Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH STUDI KASUS FARMASI KOMUNITAS

“KOMUNIKASI DOKTER”

Dosen Pengampu :

Apt. Ismi Puspitasari, M. Farm.

Disusun Oleh :

Rima Luciana Dewi

(2220434877)

Kelompok : B3

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2022
BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan yang sangat penting dalam


mewujudkan kesehatan masyarakat. Salah satu elemen yang bertugas dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat selain dokter, perawat, juga seorang apoteker di apotek. Apotek
merupakan salah satu tempat praktik apoteker, tanggung jawab dari seorang apoteker dalam
menerapkan standar pelayanan kefarmasian (Permenkes, 2014). Standar pelayanan kefarmasian
juga diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 pasal
3 tentang standar Pelayanan Kefarmasian di apotek menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian
adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk mutu pasien. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 35 tahun 2016 terdapat perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, peraturan
diubah karena Pemerintah melihat apotek belum maksimal bertanggung jawab dalam
meningkatkan mutu kehidupan pasien, untuk itu perlu melakukan standar pelayanan
kefarmasian.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1027/Menkes/SK/IX/2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek menimbang bahwa dalam rangka meningkatkan mutu
dan efisiensi pelayanan kefarmasian yang berasaskan pharmaceutical care perlu menetapkan
standar kefarmasian dengan keputusan Menteri. Kegiatan kefarmasian yang semula hanya
berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup dari pasien, karena itu seorang apoteker dituntut untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi
langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian
informasi, monitoring pengguna obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan
terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam
menjalankan praktik harus sesuai standar, apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga
kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional,
sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupan pasien.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Resep berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2017 adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi dan dokter
hewan kepada apoteker baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
Jenis resep meliputi resep standard dan resep magistrales. Resep standar
merupakan resep dengan komposisi yang telah dibakukan dan dituangkan ke
dalam buku farmakope atau buku standa lainnya, sedangkan resep magistrales
merupakan resep yang telah dimodifikasi berupa campuran atau obat tunggal yang
diencerkan oleh dokter yang menulis (Prabowo, 2021). Resep adalah permintaan
tertulis dari seorang dokter kepada apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan
dan atau membuat, meracik, serta menyerahkan obat kepada pasien. (Syamsuni,
2006)

B. Komponen Resep
Komponen Resep terdiri dari enam bagian, antara lain:
1. Inscriptio terdiri dari nama, alamat, dan nomor izin praktek (SIP) dokter,
tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu
kota provinsi. Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit
berbeda dengan resep pada praktik pribadi.
2. Invocatio merupakan tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.
Permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = recipe” artinya
ambilah atau berikanlah. Berfungsi sebagai kata pembuka komunikasi
antara dokter penulis resep dengan apoteker di apotek.
3. Prescriptio/ordonatio terdiri dari nama obat yang diinginkan, bentuk
sediaan obat, dosis obat, dan jumlah obat yang diminta.
4. Signatura merupakan petunjuk penggunaan obat bagi pasien yang terdiri
dari tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu
pemberian. Penulisan signatura harus jelas untuk keamanan penggunaan
obat dan keberhasilan terapi
5. Subscriptio merupakan tanda tangan/paraf dokter penulis resep yang
berperan sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.
6. Pro (diperuntukkan) terdiri dari nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan
berat badan pasien
(Syamsyuni, 2006).
C. Pengkajian Resep
Berdasarkan (Fahdilla,2020) menyatakan bahwa pengkajian resep terdiri dari :
1. Persyaratan administrasi meliputi:
- nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;
- nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
- tanggal Resep; dan
- ruangan/unit asal Resep.
2. Persyaratan farmasetik meliputi:
- nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
- dosis dan jumlah obat;
- stabilitas dan inkomptabilitas;
- aturan dan cara penggunaan.
3. Persyaratan klinis meliputi:
- ketepatan indikasi;
- duplikasi pengobatan;
- alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
- kontraindikasi; dan
- interaksi Obat
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk
peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada
setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian obat (medication error). Resep merupakan perwujudan akhir
kompetensi dokter dalam medical care. Dengan menulis resep berarti dokter telah
mengaplikasikan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilannya di bidang
farmakologi dan teraupetik kepada pasien (Jas, 2015). Resep juga salah satu sarana
interaksi antara dokter dan pasien sehingga dokter wajib untuk menguasai cara
penulisan resep yang benar. Peresepan yang benar memiliki peran yang besar
dalam terapi pengobatan (Fahdilla, 2020).

