Anda di halaman 1dari 20

SUPPOSITORIA

OLEH :

Gede Budiman 20089016004


Kadek Linda Meta Valentine 20089016008
Ni Luh Yuni Naintina 20089016020

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
Rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang
membahas tentang Suppositoria. Terima kasih penulis ucapkan kepada para
pengajar atas bimbingan dan pendidikan yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Penulis sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
kesempurnaannya. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penulis yang sedang menempuh pendidikan dan
dapat dijadikan pelajaran bagi teman teman.

Kubutambahan, 17 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1..................................................................................................................Lat

ar Belakang.............................................................................................. 1

1.2..................................................................................................................Ru

musan Masalah `..................................................................................... 1

1.3..................................................................................................................Tuj

uan........................................................................................................... 1

1.4..................................................................................................................Ma

nfaat......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1..................................................................................................................

Suppositoria............................................................................................. 2

2.2..................................................................................................................

Basis – basis suppositoria........................................................................ 7

2.3..................................................................................................................

Evaluasi sediaan suppositoria................................................................. 12

BAB III PENUTUP

1.1..................................................................................................................Kes

impulan ................................................................................................... 15

iii
1.2..................................................................................................................Sar

an ............................................................................................................ 15

Daftar Pustaka

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sediaan suppositoria?
1.2.2 Apa saja basis – basis Suppositoria?
1.2.3 Bagaimana evaluasi sediaan suppositoria?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Memahami tentang suppositoria
1.3.2 Memahami tentang basis – basis suppositoria
1.3.3 Memahami tentang evaluasi sediaan suppositoria

1.4 Manfaat Penulisan


Pembaca bisa lebih memahami mengenai tentang apa itu suppositoria,
bagaimana cara memebuat, keuntungan sediaan suppositoria, basis – basis
suppositoria, dan evaluasi sediaan suppositoria.
1.4.1

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Suppositoria
a. Definisi suppositoria
Suppositoria menurut Farmakope Indonesia Edisi IV adalah
sediaan padat dalam berbagai bobot dan berbetuk torpedo yang
diberikan melalui rektal, vagina, atau uretra. Umumnya, sediaan ini
meleleh, melunak, atau melarut dalam suhu tubuh. Suppositoria dapat
bertindak sebagai pelindung jaringan setempat atau sebagai pembawa
zat terapeutik yang bersifat local atau sistemik.
Bahan dasar yang digunakan harus dapat larut dalam air atau
meleleh pada suhu tubuh. Bahan dasar yang sering digunakan adalah
lemak coklat (oleum cacao), polietilengli-kol atau lemak tengkawang
(oleum shoreae) atau gelatin. Bobot supositoria jika tidak dinyatakan
lain adalah 3 g untuk orang dewasa dan 2 g untuk anak. Suppositoria
harus disimpan pada tempat tertutup baik dan ditempat yang sejuk.
b. Macam – macam suppositoria
Suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya dikelompokkan
menjadi suppositoria rektal, vaginal, dan uretral.
1. Suppositoria rektal
Suppositoria rektal sering disebut suppositoria saja, berbentuk
peluru, dan digunakan melalui rektal atau anus, dengan bobot
menurut Farmakope Indonesia Edisi IV kurang lebih 2 gram.
Suppositoria rektal berbentuk torpedo dan mempunyai keuntungan,
yaitu apabila bagian yang besar masuk melalui jaringan otot
penutup dubur, suppositoria akan tertarik masuk dengan
sendirinya.
2. Suppositoria vaginal (ovula)
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, suppositoria vaginal
mengandung bahan dasar yang dapat larut/bercampur dengan air,
seperti PEG atau gelatin tergliserinasi, dengan bobot 5 gram.
Suppositoria dengan bahan dasar gelatin tergliserinasi (70 bagian

