Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN MAGANG S1 FARMASI

BIDANG INDUSTRI
PT.SUNTHI SEPURI PHARMACEUTICAL
MANUFACTURERS TANGERANG
11 Juli 2018 – 11September 2018

Disusun oleh :
Fatimah (15040024)
Firhan Aziz (15040025)
RatnaNilasari (15040054)
Ryan SaputraTatang (15040059)
ShintaChaerani (15040061)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH
TANGERANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN MAGANG S1 FARMASI
BIDANG INDUSTRI

DI
PT.SUNTHI SEPURI PHARMACEUTICAL
MANUFACTURERS TANGERANG

11 Juli 2018 – 11September 2018

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat


Untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Progran Studi S1 Farmasi
Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang

Disetujui oleh
Pembimbing Magang

Sekolah Tinggi Farmasi PT. Sunthi Sepuri


Muhammadiyah Tangerang Tangerang

(Dina Pratiwi S.Farm., M.Si) (Tjetjep S, S.Si., Apt)

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjat kan kepada Allah yang telah
melimpahkan anugerah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
kegiatan Magang di PT. Sunthi Sepuri, Tangerang pada tanggal 11 Juli 2018 –
11September 2018 sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Program Pendidikan S1 Farmasi Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah
Tangerang. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Tjetjep S, S.Si., Apt selaku pembimbing di PT. Sunthi
Sepuri serta Dina Pratiwi S.Farm., M.Si selaku dosen pembimbing Magang dari
Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang.
Pada kesempatan ini disampaikan juga rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Nita Rusdiana, S.Farm., M.Sc., Apt, selaku Ketua Sekolah Tinggi Farmasi
Muhammadiyah Tangerang.
2. Tjetjep S, Si., Apt selaku pembimbing di PT. Sunthi Sepuri
3. Dina Pratiwi S.Farm., M.Si selaku dosen pembimbing Magang dari
Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang.
4. Direksi PT. Sunthi Sepuri yang telah memberikan kesempatan sehingga
dapat melaksanakan magang.
5. Seluruh staf dan karyawan di PT. Sunthi Sepuri, Tangerang.
6. Orang tua dan keluarga serta teman-teman atas dukungan moril maupun
materil sehingga kami dapat menyelesaikan PKP.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Namun,
penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama
magang ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi pembaca.

Tangerang, 22 Juli 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan .............................................................................. i
Kata Pengantar ............................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................... iii
Daftar Tabel ................................................................................................. v
Daftar Gambar .............................................................................................. vi
Daftar Lampiran ..................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................ 1
B. Tujuan Magang................................................................ 2
C. Manfaat Magang ......................................................... 2
BAB II INDUSTRI FARMASI .......................................................... 4
A. Sejarah ..................................................................... 4
B. Visi dan Misi ............................................................ 5
1. Visi .................................................................. 5
2. Misi ................................................................ 5
C. StrukturOrganisasi
D. Lokasi dan Sarana Produksi ..................................... 5
1. Lokasi ................................................................. 5
2. Sarana Produksi ................................................... 6
E. CPOB ....................................................................... 9
1. Manajemen Mutu ................................................ 9
2. Personalia ........................................................... 9
3. Bangunan dan Fasilitas ............................................. 10
4. Peralatan ........................................................... 13
5. Sanitasi dan Hygine ......................................... 15
6. Produksi ............................................................. 16
7. Pengawasan Mutu ................................................ 17
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu ............................... 17

iii
9. Penanganan terhadap Produk, Penarikan kembali Produk
kembalian ........................................................... 18
10. Dokumentasi ................................................... 19
11. Pembuatan dan Analisis berdasarkan kontrak ........ 19
12. Kualifikasi dan Validasi ....................................... 19
BAB III PEMBAHASAN ................................................................... 21
BAB IV PENUTUP ............................................................................ 48
A. Kesimpulan ................................................................. 48
B. Saran ........................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA............................................................
LAMPIRAN ..................................................................... 50

iv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Denah Grey Area

v
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Layout PT. Sunthi Sepuri


Gambar 2.2 Denah Grey Area
Gambar 2.3 Lantai Ruang Produksi
Gambar 2.4 Dinding Ruang Produksi
Gambar 2.5. Langit-langit Ruang Produksi
Gambar 2.6. Struktur Organisasi PT.Sunthi Sepuri

vi
DAFTAR SINGKATAN

RIV RencanaIndukValidasi
PQR Produk Quality Review
CC Change Control
TMS TidakMemenuhiSyarat
MS MemenuhiSyarat
NLT Not Lest Than
NMT Not More Than
KI KualifikasiInstalasi
KO KualifikasiOprasianal
KK KualifikasiKinerja
IK IntruksiKerja
MH Machine Hours
LH Labour Hours
RnD Research and Development
QA Quality Assurance
QC Quality Control
IPC In Proses Control
PPIC Production Planing and Inventory Control

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Farmasi (BahasaInggris: pharmacy, BahasaYunani : pharmacon,
yang berarti : obat) merupakan salah satu bidang professional kesehatan
yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang
mempunyai tanggung jawab memastikan efektivitas dan keamanan
penggunaan obat. Pekerjaan yang dilakukan dalam bidang kefarmasian
antara lain, pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional. Untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian secara optimal
diperlukan tenaga kefarmasian yang ahli dibidangnya salah satunya adalah
Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK).

Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu


Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi. Tenaga
kefarmasian sebagai tenaga kesehatan, pemberi layanan kesehatan kepada
masyarakat mempunyai peranan penting yang terkait langsung dengan
pemberian pelayanan khususnya pelayan kefarmasian. Sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian
telah terjadi pergesearan orientasi pelayanan kefarmasian dari pengelolaan
obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif
(pharmaceutical care) dalam pengertian yang lebih luas mencakup
pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat
yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui
tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan
(mediacation care).

1
2

Sebelum mahasiswa terjun langsung sebagai Tenaga Teknis


Kefarmasian, mahasiswa diharapkan mempunyai pengalaman dan
kemampuan yang mumpuni. Untuk memperoleh ilmu dan pengalaman
yang dibutuhkan oleh mahasiswa tersebut, maka dari itu dilakukan
kegiatan magang. Masalah magang telah diatur dalam Undang-Undang
No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya pada pasal 21-30,
lebih spesifiknya diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi no. Per.22/Men/IX/2009 tentang penyelenggaraan magang
didalam negeri. Dalam peraturan tersebut, magang dapat diartikan sebagai
: “Bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu
antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di
bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih
berpengalaman dalam proses produksi barang atau jasa diperusahaan,
dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.

Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang sebagai salah


satu institusi pendidikan tinggi yang bertanggungjawab dalam penyiapan
sumber daya manusia yang berkualitas berkewajiban untuk senantiasa
memperbaiki kurikulum sesuai dengan salah satu misinya dalam
mengembangkan ilmu kefarmasian yang berguna dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan masyarakat.

Sebagai salah satu industri yang bergerak dalam bidang kesehatan


masyarakat PT Sunthi Sepuri memegang peranan yang sangat penting
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk yang berkhasiat obat
dengan memegang komitmen “Membangun Bangsa yang Lebih Sehat dan
Sejahtera”.

Berdasarkan hal diatas maka sebagai calon Sarjana Farmasi


(S.Farm) perlu mendapatkan perbekalan wawasan dan pengalaman praktis
mengenai industri farmasi. Dalam program Magang ini, kami telah diberi
kesempatan oleh Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang
3

untuk melakukan praktek kerja S1 Farmasi di PT. Sunthi Sepuri, yang


beralamat di Jl. Raya Serang KM. 17 Ds. Bojong RT/RW 002/001 Cikupa-
Tangerang.

B. Tujuan Magang S1 Farmasi


1. Meningkatkan pemahaman calon sarjana farmasi tentang peran, fungsi
dan tanggungjawab seorang farmasis dalam praktek kefarmasian di
industri.
2. Membekali calon sarjana farmasi agar memiliki pengetahuan,
ketrampilan, sikap-perilaku (professionalism) serta wawasan dan
pengalaman nyata (reality) di industri.
3. Memberi kesempatan kepada calon sarjana farmasi untuk melihat dan
mempelajari strategi dan pengembangan farmasi di industri.
4. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan (problem-solving)
praktik dan pekerjaan kefarmasian di industri.
5. Mempersiapkan calon sarjana farmasi agar memiliki sikap dan
perilaku yang profesionalisme untuk memasuki dunia kerja di industri.
6. Memberi kesempatan kepada calon sarjana farmasi untuk belajar
berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain yang
bertugas di industri.
7. Memberi kesempatan kepada calon sarjana farmasi untuk belajar
prinsip CPOB, CPOTB, CPKB atau CPAKB dan penerapannya dalam
industri farmasi.
C. Manfaat Magang
1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab seorang farmasis
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian diindustri.
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian
diindustri.
3. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis diindustri.
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi seorang farmasi yang
profesional.
BAB II
TINJAUAN UMUM INDUSTRI
A. Industri Farmasi
1. Pengertian Industri Farmasi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah Industri
Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi adalah
sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosa pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan yang
dimaksud bahan baku adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu
sebagai standar farmasi.
2. Persyaratan Industri Farmasi
Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri
farmasi, karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan oleh menteri kesehatan. Persyaratan industri farmasi
tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut :
a. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum
berbentuk perseroan terbatas atau koperasi.
b. Memiliki rencana investasi.
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
d. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi
persyaratan CPOB sesuai dengan Ketentuan SK Menteri Kesehatan
No. 43/Menkes/SK/II/1988.
e. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan
secara tepat sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga negara
Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan

4
5

penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan


CPOB.
f. Obat jadi yang di produksi oleh industri farmasi hanya dapat
diedarkan setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Izin Usaha Industri Farmasi
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan
wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri
tersebut berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan
untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya.
4. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi
Pencabutan izin usaha industri farmasi dapat terjadi karena beberapa hal :
a. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi
dan perluasan tanpa memiliki izin.
b. Tidak menyampaikan informasi mengenai perkembangan industri
secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan
informasi yang tidak benar.
c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan
tertulis terlebih dahulu.
d. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang
tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

