volume terukur / 30 menit waktu alir). Data
yang didapatkan oleh kelompok kami adalah sebagai berikut :
Q (CLB) = 10 / 1,6 = 6,25
Q (CUB) = 10 / 0,78 = 12,82
Kemudian diukur usus tikus antara kedua ujung dan diukur panjangnya menggunakan
penggaris. Lalu diikat ujung usus, dimasukkan aquadest melalui ujung lain sampai
usus menggelembung dan diukur diameternya menggunakan jangka sorong untuk
menentukan jari-jarinya.
Didapatkan data panjang usus :
CLB (150 gr) = 20 cm
CUB (100 gr) = 20 cm
Didapatkan data diameter usus :
CLB (150 gr) = 0,5 cm
CUB (100 gr) = 0,7 cm

Kelima, dilakukan penetapan kadar paracetamol dalam CLB dan CUB yang
tertampung sebagai konsentrasi akhir (C1) dengan memipet 2 ml CLB dan CUB yang
tertampung dalam gelas kimia, mengukur absorbansi dengan menggunakan panjang
gelombang maksimum dan menghitung kadar paracetamol menggunakan persamaan
kurva kalibrasi. Menghitung kadar parasetamol pada C1 menggunakan persamaan
kurva kalibrasi yang telah didapatkan, sebagai berikut :
CLB  C1  x = 0,12
CUB  C1  x = 0,13

Yang terakhir adalah melakukan perhitungan Papp (app = apparent) CUB dan
CLB menggunakan data yang telah didapat dengan memasukkan pada persamaan
Papp. Papp (app = apparent) merupakan tetapan permeabilitas yang nilainya
bervariasi terhadap pH. Jika suatu senyawa, asam atau basa mengalami ionisasi
sebesar 50% (pH=pKa) maka koefisisen partisinya setengah dari koefisien partisi obat
yang tidak mengalami ionisasi. Semakin rendah nilai Papp maka permeabilitasnya
rendah maka obat akan cepat keluar dan efek yang diinginkan tidak dicapai sebaliknya
jika nilai Papp semakin tinggi maka waktu obat didalam membran untuk diabsorbsi
semakin lama sehingga efek yang diinginkan dicapai.
Berdasarkan hasil percobaan didapat nilai Papp untuk CUB sebesar 1,901
cm/menit sedangkan untuk CLB sebesar (-0,114) cm/menit. Dari hasil tersebut ketika
usus tikus dialiri dengan CUB memiliki permeabilitas lebih tinggi dibanding dengan
CLB, hal tersebut menunjukkan bahwa absorbsi terbesar tejadi pada usus yang dialiri
oleh CUB. Usus yang memiliki pH basa lemah yang di aliri dengan CUB yang
bersifat basa pula menyebabkan obat masih dalam bentuk molekul sehingga mudah
untuk diabsorbsi, sedangan ketika usus yang memiliki pH basa yang dialiri CLB yang
cenderung asam obat kan mengalami ionisasi sehingga tidak dapat di absorbsi oleh
usus.

Anda mungkin juga menyukai