2
gliserin, 20 bagian gelatin, dan 10 bagian air) harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu di bawah 35°C.
Pembuatan ovula dapat juga menggunakan lemak coklat atau
campuran PEG dalam berbagai perbandingan. Suppositoria vaginal
umumnya berbentuk telur, mudah melunak dan meleleh pada suhu
tubuh, dapat melarut, dan digunakan lewat vagina. Bobot ovula
adalah 3-6 gram, umunya 5 gram. Suppositoria kempa atau
suppositoria sisipan adalah suppositoria vaginal yang dibuat
dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai
atau dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.
3. Suppositoria uretral (bacilla, bougies)
Suppositoria uretral digunakan lewat uretra (saluran kemih),
berbentuk batang panjang antara 7 cm hingga 14 cm
c. Tujuan penggunaan sediaan suppositoria
Penggunaan obat bentuk suppositoria dilakukan untuk beberapa tujuan
berikut:
1. Suppositoria dipakai untuk pengobatan lokal, baik dalam rektum
maupun vagina atau uretra, seperti penyakit hemoroid
(wasir/ambeien) dan penyakit – penyakit infeksi pada area tersebut.
2. Suppositoria secara rektal juga digunakan untuk distribusi obat
secara sistemik karena area rektal dapat mengabsorpsi obat melalui
membran mukosanya.
3. Suppositoria digunakan apabila penggunaan obat secara oral tidak
memungkinkan, seperti pasien mudah muntah atau tidak sadar.
4. Suppositoria digunakan untuk memperoleh aksi kerja awal secara
cepat karena obat diabsorpsi melalui mukosa rektal, langsung
masuk kedalam sirkulasi darah.
5. Suppositoria digunakan untuk menghindari rusaknya obat oleh
enzim – enzime di dalam saluran pencernaan dan perubahan obat
secara biokimia di dalam hepar.
d. Keuntungan menggunakan sediaan suppositoria

3
Keuntungan penggunaan obat dalam suppositoria dibandingkan per
oral adalah:
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh asam lambung dan enzim
– enzim pencernaan.
3. Obat dapat langsung masuk kedalam saluran darah sehingga obat
dapat menghasilkan efek lebih cepat dari pada penggunaa obat per
oral.
4. Baik digunakan untuk pasien yang mudah muntah dan tidak sadar.
e. Faktor – faktor yang mempengaruhi absorpsi obat sediaan
suppositoria
Factor – factor yang mempengaruhi absorpsi suppositoria secara rektal
adalah:
1. Faktor fisiologis
Rectum mengandung sedikit cairan dengan pH 7,2 dan pakasitas
daparnyan rendah. Epitel rektum keadaannya berlipoid (berlemak)
sehingga lebih permeable terhadap obat yang tidak terionisasi (obat
yang mudah larut dalam lemak).
2. Factor fisika kimia dari obat dan basis
 Kelarutan obat
Obat yang mudah larut dalam lemak akan lebih cepat di
absorpsi dari pada obat yang larut dalam air.
 Kadar obat dalam basis
Semakin tinggi kadar obat absorpsi pada obat semakin
cepat.
 Ukuran partikel
Ukuran partikel obat akan mempengaruhi kecepatan
pelarutan obat dalam cairan rektal.
 Basis suppositoria
Obat yang larut dalam air dan berada pada basis minyak
segera dilepaskan ke dalam cairan rektal apabila basis cepat
melebur setelah masuk kedalam rektum, kemudian obat

4
akan segera di absorpsi dan aksi kerja awal obat akan
segera dihasilkan. Pada obat yang larut dalam air dan
berada dalam basis larut dalam air, aksi kerja awal obat
akan segera terlihat jika basis segera larut dalam air.
f. Metode pembuatan suppositoria
Terdapat 3 metode pembuatan suppositoria, yaitu:
1. Dengan Tangan
Hanya dengan bahan dasar Ol. Cacao yang dapat dikerjakan atau
dibuat dengan tangan untuk skala kecil dan bila bahan obatnya
tidak tahan terhadap pemanasan Metode ini kurang cocok untuk
iklim panas.
2. Dengan Mencetak Hasil Leburan
Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair bagi yang
memakai bahan dasar Gliserin-gelatin, tetapi untuk Ol. Cacao dan
PEG tidak dibasahi karena mengkerut pada proses pendinginan,
akan terlepas dari cetakan.