B. Sejarah
PT.Sunthi Sepuri didirikan atas gagasan Alm.Letjen.(Purn.)
Prof.Dr. H.Ibnu Sutowo berkenaan dengan kepeduliannya untuk perbaikan
dan peningkatan kualitas hidup manusia melalui pengembangan ilmu
pengetahuan dibidang medis, sehinggaidaman manusia untuk dapat hidup
6

sehat dan dapat terwujud. Guna mewujudkan hal tersebut, maka pada tahun
1988 NUGRA SANTANA GROUP membentuk suatu perusahaan yang
bergerak dibidang farmasi dengan mendirikan PT.Sunthi Sepuri di Jakarta
yang mengembangkan komitmen “Membangun Bangsa Yang Lebih Sehat
Dan Sejahtera”.
Keberadaan PT.Sunthi Sepuri ini diharapkan dapat menghasilkan
dan memasarkan berbagai produk obat-obatan yang bermutu bagi
masyarakat Indonesia sehingga kehadirannya dapat memberikan kontribusi
dan memiliki arti penting dalam bidang kesehatan.
Manajemen PT.Sunthi Sepuri yang berlandaskan filosofi “Harmony
& Unity” yang dimiliki Nugra Santana Group, maka PT. Sunthi Sepuri
menjadi sebuah jalinan kekeluargaan yang besar dan keberhasilan PT. Sunthi
Sepuri untuk menjadi perusahaan obat-obatan besar ini adalah berkat
inspirasi serta bimbingan dari pendiri dan para pemimpinnya.
Quality system ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada
pelanggannya. PT. Sunthi Sepuri selalu berusaha memberikan yang terbaik
dengan terus melakukan peningkatan mutu, dan hal ini dibuktikan dengan
diperolehnya Sertifikat ISO 9002: 1994 dari SGS Internationaluntuk System
Management Mutu pada bulan Desember tahun 2001.
Pada bulan April tahun2003, PT.Sunthi Sepuri memperoleh
sertifikat ISO 9001:2000 dari SGS International dalam bidang Kepuasan
Pelanggan,Continual Improvement dan Sistem Manajemen Mutu.
Selanjutnya pada bulan Juli tahun2009, ISO 9001 : 2008 telah disertifikasi.

C. Visi dan Misi


1. Visi
Sebagai perusahaan farmasi yang menjadi mitra masyarakat serta
menghasilkan produk berkualitas guna memberikan solusi bagi kebutuhan
kesehatan.
7

2. Misi
Untuk menyediakan produk kesehatan yang memiliki kualitas
terbaik guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan mengutamakan kepuasan
pelanggan.

D. Lokasi dan Prasarana


1. Lokasi
Head Office : Wisma Nugra Santana 5thfloor
Alamat : Jl. Jend. SudirmanKav. 7-8 Jakarta Pusat-10220
Indonesia
Phone : (+62-21) 5702500 (hunting)
Fax : (+62-21) 5707151
Website : http : //www.sunthisepuri.com
Email : info@sunthisepuri.com
Factory : Jl. Raya Serang Km. 17 CikupaTangerang – 15710
Indonesia
Phone : (+62-21) 5963255 (hunting)
Fax : (+62-21) 5960741
Email : factory@sunthisepuri.com

Gambar 2.1. Layout PT. Sunthi Sepuri


8

2. Prasarana

a. Denah Grey Area

Gambar 2.2. Denah Grey Area

No . Keterangan No. Keterangan


1. Ruang Loker Tamu 19. Ruang Mixing 3
2. Ruang Cuci 20. Ruang Sugar Coating
3. Ruang Equipment 21. Ruang Drying
4. Ruang Mixing 1 22. Ruang Film Coating
5. Ruang Mixing 2 23. Ruang Preparation
6. Ruang Fluid Bed Dryer 24. Ruang Polish
7. Ruang Compactor 25. Ruang Filling Capsule 1
8. Ruang Punch 26. Ruang Filling Capsule 2
9. Ruang IPC1 27. Ruang Sachet
10. Ruang Compress 1 28. Ruang Supervisor
11. Ruang Compress 4 29. Ruang Janitor
12. Ruang Compress 3 30. Ruang Break area
13. Ruang Compress 2 31. Ruang Airlock
14. Ruang WIP 32. RuangAirlock
15. Ruang Inspection 33. Ruang Loker Pria
16. Ruang Stagging 34. Ruang Loker Pria
17. Ruang Weighing 35. Ruang Loker Wanita
18. Ruang Air Lock Material 36. Ruang Filling Solid
9

No . Keterangan No. Keterangan


37. Area Stripping 42. Ruang Mix Liquid
38. Ruang Blistering 43. Air Lock
39. Ruang Stripping 44. Ruang Cuci Botol

40. Air Lock 45. Ruang IPC 2

41. Ruang Filling Liquid Botol 46. Area KemasS ekunder

Tabel 2.1. Denah Grey Area


a. Lantai
Lantai ruang produksi terbuat dari beton yang dilapisi epoksi.
Epoksi merupakan suatu kopolimer yang terbentuk dari dua bahan
kimia yang berbeda disebut sebagai ”resin” dan “pengeras”,
diantaranya diisi dengan semen putih. Sudut ruangan berbentuk
lengkung dengan lantai. Lantai mempunyai permukaan yang rata,
mudah dibersihkan, tidak menahan partikel, tahan terhadap gesekan,
deterjen, desinfektan dan bahan kimia.

Gambar 2.3. Lantai Ruang Produksi


b. Dinding
Dinding ruang yang terbuat dari beton dilapisi dengan sebagian
epoksi dan sebagian lainnya menggunakan acrylic, sehingga
permukaan dinding menjadi licin, rata, kedap air, mudah dibersihkan,
tidak menahan partikel, tahan terhadap gesekan, deterjen, desinfektan
dan bahan kimia serta tidak menjadi tempat bersarang binatang kecil.
10

Gambar 2.4. Dinding Ruang Produksi


c. Langit-Langit
Langit-langit ruang tersebut terbuat dari beton yang dilapisi
epoksi sehingga permukaan langit-langit menjadi licin dan rata, kedap
air, mudah dibersihkan, tahan kimia, deterjen, desinfektan, dan tidak
dapat menahan partikel.

Gambar 2.5. Langit-langit Ruang Produksi


11

D. Struktur Organisasi

Gambar 2.6. Struktur Organisasi PT.Sunthi Sepuri

E. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai
prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi
untuk menjamin mutu obat jadi, yang di produksi dengan menerapkan
“GoodManufacturing Practices” dalam seluruh aspek dan rangkah kegiatan
produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu (BPOM, 2006).
12

Aspek dalam CPOB 2006 meliputi :


1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai
dengan tujuan pengunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum
dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang
membahayakan penggunannya karena tidak aman, mutu rendah atau
tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian
tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi
dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam
perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan
mutu secara konsisten dan dapat diandalkan diperlukan manajemen mutu
yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar (BPOM,
2006).
Kebijakan Mutu hendaklah disosialisasikan kepada semua
karyawan dengan cara yang efektif, tidak cukup dengan cara
membagikan fotokopinya dan atau menempelkan pada dinding. Untuk
melaksanakan Kebijakan Mutu dibutuhkan 2 unsur dasar yaitu :
a. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan
kewajiban semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur
yang mengatur proses yang ada.
b. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu, yang disebut
dengan pemastian mutu atau Quality Assurance (QA) (BPOM,
2009).

2. Personalia
Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil
yang sehat, terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses
produksi dapat berjalan dengan baik. Semua personil harus memahami
prinsip CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu (BPOM, 2009).
Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan,
sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari
13

petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan perlatan, personil


produksi dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki
kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak
pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu hendaklah dibuat dan
dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup
pemeriksaan jenis-jenis penyakit yang dapat berdampak pada mutu dan
kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan hendaklah ada
catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya (BPOM, 2009).
Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk
tiap posisi hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh
bagian SDM, tapi juga dapat ditampilkan pada uraian tugas masing-
masing (BPOM, 2009).
Jumlah personil yang memadai sangat mempengaruhi proses
produksi. Kekurangan jumlah personil cenderung mempengaruhi kualitas
obat, karena tugas akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan segala
akibatnya. Disanping itu, kekurangan jumlah karyawan biasanya
mengakibatkan kerja lembur sering dilakukan yang dapat dilakukan
kelelahan fisik dan mental baik bagi operator ataupun supervisor atau
malahan bagi personil pada tingkat lebih atas yang melakukan evaluasi
dan atau mengambil keputusan (BPOM, 2009).
Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan perusahaan
atau industri apakah terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi, Kepala
Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu). Industri dapat menentukan posisi lain yang lebih
tinggi, sama atau lebih rendah atau mencakup dalam personil kategori
kunci. Yang harus dipertahankan adalah semua Kepala Bagian Produksi
dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau Kepala
Bagian Pengawan Mutu harus independen satu terhadap yang lain
(BPOM, 2009).
14

3. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki
desain, kontruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta
perawatan yang dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan
operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat
sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya resiko kekeliruan,
pencemaran silang dan kesalahan lainnya serta memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain
yang dapat menurunkan mutu obat.
Rancangan bangunan hendaklah dibuat sehingga untuk kegiatan
yang berhubungan langsung dengan daerah luar sarananya
dikelompokkan. Rancangan diatas perlu ditekankan agar tidak
berdampak negatif terhadap kegiatanm produksi yang dilakukan di area
dengan kelas kebersihan lebih tinggi (BPOM, 2009).
Tata letak ruang hendaklah dikaji sejak tahap perencanaan
kontruksi bangunan demi keefektifan semua kegiatan, kelancaran arus
kerja, komunikasi dan pengolahan serta untuk menghindari
ketidakteraturan.

4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
kontruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta
seragam dari bets dan ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta
perawatan (BPOM, 2006).

5. Sanitasi dan Hygiene


Tingkat sanitasi dan hygiene yang sangat tinggi hendaklah
diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi
personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta
15

wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran


produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu
program sanitasi dan hygiene yang menyeluruh serta terpadu.
Sanitasi dan hygiene yang diatur dalam pedoman CPOB 2006
adalah terhadap personalia, bangunan dan perlatan. Prosedur sanitasi dan
hygiene hendaklah divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk
memastikan efektivas prosedur dan selalu memenuhi persyaratan.