D. Kategori Obat Saat Kehamilan


Risiko penggunaan obat pada saat kehamilan dapat dikategorikan dalam 5
kategori yaitu kategori A, B, C, D dan X (Briggs et al., 2002). Penggunaan obat
kategori A dan B tidak berisiko untuk ibu hamil dan janin. Salah satu contoh obat
yang tergolong pada kategori A adalah mycostatin, sedangkan yang tergolong
kategori B adalah golongan penisilin pada antibiotika. Kategori X terbukti dalam
penggunaan menyebabkan abnormalitas pada janin tetapi tidak secara absolut
kontraindikasi selama kehamilan dan beberapa kategori C atau D diketahui bersifat
teratogenik atau memiliki efek yang tidak diinginkan terhadap janin ( Dewi dkk.,
2014). Kategori keamanan obat pada ibu hamil menurut FDA :
Kategori A Obat-obat yang pada pengujian terkontrol tidak berisiko pada
janin trisemester. Pertama kehamilan (dan tidak ada laporan
kejadian berisiko pada janin di semester selanjutnya
Kategori B Obat –obat yyang tidak berisiko pada janin hewan uji tetapi
belum ada data pengujian pada wanita hamil
Kategori C Obat –obatan yang menunjukkan adanya efek buruk pada
janin hewan uji tapi belum ada data pengujian pada manusia,
penggunaanya pada manusia hanya dilakukan bilamanfaat
lebih besar daripada resikonya
Kategori D Obat-obat yang terbukti berisiko pada janin melalui uji klinik
penggunananya pada manusia hanya dilakukan bila
manfaatnya lebih besar dariipada resikonya
Kategori X Obat –obatan yang menyebabkan abnormalitas pada janin
melalui uji klinik , penggunaanya hanya bila manfaat benar-
benar jauh lebih besar daripada resikonya.
BAB III
PENYELESAIAN KASUS 10

Ny. Diana Sukaesih datang ke apotek untuk menebus resep yang dibawanya. Ny. Diana Sukaesih
adalah seorang ibu hamil, usia kandungannya 12 minggu. Ny Diana Sukaesih mengatakan
keluhannya kepada anda kalau tungkai kakinya bengkak dan kemerahan, batuk kering dan flu.
Batuk sudah berlangsung sekitar 1 minggu. Hasil diagnosa dokter kepada pasien ternyata
mengalami pengentalan darah.
Setelah membaca resep, saudara selaku farmasis kemudian menghubungi dokternya untuk
menyampaikan permasalahan yang ada pada resep tersebut agar disamping resep tersebut legal
secara administratif juga obat yang diserahkan tepat obat, tepat bentuk sediaan, tepat cara
pemakaian dan tepat dosisnya.
A. Skrining Administrasi

I Inscriptio Ada Tidak


1. Nama dokter 
2. SIP dokter 
3. Alamat dokter 
4. Nomor telepon Dokter 
5. Tanggal penulisan resep 

II Invocatio
1. Tanda R/ diawal penulisan resep 

III Prescriptio
1. Nama obat 
2. Kekuatan obat 
3. Jumlah obat 

IV Signatura
1. Nama pasien 
2. Jenis kelamin 
3. Umur pasien 
4. Berat pasien 
5. Alamat pasien 
6. Aturan pakai obat 

V Subscriptio
1. Tanda tangan/paraf dokter 
B. Skrining Farmasetis

No. Nama obat Kandungan Bentuk sediaan Kekuatan Dosis Stabilitas


sediaan Dosis Dosis lazim obat

maksimal
1. Cefixime Cefixime Kapsul 100 mg - Dewasa dan anak Suhu ruang,
>30kg : 2x sehari 1 tempat yang
kapsul terlindung dari
(ISO vol. 51) cahaya