3. Dengan Kompresi
Metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan
Suppositoria dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas
bisa sampai 3500-6000 Suppositoria/jam.

Pembuatan Suppositoria secara umum dilakukan dengan cara


sebagai berikut :
1. Bahan dasar Suppositoria yang digunakan supaya meleleh pada
suhu tubuh atau dapat larut dalam cairan yang ada dalam
rektum.
2. Obatnya supaya larut dalam bahan dasar, bila perlu dipanaskan.
3. Bila bahan obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus
diserbuk halus.

5
4. Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair,
dituangkan ke dalam cetakan Suppositoria kemudian
didinginkan.
5. Cetakan tersebut terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari
logam lain, ada juga yang dibuat dari plastik Cetakan ini
mudah dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan
Suppositoria.
6. Untuk mencetak bacilla dapat digunakan tube gelas atau
gulungan kertas.
7. Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada
cetakan, maka
pembuatan Suppositoria harus dibuat berlebih (10%) dan
cetakannya sebelum digunakan harus dibasahi lebih dahulu
dengan Parafin cair atau minyak lemak atau spiritus saponatus
(Soft Soap liniment), tetapi spiritus saponatus ini, jangan
digunakan untuk Suppositoria yang mengandung garam logam
karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti
digunakan Ol. Recini dalam etanol .
8. Khusus Suppositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween tidak
perlu bahan pelicin cetakan karena pada pendinginan mudah
lepas dari cetakannya yang disebabkan bahan dasar tersebut
dapat mengkerut.
g. Syarat Basis Suppositoria yang Ideal
1. Melebur pada temperatur rectal
2. Tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitisasi
3. Dapat dicampur dengan berbagai obat
4. Tidak terbentuk metastabil
5. Mudah dilepas dari cetakan
6. Memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi
7. Bilangan airnya tinggi
8. Stabil baik secara fisika ataupun kimia
9. Tidak mempengaruhi efektivitas obat
10. Memberi bentuk yang sesuai untuk memudahkan pemakaiannya

6
11. Mempengaruhi pelepasan bahan aktif. Pelepasan yang cepat
dibutuhkan apabila bahan aktif untuk tujuan secara sistemik, dan
pelepasan yang lebih lambat apabila bahan aktif untuk tujuan lokal.
12. Cara fabrikasi mudah.
h. Pengemasan suppositoria
Suppositoria dikemas sedemikian rupa sehingga setiap suppositoria
terpisah serta tidak mudah hancur atau meleleh. Suppositoria biasanya
dikemas dalam wadah yang terbuat dari aluminium foil atau strip
plastik sebanyak 6 hingga 12 buah, untuk kemudian dikemas dalam
dus. Suppositoria harus dikemas dalam wadah tertutup baik di tempat
sejuk. Beberapa suppositoria diharuskan disimpan dalam suhu dingin
(lemari es), sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam label
masing – masing, didasarkan pada basis yang digunakan, misalnya
suppositoria berbasis gelatin.
2.2 Basis – basis suppositoria
a. Bahan Dasar Suppositoria
Bahan dasar suppositoria adalah sebagai berikut:
 Ol. cacao (lemak coklat),
 gelatin tergliserinasi,
 minyak nabati terhidrogenasi,
 campuran PEG berbagai bobot molekul dan ester asam lemak PEG.

Bahan dasar lain dapat digunakan seperti surfaktan nonionik


misalnya ester asam lemak polioksietilen sorbitan dan
polioksietilen stearat.

Bahan dasar Suppositoria yang ideal harus mempunyai sifat


sebagai berikut:

1. Padat pada suhu kamar, sehingga dapat dibentuk dengan tangan


atau dicetak, tapi akan melunak pada suhu rektal dan dapat
bercampur dengan cairan tubuh.
2. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi
3. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat
4. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna,
bau dan pemisahan obat.
5. Kadar air cukup
6. Untuk basis lemak, bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan
penyabunan harus jelas.