6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat
menjamin produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan
serta izin edar (registrasi) sesuai dengan spesifikasinya (BPOM, 2006).
Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil
yang kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasill
analisa terhadap produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun
selama tahapan proses produksi, personalia, bangunan, peralatan,
kebersihan dan hygiene sampai dengan pengemasan.
Prinsip utama produksi adalah :
a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.
b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk
yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang
sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain :
a. Pengadaan Bahan Awal
Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah
disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan,
pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan
hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot,
tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal kadaluarsa
(BPOM, 2006).
16

b. Pencegahan Pencemaran Silang


Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi
terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko
pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu,
uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang
diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja
operator. Tingkat resikso pencemaran ini tergantung dari jenis
pencemar dan produk yang tercemar.
c. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas,
produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus
produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan
awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah
diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum kadaluarsa yang
boleh diserahkan (BPOM, 2006).
d. Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke
gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar
(BPOM, 2006).
e. Pengolahan
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah
diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam
pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Semua kegiatan
pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis.
Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan. Semua produk antara
hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan
oleh bagian pengawasan mutu (BPOM, 2006).

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB
untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai
17

mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan


komitmen semua pihak yanga berkepentingan pada semua tahap
merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi obat jadi. Pengawasan mutu tidak
terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua
keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan
pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar
pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan
(BPOM, 2006).
Pengawasan mutu hendaaklah mencangkup semua kegiatan
analitik yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan sampel,
pemeriksaan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi. Kegiatan ini mencangkup juga uji stabilitas, program
pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka
validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui
spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiannya (BPOM, 2006).
Area laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area
produksi. Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama
proses mungkin lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat
penmbuatan atau pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti
penimbangan dan uji monitoring lainnya secara periodik.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian
pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang
diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan
produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu
hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel
dan penyelidikan yang diperlukan.
18

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua
aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi
ketentuan CPOB (BPOM, 2006)
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen oleh orang
yang kompeten yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang
memadai dalam melakukan inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan
sendiri oleh pihak perusahaan dengan membentuk suatu tim atau oleh
konsultan yang independen dari luar perusahaan. Inspeksi diri hendaklah
mencakup semua bagian yaitu pemastian mutu, produksi, pengawasan
mutu, teknik dan gudang (termasuk gudang obat jadi, bahan baku dan
bahan pengemas) (BPOM, 2009)
Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan
kebutuhan pabrik namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh
hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi
inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri
(BPOM, 2009).

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk


Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya kerusakan obat dapat bersumber dari dalam
maupun dari luar industri, dan memerlukan penanganan dan pengkajian
secara teliti (BPOM, 2009).
Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara
lain dapat dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang
dan bagian pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat
berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotek,
distributor, dan lain-lain (BPOM, 2009).
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu
atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai
19

distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang


tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya
efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan
(BPOM, 2009).
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri
dan beredar yang kemudian dikembalikan ke industri karena adanya
keluhan, mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain misalnya
mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan
keraguan akan keamanan, identitas, mutu serta kesalahan administratif
yang menyangkut jumlah dan jenis obat (BPOM, 2009).

10. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem
informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian
yang sangat penting dari pemastian mutu (BPOM, 2006). Sistem
dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan
tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek
produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu (BPOM, 2009).
Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas secara jelas dan rinci sehingga memperkecil
resiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya
mengandalkan komunikasi lisan (BPOM, 2006).

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara
benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman
yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak
memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima
kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas
20

prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi


tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).

12. Kualifikasi dan Validasi


Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau
mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu
akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (CPOB, 2006).
CPOB mengisyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis
dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas,
peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah
divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan untuk
menentukan ruang lingkup dan cangkupan validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama
program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan
didalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV
hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV
hendaklah mencangkup sekurang-kurangnya adalah kebijakan validasi,
struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas sistem, perlatan,
proses yang akan divalidasi, format dokumen, format protokol, laporan
validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian-
pengendalian, serta acuan dokumen yang digunakan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Administratif
1. Perencanaan Pengadaan
Perencanaan Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan untuk
merencanakan atau memutuskan pengadaan apa saja yang dibutuhkan,
sesuai skala prioritas dan anggaran perusahaan atau organisasi guna
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Adapun tahapan dan hal-hal
yang harus diperhatikan pada Perencanaan Pengadaan yaitu :
a. Identifikasi Kebutuhan
Identifikasi kebutuhan dilakukan sesuai dengan barang atau jasa
yang diperlukan dalam perencanaan pengadaan
b. Penyusunan dan Penetapan Rencana Penganggaran
Suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui biaya yang
dikeluarkan dalam proses perencanaan pengadaan
c. Penetapan Kebijakan Umum tentang Pemaketan Pekerjaan
Suatu proses perbaikan anggaran yang dilakukan menjelang
pelaksanaan pengadaan yang disebabkan oleh pemaketan
pekerjaan yang tidak sesuai.
d. Penetapan Kebijakan Umum tentang Tata Cara Pengadaan
Suatu kebijakan dalam menentukan metode yang akan digunakan
untuk mencapai tujuan pengadaan.
e. Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK)
f. Penyususnan Jadwal Kegiatan Pengadaan
Penjadwalan dilakukan dengan tujuan agar tahapan pengadaan
dapat dimonitor pelaksanaannya sudah sesuai atau tidak dengan
perencanaan
g. Pengumuman Rencana Umum Pengadaan

21
22

2. Cara Penyimpanan dan Penjualan


a. Cara Penyimpanan
1. Material berupa bahan kemas dan bahan baku yang datang
harus dicek terlebih dahulu sebelum diterima dan diverifikasi
pengecekan berupa kelengkapan document pemesanan, COA
(Certifikat Of Analysis), PO, kemasan dan tanggal kadaluarsa
bahan.
2. Setelah proses penerimaan bahan, lalu bahan dimasukan
kedalam ruangan karantina dan ditempelkan stiker kuning
yang menyatakan bahan masih dalam proses karantina
3. Kemudian dilakukan pengujian spesifikasi bahan oleh bagian
Quality Control sebelum bahan ditempatkan pada ruangan
penyimpanan.
4. Setelah dilakukan pengujian bahan oleh bagian Quality
Control, untuk bahan yang dinyatakan lulus dari pengujian
akan ditempelkan stiker berwarna hijau dan langsung
dipindahkan ke ruangan penyimpanan sesuai dengan
persyaratan bahan yang bersangkutan, dan jika bahan tidak
dinyatakan lulus uji bahan akan ditempelkan stiker merah dan
ditaruh ditempat penyimpanan bahan rusak, bahan kadaluarsa,
atau bahan tidak lulus uji yang nantinya akan dimusnahkan
oleh pihak ke tiga yaitu PT. Wastek.
Penggunaan stiker yang bermacam-macam bertujuan untuk
membedakan setiap bahan agar tidak terjadi kesalahan dalam
pengambilan bahan untuk proses produksi.
23

b. Cara Penjualan
1. Obat jadi yang sudah di rellesed atau sudah dinyatakan lulus
dan siap untuk didistribusikan oleh bagian Quality Assurance.
2. Distributor akan mengirimkan order form kebagian marketing
atau bagian Perencanaan Produksi dan Pengendalian
Persediaan (PPIC).
3. Setelah order form diterima oleh bagian PPIC, PPIC akan
memberitahukan pada bagian gudang dengan cara mengefax
pesanan untuk disiapkan oleh bagian gudang.
4. Setelah pesanan siap bagian gudang akan membuat surat
kesiapan produk yang nantinya akan diberitahukan pada
distributor yang memesan produk biasanya estimasi waktu dari
menyiapkan produk hingga membuat surat kesiapan berkisar
2-3 hari.
5. Setelah distributor menerima surat kesiapan produk dapat
diambil, pengambilan produk membawa surat kesiapan yang
diterima dan membawa PO untuk obat OKT

3. Pengolahan Obat Rusak dan Kadaluarsa


Pengolahan obat rusak dan kadaluarsa dilakukan oleh pihak ketiga
yaitu PT.Wastek.

B. Departement R&D
R&D pada industri farmasi adalah serangkaian proses penelitian dan
pengembangan yang ditujukan untuk menemukan produk farmasi baru
atau memperbaiki kualitas produk yang telah ada ( kualitas meliputi:
safety, effectiveness, acceptance). R&D merupakan ujung tombak inovasi
produk yang sangat berperan terhadap daya saing produk. Produk yang
memiliki value yang tinggi yaitu produk-produk yang memiliki
distinctiveness yang sulit ditiru oleh produk lain. Sedangkan industri
farmasi sendiri merupakan sektor yang paling innovative dan insentive
24

dalam penelitian (Antonakis dan Achilldelis, 2001). Adapun Tugas dari


bagian R&D yaitu sebagai berikut:
1. Membuat formula obat baru
2. Mengembangkan produk yang telah ada (me too product), yang
meliputi :
a. Perbaikan bentuk sediaan
b. Perbaikan kemasan
c. Perbaikan dosis
d. Perbaikan formula
3. Melakukan registrasi formulasi baru atau ulang ke BPOM
4. Bekerja sama dengan bagian QC dalam menentukan standarisasi
bahan baku kemasan dan obat jadi
5. Membuat desain art work untuk kemasan suatu produk baru
Kegiatan pengembangan di industri farmasi bertujuan untuk
menemukan suatu cara atau metode yang efektif (need to do).
Pengembangannya meliputi : formula, cara pembuatan,bahan pengemas
dan metode analisis. Pengembangan dilakukan terhadap obat copy (me too
product).Departemen R&D mencakup tiga bagian utama, yaitu:
1. Pengembangan Formula (Formulasi)
Departemen R&D di industri farmasi memiliki bagian yang sangat
penting dalam penelitian dan pengembangan obat. Di PT. Sunthi
Sepuri. Pada bagian R&D hanya melakukan pengembangan produk
me too (copy), dan trial-trial jika ada perubahan dalam formula
produk, tetapi tidak melakukan proses penelitian dan pengembangan
obat baru. Adapun tahapan-tahapan dalam pengembangan produknya
yaitu sebagai berikut :
a. Preformulasi
Preformulasi ini mencakup studi literatur dan mengevaluasi
produk. Lalu selanjutnya menyusun formula yang kualitasnya
cocok untuk pembuatan obat dan pertimbangan alat yang ingin
25

digunakan. Output yang dihasilkan berupa rancangan formula dan


spesifikasi produk yang diinginkan.
b. Pengembangan formula
1. Skala lab
Merupakan proses percobaan skala kecil untuk produk baru
sebelum diproduksi secara besar dibagian produksi.
Percobaannya dilakukan pada skala laboratorium adalah
untuk sediaan padat 2 – 3 kg granul dan 1 – 2 liter untuk
sediaan cair.
2. Skala pilot
Merupakan langkah pengembangan dari skala lab menjadi
skala pilot sebesar 10% dalam skala produksi. Out put yang
dihasilkan dari tahap ini yaitu formula, tahapan proses
produksi dan spesifikasi produk.
3. Skala produksi
Pada tahap skala produksi ini, produk baru siap untuk di
produksi dengan skala besar ataupun produksi.