2. Tuzalos Paracetamol Tablet 500 mg - Dewasa : 3 x sehari 1 Suhu ruang,


Dextrometorphan 10 mg kaplet tempat yang
Phenylpropanolamin 15 mg Anak : 3x sehari ½ terlindung dari
Chlorpheniramin 1 mg kaplet cahaya
maleat (ISO vol. 51)
3. Sanmol Paracetamol Tablet 500 mg - Dewasa : 3-4x sehari Suhu ruang,
1-2 tablet tempat yang
Anak-anak : 3-4x terlindung dari
sehari ½ - 1 tablet cahaya
(ISO vol. 51)
4. Thrombo Acetylsalisilic Tablet 80 mg - Dewasa : 1x sehari 1- Suhu ruang,
Aspilet acid/asetosal 2 tablet tempat yang
(ISO vol. 51) terlindung dari
cahaya
C. Skrining Klinis

No. Nama obat Indikasi Kontraindikasi Efek samping Interaksi


1. Cefixime Infeksi saluran kemih tanpa Hipersensitif terhadap Sakit perut, diare, mual, Produk yang dapat
komplikasi, otitis media, sefalosporin, penisilin, atau gas, sakit kepala, atau berinteraksi dengan obat
(radang rongga gendang antibiotik beta-laktam apa pusing dapat terjadi. ini meliputi: pengencer
telinga), faringitis dan pun. darah seperti aspirin,
tonsilitis, bronkhitis akut warfarin
dan kronis serta eksaserbasi
(kumatnya penyakit atau
gejala penyakit secara
mendadak) akut
2. Tuzalos Untuk mengatasi gejala- Obat ini tidak dianjurkan Mengantuk, pusing, mulut Belum diketahui
gejala flu seperti demam, untuk digunakan oleh kering, kejang seperti
pusing, bersin-bersin, penderita penyakit jantung, epilepsi (pada dosis
hidung tersumbat, yang diabetes mellitus, dan besar), ruam kulit
disertai batuk disfungsi hati yang berat,
serta pengguna obat anti
depresan tipe penghambat
monoamin oksidase
(MAOI).
3. Sanmol Obat ini digunakan untuk Penderita gangguan fungsi Penggunaan untuk jangka Beberapa produk
meringankan rasa sakit pada hati yang berat, waktu lama dan dosis yang dapat
keadaan sakit kepala, sakit hipersensitivitas terhadap besar dapat menyebabkan berinteraksi dengan
gigi dan menurunkan Paracetamol kerusakan fungsi hati dan obat ini adalah:
demam. reaksi ketoconazole,
hipersensitifitas/alergi. levoketoconazole.
4. Thrombo Pengobatan dan pencegahan Hipersensitivitas terhadap Mulut kering, sakit Beberapa produk yang
Aspilet angina pektoris dan Infark aspirin atau NSAID kepala, insomnia, dapat berinteraksi
Miokard lainnya. Ulkus peptikum, somnolen, astenia, dengan obat ini antara
penyakit hemoragik, takikardi, ansietas, pusing, lain: mifepristone, obat
gangguan koagulasi vertigo, mual, rasa takut, lain yang dapat
(misalnya hemofilia, gugup, tremor, lemas, menyebabkan
trombositopenia), asam kesulitan bernapas, pendarahan/memar
urat. Gangguan hati dan disuria, (termasuk obat
ginjal yang parah. Anak- antiplatelet seperti
anak <16 tahun dan pulih clopidogrel, "pengencer
dari infeksi virus. darah" seperti
Kehamilan (dosis >100 mg warfarin/dabigatran),
setiap hari selama trimester kortikosteroid (seperti
ke-3) dan menyusui. prednison), ginkgo
Penggunaan bersamaan biloba.
dengan NSAID lain dan
metotreksat..
D. Permasalahan dan Solusi
1. Tidak tercantum tanggal penulisan resep
Solusi : bertanya langsung ke pada pasien
2. Tidak tercantum alamat pasien
Solusi : bertanya langsung ke pada pasien
3. Tidak tercantum berat badan pasien
Solusi : bertanya langsung ke pada pasien
4. Cefixime merupakan antibiotik dan tidak dapat digerus bersama dengan obat lain,
karena antibiotik harus diminum dihabiskan
Solusi : konfirmasi kepada dokter penulis resep untuk tidak dilakukan pencampuran
cefixime bersama dengan obat lain
5. Penggunaan sanmol pada resep tidak diperlukan karena memiliki kandungan
paracetamol 500 mg yang juga ada di dalam komposisi Tuzalos tablet
Solusi : konfirmasi kepada dokter penulis resep untuk tidak memberikan sanmol tab
dalam resep