7
b. Penggolongan bahan dasar Suppositoria.

1. Bahan dasar berlemak: Ol. Cacao (lemak coklat).


2. Bahan dasar yang dapat bercampur atau larut dalam air:
gliserin-gelatin, polietilenglikol (PEG).
3. Bahan dasar lain: Pembentuk emulsi A/M. Misalnya campuran
Tween 61-85 % dengan gliserin laurat 15%
Penggolongan bahan dasar supositoria

1. Basis berminyak atau berlemak .


Basis berlemak yang paling banyak dipakai adalah Oleum
cacao . Diantara bahan-bahan berlemak atau berminyak lainnya
yang biasa digunakan sebagai basis supositoria; macam-macam
asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak nabati seperti
minyak palem dan minyak biji kapas. Supositoria dengan
bahan dasar oleum cacao (lemak coklat)
1. Merupakan trigliserida dari asam oleat, asam stearat, asam
palmitat; berwarna putih kekuningan; padat, berbau seperti
coklat, dan meleleh pada suhu 31°-34°C.
2. Disimpan dalam wadah atau tempat sejuk, kering, dan
terlindung dari cahaya.
3. Oleum cacao dapat menunjukkan polimorfisme dari bentuk
kristalnya pada pemanasan tinggi.
4. Untuk menghindari bentuk-bentuk Kristal tidak stabil di
atas dapat dilakukan dengan cara:
a. Oleum cacao tidak meleleh seluruhnya, cukup dua
pertiganya saja yang dilelehkan
b. Penambahan sejumlah kecil bentuk Kristal stabil ke
dalam lelehan oleum cacao untuk mempercepat
perubahan bentuk tidak stabil menjadi bentuk stabil.
c. Pembekuan lelehan selama beberapa jam atau beberapa
hari
5. Untuk menaikkan titik lebur lemak coklat digunakan
penambahan cera atau cetaceum (spermaseti).

8
6. Untuk menurunkan titik lebur lemak coklat dapat
digunakan tambahan sedikit kloralhidrat atau fenol, atau
minyak atsiri.
7. Lemak coklat jarang dipakai untuk sediaan vagina karena
meninggalkan residu yang tidak dapat diserap, sedangkan
gelatin tergliserinasi jarang dipakai untuk sediaan rektal
karena disolusinya lambat.
8. Pemakaian air sebagai pelarut obat dengan bahan dasar
oleum cacao sebaiknya dihindari karena menyebabkan
reaksi antara obat-obat dalam supositoria mempercepat
tengiknya oleum cacao.
9. keburukan oleum cacao sebagai bahan dasar supositoria.
a. Meleleh pada udara panas
b. Dapat menjadi tengik pada penyimpanan lama.
c. Titik leburnya dapat turun atau naik jika
ditambahkan bahan tertentu.
d. Adanya sifat polimorfisme.
e. Sering bocor selama pemakaian (keluar dari rektum
dan meleleh)
10. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pembuatan
supositoria dengan basis oleum Cacao:
a. Gunakan panas minimal pada proses peleburan, < 40oC
b. Jangan memperlama proses pemanasan
c. Jika melekat pada cetakan gunakan lubrikan
d. Penambahan emulgator seperti tween 61 sebanyak 5-10
% akan meningkatkan absorpsi air sehingga menjaga
zat-zat yang tidak larut tetap terdispersi/tersuspensi
dalam oleum cacao.

Akibat beberapa keburukan oleum cacao, dicari pengganti


oleum cacao sebagai bahan dasar supositoria, yaitu;
campuran asam oleat dengan asam stearat dalam
perbandingan yang sesuai, campuran setilalkohol dengan

9
oleum amygdalarum dalam perbandingan 17 : 83, Oleum
cacao sintetis : coa buta, supositol.