2. Pengembangan Metode Analisis


Departemen R&D pada bagian analis juga melakukan uji stabillitas
untuk produknya. Tujuannya dilakukan uji stabilitas yaitu untuk
menjamin kualitas produk yang telah diluluskan dan beredar di
pasaran. Dengan uji stabilitas dapat diketaui pengaruh faktor
lingkungan seperti suhu dan kelembapan terhadap parameter-
parameter stabilitas produk seperti kadar zat aktif, pH, berat jenis dan
netto volume sehingga dapat ditetapkan tanggal kadaluarsa yang
sebenarnya. Uji stabilitas ini dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu
sebagai berikut :
a. Uji stabilitas jangka panjang
Uji stabilitas jangka panjang dilakukan sampai dengan waktu
kadaluarsa produk seperti yang tertera pada kemasan.
26

Pengujiannya dilakukan setiap 3 bulan sekali pada tahun pertama


dan setiap 6 bulan sekali pada tahun kedua. Pada tahun ketiga dan
seterusnya, pengujian dilakukan setahun sekali. Misalkan untuk
produk yang memiliki tanggal kadaluarsa hingga 3 tahun
pengujian dilakukan pada bulan ke-3, 6, 9, 12, 18, 24 dan 36.
Sedangkan produk yang memiliki tanggal kadaluarsa selama 20
bulan akan diuji pada bulan ke-3, 6, 9, 12, 18 dan 20. Kondisi
penyimpanannya dilakukan pada suhu 30oC ± 2oC dengan
kelembaban 75% ± 5%. Pengujian dilakukan dalam climatic
chamber.
b. Uji stabilitas jangka pendek (percepat)
Kondisi pengujian 40oC ± 2oC dengan kelembaban 75% ± 5%,
lama pengujiannya selama 6 bulan. Interval pengujian dilakukan
pada bulan ke-3 dan ke-6. Pengujian yang dilakukan meliputi
semua parameter kritis produk. Pengujiannya juga dilakukan
dalam climatic chamber.

3. Registrasi Obat
Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk
mendapatkan nomor izin edar. Obat adalah obat jadi yang termasuk
produk biologi yang merupakan bahan atau paduan bahan digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan dan kontrasepsi
untuk manusia. Tujuan dilakukannya registrasi obat adalah untuk
melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi
persyaratan efikasi, keamanan, mutu dan kemanfaatannya. Registrasi
ini diajukan kepada Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) sebagai regulator Industri Farmasi di Indonesia. Obat jadi
yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut
:
27

1) Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai


dibuktikan melalui percobaan praklinis dan uji klinis atau
bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu
pengetahuan yang bersangkutan.
2) Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi
sesuai CPOB, spesifikasi dan metode pengujian terhadap semua
bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sah.
3) Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.
4) Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
5) Khusus untuk psikotropika baru, kemanfaatan dan keamanan
lebih unggul dibandingkan dengan obat standar dan obat yang
beredar di Indonesia untuk indikasi.
6) Khusus untuk kontrasepsi untuk program nasional dan obat untuk
program lainnya harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
Adapun persyaratan pengajuan registrasi yang harus dipenuhi yaitu
sebagai berikut :
1) Obat Jadi Produk Dalam Negeri
a. Hanya dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin
sekurang- kurangnya izin prinsip.
b. Wajib memenuhi CPOB.
c. Pemenuhan persyaratan CPOB dinyatakan oleh petugas
pengawas farmasi yang berwenang setelah dilakukan
pemeriksaan setempat pada industri yang bersangkutan.
2) Obat Jadi Impor
a. Diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat dan
registrasinya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri
atau pedagang besar yang mendapat persetujuan tertulis dari
industri farmasi atau pemilik produk di luar negeri.
28

b. Industri farmasi dalam negeri dimaksud harus menunjukkan


bukti pertimbangan kegiatan impor dan ekspor yang
dilakukan.
c. Industri farmasi di luar negeri harus memenuhi persyaratan
CPOB.
d. Pemantauan persyaratan CPOB tersebut harus dibuktikan
dengan dokumen yang sesuai atau jika diperlukan dilakukan
pemeriksaan setempat oleh petugas yang berwenang tersebut
harus dilengkapi dengan data inspeksi terakhir paling lama
dua tahun yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang setempat.
3) Obat Jadi yang Dilindungi Peten
a. Hanya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri
pemegang hak paten atau industri farmasi lain atau PBF yang
ditunjuk oleh pemilik paten. Hak paten harus dibuktikan
dengan sertifikat paten.
b. Hanya boleh dilakukan apabila telah memenuhi ketentuan
paten yang berlaku di Indonesia.
Adapun kategori registrasi obat yang dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Registrasi obat baru
Registrasi obat baru terdiri atas empat kategori, yaitu :
a. Kategori 1
Kategori satu digunakan untuk registrasi obat baru dengan zat
aktif baru atau derivat baru atau kombinasi baru atau dalam
bentuk sediaan baru
b. Kategori 2
Kategori dua digunakan untuk registrasi obat dengan
komposisi lama dalam bentuk sediaan baru atau kekuatan baru
atau produk biologi sejenis.
c. Kategori 3
Kategori tiga digunakan untuk registrasi obat atau produk
biologi dengan komposisi lama dengan indikasi baru dan
29

posologi baru, serta registrasi sediaan lain yang mengandung


obat.
d. Kategori 4
Kategori empat digunakan untuk registrasi obat copy dengan
nama dagang dan obat copy dengan nama generik.
Adapun alur registrasi obat baru yang memiliki 3 jalur, yaitu :
1. Obat untuk penyakit serius dan mengancam nyawa
2. Obat dengan status peredaran terharmonisasi
3. Obat telah disetujui di tiga negara dengan sistem evaluasi
baik.

2) Registrasi variasi
Registrasi variasi adalah registrasi pada semua perubahan aspek
apapun dalam obat yang telah memiliki izin edar di Indonesia,
tetapi tidak terbatas pada perubahan formulasi, metode, proses
pembuatan, spesifikasi untuk obat dan bahan baku, wadah,
kemasan dan penandaan. Kategori yang termasuk kedalam
registrasi variasi, yaitu :
a. Kategori 4
Registrasi variasi mayor adalah registrasi variasi yang
berpengaruh bermakna terhadap aspek mutu, khasiat dan atau
keamanan obat jadi.
b. Kategori 5
Registrasi variasi minor yaitu yang memerlukan persetujuan
merupakan registrasi variasi yang tidak termasuk kategori
registrasi variasi minor dengan notifikasi maupun variasi
mayor.
c. Kategori 6
Registrasi variasi minor dengan notifikasi merupakan
registrasi variasi yang berpengaruh minimal atau tidak
berpengaruh sama sekali terhadap aspek mutu, khasiat
30

dan/atau keamanan obat jadi, serta tidak merubah informasi


pada sertifikat izin edar.

3) Registrasi ulang
Registrasi ulang adalah registrasi obat yang telah mempunyai izin
edar di Indonesia dan akan diperpanjang.Kategori yang termasuk
kedalam registrasi ulang yaitu kategori tujuh.
Registrasi obat diajukan oleh pendaftar kepada Kepala Badan
POM. Pendaftaran registrasi obat dilakukan dalam dua tahap, yaitu :
1) Pra-registrasi
prosedur registrasi yang dilakukan untuk menentukan jalur
evaluasi dan kelengkapan dokumen registrasi obat untuk kategori
1, kategori 2, kategori 3, kategori 4, kategori 5, kategori 6,
kategori 7. Pengajuan pra-registrasi disertai dengan penyerahan
dokumen pra-registrasi dan dilengkapi dengan bukti penulusuran
nama obat. Nama obat dapat merupakan nama generik atau nama
dagang berdasarkan Pedoman Umum Nama Obat. Dokumen pra-
registrasi digunakan untuk pertimbangan penetapan jalur evaluasi
dan dilengkapi dengnan laporan administratif. Jika diperlukan,
kriteria penetapan jalur evaluasi dilengkapi dengan rincian
laporan independen. Hasil pra-registrasi diberitahukan secara
tertulis kepada pendaftar dan bersifat mengikat.
Tujuan dilakukan pra-registrasi yaitu untuk penapisan
registrasi obat, penentuan kategori registrasi, penetuan jalur
evaluasi, penentuan biaya evaluasi dan penentuan dokumen
registrasi obat. Paling lama 40 hari sejak diterimanya permohonan
pra-registrasi, Badan POM akan memproses berkas pra-registrasi
yang diajukan oleh suatu industri farmasi. Setelah pra-registrasi
disetujui, bagian registrasi akan memperoleh surat hasil pra-
registrasi dan surat perintah pembayaran biaya evaluasi serta
pendaftaran.
31