E. Komunikasi Apoteker dengan Dokter


Apoteker mengkonfirmasi kepada dokter
Apt : Assalamu’alaikum, selamat pagi dok
Dr : Wa’alaikumussalam
Apt : Saya apoteker Rima dari Apotek Sejahtera dok
Dr : Iya, ada apa ya mbak?
Apt : Apakah benar ini dengan dokter Lindawati spesialis kebidanan dan kandungan
yang praktik kerjanya di Jl. Planet No 35 Surakarta ?
Dr : Iya betul mba, ini saya sendiri dr. Linda.
Apt : Mohon maaf dok apakah betul hari ini dokter menuliskan resep untuk pasien ibu
hamil dengan nama Ny. Diana Sukaesih usia 35th dengan obat yang dituliskan ada 1 R/ obat
racikan cefiixime kapsul, tuzalos tablet, sanmol tablet dan juga ada 1 R/ obat tunggal thrombo
aspilet ya dok ?
Dr : Iya benar mba, apakah ada masalah ?
Apt : Jadi begini dok, resep yang dokter tuliskan itu ada beberapa permasalahan pada
resep obat racikan. Di maana pemberian sanmol tablet tidak diperlukan karena obat tuzalos
tablet sudah mengandung paracetamol 500mg. Bagaimana menurut dokter ?
Dr : Oiya betul mba, nanti sanmolnya dihapuskan saja tidak perlu diberikan. Apakah
ada masalah lain mba ?
Apt : Iya ada dok. Saya ingin menanyakan apakah pasien ini betul memerlukan
antibiotik dalam menangani keluhannya dok ? Karena berdasarkan literature yang ada
(medscape dan Medfact Pocket Guide Of Drug Interaction), terdapat interaksi obat antara
cefixime dengan thrombo aspilet (aspirin). Di mana obat cefixime akan meningkatkan kadar
atau efek aspirin melalui kompetisi obat asam (anionik) untuk pembersihan tubulus ginjal.
Dr : Iya perlu mba, karena pasien mengeluhkan batuknya sudah seminggu tidak lekas
membaik. Kemungkinan terjadi peradangan pada tenggorokannya atau faringitis. Makanya
saya resepkan antibiotik cefixime. Nanti bisa aturan pakainya diberi jeda 2 jam aja mba.
Apt : Baik dok, selain itu ada permasalahan pada resep racikan cefixime di mana
antibiotik itu seharusnya dikonsumsi sampai habis, tapi jika dicampur bersama dengan obat
lain dalam bentuk puyer atau kapsul, maka pemberian obat akan dihentikan saat gejalanya
sudah hilang. Hal ini menyebabkan dosis antibiotik cefixime tidak dikonsumsi dengan tepat
dan dapat memicu terjadinya resistensi dok. Bagaimana menurut dokter ?
Dr : Oh iya benar, saya kurang teliti dalam menuliskan resepnya. Cefiximenya
dipisah saja ya mbak, berikan yang dosis terkecilnya saja untuk dosis dan aturan pakainya
sama seperti yang di resep saja ya mba. Apakah ada permasalahan lain mba ?
Apt : Baik dok. Sudah tidak ada permasalahan lagi. Untuk mengurangi kesalahan, saya
ulangi ya dok resep untuk Ny. Diana Sukaesih menerima 2 R/ obat racikan yaitu Cefixime
diminum 3x sehari 1 kapsul dan Tuzalosnya diminum 3x sehari 1 kapsul, dan Thrombo
Aspilet tablet diminum 1x sehari 1 tablet pada malam hari. Apakah sudah benar dok ?
Dr : Iya mbak sudah benar
Apt : Baik dok terimakasih untuk waktunya, selamat pagi dok. Assalamu’alaikum
Dr : Iya mba, sama-sama. Wa’alaikumussalam

Anda mungkin juga menyukai