2. Bahan dasar yang larut atau bercampur dalam air. Basis yang
penting dari kelompok ini adalah basis gelatin tergliserinasi dan
basis polietilen glikol. Basis gelatin tergliserinasi terlalu lunak
untuk dimasukkan dalam rektal sehingga hanya digunakan
melalui vagina (umum) dan uretra. Basis ini melarut dan
bercampur dengan cairan tubuh lebih lambat dibandingkan
dengan oleum cacao sehingga cocok untuk sediaan lepas
lambat. Basis ini menyerap air karena gliserin yang
higroskopis. Basis polietilen glikol dapat dicampur dalam
berbagai perbandingan dengan cara melebur, dengan memakai
dua jenis PEG atau lebih untuk memperoleh basis suppositoria
dengan konsistensi dan karakteristik yang diinginkan..
Penyimpanan PEG tidak perlu di kulkas dan dapat dalam
penggunaan dapat dimasukkan secara perlahan tanpa kuatir
suppositoria akan meleleh di tangan (hal yang umum terjadi
pada basis lemak). Suppositoria dengan polietilen glikol tidak
melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi perlahan-lahan
melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu basis ini tidak
perlu diformulasi supaya melebur pada suhu tubuh. Jadi boleh
saja dalam pengerjaannya, menyiapkan suppositoria dengan
campuran PEG yang mempunyai titik lebur lebih tinggi
daripada suhu tubuh. Keuntungannya, tidak memungkinkan
perlambatan pelepasan obat dari basis begitu suppositoria
dimasukkan, tetapi juga menyebabkan penyimpanan dapat
dilakukan di luar lemari es dan tidak rusak bila terkena udara
panas. Kerugian basis yang dapat bercampur dengan air:
1. Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan,
sehingga terjadi rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi
dengan cara mencelupkan supositoria ke dalam air sebelum

10
digunakan. Pada etiket, supositoria ini harus tertera
petunjuk “ Basahi dengan air sebelum digunakan”.
2. Dapat memperpanjang waktu disolusi
3. secara kimia lebih reaktif daripada basis lemak.
4. kecepatan pelepasan obat larut air menurun dengan
meningkatnya jumlah PEG dgn BM tinggi.

3. Supositoria dengan bahan dasar gelatin


1. Dapat digunakan sebagai bahan dasar supositoria vaginal.
2. Tidak melebur pada suhu tubuh, tetapi melarut dalam
cairan sekresi tubuh.
3. Perlu penambahan pengawet (nipagin) karena bahan dasar
ini merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
4. Penyimpanan harus di tempat yang dingin.
5. Bahan dasar ini dapat juga digunakan untuk pembuatan
supositoria uretra
6. Kebaikan : Diharapkan dapat memberikan efek yang cukup
lama, lebih lambat melunak, dan lebih mudah bercampur
dengan cairan tubuh dibandingkan dengan oleum cacao.
7. Keburukan :
 Cenderung menyerap uap air karena sifat gliserin yang
higroskopis yang dapat menyebabkan dehidrasi atau
iritasi jaringan.
 Memerlukan tempat untuk melindungi dari udara
lembab agar bentuk dan konsistensinya terjaga.

4. Bahan dasar lainnya Bersifat seperti lemak yang larut dalam air
atau bercampur dengan air, beberapa di antaranya membentuk
emulsi tipe A/M.Formulasinya : Tween 61 85 % dan gliserin
laurat 15%. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Formulasi
1. Pemilihan Obat / Zat Aktif Suatu zat aktif dapat diberikan
dalam bentuk suppositoria jika:

11
a. Dapat diabsorpsi dengan cukup melalui mukosa rektal
untuk mencapai kadar terapeutik dalam darah .
b. Zat aktif tidak tahan terhadap pH saluran pencernaan
bagian atas.
c. Zat aktif digunakan untuk terapi lokal gangguan di
rektum atau vagina.
2. Pemilihan Basis Karakteristik basis yang menentukan
selama produksi:
d. Kontraksi
e. Ke-inert-an (inertness)
f. Pemadatan
g. Viskositas
3. Pemilihan bahan pembantu yang dapat meningkatkan
homogenitas produk dan kelarutan Bahan pembantu
digunakan untuk:
a. Meningkatkan penggabungan (inkorporasi) dari serbuk
zat aktifAjuvan yang digunakan untuk mengatasi hal ini
yaitu: Mg karbonat.
b. Meningkatkan hidrofilisitas
c. Meningkatkan viskositas
d. Mengubah suhu leleh ; Contoh bahan yang digunakan:
asam lemak dan derivatnya
e. Mengubah penampilan
f. Mengubah absorpsi
2.3 Evaluasi sediaan suppositoria

Pengujian sediaan suppositoria yang dilakukan sebagai berikut:

1. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan
aktif dapat tercampur rata dengan bahan dasar suppo atau tidak,
jika tidak dapat tercampur maka akan mempengaruhi proses
absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi

12
yang berbeda. Cara menguji homogenitas suppositoria yaitu
dengan cara mengambil 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah
atau kanan-tengah-kiri) masing-masing bagian diletakkan pada
kaca objek kemudian diamati di bawah mikroskop. Cara
selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara
titrasi.
2. Keseragaman Bentuk dan Ukuran
Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari
bentuknya tidak seperti sediaan suppositoria pada umunya, maka
seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan tersebut
bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena
akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaan tersebut
adalah suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan
padat yang mempunyai bentuk torpedo.
3. Uji Waktu Hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama
sediaan tersebut dapat hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur
suppositoria yaitu dengan dimasukkan dalam air yang di set sama
dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang
berbahan dasar PEG 1000 waktu hancurnya ±15 menit, sedangkan
untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika melebihi syarat di atas
maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk digunakan
dalam tubuh. Mengapa menggunakan media air? Dikarenakan
sebagian besar tubuh manusia mengandung cairan.
4. Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap
sediaan suppositoria sudah sama atau belum, jika belum maka
perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap
kemurnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut
tercampur. Caranya dengan ditimbang saksama 10 suppositoria,
satu persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari hasil
penetapan kadar, yang diperoleh dalam masing-masing monografi,

13
hitung jumlah zat aktif dari masing-masing 10 suppositoria dengan
anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan
yang beratnya melebihi rata-rata maka suppositoria tersebut tidak
memenuhi syarat dalam keseragaman bobot. Karena keseragaman
bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam
masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan
efek terapi yang sama pula
5. Uji Titik Lebur
Uji titik lebur suppositoria dilakukan sebagai simulasi untuk
mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan suppositoria yang
dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan
air dengan suhu ±37°C. Kemudian dimasukkan suppositoria ke
dalam air dan diamati waktu leburnya. Untuk basis oleum cacao
dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG
1000 adalah 15 menit.
6. Uji Kerapuhan
Suppositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras
yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan
suppositoria dapat digunakan uji elastisitas. Suppositoria dipotong
horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui
bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari
lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20 N (lebih
kurang 2 kg) dengan cara menggerakkan jari atau batang yang
dimasukkan ke dalam tabung.

14
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
Pembaca bisa mencari penjelasan lebih detail dari sumber atau
jurnal – jurnal lain yang terpercaya agar bisa memperluas dan
memperdalam pengetahuan pembaca mengenai sediaan suppositoria, dan
jika ada kritin atau saran lain sangat penulis harapkan untuk bisa
menyempurnakan lagi makalah yang penulis buat.

15
DAFTAR PUSTAKA
https://biofar.id/suppositoria/

http://repositori.kemdikbud.go.id/12773/1/FAR6-farmasi%206-reduksi.pdf

Anif,Mohammad. 2007. FARMASETIKA. Yogyakarta: GADJAH MADA


UNIVERSITY PRESS

Anda mungkin juga menyukai