Gambar 3.1. Alur Pra-Registrasi

2) Registrasi
Pengajuan registrasi dilakukan dengan menyerahkan berkas
registrasi dengan mengisi formulir registrasi dan disket disertai
bukti pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran, dan hasil pra
registrasi. Tahap registrasi harus menyerahkan berkas registrasi
dengan mengisi formulir registrasi, surat hasil pra-registrasi, surat
tanda terima, pendaftaran dan bukti pembayaran biaya evaluasi.
Formulir registrasi harus dilengkapi dengan rancangan kemasan
(etiket, dus/ bungkus luar, strip dan blister, catch cover, ampul/
vial), kemasan lain sesuai ketentuan pembungkusan, penandaan
yang berlaku, dapat dilengkapi dengan rancangan warna dan
brosur yang merupakan informasi mengenai obat, serta rancangan
kemasan khusus untuk obat generik, sesuai dengan ketentuan
mengenai spesifikasi baku obat generik.
Formulir registrasi atau disket disediakan oleh Direktorat
Penilaian obat dan produk biologi. Pendaftar diwajibkan
32

membayar biaya evaluasi. Untuk keperluan evaluasi mutu,


pendaftar harus menyerahkan contoh obat untuk tiga kali
pengujian dan bahan baku pembanding sesuai spesifikasi dan
metode pengujian zat aktif dan obat dimaksud. Pelaksanaan
penyerahan contoh dan bahan baku obat akan diteapkan tersndiri
oleh Kepala Badan POM. Registrasi obat kontrak, obat lisensi,
dan obat impor, selain harus memenuhi ketentuan registrasi obat,
juga harus menyertakan lampiran yang telah ditentukan pada
BPOM tahun 2003 Lampiran 8 Keputusan Kepala Badan POM RI
No. HK.00.05.3.1950 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat. Paling lama 20 hari setelah tanggal surat
permintaan tambahan data, pendaftar harus memberikan
tambahan data tersebut. Dan bila melewati 20 hari maka
permohonan pra-registrasi ditolak dan biaya yang sudah
dibayarkan tidak dapat diambil kembali. Dalam hal ini pendaftar
bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen yang diserahkan,
kebenaran dan keabsahan informasi yang tercantum dalam
dokumen registrasi, perubahan data dan informasi produk yang
sedang dalam proses registrasi atau sudah memiliki izin edar.
Waktu yang dibutuhkan sejak menerima berkas untuk
memberikan keputusan kepada pendaftar untuk kelengkapan
berkas registrasi diterima pada jalur 1 adalah 100 hari kerja, jalur
2 adalah 150 hari kerja dan jalur 3 untuk obat baru 300 hari kerja,
obat copy dengan STINEL dan obat khusus ekspor 80 hari kerja,
registrasi variasi kategori-6, kategori-7, kategori-8 dan kategori-9
adalah 80 harikerja, registrasi variasi kategori-10 dengan
informasi penandaan mutakhir 40 hari kerja.
Izin edar hanya diberikan kepada pendaftar yang memenuhi
persyaratan administrasi berupa hasil evaluasi efikasi, keamanan,
mutu, kemanfaatan dan penandaan. Izin edar obat berlaku 5 (lima)
tahun selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Pemberlakuan
33

kembali izin edar obat ditetapkan tersendiri oleh Kepala Badan


POM. Pendaftar yang telah mendapat izin edar wajib
memproduksi dan mengedarkan obat selambat-lambatnya 12 (dua
belas) bulan setelah tanggal persetujuan dikeluarkan. Pelaksanaan
kegiatan wajib dilaporkan dan menyerahkan kemasan siap edar
kepada Kepala Badan POM. Penyerahan kemasan siap edar
dilakukan selambat–lambatnya 1 (satu) bulan sebelum
pelaksanaan produksi, impor atau peredaran obat. Membayar
biaya tahunan izin edar sesuai ketentuan yang berlaku.

C. Produksi
Produksi adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,
mengolah, membuat, mengemas, danatau mengubah bentuk sediaan
farmasi dan alat kesehatan. Untuk menjaga mutu obat yang dihasilkan,
maka setiap tahap dalam proses produksi selalu dilakukan pengawasan
mutu In Process Control (IPC). Setiap penerimaan bahan awal baik bahan
baku dan bahan kemas terlebih dahulu diperiksa dan disesuaikan dengan
spesifikasinya. Bahan-bahan tersebut harus selalu disertai dengan
Certificate of Analisis (CoA) yang dapat disesuaikan dengan hasil
pemeriksaan. Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang
senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin
pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan spesifikasinya
(BPOM, 2006).
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin
senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.
1. Bahan Awal
a. Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan
harus memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan
34

dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi.


Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah
disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua
penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah
dicatat yang berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/ lot,
tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal daluarsa.
b. Setiap penerimaan bahan awal hendaklah dilakukan pemeriksaan
secara visual tentang kondisi umum, keutuhan kemasan,
kebocoran dan kerusakan, serta contoh untuk pengujian diambil
oleh petugas dengan menggunakan metode yang telah disetujui
oleh manajer pengawasan mutu.
c. Bahan awal yang baru tiba, harus dikarantina, sampai disetujui
dan diluluskan untuk digunakan oleh penanggung jawab
pengawasan mutu.
d. Label yang menunjukan status bahan awal hanya boleh dipasang
oleh petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab bagian
pengawasan mutu.
e. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat hendaklah
ditandai secara jelas, tersimpan terpisah dan secepatnya
dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasuk.

2. Validasi Proses
a. Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan
dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil
validasi dan kesimpulan hendaklah dicatat.
b. Apabila suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru
diadopsi, hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur
tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa
proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan
peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan
produk yang memenuhi persyaratan mutu.
35

c. Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk


perubahan peralatan atau bahan yang dapat memengaruhi mutu
produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi.
d. Hendaklah secara kritis dilakukan revalidasi secara periodik untuk
memastikan bahwa proses dan prosedur tetap mampu mencapai
hasil yang diinginkan.

3. Pencemaran
a. Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak
terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan
atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada
alat dan pakaian kerja operator. Pencemar yang paling berbahaya
adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi kuat, preparat
biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu,
bahan sitotoksik, dan bahan lain berpotensit inggi. Produk yang
paling terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral,
sediaan yang diberikan dalam dosis besar dan/ atau sediaan yang
diberikan dalam jangka waktu yang panjang.
b. Pencemaran silang hendaklah dihindarkan dengan tindakan teknis
atau pengaturan yang tepat, misal:
1) Produksi di dalam gedung terpisah (diperlukan untuk produk
seperti penisilin, hormon seks, sitotoksik tertentu, vaksin
hidup, dan sediaan yang mengandung bakteri hidup dan
produk biologi lain serta produk darah)
2) Tersedia ruang penyangg audara dan penghisap udara
3) Memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan oleh udara
yang disirkulasi ulang atau masuknya udara yang tidak diolah
atau udara yang diolah secara tidak memadai.
4) Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area dimana
produk yang berisiko tinggi terhadap pencemaran silang
diproses.
36

5) Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang


terbukti efektif, karena pembersihan alat yang tidak efektif
umumnya merupakan sumber pencemaran silang
6) Menggunakan sistem self-contained
7) Pengujian residu da nmenggunakan label status kebersihan
pada alat.

4. Sistem Penomoran Bets/Lot


a. Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci
penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap
bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat
diidentifikasi.
b. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap
pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan.
c. Sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor
bets/lot yang sama tidak dipakai secara berulang.
d. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu buku
log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal pemberian
nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan.

5. Penimbangan Dan Penyerahan


a. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
yang boleh diserahkan hanyalah yang telah diluluskan oleh bagian
pengawasan mutu.
b. Sebelum dilakukan penimbangan hendaklah dilakukan
pemeriksaan terhadap kebenaran penandaan bahan baku termasuk
label pelulusan dari bagian pengawasan mutu.
c. Setiap penimbangan atau pengukuran hendaknya dilakukan
pembuktian kebenaran, ketepatan identitas, dan jumlah bahan
yang ditimbang dan diukur oleh dua petugas secara terpisah.
37

d. Bahan baku, produk antara, dan produk ruahan hendaknya di


periksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh
supervisorproduksi sebelum diserahkan ke bagian produksi.

6. Pengembalian
a. Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk
ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah
didokumentasikan dengan benar.
b. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
hendaklah tidak dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali
memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

7. Pengolahan
a. Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa
terlebih dahulu sebelum digunakan.
b. Kondisi daerah pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan
sampai tingkat yang disyaratkan untuk kegiatan yang akan
dilakukan, sebelum pengolahan dan peralatan bebas dari bahan,
produk atau dokumen yang tidak diperlukan untuk pengolahan
yang bersangkutan.
c. Semua peralatan yang digunakan dalam pengolahan hendaklah
diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan
bersih secara tertulis sebelum digunakan.
d. Semua pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur
yang tertulis yang telah ditentukan. Tiap penyimpanan hendaklah
dilaporan dengan menyertakan alasan dan penjelasan.
e. Semua produk antara atau produk ruahan harus diberi label yang
tepat dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan
mutu.
38

8. Pengemasan
a. Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di
bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan
dan mutu produk akhir yang dikemas serta dilaksanakan sesuai
dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan
pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk.
b. Sebelum kegiatan pengemasan dimulai hendaklah dilakukan
pemeriksaan untuk memastikan bahwa peralatan dan ruang kerja
dalam keadaan bersih dan bebas dari produk, sisa produk lain atau
dokumen yang tidak diperlukan untuk kegiatan yang dilakukan.
c. Setiap penyerahan produk ruahan dan bahan pengemas hendaklah
diperiksa dan diteliti kesesuaiannya dengan prosedur pengemasan
induk atau perintah pengemasan khusus.

9. Pengawasan Selama Proses


Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah
diambil sampel pada awal, tengah dan akhir proses oleh personil yang
ditunjuk.
Pengawasan selama proses hendaklah mencakup, tapi tidak
terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:
a) semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk
hendaklah diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan
atau pengemasan; dan
b) kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan
dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya
dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai
dengan yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.
39

10. Bahan Dan Produk Yang Ditolakdan Dipulihkan


a. Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang
jelas dan disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area).
Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada
pemasoknya atau, bila dianggap perlu, diolah ulang atau
dimusnahkan. Langkah apa pun yang diambil hendaklah lebih
dulu disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu) dan dicatat.
b. Pemulihan semua atau sebagian dari bets sebelumnya, yang
memenuhi persyaratan mutu, dengan cara penggabungan ke
dalam bets lain dari produk yang sama pada suatu tahap
pembuatan obat, hendaklah diotorisasi sebelumnya. Pemulihan ini
hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan setelah dilakukan evaluasi terhadap risiko yang
mungkin terjadi, termasuk kemungkinan pengaruh terhadap masa
edar produk. Pemulihan ini hendaklah dicatat

11. Bahan Dan Produk Kembalian


a. Bahan Dan Produk jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik
misalnya karena label atau kemasan luar yang kotor dapat diberi
label kembali dan harus hati-hati untuk menghindari campur baur
dengan produk lain atau terjadinya kesalahan pemberian label.
b. Bahan Dan Produk jadi yang dikembalikan dari peredaran dan
sudah lepas dari pengawasan pabrik pembuat, setelah dievaluasi
secara kritis oleh petugas pengawasan mutu dan ternyata
memenuhi standar, spesifikasi dan karakteristik yang ditetapkan
maka, dapat dipertimbangkan untuk dijual kembali, diberi label
kembali atau diolah kebets berikutnya, bilamana ada keraguan
terhadap mutu, produk ini tidak boleh dipertimbangkan untuk
didistribusikan kembali atau diolah ulang.
40

12. Dokumentasi
Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya hendaklah
didokumentasikan dan dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan,
dokumentasi hendaklah mencakup berita acara pemusnahan yang
diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang melaksanakan
dan personil yang menyaksikan pemusnahan.

13. Karantina Obat


Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian
sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan.
Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang
ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan
pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.
Pelulusan akhir produk hendaklah didahului dengan penyelesaian
yang memuaskan dari paling tidak hal sebagai berikut:
a. produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi
pengolahan dan pengemasan;
b. sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah
yang mencukupi untuk pengujian di masa mendatang;
c. pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai
hasil pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu;
d. rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima;
e. produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah
yang tertera pada dokumen penyerahan barang.

14. Catatan Pengendalian Pengiriman Obat


a. Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk
memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih
dahulu.
b. Sistem distribusi hendaklah menghasilkan catatan sedemikian rupa
sehingga distribusi tiap bets/lot obat dapat segera diketahui untuk
41

mempermudah penyelidikan atau penarikan kembali jika


diperlukan.
c. Prosedur tertulis mengenai distribusi obat hendaklah dibuat dan
dipatuhi.
d. Penyimpangan terhadap konsep First-In First-Out (FIFO) atau
First-Expire First-Out (FEFO) hendaklah hanya diperbolehkan
untuk jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan
manajemen yang bertanggung jawab.

15. Penyimpanan Bahan Awal, Produk Antara, Produk Ruahan Dan


Produk Jadi
Semua bahan hendaklah disimpan secara rapih dan teratur
untuk mencegah resiko tercampur baur atau pencemaran serta
memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

16. Pembuatan Obat Berdasarkan Kontrak


a. Pembuatan obat berdasarkan kontrak berarti pembuatan sebagian
atau keseluruhan dari suatu obat oleh satu atau lebih pabrik
pembuat (disebut penerima kontrak) untuk kepentingan pihak lain
(disebut pemberi kontrak).
b. Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak
telah memiliki izin oprasional dan sertifikat CPOB yang sesuai
dengan bentuk sediaan obat yang akan di kontrakkan.

D. Departement Quality Control (QC)


1. Definisi Departement Quality Control (QC)
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa
produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang
berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk
42

mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada


distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan
sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua
pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan
untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya
telah dibuktikan memenuhi persyaratan.

2. Tugas dan Tanggung Jawab Departement Quality Control (QC)


Tugas Utama Departemen Quality Control
a. Memastikan bahwa bahan awal untuk produksi obat memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian,
kualitas dan keamanannya → pemeriksaan bahan awal
b. Memastikan bahwa tahapan-tahapan proses produksi obat telah
dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan →
Pengawasan selama proses Produksi (In Process Control/IPC)
c. Memastikan bahwa semua pengawasan selama proses dan
pemeriksaan laboratorium terhadap suatu batch obat telah
dilaksanakan dan batch tersebut memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan sebelum didistribusikan → Evaluasi prosedur
produksi dan pengkajian catatan produks
d. Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu
peredaran yang telah ditetapkan → Program stabilitas

Tanggung Jawab Personil Departement Quality Control


1. Analis
Bertanggung jawab menggunakan alat dengan baik sesuai dengan
prosedur dan bertanggung jawab dalam melaporkan kepada QC
Supervisor bila terjadi kerusakan pada alat.
43

2. Quality Control Supervisor


Bertanggung jawab memastikan analis menggunakan alat sesuai
prosedur dan bertanggung jawab membantu bila terjadi kerusakan
alat.
3. Quality Control Manager
Bertanggung jawab membantu bila terjadi kerusakan alat.

E. Departement Quality Assurance (QA)


1. Definisi Departement Quality Assurance (QA)
Departemen Quality Assurance (QA) merupakan departemen yang
bertanggung jawab dalam pemastian mutu suatu produk serta
pemastian keseluruhan sistem yang dibuat dengan tujuan agar seluruh
proses produk industri fasmasi yang dihasilkan memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan serta dapat menghasilkan produk yang
berkualitas dan aman dalam pemakaiannya. Tahapan Quality
Assurance (QA) meliputi monitoring, memeriksa, dan uji-tes semua
proses produksi yang terjadi atau terlibat dalam proses produksi suatu
produk dalam perusahaan.

2. Pemastian Mutu Menurut CPOB


Pemastian Mutu menurut CPOB tahun 2012 merupakan semua hal
yang mencakup baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang
akan mepengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian Mutu
merupakan totalitas pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk
memastikan bahwa obat yang dihasilkan dengan mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Sistem pemastian mutu yang benar dan
tepat bagi pembuatan obat hendaklah memastikan bahwa :
a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara
memerhatikan persyaratan CPOB
b. Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas
dan menerapkan CPOB
44

c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian


jabatan
d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan
penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar
e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan
selama proses lain serta dilakukan validasi
f. Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses,
pengemasan dan pengujian tiap bets dilakukan sebelum
memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi produk jadi.
Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk
kondisi produksi, hasil pengujian selama proses, pengkajian
dokumen pembuatan (termasuk pengemasan), pengkajian
penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan
persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan dalam
kemasan akhir.
g. Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala manajemen
mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi
dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan
dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk
h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa
produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap terjaga selama masa simpan obat
i. Tersedia prosedur inspeksi diri dan audit mutu yang secara
berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian
mutu
j. Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan
disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan
oleh perusahaan
k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat
45

l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak


pada mutu produk
m. Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui
n. Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi
proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan

3. Tugas dan Tanggung Jawab Departement Quality Assurance (QA)


a. Menyiapkan, memeriksa dan menetapkan prosedur-prosedur
pengawasan mutu, program validasi, prosedur-prosedur dalam
proses CPOB.
b. Menetapkan spesifikasi bahan awal, produk antara, produk
ruahan, dan obat jadi.
c. Memastikan tahapan proses obat yang telah dilaksanakan sesuai
prosedur yang telah ditetapkan dan telah tervalidasi, antara lain
melalui evaluasi dokumentasi produksi terdahulu.
d. Bertanggung jawab atas pelaksanaan inspeksi diri dalam pelatihan
CPOB
e. Merumuskan dan menetapkan kebijakan mutu perusahaan
f. Melakukan evaluasi terhadap materi pelatihan karyawan, terutama
yang terkait dengan CPOB.
g. Bertanggung jawab terhadap seluruh dokumentasi protap,
pelatihan, penyimpangan bets, penarikan obat kembali dan
penanganan keluhan.
h. Bertanggung jawab terhadap mutu obat.
i. Mengevaluasi atau mengkaji catatan bets
j. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait
k. Mengevaluasi dan mengotorisasi semua prosedur tertulis dan
dokumen lain, yang berkaitan atau berdampak pada mutu produk,
termasuk amandemen.
l. Menyetujui seluruh perubahan sebelum ditetapkan.
46

m. Memberikan persetujuan terhadap laporan penyimpangan.


n. Menyetujui seluruh sistem dokumentasi perusahaan (protap,
spesifikasi, master batch, batch record, protoKol, dan laporan
validasi, program kalibrasi, serta audit lingkungan).
o. Melakukan Product Quality Review (PQR) sesuai jadwal yang
ditetapkan

4. Ruang Lingkup QA
1. Personalia
Karyawan harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-
masing, serta memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik
sehingga mampu untuk melaksanakan tugas secara professional.
Maka diperlukan kualifikasi personalia yang sudah tercantum
dalam prosedur tetap (protap) yang harus mendapat persetujuan
dari QA Manajer dan Direksi Perusahaan. Untuk pedoman
pelaksanaan tugas (jobdescription) penyusunan dilakukan oleh
bagian personalia dengan persetujuan QA Manajer.

2. Sistem Dokumentasi
Sistem Dokumentasi merupakan bagian dari sistem
informasi, untuk memastikan bahwa karyawan mendapat instruksi
yang jelas dan rinci mengenai bidang tugas yang harus
dilaksanakan meliputi:
a. Prosedur tetap (Standard Operating Procedure / SOP)
b. Spesifikasi (bahan baku, bahan pengemas dan produk jadi)
c. Catatan pengolahan batch atau catatan pengemasan batch
(batch processing record)
d. Identifikasi (kode atau penomoran protap, peralatan, batch)
e. Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina,
rejected)
47

f. Protokol laporan kualifikasi atau validasi


g. Dokumen registrasi
h. Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan produksi dan
lain-lain.

3. Inspeksi Diri
Inspeksi diri dilakukan untuk mengkaji kembali secara
objektif seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap aspek yang
berpengaruh pada jaminan mutu (Quality Assurance), inspeksi diri
bertujuan untuk mengetahui kekurangan baik yang kritis
berdampak besar maupun yang berdampak kecil serta dapat
menetapkan cara yang efektif untuk mencegah dan
memperbaikinya. Aspek-aspek yang perlu diinspeksi yaitu :
1. Karyawan
a. Catatan kesehatan
b. Catatan pelatihan
c. Sanitasi hygiene
2. Bangunan
a. Kualitas ruangan produksi
b. Sistem HVAC atau AHU
3. Dokumentasi
a. Batch record
b. Protap
c. Spesifikasi
d. Protokol
e. Laporan validasi atau kualifikasi
f. Kartu stock
g. Penandaan
h. Catatan distribusi
i. Product Quality Review (PQR)
48

4. Produksi
a. Pengisian catatan batch
b. Penandaan alat
c. Pelaksanaan proses produksi
d. Resiko mix-up
e. Cross contamination
5. Pengawasan mutu
a. Validasi atau verifikasi metode analisa
b. Uji kesesuaian sistem (HPLC, Spektrofotometri UV-Vis,
GC dan lain-lain)
c. Personalia (kompeten dan terlatih) setelah pelaksanaan
inspeksi diri disusun laporan inspeksi diri serta dibuat
rencana aksi perbaikan (Correktive Action Plan / CAP).

4. Penangan Keluhan, Obat Kembalian dan Penarikan Kembali Obat


Jadi
1. Penanganan keluhan
Penangan keluhan merupakan semua hal yang menyangkut
mutu atau kualitas dari obat yang di produksi dan efek samping
yang merugikan atau masalah efek terapetik dengan dibuat
laporan dan dikategorisasikan selanjutnya dibuat trend analysis
sebagai pedoman untuk membuat langkah-langkah
pencegahan.
2. Obat kembalian
Penangan obat kembalian dengan membuat protap prosedur
tata cara pengembalian, serta memuat kriteria obat yang
dikembalikan, dan prosedur analisis obat kembalian serta
menetapkan obat dapat diproses kembali atau dimusnahkan.
49

3. Penarikan kembali obat jadi


Penarikan obat jadi dilakukan apabila ditemukan adanya
produk obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas
dasar pertimbangan efek samping obat.

5. Quality Sistem
a. Change Control
Change control bertujuan untuk memastikan agar setiap
perubahan yang terjadi baik yang direncanakan maupun yang
tidak direncanakan dapat dimonitori. Beberapa kategori change
control yaitu : perubahan ukuran batch, perubahan peralatan,
perubahan formulasi, perubahan kemasan, dan lain sebagainya.
b. Deviasi
Deviasi adalah segala aspek pembuatan obat yang tidak sesuai
dengan prosedur pabrik, contohnya salah penandaan expired
date, adanya semut atau kontaminasi saat mixing atau
granulasi, salah penimbangan, ada spot pada tablet dan lain-
lain.

6. Complain
a. Retur
Retur merupakan pengembalian produk oleh distributor karena
suatu alasan atau sebab tertentu.
b. Recall
Penarikan obat kembali (Recall) bertujuan untuk mencegah
dan menindaklanjuti apabila terdapat obat yang telah tersebar
dipasaran yang kemudian menimbulkan resiko yang merugikan
konsumen. Beberapa macam penyebab penarikan kembali
obat, yaitu :
1) Minor
2) Mayor
50

3) Kritis
c. Complain
Complain atau keluhan pada suatu obat dapat berasal dari
konsumen, apotek ataupun distributor. Setiap keluhan
ditangani oleh departemen QA yang kemudian akan dilakukan
analisa dengan membandingkan dengan hasil pemeriksaan
pada contoh yang tertinggal (Retain Sampel). Contoh keluhan
yang ada biasanya kapsul penyok.
d. Product Quality Review (PQR)
Product Quality Review (PQR) dibuat dengan tujuan untuk
menyusun suatu sistem dalam melaksanakan dan memeriksa
pengkajian tahunan atas produk sesuai dengan persyaratan
CPOB yang dilakukan setahun sekali dengan produk yang
pembuatannya minimal 3 bacth dalam setahun. Selain itu, PQR
juga digunakan dengan tujuan untuk melihat profil produk dari
tahun ke tahun. Terdapat beberapa hal dalam membuat laporan
PQR, meliputi :
1. Periode
2. Jumlah batch
3. Deskripsi produk
4. Hasil pengujian In Proses Control dan produk jadi
5. Bahan baku dan vendor yang dipakai
6. Bahan kemas dan vendor yang dipakai
7. Lampiran tabel dan grafik
8. Pemantauan lingkungan berupa RH ruangan, temperatur
ruangan, dan perbedaan tekanan antar ruangan.
9. Penyimpangan (Deviasi)
10. HULS
11. Keluhan (Complaint)
12. Kegagalan batch (Batch reject)
13. Perubahan (Change control)
51

14. Penarikan kembali (Retur)


15. Recall
16. Stabilitas Produk
17. Validasi berupa validasi proses, validasi metode analisa,
validasi pembersihan.
18. Sistem penunjang HVAC
19. Kualifikasi alat
20. CAPA dari PQR periode sebelumnya
21. Kelainan atau masalah yang selalu terjadi
22. Training CPOB
23. Evaluasi dari departemen produksi, departemen QC dan
departemen QA.
24. Kesimpulan
25. Rekomendasi
e. Audit Mutu
CPOB merupakan panduan dari bagian QA untuk memastikan
bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten. Agar
seluruh aspek selalu sesuai dengan CPOB maka departemen
QA dapat melakukan audit, yang terdiri dari dua macam, yaitu:
1. Audit internal
Audit internal dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi
apakah semua proses produksi dan pengawasan mutu
industri memenuhi ketentuan CPOB dengan menggunakan
cara interview yang dilakukan oleh tim audit dan tim audit
kemudian akan memberikan tindakan perbaikan jika
terdapat ketidaksesuaian. Personil Tim Audit (Auditor)
merupakan personil yang memahami CPOB dan yang telah
mendapatkan pelatihan dari auditor yang berpengalaman.
2. Audit eksternal
Audit eksternal dilakukan oleh pihak ketiga yang
berhubungan dengan industri yang bersangkutan seperti
52

pemasok (supplier) atau pembuatan obat kontrak (toll in


dan toll out), selain itu, audit eksternal dapat berasal dari
BPOM untuk mengetahui kesesuaian pembuatan obat
dengan CPOB dan audit registrasi.

7. Validasi dan Kalibrasi


Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang
sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem,
perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi
maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang
diinginkan. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan dan
dirinci serta didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi
(RIV).
Validasi meliputi :
1. Validasi proses
Validasi proses merupakan tindakan pembuktian yang
didokumentasikan bahwa proses yang dilakukan dalam batas
parameter yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan
memberikan hasil yang konsisten sehingga dihasilkan produk
jadi yang memenuhi spesifikasi dan mutu yang ditetapkan.
2. Validasi pembersihan
Validasi pembersihan dilakukan untuk mengetahui keefektivan
prosedur pembersihan yang dilakukan.
3. Validasi metode analisa
Validasi metode analisa digunakan untuk tujuan membuktikan
bahwa semua metode analisa yang digunakan dalam pengujian
sesuai dengan tujuan penggunaan dan selalu dapat memberikan
hasil yang konsisten.
Kalibrasi merupakan bagian dari kualifikasi, dengan interval
pengujian yang lebih sempit. Kalibrasi adalah suatu tindakan untuk
menentukan tingkat kesamaan nilai yang diperoleh dari suatu alat
53

ukur yang direpresentasikan dari pengukuran bahan dan


membandingkan dengan nilai yang telah diketahui dari suatu acuan
standart internasional yang lebih tinggi (kalibrator).

8. Corrective Action and Preventive Action (CAPA)


CAPA merupakan suatu tindakan yang diambil guna
memperbaiki dan mencegah produk yang bermasalah terulang
kembali. Ada beberapa hal yang terdapat didalam CAPA, yaitu :
1. Temuan masalah
2. Klasifikasi (Kritis, Mayor, Minor)
3. Persyaratan sesuai dengan CPOB
4. Gap analisa (analisis masalah)
5. CAPA (tindakan perbaikan yang akan dilakukan dan tindakan
pencegahan agar tidak terulang kembali)
6. Status (open atau closed)
7. Timeline (waktu pelaksanaan perbaikan)
8. Bukti perbaikan (nomor referensi)
9. Person in charge (penanggung jawab tindak perbaikan)

F. Departement Teknik
1. Air Untuk Industri Farmasi
Air adalah senyawa kimia yang merupakan hasil ikatan dari unsur
hidrogen (H2) yang bersenyawa dengan unsur oksigen (O) dan
membentuk senyawa H2O. Air untuk produksi (Air untuk Penggunaan
Farmasi/APF atau Water for Pharmaceutical Use/WPU) memegang
peranan penting dan kritis dalam industri farmasi. Hal ini disebabkan
beberapa hal, antara lain :
 Air merupakan bahan baku, dalam jumlah besar, terutama untuk
produk Sirup, Obat suntik cair, cairan infus, dan lain-lain
sehingga apabila tercemar, beresiko sangat fatal bagi pemakai.
54

 Untuk memastikan produksi obat yang bermutu dan aman bagi


para pengguna.
Terdapat tiga hal yang diatur didalam sistem pengolahan air, yaitu :
1. Spesifikasi Mutu Air
Spesifikasi mutu air dapat dibagi menjadi beberapa “grade”
diantaranaya :
a. Air Pasokan (Feed Water)
b. Air Murni (Purified Water)
c. Air dengan Tingkat Pemurnian yang Tinggi (Highly Purified
Water/HPW)
d. Air Untuk Injeksi (Water for Injection/WFI)
e. Air dengan Mutu Tertentu untuk Proses dan Pembuatan
Bentuk Sediaan

2. Sistem Pemurnian Air


Sistem pemurnian air tidak ditetapkan dalam kompendia,
terkecuali pada pembuatan WFI (Water For Injection). Jadi
Industri Farmasi masing-masing “bebas” untuk menentukan
sistem mana yang paling sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Desain, konfigurasi dan tata letak peralatan pemurnian air, sistem
penyimpanan dan distribusi harus mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :

 Ketersediaan ruang untuk instalasi


 Beban struktural dalam bangunan
 Ketersediaan akses yang memadai (terutama untuk
pemeliharaan dan pengawasan)
 Kemampuan penanganan bahan kimia untuk regenerasi dan
sanitasi secara aman.
55

3. Sistem Penyimpanan dan Distribusi Air


Sistem penyimpanan dan distribusi merupakan salah satu
bagian penting dari seluruh sistem, dan harus dirancang
terintegrasi sepenuhnya dengan komponen sistem pemurnian air.
Sistem penyimpanan dan distribusi harus dikonfigurasikan untuk
mencegah kontaminasi berulang terhadap air setelah pengolahan.
Konfigurasi ini harus menerapkan kombinasi pemantauan online
dan offline untuk menjamin spesifikasi air yang tepat
dipertahankan. Selanjutnya, setelah air dimurnikan dengan
menggunakan metode yang sesuai, dapat digunakan secara
langsung atau lebih sering, disalurkan ke dalam tangki
penyimpanan untuk didistribusikan ke titik pengguna.

2. Pengolahan Limbah
Pengolahan limbah bertujuan untuk mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan dilakukan dengan mengurangi jumlah dan
kekuata air limbah industri sebelum dibuang keperairan penerima.
a. Jenis limbah
1. Limbah cair
Limbah cair merupakan limbah yang ditampung pada bak
kontrol, sebelum disalurkan pada penyaluran limbah cair
harus di cek kadar BOD, TOC, serta pH
2. Limbah padat
Limbah padat merupakan non B3 yang nanti pembuangannya
akan diambil oleh PEMDA.
3. Limbah gas
Limbah gas merupakan limbah yang terdiri dari bermacam-
macam senyawa kimia seperti karbomonoksida (CO), karbon
dioksida (CO2), nitrogen oksida (Nox), sulfur dioksida (so2),
asam khlorida (Hcl), ammonia (NH3), klorin (cl2).
56

b. Teknik pengolahan air limbah


1. Pengolahan air limbah secara kimia
Dengan menggunakan bahan kimia untuk mengurangi
konsentrasi zat pencemaran dalam air limbah. Prosesnya
meliputi netralisasi, presipitasi, khlorinasi, koagulasi,
flokulasi.
2. Pengolahan air limbah secara fisika
Dengan menggunakan teknik atau metode pemisahan.
3. Pengolahan air limbah secara biologi
Dengan menggunakan mikroorganisme seperti ganggang,
bakteri, protozoa dengan tujuan untuk menghilangkan bahan
organik, anorganik, dan posfat. Prosesnya meliputi aerob,
anaerob, fakultatif.

3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


a. Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
kesehatan dan keselamatan kerja merupakan upaya untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera serta
bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga
kerja yang diatur dalam UU No 1 Tahun 1970. Dengan
menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan
kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya
kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu
keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk
menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi.

b. Tujuan kesehatan dan keselamatan kerja (K3)


Untuk menghindari hal-hal atau kondisi yang tidak kita
inginkan dan menggapai tujuan yang ingin dicapai berupa hasil
kerja yang maksimal. Tujuan utama K3 untuk mencegah terjadinya
57

kecelakaan kerja terhadap para pekerja agar tidak mengalami


cedera. 3 (tiga) tujuan utama dalam Penerapan K3 berdasarkan
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
yaitu antara lain :
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan
orang lain di tempat kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara
aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
Adapun tujuan yang sudah di simpulkan dari Undang-Undang
nomor 1 tahun 1970 yaitu sebagai berikut :
a. Mencegah dan mengurangi dan memadamkan kebakaran
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan dari pada
waktu kebakaran atau kejadian - kejadian lain yang berbahaya
e. Memberi pertolongan pada kecelaka.

c. Syarat-syarat keselamatan kerja menurut UU No 1 Tahun 1970


Syarat-syarat Keselamatan Kerja menurut UU No 1 Tahun
1970 tentang Ketenagakerjaan. Dengan peraturan perundangan
ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaraan
c. mencegah dan mengurangi bahaya perledakan
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada
waktu kebakaranatau kejadian lain yang berbahaya
e. memberi pertolongan pada kecelakaan
f. memberi alat perlindungan diri kepada para pekerja
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar
luasnya suhu,kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas,
58

hembusan angin, cuaca, sinaratau radiasi, suara dan


getaran.
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat
kerja, baik physikmaupun psychis, peracunan, infeksi dan
penularan.
i. memperoleh penerengan yang cukup dan sesuai
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
l. memilihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proseskerjanya
n. mengamankan dan mempelancar pengangkutan orang, biatang,
tanaman atau barang.
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat,
perlakukan dan penyimpanan barang.
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah
tinggi.

d. Ruang lingkup keselamatan kerja menurut UU No 1 Tahun


1970
Pelaksnaan UU NO.1 Tahun 1970 di tentukan oleh 3 unsur :
1. Tempat kerja : digunakan untuk kegiatan usaha
2. Tenaga kerja : melakukan pekerjaan untuk keperluan usaha.
3. Sumber bahaya : berpotensi sebagai penyebab kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
59

e. Penyebab Terjadinya Api danPenggunaan APAR (Alat


Pemadam Api Ringan)
Api merupakan oksidasi cepat terhadap suatu material dalam
proses pembakaran kimiawi, yang menghasilkan panas, cahaya dan
berbagai hasil reaksi kimia lainnya. Tiga hal yang menjadi
penyebab terjadinya api, yaitu oksigen, bahan bakar dan percikan.
Api dapat dipadamkan menggunakan hydran ataupun APAR (Alat
Pemadam Api Ringan), adapun langkah-langkah penggunaan
APAR sebagai berikut :
1. Tarik atau lepas pin penguji tuas APAR atau tabung pemadam.
2. Arahkan selang ketitik pusat api mengikuti arah angin.
3. Tekan tuas untuk mengeluarkan isi APAR atau tabung
pemadam.
4. Sapukan secara merata sampai api padam.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan segala
aspek CPOB di PT.Sunthi Sepuri yang telah menerapkan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam rangkaian produksi atau
pembuatan obatnya, meliputi aspek manajemen mutu, personalia,
bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,
pengawasan mutu, inspeksi diri, audit mutu, audit dan persetujuan
pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan produk,
dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi
dan validasi.
2. Seorang Apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan penting,
yaitu sebagai kepala bagian pengembangan formula, kepala bagian
produksi, kepala bagian pengawasan mutu, kepala bagian pemastian
mutu. Penerapan ilmu dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang
apoteker akan meningkatkan kualitas produk obat yang dihasilkan
oleh industri farmasi semakin baik dari waktu ke waktu.

B. Saran
1. PT.Sunthi Sepuri yang telah menerapkan sistem yang baik, terutama
dalam menejemen proses produksi, pengawasan mutu, dan pemastian
mutu sebaiknya terus meningkatkan pengkajian dan evaluasi terhadap
efektivitas sistem dikelola PT.Sunthi Sepuri. Dengan demikian,
kinerja setiap bagian dalam perusahaan dapat ditingkatkan lebih baik.
2. PT.Sunthi Sepuri sebaiknya terus meningkatkan pemahaman setiap
karyawanya akan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam
kaitanya dengan bidang kerjanya dan secara mendasar. Pemahaman
ini pun harus terus diperbaharui menyesuaikan dengan pembaharuan
dari lembaga regulator, yaitu Badan POM.

60
DAFTAR PUSTAKA

Antonakis, N., and B. Achilldelis, 2001, The dynamics of techonological


innovation :the case of the pharmaceutical industry. Research Policy
Badan POM .(2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI.
Badan POM. (2003).Keputusan BPOM RI Nomor : HK.00.05.3.1950 tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta: Pengawasan Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Badan POM. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.Jakarta.Hal. 1-
122
Badan POM. (2009).Petunjuk Operasiona Pelaksanaan Cara Pembuatan Obat
yang Baik. Jakarta.Hal. 1-200.
Depkes RI. (1990). Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Caraa Pelaksanaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta.
Indonesia.Undang-Undang Tentang Keselamatan Kerja.UU No. 1 Tahun 1970,
LN No.1 Tahun 1970, TLN No. 3460

61
62

LAMPIRAN RUANG LABOLATORIUM QC

Struktur Organisasi Lab. QC Denah Lab. QC

Denah Ruang Preparasi QC Ruang Preparasi Lab. QC

Ruang Penyimpanan Reagent Ruang Alat Ukur

Ruang Alat Instrument Ruang Mikrobiologi


63

pH Meter Timbangan Analitik Metler Toledo

Disolution Tester Spektrometer Infra Red


64

LAMPIRAN RUANG R&D

Mesin Cetak Tablet Mini Oven

Super Mixer HPLC

Chamber Uji Stabilita Jangka Pendek Chamber Uji Stabilita Jangka Panjang

Mini Mixer Disolution Tester Mini Mixer


65

LAMPIRAN PRODUKSI

Ruang Loker Tamu Ruang Cuci

Ruang Equiptment Mesin Mixing 2

Mesin Fluid Bed Dryer Mesin Compactor

Ruang IPC 1 Mesin Compressing 1


66

Ruang WIP Ruang Stagging

Weighing Air Lock Material

Mesin Sugar Coating Ruang Drying

Mesin Film Coating Ruang Preparation


67

Mesin Polishing Mesin Filling Capsule

Drum Mixing Mixing Liquid

Filling Liquid Mesin Mixing 1

Mesin Compressing 2 Mesin Compressing 3


68

Mesin Compressing 4 Mesin Blistering

Mesin Stripping Ruang Supervisor

Ruang IPC 2 Ruang Cuci Botol

Area Kemas Sekunder WIP Psikotropika

Locker Wanita Air Lock Locker Pria


69

LAMPIRAN PROSEDUR PELABELAN (SPO-QA-0022)


JENIS LABEL SEMUA DEPARTEMEN

1. Label Bahan Baku / Kemas

2. Label Diambil Contoh (Sampled)

3. Label Karantina
70

4. Label Diluluskan BAhan Baku & Kemas

5. Label Bersih Alat QC

6. Label Timbang

7. Label Produk Normal


71

8. Label Produk Hormon

9. Labeling (Label Produk Untuk Pengemasan)

10. Label Bersih Ruangan


72

11. Label Bersih Alat

12. Label Diluluskan Produk Ruahan dan Antara

13. Label Diluluskan Untuk Produk Jadi


73

14. Label Di Tolak

15. Label Kalibrasi

16. Label Kualifikasi

17. Label Mesin Rusak


74

18. Label Under Maintenance

19. Label Karantina R&D (Trial)

20. Label Diluluskan R&D (Trial)


75

21. Label Di Tolak R&D (Trial)

22. Label Status Proses Trial R&D

23. Label Status Kemas Trial R&D

24. Label Bersih Alat R&D

LABEL BERSIH ALAT R&D

Nama Alat :
Ex. Trial :
Tgl. Cuci :
Dibersihkan
oleh :
Tanggal :
F-R&D-0026/00/101117

Anda mungkin juga menyukai